Download - Ga Tau APa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan
penyakit, tetapi seringkali menyebabkan komplikasi akibat sebagai perubahan
anatomik serta fisiologik dalam tubuh ibu. Salah satu perubahan fisiologik yang
terjadi adalah perubahan hemodinamik. Selain itu darah yang terdiri atas cairan da sel
– sel darah berpotensi menyebabkan komplikasi perdarahan dan trombosis jika terjadi
ketidakseimbangan faktor – faktor koagulasi dan hemostatis ( Ilmu Kebidanan,
Sarwono 2009). Bidan adalah pemberi asuhan utama dalam sebagia besar kehamilan
dan dengan demikian harus sepenuhnya waspada akan semua faktor risiko yang dapat
menyebabkan hasil negatif.
Ada pula kelainan gastrointestinal tersebut bisa timbul pada saat kehamilan
atau oleh kelainan yang sebelumnya sudah ada dan akan bertambah berat sewaktu
hamil. Memahami adanya keluhan atau kondisi tersebut sangat bermanfaat untuk
dapat memberikan perawatan sebaik - baiknya. Perubahan – perubahan fisiologik
atau patologik umumnya tidak berbahaya dan dapat ditangani dengan mudah melalui
penjelasan pada pasien serta pemberian obat-obat yang relatif ringan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Apa saja kelainan dalam sistem pencernaan dan hematologi yang lazim terjadi
pada masa hamil ?
2. Bagaimana komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan sistem pencernaan dan
hematologi selama kehamilan ?
Page 1 of 45
3. Apa peran dan fungsi bidan mendeteksi dan menangani komplikasi kelainan
dalam sistem pencernaan dan hematologi yang lazim terjadi pada masa
hamil ?
4. Bagaimana penatalaksanaan komplikasi kelainan dalam sistem pencernaan
dan hematologi yang lazim terjadi pada masa hamil ?
C. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui kelainan - kelainan dalam sistem pencernaan dan
hematologi yang lazim terjadi pada masa kehamilan.
2. Dapat mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan sistem
pencernaan dan hematologi selama kehamilan.
3. Dapat mengetahui peran dan fungsi bidan dalam mendeteksi dan
menangani komplikasi kelainan sistem pencernaan dan hematologi yang
lazim terjadi pada masa hamil.
4. Dapat mengetahui penatalaksanaan komplikasi kelainan dalam sistem
pencernaan dan hematologi yang lazim terjadi pada masa hamil.
Page 2 of 45
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Kelainan Hematologik dalam kehamilan oleh karenanya tidak dapat
dipandang sebagai satu kelompok penyakit yang dapat diderita oleh ibu hamil, tetapi
merupakan kumpulan berbagai jenis penyakit darah yang dapat berdiri sendiri atau
saling terkait satu sama lain. Untuk Membatasi ruang lingkup pembahasan, dalam
makalah ini akan dibahas secara singkat tiga kelompok besar kelainan hematologik
dalam kehamilan yaitu anemia, perdarahan karena defek sistem pembekuan, dan
trombofilia (pembentukan bekuan darah abnormal).
B. Anemia dalam kehamilan
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropoetin. Akibatnya volume plasma bertambah dan sel darah merah
(eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi
yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan erotrosit sehingga terjadi
penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi.
Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya
hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ
vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia
adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl
(Varney H, 2006).
Penyebab Anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali
defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi
buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Sekitar 75 % anemia dalam
kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi. Penyebab tersering kedua adalah
Page 3 of 45
megaloblastik yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi Vitamin B12.
Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati,
proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan (Ilmu Kebidanan, Sarwono.
2009)
Anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%.
Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada
perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada
trimester II (Sarwono P, 2009).
Klasifikasi jenis Anemia yang dapat terjadi selama kehamilan
(Sarwono: 2009)
Defisiensi Zat Besi
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga
penyediaan besi untukeritropoesis berkurang, yang pada akhirnya
pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. Anemia defisiensi besi
dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi,
serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
Tanda dan Gejala Anemia :
Pucat yang berlangsung lama tanpa manifestasi perdarahan
Mudah lelah, lemas, mudah marah, tidak ada nafsu makan, daya tahan
tubuh terhadap infeksi menurun, serta gangguan perilaku dan prestasi
belajar. Infeksi malaria, infestasi parasit seperti ankylostoma dan
schistosoma.
Bila sarana terbatas dapat ditegakkan berdasarkan :
Anemia tanpa perdarahan
Tanpa organomegali
Gambaran darah tepi : mikrositik, hipokromik,anisositosis, sel
target
Page 4 of 45
Respon terhadap pemberian terapi besi
Terapi yang dapat diberikan oleh bidan adalah dengan memberikan
tablet Fe pada ibu hamil, yang disarankan program pemerintah
sampai 90 tablet selain itu menjelaskan pula cara
pengonsumsiannya, supaya lebih efektif dimakan pada malam hari
mencegah mual – muntah yang diakibatkan tablet tersebut serta
diminum menggunakan air putih atau air jeruk supaya penyerapan
lebih optimal. Untuk menentukan data Laboratorium bidan dapat
memberikan surat rujukan supaya dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
Anemia Defisiensi Asam Folat
Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi
karena tubuh kekurangan asam folat. Asam folat dan vitamin B12
adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang sangat
diperlukan bagi tubuh. Peran utama dari asam folat dan vitamin B12
ialah dalam metabolisme intraselular. Bila kedua zat tersebut
mengalami defisiensi, akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesa
DNA. Hematopoiesis sangat sensitif pada defisiensi vitamin tersebut,
dan gejala awal ialah anemia megaloblastik.
Defisiensi asam folat oleh karenanya sangat umum terjadi pada
kehamilan dan merupakan penyebab utama anemia megaloblastik pada
kehamilan (Ilmu Kebidanan, Sarwono: 2009).
Etiologi anemia defisiensi asam folat :
1. Kekurangan makanan
Misalnya pada kehamilan dapat terjadi anemia megalobalstik
yang disebabkan karena diet yang kurang, sedangkan kebutuhan asam
folat dari janin bertambah
2. Gangguan asam folat
Page 5 of 45
Misalnya pada steatore idiopatik, tropical sprue, dan beberapa
penyalit gastrointestinal lainnya
3. Obat yang bersifat antagonistic terhadap asam folat
Misalnya metrotreksat, 6-merkaptopurin, pirimetamin, derivate
barbiturate. 12 Anemia tipe megalolastik karena defisiensi asam folat
merupakan penyebab kedua terbanyak anemia defisiensi zat gizi.
Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel
megaloblastik yang khas untuk jenis anemia ini (Ilmu Kebidanan,
Sarwono :2009).
Gejala-gejala defisiensi asam folat sama dengan anemia secara
umum ditambah kulit kasar dan glositis. Pada pemeriksaan apusan
darah tampak prekursor eritrosit secara morfologis lebih besar
(makrositik) dan perbandingan inti-sitoplasma yang abnormal juga
normokrom. Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian
folat secara oral sebanyak 1 sampai 5 mg per hari. Pada dosis 1 mg,
anemia umumnya dapat dikoreksi meskipun pasien mengalami pula
malabsorbsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat sedikitnya 400 µg folat
per hari (Ilmu Kebidanan, Sarwono : 2009 ).
Anemia Aplastik
Anemia Aplastik, adalah kondisi dimana sumsum tidak dapat
berproduksi maksimal sehingga sel darah baru tidak mencukupi untuk
proses penggantian sel darah lama. Pada kasus anemia biasa,
umumnya hanya jumlah sel darah merah yang rendah, tetapi pada
anemia aplastik, jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan platelet
menjadi sangat rendah. Dicurigai penyebab anemia aplastik ini adalah
gangguan sistem imun, atau disebut gangguan autoimun. Dimana sel
Page 6 of 45
darah putih menyerang sumsum. Jika anemia aplastik ini tidak diobati,
maka resiko kematian akan muncul dalam waktu 6 bulan.
Gejala-gejala yang muncul terutama diakibatkan kurangnya
produksi dari eritrosit, leukosit, dan trombosit (disebut juga
pansitopenia):
anemia: 3L (lemah, letih, lesu), pucat
leukopenia (turunnya leukosit) : mudah terserang infeksi
trombositopenia (turunnya trombosit) : mudah terjadi
kelainan perdarahan. Seperti adanya lebam (bisa ptekiae,
ekimosis, atau purpura), mimisan, atau perdarahan lain
yang lebih serius.
retikulositopenia (turunnya jumlah eritrosit muda)
Terapi meliputi terminasi kehamilan elektif, terapi suportif,
imunosupresif, atau transplantasi sumsum tulang setelah persalinan
(Ilmu Kebidanan, Sarwono :2009).
Anemia penyakit Sel Sabit
Penyakit sel sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit
keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit
dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah
memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya
abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan
menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh
darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan
menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel
Page 7 of 45
sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah,
menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan
organ dan mungkin kematian.
Gambaran Klinis
o Terdapat tanda anemia sistemik.
o Nyeri hebat yang intens akibat sumbatan vaskular pada
serangan penyakit.
o Infeksi bakteri serius disebabkan kemampuan limpa untuk
menyaring mikroorganisrne yang tidak adekuat.
o Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati,
kadang menyebabkan krisis akut.
Pemberian transfusi darah profilaktik belum terbukti
efektivitasnya walaupun beberapa pasien tampaknya memberi
hasil yang memuaskan.
C. Kelainan Hemoragik Dalam Kehamilan
Kehamilan normal menyebabkan perubahan – perubahan besar dakam
sistem koagulasi daan fibrinolitik, yaitu meningkatnya konsetrasi berbagai faktor
koagulasi dalam penurunan aktifitas fibrinolitik plasma sebagai akibat peningkatan
konsentrasi plasminogen activator inhibitorss (PAI). Fibrinogen meningkat dari
kehamilan awal sampai dapat mencapai nilai dua kali lipat sebelum hamil pada
kehamilan aterm. Faktor VIII dan faktor willerbrand meningkat selama kehamilan.
Faktor VII dan X juga meningkat sangat pesat selama kehamilan, tetapi faktor-faktor
pembekuan tergantung vit k lainya, faktor II faktor IX dan XII hampir tidak
menunjukan perubahan, sedangkan faktor XI dan XIII dapat menurun sedikit. Hitung
trombosit seharusnya tidak banyak berubah selama kehamilan. Waktu perdarahan
tetap normal selama kehamilan. Uji skrining untuk memeriksa perdarahan, yaitu
activated partial thromboplastin time (APTT), dan prothrombin time (PT), berada
dalam nilai normal dewasa selama kehamilan, tetapi pada trimester ketiga, keduanya
Page 8 of 45
mungkin sedikit memendek, dan hal ini perlu diperhatkan ketika menilai status
koagulasi pada ibu hamil.
Kelainan perdarahan pada masa kehamilan dan nifas merupakan problem
tersendiri yang mungkin sulit di tangani. Terdapat berbagai macam kelainan
perdarahan yang dapat dikelompokan dalam kelainan bawaan serta didapat. Kelainan
bawaan antara lain adalah penyakit von willebrand (vWD), defisiensi faktor
pembekuan, dan kelainan bawaan trombosit. Kelainan perdarahan yang didapat
meliputi kelainan yang sudah muncul sebelum kehamilan, seperti purpura
trombisitopenik ideopartik dan inhibitor faktor pembekuan, atau muncul pertama kali
pada saat hamil. Perubahan-perubahan hematologik sebagai respon terhadap
kehamilan juga dapat menyebabkan disregulasi sistem pembekuan darah yang
meliputi koagulasi intra vaskular diseminata (KID) dan sindrom hemoysis with
ekevated liver funcitions and low platelet (HELLP). Terakhir adalah kelainan pada
plasenta seperti plasenta pravia dan solutio plasenta, kehamialan ektopik, abosi, dan
keguguran, serta adanya sisa hasil konsepsi.
Kelainan Bawaan
1. Penyakit von Willebrand
Penyakit von Willebrand adalah kelainan perdarahan bawaan yang
paling sering ditemui dengan prevelansi antara 1-3 % dalam populasi.
Nama ini adalah nama seorang dokter Finlandia , Erik Von Willebrand,
yang pertama kali menguraikan kondisi ini pada 1925. Ia menyadari bahwa
penyakit ini tidak sama dengan hemofilia, yang dalam kondisi beratnya
jatuh pada laki - laki.
Mayoritas vWD diwariskan secara autosomal dominan, sehingga
implikasinya pada perempuan dalam masa reproduksi sangat bermakna.
Kelainan ini dibagi menjadi tipe 1, tipe 2 dan tipe 3 berdasarkan
mekanisme patofisiiologik spesifik yang terlibat. Dalam konsensus yang
dibuat oleh the international society on thrombosis and haemostasis
terdapat refisi yang membagi tipe 2 menjadi 4 sub tipe lagi berdasarkan
Page 9 of 45
hasil laboratorium dan data klinik. Mayoritas vWD adalah tipe1 (70-80%)
yang hanya menyebabkan perdaraham ringan, 10% berikutnya adalah tipe
2 dan 10% sisanya adalah tipe 3.
Jenis penyakit ini disebabkan oleh masalah Von Willebrand Factor
(VWF). Ini adalah protein dalam darah yang diperlukan untuk pembekuan
darah. Gen yang membuat VWF bekerja pada dua jenis sel yaitu :
- Sel endotel yaitu yang melapisi pembuluh darah dan
- trombosit
Jika tidak terdapat cukup VWF dalam darah, atau tidak bekerja dengan baik, maka dalam proses pembekuan darah memerlukan waktu lebih lama.
Manifestasi klinik klasik vWD adalah perdarahan mukokutan, yang
mungkin tidak terdeteksi sampai penderita terpapar oleh stres akibat
cedera, pembedahan, atau pemberian obat anti trombosit.
2. Hemofilia
Hemofilia merupakan suatu penyakit dengan kelainan faal
koagulasi yang bersifat herediter dan diturunkan secara X - linked
recessive pada hemofilia A dan B ataupun secara autosomal resesif
pada hemofilia C. Hemofilia terjadi oleh karena adanya defisiensi atau
gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII pada
hemofilia A serta kelainan faktor IX pada hemofilia B dan faktor XI
pada hemofilia C. 1-4 Secara umum, insiden hemofilia pada populasi
cukup rendah yaitu sekitar 0,091% dan 85 % nya adalah hemofilia A.
Disebutkan pada sumber lain insiden pada hemofilia A 4-8 kali lebih
sering dari hemofilia B.
Individu memerlukan injeksi faktor bekuan yang hilang secara
reguler dan harus belajar untuk mencegah trauma, mendapatkan terapi
Page 10 of 45
yang tepat selama periode perdarahan (Manajemen Kebidanan, 2002).
Hemofilia A (defisensi faktor VIII) dan hemdofilia B (defisiensi faktor
IX) diwariskan secara X-linked recessive. Perempuan dari keluarga
penderita hemofilia umumnya dalah pembawa (carrier) yang
asimptomatik. Namun, 10-20 % perempuan pembawa dapat beresiko
terhadap komplikasi perdarahan yang bermakna karena penurunan
faktor VIII atau IX dibawah jumlah minimal untuk mempertahankan
keseimbangan hemostatik ( Sarwono, 2009)
Terdapat 2 keadaan yang dapat disebabkan rendahnya kadar faktor
VIII dalam kehamilan. Yang pertama adalah vWD tipe 2 N (Normandy),
yang terdiri atas mutasi missense tertentu yang menginaktivasi tempat
pengikatan faktor VIII pada faktor von Willebrand. Fungsi trombosit dan
pola multimer normal, tetapi perbandingan VIII: C rendah, kurang dari
10% yang menyebakan pasien menyerupai penderita hemofilia ringan.
Yang kedua, sindrom turner (disgenesis gonadal) yaitu kariotope 45 , X
tampak pada 50% kasus, akan menyebabkan infertilitas. Sekitar 25% dari
individu penderita mungkin mempunyai mosaicism 46 xx/45, X dan 25%
lainnya 46, DD dengan struktur kromosom X yang abnormal. Sejumlah
kecil penderita mungkin, mempunyai cukup folikel-folilkel untuk hamil
dan jika mereka merupakan anggota keluarga dengan hemofilia A, mereka
dapat mengalami defisensi faktor yang berat.
Hemofilia terjadi secara jelas pada keluarga Ratu Victoria. Dia
mewariskan mutasi genetik melalui putrinya ke keturunan kerajaan
selanjutnya di seluruh Eropa.
3. Defisensi Faktor XI
Defisensi Faktor XI merupakan kelainan genetik yang banyak
dijumpai pada populasi Yahudi Ashkenazi, dengan frekuensi heterozik
sekitar 8%. Frekuensinya di kalangan non-Yahudi Ashkenazi tidak
Page 11 of 45
diketahui. Pola pewarisannya adalah autosomal. Individu homozigot
akan mengalami defisiensi berat, sedangkan individu heterozigot akan
mengalami defisiensi parsial. Kadar faktor XI plasma normal adalah
70-150 IU/dl. Individu homozigot umumnya mempunyai kadar faktor
XI kurang dari 15 IU/dl, sedangkan heterozigot antara 15-70 IU/dl.
Kelainan Didapat
4. Trombositopenia
Trombositopenia adalah istilah medis untuk platelet darah rendah.
Platelet (trombosit) adalah sel-sel darah tidak berwarna yang memainkan
peran penting dalam pembekuan darah. Jika platelet darah turun di bawah
normal, kondisi ini disebut trombositopenia.
Penurunan hitung trombosit relatif sering dijumpai pada kehamilan,
yaitu terjadi pada sekitar 10% ibu hamil. Sebagaian besar penurunan
trombosit bersifat ringan dan tidak menyebabkan konsekuensi klinik apa
pun karena merupakan bagian dari trombositoponia gestasional. Jika tidak
terdapat efek hemostatik lain, hitung trombosit sampai 70.000 per µl masih
dapat ditorenasi baik selama kehamilan. Di bawah nilai ini, resiko
perdarahan akan meningkat. Suatu studi mendapatkan dari 15471
kehamilan, 1027 diantarnya mengalami trombositopenia yang terdiri atas
74% trombositopenia gestasional, 21% kelainan hipertensif pada
kehamilan, 4% kelainan imun dalam kehamilan seperti purpura
trombositopenik imun (ITP), dan 2% sisanya merupakan berbagai kelainan
yang jarang dijumpai, termasuk perlemakan hati akut pada kehamilan,
sindrom HELLP, koagulasi intrafaskular desiaminata (DIC), dan purpura
trombositopenik trombotik (TTP).
Latar belakang Trombositopenia sering terjadi pada seorang ibu dan
neonatus yang selalu disebabkan oleh destruksi trombosit (platelet destruction).
Page 12 of 45
Kadar trombosit ibu tidak hamil dan neonatus adalah 150.000 – 400.000 / µL ;
dan pada wanita hamil umumnya lebih rendah. Trombositopenia dalam
Kehamilan , dapat disebabkan oleh berbagai penyebab:
Trombositopenia Gestasional
Infeksi virus dan bakteri
Preeklampsia dengan komplikasi sindroma HELLP (hemolisis-
Elevated Liver Enzyme dan Low Platelet.
Patofisiologi
Trombositopenia pada ITP (imune trombositopenik purpura) terjadi
oleh karena destruksi trombosit yang di mediasi oleh autoantibodi trombosit
langsung terhadap antigen permukaan sel. Sistem retikuendotelial merusak
antibodi-trombotis komplek. Autoantibodi ini dapat menembus plasenta
sehingga dapat mengganggu ibu dan anak.
NAIT, Sekitar 80% kasus NAIT disebabkan oleh antibodi terhadap
antigen trombosit HPA-1a , 15% oleh anti- HPA-5b , dan 5% oleh antibodi
lainnya. Berbeda dengan penyakit hemolitik, NAIT terjadi selama kehamilan
pertama di atas dengan 50% dari kasus, dan janin yang terkena bisa
mengalami trombositopenia berat (<50.000 / uL) sangat dini selama
kehamilan. Biasanya, trombositopenia meningkat sebagai kemajuan
kehamilan. Pada perdarahan intrakranial rahim terjadi pada sekitar 10% kasus
yang terkena. Komplikasi ini mungkin juga terjadi sebelum 20 minggu
kehamilan. Terulangnya NAIT telah diperkirakan lebih dari 80% pada
kehamilan berikutnya dengan janin yang tidak kompatibel.
Epidemiologi
Angka Kejadian :
Amerika
Angka kejadian ITP : 1 – 2 kasus per 1000 persalinan[2]
Page 13 of 45
Diagnosa ITP ditegakkan saat pemeriksaan antenatal pada pasien dengan
riwayat kelainan darah.
Angka kejadian NAIT : 1 – 2 kasus per 1000 persalinan
Internasional
Angka kejadian ITP : 1.8 kasus per 1000 persalinan di Helsinki, Finlandia.
Angka kejdian NAIT : 0.5 kasus per 1000 persalinan dan 1.5 kasus per 1000
neonatus hidup di Inggris dan Perancis. Di Jepang angka kejadian NAIT 0.3
kasus per 1000 lahir hidup dan adanya inkompatibilitas HPA (human Platelet
Antigen) – 4 merupakan etiologi dari 80% kasus. [6] Rekurensi NAIT sangat
tinggi (mendekati 100%)
5. Sindrom HELLP
Sindrom HELLP(Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, dan Low
Platelets) merupakan komplikasi serius yang dipicu oleh hypertensi dan sering
dibahas bersama dengan kelainan preeklamsi dan eklampsi.
Sindrom HELLP umumnya terjadi di paruh kedua masa kehamilan
dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi.
Pemeriksaan laboratorium menunjukan apusan darah tepi yang abnormal
dengan gembaran anemia hemolitik mikroangiopatik, bilirubin total di atas 1,2
mg/dl, laktat dehidrogenase (LDH) diatas 600 IU/l, dan trombosit dibawah
100.000/µl.
Trombositopenia merupakan kelainan yang paling dini dan yang
paling sering pada sindrom HELLP dan tanpak pada semua ibu hamil yang
menderitanya. Kelainan kaskade koagulasi tampak dari pemanjangan
PT,APTT, penurunan kadar fibrinogen, dan gangguan enzim-enzim hati yang
tidak terjadi jika perjalanan penyakit telah berlanjut. Kadar LDH pada
umumnya meninggi lebih cepat dibandingkan kelainan fungsi hati lainnya
yang mencerminkan sumbernya dari sel-sel darah merah yang mengalami
hemolisis.
Page 14 of 45
6. Kelainan Koagulasi Lainnya
Kelainan Trombositopenia dan kelainan koagulasi herediter yang
relatif jarang, terdapat kelainan koagulasi lain yang relatif jarang pada
kehamilan dan bermanifestasi sebagai penunjang PT atau partial
trombopoplastin time (PTT).
Sebagian besar kasus menunjukan kaitanan PT dan atau PTT,secara
primer atau sekunder terhadap penurunan sinestesis faktor koagulasi yang
bergantung vitamin K. Fibrinogen juga dapat menurun, mungkin disebabkan
oleh peningkatan fibrinolisi. Trombositopenia ringan dan beberapa fragmen
eritrosit atau akanto Sitosis (spurcells) dan tampak pada apusan daerah tepi.
Koagulasi intravaskuler diseminata atau disseminated intravascular
coagulation (DIC) relatif jarang pada kehamilan dan dapat disebabkan oleh
beberapa proses penyakit dasar. Beberapa diantranya terkait dengan penyakit
infeksi yang tidak spesifik untuk kehamilan. Sejumlah penyebab mungkin
spesifik untuk kehamilan dan persalinan dan perlu diketaui segara, seperti
DIC karena abruptio placentae atau emoli caiaran ketuban. Jika penyebab
perdarahan dan lokasi antomik tidak ditemukan, pasien yang mengalami
perdarahan hebat setelah persalinan perlu diperiksa status koagulasinya,
termasuk PT, PTT, dan kadar fibromogen.
D. Trombofilia Dalam Kehamilan
Trombofilia adalah sekelompok kelainan pada darah yang memicu
pembentukan pembekuan darah (trombosis). Keadaan ini dapat terjadi karena
kelebihan faktor-faktor pembentukan darah (prokoagulan) atau kekurangan faktor-
faktor yang menghambat pembekuan darah atau memecah bekuan darah (hereditary
thrombophilia) atau kelainan yang dapat (acquired thrombophilia).
Page 15 of 45
Trombofilia adalah mudahnya terjadi pembekuan darah atau kental.
Trombofilia disebabkan gangguan sistem imun pada tubuh dimana antibodi merusak
sel pembuluh darah dan memicu pembekuan darah.
Pembekuan darah dapat terjadi dimana saja, antara lain di pembuluh arteri
jantung, pembuluh darah di paru-paru atau otak, pembuluh darah retina dan telinga.
Bekuan darah terlepas dan ikut peredaran darah ke seluruh tubuh dan tersangkut di
pembuluh pembuluh darah kecil menimbulkan penyumbatan. Bila tersangkut di
pembuluh di pembuluh darah jantung menyebabkan serangan jantung, bila di otak
dapat terjadi stroke. Bila di mata kehilangan kemampuan melihat, bila ditelinga, tiba-
tiba kehilangan pendengaran. Bila di paru-paru dapat terjadi emboli paru. Bagi
penderita perempuan bisa keguguran berulang.
Gejala-gejalanya :
- Pembengkakan pada tungkai
- Sering pusing
- Vertigo
- Sesak Nafas
- Nyeri dada
- Mudah lelah
- Kaki terasa kebal
- Keguguran berulang
Yang dapat menderita trombofilia ini terutama :
- Pasien ortopedi (lebih2 usia lanjut)
- Orang yang kurang gerak
Page 16 of 45
- Orang yang melakukan perjalanan jauh +/- 7 jam tanpa mengubah posisi
Untuk Pencegahan kita dapat melakukan :
- Pemeriksaan antibody (biaya cukup mahal)
- Aspirin (efek samping pada lambung)
- Alternatif lain adalah obat anti koagulen (walfaren)
Kedua bentuk thrombophilia ini telah terbukti berkaitan dengan berbagai
peristiwa trombotik dalam kehamilan. Bentuk trombofilia herediter yang tersering
adalah defisiensi antitrombin, protein C dan protein S, kelainan faktor-faktor
prokoagulan seperti polimorfisme gen faktor V Leiden dan protombin G20210A.
Selain itu, mutasi gen methyl-enetetrahydrofelate reducrase (MTHFR) C677T
homozigot dapat menyebabkan hiperhomosisteinemia yang berkaitan dengan
peningkatan resiko gangguan vaskular. Bentuk trombofilia di dapat yang tersering
adalah sindrom antifosfolipid, yang meliputi inhibitor lupus dan antibodi
antikardiolipin.
Banyak bukti menunjukan bahwa perempuan penderita trombofilia memiliki
peningkatan resiko trombofilia vena dan komplikasi vaskular lainnya dalam
kehamilan seperti keguguran, preeklampsia, dan pertumbuhan janin tersebut atau
IUGR. Peneliti lain mendapatkan bahwa 65% Ibu hamil yang mengalami
preeklmpsia,IUGR, lahir mati yang tidak jelas penyebabnya atau abruptio placebtae
ternyata memiliki suatu bentuk trombofilia baik herediter maupun didapat.
Klasifikasi Trombofilia
1. Tromboemboli Vena dalam Kehamilan
Resiko Trombofilia Vena (VTE) dalam kehamilan kira-kira enam kali lebih
tinggi jika dibandingkan dengan peermpuan yang tidak hamil serta merupakan
penyebab utama kematian pada perempuan dalam masa kehamilan dan nifas. Emboli
paru (PE) terjadi pada sekitar 16 % penderita dengan trombosis vena dalam atau deep
Page 17 of 45
vein thrombosis (DVT) yang tidak diterapi dan merupakan penyebab kematian
maternal tersering. Reiko DVT pada kehamilan adalah 0,05% sampai 1,8% dan lebih
tinggi pada ibu hamil yang memiliki riwayat VTE. Angka kekambuhan adalah sekitar
1 kasus dalam 71 orang ibu. Kejadian DVT maternal lebih sering pada trombosis kiri
(sekitar 85% dari seluruh trombosis tungkai), terjadi lebih sering mengakibatkan
emboli paru.
Faktor-faktor resiko terjadinya VTE pada ibu hamil meliputi obstruksi aliran
vena oleh uterus yang membesar, atonia vena karena pengaruh hormonal, dan
perubahan protrombotik didapat yang terjadi pada protein-protein hemostatik.
Perubahan fisiologik pada sistem hemostatik meliputi peninggian kadar fibrinogen
dan aktivitas faktor VIII, resistensi fungsional didapat terhadap protein C teraktivasi,
penurunan protein S, peningkatan plasminogen activator inhibator 1 dan 2 (PAI-1,
PAI-2) yang menurunkan fibrinolisis, dan aktivitas trombosit. Semuanya membantu
terjadinya kondisi hiperkoagulasi pada kehamilan normal.
Cara persalinan juga merupakan faktor resiko terjadinya tromboemboli vena,
insidens DVT klinik diperkirakan antara 0,08-1,2% setelah partus normal, dan
meningkatkan antara 2,2-3 % pada SC darurat merupakan resiko tertinggi,demikian
pula hal nya dengan usia ibu dan berat badan. Proporsi DVT postpartum dan PE yang
tinggi terjadi setelah keluar dari rumah sakit, menekankan pentingnya surveilans yang
berkelanjutan setelah nifas.
Trimester ketiga atau masa nifas merupakan saat yang paling mungkin untuk
terjadinya PE. Diagnosis ketika hamil sulit karena banhyak tanda dan gejala yang
juga terdapat paada ibu hamil yang sehat.
Etiologi dan faktor resiko kejadian Tromboemboli Vena dalam
Kehamilan
Mekanik
1. Pembesaran uterus yang menyebabkan obstruksi aliran vena
Page 18 of 45
2. Atonia vena karena pengaruh hormonal
Hemostatik
a. Peningkatan aktivitas faktor II, faktor V, faktor VII, faktor VIII, faktor
X,
b. Peningkatan kadar fibrinogen
c. Pemurunan fibrinolisis karena peningkatan PAI-1 dan PAI-2
d. Penurunan aktivitas protein S bebas
e. Resistensi fungsional didapat protein C teraktivasi
f. Aktivasi trombosit
Faktor Resiko
Karakteristik maternal
a. Usia
b. Obesitas
c. Imobofilia
d. Defisiensi protein C
e. Defisiensi protein S
f. Defisensi antitrombin II
g. Mutasi faktor V Leiden
h. Mutasi faktor II G20210A
i. Mutasi gen MTHFR
j. Sindrom antifofolipid
Cara persalinan
a. Vaginal
b. Seksio sesarea
2. Trombofilia Herediter dan Trombosis Vena
Resiko trombosit vena pada perempuan dengan trombofilia herediter
meningkatkan pada kehamilan, tetapi tidak semua penderita trombofilia akan
Page 19 of 45
mengalami tromboemboli vena ketika hamil. Resiko terjadinya tromboemboli
bergantung pada jenis trombofil dan ada tidaknya faktor-faktor resiko lain.
Defisiensi antitrombin (AT) III adalah kelainan trmbogenik terbanyak, dengan
kemungkinan trombisis 50% selama hidup. Frekuensi defisensi AT II pada populasi
umum 0,002-0,17% dan lebih tinggi mendapat terapi antikoagulan adalah sekitar
50%.
Kelainan sistem protein C dan protein S terdapat pada 0,14-0,5% pada
populasi umum dan 3,2 pada penderita thrombosis. Resiko trombosis selama
kehamilan adalah 3-10% para penderita defisensi protein C dan 0-6% pada penderita
defisensi protein S. pada periode postpartum, resiko thrombosis adalah 7-9% untuk
defiesiensi protein C dan 7-22% untuk defisensi protein S.
Resistensi protein C teraktivasi atau activated protein C resistence (APCR)
terdapat pada 3-7% orang ras Kaukasia dan 20-30% pada penderita thrombosis.
Sebagian besar APCR disebabkan oleh mutasi faktor V Leiden. APCR ditemukan
pada 78% genotip faktor V Leiden ditemukan hampir pada 46% dari semua kasus
Mutasi G202 dikaitan dengan peningkatan kadar protombin plasma (aktivitasi
faktor II diatas 130%) dan ditemukan pada sekitar 2-5% orang sehat. Mutasi ini telah
dikaitakan dengan peningkatan resiko trmoboemboli vena sebanyak tiga kali lipat.
Resiko thrombosis yang lebih tinggi juga ditemukan pada perempuan yang
menggunakan kontraspesi oral dan komplikasi kehamilan.
Hiperhomosisteinmeia seringkali dihubungkan dengan homozigositas varian
(MTHF) (C677T) yang termolabil dan terdapat pada sekitar 8-10 individu sehat.
Kehamilan menyebabkan penurunan konsentrasi homosistein dan suplementasi asam
folat akan menurunkan kadar homosistein pada tromboemboli vena dalam kehamilan
belum jelas.
Penatalaksanaan tromfobolia dalam kehamilan
Terapi pilihan untuk untuk pencegahan dan terapi VTE dalam
kehamilan adalah heparin. Studi pada hewan dan manusia memperlihatkan
Page 20 of 45
bahwa heparin tidak bersifat teratogenik atau fototoksik dan tidak dapat
melewati plasenta. Terdapat dua jenis heparin yang beredar saat ini, yaitu
unfractionated heparin (UH) dan low-molecular-weight heparin (LMWH).
Antikoagulan oral hamper tidak pernah diberikan kepada ibu hamil karena
efek samping yang besar. Deruvat kumarin dapat melintasi plasenta dan
terkait dengan embriopati pada 4-5% janin yang terkena, terutama pada
trimester pertama. Antikoagulan oral dicadangkan untuk kondisi-kondisi
yang membatasi efektivitas heparin dan LMWH, seperti penatalaksanaan
ibu hamil dengan katup jantung buatan dan kasus-kasus dengan
kontraindikasi heparin, misalnya heparin-induced thrombocytopenia (HIT)
atau alergi kulit. Heparin LMWH, dan derivate kumarin tidak disekresi ke
dalam ASI sehingga dapat diberikan dengan aman kepada ibu menyusui.
Saat ini LMWH lebih banyak digunakan dibandingkan dengan
UFH karena profil keampuhan dan keamanannya. Keuntungan LMWH
antara lain adalah tidak memerlukan pemantauan laboratorium yang sering,
waktu paruh yang panjang, dan profil keamanan lebih baik (Tabel 61-3).
Komplikasi maternal yang mungkin terjadi adalah perdarahan,
osteoporosis, HIT, dan reaksi kulit alergik.
Table 61-3. perbandingan terapi antitrombotik dalam kehamilan.
Jenis terapi Keuntungan KekuranganHeparin (UFH) -obat pilihan tradisional
-tidak melintasi plasenta-Tidak disekresi dalam ASI-biaya murah
-2-3 kali injeksi SC/hari-dosis tidaj dapat dirpediksi-perlu pemantauan APTT-nyeri di lokasi injeksi-osteoporosis berat-trombositopenia 1-2%Rambut rontok
Warfarin -diberikan pada minggu ke-13 sampai 36 dan postpartum-tidak disekresi dalam ASI
-kontraindikasi pada mgg ke-6 sampai 12-resiko yang bermakna pada janin (malformasi)
Page 21 of 45
-biaya murah -perdarahan intrakranialLMWH -pemberian lebih nyaman:
sekali sehari injeksi sendiri-tidak memerlukan pemantauan-cocok untuk pemberian jangka panjang-tidak melintasi plasenta-tidak ada bukti efek mutagenic atau teratogenik-resiko trombositopenia dan alergi kulit rendah
-anestesi epidural perlu ditunda untuk 6-12 jam-kadang-kadang terjadi penurunan densitas tulang-jarang terjadi alergi kulit-Biaya mahal
Penatalaksanaan Trombosis akut dalam kehamilan, persalinan dan
pascapersalinan
Kejadian VTE pada kehamilan harus diatasi dengan dosis heparin
terapeutik. LMWH lebih dianjurkan kerena alasan keuntungan dan
kelebihan yang sudah dijelaskan di atas. Pemberian antikoagulan sebaiknya
dikonsultasikan terlebih dahulu pada hematologi dan dapat dibuat
perencanaan terapi yang baik mengingat kemungkinan terjadinya efek
antikoagulan yang tidak diharapkan atau adanya kasus-kasus yang
membutuhkan penyesuaian dosis.
Pemberian LMWH biasanya diteruskan selama masa kehamilan
karena tingginya resiko thrombosis berulang.dosis terapeutik harus
diteruskan setidaknya 4-6 minggu setelah diagnosis VTE akut. Belum ada
studi apakah penurunan dosis aman diberikan setelah thrombosis akut pada
kehamilan.
Pada umumnya, pemberian dosis LMWH terapeutik atau UFH
subkutan harus dihentikan 24 jam sebelum induksi persalinan atau SC
sehingga resiko perdarahan berkurang, anestesi epidural jika diperlukan
dapat diberikan. Dosis terapeutik UFH dapat menyebabkan efek
Page 22 of 45
antikoagulan yang persisten pada saat persalinan. Data awal pemberian
kesan bahwa LMWH dapat dihentikan dengan aman 12 jam sebelum
persalinan atau anesthesia epidural, tetapi hasil ini belum dikonfirmasi pada
kelompok yang lebih besar. Ibu hamil yang mendapat LMWH harus
diberitahu untuk menghentikan injeksi jika timbul tanda-tanda melahirkan
(persalinan spontan).
Antikoagulan perlu diteruskan setidaknya 6minggu setelah persalinan
atau sampai minimal 3 bulan pada kasus VTE yang terjadi pada kehamilan
lanjut. Pemberian LMWH dimulai dalam 12 jam postpartum dan
konfirmasi pemeriksaan hemostatis. Terapi dilanjutkan sampai nilai
international normalized ratio (INR)berada dalam rentan normal. (2-3)
untuk sedikitnya 48 jam. Jangka waktu pemberian antikoagulasi yang
optimal tidak diketahui, terutama bagi penderita sindrom antifosfolipid
atau defisiensi antitrombin III yang beresiko tinggi untuk kambuh.
2. Sindrom antifosfolipid
Sindrom antibodi antifosfolipid (bahasa Inggris:Antiphospholipid
antibody syndrom) disingkat APS adalah gangguan pada sistem
pembekuan darah yang dapat menyebabkan thrombosis pada arteri dan
vena serta dapat menyebabkan gangguan pada kehamilan yang berujung
pada keguguran. Disebabkan karena produksi antibodi sistem kekebalan
tubuh terhadap membran sel. Sering disebut juga sebagai sindrom Hughes
untuk menghargai jasa penemunya rheumatologis Dr Graham R.V. Hughes
(dari rumah sakit St Thomas, London, Britania Raya).
Sindrom antifosfolipid (APS) ditandai dengan menifestasiklinik
thrombosis (vena atau arterial), dan kehilangan janin berulang. Manifestasi
klinik APS meliputi DVT dan PE thrombosis arteri koroner atau peripheral,
Page 23 of 45
thrombosis vena retinal atau serebrovaskular, dan morbiditas kehamilan.
Spectrum gangguan kehamilan karena APS sangat luas, mulai dari
keguguran berulang pada trimester pertama sampai pertumbuhan janin
terhambat atau kematian janin pada trimester ke 2 atau ke 3. Mayoritas
keguguran (94%) pada perempuan dengan APS terjadi pada trimester
pertama dan terdapat korelasi antara titer antibody antifosfolipid dan resiko
kekambuhan peristiwa trombotik dan aborsi spontan.
Adanya peningkatan antibody antifosfolipid merupakan criteria
laboratorium yang diperlukan untuk membuat diagnosis. Namun,
pathogenesis dan patofisiologi APS yang terjadi karena peningkatan
antibody tersebut belum sepenuhnya terungkap.
Antibody antifosfolipid terdapat pada 5,3% dari 7.726 kehamilan normal,
20%dari 2,226 keguguran ibu yang berulang, dan 37% dari 1.579 lupus
eritematosus sistemik. Komplikasi kehamilan yang mengarah pada diagnosis APS
adalah 3 atau lebih keguguran spontan kurang dari 10 mnggu yang tidak dapat
dijelaskan, satu atau lebih kematian janin yang tidak dapat dijelaskan pada atau
setelah 10 minggu, dan kelahiran premature (sebelum 35 minggu) karena
preeklamsi berat atau insufisiensi plasenta. Inhibitor lupus dan IgG antibody
antikardiolipin dengan titer tinggi sangat kuat berhubungan dengan komplikasi
trombotik. Inhibator lupus juga merupakan predictor kuat untuk kejadian
thrombosis pada persalinan.
Table 61-4. criteria diagnosis sindrom antifosfolipid revisi Sydney
Sindrom antifosfolipid ada jika setidaknya terdapat dari satu criteria klinik dan
satu dari criteria laboratorium berikut:
Criteria klinik
1. thrombosis vascular. Satu atau lebih episode thrombosis arterial, vena atau pembuluh kecil di jaringan atau organ manapun. Thrombosis harus
Page 24 of 45
dikonfirmasi dengan objektif yang tervalidasi (yaitu pemeriksaan pencitraan yang sesuai atau histopatologik ).untuk konfirmasi histopatologik, thrombosis harus ada tanpa tanda-tanda inflamasi yang bermakna pada dinding pembuluh darah.
2. Morbiditas kehamilana. Satu atau lebih kematian yang tidak dapat dijelaskan pada fetus yang
secara morfologis normal pada usia 10 miggu atau lebih, dengan morfologi janin normal yang di deteksi dengan USG atau pemeriksaan janin secara langsung,atau
b. Satu atau lebih kelahiran premature neonates dengan morfologi normal pada sebelum minggu k 34 kehamilan karena (i) eklamsi atau preeklamsi berat berdasarkan definisi baku, (ii) tanda-tanda infusiensi plasenta, atau
c. Tiga atau lebih abortus spontan berturut-turut yang tidak dapat dijelaskan sebelum minggu ke-10 kehamilan,dan telah menyingkirkan kelainan anatomic atau hormonal serta kelainan kromosomal paternal atau maternal.
Criteria laboratorik
1. Lupus antikoagulan (LAC) terdapat dalam plasma, pada dua atau lebih yang terpisah 12 minggu, terdeteksi menurut pedoman dari the international society on thrombosis and haemostasis (scientific subcommittee on LAC / phospholipid dependent antibodies).
2. Antibody antikardiolipin (aCL) isotipe IgG dan/atau IgM pada serum atau plasma,yang terdapat pada medium atau titer tinggi (yaitu >40 GPL atau MPL, atau >persentil 99), pada dua atau lebih kejadian berjarak sedikitnya 12minggu, diukur dengan standarisasi ELISA.
3. Antibody anti-β2-glykoprotein-1 isotipe IgG dan/atau IgM pada serum atau plasma(dengan titer lebih dari persentil ke 99),pada dua atau lebih kejadian berjarak sedikitnya 12minggu, di ukur dengan standarisasi ELISA, berdasarkan prosedur yang di anjurkan.
Pelaksanaan APS secara garis besar meliputi pengobatan trombosis dan
komplikasi kehamilan. Tromboemboli vena pada pasien yang susah di
konfirmasi menderita APS perlu mendapat pengobatan antikoagulan.
Target nilai INR adalah 2,0 – 3,0 dengan terapi jangka panjang. Jika terapi
standar mendapat kegagalan atau kambuh, penderita perlu mendapat
Page 25 of 45
antikoagulan dengan intensitas lebih tinggi. Penatalaksanaan APS dan
komplikasi kehamilan serta pemilihan antikoagulan sebaiknya dibuat
dengan konsultasi kepada spesialis hematologi.
3. Thrombosis vena ovarium pascapersalinan.
Thrombosis vena ovarium pascapersalinan merupakan komplikasi
yang relative jarang terjadi dan dapat timbul dalam beberapa hari setelah
persalinan pada 1 : 500 sanya dipicu oleh penyebaran bacterial sampai 1 :
2000 kelahiran. Manifestasi kliniknya ditandai oleh demam dan nyeri perut
dan kadang-kadang terdapat massa abdominal yang mungkin
membutuhkan laparotomi eksploratif. Patogenesisnya dipicu oleh
penyebaran bacterial dari uterus atau vagina ke vena-vena ovarium kanan,
yang mengalami statis dan hiperkoagulabilitas pada masa postpartum.
Suatu penelitian pada 22 orang perempuan yang mengalami
thrombosis vena ovarium postpartum menemukan bahwa 11 diantaranya
menderita trombofilia, dam 8 kasus diantaranya terjadi setelah SC.
Diagnosis yang pasti dapat dibuat dengan bantuan teknologi pencitraan.
Sensitivitas pemeriksaan computed tomography (CT)., magnetic resonance
imaging (MRI) dan USGDoppler adalah 100%, 92% dan 50% berturut-
turut. Tetapi meliputi pemberian heparin selama episode akut, diikuti olek
koagulan oral.
4. Thrombosis arterial dalam kehamilan
Thrombosis arterial dapat terjadi akibat penyakit arterial intrinsic atau
sejumlah kondisi trombofilik. Sebagian besar peristiwa trombotik terjadi
dalam setting aterosklerotik dengan thrombosis setelah ulserasi plak atau
perdarahan dalam plak. Pada kehamilan, thrombosis arterial dapat
bermanifestasi sebagai oklusi arteri serebral, visceral, atau peripheral.
Page 26 of 45
Perkiraan insidens stroke iskemik karena kehamilan aadalah 4-18
peristiwa per 100.000 persalinan. Periode dengan resiko tertinggi adalah
periode pascapersalinan. Sebagian stroke embolik berkaitan dengan
kerusakan katup jantung prosterik, sedangkan preeklamsia merupakan
factor resiko terkait kehamilan paling sering untuk stroke. Kelainan
trombofilik herediter bukan merupakan factor resiko utama untuk stroke
pada kehamilan, bahkan terdapat 22-23% kasus yang tidak diketahui
penybabnya.
Kematian janin berulang.
Kematian janin berulang merupakan masalah kesehatan yang kerap
ditemukan pada perempuan dalam usia rproduksi (1-2%). Ada banyak hal
yang dapat menyebabkan kehilangan janin berulang. Salah satu penyebab
terbanyak adalah sindrom antifosfolipid yang diseratai dengan infark
plasenta dan perubahan-perubahan trombotik dalam pembuluh-pembuluh
kecil desidua. Trombofilia herediter juga berperan dalam pathogenesis
keguguran berulang, khususnya pada trimester ke dua, yang dikaitkan
dengan factor V Leiden dan mutasi MTHFR yang mungkin menyebabkan
peristiwa trombotik dalam plasenta.
Studi memperlihatkan bahwa perempuan yang mengalami keguguran
berulang lebih banyak menderita trombofilia (49%) dibandingkan control
(21%). Penelitian skala besar di Eropa mendapatkan ratio odds sebesar 3,6
untuk lahis mati (stillbirhts) dan 1,3 untuk keguguran
(miscarriages)diantara para ibu hamil dengan trombofilia herediter.
Penelitian ini juga mendapatkan ratio odds yang tinggi (OR14,3;95%
CI:2,4-86) untuk lahir mati pada penderita yang memiliki beberapa defek
trombofilik. Meta-analisis menyimpulkan bahwa besarnya kaitan antara
trombofilia dan kematian janin bervariasi berdasarkan jenis trombofilia.
Page 27 of 45
Sebagai contoh, faktos V Leiden dikaitkan dengan kematian janin dini
berulang (OR 2,01;95% CI:1,13-3,58), kematian janin lanjut berulang (OR
7,83;95% CI:2,83-21,67), serta kematian janin lanjut tidak berulang (OR
3,26;95% CI:1,825,83). Selanjutnya, APCR berkaitan dengan kematian
janin dini berulang (OR 3,48;95% CI: 1,58-7,69) dan mutasi protrombin
G2021A berhubungan dengan kematian janin dini berulang (OR 2,56;95%
CI:1,04-6,29) dan kematian lanjut tidak berulang(OR 2,30;95% CI:1,09-
4,87). Defisiensi protein S berkaitan dengan kematian janin berulang (OR
14,72;95% CI:0,99-218,01) dan kematian janin lanjut tidak berulang (OR
7,39;95% CI: 1,28-42,63). Mutasi MTHFR, protein C dan defisiensi
antitrombin tidak memiliki hubungan bermakna dengan kematian janin.
Table 61-5 trombofilia dan resiko kematian janin
Jenis trombofilia Prevalensi kehilangan janin
Prevalensi pada kontrol
Resiko kehilangan janin (OR)
Factor V leiden 8-30% 1-10% 2-5
Protrombin 20210 4-13% 1-2% 2-9
Defisiensi AT III 0-2% 0-1,4% 2-5
Defisiensi protein C 6% 0-2,5% 2-3
Defisiensi protein C 5-8% 0-0,2% 2-40
Hiperhomosisteinemia 17-27% 5-16% 3-7
Kombinasi trombofilia
8-25% 1-5% 5-14
Antibody antifosfolipid
20% 5% 3-5
Page 28 of 45
Studi kasus kelola memperlihatkan hubungan antara kematian janin di
awal masa kehamilan (minggu ke 8 dan ke 9) dengan peningkatan kadar
beberapa autoantibody dan homo sistein. Kematian janin secara
independen berkaitan dengan antikoagulan lupus, antibody IgM
antikardiolipin, antifosfatidiletanolamin, antibody IgG terhadap aneksin V
dan terhadap tissue type plasminogen activator, serta kadar
homosisteinemia yang tinggi.
Asuhan kehamilan pada ibu hamil dengan gangguan sistem pencernaan
E. Hyperemesis Gravidarum
Hyperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang menetap selama
kehamilan yang mengganggu asupan cairan dan nutrisi,biasanya terjadi selama 20
minggu kehamilan,cukup berat hingga menurunkan berat badan dan
ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperemesis gravidarum adalah vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali
selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atau
defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. (Lowdermilk, 2004)
Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan (biasanya pada hamil muda)
dimana penderita mengalami mual- muntah yang berlebihan, sedemikian rupa
sehingga mengganggu aktivitas dan kesehatan penderita secara keseluruhan.
(Achadiat, 2004)
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada
bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan
kelainan biokimia. Perubahan – perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan
susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat – zat lain akibat
Page 29 of 45
inanisi. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukansebagai
berikut :
a. faktor predisposisi :
1) Primigravida
2) Overdistensi rahim : hidramnion, kehamilan ganda, estrogen dan HCG
tinggi, mola hidatidosa
b. Faktor organik :
1) Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal
2) Perubahan metabolik akibat hamil
3) Resistensi yang menurun dari pihak ibu.
4) Alergi
c. faktor psikologis :
1) Rumah tangga yang retak
2) Hamil yang tidak diinginkan
3) Takut terhadap kehamilan dan persalinan
4) Takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu
5) Kehilangan pekerjaan
Diagnosis Hyperemesis Gravidarum
a. Amenore yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu
b. Fungsi vital : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun pada
keadaan berat, subfebril, dan gangguan kesadaran (apatis-koma)
c. Fisik: dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan menurun, pada
vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi lunak,
pada pemeriksaan inspekolu serviks berwarna biru (livide).
Page 30 of 45
d. Pemeriksaan USG: untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan juga untuk
mengetahui kemungkinan adanyya kehamilan kembar ataupun kehamilan
molahidatidosa.
e. Laboratorium: kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, shit to the left,
benda keton, dan proteinuria
f. Pada keluhan hiperemesis yang berat dan berulang perlu d fikirkan untuk
konsultasi psikologi.
Klasifikasi Hyperemesis Gravidarum
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan
dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum
penderita terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis
gravidarum. Hiperemesis gravidarum secara klinis dibedakan atas 3
tingkatan yaitu :
a. Tingkatan I
Muntah terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan
minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar
makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan terakhir keluar darah. Nadi
meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun,
mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tetpi
masih normal.
b. Tingkatan II
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan,
haus hebat subfebril, nadi cepat> 100 – 140 kali per menit, tekanan darah
sistolik < 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton,
bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.
c. Tingkatan III
Page 31 of 45
Walaupun kondisi tingkat tiga sangat jarang, yang mulai terjadi
adalah gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau
berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung,
bilirubin dan proteinuria dalam urin.
Peran bidan dalam Pencegahan Hyperemesis Gravidarum
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis
gravidarum dengan cara :
a. Memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu
proses yang fisiologik
b. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang – kadang muntah merupakan
gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah
kehamilan 4 bulan.
c. Menganjurkan mengubah makan sehari – hari dengan makanan dalam jumlah
kecil tapi sering
d. Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur,
erlebih dahulu makan roti kering atau biskuit dengan dengan teh hangat.
e. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan
f. Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin
g. Defekasi teratur
h. Menghindari kekurangan karbohidrat merupakan faktor penting, dianjurkan
makanan yang banyak mengandung gula.
Penatalaksanaan Hyperemesis Gravidarum
Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak mengurang maka
diperlukan :
a. Obat – obatan
Page 32 of 45
1) Sedativa : phenobarbital
2) Vitamin : Vitamin B1 dan B6 atau B – kompleks
3) Anti histamin : Dramamin, avomin
4) Anti emetik (pada keadan lebih berat) : Disiklomin hidrokhloride atau
khlorpromasin Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu
dikelola di rumah sakit.
b. Isolasi
1) Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan
peredaran udara yang baik.
2) Catat cairan yang keluar masuk.
3) Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita,
sampai muntah berhenti dan penderita mau makan.
4) Tidak diberikan makanan/minuman dan selama 24 jam.
5) Kadang – kadang dengan isolasi saja gejala – gejala akan berkurang atau
hilang tanpa pengobatan.
c. Terapi psikologik
1) Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan
2) Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan
3) Kurangi pekerjaan sera menghilangkan masalah dan konflik
d. Cairan parenteral
1) Cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5%
dalam cairan fisiologis (2 – 3 liter/hari)
2) Dapat ditambah kalium, dan vitamin(vitamin B kompleks, Vitamin C)
3) Bila kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara intravena
4) Bila dalam 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum membaik
dapat diberikan minuman dan lambat laun makanan yang tidak cair
5) Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala – gejala akan berkurang
dan keadaan akan bertambah baik.
e. Diet Hiperemesis Gravidarum
Page 33 of 45
1) Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya
berupa rod kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua
zat-zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama
beberapa hari.
2) Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman
tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-
zat gizi kecuali vitamin A dan D.
3) Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis
ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan
bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali
kalsium
f. Menghentikan kehamilan
Bila pegobatan tidak berhasil, bahkan gejala semakin berat hingga timbul
ikterus, delirium, koma, takikardia, anuria, dan perdarahan retina,
pertimbangan abortus terapeutik.
F. Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum ialah suatu keadaan adanya borok pada esofagus, lambung
atau duodenum. Insiden ulkus peptikum pada kehamilan jarang dan ± 90% kasus
ulkus peptikum yang terjadi selama hamil adalah penyakit ulkus peptikum kronik
yang mengalami eksaserbasi. Keadaan ini disebabkan oleh adanya peningkatan
sekresi asam lambung dan pepsin dan dijumpai adanya bakteri Helikobakter pillori.
Diagnosis
Gejala dan tanda klinik
Page 34 of 45
- Nyeri epigastrik yang dapat hilang dengan makanan ringan,
antasida dan keluhan diperberat dengan minuman yang
mengandung alkohol, kopi, atau aspirin.
- Hematemesis (Muntah darah) dan melena (keluarnya feses hitam
yang diwarnai oleh darah yang berubah)
- Nyeri tekan pada daerah epigastrik
Penunjang Laboratorium
- Anemia
- Deteksi adanya Helikobakter pillori
Endoskopi bila terjadi hematemesis kronik dan berat
Faktor Penyebab
Faktor penyebab utama (60% ulkus gaster dan 90% ulkus duodenum)
merupakan inflamasi kronik yang disebabkan oleh Helikobakter Pillori yang tampak
seperti spiral, tetapi bukan berupa spirokaeta, -dibanding seperti basillus yang
berkoloni pada bagian mukosa antral. Sistem imun tidak bisa membersihkan infeksi
yang terjadi walaupun dengan adanya antibodi. Dengan demikian bakteri tersebut
dapat menyebabkan gastritris kronik yang aktif ( gastritris tipe B) yang menyebabkan
gangguan regulasi produksi gastrin oleh sebagian dari lambung, sekresi gastrin akan
meningkat. Gastrin akan menstimulasi produksi asam lambung oleh sek-sel parietal.
Asam ambung ini akan mengikis mukosa lambung sehingga menyebabkan ulkus.
Penanganan
Diet
- Jauhi makanan yang merangsang lambung
- Pola makan yang teratur
Page 35 of 45
Pemberian bismut pepto bismol (525 mg) 4x/hari + metronidazol 250
mg 3x/hari selama 2 minggu
Antasida
H2 antagonis
- Ranitidin 150 mg 2 x/hari
- Klimetidin 400 mg 2x/hari
- Famotidin 20 mg 2x/hari
Hati - hati diberikan pada trimester 1 kehamilan
Antikolinergik
Sedatif
3. Inflammatory Bowel Disease
Istilah Inflammatory Bowel Disease (IBD) menggambarkan penyakit Crohn
dan kolitis ulserativa. Penyakit Corhn adalah suatu penyakit kronik yang melibatkan
usus besar. Kolitis ulserativa juga penyakit kronik yang melibatkan kolon dan rektum.
Gejala klinik penyakit Corhn adalah nyeri abdominal, diare, dan mungkin juga
anemia dan penurunan berat badan, melena, fistula, atau sepsis perianal. Sementara
itu, gejala klinik kolitis ulserativa sering dijumpai diare dan aliran mukus dan darah
pada rektum.
Resiko Maternal
Metode persalinan tidak dipengaruhi oleh IBD. Walaupun demikian,
seksio sesar dapat dipertimbangkan pada perempuan hamil dengan gangguan
kontinens anal yang pernah mengalami pembedahan perianal ekstensif.
Risiko Fetal
Penyakit IBD yang aktif pada masa konsepsi sering menimbulkan
keguguran dan flares [dorlan:daerah kemerahan yang meluas pada kulit di
Page 36 of 45
sekitar tempat dioleskannya iritan, akibat reaksi vasomotor] selama penyakit
yang menyebabkan berat badan lahir rendah dan prematuritas.
Manajemen
Eksaserbasi akut IBD dapat diterapi dengan 5-aminosalisil asid (5-
ASA) dengan kortikosteroid yang diberikan secara rektal kemudian
dilanjutkan peroral jika terapi lokal tidak adekuat. Loperamid dapat digunakan
untuk mengatasi diare. Metronidazol digunakan untuk mengatasi penyakit
anal dan fistul. Perempuan hamil dengan IBD disarankan untuk meningkatkan
asupan asam folat dosis tinggi (5 mg per hari)
4. Kolestatis Obstetrik
Kolestatis adalah berkurangnya atau terhentinya aliran empedu. Kolestatis
obstetrik mempengaruhi sekitar 0,7 % kehamilan pada ras kaukasia di Inggris dan
sekitar 1,4 % pada perempuan Asia Tenggara. Dihubungkan dengan gangguan fungsi
hati dan dengan morbiditas dan mortalitas maternal dan fetal, kolestatis obstetrik
mempunyai etiologi yang kompleks, dimana genetik, lingkungan, dan faktor endokrin
memegang peranan penting.
Diagnosis
Jaundice dan air kemih yang berwarna gelap merupakan akibat dari
bilirubin yang berlebihan dalam kulit dan air kemih.
5. Actue Fetty Liver (AFL)
Actue Fetty Liver (AFL) merupakan kelainan pada kehamilan yang sangat
jarang, tetapi sangat berbahaya. Gejala klinik dan tandanya tidak spesifik. Secara
definisi Actue Fetty Liver adalah kegagalan hati akut dengan pengurangan kapasitas
metabolic hati tanpa sebab lain. Secara histologik terdapat steatosis mikrovesikular
panlobular dan intrahepatik kolestasis. Etiologi AFL belum jelas dan multifaktorial
Page 37 of 45
dengan komponen genetik pada beberapa kasus yaitu kelianan autosom resesif pada
janin yaitu oksidasi beta asam lemak rantai panjang.
Diagnosis
Gejala dan tanda dari AFLP samar-samar dan tidak spesifik.
Kemungkinan ada pase prodmoral sekitar 1-21 hari sebelum perburukan
fungsi hati yang akut. Gejala seperti mual, muntah, nyeri epigastrik, dan
malaise dapat mendahului gejala lain seperti pruritus, sakit kepala, demam,
preeklampsia, dan pada kasus yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Pemeriksaan labolatorium adalah sebagai berikut:
Peningkatan transminase serum, 3 sampai 10 kali lipat dari normal,
kadar transnase dapat mencapai 1.000 IU/I bersamaan dengan iskemia
hepar atau hipoglikemia.
Hiperbilirubimenia
Hipoglikemia
Leukositosis neutrofil sampai 20.000-30.000
Hiperurikemia
Pemanjangan waktu protrombin
Kunci diagnosis AFLP ini adalah kecepatan perburukan dari fungsi
hati dengan gejala kegagalan hati seperti hipoglikemia, gangguan
pembekuan darah, dan perubahan kesadaran sekunder dan hepatic
ensefalopi. Harus disingkirkan penyebab kegagaln hati fulminan yang lain
seperti overdosis parasetamol dan hepatitis veral akut.. Wilson’s disesase,
keracunan karbon tetraklorid, dan reaksi obat (halotan dan isoniazid).
Pencitraan hati tidak banyak membantu. Biopsi hati juga harus
dipertimbangkan dengan hati-hati karena pemanjangan waktu perdarahan
yang terjadi.
Resiko maternal dan fetal
Page 38 of 45
Resiko yang terjadi sangat berat dengan mortalitas maternal dan fetal
yang tinggi. Pada sekitar tahun 1960 dilaporkan angka mortalitas maternal
sekitar 70 % san semakin lama semakin berkurang dan sekarang menjadi
sekitar 21% mortalitas maternal dan 27% mortalitas fetal.
Manajeman
Manajeman utama adalah terminasi kehamilan. Pilihan jenis
persalinan perlu dipertimbangkan. Persalinan pervaginam dapat
mengurangi resiko perdarahan bila dibandingkan dengan seksio sesarea,
tetapi akan memakan waktu lama. Oleh karena itu, sebaiknya pasien
dimulai indukasi persalinan seraya menunggu perbaikan dengan trnsfusi
komponen darah dan stabilisasi. Sebaiknya dilakukan pemasangan CVP
sebelum terjadi koagulapati. Pemeriksaan KGD harus dilakukan setiap 2
jam dan bila terjadi hiperglikemia harus segera diatasi. Walau protrombin
juga harus di tes setiap 6 jam bersamaan dengan fungsi hati, fungsi ginjal,
elektrolit, dan darah lengkap. Follow up kesadaran dilakukan per jam.
Pendektan pelaksanaan yang berhasil harus dilakukan oleh tim
multidispliner seperti anastesiolog, obstrikus senior, hepatolog, dan tim
trnsplantasi hati. Setelah persalinan, pasien maish harus di rawat di ruang
intensif.
Follow Up dan Rekurensi
Setalah persalinan diharapkan fungsi hati akan kembali normal. Dokter
spsialis anak harus memeriksa semua bayi dan ibu AFLP untuk mengetahui
defisensi LCHAD (long chain hydroxyacil coenzyem A dehydrogenase).
6. Apenditis Akut
Page 39 of 45
Apendidtis adalah suatu penyakit radang usus buntu. Insidensi
Apendidtis akut dlam kehamilan berkisar 1:500. Kejadian perforasi pada
Apendidtis akut dalam kehamilan 1,5-3,5 kali lebih besar dari pada
Apendidtis pada yang tidak hamil. Hal ini disebabkan oleh diagnosis dan
penanganan yang terlambat pada Apendidtis dalam kehamilan.
Diagnosis
Gejala dan tanda klinik :
Anoreksia,mual,muntah,perut kembung
Demam
Nyeri perut kanan bawah, lokasi nyeri dapat berpindah k atas sesuai usia
kehamilan oleh karena uterus yang semakin membesar
Nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah
Tanda Bryan: timbul nyeri bila uterus di geser ke kanan
Tanda Alder: untuk membedakan proses ekstrauterin dan intrauterine
Leukositosis
Penanganan:
Apendektomi
Pemberian antibiotic
Pemberian obat-obatan roboransia dan obat penguat kandungan
(progesterone)
Dengan adanya Apendidtis terutama bila terjadi komplikasi berupa
perferosi,peritonitis, ataupun sepsis, maka angka keguguran, KJDK, dan
prematuritas akan meningkat.
7. Diare Akut
Page 40 of 45
Suatu keadaan dimana buang air besar >3kali sehari dengan konsistensi tinja
yang cair dan berlangsung selama 7-14 hari. Penyebab diare akut dapat berupa
mikroorganisme, toksin, obat-obatan, dan psikis.
Beberapa bentuk diare akut akibat mikroorganisme:
Vibrio Kolera
Shigela Disentri basiler
Salmonela tifi Tifus
E. koli Traveler diare
Klostridium difisil kolitis pseudomembranosa
Entameda histolitka Amubiasis
Diagnosis
Gejala dan tanda klinik:
a. Nausea, muntah, nyeri perut
b. Demam
c. Mencret >3 kali sehari dengan konsistensi cair
Pada kasus keracunan makanan biasanya beberpa jam setelah makan disertai
muntah-muntah. Kasus Salmonela, shigelosis, klostridium difisil,
kompliakbkter,E. koli sering menimbulkan demam tinggi dan nyeri perut. Timbul
dehidrasi akibat diare berat.
laboratorium
a. pemeriksaan bakteriologi tinja
b. serologis
c. widal: tifus
d. elisa: giardi lambia
Penanganan
Rehidrasi cairan dan penggantian elktrolit yang hilang
Page 41 of 45
Pemberian kemoterapi
Kolera kotrimoxazol 2 x 960 mg/hari 3 hari
Kloramfenikol 4 x 500 mg/hari 3 ahri
Traveler diare Kontrimoksazol 2 x 960 mg/hari
Konlitis
pseudomembran
Metronidazol 3 x 500 mg/hari
Shigelosis kotrimoksazol 2 x 960 mg/hari
Salmonelosis Kloramfenikol 4 x 100 mg/hari
Amubiasis metronidazol 3 x 750 mg/hari
Obat-obatan anti diare tidak dianjurkan
Adanya diare dengan penyakit berupa dehidrasi berat dan gangguan elktrolit serta
adanya penyebaran kuman akan meningkatkan angka keguguran, KJDK, dan
persalinan premature.
8. Hemoroid (Wasir)
Hemoroid terlihat seperti bantalan jaringan dari varikosis vena yang
merupakan insufisiensi kronik vena yang terdapat didaerah anus. Bila
terjadi infeksi hemoroid dapat menimbulkan rasa gatal, sakit, dan berdarah
terutama setelah buang air besar yang mengeras.
Penyakit hemoroid ini lama kelamaan akan bertambah berat, oleh
karena itu diperlukan pengobatan sesegera mungkin bila sudah terdapat
tanda-tanda dan gejala awal hemoroid.
Secara umum hemoroid dibagi dua, yaitu hemoroid internal dan
hemoroidn eksternal.
Hemoroid internal, pembengkakan terjadi dalam rectum sehingga tidak bisa dilihat dan di raba. Pembengkakan seperti ini tidak menimbulkan rasa sakit karena hanya ada sedikit saraf di daerah rectum. Tanda yang dapat diketahui
Page 42 of 45
adalah perdarahan pada saat BAB. Masalahnya jadi tidak sederhana lagi, bila hemoroid internal ini membesar dan keluar dari bibir anus yang menyebabkan kesakitan. Hemoroid yang terlihat berwarna merah muda ini setelah sembuh dapat masuk sendiri, tetapi bisa juga didorong masuk.
Hemoroid eksternal menyerang anus sehingga menimbulkan rasa sakit, perih dan gatal. Jika terdorong keluar oleh tinja, hemoroid ini dapat mengakibatkan thrombosis, yang menjadikannya berwarna biru-ungu.
Gejala
Perdarahan didaerah dubur yang bisa keluar berupa tetesan , tetapi bisa mengalir deras. Darah berwarna merah muda dan biasanya penderita tidak merasakan sakit.
Setelah BABbiasanya ada sensasi mengganjal. Kondisi ini menciptakan kesan bahwa proses BAB belum berakhir,sehingga seseorang mengejan lebih kuat. Tindakan ini justru membuat hemoroid semakin parah.
Karena bagian yang terasa sakit di dubur sulit dibersihkan, virus akan sangat mudah menyerang dan menyebabkan infeksi kulit yang memicu rasa gatal.
Upaya memperlancar BAB agar tidak mengeras dan mencegah
terjadinya infeksi serta obat-obatan yang memperlancar aliran darah sekitar
anus (diosmin-hesperidia) akan membantu kesembuhan.
Ibu hamil sangat rentan mengalami hemoroid karena meningkatnya
kadar hormone kehamilan yang melemahkan dinding vena di bagian anus.
Banyak ibu hamil yang menderita hemoroid setelah usia 6 bulan kehamilan
karena adanya peningkata tekakan vena di area panggul.
Beberapa ibu hamil juga mengalami hemoroid selama proses persalinan
akibat tekanan bayi yang kuat. Suatu hal yang perlu di perhatikan adanya
usaha mengejan pada waktu persalinan akan memperberat penyakin
hemoroid ini. Sebagai contoh, lembutnya daerah vagina dan daerah anus
sering menyebabkan ibu menunda BAB sehingga memicu terjadinya
hemoroid.
Page 43 of 45
Penanganan
Banyak penulis menganjurkan hal yang bisa dilakukan untuk mencegah
hemoroid diantaranya sebagai berikut:
Hindari mengejan terlalu kuat saat BAB Banyak mengkonsumsi makanan kaya serat (sayur dan buah serta kacang-
kacangan) serta banyak minum air putih minimal 8 gelas sehari untuk melancarkan BAB.
Segera kebelakang jika niat BAB muncul, jangan menunda-nunda sebelum tinja menjadi keras.
Kurangi konsumsi cabai dan makanan pedas Tidur cukup Jangan duduk terlalu lama Senam/olahraga rutin
Pengobatan tanpa operasi dapat dilakukan dengan cara member salep
dan/atau supositoria seperti Lidokain (Haemokain), Hidrosmin (venosmil),
dan Fluokortolon (Ultraplok), yang dapat mengurangi keluhan subjektif
meski tidak dapat menyembuhkan. Bisa juga diberikan suntikan dengan
klerosing agen pada keadaan hemoroid yang kronik. Prinsip dari obat
suntikan ini adalah menyumbat pembuluh darah dan mengecilkan bantalan
pembuluh darah.
Dalam penanganan hemoroid yang cukup berat, beberapa ahli
menganjurkan untuk dilakukan :
Rubber band ligation Hemorroidolysis / galvanic electrotherapy Sclerotherapy (injection therapy) Cryosurgery Laser, infrared atau BICAP coagulation Hemorroidectomy Stapled Hemorroidectomy Doppler guided hemorroidal artery ligation.
Page 44 of 45
9. Konstipasi
Konstipasi ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga BAB jarang, sulit,
dan nyeri. Hal ini dikarenakan adanya tinja yang padat dank eras sewaktu keluar dari
anus yang dapat menyebabkan perdarahan akibat terjadi fisura ani.
Konstipasi umumnya terjadi kerena diet kurang serat (fibres), kurang minum,
kurang aktivitas fisik dan karena adanya perubahan ritme atua frekuensi BAB.
Kehamilan dan mungkin juga karena obat-obatan (vitamin) dapat menyebabkan
konstipasi.
Makanan yang berasal dari sayuran, buah-buahan segar, serta gandum dan sereal,
banyak minum serta meningkatkan aktivitas fisik (berolahraga) dapat mengurangi
keluhan konstipasi ini dan jarang sekali diperlikan klisma enema dan obat-obatan
pencahar.
Page 45 of 45