Download - Fix Makalah Mankin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, transportasi merupakan urat nadi kehidupan kota. Apabila sebuah kota dianalogikan sebagai
makhluk hidup, maka penduduknya adalah darahnya dan infrastruktur transportasi adalah pembuluh darahnya.
Kebutuhan mobilitas penduduk juga analog dengan kebutuhan darah untuk mendistribusikan oksigen, mineral,
serta nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Kebutuhan mobilitas penduduk adalah untuk mendistribusikan cerita,
informasi, uang, makanan, kebahagiaan dan lainnya. Saat kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik
dan benar maka tubuh akan sakit, kota ini akan sakit. Transportasi sangat dibutuhkan guna mempermudah
mobilitas. Masyarakat sebagian besar memilih menggunakan angkutan umum (angkot) daripada menggunakan
kendaraan pribadi karena beberapa alasan. Angkutan umum pada dasarnya menawakan: 1) total biaya
perjalanan lebih murah; 2) waktu perjalanan lebih cepat; 3) layanan bisa diandalkan. Akan menjadi lebih
menarik bila dilengkapi dengan kenyamanan, sedangkan “keamanan” sifatnya menyeluruh, bukan hanya di
sektor angkutan.
Masalah transportasi sudah sedemikian parah di Kota Bandung. Kemacetan yang terjadi menyebabkan
kerugian yang sangat besar mulai dari pemborosan waktu, BBM, terjadi dengan polusi udara serta externalities
lainnya. Kemacetan kota Bandung semakin dirasa nyata dan semakin parah beberapa tahun belakangan ini.
Sederhananya kemacetan kota Bandung merupakan akibat dari tidak seimbangnya jumlah luas ruas jalan dengan
kendaraan yang melintasinya. Hal ini sepertinya dapat dikaitkan dengan semakin banyaknya pengguna
kendaraan pribadi dan ketidakmampuan angkutan umum untuk mempertahankan jumlah penumpangnya. Saat
ini terdapat lebih dari 5000 unit angkutan kota, lebih dari 500.000 unit sepeda motor dan lebih dari 200.000 unit
mobil yang ada di kota Bandung. Dapat kita bayangkan ketidakseimbangan antara jumlah kendaraan dengan
luas ruas jalan Bandung sendiri luasnya tidak bertambah besar dalam beberapa dekade belakangan ini,
sedangkan jumlah penduduknya cenderung bertambah terus. Sulitnya pengembangan jaringan jalan di Kota
Bandung, memberikan justifikasi bahwa angkutan umum diharapkan dapat menjadi tumpuan bagi pemecahan
masalah transportasi di masa datang. Dengan efisiensi ruang perangkutan yang relatif tinggi, angkutan umum
akan mampu memaksimalkan kapasitas jaringan yang ada. Kenyataannya sekarang, pelayanan angkutan umum
di Kota Bandung masih jauh dari konsidi yang diharapkan, baik dari sisi kapasitas maupun kualitas pelayanan.
Seperti dikebanyakan kota- kota di Indonesia, sektor angkutan jalan didominasi oleh angkot atau mikrobus yang
dijadikan sebagai angkutan umum. Dengan maksimum hanya dua belas tempat duduk penumpang, maka angkot
ini hampir tidak memenuhi definisi konvensional apapun dari sebuah angkutan massal.
Dominasi angkot dalam pelayanan angkutan di Kota Bandung ini menimbulkan berbagai masalah
angkutan terutama dampaknya bagi kelancaran lalulintas, efisiensi pelayanan yang rendah, kenyamanan yang
minim, sampai dengan masalah sosial. Seperti fakta yang kita lihat di jalanan Kota Bandung banyak sekali
angkot yang beredar pertrayeknya dan seperti nampak tidak dibatasi. Hal tersebut tentulah akan menimbulkan
suatu penumpukan kendaraan yang pada akhirnya menimbulkan kemacetan terutama pada jam- jam berangkat
maupun pulang sekolah ataupun jam- jam berangkat maupun pulang kerja seperti di pagi hari sekitar pukul 7
hingga 8 WIB dan sore hari sekitar pukul 4 hingga 6 WIB. Hal ini tentu saja mengganggu kenyamanan para
pengguna. Selain berdampak pada kemacetan, tentu saja penumpukan ini akan megakibatkan peningkatan polusi
udara di Kota Bandung.
Melihat dari fakta dan permasalahan diatas, kami bermaksud untuk meneliti trayek angkot yang terdapat
di Kota Bandung dilihat dari segi perijinan. Dimana tanpa adanya ijin sudah dapat dipastikan bahwa angkot
tersebut tidak dapat beroperasi. Sebagai salah satu Badan Perijinan di Kota Bandung tentulah BPPT memiliki
andil yang cukup besar dalam hal pengeluaran ijin trayek tersebut. Dimana berdasarkan Peraturan Daerah Kota
Bandung Nomor 12 Tahun 209 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2007
tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Bandung tugas pokok BPPT
adalah melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di bidang perizinan secara
terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan, dan kepastian. Termasuk
didalamnya perijinan menganai trayek angkutan kota di Kota Bandung. Maka dari itu, kami bermaksud untuk
meneliti mengenai ‘Kinerja Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Dalam
Mengeluarkan Perijinan Trayek Di Kota Bandung’
1.2 Identifikasi Masalah
Untuk memberikan kejelasan masalah yang diteliti, dengan melihat latar belakang diatas, maka dengan
itu dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
Bagaimana Kinerja Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Dalam Mengeluarkan
Perijinan Trayek Di Kota Bandung?
1.1 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.1.1 Maksud Penelitian
Adapun maksud dari penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti dan menganalisa bagaimana Kinerja
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung Dalam Mengeluarkan Perijinan Trayek Di Kota
Bandung.
1.1.2 Tujuan
Berdasarkan Identifikasi masalah diatas, maka tujuan dari penelitian yang diinginkan penulis adalah:
1. Untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan Kinerja Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu (BPPT) Kota Bandung Dalam Mengeluarkan Perijinan Trayek Di Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa Kinerja Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung
Dalam Mengeluarkan Perijinan Trayek Di Kota Bandung.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan
keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi
ekonomi. Lebih lanjut pengertian kinerja (kinerja instansi pemerintah) adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan
strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan (LAN: 2003).
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang
dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi
atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika
individu atau kelompok invidu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.
Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa
ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada
tolok ukurnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan pencapaian atau keberhasilan dari suatu
kegiatan atau program organisasi atau instansi pemerintah, dimana pencapaian keberhasilan tersebut
sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat diukur melalui indicator pencapaian
tingkat keberhasilan tersebut.
2.2 Pengertian Pengukuran Kinerja
Robertson (2002) menyatakan Pengukuran kinerja (performance measurement) merupakan suatu
proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya,
termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa,
kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai
seberapa jauh pelanggan terpuaskan) hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan
efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Selanjutnya Mahmudi (2005) menyatakan bahwa pengukuran kinerja paling tidak harus mencakup
tiga variabel penting yang harus dipertimbangkan, yaitu:
(1) perilaku (proses);
(2) output (produk langsung suatu aktivitas/program); dan
(3) outcome (value added atau dampak aktivitas/program).
Perilaku, hasil dan nilai tambah merupakan variabel yang saling tergantung satu sama lain, dan menjadi
faktor yang sangat penting dalam manajemen kinerja. Terkait dengan pengukuran kinerja, lebih lanjut
disebutkan bahwa pengukuran kinerja meliputi aktivitas penetapan serangkaian ukuran atau indikator
kinerja yang memberikan informasi sehingga memungkinkan bagi unit kerja sektor publik untuk
memonitor kinerjanya dalam menghasilkan output dan outcome terhadap masyarakat.
Sedangkan pengukuran kinerja menurut definisi LAN (2003) adalah proses sistematis dan
berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan trategi
instansi pemerintah. Pengukuran kinerja mencakup:
(1) kinerja kegiatan yang merupakan tingkat pencapaian target dari masing-masing kelompok indikator
kinerja kegiatan; dan
(2) tingkat pencapaian sasaran, yang merupakan tingkat pencapaian target dari masing-masing
inidikator sasaran yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam dokumen rencana kinerja.
Jadi, Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan
kegiatan dalam arah pencapaian tujuan melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa atau
suatu proses. Pada kebanyakan organisasi swasta, ukuran kinerja ini adalah berupa tingkat laba. Namun
organisasi sektor publik tidak bisa hanya menggunakan ukuran laba ini untuk menilai keberhasilan
organisasi karena memang tujuan utama organisasi ini bukan memperoleh laba tetapi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu output organisasi sektor publik pada umumnya bersifat intangible
dan indirect menjadi kendala tersendiri dalam melakukan pengukuran kinerja.
2.3 Manfaat dan Tujuan pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat pencapaian kinerja. Maka untuk dapat mencapai kinerja
yang baik diperlukan tujuan yang jelas. Bila dilakukan secara berkesinambungan pengukuran kinerja
akan memberikan umpan balik sehingga upaya perbaikan yang terus menerus akan mencapai
keberhasilan yang perusahaan inginkan untuk kedepannya.
2.3.1 Manfaat pengukuran kinerja sektor publik dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen.
b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannnya dengan target
kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas pencapaian yang
diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja
organisasi.
f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi
g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
2.3.2 Tujuan Pengukuran Kinerja
Tujuan lainnya adalah jika dilakukan secara terus-menerus dapat menjadi umpan balik untuk upaya
perbaikan dan pencapaian tujuan di masa mendatang. Secara umum tujuan system pengukuran kinerja
adalah :
a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik ( top down dan bottom up )
b. Untuk mengukur kinerja financial dan non – financial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri
perkembangan pencapaian strategi
c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta
memotivasi untuk mencapai goal congruence
d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif
yang rasional
2.4 Fungsi Pengukuran Kinerja
1. Learning
2. Sanctioning
3. Appraising
4. Creating Transparency
2.5 Indikator Kinerja dalam Pengukuran Kinerja
Untuk melakukan pengukuran kinerja digunakan sebagai indicator pelaksanaan strategi yang telah
ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk factor – factor keberhasilan utama organisasi (
critical success factors ) dan indicator kinerja kunci ( key performance indicator ).
2.5.1 faktor keberhasilan utama
Suatu area yang mengidentifikasikan kesuksesan kinerja unit organisasi. Area ini mereflrksikan
preferensi manajerial dengan memperhatikan variable – variable kunci financial dan non financial
pada kondisi waktu tertentu. Critical success factor tersebut harus secara konsisten mengikuti
perubahan yang terjadi dalam organisasi.
2.5.2 indikator kinerja kunci
sekumpulan indicator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat
financial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indicator ini
dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.
Penggunaan indicator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program
telah dilakukan secara efesien dan efektif. Indicator untuk tiap – tiap unit organisasi berbeda – beda tergantung
pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan indicator kinerja perlu mempertimbangkan komponen berikut :
- Biaya Pelanggan ( cost of service
- Penggunaan ( Utilization )
- Kualitas dan Standar pelayanan ( Quality and standards )
- Cakupan Pelayanan ( Coverage )
- Kepuasan ( satisfaction )
2.6 Metode Pengukuran Kinerja
Dalam berbagai kajian akademik, bahwa pengukuran kinerja pemerintah sering kali hanya mengacu
pada input saja. Ukuran keberhasilan suatu instansi pemerintah sering ditekankan pada kemampuan
instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Jadi, suatu instansi dinyatakan berhasil jika dapat menyerap
100% anggaran pemerintah walaupun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program
tersebut masih berada jauh di bawah standar. Keberhasilan ini hanya ditekankan pada aspek input tanpa
melihat tingkat output maupun outcomenya. Dalam rangka memperoleh hasil pengukuran yang obyektif
dan menyeluruh mencakup semua aspek yang bersifat tangible maupun intangible maka metode
pengukuran kinerja harus didesaian sedemikian rupa sehingga bisa representatif selain juga applicable.
Beberapa metode bisa digunakan dalam pengukuran kinerja Kantor Pemadam Kebakaran dengan
modifikasi tertentu.
1. BALANCED SCORECARD
Mengukur kinerja organisasi atau instansi pemerintah berdasarkan perspektif finansial, pelanggan,
proses internal, serta inovasi dan pembelajaran.
2. BENEFIT COST ANALYSIS
Mengukur kinerja organisasi atau instansi pemerintah berdasarkan hubungan cost terhadap output,
manfaat, dan dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat baik yang bersifat tangible (nyata) dan
intangible (tidak nyata).
3. VALUE FOR MONEY
Mengukur kinerja organisasi atau instansi pemerintah berdasarkan kriteria ekonomi, efisiensi, dan
efektivitas.
BAB III
OBJEK PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Organisasi
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung merupakan lembaga yang memegang
peranan dan fungsi strategis di bidang penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu Kota Bandung, yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan
Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga
TeknisDaerah Kota Bandung. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan dan Susunan
Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Bandung, tugas pokok Badan Pelayanan Perizinan Terpadu adalah
melaksanakan koordinasi dan menyelenggaraakan pelayanan administrasi di bidang perizinan secara terpadu
dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian. Pelayanan perizinan
pada BPPT adalah pelayanan administrasi baik pelayanan pemberian perizinan baru, perubahan perizinan,
perpanjangan/her-registrasi/daftar ulang perizinan dan pemberian salinan perizinan dalam bidang penanaman
modal, perdagangan, industri, kebudayaan dan pariwisata, penataan ruang, bangunan, konstruksi, pertanahan,
bina marga, sumber daya air, lingkungan hidup, komunikasi dan informasi serta perhubungan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
mempunyai fungsi :
a.Pelaksanaan penyusunan program ;
b.Penyelenggaraan pelayanan administrasi perizinan;
c.Pelaksanaan koordinasi proses pelayanan perizinan;
d.Pelaksanaan administrasi pelayanan perizinan;
e.Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perizinan;
f.Pelaksanaan pelayanan teknis administratif badan; dan
g.Pelaksanaan tugas lain yangdiberikan oleh Walikota sesuai tugas pokok dan fungsinya.
3.2 Visi dan Misi BPPT Kota Bandung
Visi
“Terpercaya dan Ungul Dalam Pelayanan Perijinan dan Investasi Menuju Kota Jasa Yang
Bermartabat”
Misi
MeningkatkanSumber Daya Aparatur yang Profesional;
1. Membentuk Jejaring Kerja Melalui Harmonisasi Kerjasama Antar Kota Dalam dan Luar Negeri Untuk
Meningkatkan Investasi;
2. Meningkatkan Sistem Informasi Manajemen Pelayanan yang Berbasis Government;
3. Mewujudkan Pelayanan yang Optimal dan Memuaskan melalui Nilai Budaya Lokal, Responsivitas,
Renponsibilitas, Akuntabilitas, Tranparansi, dan Kepastian Hukum;
4. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam mendukung Perkembangan Penanaman Modal;
3.3 Moto layanan
Motto layanan BPPT adalah memberikan pelayanan dengan "IKHLAS", (Inovatif, Kreatif, Handal,
Layak, Amanah dan Serempak) dalam melayani masyarakat.
3.4 Bentuk layanan
Perizinan bidang penanaman modal, perdagangan, industri, kebudayaan dan pariwisata, meliputi :
1. Izin Gangguan (HO)/Izin Tempat Usaha;
2. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
3. Izin Usaha Perdagangan (SIUP);
4. Tanda Daftar Gudang (TDG);
5. Tanda Daftar Industri (TDI);
6. Izin Usaha Industri (IUI);
7. Izin Usaha Kepariwisataan (IUK);
8. Izin Penyelenggaraan Reklame;dan
9. Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK).
Perizinan bidang penataan ruang, bangunan, konstruksi, pertanahan, meliputi :
1. Izin Lokasi; dan
2. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Perizinan bidang bina marga, sumber daya air dan lingkungan hidup, meliputi :
1. Izin Pemancangan Tiang Pancang Reklame, Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dan sejenisnya;
2. Izin Pembuatan Jalan Masuk Pekarangan;
3. Izin Pembuatan Jalan Masuk di dalam Kompleks Perumahan, Pertokoan dan sejenisnya.
4. Izin Penutupan/Penggunaan Trotoar, Berm dan Saluran;
5. Izin Pematangan Lahan/Tanah;
6. Izin Pengelolaan Air Bawah Tanah;
7. Izin Penggalian Ruang Milik Jalan (Rumija);
8. Izin Pengambilan Air Permukaan;
9. Izin Pembuangan Air Buangan ke Sumber Air;
10. Izin Perubahan Alur, Bentuk, Dimensi dan Kemiringan Dasar Saluran/Sungai;
11. Izin Perubahan atau Pembuatan Bangunan dan Jaringan Pengairan serta Perkuatan Tanggul yang
dibangun oleh Masyarakat;
12. Izin Pembangunan Lintasan yang berada di bawah/diatasnya;
13. Izin Pemanfaatan Bangunan Pengairan dan Lahan pada daerah Sempadan dan Saluran/Sungai; dan
14. Izin Pemanfaatan Lahan Mata Air dan Lahan Pengairan lainnya.
Perizinan bidang komunikasi dan informasi serta perhubungan, meliputi :
1. Izin Trayek;
2. Izin Pengelolaan Tempat Parkir;
3. Izin Jasa Titipan; dan
4. Izin Usaha Angkutan.
Sebagai bagian dari penyelenggaraan pelayanan, dilaksanakan sistem pelaksanaan kepuasan konsumen
melalui sistem penanganan pengaduan dan pelaksanaan survey kepuasan konsumen.
3.5 Prinsip Layanan
Dalam rangka memberikan pelayanan perizinan yang lebih baik, pelayanan perizinan didasarkan pada
prinsip-prisip pelayanan publik, yaitu :
1. Kesederhanaan;
2. Kejelasan;
3. Kepastian waktu;
4. Akurasi;
5. Keamanan;
6. Tanggung jawab;
7. Kelengkapan sarana dan prasarana;
8. Kemudahan akses;
9. Keisdiplinan;
10. Kesopanan dan keramahan serta
11. Kenyamanan
3.6 Struktur Organisasi
Untuk menunjang pelayanan perizinan sesuai harapan, struktur organisasi BPPT dirancang agar dapat
melaksanakan tugas secara efisien, dengan struktur organisasi sebagai berikut :
Kepala BPPT;
Kepala Bagian Tata Usaha, yang membawahi :
Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
Kepala Sub bagian Keuangan dan Progran dan
Kepala Sub Bagian Informasi dan Pelayanan Pengaduan
Kepala Bidang Perizinan I
Kepala Bidang Perizinan II;
Kepala Bidang Perizinan III dan
Kepala Bidang Perizinan IV.
Bagan struktur organisasi BPPT Kota Bandung sebagai berikut :
3.7 Perijinan Trayek
3.7.1 Dasar Hukum
1. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di Kota
Bandung;
2. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2008 tentang Retribusi Bidang Perhubungan;
3.7.2 Persyaratan Izin Trayek (Baru)
1. Foto copy Buku Uji2. Foto copy STNK3. Foto copy KTP Pemohon4. Izin Trayek lama / KP lama
3.7.3 Prosedur Izin Trayek
3.7.4 Standar Biaya Pelayanan
Sesuai Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan
dan Retribusi di Bidang Perhubungan, standar biaya pelayanan izin trayek ditetapkan sebagai berikut :
3.7.5 Standar Waktu Pelayanan
Sesuai dengan Peraturan Walikota Bandung Nomor 550 Tahun 2008 Tentang Prosedur Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) standar waktu pelayanan perizinan ditentukan sebagai berikut :
No Jenis Izin Standar Waktu
1 Izin Gangguan (IG/HO) 12 Hari Kerja
2 Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 10 Hari Kerja
3 Tanda Daftar Gudang (TDG) 10 Hari Kerja
4 Tanda Daftar Industri (TDI) 10 Hari Kerja
5 Izin Usaha Perdagangan (IUP/SIUP) 10 Hari Kerja
6 Izin Usaha Industri (IUI) 12 Hari Kerja
7 Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) 12 Hari Kerja
8 Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 19-60 Hari Kerja
9 Izin Lokasi 14 Hari Kerja
10 Izin Penggalian Ruang Milik Jalan (RUMIJA) 10 Hari Kerja
11 Izin Pembuatan Jalan Masuk Pekarangan 14 Hari Kerja
12 Izin Penutupan/Penggunaan Trotoar, Berm dan Saluran 10 Hari Kerja
13 Izin Pematangan Lahan/Tanah 10 Hari Kerja
14Izin Pembuatan Jalan Masuk di Dalam Kompleks Perumahan, Pertokoan dan yang sejenisnya
12 Hari Kerja
15 Izin Pemanfaatan Titik Tiang Pancang Reklame, Jembatan 12 Hari Kerja
Penyeberangan Orang (JPO) dan Sejenisnya16 Izin Reklame 12 Hari Kerja
17 Izin Penyelenggaraan Angkutan Kota 12 Hari Kerja
18 Izin Pengelolaan Tempat Parkir (IPTP) 12 Hari Kerja
19 Izin Usaha Angkutan (IUA) 12 Hari Kerja
20 Izin Jasa Titipan 12 Hari Kerja
21 Izin Pembuangan Air Buangan ke Sumber Air 10 Hari Kerja
22 Izin Pengelolaan Air Bawah Tanah 14 Hari Kerja
23 Izin Pengambilan Air Permukaan 10 Hari Kerja
24Izin Perubahan Alur, Bentuk, Dimensi dan Kemiringan Dasar Saluran/Sungai
10 Hari Kerja
25 Izin Pembangunan Lintasan yang Berada dibawahnya/Diatasnya 10 Hari Kerja
26Izin Pemanfaat Bangunan Pengairan dan Lahan Pada Daerah Sempadan Saluran Sungai
10 Hari Kerja
27 Izin Pemanfaatan Lahan Mata Air dan Lahan Pengairan Lainya 10 Hari Kerja
Standar waktu menggunakan hari kerja, tidak termasuk hari libur. Standar waktu adalah waktu maksimal yang diperlukan untuk memberikan pelayanan perizinan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam mewujudkan cita – cita berbangsa dan bernegara, pemerintah harus dapat menjalankan perannya
dengan baik. Good governance merupakan suatu prasyarat untuk pemerintah dalam mewujudkan aspirasi
masyarakat dan tercapainya tujuan serta cita – cita berbangsa dan bernegara. Pada umumnya dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah memiliki peran yang mencangkup pada dua kelompok fungsional,
yaitu fungsi umum dimana fungsi umum ini meliputi penciptaan dan pemeliharaan rasa aman dan pengaturan
ketertiban, kemudian mengenai pertahanan dan keamanan, penyelenggaraan hubungan diplomatic dan terakhir
mengenai pungutan pajak dimana pajak merupakan sumber pendapatan terbesar. Fungsi yang kedua adalah
fungsi pembangunan, pembangunan disini seperti prembangunan bangsa serta pembangunan ekonomi dan social
yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Dalam penyelenggaraan
kedua fungsi tersebut, tentunya dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik itu pemerintah maupun
masyarakat dan pihak – pihak lain yang terkait.
Selain itu, pemerintahpun dituntut untuk lebih transparan dan akuntabel dalam penyelenggaraan
pemerintahan hal ini dilakukan demi tercapainya good governance yang sedang terselenggara. Sejalan dengan
prinsip akuntabilitas dan upaya implementasi anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) maka
instansi pemerintah harus menetapkan tingkat kinerja terukur yang akan diwujudkan pada periode 1 (satu)
tahun. Upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik tersebut, diperlukan suatu sistem
manajemen kinerja yang mampu mengukur kinerja dan keberhasilan instansi pemerintah, dengan demikian akan
tercipta legitimasi dan dukungan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Tanpa adanya sistem
manajemen kinerja sektor publik (pemerintah) yang baik niscaya akan dapat menumbuhkan kepercayaan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, yang pada gilirannya juga akan menghambat terwujudnya
good governance.
Pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
dan akuntabilitas. Dengan dilakukannya pengukuran kinerja maka kita bisa memastikan apakah pengambilan
keputusan dilakukan secara tepat dan obyektif. Selain itu kita juga bisa memantau dan mengevaluasi
pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk
memperbaiki kinerja periode berikutnya.
Terjadinya peningkatan atau penurunan produktivitas bisa ditunjukkan dari kegiatan ini. Sebagaimana
kita ketahui bahwa Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan
sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Informasi yang termasuk dalam pengukuran kinerja antara lain
(1) Efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa;
(2) Kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai
seberapa jauh pelanggan terpuaskan);
(3) Hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; serta
(4) Efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Instansi pemerintah adalah organisasi yang pure non profit oriented. Kinerja instansi pemerintah harus
diukur dari aspek-aspek yang komprehensif baik finansial maupun non finansial. Berbagai aspek yang harus
diukur adalah:
(1) kelompok masukan (input);
(2) kelompok proses (process);
(3) kelompok keluaran (output);
(4) kelompok hasil (outcome);
(5) kelompok manfaat (benefit);
(6) kelompok dampak (impact).
Selain itu ruang lingkup pengukuran kinerja sangat luas. Pengukuran kinerja harus mencakup kebijakan
(policy), perencanaan dan penganggaran (planning and budgeting), kualitas (quality), kehematan (economy),
keadilan (equity), dan juga pertanggungjawaban (accountability).
4.1 Kinerja BPPT Kota Bandung
Pelayanan publik merupakan salah satu bentuk kewajiban yang di sediakan oleh pemerintah dalam
rangka menjalankan perannya untuk melayani masyarakat, dengan begitu instansi pemerintahan yang ada di
harapkan harus mampu melayani masyarakat secara prima dengan mengacu pada prinsip-prinsip pelayanan
sebagai dasar dalam menjalankan pelayanan, untuk mengetahui suatu instansi dapat memberikan pelayanan
secara prima atau tidaknya kepada masyarkat tentu dapat dilihat dari pengukuran kinerja suatu instansi yang
berkaitan.
BPPT Kota Bandung merupakn salah satu instansi pemerintah yang di rasa bersangkutan langsung
dengan masyarakat yakni dalam memberikan pelaynan perijinan. khususnya dalam melayanini perijinan trayek.
seperti yang kita ketahui trayek merupakan salah satu sarana untuk memfasilitasi angkutan umum untuk
memberikan jasa kepada masyarakat, tujuan di adakannya terayek itu sendiri ialah untuk dapat mengatur
kendaraan umum yang beroprasi di jalan dengan di batasi berdasarkan trayek-trayek yang sudah di tentukan.
dalam satu trayek angkutan umum di batasi, hal tersebut tentu angar tidak terjadinya berlebihnya jumlah
kendaraan umum yang ada.
Meski jumlahnya cukup banyak tetapi angkot - angkot ini tetap memiliki izin yang resmi yang di
keluarkan dari BPPT Kota Bandung. Dalam membuat perijinan trayek tentu pada dasarnya sama harus mengisi
data pemohon dan menyelesaikan administrasi yang mengacu pada prosedur pelayanan yang telah di tentukan,
akan tetapi yang membedakan dari perijinan lainnya ialah dalam perijinan trayek ini berkordinasi dengan Dinas
Perhubungan Kota Bandung. Untuk memperoleh ijin dari BBPT Kota Bandung pemohon harus mempunyai
rekomendasi dari Dinas Perhubungan setelah itu baru lah perijian trayek dapat di proses oleh BPPT Kota
Bandung. Dalam pelaksanaan pelayanan perijinan trayek ini tentu tidak selalu berjalan dengan mulus akan
tetapi tentu terdapat hambatanyang timbul dari pelayanan tersebut yakni banyaknya keluhan secara teknis yang
bersumber dari dinas Perhubungan Kota Bandung.
BPPT Kota Bandung itu sendiri dalam setiap kegiatan pelayanannya khususnya perijinan trayek tentu
memiliki target yang harus di capai dalam satu periode, target tersebut berupa pendapatan yang telah di tentukan
setiap tahunnya, berdasarkan data yang kami dapatkan pada tahun 2012 BPPT Kota bandung dalam perijinan
trayek ini target yang di tentukan sudah tercapai bahkan sudah melampaui target yang sudah di tentukan yakni
ga ada di sipa catetannya yang menjadi tertribusi daerah.
4.2 Indikator Kinerja dalam pelayanan ijin di BPPT Kota Bandung
Berdasarkan data yang kami peroleh di atas jika di kaitkan dengan penilaian kinerja suatu instansi yang
menyediakan pelayanan langsung dengan masyarakat tentu kami menilai berdasarkan indikator pelayanan ijin
yang di dalamnya memuat beberapa poin diantaranya:
Indeks kepuasan masyarakat
Ketepatan waktu
ketepatan Biaya
Persentase Pengaduan
Pendapatan
4.3 Pengukuran Kinerja BPPT Kota Bandung dalam pelayanan perijinan trayek
Dalam melakukan pengukuran kinerja pada kantor BPPT Kota Bandung, dengan melihat pada indikator
pelayanan nya maka kami menggunakan metode Balance scorecard yaitu dengan mengukur kinerja organisasi
atau instansi pemerintah berdasarkan perspektif finansial, pelanggan, proses internal, serta inovasi dan
pembelajaran.
1. Stakeholders dan Finansial
Perspektif ini melihat pada kinerja dari sudut pandang penyedia sumber daya dan menunjukkan hasil dari apa
yang ingin dicapai dalam perspektif lainnya.
2. Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan indikator tentang bagaimana pelanggan melihat organisasi dan bagaimana
organisasi memandang mereka. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai bagaimana pelanggan
memandang organisasi adalah tingkat kepuasan pelanggan yang bisa diketahui melalui survei pelanggan, sikap
dan perilaku mereka yang dapat diketahui dari keluhan-keluhan yang mereka sampaikan.
3. Proses Internal
Perspektif ini mencakup indikator produktivitas, kualitas, waktu penyerahan, waktu tunggu dan sebagainya.
Indikator ini memungkinkan kita untuk menentukan apakah proses telah mengalami peningkatan, sejajar dengan
benchmarks, dan atau mencapai target dan sasaran.
4. Inovasi dan Pembelajaran.
Perspektif ini memuat indikator tentang sampai seberapa jauh manfaat dari pengembangan baru atau bagaimana
hal ini dapat memberikan kontribusi bagi keberhasilan di masa depan. Mengukur hasil dari tindakan dan
aktivitas dalam perspektif ini mungkin tidak dapat dilakukan karena hasilnya tidak segera dapat diketahui dan
bersifat jangka panjang. Dalam banyak kejadian, mungkin diperlukan ukuran pengganti sebagai indikator
kinerja.
Analisi Teori
Stakeholders dan Finansial
Jika di aplikasikan dalam penyediaan pelayanan yang di lakukan oleh BPPT yang berkaitan dengan sumber
daya yang tersedia dalam instansi ini terlihat memiliki kordinasi yang baik antara satu pegawai dengan pegawai
lain, karena di BPPT itu sendiri sudah meiliki pembagian tupoksi secara jelas yang di bagi per bidang, Bidang 1
terdiri dari ....,Bidang 2 terdiri dari ...,Bidang 3 terdiri dari ....,Bidang 4 terdiri darii..., pembagian tersebut
menurut kmai dapat mendorong kualitas kinerja lebih baik lagi yang secara tidak langsung dapat membantu
pada kewajiban BPPT itu sendiri dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat. selain itupun dapat di lihat dari
keberhasilan dari target pendapatan yang telah di capai dapat di jadikan sebagai penilaian bahwa kinerja
pelayanan khususnya ijin trayek ini dapat memberiakan motivasi terhadap target-targe yang hendak di capai dari
bentuk perijinan lainnya
Pelanggan.
Perspektif pelanggan merupakan indikator tentang bagaimana pelanggan melihat organisasi dan bagaimana
organisasi memandang mereka. Indikator yang dapat digunakan untuk menilai bagaimana pelanggan
memandang organisasi adalah tingkat kepuasan pelanggan yang bisa diketahui melalui survei pelanggan, sikap
dan perilaku mereka yang dapat diketahui dari keluhan-keluhan yang mereka sampaikan. jika di lihat dari BPPT
itu sendiri dalam rangka memberikan pelyanan perijinan trayek ini di rasa sudah baik karena tercatat dalam
persentase keluhan yang di terima cukup kecil, (cantumkan persentase pengaduan).
Proses Internal
Dalam proses internal ini dalam hal pelayanan yang di berikan kepada masyarakat BPPT ini selalu mengacu
pada prinsip-prinsip pelayanan yang di imbangi dengan prosedur-prosedur yang telah di tentukan sebelumnya,
sehingga dalam meberikan pelayanna BPPT ini tetap bisa memberikan yang cukup efektif.
Inovasi dan Pembelajaran.
Dalam poin inovasi dan pembelajaran, di BPPT Kota Bandung sudah mulai melibatkan teknologi dalam
pemberian layanan, yakni dengan cara mmengakses website resmi BPPT Kota Bandung para pemohon dapat
membuat surat perijinan trayek secara online, hal tersebut merukan salah satu wujud inovasi dalam bidang
pelyanan yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan dan kepercayaan masyarakat dalam hal perijinan yang
tentu dapat berkonstribusi bagi keberhasilan masa depan yang sifatnya jangka panjang.
Berikut merupakan gambaran dari indikator dari teori yang di paparkan di atas
No Perspektif
Evaluasi
Selisih / KetIndikator
Realisasi
1. Finansial
Pengadaan peralatan
Pemeliharaan dan perbaikan
Dan sebagainya
Rp.xxx (anggaran)
Rp xxx (anggaran)
Rp xxx (anggaran
Rp xxx
Rp xxx
Rp xxx
Berpedoman pada anggaran untuk menilai selisih dg realisasi
2. Pelanggan
Kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang di berikan
Kepedulian msyarakat pelayaan yang di berikan
Penilaian masyarakat terhadap kualitas jasa pelayana yang di berikan BPPT Kota bandung
Rasio keluhan masyarakat kurang dari x%
Rasio keluhan masyarakat kurang dari x%
Pengaruh penilaian dari masyarakat
Data hasil Survey lapangan
Data hasil Survey lapangan
Data hasil Survey lapangan
Rasio keluhan= jml keluhan / jml korban
Rasio keluhan= jml keluhan / jml korban
Tk kerugian min.= prosentase kerugian terhadap total asset korban
3. Proses Internal
Ketepatan waktu proses
Pegawai terlatih dan berkualitas
Prosentase telp masuk dijwb dlm waktu maks 1 menit
Sedikitnya 1% peg lapangan memenuhi std kompetensi
Perlu survey lapangan
Perlu survey lapangan
Menunjukkan aspek pelayanan
Menunjukkan kualitas pegawai
Ketersediaan sistem per periode
Informasi yang dibutuhkan dapat tersedia dalam waktu maksimal 5 menit
Perlu survey lapangan
Seharusnya mempunyai Sistem database yang memadai
4. Inovasi & Pembelajaran
Jumlah pelatihan pegawai setahun
Lingkungan kerja yang up to date
Jml. Peningkatan teknologi yg bisa meningkatkan efisiensi
Proporsi peg. yang dilatih minimal 80%
Benckmarks dg kantor hukum swasta terbaik min. 5x setahun
Peningkatan teknologi sebesar 10% setahun
Data hasil Survey lapangan
Data hasil Survey lapangan
Data tentang pengadaan dan pemanfaatan teknologi maju
Proporsi ini adalah rasio pegawai yang ikut pelatihan dg peg. total
Lingkungan kerja sangat mempengaruhi produktivitas
Adopsi fasilitas teknologi yg bisa mengurangi kelemahan kerja
BAB V
KESIMPULAN
Jika di lihat dari analisis menggunakan teori yang kami pilih di atas, maka kami dapat menyimpulkan
bahwa kinerja BPPT Kota Bandung dalam menjalankan salah satu tugasnya yakni mengelurkan perijinan trayek
angkutan umum di Kota Bandung sudah baik karena pada dasarnya BPPT Kota Bandung ini sudah dapat
menjalankan kewajibannya dengan baik mampu menciptakan pelayanan yang di anggap efektif dan dapat
memperoleh kepercayaan masyarakat , serta sudah mulai menciptakan institusi dengan pelayanan e-goverment
dengan memberikan pelayanan yang berbasis teknologi hal tersebutpun menjadi salah satu bukti BPPT dapat
memberikan pelayanan secara prima.
DAFTAR PUSTAKA
http://mohmahsun.blogspot.com/2011/04/indikator-kinerja.html
http://mohmahsun.blogspot.com/2011/04/konsep-dasar-pengukuran-kinerja.html
http://mohmahsun.blogspot.com/
http://marsono64.blogspot.com/2009/02/manajemen-kinerja-sektor-publik-konsep.html
www.boss.or.id
LAN & BPKP. Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Cetakan Pertama. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. 2000.
Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2002.
Modul week 4 tentang dampak penilaian kinerja