Download - Farmako Sken a
1. Tuan MT merasakan keluhan ini sejak merawat saudara perempuannya yang
mengalami faringitis et causa streptococus beta hemolyticus group A.
2.1 Bagaimana cara mengidentifikasi streptococcus beta hemolyticus group A?7
Identifikasi streptococcus beta hemolyticus group A dapat dilakukan dengan
uji laboratorium dengan apusan tenggorokan. Apusan tenggorokan diambil
dan dilakukan dua tipe pengujian laboratorium yang dijelaskan sebagai
berikut.
1. Kultur apusan tenggorokan untuk melihat tumbuh/tidaknya koloni Grup
A Strptococcus. Media yang digunakan adalah sheep blood agar yang
dapat menunjukan aktivitas hemolitik dari bakteri. Metode ini
merupakan ‘Gold standar’, namun memerlukan waktu 24 hingga 48 jam
untuk mendapatkan hasilnya. Streptococcus beta hemolyticus group A
adalah bakteri Gram-positif. Hasil kultur dinyatakan positif adanya
Streptococcus beta-hemolyticus apabila ditemukan zona besar beta-
hemolisis (gangguan lengkap eritrosit dan pelepasan hemoglobin) / zona
hemolisis yang jernih dan bening disekitar koloni pada medium agar
darah.
2. Rapid antigen detection testing (RADT)
Hasil dengan RADT didapatkan dengan cepat. Uji ini mengandalkan
kemampuan aglutinasi lateks oleh polisakarida dinding sel bakteri.
Kebanyakan uji antigen dari grup A Streptococcus memiliki spesifisitas
tinggi tapi sensitivitasnya rendah. Walaupun begitu hasil tes negatif
belum tentu menunjukkan tidak adanya grup A Streptococcus penyebab
faringitis. Jadi kultur apusan tenggorokan tetap perlu dilakukan.
2.2 Bagaimana tindakan preventif agar tidak tertular streptococcus beta
hemolyticus group A?9 8
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Menjaga lingkungan bersih (keseharan lingkungan).
b. Imunitas (memberi kekebalan tubuh dengan memberikan vaksin)
Penggunaan antipneumococcal vaccine mungkin akan membantu dalam
pencegahan timbulnya tonsilitis
c. menghindari kontak dengan orang sakit atau orang yang mengalami
immunocompromised.
Febby Astria0411181419041
“Analisis Masalah”
3. Tuan MT juga memiliki riwayat alergi dengan amoksisilin.
4.1 Bagaimana indikasi, kontraindikasi, dan efek samping dari amoksisilin?8 7
Indikasi Amoxicillin
Kegunaan amoksisilin (Amoxicillin) adalah untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh kuman yang peka terhadap amoksisilin (Amoxicillin)
seperti otitis media akut, faringitis yang disebabkan streptococcus, pneumonia,
infeksi kulit, infeksi saluran kemih, infeksi Salmonella, Lyme disesase, dan
infeksi klamidia. amoksisilin (Amoxicillin) juga digunakan untuk mencegah
endokarditis yang disebabkan bakteri pada orang-orang berisiko tinggi saat
perawatan gigi, untuk mencegah infeksi oleh Streptococcus pneumoniae dan
infeksi bakteri lainnya. amoksisilin (Amoxicillin) sangat umum digunakn
untuk infeksi saluran pernafasan bagian atas dan bawah, infeksi saluran kemih,
saluran cerna, kulit dan jaringan lunak.
Kontra indikasi
harus dihindari pada pasien hipersensitifitas pada amoksisilin (Amoxicillin)
dan antibiotika penisillinum lainnya.
Efek Samping Amoxicillin
Kebanyakan efek samping amoksisilin (Amoxicillin) yang muncul
adalah mual, muntah, ruam, dan antibiotik kolitis, kadang-kadang diare juga
dapat terjadi. Efek samping yang jarang seperti perubahan mental, sakit kepala
ringan, insomnia, kebingungan, kecemasan, kepekaan terhadap cahaya dan
suara, dan berpikir tidak jelas. Perawatan medis harus segera diberikan jika
tanda-tanda pertama dari efek samping muncul karena jika seseorang
mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap amoksisilin (Amoxicillin), dapat
mengalami shock anafilaktik yang bisa berakibat fatal.
4.2 Apa saja faktor-faktor penyebab alergi amoksisilin?9 8
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko alergi:
1) Peningkatan pajanan terhadap obat tertentu, misalnya karena penggunaan
yang berulang, berkepanjangan, atau dengan dosis tinggi.
2) Faktor keturunan
3) Pernah mengalami jenis alergi lain, misalnya alergi makanan.
4) Memiliki alergi terhadap obat lain. Contohnya, jika alergi terhadap
penisilin, Anda juga berpotensi untuk mengalami alergi terhadap
amoxicillin.
5) Mengidap penyakit yang menyebabkan tubuh rentan terhadap reaksi alergi
obat, misalnya HIV.
4. Dokter mendiagnosis tuan MT dengan faringitis et causa streptococcus beta
hemolyticus group A.
4.1 Apa terapi farmakologi dan nonfarmakologi yang diberikan untuk pasien
faringitis et causa streptococcus beta hemolyticus group A?8 7
Farmakologi :
1) Antibiotik
Jika tonsilitis disebabkan oleh kelompok A streptococus , maka
antibiotik yang berguna dengan penisilin atau amoksisilin. Sebuah macrolide
seperti eritromisin digunakan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.
Pasien yang gagal terapi penicilin mungkin menanggapi pengobatan yang
efektif terhadap lactamse yang memproduksi bakteri-beta seperti klindamisin
atau amoksisilin-klavulanat. Bakteri kelompok A streptokokus aerob dan
anaerob penghasil beta laktamase sebagai perisai yang berada di jaringan
tonsil dari penicilins.
2) Analgesik
Non-farmakologi:
1) Istirahat
Pasien dan tenggorokan pasien perlu istirahat. Hal ini untuk meningkatkan
daya tahan tubuh, dan mencegah penularan.
2) Air hangat
Beberapa dokter menyarankan minum air hangat untuk meredakan gejala
seperti rasa sakit di tenggorokan.
3) Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup
4) Tonsilektomi
Kasus kronis dapat diobati dengan tonsilektomi (operasi pengangkatan tonsil)
sebagai pilihan untuk pengobatan.
4.2 Apa drug of choice dari faringitis et causa streptococcus beta hemolyticus
group A (farmakokinetik, farmakodinamik, dan interaksi)?9 8
Salah satu drug of choice untuk faringitis et causa streptococcus beta
hemolyticus group A adalah golongan Sefalosporin generasi pertama.
Aktivitas farmakologi dari sefalosporin sama dengan penisilin,
diekskresi sebagian besar melalui ginjal. Kemampuan sefalosporin melintas
sawar otak sangat rendah kecuali pada kondisi inflamasi. Efek samping utama
dari sefalosporin adalah hipersensitifitas dan sekitar 10% dari pasien sensitif
terhadap penisilin juga akan alergi terhadap sefalosporin.
Sefalosporin generasi pertama yang dapat diberikan secara oral adalah
sefaleksin, sefradin, dan sefadroksil.
Sefalosporin generasi pertama: Terutama aktif terhadap kuman Gram positif.
Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylococcus aureus dan
streptokokus termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans dan
Streptococcus pneumoniae. Bakteri gram positif yang juga sensitif adalah
Streptococcus anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes dan
Corynebacterium diphteria. Kuman yang resisten antara lain MRSA,
Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus faecalis. Sefaleksin, sefradin,
sefadroksil, aktif pada pemberian per oral.
Farmakokinetik
Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin dibedakan menjadi 2 golongan.
Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena
diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan
parenteral. Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh ke urin,
kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Oleh
karena itu dosisnya sebaiknya disesuaikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja antimikrobanya dengan menghambat sintesis dinding sel
mikroba (sintesis peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan
dindingnya). Daya kerja sefalosporin ialah bakterisida. Jadi yang dihambat
ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan
dinding sel. Aktivitas antimikroba sefalosforin ialah dengan menghambat
sisitesa dindingsel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kumangram positif
maupun gram negative tetapi spektrum antimikroba berbeda untukmasing-
masing derivatnya.
Interaksi Obat :
Sefalosporin bertalian dengan penisilin dan digunakan untuk
mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas seperti sakit
tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak, tulang,
dan saluran kemih. Contoh obat dari golongan Sefalosporin adalah
Sefradin, Sefadroksil, dan Duficef. Interaksi obat dengan golongan ini,
diantaranya :
a. Sefalosporin – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara
berlebihan. Gejala yang dilaporkan : sakit tenggorokan, demam,
kedinginan, tukak mulut, pendarahan atau memar di seluruh tubuh,
tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tak lazim.
b. Sefalosporin – Probenesid
Efek antibiotika sefalosporin dapat meningkat. Akibatnya : resiko
kerusakan ginjal meningkat. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran
air kemih berkurang, nafsu makan hilang, lemah, pusing,
mengantuk, dan mual.
Digoxin
Digoxin merupakan glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata yang
memiliki efek inotropik positif (meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung). Selain itu,
digoxin juga mempunyai efek tak langsung terhadap aktivitas syaraf otonom dan sensitivitas
jantung terhadap neurotransmiter.
Digitalis berasal dari tanaman Digitalis Purpurea. Ada dua macam digitalis yang
sering digunakan yaitu digoxin dan digitoxin. Digitalis memiliki banyak efek kardiovaskuler
baik secara langsung dan tidak langsung, dengan konsekuensi efek terapeutik dan toksik
(aritmogenik). Sebagai tambahan, terdapat efek yang tidak diinginkan pada sistem saraf pusat
dan usus. Telah dibuktikan terdapat suatu efek kecil secara langsung pada ginjal ( diuretik ).
Digoxin lebih sering digunakan karena masa kerjanya lebih pendek dan dosis lebih
mudah diatur serta ikatannya dengan protein lebih kecil. Sehingga secara umum digoxin lebih
aman dibanding dengan digitoksin, mengingat kedua obat tersebut mempunyai indek terapi
yang sempit.
Nama dan Struktur Kimia
Digoxin adalah salah satu jenis glikosida jantung yang diekstraksi dari tanaman
foxglove, Digitalis lanata. Digoxin memiliki rumus molekul C41H64O14 dengan bobot
molekul 780,938 g/mol.
Rumus bangun Digoxin
Farmakodinamik
Sifat farmakodinamik utama digitalis adalah inotropik positif, yaitu meningkatkan
kontraksi miokardium. Pada penderita yang mengalami gangguan fungsi sistolik, efek
Febby Astria0411181419041“Learning Issue”
inotropik positif ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga tekanan vena
berkurang, ukuran jantung mengecil dan reflek takikardi karena respon jantung diperlambat.
Mekanisme kompleks dari efek inotropik positif glikosida jantung terdiri atas efek
langsung glikosida jantung terhadap jantung dengan cara merubah pola kelistrikan dan
aktivitas mekanik jantung, serta efek tidak langsung yang dibangkitkan oleh perubahan
refleks aktivitas sistem saraf otonom.
Efek Langsung
1) Kontraktilitas Miokardium
Mekanisme kerja efek inotropik positif didasarkan atas 2 hal, yaitu (1)
penghambatan enzim Na+, K+ adenotrifosfatase (Na+, K+- ATPase) yang terikat di
membran sel miokard (sarkolema) dan berperan dalam mekanisme pompa Na+ dan (2)
peningkatan arus masuk lambat (slow inward current) Ca+ ke intrasel pada potensial
aksi.
Gambar mekanisme kerja digitalis
2) Aktivitas Listrik
Efek langsung paling banyak diselidiki pada serabut purkinye. Efek-efeknya
meliputi: (1) menurunnya potensial istiharat atau potensial diastolik maksimal (MDP)
yang akan memperlambat laju depolarisasi cepat (fase 0) dan mengurangi kecepatan
konduksi konduksi; (2) memperpendek masa potensial aksi yang menyebabkan serabut
otot lebih mudah terangsang dan (3) meningkatnya automatisitas karena meningkatnya
laju depolarisasi fase 4. Makin tinggi kadar obat, perlambatan laju depolarisasi makin
nyata, dan masa potensial aksi makin pendek.
Serabut khusus lain yaitu efek pada serabut yang ada di nodus sinoatrium,
nodus atrioventrikel, dan pada serabut khusus atrium. Efek langsung pada atrium
berupa penghentian pembentukan implus nodus SA, hanya terjadi pada dosis toksik.
Serabut otot atrium dan ventrikel terhadap lama aksi potensial yang serupa
dengan efek pada serabut purkinye. Perpendekan yang terjadi tidak mencolok tapi
mungkin trlihat pada EKG. Pengaruh lain meningkatnya kecuraman fase 2 dan
menurunya kecuraman fase 3 yang terlihat sebagai perubahan segmen ST dan
gelombang T. Digitalis tidak mempengaruhi depolarisasi fase 4 srabut otot atrium atau
ventrikel.
Efek Tidak Langsung
Berbagai efek digitalis terhadap jantung didasarkan atas pengaruhnya terhadap
aktivitas saraf autonom dan sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter saraf tersebut.
Penurunan frekuensi sinus oleh digitalis pada gagal jantung sebagian besar disebabkan oleh
peningkatan efek vagal dan sebagian lagi karena penurunan tonus simpatis secara reflek.
Efek tak langsung digitalis terutama diperantarai oleh vagus, menyebabkan perubahan
aktivitas nodus SA, atrium, dan nodus AV. Dalam kadar terapi efek tak langsung terhadap
fungsi sistem hantaran ventrikel dan otot ventrikel tidak berarti.
Farmakokinetik
Absorpsi
Penyerapan digoxin pada pemberian per oral bervariasi dan sangat ditentukan oleh
jenis sediaan yang digunakan, adanya makan, serta wakru pengosongan lambung. Penyerapan
digoxin dihambat oleh adanya makanan dalam saluan cerna, melambatnya pengosongan
lambung dan sindrom malabsorpsi. Pemberian bersama obat-obatan seperti kolestiramin,
kolestipol, kaolin, pektin karbon aktif juga mengurangi absorpsi. Demikian pula pemberian
neomisin, siklofosfamid, vinkristin, dan laksans. Pada 10% penderita, digoxin diubah dalam
jumlah yang cukup banyak menjadi dihidrodigoxin oleh mikroorganisme usus dan resin
pengikat syeroid. Kadar puncak digoxin dalam plasma 2-3 jam setelah pemberian per oral
dengan efek maksimal 4-6 jam. Bila digoxin tidak diberikan dalam loading dose, diperlukan
waktu sampai 1 minggu untuk mencapai kadar steady state dalam plasma, karena waktu
paruh dalam obat antara 1 sampai 2 hari.
Pada jam pertama setelah pemberian oral, digoxin dapat diserap sekitar 75% oleh
tubuh, dan konsentrasi puncaknya dalam plasma dapat tercapai dalam 1 hingga 2 jam.
Pemberian digoxin secara intramuskuler (IM) dapat menimbulkan rasa nyeri serta
absorpsinya tidak bisa diperkirakan. Konsentrasi plasma terapeutik digoxin dapat
tercapai dengan cepat apabila kita memberikannya secara intavena (sekitar 10 μg/kg
selama 30 menit), dan efeknya dapat timbul dalam 5 hingga 30 menit. Setelah mencapai
konsentrasi plasma terapeutik digoxin, baik itu melalui rute oral ataupun intravena, maka
proses maintenance dosis oral dapat disesuaikan berdasarkan respon individual pasien,
gambaran EKG, dan konsentrasi plasma digoxin. Dosis maintenance harus disesuaikan
dengan jumlah bersihan (clearance) obat dalam sehari.
Distribusi
Distribusi glikosida dalam tubuh berlangsung lambat, sebagian karena volume
distribusinya yang besar (sekitar 6 L/kg). Kira-kira 25% digoxin terikat pada protein plasma.
Digitalis disebarkan hampir semua jaringan, termasuk ke eritrosit, otot skelet dan jantung.
Pada keadaan seimbang, kadar dalam jaringan jantung 15-30 kali lebih tinggi daripada kadar
plasma, sementara kadar dalam otot skelet setengah kadar jantung. Ikatan glikosida jantung
menurun apabila kadar K+ ekstrasel meningkat. Efek maksimal baru timbul 1 jam atau lebih
setelah kadar maksimal jantung tercapai.
Metabolisme
Umumnya hanya sedikit digoxin yang akan mengalami metabolisme, namun tingkat
metabolisme ini dapat bervariasi dan berakibat fatal pada beberapa pasien. Sebagian kecil
metabolisme terjadi di hati, dan metabolisme juga dapat terjadi oleh bakteri di lumen usus
setelah pemberian oral atau setelah eliminasi empedu pada pemberian IV. Digoxin
mengalami reaksi pembelahan bertahap dari gugus gula untuk membentuk digoksigenin-
bisdigitoxosida, digoksigenin-monodigitoxosida, dan digoksigenin, metabolit tersebut
bersifat menurunkan kardioaktivitas digoxin. Digoxin juga mengalami pengurangan
cincin lakton membentuk dihidrodigoxin yang kemudian juga mengalami pembelahan
bertahap pada gugus gulanya.
Ekskresi
Pembersihan digoxin dari plasma lebih banyak dilakukan oleh ginjal. Sekitar 35%
obat ini, dieksresikan tiap hari oleh ginjal. Pada pasien yang mengalami disfungsi ginjal,
waktu paruh eliminasi digoxin dapat mengalami penurunan yang sesuai dengan proporsi
penurunan pembersihan (clearance) creatinine. Sebagai contoh, waktu paruh eliminasi
digoxin pada pasien dengan ginjal normal adalah sekitar 31 hingga 33 jam , dan waktu paruh
tersebut dapat memanjang hingga 4,4 hari pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
ginjal. Adapun aturan praktis penggunaan digoxin adalah kita harus menurunkan dosis
digoxin hingga 50% dari dosis normal jika konsentrasi kreatinin dalam serum mencapai 3
sampai 5 mg/dl dan kita harus menurunkan dosis digoxin hingga 75% jika pasien telah
mengalami gagal ginjal.
Tempat akumulasi digoxin yang inaktif adalah pada otot rangka. Penurunan massa
otot, terutama pada orang tua, akan menyebabkan peningkatan kadar digoxin dalam plasma
serta miokardial. Tempat akumulasi digoxin inaktif lainnya adalah pada jaringan lemak.
Sekitar 25% digoxin berikatan dengan protein. Terkadang, pasien bisa membentuk antibodi
terhadap digoxin, sehingga hal tersebut akan mencegah timbulnya efek terapeutik. Digoxin
dimetabolisme secara minimal, beberapa pasien dapat membentuk metabolit dihydrodigoxin
yang inaktif.
Interaksi
Meningkatkan efek/toksisitas : senyawa beta-blocking (propanolol), verapamil dan
diltiazem mempunyai efek aditif pada denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek
tambahan pada denyut jantung dan menghambat metabolisme digoxin. Kadar digoxin
ditingkatkan oleh amiodaron (dosis digoxin diturunkan 50 %), bepridil, siklosporin,
diltiazem, indometasin, itrakonazol, beberapa makrolida (eritromisin, klaritromisin),
metimazol, nitrendipin, propafenon, propiltiourasil, kuinidin dosis digoxin diturunkan 33 %
hingga 50 % pada pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil. Moricizine dapat
meningkatkan toksisitas digoxin . Spironolakton dapat mempengaruhi pemeriksaan digoxin,
namun juga dapat meningkatkan kadar digoxin secara langsung. Pemberian suksinilkolin
pada pasien bersamaan dengan digoxin dihubungkan dengan peningkatan risiko aritmia.
Jarang terjadi kasus toksisitas akut digoxin yang berhubungan dengan pemberian kalsium
secara parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar darah
digoxin yang menunjukkan signifikansi klinik : famciclovir, flecainid, ibuprofen, fluoxetin,
nefazodone, simetidein, famotidin, ranitidin, omeprazoe, trimethoprim.
Menurunkan efek : Amilorid dan spironolakton dapat menurunkan respon inotropik
digoxin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan metoklopramid dapat menurunkan
absorpsi digoxin. Levothyroxine (dan suplemen tiroid yang lain) dapat menurunkan kadar
digoxin dalam darah. Penicillamine dihubungkan dengan penurunan kadar digoxin dalam
darah. Penggunaan Digoxin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan
pengeluaran Mg dari tubuh melalui urin
Interaksi dengan Makanan
Kadar serum puncak digoxin dapat diturunkan jika digunakan bersama dengan
makanan. Makanan yang mengandung serat (fiber) atau makanan yang kaya akan pektin
menurunkan absorpsi oral digoxin.
Penggunaan Digoxin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan
pengeluaran Mg dari tubuh melalui urin. Pemberian suplemen Mg akan sangat
menguntungkan. Dianjurkan konsumsi Mg adalah 30-500 mg per hari. Dari makanan, juga
dapat ditingkatkan konsumsinya (tanpa melalui suplemen Mg). Sumber utama Mg adalah
sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian dan kacang-kacangan, daging, coklat, susu dan
hasil olahannya.
Digoxin mengganggu transport potassium dari darah menuju sel sehingga Digoxin
pada dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan hiperkalemia fatal. Oleh karenanya pada
saat mengkonsumsi / menggunakan Digoxin, hindari konsumsi suplemen potassium atau
makanan yang mengandung potassium dalam jumlah besar seperti buah (pisang). Sumber
utama potassium adalah buah, sayuran dan kacang-kacangan. Namun banyak orang
mengkonsumsi digoxin menyebabkan diuretic. Pada kasus tersaebut, peningkatan intake
potassium dibutuhkan. Oleh karenanya harus dikomunikasikan dengan tim kesehatan yang
lain.
Peningkatan Ca dalam plasma dapat meningkatakan toksisitas digoxin. Oleh
karenanya, hindari konsumsi makanan tinggi Ca terutama 2 jam sebelum/sesudah minum
obat ini. Sumber utama Ca adalah susu dan hasil olahannya seperti keju.
Interaksi makanan dengan Herb (tanaman/jamu)
a. Ginseng : mekanisme belum jelas, namun penggunaan bersama menyebabkan
Digoksin kurang berfungsi
b. Teh Jawa : menyebabkan diuretik, jika dikonsumi dalam jumlah besar mengakibatkan
kehilangan potassium melalui urin.
c. GFJ : menginduksi P.Glikogen transporter obat dan menurunkan AUC Digoksin.
Intoksikasi dan Efek Samping
Rasio terapi digitalis sangat sempit sehingga 5-20% penderita umumnya
memperlihatkan gejala toksik sehingga sulit dibedakan dengan gejala tanda-tanda gagal
jantung.
Gejala umum intoksikasi digitalis tampak pada saluran cerna dan susunan saraf pusat
tetapi gejala yang gejala yang paling berbahaya adalah gangguan irama denyut dan konduksi
jantung (perlambatan dari blok AV total).
Efek samping digoxin pada saluran cerna seperti anoreksia, mual dan muntah, yang
merupakan tanda keracunan digitalis paling dini. Dan hilang beberapa hari bila pemberian
obat dihentikan. Mual muntah karena efek langsung di batang otak, efek langsung saluran
cerna yaitu oleh pulvus folia digitalis. Gejala neurologik seperti sakit kepala, letih, lesu dan
pusing. Pada penglihatan sering ada efek kabur, maupun keluhan gangguan warna terutama
kuning dan hijau, efek samping lain berupa ginekomastia pada pria yang diduga mempunyai
efek estrogenik karena struktur kimia mirip hormon kelamin.
Komposisi: Digoxin
Indikasi: Gagal jantung kongestif akut dan kronik. Takikardi supraventrikuler
paroksismal.
Dosis: Dewasa :
Untuk digitalisasi cepat (24-36 jam) : 4-6 tablet , kemudian 1 tablet pada
interval tertentu sampai kompensasi tercapai.
Untuk digitalisasi lambat (3-5 hari) : 2-6 tablet/hari dalam dosis terbagi.
Pemeliharaan : 1/2-3 tablet/hari.
Anak :
Untuk digitalisasi cepat : 25 mcg/kg berat badan dengan selang waktu
tertentu sampai kompensasi tercapai.
Pemeliharaan : 10-20 mcg/kg berat badan/hari.
Pemberian Obat: Diberikan sebelum atau sesudah makan.
Kontra Indikasi: Blok AV total dan blok AV derajat 2 (2:1), henti sinus, sinus bradikardi
yang berlebihan, pemberian kalsium parenteral.
Perhatian: Usia lanjut, kor pulmonalis kronik, insufisiensi koroner, gangguan
eletrolit, insufisiensi ginjal dan hati.
Efek Samping: Penurunan segmen ST pada EKG, pruritus, urtikaria, ruam makular,
ginekomastia, gangguan SSP, anoreksia, mual, muntah, gangguan
kecepatan denyut jantung, kondisi, dan irama jantung.
Interaksi Obat: Antibiotik seperti eritromisin dan tetrasiklin, kalsium dosis tinggi, obat
psikotropik termasuk litium dan simpatomimetik, kuinidin, antagonis
Ca, terutama verapamil; amiodaron, spironolakton dan triamteren,
diuretik tiazid, kortikosteroid dan amfoterisin B; kolestiramin,
kolestipol, antasid dan neomisin.
Kemasan: Tablet 0.25 mg x 10 x 10
Sumber :
Anonim. Penggunaan Obat Herbal Untuk Tonsilitis. tersedia di http://dokumen.tips/
download/link/ herbal-tonsil. Diakses pada 3 November 2015
Anonim. Amoxicillin. Tersedia di http://www.farmasiana.com/Amoxicillin/amoxicillin/.
Diakses pada 3 November 2015
Bisno. L Allan, dkk. 2002. Practice Guidelines for Streptococcal Pharyngitis. Tersedia di
http://www.idsociety.org/uploadedFiles/IDSA/Guidelines-Patient_Care/ PDF_Library/Strep.
pdf. Diakses pada 4 November 2015
Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI. 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5
Jakarta : Gaya Baru.