Studi komparasi antara perusahaan umum (perum) pegadaian dengan
pegadaian syariah
Dalam pelaksanaan transaksi gadai
(studi di perusahaan umum (perum) pegadaian cabang palur dan
Pegadaian syariah cabang solo baru)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Oleh :
Agus Yarisky Hermawan
NIM : E.0004072
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2008
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
STUDI KOMPARASI ANTARA PERUSAHAAN UMUM (PERUM)
PEGADAIAN DENGAN PEGADAIAN SYARIAH
DALAM PELAKSANAAN TRANSAKSI GADAI
(Studi di Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan
Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru)
Disusun oleh :
AGUS YARISKY HERMAWAN
NIM : E0004072
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing
Tuhana, S.H, Msi Muhammad Adnan, S.H, M.Hum
NIP. 132 162 557 NIP. 131 411 014
3
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
STUDI KOMPARASI ANTARA PERUSAHAAN UMUM (PERUM)
PEGADAIAN DENGAN PEGADAIAN SYARIAH
DALAM PELAKSANAAN TRANSAKSI GADAI
(Studi di Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan
Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru)
Disusun oleh :
AGUS YARISKY HERMAWAN
NIM : E0004072
Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 26 April 2008
TIM PENGUJI
1. Suraji ,S.H,M.H. : ...........................................
(Ketua)
2. Tuhana, S.H, M.Si : ...........................................
(Sekretaris)
3. Muhammad Adnan, S.H, M.Hum : ...........................................
(Anggota)
MENGETAHUI
Dekan,
Moh. Jamin , S.H, M.Hum NIP. 131 570 154
4
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
1. Sifat – sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang -
orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kepada orang-orang yang
mempunyai keberuntungan yang besar (Q.S. Fushshilat : 35).
2. Kemauan dan ketabahan adalah dasar utama yang dimiliki oleh orang yang
mendapat kesuksesan (Penulis).
3. Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah keadaan suatu kaum,
kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri
(QS. Ar Ra’ du : 11).
4. Selalu ada harapan di tengah kesulitan (Ust. Yusuf Mansur).
5. Untuk memahami hati dan pikiran seseorang, Jangan melihat apa yang
telah dia raih, Lihatlah apa yang telah dia lakukan untuk menggapai cita-
citanya (Kahlil Gibran).
Persembahan
Penulisan Hukum (skripsi) ini Penulis
persembahkan kepada :
1. Bapak dan Ibu yang telah memberikan
doa dan kasih sayangnya.
2. Kakak yang selalu mendukung dan
memberikan semangat untuk
keberhasilan.
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
penulisan hukum (skripsi) dengan judul STUDI KOMPARASI ANTARA
PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN DENGAN PEGADAIAN
SYARIAH DALAM TRANSAKSI GADAI ( Studi di Perusahaan Umum
(Perum) Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru ).
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan penulisan hukum
(skripsi) ini menemui berbagai rintangan, tantangan, dan hambatan yang harus
penulis lewati dan tidak terlepas dari bantuan serta dukungan moril maupun
spiritual dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Tuhana, S.H., M.Si, selaku Pembimbing Penulisan Hukum
(Skripsi).
3. Bapak Muhammad Adnan, S.H, M.Hum, selaku Pembimbing
Penulisan Hukum (Skripsi).
4. Ibu Zeni Luthfiyah, S.Ag, M. Ag, selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Bapak Kiswanto, B.A, selaku Pimpinan Divisi Humas Pegadaian
Wilayah Surakarta.
6. Bapak Erry, S.E, selaku Manager Wilayah Perusahaan Umum (Perum)
Pegadaian Cabang Palur.
7. Bapak Kuntoradji, S.E, selaku Manager Wilayah Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru.
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
6
9. Bapak dan Ibu, terima kasih atas doa dan cinta yang tidak pernah
habis.
10. Monica Nunik Gayatri, terima kasih atas semangat yang telah
diberikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan hukum (skripsi) ini masih
memiliki banyak kekurangan maka diperlukan saran, teguran, dan kritik yang
membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa
datang.
Akhir kata, semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Surakarta, April 2008
Penulis
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................. iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vii
ABSTRAK...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 6
E. Metode Penelitian ............................................................. 6
F. Sistematika Penulisan Hukum (skripsi) ............................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 14
A. Kerangka Teori ................................................................. 14
1. Tinjauan tentang Perusahaan Umum (Perum)
Pegadaian .................................................................... 14
2. Tinjauan tentang Pegadaian Syariah ........................... 28
3. Tinjauan tentang Perjanjian ........................................ 31
4. Tinjauan tentang Jaminan ........................................... 32
5. Tinjauan tentang Gadai ............................................... 34
6. Tinjauan tentang Kredit .............................................. 39
B. Kerangka Pemikiran............................................................. 44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... 46
A. Hasil Penelitian ................................................................. 46
1. Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan
Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru
a) Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur ........ 46
b) Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru .................. . 49
8
2. Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai
Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
a) Menurut Hukum Perdata....................................... .. 54
b) Menurut Hukum Islam.......................................... ... 54
3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan
Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian
Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
a) Perusahaan Umum Pegadaian................................... 54
b) Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru...................... 55
B. Pembahasan....................................................................... 54
1. Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan
Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru
a) Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur ........ 55
b) Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru .................. 59
2. Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai
Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam
a) Menurut Hukum Perdata....................................... 63
b) Menurut Hukum Islam.......................................... 67
3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan
Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian
Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
a) Perusahaan Umum Pegadaian............................... 69
b) Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru.................. 71
BAB IV Simpulan dan Saran ................................................................ 77
A. Simpulan ........................................................................... 77
B. Saran.................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80
LAMPIRAN
9
ABSTRAK
Agus Yarisky Hermawan, 2008. STUDI KOMPARASI ANTARA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN DENGAN PEGADAIAN SYARIAH DALAM TRANSAKSI GADAI ( Studi di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis melakukan kajian dan menjawab permasalahan mengenai pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru, dalam hal ini terdapat perbedaan- perbedaan antara kedua pegadaian tersebut khususnya dalam transaksi gadai. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama peneliitan ini, sedangkan data sekunder digunakan sebagai pendukung data primer. Lokasi penelitian pada Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui wawancara dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan manager wilayah, kasir, juru taksir, dan nasabah untuk Perusahaan Umum Pegadaian, sedangkan dari Pegadaian Syariah dengan rahin, manager wilayah dan murtahin serta pihak – pihak yang terkait dengan transaksi pelaksanaan gadai, sedangkan studi dokumen diperoleh terhadap peraturan perundang-undangan, Al Qur’an, hadist, dan buku –buku yang terkait dengan masalah tersebut. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif model interaktif. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh data mengenai pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru. Hal tersebut terbukti dengan adanya komparasi pelaksanaan transaksi gadai di kedua pegadaian tersebut yang berbeda, yang mana di Perum Pegadaian menggunakan kwintansi gadai dinamakan dengan surat bukti kredit, hanya ada satu perjanjian kredit, pemberian uang sewa modal per lima belas hari, sedangkan Pegadaian Syariah menggunakan kwintansi gadai (surat bukti rahn), terdapat dua akad yaitu akad rahn dan ijaroh, pemberian jasa per sepuluh hari, komparasi pengaturan hukumnya pada hukum perdata diatur dalam Pasal 1150 -1160 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan hukum islam diatur dalam Al Qur’ an, hadist, itjma, dan terdapat kendala-kendala dalam komparasi palaksanaan transaksi gadai yang disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang mempengaruhinya. Implikasinya berupa Pegadaian Syariah telah menerapkan sesuai dengan prinsip syariah dan terbebas dari unsur riba dengan adanya perhitungan sistem bagi hasil untuk jasa penitipan barang (sewa tempat) yang jelas daripada Perusahaan Umum Pegadaian yang menggunakan sistem bunga (sewa modal untuk uang pinjaman) dengan didasarkan pada teori bunga sebagai imbalan sewa, untuk itu umat islam atau muslim mengharamkan adanya sistem bunga sebagai riba.
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan dan laju ekonomi Indonesia yang relatif sangat pesat
adalah pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha pada umumnya.
Pertumbuhan dunia usaha dapat terjadi karena tersedianya beberapa faktor
penunjang dan iklim berusaha yang bagus sebagai salah satu faktor yang
dominan. Setiap organisasi ekonomi dalam bentuk atau skala apapun betapa
kecilnya selalu membutuhkan dana yang cukup agar laju kegiatan dan
perkembangannya dapat diharapkan terwujud sesuai perencanaannya.
Lembaga keuangan yang ada di Indonesia sekarang ini dibagi menjadi
dua ,yaitu: lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.
Lembaga keuangan bank dalam pendirian sesuai dengan Undang – Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Undang – Undang Nomor
10 Tahun 1998 dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat. Lembaga keuangan non bank terdiri dari pegadaian,
asuransi, dana pensiun, reksa dana, dan bursa efek.
Pegadaian atau Pawn Shop merupakan lembaga perkreditan dengan
sistem gadai. Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di Italia
yang kemudian dipraktekkan di wilayah-wilayah Eropa lainnya, misalnya :
Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan
dikembangkan oleh orang Belanda (VOC), yaitu: sekitar abad ke-19. Bentuk
usaha Pegadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Leening yang didirikan
pada tanggal 20 Agustus 1746 di Batavia. Usaha Pegadaian di Indonesia
mempunyai tugas memberikan pinjaman uang tunai kepada masyarakat
dengan jaminan harta bergerak. Sejak itu bentuk usaha Pegadaian telah
mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan-
peraturan yang mengaturnya (Rilda dan Muhammad, 2003 : 15).
1
11
Pada mulanya usaha Pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak
swasta, kemudian pada awal abad ke-20 oleh Gubernur Jenderal Hindia
Belanda melalui Staatblad 1901 Nomor 131 tanggal 12 Maret 1901,
didirikan rumah gadai pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi Jawa Barat
dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai
dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagaimana diatur dalam
staablaad tahun 1901 Nomor 131 tersebut sebagai berikut:”Kedua, sejak
saat itu di bagian Sukabumi kepada siapapun tidak diperkenankan untuk
memberi gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak membeli kembali,
meminjam tergantung kepada kebangsaan para pelanggar yang diancam
dalam Pasal 337 Kitab Undang Undang Hukum Pidana bagi orang-orang
Eropa dan Pasal 339 Kitab Undang Undang Hukum Pidana bagi orang –
orang Bumiputera” dengan Staablaad 1939 Nomor 266 rumah gadai
tersebut mendapat status Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara dalam
arti undang-undang perusahaan Hindia Belanda (Lembaran Negara Hindia
Belanda 1927 Nomor 419). Pada masa berikutnya Pegadaian milik
pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan Pegadaian di
Indonesia. Dinas Pegadaian mengalami beberapa kali perubahan bentuk
badan hukum sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan
Umum (Perum) Pegadaian. Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah
menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan
Negara Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian
dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian melaui Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990 (Muhammad Sholikul
Hadi,2003:2).
12
Pada waktu Pegadaian masih berbentuk Perusahan Jawatan, misi sosial
dari Pegadaian merupakan satu-satunya acuan dalam mengelola Pegadaian.
Pengelolaan Pegadaian dapat dilaksanakan meskipun perusahaan tersebut
mengalami kerugian. Sejak statusnya diubah menjadi Perusahaan Umum
(Perum) keadaan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipertahankan lagi.
Disamping berusaha memberikan pelayanan umum berupa penyediaan dana
atas dasar hukum gadai, manajemen Perusahaan Umum Pegadaian juga
berusaha agar pengelolaan usaha ini sedapat mungkin tidak mengalami
kerugian. Perusahaan Umum Pegadaian diharapkan dapat mengalami
keuntungan atau setidaknya penerimaan yang di dapat mampu menutup
seluruh biaya dan pengeluarannya sendiri. Produk-produk yang ditawarkan
di Pegadaian antara lain, yaitu: kredit cepat aman (KCA), kredit tunda jual
komoditas pertanian (Gadai Gabah), kredit usaha rumah tangga (Krista),
kredit angsuran sistem gadai (Krasida), kredit angsuran fidusia (Kreasi), dan
rahn (gadai syariah).
Perkembangan usaha Pegadaian terbagi atas 2 (dua) jenis Pegadaian,
yaitu: Perusahaan Umum Pegadaian dan Pegadaian Syariah. Perusahaan
Umum (Perum) Pegadaian dalam pelaksanaan kegiatan usahanya
menggunakan prinsip konvensional, dan diatur berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian.
Pegadaian Syariah dalam melaksanakan transaksi gadai menggunakan
prinsip bagi hasil dan diatur dalam Fatwa DSN Nomor 25 / DSN- MUI / III /
2002 tentang Rahn dan Fatwa DSN Nomor 26 / DSN- MUI / III / 2002
tentang Rahn Emas . Islam merupakan agama yang bersifat universal dan
berlaku sepanjang jaman. Keuniversalan konsep islam merupakan jawaban
terhadap keterbatasan manusia dan pemikirannya yang temporal dan parsial.
Lembaga gadai syariah terlahir karena adanya perkembangan yang sangat
signifikan dari lahirnya bisnis–bisnis bernuansa syariah. Perkembangan
Pegadaian Syariah tergolong cepat karena adanya keyakinan yang kuat di
kalangan muslim, bahwa Perusahaan Umum Pegadaian itu mengandung
13
unsur riba yang dilarang agama islam. Pegadaian Syariah mempunyai
modal usaha yang diperoleh dari kerja sama antara Perusahaan Umum
(Perum) Pegadaian dan Bank Muamalat Indonesia. Pegadaian Syariah
melaksanakan gadai dapat diketahui dalam pengambilan keuntungan yang
telah sesuai dengan ketentuan syariah ,yaitu: dengan cara mengambil
keuntungan lewat jalan sewa menyewa tempat (rahn) dan jasa penitipan
barang (ijaroh), sehingga terbebas dari unsur riba dalam melakukan bisnis
tersebut. Bentuk pinjaman hukum islam menjaga kepentingan kreditur,
jangan sampai dirugikan, untuk itu dibolehkan meminta barang dari debitur
sebagai jaminan utangnya, sehingga apabila debitur itu tidak mampu
melunasi pinjamannya, maka barang jaminan boleh dijual oleh kreditur.
Untuk itu, terdapat perbedaan – perbedaan antara Perusahaan Umum
Pegadaian dan Pegadaian Syariah khususnya dalam komparasi pelaksanaan
transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan
Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru, pengaturan komparasi pelaksanaan
transaksi gadai menurut hukum perdata dan hukum islam, dan kendala-
kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Perusahaan
Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis terdorong untuk melakukan
penulisan hukum (skripsi) dengan judul :
“STUDI KOMPARASI ANTARA PEGADAIAN SYARIAH
DENGAN PERUSAHAAN UMUM PEGADAIAN DALAM
PELAKSANAAN TRANSAKSI GADAI” (Studi di Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru dan Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur)
14
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka penulis
tertarik untuk membahas masalah tersebut lebih lanjut dengan menitik
beratkan pada rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada
Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian
Syariah Cabang Solo Baru?
2. Bagaimanakah pengaturan komparasi pelaksanaan transaksi gadai
menurut hukum perdata dan hukum islam ?
3. Kendala – kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai
di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian
Syariah Cabang Solo Baru ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian tentunya mempunyai tujuan yang jelas dan pasti,
tentang apa yang hendak dicapai karena tujuan dalam suatu penelitian
sedikit banyak menunjukkan kualitas dari penelitian tersebut. Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui komparasi pelaksanaan transaksi gadai
pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan
Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru.
b. Untuk mengetahui pengaturan komparasi pelaksanaan
transaksi gadai menurut hukum perdata dan hukum islam.
c. Untuk mengetahui kendala - kendala yang terjadi dalam
pelaksanaan transaksi gadai di Perusahaan Umum Pegadaian
Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memenuhi persyaratan wajib setiap mahasiswa dalam
meraih gelar kesarjanaan dalam ilmu hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan bagi
penulisan hukum (skripsi).
15
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian tentunya diharapkan memberikan manfaat yang
berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan dibidang penelitian tersebut.
Selain itu manfaat yang diperoleh dari suatu penelitian menggambarkan nilai
dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu pengetahuan hukum pembiayaan dan
jaminan.
b. Untuk menambah pengetahuan ilmiah yang dapat
dipergunakan dan dimanfaatkan dalam penulisan tentang
hukum pembiayaan dan hukum jaminan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
b. Memberikan manfaat untuk lebih mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir yang dinamis, sekaligus untuk
mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu
yang telah diperoleh.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan
memberikan masukan serta perubahan pengetahuan mengenai
Pegadaian baik Pegadaian syariah maupun Pegadaian
konvensional.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian dapat dirumuskan sebagai suatu tipe pemikiran yang
dipergunakan dalam penelitian dan penilaian (Soerjono Soekanto,1986: 5).
Oleh sebab itu, sebelum dilaksanakan suatu penelitian maka terlebih dahulu
harus ditentukan metode yang dipergunakan, dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut :
16
1. Jenis Penelitian
Mengacu pada judul dan perumusan masalah, maka penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian empiris, yaitu: penelitian yang
dilakukan dengan meneliti data sekunder pada awalnya untuk
kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di
lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986: 52).
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu: penelitian yang memberikan
data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa-hipotesa
agar dapat membantu di dalam memperkuat teori – teori lama di dalam
penyusunan teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 1986: 2). Penelitian
ini menggambarkan dan menguraikan tentang pelaksanaan transakasi
gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dan Perusahaan
Umum Pegadaian Cabang Palur.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan penelitian adalah di Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru dan Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur.
Pemilihan lokasi penelitian ini, karena kedua pegadaian tersebut
representatif yang merupakan perwakilan dari berbagai pegadaian
sehingga pelaksanaan gadai di semua tempat sama sehingga data atau
informasi tentang pelaksanaan gadai dapat lebih cepat diperoleh dan
menghemat biaya.
4. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan hukum (skripsi) ini
adalah :
a. Data primer
Data primer yaitu pihak yang terkait dengan permasalahan
yang diteliti dan dapat memberikan sejumlah data atau keterangan.
Penulis memperoleh data primer dari wawancara yang dilakukan
dengan manager yang bernama Bapak Erry, S.E, penaksir, kasir,
dan nasabah terhadap Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur,
sedangkan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dengan manager
yang bernama Bapak Kuntoradji, S.E, rahin (nasabah), murtahin
(pegadaian) ,kasir, dan juru penaksir.
17
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan
mendukung data primer yang diperoleh dari studi kepustakaan dan
studi dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang
diteliti, seperti Al Qur’an, Hadist, buku tentang hukum jaminan,
buku tentang gadai, buku tentang perjanjian, buku tentang kredit,
dokumen pegadaian, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PP
Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian,
Surat Keputusan Direksi Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat
Edaran Nomor 4 / LB.1.00.221 / 2001, Surat Keputusan Direksi
Perum Pegadaian Nomor Opp.2 / 67 / 5 ,PP Nomor 10 / 1990
tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi
Perusahaan Umum Pegadaian dan buku– buku yang berkaitan
dengan masalah pegadaian lainnya.
5. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan adalah sumber data primer dan
sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi antara lain :
a. Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh
dari Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru berasal dari
murtahin (pegadaian), rahin (nasabah), juru penaksir,
manager wilayah, sedangkan Perusahaan Umum Pegadaian
Cabang Palur yang berasal dari wawancara yang diberikan
oleh manager yang bernama Bapak Erry, S.E, penaksir,
kasir, dan nasabah terhadap Perusahaan Umum Pegadaian
Cabang Palur, sedangkan Pegadaian Syariah Cabang Solo
Baru dengan manager yang bernama Bapak Kuntoradji,
S.E, rahin (nasabah), murtahin (pegadaian) ,kasir, dan juru
penaksir.
18
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang secara
tidak langsung memberi keterangan yang bersifat
mendukung sumber data primer, termasuk bahan – bahan
kepustakaan seperti Al Qur’an, Hadist, buku tentang hukum
jaminan, buku tentang gadai, buku tentang perjanjian, buku
tentang kredit, dokumen pegadaian, Kitab Undang Undang
Hukum Perdata, PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang
Perusahaan Umum Pegadaian, Surat Keputusan Direksi
Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor 4 /
LB.1.00.221 / 2001,Surat Keputusan Direksi Perum
Pegadaian Nomor Opp.2 / 67 / 5, PP Nomor 10 / 1990
tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian
menjadi Perusahaan Umum Pegadaian dan buku – buku
yang berkaitan dengan masalah pegadaian lainnya.
6. Teknik Pengumpulan Data
Guna mendapatkan data dalam penelitian ini dibutuhkan cara
pengumpulan data untuk mendapatkan data primer dan data sekunder
yang keduanya dianalisis. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah
a. Wawancara
Wawancara menggunakan teknik wawancara terstruktur,
supaya penulis dalam memfokuskan hal – hal yang penting
untuk ditanyakan serta memungkinkan mengembangkan
pertanyaan dan perhatian kepada persoalan yang relevan yang
berkaitan dengan permasalahan sedang diteliti yang mungkin
baru muncul di lapangan dan percakapan yang dilakukan oleh
dua pihak, yaitu: pewawancara (yang bertanya) dengan
terwawancara (yang menjawab pertanyaan) dengan maksud
untuk mengkontruksi mengenai orang lain, kejadian, kegiatan,
19
organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-
lain. Hal ini diperlukan untuk memperoleh gambaran yang
lebih jelas dan menyeluruh mengenai obyek penelitian.
Wawancara dilakukan dengan manager yang bernama Bapak
Erry, S.E, penaksir, kasir, dan nasabah terhadap Perusahaan
Umum Pegadaian Cabang Palur, sedangkan Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru dengan manager yang bernama Bapak
Kuntoradji, S.E, rahin (nasabah), murtahin (pegadaian) ,kasir,
dan juru penaksir.
b. Studi Kepustakaan
Studi pustaka dilakukan dengan membaca, mempelajari
bahan – bahan kepustakaaan seperti Al Qur’an, Hadist, buku
tentang hukum jaminan, buku tentang gadai, buku tentang
perjanjian, buku tentang kredit, dokumen pegadaian, Kitab
Undang Undang Hukum Perdata, PP Nomor 103 Tahun 2000
tentang Perusahaan Umum Pegadaian, Surat Keputusan Direksi
Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor 4 /
LB.1.00.221 / 2001,Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian
Nomor Opp.2 / 67 / 5,PP Nomor 10 / 1990 tentang pengalihan
bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan
Umum Pegadaian dan buku – buku yang berkaitan dengan
masalah pegadaian lainnya .
7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini digunakan analisis kualitatif. Tahap analisis ada 3
(tiga) komponen pokok, yaitu data reduction, data display, data
conclusion drawing (Herbitus Sutopo, 1998: 34). Ketiga komponen
tersebut adalah :
20
a. Reduksi data (reduction) dalam penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis, maka diperoleh sumber-sumber
data yang bermanfaat untuk penulisan hukum (skripsi) ini.
Beberapa sumber – sumber data yang diperoleh tersebut,
dilakukan pengurangan dan penyeleksian sehingga
menghasilkan data primer dan data sekunder.
b. Sajian data (display)
Susunan data yang telah melewati proses
pengurangan dan penyeleksian berupa data keterangan
informasi langsung dari lapangan, yaitu keterangan
informasi dari manajer, juru taksir, nasabah (rahin) ,atau
murtahin (pihak - pihak pegadaian yang berwenang
khususnya terhadap pelaksanaan transaksi gadai), serta
studi kepustakaan dari PP Nomor 103 Tahun 2000 tentang
Perusahaan Umum Pegadaian, Al Qur’an, Hadist, dan
buku – buku yang berkaitan dengan pelaksanaan transaksi
gadai.
c. Penarikan simpulan (Conclusion drawing)
Data yang telah melalui proses pengurangan dan
penyeleksian serta telah disajikan maka dapat ditarik
kesimpulan dari pengecekan atas kebenaran terhadap data-
data yang diteliti sehingga dapat menjawab permasalahan
yang ada.
21
Penelitian ini menggunakan ketiga komponen tersebut yang aktivitasnya
berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data berbagai proses siklus.
Skema Model Analisis Interaktif
Gambar : 1 Interaktive Model of Analysis
(Heribertus Sutopo, 1998: 37)
Keterangan :
Bentuk ini tetap bergerak di antara ketiga komponen dengan komponen
pengumpulan data, selama proses pengumpulan data berlangsung. Sesudah
pengumpulan data, kemudian bergerak diantara data reduction, data display,
dan conclusion drawing dengan menggunakan waktu yang masih tersisa bagi
penelitiannya (Heribertus Sutopo, 1998: 37).
Pengumpulan data
Reduksi Data Sajian data
Penarikan Simpulan / verifikasi
22
F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)
Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai bahasan dalam
penulisan hukum (skripsi) ini, penulis membagi penulisan hukum (skripsi)
ini menjadi empat bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bab yang
disesuaikan dengan luas pembahasannya. Adapun sistematika dari penulisan
hukum (skripsi) ini sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, penulisan hukum (skripsi).
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan berisi tentang tinjauan tentang Perusahaan Umum
Pegadaian, tinjauan tentang Pegadaian Syariah, tinjauan
tentang perjanjian, tinjauan tentang jaminan, tinjauan
tentang gadai, tinjauan tentang kredit ,dan kerangka
pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi membahas mengenai bagaimana komparasi
pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum
Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang
Solo Baru; pengaturan komparasi pelaksanaan transaksi
gadai menurut hukum perdata dan hukum islam; hal lain
yang dibahas adalah mengenai kendala - kendala yang
terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan
Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terbagi dalam dua bagian, yaitu : simpulan dan
saran terkait dengan permasalahan yang diteliti
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Perusahaan Umum Pegadaian
a. Pengertian Pegadaian
Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di
Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan
kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk
penyaluran dana ke masyarakat atas hukum gadai (Muhammad
Sholikul Hadi,2003:17).
Pegadaian adalah suatu lembaga keuangan non perbankan yang
memberikan jasa kredit kepada masyarakat, dimana jasa pegadaian
ini berorientasi pada jaminan. Untuk mengatasi bagi masyarakat
yang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang
atau tukang ijon atau tukang rentenir yang bunganya relatif tinggi,
maka Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian menyediakan
pinjaman uang dengan jaminan barang-barang berharga
<http://www.manbisnis.tripod.com>.
Perusahaan Umum Pegadaian, yang selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut Perusahaan, adalah Badan Usaha
Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 9
Tahun 1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan
kewenangan Menteri Keuangan, dimana seluruh modalnya dimiliki
oleh Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak
terbagi atas saham. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum)
Pegadaian).
xxiv
xxiv
b. Tugas, Tujuan, dan Fungsi Pegadaian
Sebagai lembaga keuangan non bank milik pemerintah yang
berhak memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat atas dasar
hukum gadai yang bertujuan agar masyarakat tidak dirugikan oleh
lembaga keuangan non formal yang cenderung memanfaatkan
kebutuhan dana mendesak dari masyarakat, maka pada dasarnya
lembaga Pegadaian (Perusahaan Umum Pegadaian) tersebut
mempunyai tugas, tujuan, serta fungsi – fungsi pokok sebagai berikut
(Marzuki Usman,1995: 359) adalah :
1) Tugas pokok adalah menyalurkan uang pinjaman atas dasar
hukum gadai dan usaha – usaha lain yang berhubungan dengan
tujuan Pegadaian atas dasar materi.
2) Tujuan Pokok
Sifat usaha Pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan
bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan, maka Pegadaian pada
dasarnya mempunyai tujuan – tujuan pokok sebagai berikut :
a) Turut melaksanakan program pemerintah di bidang
ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya
melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum
gadai.
b) Mencegah praktek Pegadaian gelap dan pinjaman tidak
wajar.
3) Fungsi Pokok adalah
a) Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum
gadai dengan cara mudah,cepat, aman, dan hemat.
b) Menciptakan dan mengembangkan usaha – usaha lain
yang menguntungkan bagi Pegadaian maupun
masyarakat.
14
xxv
xxv
c) Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian,
pendidikan dan pelatihan.
d) Mengelola organisasi, tata kerja, dan tata laksana
Pegadaian.
e) Melakukan penelitian dan pengembangan serta
mengawasi pengelolaan Pegadaian.
c. Kegiatan usaha Perusahaan Umum Pegadaian pada umumnya
meliputi dua hal (Susilo, 1999:181) ,yaitu :
1) Penghimpunan Dana
Dana yang diperlukan di Perusahaan Umum Pegadaian
untuk melakukan kegiatan usahanya berasal dari:
a) Pinjaman jangka pendek dari Perbankan. Dana jangka
pendek sebagian besar adalah dalam bentuk pinjaman
jangka pendek dari perbankan (sekitar 80% dari total dana
jangka pendek yang dihimpun).
b) Pinjaman jangka pendek dari pihak lain.
Pinjaman dana jangka pendek dari pihak lain biasanya
diperoleh dari utang kepada rekanan, utangnya kepada
nasabah, uang pajak, dan lain-lain.
c) Penerbitan obligasi
Untuk memperoleh / menghimpun dana Perusahaan
Umum Pegadaian pernah menerbitkan obligasi sebanyak
dua kali, yaitu: pada tahun 1993 dan 1994 yang jangka
waktunya masing-masing lima tahun.
d) Modal sendiri
Modal sendiri yang dimiliki oleh Perusahaan Umum
Pegadaian terdiri dari:
(1) Modal awal,yaitu kekayaan negara di luar APBN
(Anggaran Pelaksanaan Belanja Negara).
(2) Penyertaan modal pemerintah.
xxvi
xxvi
(3) Laba ditahan, laba ditahan ini merupakan akumulasi
laba sejak Perusahaan Umum Pegadaian berdiri.
2) Penggunaan Dana
Dana yang berhasil dihimpun digunakan untuk mendanai
kegiatan usaha Perusahaan Umum Pegadaian, antara lain
digunakan untuk hal-hal berikut :
a) Uang kas dan dana likuid lain
b) Pendanaan kegiatan operasional
c) Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk
aktiva tetap dan inventaris
d) Penyaluran dana
e) Investasi lain
d. Produk dan Jasa Perusahaan Umum Pegadaian.
Produk dan jasa yang ditawarkan oleh Perusahaan Umum
Pegadaian kepada masyarakat meliputi sebagai berikut
(Susilo,1999:181) :
1) Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai.
Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai berarti
mensyaratkan pemberian pinjaman atas dasar penyerahan
barang bergerak oleh penerima pinjaman. Konsekuensi yang
pertama dari hal tersebut adalah bahwa jumlah atau nilai
pinjaman yang diberikan kepada masing-masing peminjam
sangat dipengaruhi oleh nilai barang bergerak yang digadaikan.
2) Penaksiran nilai barang.
Jasa penaksiran barang dapat diberikan oleh Perusahaan
Umum Pegadaian karena perusahaan ini mempunyai peralatan
penaksir serta petugas yang sudah berpengalaman dan terlatih
dalam menaksir nilai suatu barang yang digadaikan. Barang-
barang yang ditaksir pada dasarnya semua barang bergerak
yang bisa digadaikan, terutama emas, berlian, dan intan.
Masyarakat yang memerlukan jasa ini biasanya ingin
xxvii
xxvii
mengetahui nilai jual wajar atas barang berharganya yang
dijual. Atas dasar penaksiran yang diberikan, Perusahaan
Umum Pegadaian memperoleh penerimaan dari pemilik barang
berupa ongkos penaksiran.
3) Penitipan barang.
Perusahaan Umum Pegadaian dapat menyelenggarakan
jasa penitipan barang karena perusahaan ini mempunyai tempat
penyimpanan barang bergerak yang cukup memadai. Gudang
dan tempat penyimpanan barang bergerak lain milik Pegadaian
terutama digunakan untuk menyimpan barang-barang yang
digadaikan oleh masyarakat.
4) Jasa lain.
Ketiga jenis jasa di atas hampir selalu ada pada setiap
kantor Pegadaian. Di samping ketiga jasa tersebut, kantor
Pegadaian tertentu juga menawarkan jasa lain seperti kredit
kepada pegawai dengan penghasilan tetap, gold counter, dan
lain-lain.
e. Sumber Dana dan Pinjaman
Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
terutama bergerak di bidang usaha pembiayaan, sebagai perusahaan
pembiayaan Pegadaian dilarang menghimpun dana secara langsung
dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti giro, deposito,
tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan modal dalam menjalankan
usahanya, Pegadaian memiliki sumber dana antara lain : modal
sendiri terdiri dari modal awal, penyertaan modal pemerintah, dan
laba ditahan. Modal awal adalah modal Pegadaian yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pembiayaan
Belanja Negara (APBN) yang tidak terbagi atas saham. Pemisahan
kekayaan negara dari Anggaran Pembiayaan Belanja Negara
(APBN) untuk ditempatkan pada Badan Usaha Milik Negara
xxviii
xxviii
(BUMN), termasuk Perusahaan Umum Pegadaian dilaksanakan
dengan Peraturan Pemerintah. Penyertaan modal pemerintah adalah
modal yang berasal dari pemerintah sebagai keikutsertaan pembinaan
dan pengembangan misi Pegadaian untuk membantu memenuhi
kebutuhan dana bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Laba
ditahan bagian dari laba yang tidak dibagikan, diperoleh selama
menjalankan usahanya. Modal pinjaman dari bank terdiri dari modal
pinjaman jangka pendek dan modal pinjaman jangka panjang dari
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Modal pinjaman dari
masyarakat adalah modal yang diperoleh dari masyarakat melalui
penerbitan dan penjualan obligasi.
f. Segi Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian
Pendekatan pemanfaatan Perusahaan Umum (Perum)
Pegadaian tidak hanya dilakukan dari segi kebutuhan ekonomi,
melainkan harus didukung dengan pendekatan hukum, sehingga
diakui dan berlaku dalam hubungan hukum bisnis. Pegadaian
merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi di bidang usaha
pembiayaan yang bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik
perjanjian maupun Perundang– Undangan. Perjanjian merupakan
sumber utama hukum Pegadaian dari segi perdata, sedangkan
perundang – undangan adalah sumber utama hukum Pegadaian dari
segi publik (Rilda Murniati dan Abdulkadir, 2003: 20).
1) Segi Hukum Perdata
Pada kegiatan usaha pembiayaan yang dijalankan oleh
Pegadaian, inisiatif mengadakan perjanjian pinjam uang dengan
sistem gadai berasal dari pihak – pihak, terutama Peminjam
(debitur). Perjanjian pinjam uang pada umumnya diadakan
secara lisan yang didukung dengan dokumen. Kehendak pihak
peminjam dan pihak Pegadaian pula yang menjadi sumber
hukumnya. Kehendak pihak – pihak tersebut dibuktikkan
dengan dokumen, dalam dokumen tersebut ditetapkan
xxix
xxix
kewajiban dan hak peminjam dan Pegadaian, dalam
Perundang–Undangan juga diatur mengenai kewajiban dan
hak, Peminjam dan Pegadaian, dan hanya berlaku sejauh
peminjam dan Pegadaian, tidak menentukan lain secara khusus
dalam perjanjian yang dibuat, dan ada 2 (dua) sumber hukum
perdata yang mendasari Pegadaian, yaitu:
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan hukum perjanjian dapat diklasifikasikan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: asas kebebasan berjanji dalam arti
luas (secara lisan dan tertulis) dan asas kebebasan berkontrak
dalam arti sempit (hanya secara tertulis), dalam hubungan hukum
Pegadaian, perjanjian selalu diadakan secara lisan yang didukung
oleh dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum
Pegadaian (Pawnshop legal certainty). Perjanjian Pegadaian
adalah perjanjian pinjam uang dengan sistem gadai dibuat
berdasarkan asas kebebasan berkontrak, memuat rumusan
kehendak berupa kewajiban dan hak pihak Pegadaian sebagai
pemberi pinjaman uang (kreditur) dan peminjam sebagai pemberi
gadai (debitur). Perjanjian Pegadaian yang didukung oleh
dokumen hukum utama dibuat secara sah memenuhi syarat –
syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang
Hukum Perdata.
Akibat hukum perjanjian Pegadaian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai Undang – Undang bagi Pegadaian dan peminjam
(Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Perdata).
Konsekuensi yuridis selanjutnya perjanjian tersebut harus
dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat
dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable). Dokumen
pendukung perjanjian Pegadaian berfungsi sebagai dokumen
bukti yang sah, melengkapi dan memperkaya hukum perdata
tertulis.
xxx
xxx
b. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Perjanjian Pegadaian adalah salah satu bentuk perjanjian
khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III Kitab Undang
Undang Hukum Perdata. Sumber hukum utama Pegadaian adalah
perjanjian pinjam pakai habis yang diatur dalam Kitab Undang
Undang Hukum Perdata. Perjanjian tersebut dibahas dalam
konteksnya dengan Pegadaian, antara lain :
(1) Perjanjian Pinjam Pakai Habis
Perjanjian Pegadaian yang terjadi antara Pegadaian
dan peminjam digolongkan ke dalam “perjanjian pinjam
pakai habis” yang diatur dalam Pasal 1754 – 1773 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata. Menurut ketentuan Pasal
1754 Kitab Undang Undang Hukum Perdata :
“Pinjam pakai habis adalah perjanjian dengan mana
pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai
habis kepada peminjam dengan syarat bahwa peminjam
mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman
dalam jumlah dan keadaan yang sama.”
Pengertian “barang pakai habis” termasuk juga
sejumlah uang yang dipinjamkan oleh pemberi pinjaman.
Pemberi pinjaman adalah Pegadaian yang berkedudukan
sebagai kreditur, sedangkan peminjam adalah pemberi
gadai yang berkedudukan sebagai debitur.
Syarat yang ditentukan dalam pinjam pakai habis
adalah peminjam sebagai debitur mengembalikan uang
yang dipinjamnya kepada Pegadaian sebagai kreditur,
dalam jumlah dan keadaan yang sama seperti ketika
pinjaman itu diterimanya, karena barang pakai habis yang
dipinjam itu sejumlah uang, maka menurut ketentuan Pasal
1765 Kitab Undang Undang Hukum Perdata Pegadaian dan
peminjam boleh memperjanjikan pengembalian uang pokok
xxxi
xxxi
ditambah sewa modal (bunga). Berdasarkan itu, dapat
disimpulkan bahwa perjanjian Pegadaian tergolong
perjanjian khusus yang objeknya adalah barang pakai habis
berupa sejumlah uang, yang diatur dalam Pasal 1754 –
1773 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
(2) Segi Perdata di luar Kitab Undang Undang Hukum Perdata adalah
a) Undang Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-
Bentuk Usaha Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan
Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian.
Berlakunya Perundang – Undangan ini ,karena Perusahaan
Umum Pegadaian adalah bentuk usaha negara badan hukum
yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian Pegadaian
khususnya, dan perjanjian kerja sama dengan mitra bisnis
umumnya.
b) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan–
Ketentuan Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berlakunya
Perundang – Undangan ini, sejauh Pegadaian itu
bersangkutan dengan perjanjian mengenai hak – hak atas
tanah.
c) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Berlakunya Undang- Undang ini, sejauh
Pegadaian itu melakukan pelanggaran kewajiban dan
larangan yang secara perdata merugikan peminjam sebagai
konsumen.
2) Segi Hukum Publik
xxxii
xxxii
Sebagai usaha yang bergerak di bidang jasa pembiayaan,
Pegadaian banyak menyangkut kepentingan publik (negara atau
pemerintah) terutama yang bersifat administratif, maka kepentingan
publik banyak diatur dalam berbagai Peraturan Perundang – Undangan
Administrasi Negara. Perundang – Undangan yang dimaksud, antara
lain :
a) Undang – Undang Bidang Hukum Publik
Berbagai Undang Undang bidang Administrasi Negara
yang menjadi sumber utama Pegadaian meliputi sebagai berikut:
Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan , Undang Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Pajak
Penghasilan, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1991 tentang
Pajak Pendapatan, beserta peraturan pelaksanaannya. Berlakunya
ketiga Undang Undang ini sejauh Pegadaian itu berkewajiban
membayar pajak pada negara, Undang Undang Nomor 8 Tahun
1997 tentang Dokumen Perusahaan dan Peraturan Pelaksanaannya.
Berlakunya Undang Undang ini sejauh Pegadaian itu
melaksanakan kewajiban pembukuan perusahaan dan memelihara
dokumen perusahaan, dan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pelaksanaannya.
Berlakunya Undang Undang ini sejauh Pegadaian itu melakukan
langgaran kewajiban dan larangan yang merugikan peminjam
sebagai konsumen atau merugikan negara.
b) Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan
Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan mengatur bidang
usaha pendirian perusahaan dan perizinan. Modal usaha,
kepemilikan saham, pembatasan kegiatan usaha, pengawasan dan
xxxiii
xxxiii
pembinaan, sanksi karena pelanggaran, karena Pegadaian adaiah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka peraturan tentang
Lembaga Pembiayaan hanya berlaku sejauh belum diatur tersendiri
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 178 Tahun 1961 tentang
Pendirian Perusahaan Negara Pegadaian juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk
Perjan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian.
Pegadaian termasuk badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana, untuk itu Pegadaian
merupakan Perusahaan Pembiayaan, yaitu badan usaha di luar
Bank dan di luar Lembaga Keuangan bukan Bank yang khusus
didirikan untuk melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
psnyediaan dana bagi masyarakat golongan ekonomi lemah yang
membutuhkan.
Bentuk hukum Perusahaan Pembiayaan harus Perseroan
Terbatas (PT) atau koperasi, tetapi Pegadaian sebagai perusahaan
pembiayaan diatur menyimpang, yaitu: Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum Pegadaian. Saham
Perusahaan Pembiayaan dapat dimiliki oleh Warga Negara
Indonesia (WNI) dan atau Badan Hukum Indonesia, Badan Hukum
Asing dan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia
(usaha patungan). Pemilikan saham oleh Badan Usaha Asing
ditentukan sebesar-besarnya 85% (Delapan puluh lima persen) dan
modal disetor. Modal Perusahaan Umum Pegadaian tidak terbagi
atas saham, karena Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum. Modal Perusahaan
Umum Pegadaian adalah kekayaan milik negara bagian dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara(APBN) yang dipisahkan.
xxxiv
xxxiv
Perusahaan Pembiayaan dilarang menarik dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan,
surat sanggup bayar (promissory /vote), tetapi dapat menerbitkan
surat sanggup bayar hanya sebagai jaminan atau hutang kepada
Bank yang menjadi krediturnya. Pegadaian sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), juga dilarang menarik dana secara
langsung seperti tersebut di atas, tetapi dapat menerbitkan obligasi.
Sebelum melakukan kegiatan usahanya, Perusahaan
Pembiayaan wajib memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan.
Izin usaha diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak permohonan diterima secara lengkap. Izin usaha berlaku
sejak tanggal ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku
selama Perusahaan masih menjalankan usahanya, terhadap
pemberian izin usaha tidak dikenakan biaya. Pegadaian adalah
Badan Usaha Milik Negara di lingkungan Departemen Keuangan
yang didirikan atas persetujuan Menteri Keuangan sesuai dengan
Peraturan Pemerintah yang mengatur pendiriannya berdasarkan itu,
Perusahaan Umum Pegadaian tidak perlu lagi memperoleh izin
usaha. Perusahaan Pembiayaan wajib secara jelas mencantumkan
dalam anggaran dasarnya kegiatan pembiayaan yang dilakukannya.
Hal ini berlaku juga bagi Perusahaan Umum Pegadaian dan dimuat
dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur pendiriannya. Jumlah
modal disetor atau simpanan pokok dan simpanan wajib bagi
Perusahaan Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut:
1) Perusahaan Swasta Nasional sekurang-kurangnya
Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah).
xxxv
xxxv
2) Perusahaan Patungan Indonesia dan Asing
sekurang-kurangnya Rp 25.000.000.000,00
(Dua Puluh Lima Miliar Rupiah).
3) Koperasi sekurang - kurangnya
Rp 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah).
Pegadaian sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak
mengikuti ketentuan permodalan tersebut, melainkan diatur
tersendiri dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
Pembinaan dan Pengawasan terhadap Perusahaan Pembiayaan
dilakukan oleh Menteri Keuangan. Pelaksanaan pengawasan
dilakukan oleh Departemen Keuangan dibantu oleh Bank Indonesia
(BI) yang diatur dengan surat keputusan bersama. Perusahaan
Pembiayaan yang memperoleh izin usaha lebih dari satu kegiatan
pembiayaan wajib memilih untuk menjadi Perusahaan Pembiayaan
atau Perusahaan Modal Ventura. Perusahaan Pembiayaan yang
telah memilih menjadi Perusahaan Modal Ventura dilarang
melakukan transaksi Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Kartu
Kredit, dan Pembiayaan Konsumen, karena Perusahaan Umum
Pegadaian berada dalam lingkungan Departemen Keuangan, maka
pembinaan dan pengawasan juga dilakukan oleh Menteri
Keuangan. Jenis kegiatan pembiayaan yang dilakukan hanya 1
(satu), yaitu penyediaan dana dengan sistem gadai bagi masyarakat
yang membutuhkannya. Perusahaan Pembiayaan yang melakukan
kegiatan pembiayaan yang bertentangan dengan ketentuan dalam
keputusan ini ,dihentikan kegiatannya atau dicabut izin usahanya.
Penghentian kegiatan atau pencabutan izin usaha dilakukan
setelah diberikan peringatan secara tertulis kepada yang
bersangkutan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan
tenggang waktu 1 (satu) bulan dan dilakukan pembekuan kegiatan
atau izin usaha untuk waktu 6 (enam) bulan sejak peringatan
terakhir, sebab Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara
xxxvi
xxxvi
(BUMN) yang diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah
tentang pendiriannya, maka atas ketentuan tersebut tidak berlaku
bagi Perusahaan Umum Pegadaian, apabila sebelum berakhir masa
pembekuan telah dilakukan perbaikan, maka kegiatan atau izin
usaha diberlakukan kembali, tetapi apabila sampai dengan
berakhirnya masa pembekuan tidak juga dilakukan perbaikan,
kegiatan dihentikan atau izin usaha dicabut sebab Pegadaian adalah
Badan Usaha Milik Negara yang sudah diatur dalam Peraturan
Pemerintah tentang pendiriannya, maka ketentuan mengenai sanksi
tersebut tidak berlaku bagi Pegadaian.
g. Obyek Gadai
Jenis – jenis barang yang dapat diterima sebagai barang jaminan
sebagai berikut :
1) Barang – barang atau benda – benda perhiasan antara lain:
a) Emas
b) Perak
c) Berlian
d) Mutiara
e) Intan
f) Platina
g) Jam
2) Barang – barang berupa kendaraan seperti
a) Sepeda motor
b) Sepeda biasa (termasuk becak)
c) Mobil (termasuk bajaj dan bemo)
3) Barang – barang elektronik
a) Televisi
xxxvii
xxxvii
b) Radio
c) Radio Tape
d) Video
e) Komputer
f) Kulkas
g) Tustel
h) Mesin tik
4) Mesin – mesin
a) Mesin jahit
b) Mesin kapal motor
5) Barang – barang keperluan rumah tangga
a) Barang tekstil berupa pakaian atau kain batik
b) Barang – barang pecah belah dengan catatan bahwa semua
barang – barang yang dijaminkan haruslah dalam kondisi
baik dalam arti masih dapat dipergunakan atau bernilai.
2. Tinjauan tentang Pegadaian Syariah
a. Pengertian Pegadaian Syariah merupakan lembaga keuangan yang
proses pinjam meminjam hanya dikenakan pada bunga yang ada di
Perusahaan Umum Pegadaian diganti dengan biaya penitipan pada
Pegadaian Syariah <http://www.rsi.sg/indonesia/arthakelola>.
b. Tugas Pokok dan Fungsi Pegadaian Syariah
Pegadaian Syariah dibentuk sebagai unit bisnis yang mandiri
dengan maksud untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat
yang mengharapkan adanya layanan pinjam meminjam yang bebas
dari unsur riba yang dilarang menurut syariat Islam dan fungsinya
adalah untuk dapat menjalankan tugas pokok tersebut. Pegadaian
Syariah mempunyai unit organisasi Perusahaan Umum Pegadaian
yang bertanggung jawab mengelola usaha kredit gadai secara
syariah agar mampu berkembang menjadi institusi yang mandiri
xxxviii
xxxviii
dan menjadi pilihan utama masyarakat yang membutuhkan
pelayanan gadai secara syariah.
c. Aspek – aspek pendirian Pegadaian Syariah antara lain sebagai
berikut (Heri Sudarsono,2004: 165-166) :
1) Aspek Legalitas
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang
berdirinya lembaga gadai yang berubah bentuk dari
Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum
Pegadaian adalah badan usaha tunggal yang diberi wewenang
untuk menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
Kemudian misi dari Perusahaan umum Pegadaian disebutkan
pada Pasal 5 ayat (2b), yaitu: pencegahan praktek ijon, riba,
pinjaman tidak wajar lainnya. Pasal – pasal tersebut dapat
dijalankan legitimasi bagi berdirinya Pegadaian syariah.
2) Aspek Permodalan
Modal untuk menjalankan perusahaan gadai adalah
cukup besar, karena selain diperlukan untuk dipinjamkan
kepada nasabah, juga diperlukan investasi untuk
penyimpanan barang gadai. Permodalan gadai syariah bisa
diperoleh dengan sistem bagi hasil, seperti mengumpulkan
dana dari beberapa orang (musyarokah) atau dengan mencari
sumber dana (shahibul mal), seperti bank atau perorangan
untuk mengelola Perusahaan Gadai Syariah (mudhoroboh) .
3) Aspek Sumber Daya Manusia
Keberlangsungan Pegadaian Syariah sangat diperlukan
oleh kemampuan sumber daya manusianya. Sumber Daya
Manusia (SDM) Pegadaian Syariah harus memahami filosofi
gadai dan sistem operasionalisasi gadai syariah. Sumber
xxxix
xxxix
Daya Manusia (SDM) selain mampu menangani masalah
taksiran barang gadai, instrumen pembagian rugi laba atau
jual beli, menangani masalah – masalah yang dihadapi
nasabah yangberhubungan penggunaan uang gadai, juga
berperan aktif dalam syiar islam dimana Pegadaian itu ada.
4) Aspek Sistem dan Prosedur
Sistem dan prosedur gadai harus sesuai dengan prinsip –
prinsip syariah, dimana keberadaannya menekankan
pentingnya gadai syariah, untuk itu gadai syariah merupakan
representasi dari suatu masyarakat dimana gadai itu berada
maka sistem dan prosedural gadai syariah berlaku fleksibel
asalkan sesuai dengan prinsip gadai syariah.
5) Aspek Pengawasan
Untuk menjaga jangan sampai gadai syariah menyalahi
prinsip syariah harus diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah
supaya sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.
6) Aspek Kelembagaan
Sifat kelembagaan mempengaruhi keefektifan sebuah
perusahaan gadai dapat bertahan. Sebagai lembaga yang
relatif belum banyak dikenal masyarakat, Pegadaian syariah
perlu mensosialisakan posisinya sebagai lembaga yang
berbeda dengan gadai konvensional. Hal ini guna
mempertegah keberadaannya sebagai lembaga yang berdiri
untuk memberikan kemaslahatan bagi masyarakat.
d. Tinjauan mengenai Ar- Rahn (Gadai) adalah
Secara etimologis kata ar–rahn berarti tetap, kekal, dan
jaminan. Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang
ditahan tersebut harus memiliki nilai ekonomis, maka pihak yang
xl
xl
menahan dapat memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagaian piutangnya. Aplikasinya dapat
berupa lembaga gadai dan pada bank diterapkan sebagai collateral
atas suatu pembiayaan atau pinjaman (Gemala Dewi,2004: 95).
Ar-Rahn, yaitu : pembiayaan berupa pinjaman dana tunai dengan
jaminan barang bergerak yang relatif nilainya tetap seperti
perhiasan emas, perak, intan, berlian, batu mulia, dan lain-lain
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Rukun dan
syarat dalam rahn adalah syarat al-marhun bih (utang) merupakan
hak yang wajib dikembalikan kepada orang yang berhutang, boleh
dilunasi dengan agunan itu, jelas dan tertentu, syarat al-marhun
(barang yang dijadikan agunan) yaitu : boleh dijual dan nilainya
seimbang dengan utang, bernilai dan dapat dimanfaatkan, jelas dan
tertentu, milik sah orang yang berhutang, tidak terkait dengan hak
orang lain, berupa harta yang utuh, tidak bertebaran bebrapa dalam
tempat, dan boleh diserahkan baik materinya maupun manfaatnya
(Wirdyaningsih,2005: 168).
e. Tinjauan mengenai ijaroh (sewa) adalah
Pengertian al-ijaroh yaitu : antara pemilik barang dengan
penyewa yang membolehkan penyewa memanfaatkan barang
tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan persetujuan kedua
belah pihak. Setelah masa sewa berakhir maka barang
dikembalikan kepada pemiliknya (Warkum Sumitro,1996: 38).
Rukun dan syarat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional, antara
lain: pernyataan ijab dan qobul, pihak – pihak yang berakad, yaitu:
pemberi sewa dan penyewa, obyek kontrak berupa manfaat dari
penggunaan aset dan pembayar sewa, manfaat dari penggunaan
aset dalam ijaroh adalah obyek kontrak yang harus dijamin, karena
rukun yang dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu
sendiri, sighat ijaroh berupa pernyataan dari kedua belah pihak
xli
xli
yang berakad baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang
equivalent dengan cara penawaran dari pemilik aset dan
penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa.
3. Tinjauan tentang Perjanjian
Pasal 1320 KUH Perdata mengatur mengenai syarat sahnya
perjanjian. Untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat (Kartini
Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2005:75), yaitu :
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
merupakan syarat subjektif. Perwujudan dari kehendak dua atau
lebih pihak mengenai hal- hal yang mereka kehendaki untuk
dilaksanakan, mengenai cara melaksanakannya, mengenai saat
pelaksanaan, dan mengenai pihak yang berkewajiban untuk
melaksanakan hal-hal yang telah disepakati tersebut.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hukum merupakan
syarat subjektif. Kecakapan bertindak ini, dalam banyak hal
berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum
c. Suatu hal tertentu
Bahwa hanya kebendaan yang dapat diperdagangkan saja
yang dapat menjadi pokok perjanjian sesuai dengan Pasal 1332
Kitab Undang Undang Hukum Perdata, jadi kebendaan baik yang
berwujud dan tidak berwujud yang berada diluar lapangan harta
kekayaan (diatur dalam Buku II Kitab Undang Undang Hukum
Perdata tentang kebendaan) tidak dapat menjadi pokok perjanjian,
karena kebendaan tersebut tidak masuk dalam rumusan kebendaan
xlii
xlii
dalam menurut Pasal 1332 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
sehingga tidak dapat dijadikan jaminan bagi pelunasan perikatan
orang perorangan tersebut, dan merupakan syarat objektif.
d. Suatu sebab yang halal
Diatur dalam Pasal 1335 sampai Pasal 1337 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata, bahwa yang disebut dengan sebab yang
halal adalah bukan tanpa sebab, bukan tanpa yang palsu, bukan
sebab yang dilarang. Untuk itu, merupakan syarat objektif sahnya
perjanjian.
4. Tinjauan tentang jaminan
a. Pengertian hukum jaminan
Hukum jaminan menurut Salim adalah keseluruhan
kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan
pembebanan jaminan unuk mendapatkan fasilitas kredit.
Hukum jaminan menurut J. Satrio adalah peraturan
hukum yang mengatur jaminan- jaminan piutang seorang
kreditur terhadap debitur (H. Salim, 2005: 6).
b. Asas – asas hukum jaminan adalah
1) Asas publicitet yaitu: bahwa semua hak baik hak
tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan.
2) Asas specialitet yaitu: bahwa hak tanggungan, hak fidusia,
dan hipotek hanya dibebankan atas barang – barang yang
sudah terdaftar atas nama orang tertentu.
3) Asas tak dapat dibagi bagi yaitu: asas dapat dibaginya
hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak
tanggungan, hak fidusia, dan hak gadai walaupun telah
dilakukan pemabayaran sebagian.
xliii
xliii
4) Asas inbezittsleling yaitu: barang jaminan (gadai) harus
berada pada penerima gadai (H. Salim, 2005 : 9).
c. Jenis jaminan
Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku
di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Jaminan materiil (kebendaan) yaitu jaminan kebendaan.
Bahwa dalam arti memberikan hak mendahului di atas
benda – benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan
mengikuti benda yang bersangkutan. Jenis – jenis
jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 (lima),
yaitu :
a) Gadai yang diatur di dalam Bab 20 Buku II Kitab
Undang Undang Hukum Perdata.
b) Hipotek yang datur dalam Bab 21 Buku II Kitab
Undang Undang Hukum Perdata.
c) Credietverband yang diatur dalam Stb. 1908
Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan Stb.
1937 Nomor 190.
d) Hak Tangungan sebagaimana yang diatur dalam
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996.
e) Jaminan fidusia sebagaimana yang diatur dalam
Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999.
2) Jaminan inmateriil (perorangan, yaitu jaminan
perorangan)
Bahwa tidak memberikan hak mendahului di atas
benda – benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta
kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin
xliv
xliv
pemenuhan perikatan yang bersangkutan, yang termasuk
jaminan perorangan adalah penangung (borg) adalah
orang lain yang dapat ditagih, tanggung – menangung
yang serupa dengan tanggung renteng, dan perjanjian
garansi.
5. Tinjauan tentang Gadai
a. Pengertian Gadai menurut Abdulkadir Muhammad adalah hak
yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya, untuk
menjamin suatu hutang dan yang memberikan kekuasaan kepada
kreditur untuk mendapat pelunasan dari benda tersebut lebih
dahulu daripada kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya
untuk melelang benda tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan
untuk pemeliharaan setelah benda itu digadaikan, biaya-biaya
mana harus didahulukan (Abdulkadir Muhammad, 2000: 171).
Ketentuan Pasal 1150 Kitab Undang Undang Hukum Perdata dapat
diuraikan unsur-unsur yang terdapat dalam gadai sebagai berikut :
1) Hak yang diperoleh kreditur atas barang bergerak
2) Benda bergerak itu diserahkan oleh debitur kepada
kreditur
3) Penyerahan benda tersebut untuk jaminan hutang
4) Hak kreditur itu ialah pelunasan piutangnya dengan
kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitur tidak
membayar
5) Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lain
6) Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan di
lunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan
piutang
b. Sifat - Sifat Gadai
xlv
xlv
Sebagai hak kebendaan atas benda jaminan, gadai mempunyai
sifat–sifat khusus (Abdulkadir Muhammad, 2000: 171), sebagai
berikut :
1) Gadai bersifat asesor (accesoir), artinya sebagai pelengkap
dari perjanjian pokok yaitu: hutang-piutang. Adanya gadai
tergantung pada adanya perjanjian pokok hutang-piutang,
tanpa perjanjian hutang-piutang tidak ada gadai.
2) Gadai bersifat jaminan hutang dengan mana benda jaminan
harus dikuasai dan disimpan oleh kreditur.
3) Gadai bersifat tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian
gadai tidak hapus dengan pembayaran sebagian hutang
debitur (Abdulkadir Muhammad, 2000: 171).
c. Terjadinya Gadai
Untuk terjadinya gadai harus dipenuhi persyaratan –
persyaratan yang ditentukan sesuai dengan jenis benda yang
digadaikan. Adapun cara terjadinya gadai adalah sebagai berikut :
1) Cara terjadinya gadai pada benda bergerak bertubuh
(a) Perjanjian Gadai
Bahwa dalam hal ini antara debitur dengan kreditur
mengadakan perjanjian pinjam uang (kredit) dengan janji
sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminan
gadai atau perjanjian untuk memberikan hak gadai
(perjanjian gadai). Perjanjian ini bersifat konsensual dan
obligator. Pasal 1151 Kitab Undang Undang Hukum
Perdata disebutkan bahwa “Perjanjian gadai dapat
dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi
pembuktian perjanjian pokok” . Bahwa dari ketentuan itu
dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian gadai tidak
terikat dengan formalitas tertentu (bebas), sehingga dapat
dibuat secara tertulis maupun lesan dan menurut
ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok
xlvi
xlvi
sesuai dengan syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur
dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum
Perdata.
(b) Penyerahan Benda Gadai
Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum
Perdata disebutkan “ Tidak hak gadai atas benda yang
dibiarkan tetap dalam kekuasaan si debitur ataupun yang
kembali dalam kekuasaan debitur atas kemauan
kreditur”. Bahwa hak gadai terjadinya dengan dibawanya
barang gadai ke luar dari kekuasaan debitur pemberi
gadai. Syarat bahwa barang gadai harus dibawa keluar
dari kekuasaan pemberi gadai ini merupakan syarat
“inbezitstelling”. Inbezitstelling adalah syarat mutlak
yang harus dipenuhi dalam gadai. Barang gadai dikatakan
dibawa keluar dari kekuasaan pemberi gadai jika barang
gadai diserahkan oleh pemberi gadai kepada kreditur atau
pihak ketiga (sebagai pemegang gadai) yang disetujui
oleh kreditur. Mengingat benda gadai harus dibawa ke
luar dari kekuasaan dari pemberi gadai maka diperlukan
suatu penyerahan. Penyerahan benda gadai dapat
dilakukan secara nyata, simbolis, traditio brevi manu
ataupun traditio longa manu. Penyerahan secara
constitutum posseserium tidak menimbulkan hak gadai
karena tidak memenuhi syarat inbezitstelling.
2) Cara terjadinya gadai pada piutang atas bawa (atas tunjuk atau
aantoonder)
Perjanjian gadai antara debitur dengan kreditur dibuat
perjanjian untuk memberikan hak gadai. Perjanjian ini bersifat
konsensual, obligator, dan bentuknya bebas dan penyerahan
surat buktinya Pasal 1152 ayat (1) Kitab Undang Undang
Hukum Perdata menyebutkan bahwa “ Gadai surat atas bawa
terjadi dengan menyerahkan surat itu ke dalam tangan
xlvii
xlvii
pemegang gadai atau pihak ketiga yang disetujui oleh kedua
pihak”. Perlu diketahui bahwa piutang atas bawa (atas tunjuk)
selalu ada surat buktinya, surat bukti ini mewakili piutang.
Surat (piutang) atas bawa (atas tunjuk) adalah surat yang dibuat
debitur dimana diterangkan bahwa debitur berhutang sejumlah
uang tertentu kepada pemegang surat yang diserahkannya ke
dalam tangan penerima gadai. Pemegang berhak menagih
pembayaran dari debitur dengan mengembalikan surat atas
bawa itu kepada debitur.
3) Cara terjadinya gadai pada piutang atas nama
(a) Perjanjian gadai
Debitur dengan kreditur membuat perjanjian gadai.
Perjanjian ini bersifat konsensual, obligator, dan bentuknya
bebas.
(b) Adanya pemberitahuan kepada debitur dari piutang yang
digadaikan.
Pasal 1153 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
menyebutkan bahwa “ Hak gadai piutang atas nama
diadakan dengan memberitahukan penggadaiannya
(perjanjian gadainya) kepada debitur”. Bahwa dalam
memberitahukan ini debitur dapat meminta bukti tertulis
perihal penggadaiannya dan persetujuan dari pemegang
gadai. Setelah itu debitur hanya dapat membayar hutangnya
kepada pemegang gadai.
d. Jangka waktu
Pasal 1155 Kitab Undang Undang Hukum Perdata apabila
tidak ditentukan lain pada dasarnya menentukan bahwa setelah
jangka waktu pinjaman yang telah ditentukan oleh para pihak telah
lampau waktu atau jatuh tempo, kreditur setelah melakukan
peringatan untuk membayar dapat melelang barang gadai dimuka
xlviii
xlviii
umum, untuk mengambil pelunasan sejumlah piutang beserta
bunga dan biaya- biaya lainnya.
Jangka waktu pinjaman adalah selama 4 bulan atau 120 hari.
Jangka waktu pinjaman dihitung sejak tanggal dan bulan
pemberian uang pinjaman sampai dengan batas akhir tanggal
pelunasan atau jatuh tempo, dimana hari besar dan hari minggu
turut dihitung. Jangka waktu dapat diperpanjang dengan jalan
gadai ulang.
e. Gadai ulang
Gadai ulang adalah cara untuk memperpanjang jangka waktu
pinjaman dengan jalan membayar bunga pinjaman yang terhitung
dari saat menjaminkan sampai dengan saat jatuh tempo.
f. Hapusnya Hak Gadai menurut Abdulkadir Muhammad adalah
1) Apabila hutang debitur sudah dilunasi
2) Benda jaminan dilepaskan oleh kreditur dengan sukarela
3) Benda jaminan hilang atau musnah
4) Penerima gadai menjadi pemilik benda jaminan karena
suatu alas hak tertentu (Abdulkadir Muhammad, 2000:
172).
6. Tinjauan tentang Kredit
a. Pengertian Kredit
Arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu
pula dalam bahasa latin kredit berarti “credere” artinya percaya.
Bahwa maksud dari percaya dari pemberi kredit adalah pemberi
xlix
xlix
kredit percaya kepada penerima kredit bahwa kredit yang
disalurkannya pasti dikembalikan sesuai dengan perjanjian,
sedangkan bagi penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan
sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan
jangka waktu. Pengertian kredit menurut Sinungan adalah pemberian
prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu
dikembalikan lagi pada waktu tertentu yang disertai dengan suatu
kontraprestasi yang berupa bunga, pengertian kredit menurut Kotler
adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan pembelian atau
mengadakan pinjaman dengan surat perjanjian, pembayaran
dilakukan dan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang telah
disepakati, dari pengertian kredit tersebut dapat dijelaskan bahwa
kredit adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu
tertentu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Nasabah
menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan sebagai pemberi
pinjaman (kreditur), dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan
membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Bila
masalah ini terjadi maka dapat kita lihat berpindah materi dari yang
memberi kredit kepada yang diberi kredit sehingga terjadi dua pihak
yang terlibat, yaitu:
1) Pihak yang berkelebihan uang yang disebut pemberi kredit
(kreditur)
2) Pihak yang membutuhkan uang yang disebut penerima kredit
(debitur).
Manusia memerlukan kredit karena manusia adalah homo
economicus dan setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan manusia beraneka ragam sesuai dengan
harkatnya yang selalu meningkat, sedangkan kemampuannya untuk
mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas. Hal ini menyebabkan
l
l
manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-
citanya, dalam hal ini manusia harus berusaha, maka untuk
meningkatkan usahanya atau untuk meningkatkan daya guna suatu
barang, manusia sangat memerlukan bantuan dalam bentuk
permodalan. Bantuan pada lembaga keuangan bank maupun non
perbankan disebut kredit, seperti yang dijelaskan tersebut bahwa
pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan. Hal ini berarti
bahwa pinjaman kredit yang diberikan betul-betul yakin bahwa
nasabah atau debitur mengembalikan pinjaman yang diterima sesuai
dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang disetujui oleh kedua
belah pihak, tanpa keyakinan tersebut suatu lembaga kredit tidak
dapat memberikan kredit.
b. Unsur-Unsur Kredit
Penjelasan tersebut dapat diuraikan hal-hal apa saja yang
terkandung dalam pemberian kredit, atau dengan kata lain pengertian
kata kredit jika dilihat secara utuh mengandung makna apa saja,
sehingga jika kita bicara kredit maka termasuk membicarakan unsur-
unsur yang terkandung didalamnya. Adapun unsur-unsur yang
terkandung didalam pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut:
1) Kepercayaan adalah keyakinan dari kreditur bahwa prestasi
yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa
benar – benar diterimanya kembali dalam jangka waktu
tertentu di masa yang datang.
2) Tenggang Waktu adalah suatu masa yang memisahkan antara
pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang diterima pada
masa yang datang.
3) Degree of risk adalah tingkat resiko yang dihadapi setiap
akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara
li
li
pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang diterima di
kemudian hari.
c. Tujuan dan Fungsi Kredit
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu.
Tujuan pemberian kredit tersebut tidak terlepas dari misi bank
tersebut didirikan (Thomas Suyatno,1992: 15). Adapun tujuan utama
pemberian suatu kredit antara lain :
1) Mencari keuntungan, yaitu : bertujuan untuk memperoleh
hasil dari pemberian kredit tersebut. Hal tersebut terutama
dalam bentuk bunga yang diterima oleh Pegadaian sebagai
balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan
kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan
hidup Pegadaian. Jika hidup Pegadaian yang terus menerus
kerugian, maka besar kemungkinan Pegadaian tersebut
dilikuidir atau dibubarkan.
2) Membantu usaha nasabah
Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang
memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk
modal kerja dengan dana tersebut, maka pihak debitur dapat
mengembangkan dan memperluaskan usahanya.
3) Membantu pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh
pihak Perbankan, maka semakin baik mengingat semakin
banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan
lii
lii
diberbagai sektor. Keuntungan bagi pemerintah dengan
menyebarnya pemberian kredit adalah:
(a) Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh
nasabah dan bank.
(b) Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit
pembangunan usaha baru atau perluasan usaha
membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat
menampung tenaga kerja yang masih menganggur.
(c) Meningkatkan jumlah barang dan jasa, bahwa sebagian
besar kredit yang disalurkan dapat meningkatkan
jumlah barang dan jasa yang beredar dimasyarakat.
(d) Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-
produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah
dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit
yang ada dapat menghemat devisa negara.
d. Teknik Penyelesaian Kredit Macet
Penyelamatan terhadap kredit macet dilakukan dengan cara
antara lain:
1) Penjadwalan ulang (Rescheduling)
a) Memperpanjang jangka waktu kredit, dalam hal ini debitur
diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit
misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 bulan
menjadi satu tahun sehingga debitur mempunyai waktu
yang lebih lama untuk mengembalikannya.
b) Memperpanjang jangka waktu angsuran
Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka
waktu kredit, dalam hal ini jangka waktu angsuran
kreditnya diperpanjang pembayarannya, misalnya dari 36
kali menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran
liii
liii
menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah
angsuran
2) Persyaratan ulang (Reconditioning) dengan cara mengubah
berbagai persyaratan yang ada seperti;
a) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok.
b) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu.
Bahwa dalam hal penundaan pembayaran bunga sampai
waktu tertentu, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda
pembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus
dibayar seperti biasa.
c) Penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih
meringankan beban nasabah, sebagai contoh : jika bunga
per tahun sebelumnya dibebankan 20 % diturunkan menjadi
18 %. Hal ini tergantung dari pertimbangan yang
bersangkutan. Penurunan suku bunga mempengaruhi
jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga
diharapkan dapat membantu meringankan nasabah.
d) Pembebasan bunga diberikan kepada nasabah dengan
pertimbangan nasabah sudah mampu lagi membayar kredit
tersebut, tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk
membayar pokok pinjamannya sampai lunas.
3) Penataan ulang (Restructuring) dapat dilakukan dengan
menambah jumlah kredit dan menambah equity dengan menyetor
uang tunai dan tambahan dari pemilik.
4) Gabungan (Kombinasi) merupakan kombinasi dari ketiga jenis
yang diatas.
5) Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah
sudah benar-benar tidak punya itikad baik ataupun sudah tidak
mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.
Kerangka Pemikiran
liv
liv
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
LEMBAGA KEUANGAN
PERBANKAN
Hukum Islam
(Al Qur’an , Hadist, Itjma)
Perusahaan Umum (Perum)
Pegadaian (PP No.103 / 2000
tentang Perusahaan Umum
Pegadaian)
Akad rahn dan ijaroh
Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil
Lembaga Keuangan Non Bank
Pegadaian Syariah
(Fatwa DSN No. 25 / DSN- MUI / III / 2002
tentang rahn dan Fatwa DSN No. 26 / DSN- MUI
/ III / 2002 tentang rahn emas)
Bank Umum
Bank Perkreditan
Rakyat (BPR)
Hukum Perdata (Pasal 1150 -1160 KUH Perdata)
Perjanjian kredit
Komparasi transaksi gadai :
1. Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum
Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
2. Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai menurut Hukum
Perdata dan Hukum Islam
3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan Transaksi Gadai
di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru
Pegadaian
lv
lv
Bentuk usaha lembaga keuangan yang ada di Indonesia terdiri atas 2 (dua),
yaitu : Perbankan dan Lembaga Keuangan Non Bank yang salah satu diantaranya
pegadaian. Lembaga Perbankan disini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Bank Umum
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum mempunyai tugas sebagai
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu –
lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum dalam arti dapat
memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah
operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lau –lintas
pembayaran. Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) lebih sempit jika
dibandingkan dengan kegiatan Bank Umum.
Pegadaian dalam perkembangan usahanya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu
Perusahaan Umum Pegadaian dan Pegadaian syariah. Perusahaan Umum (Perum)
didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang
Perusahaan Umum (Perum) dalam melaksanakan kegiatan usaha menggunakan
sistem bunga, pelaksanaan transaksi gadai didasarkan pada hukum perdata yang
khususnya diatur pada Pasal 1150 – 1160 Kitab Undang Undang Hukum Perdata,
hanya ada satu perjanjian kredit, dan Pegadaian Syariah didirikan berdasarkan
Fatwa DSN No. 25 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn dan Fatwa DSN No. 26
/ DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn Emas dalam melaksanakan kegiatan usaha
menggunakan sistem bagi hasil yang didasarkan pada hukum islam yang diatur
dalam Al Qur’an , Hadist, dan Itjma, terdapat 2 (dua) akad di Pegadaian Syariah
yaitu akad rahn dan akad ijaroh. Akad rahn didasarkan pada jalan sewa menyewa
tempat dan jasa penitipan barang (ijaroh). Untuk itu, terdapat perbedaan –
perbedaan antara Perusahaan Umum Pegadaian dan Pegadaian Syariah khususnya
dalam komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian
Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru, pengaturan komparasi
pelaksanaan transaksi gadai menurut hukum perdata dan hukum islam, dan
lvi
lvi
kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Perusahaan
Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan wawancara terhadap manager Perusahaan Umum (Perum)
Pegadaian Cabang Palur dengan Bapak Erry, S.E, dan pelaksanaan transaksi
gadainya diatur dalam Surat Edaran Nomor: 4 / LB.1.00.221 / 2001, Surat
Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor: Opp.2 / 67 / 5 dan Pegadaian
Syariah Cabang Solo Baru dengan Bapak Kuntoradji, S.E ,serta dengan
didasarkan pada Surat Keputusan Direksi Nomor: 305 / UL3.00.22.3 / 2003 untuk
itu, diperoleh beberapa masukan sebagai berikut :
1. Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum
Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
a. Perusahaan Umum Cabang Palur melalui tahapan – tahapan, antara
lain :
1) Prosedur Pemberian Pinjaman pada Perusahaan Umum Pegadaian
Cabang Palur
a) Tahapan pertama bagi nasabah mengambil dan mengisi
Formulir Permintaan Kredit (FPK), menyerahkan Formulir
Permintaan Kredit (FPK) dengan melampirkan fotocopy KTP
/ identitas lainnya dan Barang Jaminan (BJ) yang dijadikan
jaminan kredit.
b) Tahapan kedua bagi penaksir adalah menerima Formulir
Permintaan Kredit (FPK) dengan lampiran fotocopy KTP /
identitas lain, tanda tangan dan menyerahkan kembali kepada
nasabah sebagai tanda penerimaan barang jaminan (BJ),
melaksanakan taksiran sesuai Buku Peraturan Menaksir
lvii
lvii
(BPM), Pedoman Operasional Kantor Cabang (POKC) dan
Surat Edaran (SE) yang berlaku untuk menetapkan besarnya
nilai taksiran dan uang pinjaman, mencatat nilai taksiran dan
uang pinjaman pada Buku Taksiran Kredit (BTK) dan
menerbitkan Surat Bukti Kredit (SBK), dan Surat Bukti
Kredit (SBK) dibuat rangkap 2 dan didistribusikan ( lembar 1
diserahkan kepada nasabah dan Kitir (K) dwilipat
ditempelkan atau diplombir dengan barang jaminan dan
diserahkan kepada penyimpanan atau pemegang gudang).
c) Tahapan ketiga bagi kasir adalah menjumlahkan potongan
barang jaminan (BJ), taksiran dan uang pinjaman masing-
masing golongan SBK, hasil penjumlahan catat pada Buku
Rekapitulasi Kredit (BRK) dan Buku Penerimaan Barang
Jaminan (BPBJ), menerima Surat Bukti Kredit (SBK) dari
nasabah dan SBK dwilipat dari penaksir selanjutnya
memeriksa keabsahannya, menyiapkan dan melakukan
pembayaran tanda tangan dan Surat Bukti Kredit (SBK) asli
dan dwilipat, Surat Bukti Kredit (SBK) asli beserta uangnya
diserahkan pada nasabah lalu laporan harian kredit
diserahkan ke Asman Administrasi dan Keuangan atau
Bagian Administrasi
d) Tahapan keempat bagi asman administrasi dan keuangan atau
bagian keuangan adalah mencatat semua transaksi pemberian
kredit semua golongan berdasarkan Surat Bukti Kredit (SBK)
dwilipat yang diterima dari kasir ke dalam Kas Kredit (KK)
rangkap 2, selanjutnya dibukukan ke: Buku Kredit, Buku
Kas, dan Buku Kredit lembar 1, dengan lampiran Kas Kredit
lembar 1 dan asli Rekapitulasi Kredit dikirimkan ke Kantor
Wilayah dan buku kas lembar 2 , Kas Kredit (KK) lembar 2
dan Rekapitulasi Kredit (RK) lembar sebagai arsip kantor
cabang, pada akhir jam tutup kantor, berdasarkan badan surat
lviii
lviii
bukti kredit (SBK) dwilipat dan buku kredit rekapitulasi
(BKR) buat Rekapitulasi Kredit (RK) dan dicatat pada
Ikhtisar Kredit dan Pelunasan (IKP).
e) Tahapan kelima bagian gudang adalah menerima barang
jaminan yang ditempel kitir dwilipat Surat Bukti Kredit
(SBK) dari penaksir dan Buku Kredit Rekapitulasi (BKR)
lembar 2 (karbonais) dari Asman, pada akhir jam tutup
kantor, cocokkan barang jaminan yang telah ditempel /
diplomir kitir (K) Surat Bukti Kredit dwilipat dengan Buku
Kredit Rekapitulasi (BKR) dan Buku Penerimaan Barang
Jaminan (BPBJ), apabila harian kas sesuai antara barang
jaminan yang diterima hari itu dengan Buku Penerimaan
Barang Jaminan (BPBJ) selanjutnya ditandatangani dan
dicatat ke dalam Buku Gudang (BG), Barang jaminan (BJ)
disimpan di gudang dan saldo Buku Gudang (BG)
dicocokkan.
2) Prosedur Pembayaran Pinjaman pada Perusahaan Umum
Pegadaian Cabang Palur
a) Tahapan pertama bagi penaksir adalah pengajuan nasabah
(Penaksir membuat surat bukti kredit (SBK) dan Surat bukti
kredit (SBK) lembar 1 kepada nasabah, lembar kedua kepada
kasir).
b) Tahapan kedua bagi kasir adalah menerima badan surat bukti
kredit (SBK) lembar 2 (dwilipat) dari penaksir, kemudian
menerima Surat Bukti Kredit (SBK) dari nasabah dan periksa
keabsahannya, menyiapkan pembayaran, membubuhkan
tanda tangan dan tanda bayar pada surat bukti kredit (asli dan
dwilipat), surat bukti kredit lembar 1 (asli) beserta uangnya
diserahkan kembali kepada nasabah, berdasarkan badan surat
bukti kredit dwilipat catat dalam Laporan Harian Kas (LHK),
Badan surat bukti kredit lembar 2 (dwilipat) didistribusikan
lix
lix
kepada asman administrasi dan keuangan atau bagian
administrasi.
c) Tahapan ketiga bagi asman administrasi dan keuangan /
bagian administrasi adalah menerima badan surat bukti kredit
lembar 2 (dwilipat) dari kasir berdasarkan bukti tersebut catat
dalam Kas Kredit (KK), atas dasar Kas Kredit (KK) dicatat
ke dalam Buku Kas (BK) rangkap dua, Rekapitulasi Kredit
(RK), Ikhtisar Kredit dan Pelunasan (IKP), setiap minggu
buku-buku tersebut diatas didistribusikan: Buku Kas dengan
lampiran Kas Kredit (KK) lembar 1 dikirim ke kantor
wilayah dan buku kas dengan lampiran Kas Kredit (KK)
lembar 2 dibuat Rekapitulasi Kredit serta Ikhtisar Kredit dan
pelunasan sebagai arsip kantor cabang, dan terakhir pada jam
tutup kantor Rekapitulasi Kredit (RK) dicocokan dengan
jumlah barang jaminan yang diterima pada hari itu.
b. Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru melalui tahapan – tahapan, antara lain :
1) Pemberian Pinjaman pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
a) Tahapan pertama bagi Rahin adalah mengambil dan
mengisi Formulir Permintaan Pinjaman (FPP),
menyerahkan Formulir Permintaan Pinjaman (FPP) yang
telah diisi dan ditandatangani dengan melampirkan
fotocopy KTP / identitas lainnya serta marhun yang
dijamin, menerima lembar tulis Formulir Permintaan
Pinajaman (FPP) sebagai tanda bukti penyerahan marhun,
mendatangani Surat Bukti Rahn (SBR) asli dan dwilipat
yang diserahkan oleh kasir pinjaman, menerima sejumlah
uang pinjaman (marhun bih) dan Surat Bukti Rahn asli
lx
lx
(lembar satu), dan menyerahkan kitir Formulir
Permintaan Pinjaman (FPP) kepada kasir.
b) Tahapan kedua bagi penaksir adalah menerima Formulir
Permintaan Pinajaman (FPP) dengan lampiran KTP /
identitas lainnya beserta marhun dari rahin, memeriksa
kelengkapan kebenaran pengujian Formulir Permintaan
Pinajaman dan marhun yang di jaminkan,
menandatangani formulir permintaan pinjaman (pada
badan dan kitirnya) sebagai tanda bukti penerimaan
marhun dari rahin, menyerahkan kitir formulir
permintaan pinjaman kepada rahin, melakukan taksiran
untuk menentukan nilai marhun sesuai dengan Buku
Peraturan Menaksir (BPM) dan Surat Edaran (SE) yang
berlaku, untuk taksiran Marhun Golongan A dapat
langsung diselesaikan oleh penaksir pertama, sedangkan
golongan B,C,D,E harus diselesaikan oleh penaksir kedua
atau pimpinan cabang selaku Kuasa Pemutus Pinjaman
(KPP), menentukan besarnya uang pinjaman (Marhun
Bih) yang dapat diberikan kepada Rahin sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, menentukan biaya administrasi
dan menginformasikan besarnya tarif jasa simpan,
larangan yang harus ditaati oleh penaksir antara lain:
(menetapkan jumlah uang pinjaman (Marhun Bih)
berdasarkan Rahin yang melebihi jumlah taksiran,
mengikir, menyerik atau melepaskan mata dari barang
perhiasan tanpa seijin pemilik, dan menentukan uang jasa
simpan dan biaya administrasi diluar ketentuan yang
berlaku), mengisi atau menulis, dan menandatangani surat
bukti rahn selengkap-lengkapnya sesuai wewenang,
merobek kitir / slip pengambilan surat bukti rahn
lxi
lxi
dwilipat. Kitir / slip pengambilan untuk nomor Marhun,
menyerahkan Surat Bukti Rahn (SBR) asli dan badan
Surat Bukti Rahn (SBR) dwilipat kepada kasir pinjaman,
marhun dimasukkan kedalam kantong / dibungkus dan
ditempeli nomor Marhun dan diplombir, menjumlahkan
potongan Marhun, taksiran dan uang pinjaman, masing-
masing golongan surat bukti rahn dwilipat. Hasil
penjumlahan buku gudang ditulis pada Buku Rekapitulasi
Pinjaman (BRP) dan Buku Serah Terima Marhun
(BSTM), menyerahkan Marhun yang telah diplombir /
diikat kepada bagian gudang dengan menggunakan Buku
Serah Terima Marhun (BSTM) dan membubuhkan tanda
tangan pada kolom-kolom “penyerahan”, bersama-sama
dengan petugas gudang menandatangani kolom serah
terima Marhun pada Buku Serah Terima Marhun.
c) Tahapan ketiga bagi kasir adalah menerima surat bukti
rahn asli dan badan surat bukti rahn dwilipat dari
penaksir, mencocokkan surat bukti rahn tersebut dengan
kitir formulir permintaan pinjaman yang diserahkan oleh
Rahin, menyiapkan dan melakukan pembayaran uang
pinjaman (Marhun Bih) sesuai dengan jumlah yang
tercantum pada surat bukti rahn.
d) Tahapan keempat bagi pemegang gudang / penyimpan
adalah mencocokkan Marhun yang diterima dengan
jumlah yang tertera pada Buku Serah Terima Marhun
(BSTM) dan apabila terdapat cocok membubuhkan tanda
tangan pada kolom “penerimaan”, melakukan pencatatan
di Buku Gudang (BG), dan marhun yang diterima
lxii
lxii
disimpan di gudang sesuai dengan golongan, rubrik dan
bulan pinjaman Marhun.
2) Pelunasan Pinjaman yang diberikan pada Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru
a) Tahapan pertama bagi rahin adalah menyerahkan surat
bukti rahn kepada pegawai perhitungan jasa simpan.
b) Tahapan kedua bagi pegawai penghitung jasa simpan
adalah memeriksa keabsahan surat bukti rahn asli dari
Rahin, menghitung jasa simpan dan mencantumkannya
pada badan surat bukti rahn disertai parafnya,
menyerahkan kembali surat bukti rahn yang telah
dihitung jasa simpan kepada Rahin.
c) Tahapan ketiga bagi rahin adalah menerima surat bukti
rahn yang telah dihitung jasa simpannya dari pegawai
penghitung jasa simpan, menyerahkan surat bukti rahn
yang telah dihitung jasa simpannya kepada kasir beserta
uangnya.
d) Tahapan keempat bagi kasir adalah menerima dan
memeriksa surat bukti rahn asli tentang kelengkapan data
dan keabsahannya, membuat Slip Pelunasan (SP) rangkap
2 (dua), menerima pembayaran dari Rahin (pokok
pinjaman dan jasa simpan) sesuai dengan yang tertera
dalam surat bukti rahn dan Slip Pelunasan,
membubuhkan cap “lunas” dan memberi paraf pada
badan surat bukti rahn dan kitir-kitirnya, mencatat semua
penerimaan pelunasan pinjaman dan pendapatan jasa
simpan dalam Laporan Harian Kas (LHK),
lxiii
lxiii
mendistribusikan surat bukti rahn tersebut sebagai
berikut:
(1) Badan surat bukti rahn diserahkan kepada bagian
administrasi
(2) Lembar 1 slip pelunasan diserahkan kepada Rahin
untuk pengambilan Marhun
(3) Kitir surat bukti rahn diserahkan kepada penyimpan/
pemegang gudang sebagai dasar pengeluaran Marhun
(4) Lembar 2 slip SP disimpan sebagai arsip
e) Tahapan kelima bagi administrasi adalah mencatat setiap
transaksi pelunasan atas dasar surat bukti rahn yang
diterima dari kasir, sesuai dengan golongan dan bulannya
dalam buku pelunasan (BPL) untuk selanjutnya pad akhir
jam kerja dibukukan dalam: Kas Debet (KD) rangkap 2,
Buku Kas (BK) rangkap 2, Buku Rekapitulasi Pelunasan
(BRP), Ikhtisar pinjaman dan Pelunasan (IPP) dan
mendistribusikan : Lembar Ikhtisar Kas Debet dan Buku
Kas ke kantor wilayah danLembar 2 Kas Debet dan Buku
Kas sebagai arsip, setiap akhir jam kerja mencocokkan
dengan RPL dengan Buku Gudang (BG).
f) Tahapan keenam bagian gudang adalah menerima kitir
surat bukti rahn bagian “luar” dari kasir sebagai dasar
untuk mengambil Marhun yang ditebus, mencocokkan
nomor kitir “dalam” yang diterima dari rahin dan nomor
kitir yang ada pada Marhun, apabila telah sesuai, melepas
kitir yang ada pada Marhun dan menyerahkan Marhun
kepada Rahin, atas dasar kitir “dalam” dan kitir Marhun,
lxiv
lxiv
pengeluaran Marhun dicatat dalam Buku Gudang (BG),
dan terakhir setiap akhir jam kerja mencocokkan Buku
Gudang dengan RPL yang ada pada bagian administrasi.
2. Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai Menurut Hukum
Perdata dan Hukum Islam
a. Hukum perdata diatur dalam Pasal 1150 sampai Pasal 1160 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata, dan Surat Keputusan Direksi
Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor 4 /
LB.1.00.221 / 2001,Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian
Nomor Opp.2 / 67 / 5
b. Hukum islam diatur dalam Al Qur’an, hadist , itjma, Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 25 tentang rahn dan Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 26 tentang rahn emas.
3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan Transaksi Gadai di
Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru
a. Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur adalah
1) Faktor ekternal, yaitu :
a) Perubahan tekonologi yang cepat
b) Kesadaran masyarakat (nasabah pegadaian) tentang
pemahaman ketentuan-ketentuan perjanjian kredit kurang
dipahami.
2) Faktor internal, yaitu :
a) Penerapan aturan syarat kredit masing-masing cabang
masih belum ada persamaan persepsi dalam standartisasi
aturan
lxv
lxv
b) Perubahan sistem teknologi informasi lembaga keuangan di
pegadaian masih perlu ditingkatkan
c) Kecurangan aparat
d) Pencurian / perampokan
b. Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru adalah
1) Faktor ekternal, yaitu :
a) Perubahan tekonologi yang cepat
b) Perubahan regulasi pemain baru masuk ke bisnis gadai.
2) Faktor internal, yaitu :
a) Masuknya barang-barang palsu seperti emas kadar rendah,
emas lapis tebal dengan teknologi pelapisan canggih,
berlian suntik dll.
b) Pencurian / perompakan.
c) Barang rusak, lelang tidak laku.
d) Kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk
mengoperasikan usaha syariah masih kurang, serta
kecurangan aparat.
B. Pembahasan
1. Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai pada Perusahaan Umum
Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
a. Perusahaan Umum Cabang Palur melalui tahapan – tahapan,
antara lain :
1) Prosedur Pemberian Pinjaman pada Perusahaan Umum
Pegadaian Cabang Palur
a) Tahapan pertama bagi nasabah mengambil dan
mengisi Formulir Permintaan Kredit (FPK),
menyerahkan Formulir Permintaan Kredit (FPK)
lxvi
lxvi
dengan melampirkan fotocopy KTP / identitas lainnya
dan Barang Jaminan (BJ) yang dijadikan jaminan
kredit.
b) Tahapan kedua bagi penaksir adalah menerima
Formulir Permintaan Kredit (FPK) dengan lampiran
fotocopy KTP / identitas lain, tanda tangan dan
menyerahkan kembali kepada nasabah sebagai tanda
penerimaan barang jaminan (BJ), melaksanakan
taksiran sesuai Buku Peraturan Menaksir (BPM),
Pedoman Operasional Kantor Cabang (POKC) dan
Surat Edaran (SE) yang berlaku untuk menetapkan
besarnya nilai taksiran dan uang pinjaman, mencatat
nilai taksiran dan uang pinjaman pada Buku Taksiran
Kredit (BTK) dan menerbitkan Surat Bukti Kredit
(SBK), dan Surat Bukti Kredit (SBK) dibuat rangkap
2 dan didistribusikan ( lembar 1 diserahkan kepada
nasabah dan Kitir (K) dwilipat ditempelkan atau
diplombir dengan barang jaminan dan diserahkan
kepada penyimpanan atau pemegang gudang).
c) Tahapan ketiga bagi kasir adalah menjumlahkan
potongan barang jaminan (BJ), taksiran dan uang
pinjaman masing-masing golongan SBK, hasil
penjumlahan catat pada Buku Rekapitulasi Kredit
(BRK) dan Buku Penerimaan Barang Jaminan
(BPBJ), menerima Surat Bukti Kredit (SBK) dari
nasabah dan SBK dwilipat dari penaksir selanjutnya
memeriksa keabsahannya, menyiapkan dan
melakukan pembayaran tanda tangan dan Surat Bukti
Kredit (SBK) asli dan dwilipat, Surat Bukti Kredit
lxvii
lxvii
(SBK) asli beserta uangnya diserahkan pada nasabah
lalu laporan harian kredit diserahkan ke Asman
Administrasi dan Keuangan atau Bagian Administrasi
d) Tahapan keempat bagi asman administrasi dan
keuangan atau bagian keuangan adalah mencatat
semua transaksi pemberian kredit semua golongan
berdasarkan Surat Bukti Kredit (SBK) dwilipat yang
diterima dari kasir ke dalam Kas Kredit (KK) rangkap
2, selanjutnya dibukukan ke: Buku Kredit, Buku Kas,
dan Buku Kredit lembar 1, dengan lampiran Kas
Kredit lembar 1 dan asli Rekapitulasi Kredit
dikirimkan ke Kantor Wilayah dan buku kas lembar 2
, Kas Kredit (KK) lembar 2 dan Rekapitulasi Kredit
(RK) lembar sebagai arsip kantor cabang, pada akhir
jam tutup kantor, berdasarkan badan surat bukti kredit
(SBK) dwilipat dan buku kredit rekapitulasi (BKR)
buat Rekapitulasi Kredit (RK) dan dicatat pada
Ikhtisar Kredit dan Pelunasan (IKP).
e) Tahapan kelima bagian gudang adalah menerima
barang jaminan yang ditempel kitir dwilipat Surat
Bukti Kredit (SBK) dari penaksir dan Buku Kredit
Rekapitulasi (BKR) lembar 2 (karbonais) dari Asman,
pada akhir jam tutup kantor, cocokkan barang
jaminan yang telah ditempel / diplomir kitir (K) Surat
Bukti Kredit dwilipat dengan Buku Kredit
Rekapitulasi (BKR) dan Buku Penerimaan Barang
Jaminan (BPBJ), apabila harian kas sesuai antara
barang jaminan yang diterima hari itu dengan Buku
lxviii
lxviii
Penerimaan Barang Jaminan (BPBJ) selanjutnya
ditandatangani dan dicatat ke dalam Buku Gudang
(BG), Barang jaminan (BJ) disimpan di gudang dan
saldo Buku Gudang (BG) dicocokkan.
2) Prosedur Pembayaran Pinjaman pada Perusahaan Umum
Pegadaian Cabang Palur
a) Tahapan pertama bagi penaksir adalah pengajuan
nasabah (Penaksir membuat surat bukti kredit (SBK)
dan Surat bukti kredit (SBK) lembar 1 kepada
nasabah, lembar kedua kepada kasir).
b) Tahapan kedua bagi kasir adalah menerima badan
surat bukti kredit (SBK) lembar 2 (dwilipat) dari
penaksir, kemudian menerima Surat Bukti Kredit
(SBK) dari nasabah dan periksa keabsahannya,
menyiapkan pembayaran, membubuhkan tanda tangan
dan tanda bayar pada surat bukti kredit (asli dan
dwilipat), surat bukti kredit lembar 1 (asli) beserta
uangnya diserahkan kembali kepada nasabah,
berdasarkan badan surat bukti kredit dwilipat catat
dalam Laporan Harian Kas (LHK), Badan surat bukti
kredit lembar 2 (dwilipat) didistribusikan kepada
asman administrasi dan keuangan atau bagian
administrasi.
c) Tahapan ketiga bagi asman administrasi dan
keuangan / bagian administrasi adalah menerima
badan surat bukti kredit lembar 2 (dwilipat) dari kasir
berdasarkan bukti tersebut catat dalam Kas Kredit
(KK), atas dasar Kas Kredit (KK) dicatat ke dalam
Buku Kas (BK) rangkap dua, Rekapitulasi Kredit
(RK), Ikhtisar Kredit dan Pelunasan (IKP), setiap
minggu buku-buku tersebut diatas didistribusikan:
Buku Kas dengan lampiran Kas Kredit (KK) lembar 1
dikirim ke kantor wilayah dan buku kas dengan
lampiran Kas Kredit (KK) lembar 2 dibuat
lxix
lxix
Rekapitulasi Kredit serta Ikhtisar Kredit dan
pelunasan sebagai arsip kantor cabang, dan terakhir
pada jam tutup kantor Rekapitulasi Kredit (RK)
dicocokan dengan jumlah barang jaminan yang
diterima pada hari itu.
b. Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru
Komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Pegadaian
Syariah Cabang Solo Baru melalui tahapan – tahapan, antara
lain :
1) Pemberian Pinjaman pada Pegadaian Syariah Cabang Solo
Baru
a) Tahapan pertama bagi Rahin adalah mengambil dan
mengisi Formulir Permintaan Pinjaman (FPP),
menyerahkan Formulir Permintaan Pinjaman (FPP)
yang telah diisi dan ditandatangani dengan
melampirkan fotocopy KTP / identitas lainnya serta
marhun yang dijamin, menerima lembar tulis
Formulir Permintaan Pinajaman (FPP) sebagai
tanda bukti penyerahan marhun, mendatangani
Surat Bukti Rahn (SBR) asli dan dwilipat yang
diserahkan oleh kasir pinjaman, menerima sejumlah
uang pinjaman (marhun bih) dan Surat Bukti Rahn
asli (lembar satu), dan menyerahkan kitir Formulir
Permintaan Pinjaman (FPP) kepada kasir.
b) Tahapan kedua bagi penaksir adalah menerima
Formulir Permintaan Pinajaman (FPP) dengan
lampiran KTP / identitas lainnya beserta marhun
dari rahin, memeriksa kelengkapan kebenaran
pengujian Formulir Permintaan Pinajaman dan
marhun yang di jaminkan, menandatangani formulir
permintaan pinjaman (pada badan dan kitirnya)
lxx
lxx
sebagai tanda bukti penerimaan marhun dari rahin,
menyerahkan kitir formulir permintaan pinjaman
kepada rahin, melakukan taksiran untuk
menentukan nilai marhun sesuai dengan Buku
Peraturan Menaksir (BPM) dan Surat Edaran (SE)
yang berlaku, untuk taksiran Marhun Golongan A
dapat langsung diselesaikan oleh penaksir pertama,
sedangkan golongan B,C,D,E harus diselesaikan
oleh penaksir kedua atau pimpinan cabang selaku
Kuasa Pemutus Pinjaman (KPP), menentukan
besarnya uang pinjaman (Marhun Bih) yang dapat
diberikan kepada Rahin sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, menentukan biaya administrasi dan
menginformasikan besarnya tarif jasa simpan,
larangan yang harus ditaati oleh penaksir antara
lain: (menetapkan jumlah uang pinjaman (Marhun
Bih) berdasarkan Rahin yang melebihi jumlah
taksiran, mengikir, menyerik atau melepaskan mata
dari barang perhiasan tanpa seijin pemilik, dan
menentukan uang jasa simpan dan biaya
administrasi diluar ketentuan yang berlaku), mengisi
atau menulis, dan menandatangani surat bukti rahn
selengkap-lengkapnya sesuai wewenang, merobek
kitir / slip pengambilan surat bukti rahn dwilipat.
Kitir / slip pengambilan untuk nomor Marhun,
menyerahkan Surat Bukti Rahn (SBR) asli dan
badan Surat Bukti Rahn (SBR) dwilipat kepada
kasir pinjaman, marhun dimasukkan kedalam
kantong / dibungkus dan ditempeli nomor Marhun
dan diplombir, menjumlahkan potongan Marhun,
taksiran dan uang pinjaman, masing-masing
golongan surat bukti rahn dwilipat. Hasil
lxxi
lxxi
penjumlahan buku gudang ditulis pada Buku
Rekapitulasi Pinjaman (BRP) dan Buku Serah
Terima Marhun (BSTM), menyerahkan Marhun
yang telah diplombir / diikat kepada bagian gudang
dengan menggunakan Buku Serah Terima Marhun
(BSTM) dan membubuhkan tanda tangan pada
kolom-kolom “penyerahan”, bersama-sama dengan
petugas gudang menandatangani kolom serah terima
Marhun pada Buku Serah Terima Marhun (BSTM).
c) Tahapan ketiga bagi kasir adalah menerima surat
bukti rahn asli dan badan surat bukti rahn dwilipat
dari penaksir, mencocokkan surat bukti rahn
tersebut dengan kitir formulir permintaan pinjaman
yang diserahkan oleh Rahin, menyiapkan dan
melakukan pembayaran uang pinjaman (Marhun
Bih) sesuai dengan jumlah yang tercantum pada
surat bukti rahn.
d) Tahapan keempat bagi pemegang gudang /
penyimpan adalah mencocokkan Marhun yang
diterima dengan jumlah yang tertera pada Buku
Serah Terima Marhun (BSTM) dan apabila terdapat
cocok membubuhkan tanda tangan pada kolom
“penerimaan”, melakukan pencatatan di Buku
Gudang (BG), dan marhun yang diterima disimpan
di gudang sesuai dengan golongan, rubrik dan bulan
pinjaman Marhun.
2) Pelunasan Pinjaman yang diberikan pada Pegadaian
Syariah Cabang Solo Baru
a) Tahapan pertama bagi rahin adalah menyerahkan surat
bukti rahn kepada pegawai perhitungan jasa simpan.
b) Tahapan kedua bagi pegawai penghitung jasa simpan
adalah memeriksa keabsahan surat bukti rahn asli dari
lxxii
lxxii
Rahin, menghitung jasa simpan dan mencantumkannya
pada badan surat bukti rahn disertai parafnya,
menyerahkan kembali surat bukti rahn yang telah
dihitung jasa simpan kepada Rahin.
c) Tahapan ketiga bagi rahin adalah menerima surat bukti
rahn yang telah dihitung jasa simpannya dari pegawai
penghitung jasa simpan, menyerahkan surat bukti rahn
yang telah dihitung jasa simpannya kepada kasir beserta
uangnya.
d) Tahapan keempat bagi kasir adalah menerima dan
memeriksa surat bukti rahn asli tentang kelengkapan
data dan keabsahannya, membuat Slip Pelunasan (SP)
rangkap 2 (dua), menerima pembayaran dari Rahin
(pokok pinjaman dan jasa simpan) sesuai dengan yang
tertera dalam surat bukti rahn dan Slip Pelunasan,
membubuhkan cap “lunas” dan memberi paraf pada
badan surat bukti rahn dan kitir-kitirnya, mencatat
semua penerimaan pelunasan pinjaman dan pendapatan
jasa simpan dalam Laporan Harian Kas (LHK),
mendistribusikan surat bukti rahn tersebut sebagai
berikut:
(1) Badan surat bukti rahn diserahkan kepada bagian
administrasi
(2) Lembar 1 slip pelunasan diserahkan kepada Rahin
untuk pengambilan Marhun
(3) Kitir surat bukti rahn diserahkan kepada
penyimpan/ pemegang gudang sebagai dasar
pengeluaran Marhun
(4) Lembar 2 slip SP disimpan sebagai arsip
e) Tahapan kelima bagi administrasi adalah mencatat
setiap transaksi pelunasan atas dasar surat bukti rahn
lxxiii
lxxiii
yang diterima dari kasir, sesuai dengan golongan dan
bulannya dalam buku pelunasan (BPL) untuk
selanjutnya pad akhir jam kerja dibukukan dalam: Kas
Debet (KD) rangkap 2, Buku Kas (BK) rangkap 2,
Buku Rekapitulasi Pelunasan (BRP), Ikhtisar pinjaman
dan Pelunasan (IPP) dan mendistribusikan : Lembar
Ikhtisar Kas Debet dan Buku Kas ke kantor wilayah
danLembar 2 Kas Debet dan Buku Kas sebagai arsip,
setiap akhir jam kerja mencocokkan dengan RPL
dengan Buku Gudang (BG).
f) Tahapan keenam bagian gudang adalah menerima kitir
surat bukti rahn bagian “luar” dari kasir sebagai dasar
untuk mengambil Marhun yang ditebus, mencocokkan
nomor kitir “dalam” yang diterima dari rahin dan
nomor kitir yang ada pada Marhun, apabila telah sesuai,
melepas kitir yang ada pada Marhun dan menyerahkan
Marhun kepada Rahin, atas dasar kitir “dalam” dan kitir
Marhun, pengeluaran Marhun dicatat dalam Buku
Gudang (BG), dan terakhir setiap akhir jam kerja
mencocokkan Buku Gudang dengan RPL yang ada
pada bagian administrasi.
2. Pengaturan Komparasi Pelaksanaan Transaksi Gadai Menurut Hukum
Perdata dan Hukum Islam
a. Hukum perdata diatur dalam Pasal 1150 sampai Pasal 1160 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata
1) Pasal 1150 Kitab Undang Undang HukumPerdata
Gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu
benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur
atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang
dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk
mendapat pelunasan dari benda tersebut lebih dahulu
lxxiv
lxxiv
daripada kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya
untuk melelang benda tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk pemeliharaan setelah benda itu
digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
2) Pasal 1151 Kitab Undang Undang HukumPerdata
Persetujuan gadai dibuktikkan dengan segala alat
yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya
dapat diketahui bahwa pemberian gadai harus mengikuti
suatu perjanjian pokok, dalam hal perjanjian pokok yang
menjadi dasar pemberian gadai adalah suatu perjanjian
yang tidak memerlukan suatu bentuk formalitas bagi
sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai juga
dapat diberikan dengan cara yang sama yaitu menurut
ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok
tersebut.
3) Pasal 1152 Kitab Undang Undang HukumPerdata
Hak gadai atas benda – benda bergerak dan atas
piutang – piutang bawa diletakkan dengan membawa
barang gadainya dibawah kekuasaan kreditor atau seorang
pihak ketiga tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah
pihak, tidak sah adalah hak gadai atas segala benda yang
dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atau pemberi gadai
ataupun yang kembali atas kemauan kreditor, hak gadai
hapus apabila barangnya gadai keluar dari kekuasaan
penerima gadai, jika barang tersebut hilang dari tangan
penerima gadai ini atau dicuri, maka berhak menuntutnya
kembali sesuai dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan
apabila barang gadai didapatnya kembali, hak gadai
dianggap tidak pernah hilang, hal tidak berkuasanya
pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan barang
gadainya, tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada
kreditor yang telah menerima barang tersebut dalam gadai,
lxxv
lxxv
dengan tidak mengurangi hak yang kehilangan atau
kecurian barang itu, untuk menuntutnya kembali, jadi
sebagai suatu bentuk perjanjian riil kesepakatan pemberian
gadai lahir pada saat barang atau benda yang dijaminkan
dalam bentuk gadai diserahkan dengan pengertian
dikeluarkan penguasaannya dari pemilik benda tersebut
sebagai pemberi gadai, kepada penerima gadai, yang
merupakan kreditor atau pihak ketiga telah disepakati
secara bersama oleh kreditor dan pemberi gadai. Adanya
kesepakatan dibuktikan dengan dikeluarkannya benda gadai
dari penguasaan pemilik benda tersebut.
4) Pasal 1153 Kitab Undang Undang HukumPerdata
Terhadap piutang atas tunjuk harus dilakukan
endosemen dan penyerahan surat piutang atas tunjuk
tersebut oleh pemberi gadai, selaku pemilik piutang atas
nama tersebut, kepada kreditor atau pihak ketiga yang
disetujui secara bersama sebagai penerima gadai, terhadap
piutang atas nama gadai baru berlaku saat pemberitauan
kepada siapa gadai harus dilaksanakan, telah dilakukan,
Kitab Undang Undang Hukum Perdata tidak menentukan
wujud dari pemberitauan tersebut, untuk itu pemberitauan
dapat dilakukan secara lisan.
5) Pasal 1154 Kitab Undang Undang HukumPerdata
Hak untuk menjual benda gadai tersebut tidak
memberikan hak kepada kreditor untuk memiliki atau
menjadi pemilik dari benda yang digadaikan kepadanya
tersebut. Apabila debitor atau pemberi gadai tidak
memenuhi kewajiban-kewajibannya, maka tidak
diperkenankan kreditor memiliki barang yang digadaikan,
segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal.
6) Pasal 1155 Kitab Undang Undang HukumPerdata
lxxvi
lxxvi
Eksekusi gadai dapat ditemukan dalam dua pasal,
yaitu dalam Pasal 1155 dan Pasal 1156 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata bahwa dalam Pasal 1155 kreditor
diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai saat debitor
cedera janji. Sebelum kreditor menyuruh jual benda yang
digadaikan maka harus memberitahukan terlebih dahulu
mengenai maksudnya tersebut kepada debitor atau pemberi
gadai. Pemberitahuan tersebut berlaku sah saat dalam
perjanjian pokok dan perjanjian gadainya telah ditentukan
suatu jangka waktu, dan jangka waktu tersebut telah
lampau sedangkan debitor sendiri telah tidak memenuhi
kewajibannya tersebut, sedangkan Pasal 1156 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata memberikan mekanisme
penjualan benda gadai berdasarkan penetapan pengadilan.
7) Pasal 1157 Kitab Undang Undang HukumPerdata
Menunjukkan pada sebagai seorang yang memegang
atau memangku sesuatu kedudukan berkuasa atas benda
milik orang lain berkewajiban untuk memelihara kebendaan
tersebut dengan baik, sebagaimana halnya seorang pemilik
benda, dalam hal demikian, maka pemberi gadai
berkewajiban untuk mengeluarkan biaya yang diperlukan
untuk menyelamatkan benda tersebut. Selanjutnya pemilik
dari benda tersebut berkewajiban untuk menggantikan
segala biaya yang telah dikeluarkan oleh pemberi gadai
atau yang telah berkuasa untuk menyelamatkan benda
tersebut.
8) Pasal 1158 Kitab Undang Undang HukumPerdata
Menyatakan bahwa bunga yang diperoleh dari piutang
yang digadaikan mengikuti piutang yang digadaikan
tersebut.
9) Pasal 1159 Kitab Undang Undang HukumPerdata
lxxvii
lxxvii
Menyatakan bahwa penguasaan pemegang gadai tetap
dipertahankan hingga dilunasinya seluruh kewajiban
debitor, kecuali pemegang gadai menyalahgunakan benda
yang digadaikan.
10) Pasal 1160 Kitab Undang Undang HukumPerdata
Bahwa selama utang pokok belum dilunasi atau
dibayar semuanya maka gadai tidak dapat dihapus dengan
pengertian kreditor tidak berkewajiban untuk
mengembalikan barang yang digadaikan kepada kreditor.
Hal ini adalah konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1160
ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (yang mana
perlu diperhatikan sehubungan dengan hal tertentu dalam
pemberian gadai adalah yang berhubungan dengan
besarnya nilai tanggungan).
b. Menurut Hukum Islam
1) Al-Qur' an
“Jika kamu dalam perjalanan (dan kamu melaksanakan
muammalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dapat dijadikan sebagai peganggan (oleh
yang mengutangkan), tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercaya itu menunaikan amanat(utangnya) dan hendaknya
ia bertaqwa kepada Allah Swt” (QS. Al-Baqarah (2) : 283).
2) Al-Hadist
Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Aisah berkata,”
Rasullulah pernah memberi makanan dari orang yahudi dan
beliau menggadaikan kepadannya baju besi beliau” (HR.
Bukhari dan Muslim). Dari Anas. ra berkata, ”Rasullulah
lxxviii
lxxviii
Saw menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di
madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga
beliau”.(HR.Bukhari, Ahmad, Nasa'i dan Ibnu Majah).
3) Ijtihad Ulama.
Perjanjian gadai yang diajarkan dalam al-Quran dan Al-
Hadist itu dalam perkembangan selanjutnya di lanjutkan oleh
para fuqaha dengan jalan Ijtihat, dengan kesepakatan para
ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak
mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan
landasan hukumnya.
Asy-Syafi'I mengatakan Allah SWT, tidak menjadikan
hukum kecuali dengan barang berkriteria jelas dalam serah
terima, jika kriteria berbeda dengan aslinya, maka wajib tidak
ada keputusan.
Mazhab Maliki berpendapat, gadai wajib dengan akad
(setelah akad) orang yang menggadaikan (rahn) di paksakan
untuk menyerahkan borg (jaminan) untuk di pegang oleh
yang memegang gadaian (murtahin), jika borg sudah berada
di tangan pemegang gadaian (murtahin), orang yang
menggadaikan(rahin) mempunyai hak memanfaatkan,
berbeda dengan pendapat Imam Syafi'i yang mengatakan, hak
memanfaat berlaku selama tidak merugikan/ membahayakan
pemegang gadai.
4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002,
tanggal 26 Juni 2002, ketentuan sebagai berikut :
a) Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk
menahan Marhun (barang) sampai semua hutang rahin
(yang menyebabkan barang) dilunasi.
lxxix
lxxix
b) Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada
prinsipnya Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh
murtahin kecuali seizin rahin dengan tidak mengurangi
nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti
biaya pemeliharaan perawatannya.
c) Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya
menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga
oleh murtahin sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
d) Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak
boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
e) Penjualan Marhun
1) Apabila jatuh tempo murtahin harus
memperingatkan rahin untuk segera melunasi
hutangnya.
2) Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya
maka marhun dijual paksa / dieksekusi
5) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002,
ketentuan sebagai berikut :
a) Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn
b) Ongkos dan biaya pemeliharaan barang (marhun)
ditanggung oleh penggadai (rahin)
c) Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan
pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.
d) Biaya pemeliharaan barang (marhun) dilakukan akad ijaroh
3. Kendala – Kendala yang Terjadi dalam Pelaksanaan Transaksi Gadai di
Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur dan Pegadaian Syariah
Cabang Solo Baru
a. Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur adalah
lxxx
lxxx
1) Faktor ekternal, yaitu :
a) Perubahan tekonologi yang cepat dikarenakan
dengan perkembangan negara dalam meningkatkan
kemajuan di bidang ilmu dan pengetahuan sehingga
mempengaruhi agunan cepat daluarsa
b) Kesadaran masyarakat (nasabah pegadaian) tentang
pemahaman ketentuan-ketentuan perjanjian kredit
kurang dipahami.
2) Faktor internal, yaitu :
a) Penerapan aturan syarat kredit masing-masing
cabang masih belum ada persamaan persepsi dalam
standartisasi aturan, misal: dalam masalah
penggunaan fotokopi kartu tanda penduduk bagi
para nasabah pegadaian yang berbeda dengan
pegadaian di lain kota yang tidak memerlukan
fotokopi kartu tanda penduduk untuk menjadi
nasabah di pegadaian
b) Perubahan sistem teknologi informasi lembaga
keuangan di pegadaian masih perlu ditingkatkan
dalam masalah penebusan gadai yang mana seorang
nasabah yang berada di kota lain harus menebus
bunga tersebut sesuai dengan tempat atau kota di
mana dilakukannya gadai itu dilakukan.
c) Kecurangan aparat.
d) Pencurian / perampokan.
Cara mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam
pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum Pegadaian
Cabang Palur adalah
lxxxi
lxxxi
1. Meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) dalam memudahkan transaksi
pelaksanaan gadai.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mematuhi aturan tentang pelaksanaan gadai
3. Melakukan pemahaman secara efektif dan
efisiensi terhadap standarisasi di semua pegadaian
dalam pelaksanaan transaksi gadai.
4. Penciptaan alat teknologi yang baru sehingga
mendukung nasabah dalam transaksi gadai lebih
mudah.
5. Penegakan hukum secara tegas kepada aparat
yang melakukan kecurangan.
6. Meningkatkan pola pengawasan keamanan
terhadap barang – barang jaminan.
b. Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru adalah
1) Faktor ekternal, yaitu :
a) Perubahan tekonologi yang cepat dikarenakan
dengan perkembangan negara dalam meningkatkan
kemajuan di bidang ilmu dan pengetahuan sehingga
mempengaruhi agunan cepat daluarsa.
b) Perubahan regulasi pemain baru masuk ke bisnis
gadai.
2) Faktor internal, yaitu :
a) Masuknya barang-barang palsu seperti emas kadar
rendah, emas lapis tebal dengan teknologi pelapisan
canggih, berlian suntik dll
b) Pencurian / perompakan.
c) Barang rusak, lelang tidak laku.
lxxxii
lxxxii
d) Kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk
mengoperasikan usaha syariah masih kurang, serta
kecurangan aparat
Cara mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam
pelaksanaan transaksi gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Solo
Baru adalah
1. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
memudahkan transaksi pelaksanaan gadai.
2. Mengefektivitaskan penerapan Undang – Undang
guna mencegah praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat antar para pihak.
3. Meningkatkan upaya preventif dalam mengatasi
masalah pemalsuan barang.
4. Meningkatkan keamanan barang jaminan dengan
berkoordinasi dengan pihak kepolisian.
5. Memberikan jaminan harga terhadap barang jaminan.
6. Meningkatkan peningkatan sumber daya manusia
(SDM) dapat lebih berkualitas.
Tata cara atau prosedur untuk menggadaikan suatu barang demi
memperoleh sejumlah kredit yang diberikan Pegadaian Syariah kepada
nasabahnya harus melalui tahapan-tahapan administrasi yang telah ditetapkan oleh
Pegadaian Syariah yang bersangkutan. Pada umumnya tata cara Pegadaian barang
di Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional hampir sama, namun terdapat
perbedaan dalam beberapa hal antara lain: dalam Pegadaian Syariah kwitansi
gadai dinamakan dengan Surat Bukti Rahn (SBR), pengembalian keuntungan
berupa upah (fee) atas jasa penyewaan tempat untuk menitipkan barang, profesi
dan tujuan peminjaman uang nasabah diketahui oleh Pegadaian, pemberian jasa
(fee) per sepuluh hari, terdapat dua akad, yaitu akad rahn dan akada ijaroh,
lxxxiii
lxxxiii
sedangkan Pegadaian Konvensional adalah kwintansi gadai dinamakan dengan
Surat Bukti Kredit (SBK), pengembalian keuntungan berupa sewa modal yang
ditentukan melaui besaran persentase dari jumlah kredit yang diminta, profesi dan
tujuan peminjaman uang nasabah tidak diketahui oleh Pegadaian, pemberian uang
sewa modal per lima belas hari, dan hanya ada satu perjanjian kredit.
Perbedaan tersebut merupakan ciri khas karekteristik antara Pegadaian
konvensional dengan pegadaian syariah. Dapat diketahui bahwa pengambilan
keuntungan pegadaian syariah telah sesuai dengan ketentuan syariah yaitu dengan
cara mengambil keuntugan dengan lewat jalan sewa menyewa tempat dan jasa
penitipan barang (ijaroh) sehingga terbebas dari unsur riba dalam melakukan
bisnis tersebut. Profesi dan tujuan peminjaman uang oleh nasabah juga diketahui
oleh Pegadaian Syariah agar diketahui penyaluran dana pinjaman tersebut tidak
disalahgunakan oleh nasabah untuk keperluan-keperluan diluar ketentuan dari
prinsip-prinmsip syariah. Karekteristik lain yang membedakan Pegadaian Syariah
dengan Pegadaian Konvensioanal yaitu adanya dua perjanjian dalam transaksi
gadai di Pegadaian Syariah. Hal ini terjadi karena adanya pemisahan antara unsur
tolong menolong dan unsur pengambilan keuntungan di dalam gadai syariah.
Akad yang terdapat dalam gadai di pegadaian syariah yaitu akad rahn (perjanjian
gadai) dan akad ijaroh (sewa). Akad rahn disini di dalam syariah bertujuan untuk
menolong sesama manusia yang membutuhkan dan akad ijaroh disini bertujuan
untuk mengambil suatu keuntungan dalam suatu transaksi bisnis. Sehingga adanya
dua akad tersebut saling melengakapi antara satu dengan yang lain. Persamaan
Pegadaian konvensional dengan Pegadaian Syari'ah adalah hak gadai atas
pinjaman uang, adannya agunan sebagai jaminan utang,tidak boleh mengambil
manfaat barang yang di gadaikan, biaya barang yang digadaikan di tanggung oleh
para pemberi gadai, dan apabila batas waktu pinjaman uang habis, barang yang
digadaikan boleh dijual atau dilelang, sedangkan perbedaan antara Pegadaian
konvensional dengan Pegadaian Syari'ah adalah Rahn dalam hukum islam di
lakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan
secara bathil, sedangkan gadai menurut hukum perdata di samping berprinsip
tolong menolong juga menarik bunga atau sewa modal, dalam hukum perdata
lxxxiv
lxxxiv
(hak gadai hanya berlaku hanya pada benda yang bergerak), sedangkan dalam
hukum islam( Rahn pada seluruh benda, baik yang harus bergerak maupun yang
tidak bergerak) dan rahn tidak ada istilah bunga.
Penggolongan uang pinjaman pada Perusahaan Umum Pegadaian Cabang
Palur setiap calon nasabah yang ingin mendapatkan uang pinjaman dari
Perusahaan Umum Pegadaian diwajibkan untuk membawa barang sebagai
jaminan atas utang yang diterimanya. Mengenai besarnya jumlah pinjaman yang
diberikan oleh Perusahaan Umum Pegadaian disesuaikan dengan nilai taksir dari
barang yang dijadikan sebagai jaminan tersebut, sedangkan penggolongan uang
pinjaman yang diberikan kepada nasabah berdasarkan surat keputusan nomor
07/UI.100211/2008 sebagai berikut:
1) Golongan A
Jumlah pinjaman antara Rp. 20.000,- sampai dengan Rp. 150.000,-
adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan A, sedangkan
jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 0,75 %.
2) Golongan B
Jumlah pinjaman antara Rp.151.000,- sampai dengan Rp. 500.000,-
adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan B, sedangkan
jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 1,2 %.
3) Golongan C 1
Jumlah pinjaman antara Rp. 505.000,- sampai dengan Rp.
1.000.000,- adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan C,
sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 1,3 %.
4) Golongan C 2
Jumlah pinjaman antara Rp. 1.010.000,- sampai dengan Rp.
20.000.000,- adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan C,
sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan) ,bunga 1, 3 %.
5) Golongan D 1
Jumlah pinjaman antara Rp. 20.050.000,- sampai dengan Rp.
50.000.000,- adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit golongan D 1,
sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan), bunga 1 %.
6) Golongan D 2
lxxxv
lxxxv
Jumlah pinjaman antara Rp. 50.100.000,- sampai dengan
Rp 200.000.000,- adalah masuk dalam kategori surat bukti kredit
golongan D 2, sedangkan jangka waktunya adalah 120 hari (empat bulan),
bunga 1 %.
Rumus perhitungan di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur adalah
1. Setiap transaksi gadai dikenakan biaya administrasi sebesar 1 % dari
uang pinjaman.
2. Perhitungan uang pinjaman di hitung dari : Nilai taksiran di kali dengan
bunga ( sewa modal) sesuai dengan golongannya.
Teknik perhitungan uang pinjaman pada Pegadaian Syariah Cabang Solo
Baru adalah dengan pemberian uang pinjaman kepada nasabah perlu adanya
penaksiran barang gadai dan perhitungan yang matang dari petugas pegadaian.
Dalam hal penaksiran barang Pegadaian Syariah menetapkan barang gadai ke
dalam delapan golongan pinjaman, plafon besarnya uang pinjaman barang gadai
beserta biaya administrasi yang harus dibayar oleh nasabah saat menggadaikan
barang adapun golongan, plafon dan biaya administrasi tersebut adalah sebagai
berikut :
Tabel Penggolongan Barang Gadai,
Plafon Barang Gadai, dan Biaya Administrasi Gadai
Golongan
barang gadai
Plafon Barang Gadai (rupiah) Biaya Administrasi Per
Surat Bukti Rahn (SBR)
A 20.000 – 150.000 Rp 1.000,-
B 151.000 – 500.000 Rp 5.000,-
C 501.000 – 1.000.000 Rp 8.000,-
D 1.005.000 – 5.000.000 Rp 16.000,-
E 5.010.000 – 10.000.000 Rp 25.000,-
F 10.050.000 – 20.000.000 Rp 40.000,-
G 20.100.000 – 50.000.000 Rp 50.000,-
H 50.100.000 – 200.000.000 Rp60.000,-
Tarif ijarah meliputi biaya pemakaian ruang dan pemeliharaan barang
jaminan / marhun sesuai dengan tabel dan rumus sebagai berikut :
1. Taksiran / Rp 10.000,- X Rp 85,- X Jangka waktu / 10 untuk emas.
lxxxvi
lxxxvi
2. Taksiran / Rp 10.000,- X Rp 90,- X Jangka waktu / 10 untuk elektronik dan
alat rumah tangga lainnya.
3. Taksiran / Rp 10.000,- X Rp 95,- X Jangka waktu / 10 untuk kendaraan
bermotor.
Misal Standar Taksiran Logam (STL) per gram Rp 165.000,00 dan dilunasi dalam
4 bulan (120 hari ) maka perhitungannya adalah
1. Harga emas 20 X Rp 165.000,00 = Rp 3.300.000,00
2. Uang Pinjaman 90 % X Rp 3.300.000,00 = Rp 2.970.000,00
3. Biaya administrasi ( Golongan D ) = Rp 16.000,00
4. Ijarah (3.300.000 / 10.000 X Rp 85 X 120 / 10 ) = Rp 336.000,00
Tabel perbedaan sistem bunga dan bagi hasil dalam Pegadaian Syariah (*)
BUNGA BAGI HASIL
a. Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi harus
selalu untung.
Penentuan besarnya rasio/ nisbah
bagi hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada
kemungkinan untung – rugi.
b. Besarnya presentase berdasarkan
besarnya jumlah uang (modal)
yang dipinjamkan.
Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah
untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan.
Bila usaha merugi, kerugian
ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak.
d. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang “booming”
Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai peningkatan jumlah
pendapatan
e. Eksistensi bunga diragukan (kalau Tidak ada yang meragukan
lxxxvii
lxxxvii
tidak dikecam) oleh semua agama,
termasuk islam.
keabsahan bagi hasil.
Sumber : Heri Sudarsono, 2004 (*)
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulan,
yaitu :
1. Bahwa komparasi pelaksanaan transaksi gadai pada Perusahaan Umum
Pegadaian Cabang Palur dapat diuraikan sebagai berikut, nasabah mengisi
formulir permintaan kredit (foto kopi KTP dan barang jaminan), penaksir
melakukan taksiran dan besarnya uang pinjaman, menerbitkan surat bukti
kredit, diserahkan kembali nasabah, kasir menjumlahkan potongan barang
jaminan dan uang pinjaman sesuai surat bukti kredit, memeriksa
keabsahan, menyiapkan, dan pembayaran disertai tanda tangan pada surat
bukti kredit diserahkan nasabah, lalu asman administrasi dan keuangan,
mencatat semua pemberian kredit ke dalam buku kas dan buku kredit, dan
bagian gudang menerima barang jaminan dengan mencocokkan pada surat
bukti kredit ditulis pada buku bagian gudang, sedangkan pelaksanaan
transaksi gadai pada Pegadaian Syariah Cabang Solo Baru dimulai rahin
mengambil dan mengisi formulir permintaan pinjaman dan ditanda tangani
dengan melampirkan foto kopi KTP, penaksir menaksir marhun dari rahin
dengan ketentuan yang sudah berlaku untuk menentukan biaya
administrasi untuk akad rahn dan tarif jasa simpan / akad ijaroh, kasir
menerima surat bukti rahn mencocokkan dengan penaksir, menyiapkan,
dan melakukan pembayaran uang pinjaman (marhun bih) sesuai dengan
surat bukti rahn kepada rahin, pemegang gudang menyimpan marhun
dengan mencocokkan dengan surat bukti rahn dan membubuhkan tanda
lxxxviii
lxxxviii
tangan sebagi penerimaan dan mengunci pintu demi menjaga keamanan
marhun.
2. Bahwa pengaturan komparasi pelaksanaan transaksi gadai menurut hukum
perdata dan hukum islam adalah hukum perdata diatur dalam Pasal 1150
sampai Pasal 1160 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dan Surat
Keputusan Direksi Nomor 305 / UL3.00.22.3 / 2003, Surat Edaran Nomor
4 / LB.1.00.221 / 2001,Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor
Opp.2 / 67 / 5 ,sedangkan hukum islam diatur dalam Al Qur’an, hadist ,
itjma, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25 tentang rahn dan Fatwa
Dewan Syariah Nasional Nomor 26 tentang rahn emas.
3. Bahwa kendala – kendala yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai
di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Palur, antara lain : faktor
ekternal, yaitu : perubahan tekonologi yang cepat, pemahaman perjanjian
kredit kurang dipahami, faktor internal adalah belum ada persamaan
persepsi dalam standartisasi aturan, kecurangan aparat, dan pencurian /
perampokan. Cara mengatasinya dengan meningkatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, mematuhi aturan yang berlaku sesuai standart
yang ada dalam aturan pegadaian, dan penegakan hukum secara tegas
kepada aparat yang melakukan kecurangan, sedangkan kendala - kendala
yang terjadi dalam pelaksanaan transaksi gadai di Pegadaian Syariah
Pegadaian Cabang Solo Baru adalah faktor perubahan teknologi yang
cepat, perubahan regulasi pemain baru, fluktuasi harga minyak, faktor
internal adalah masuknya barang palsu, pencurian, kapabilitas sumber
daya manusia untuk mengoperasian usaha syariah masih kurang, cara
mengatasinya dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
meningkatkan kesadaran dan upaya preventif dalam mengatasi masalah
77
lxxxix
lxxxix
pemalsuan barang peningkatan sumber daya manusia (SDM) dapat lebih
berkualitas.
B. Saran
1. Dalam rangka meningkatkan omzet pada Perusaahaan Umum (Perum)
Pegadaian hendaknya dapat melakukan dan menyebarluaskan mengenai
mekanisme prosedur pemberian kredit yang mudah, cepat, dan terjangkau
masyarakat.
2. Pegadaian Syariah hendaknya lebih meningkatkan upaya sosialisasi
kepada masyarakat luas mengenai eksistensi dari Pegadaian Syariah
tersebut.
3. Perlunya meningkatkan upaya profesionalisme dari perangkat sumber daya
manusia dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
4. Dalam rangka untuk lebih meningkatkan kemandirian dan keberadaan
Pegadaian Syariah diperlukan upaya pengaturan yang lebih teknis dan
operasional dalam suatu produk hukum secara mandiri sehingga akan
terwujud kemandirian dari Pegadaian Syariah.
xc
xc
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdul Dahlan Azis.2000. Ensiklopedi Hukum Islam. Cetakan Keempat, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Abdulkadir Muhammad.2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung :PT. Citra
Aditya Bhakti. Gemala Dewi.2004. Aspek – Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syariah di Indonesia. Jakarta : Prenada Media. Heribertus Sutopo.1998. Pengantar Penelitian Kualitatif. Dasar – Dasar Praktis.
Surakarta : Pusat Penelitian UNS. Heri Sudarsono.2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonosia. H. Salim.2005. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja.2005. Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak
Istimewa, Gadai, dan Hipotek. Jakarta : Prenada Media. Marzuki Usman.1995. Managemen Lembaga Keuangan. Jakarta :CV. Intermedia. Muhammad Sholikul Hadi.2003. Pegadaian Syariah. Jakarta : Salemba Diniyah. Rilda Murniati.2003. Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Bandung : Mandala
Karya. Soerjono Soekanto.1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Subekti R dan R Tjitrosudiro.1976. Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
Jakarta: Pradia Paramita.
xci
xci
Susilo Y. Sri.1999. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat. Thomas Suyatno.1992. Dasar- Dasar Perkreditan. Jakarta : Gramedia. Warkum Sumitro.1996. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait.
Jakarta : Rajawali Grafindo Persada. Wirdyaningsih.2005.Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana.
Peraturan Perundang - undangan :
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Fatwa DSN Nomor 25 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn
Fatwa DSN Nomor 26 / DSN- MUI / III / 2002 tentang Rahn Emas
Internet :
M.Fitri Rahmadana dan Hafniah Lumbanraja.<http://www.manbisnis.tripod.com> (26 Desember 2007 pukul 19.00). Adiwarman Karim.<http://www.rsi.sg/indonesia/arthakelola>( 26 Desember 2007 pukul 19.00).