FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG OLEH PETANI PADI
DI KECAMATAN PALASAH, KABUPATEN MAJALENGKA, JAWA BARAT
Oleh : DONI KURNIAWAN
A14104083
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN DONI KURNIAWAN . Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Di bawah bimbingan NUNUNG KUSNADI
Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Peranan pembangunan pertanian terhadap pembangunan nasional diantaranya diwujudkan dalam penyediaan bahan pangan dan merupakan syarat penting bagi keberhasilan pembangunan di Indonesia. Kebijakan pangan nasional yang menciptakan beras sebagai mental bangsa, sebaliknya terjadinya tekanan harga (paradoks produktivitas) membuktikan bahwa kebijakan pangan tersebut belum memihak pada petani, berdampak pada peningkatan kemiskinan di kalangan petani padi. Sistem Resi Gudang (SRG) yang dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2003, merupakan alternatif peningkatan pendapatan petani melalui penundaan penjualan (peningkatan harga jual) dan kemudahan akses permodalan. Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat sebagai daerh pengembangan melalui Koperasi Unit Desa (KUD) Trisula sebagai pengelola, sebaliknya tidak seluruh masyarakat petani padi ikut menerapkan sistem ini. Sehingga perlu dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi tersebut, analisis juga dilakukan untuk melihat manfaat penerapannya bagi petani padi.
Penarikan sampel dilakukan dengan metode sampel random terbatas, dengan jumlah polulasi sebanyak 7.708 KK petani padi. Jumlah sampel sebanyak 60 jiwa, dibagi menjadi kelompok petani SRG sebanyak 30 jiwa, dan kelompok petani non SRG sebanyak 30 jiwa. Analisis dilakukan berdasarkan data hasil wawancara dan pengamatan, serta data sekunder terkait dari hasil pengambilan data. Model yang digunakan untuk menganalisis adalah model regresi linear berganda, sedangkan analisi manfaat penerapan Sistem Resi Gudang menggunakan pendkatan struktur usahatani.
Lahan sawah di daerah penelitian seluas 2.315 hektar dari total wilayah seluas 38,69 km2, dengan mata pencaharian dominan adalah sektor pertanian sebesar 7.708 KK. Kelembagaan lumbung pangan dengan jumlah anggota sebanyak 1.225 jiwa didukung oleh penerapan Sistem Resi Gudang KUD Trisula tersebut. Pengelola gudang memiliki lantai jemur dengan kapasitas 15 ton per bulan, dan gudang penyimpanan dengan kapasitas 100-150 ton per bulan. Rata-rata penjualan Gabah dan beras oleh Rice Milling Unit sebesar 85.965 Kg tahun 2008-2009 ke berbagai pasar beras dan Dolog Cirebon. Sedangkan koperasi simpan pinjam Trisula sebagai badan permodalan anggota koperasi, dengan bentuk kredit berupa uang tunai, modal usahatani, dan saprodi.
Keputusan petani padi dalam menerapkan SRG dinyatakan dalam persentase alokasi SRG, yaitu persentase penyimpanan gabah dari total produksi
padi. Persentase alokasi SRG tersebut merupakan variabel tidak bebas (Y), sedangkan variabel bebas (Xi) merupakan faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penerapan SRG oleh petani padi responden, antara lain ciri individu responden yang terdiri dari tingkat umur responden (X1), tingkat pendidikan formal responden (X2), ukuran atau jumlah tanggungan keluarga (X3), dan tingkat pengeluaran konsumsi bahan pangan keluarga (X4). Faktor tingkat pengalaman responden terdiri dari tingkat pengalaman usahatani (X5), tingkat pengalaman akses kredit (X6), dan tingkat pengalaman penundaan penjualan komoditas gabah (X7). Faktor Ciri usahatani responden terdiri dari luas lahan garapan (X8), dan status penguasaan lahan (D1). Faktor ciri eksternal terdiri dari keikutsertaan responden dalam penyuluhan pertanian (X9). Persamaan model regresi linear berganda yang didapat dari hasil analisis adalah Y = 49,3 - 0,190 X1 + 0,11 X2 + 0,60 X3 - 0,0273 X4 + 0,285 X5 - 2,81 X6 - 0,157 X7 + 0,00188 X8 + 1,59 X9 - 17,4 D1. Nilai statistik uji F sebesar 3,24 dengan nilai peluang sebesar 0,01. Sedangkan Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 63,0 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata antara lain faktor luas lahan garapan dan status penguasaan lahan.
Luas lahan garapan rata-rata petani padi responden sebesar 7.040 m2, rata-rata luas lahan garapan kelompok petani SRG sebesar 9.436 m2, sedangkan pada kelompok petani non SRG sebesar 4.643 m2. Produksi padi rata-rata petani padi responden sebesar 3.058 kilogram. Selanjutnya pada kelompok petani padi SRG sebesar 4.134 kilogram, sedangkan pada kelompok petani Non SRG sebesar 1.950 kilogram. Hasil produksi padi tersebut dialokasikan untuk beberapa keperluan, antara lain alokasi jual langsung, alokasi penyimpanan SRG, alokasi konsumsi pangan keluarga, dan alokasi simpanan keluarga petani responden. Pada kelompok petani SRG penerimaan usahatani padi lebih besar dari pada kelompok petani Non SRG, selisih penerimaan pada kedua kelompok kelompok tersebut sebesar Rp 2.508.000,-. Biaya Tunai pada kelompok petani Non SRG lebih besar Rp 372.000,- dari pada kelompok petani SRG. Selisih biaya ini berasal dari perbedaan bunga kredit yang diterima oleh petani responden. Dari hasil struktur pendapatan usahatani padi, menunjukkan bahwa petani SRG memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SRG. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sistem Resi Gudang memiliki kemampuan menghasilkan penerimaan tunai yang lebih baik.
Sistem Resi Gudang di kecamatan Palasah, kabupaten Majalengka mudah diterapkan oleh petani padi dan sesuai dengan karakteristik masyarakat petani. Jika mempertimbangkan hasil analisis, Sistem Resi Gudang dapat diterapkan di seluruh daerah Indonesia.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG OLEH PETANI PADI
DI KECAMATAN PALASAH, KABUPATEN MAJALENGKA, JAWA BARAT
Oleh : DONI KURNIAWAN
A14104083
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
Nama : Doni Kurniawan NRP : A14104083
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 195809081984031002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie,M.Agr NIP. 1957122219820310021
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG DI KECAMATAN PALASAH,
KABUPATEN MAJALENGKA, JAWA BARAT” ADALAH KARYA
SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN
KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI
YANG BERASAL ATU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKA N
ATAU TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH
DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR
PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Agustus 2009
Doni Kurniawan A14104083
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal 5 September
1985. Anak pertama dari tiga bersaudara keluarga Bapak Sukidi dan Ibu Susilomaningsih. Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Nganjuk dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian.
Selama masa perkuliahan penulis aktif kelembagaan antara lain pengurus asrama TPB, Rohani Islam program studi, pengurus team Volley ball TPB, pengurus Badan Eksekutif Mahasiwa (BEM) Fakultas Pertanian tahun 2006-2007, dan ketua Mahasiswa Ikatan Daerah, dan juga pernah mendapatkan beasiswa Peningkatan Pretasi Akademik (PPA). Prestasi kelembagaan yang pernah diraih penulis salah satunya adalah sebagai perintis usaha mandiri BEM Fakultas Pertanian.
Selanjutnya, penulis juga bekerja paruh waktu semasa kuliah di beberapa lembaga dan perusahaan antara lain PT. Tricipta Tatagraha yang bergerak di bidang pengembangan perumahan sebagai staff pengembangan, PT. Chierack Farm Mandiri yang bergerak di bidang perikanan sebagai manajer operasional, PT. Alas Consultant sebagai staff analist Agribisnis, Lembaga Swadaya Masyarakat di Bogor dan Pelabuhanratu yang bergerak di bidang pengembangan masyarakat petani sebagai fasilitator (LATIN, PENALAHATI, YAYASAN MANDIRI WANGI, dan YAYASAN PALAPA BUMI PERTIWI). Prestasi pekerjaan yang didapat oleh penulis antara lain sebagai pendiri usaha komputer, pengembangan desa mandiri ekowisata di Pelabuhanratu, pengembangan SMP Plus Pertanian di Pelabuhanratu, pengembangan kredit union di Pelabuhanratu. Penulis juga pernah membuat karya tulis antara lain dokumen sosialisasi CDM (Clean Development Mechanism) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, dokumen strategi pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat, dokumen strategi pengembangan lembaga permodalan bagi petani perspektif pembangunan ekonomi kerakyatan dan Pembangunan Berkelanjutan.
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi petani padi dalam menerapkan Sistem Resi Gudang dan manfaat yang diperoleh petani padi dalam menerapkan Sistem Resi Gudang di daerah penelitian. Tujuan penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia adalah meningkatkan posisi tawar petani melalui peningkatan harga jual komoditi dan kemudahan akses permodalan bagi petani. Penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia merupakan salah satu bentuk pembangunan Sistem Agribisnis yang kompetitif.
Skripi ini tersusun secara sistematis sebagai berikut: 1) Pendahuluan berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian; 2) Tinjauan Pustaka berisi tentang Sistem Resi Gudang, dan tinjauan empirik penelitian; 3) Kerangka Pemikiran berisi tentang kerangka teori penelitian, dan kerangka konseptual; 4) Metode Penelitian berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, metode penarikan sampel, dan metode pengolahan data; 5) Keadaan Umum Daerah Penelitian berisi tentang keadaan wilayah, keadaan penduduk, dan keadaan petani padi; 6) Penerapan Sistem Resi Gudang Petani Padi berisi tentang penerapan Sistem Rei Gudang di daerah penelitian, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penepan Sistem Resi Gudang oleh petani padi; 7) Manfaat Penerapan Sistem Resi Gudang Bagi Petani berisi tentang usahatani padi dan analisis manfaat penerapan Sistem Resi Gudang bagi petani padi melalui pendekatan struktur usahatani; dan 8) Kesimpulan dan Saran.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, sebaliknya penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan berbagai bentuk bimbingan. Bogor, Agustus 2009
Doni Kurniawan A14104083
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xiv I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................... 8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resi Gudang 2.1.1 Pelaku dan Kelembagaan dalam Resi Gudang ............................. 9 2.1.2 Bentuk Resi Gudang dan Komoditasnya .................................... 11 2.1.3 Pola, Sasaran, dan Manfaat Sistem Resi Gudang ....................... 13 2.2 Model Penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia ............................ 13 2.3 Tinjauan Empirik Penyimpanan Gabah ................................................ 15 2.4 Tinjauan Empirik Kesiapan Masyarakat Petani ................................... 17 2.5 Tinjauan Empirik Pemasaran Gabah .................................................... 18 2.6 Tinjauan empirik Kredit ....................................................................... 21
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.2 Kerangka Teori ..................................................................................... 24 3.1.1 Konsep Penyimpanan Komoditi Pertanian ................................. 24 3.1.2 Konsep Faktor Kesiapan dan Penerapan Teknologi ................... 26 3.1.3 Konsep Adopsi Inovasi dan Penerapan Teknologi ..................... 29 3.1.4 Konsep Usahatani ....................................................................... 30 3.1.5 Konsep Tataniaga Pertanian ....................................................... 36 3.1.6 Konsep Kredit ............................................................................. 38 3.2 Kerangka Konseptual ........................................................................... 41
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 44 4.2 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 44 4.3 Metode Penarikan Sampel .................................................................... 45 4.4 Metode Pengolahan Data ...................................................................... 46 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ................................................... 46
4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda .............................................. 47 4.4.3 Pengujian-pengujian Model Regresi .......................................... 49 4.4.4 Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran ............................ 50 4.4.5 Hipotesis Penelitian .................................................................... 53
V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Keadaan Wilayah di Kecamatan Palasah ............................................. 56 5.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian ........................................... 56 5.3 Keadaan Petani Padi di Kecamatan Palasah ......................................... 59
VI PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG PETANI PADI 6.1 Koperasi Unit Desa (KUD) Trisula ...................................................... 63 6.2 Karakteristik Petani Padi Responden Dalam Penerapan Sistem Resi
Gudang ......................................................................................................... 67 6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh
Petani Padi ............................................................................................ 75
VII MANFAAT PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG BAGI PETANI PADI
7.1 Usahatani padi di Kecamatan Palasah .................................................. 82 7.2 Struktur Produksi Padi Petani Responden ............................................ 83 7.3 Struktur Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden ...................... 83 7.4 Struktur Biaya Usahatani Padi Petani Responden ................................ 84 7.5 Struktur Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden ....................... 85
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ........................................................................................... 87 8.2 Saran ..................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 89
LAMPIRAN ..................................................................................................... 92
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Rata-rata Konsumsi Energi Per Kapita Per Hari Berdasarkan
Jenis Komoditas di Indonesia Tahun 1999-2006 .............................................. 2
2 Sentra Produksi Komoditas Unggulan Tanaman Pangan
di Kabupaten Majalengka ................................................................................. 5
3 Jumlah Penduduk Per Desa Berdasarkan Jenis kelamin dan
Penduduk Petani di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka,
Jawa Barat Tahun 2007 ................................................................................... 57
4 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Per Kepala Keluarga (KK)
di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007 ...... 58
5 Status Penguasaan Lahan Petani per Kepala Keluarga (KK)
di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007 ...... 59
6 Tingkat Pendidikan Formal Penduduk di Kecamatan Palasah,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007............................................ 60
7 Kegiatan Lumbung Pangan di Kecamatn Palasah,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007............................................ 61
8 Jumlah Penjualan Komoditas Gabah dan Beras KUD Trisula ....................... 66
9 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Tingkat Umur ............................................. 67
10 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Tingkat Pendidikan..................................... 68
11 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Tanggungan Keluarga ................................ 69
12 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Tingkat Konsumsi Pangan.......................... 70
13 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Pengalaman Usahatani Padi ....................... 71
14 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Tingkat Pengalaman Akses Permodalan .... 71
15 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Tingkat Pengalaman
Penundaan Penjualan ...................................................................................... 72
16 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Luas Lahan ................................................. 73
17 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Keikutsertaan Dalam
Penyuluhan Pertanian ...................................................................................... 74
18 Jumlah Petani Padi Berdasarkan Status Penguasaan Lahan ........................... 74
19 Hasil Dugaan Model Regresi Linear Berganda
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi Responden .......................................... 82
20 Rata-rata Jumlah (Kilogram) Alokasi Produksi Padi
Kelompok Petani Responden .......................................................................... 83
21 Penerimaan Usahatani Padi Per Hektar .......................................................... 84
22 Struktur Biaya Usahatani Padi Per Hektar ...................................................... 85
23 Struktur Pendapatan Usahatani Padi Per Hektar ............................................. 86
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Skema Sistem Resi Gudang Bergaransi ......................................................... 15
2 Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Karawang, Jawa Barat ...... 19
3 Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur ........... 20
4 Saluran Tata Niaga Padi dari Petani sampai ke Konsumen ........................... 20
5 Hubungan antara Biaya penyimpanan dan Lama Penyimpanan .................... 24
6 Sistem Pemasaran Sederhana ......................................................................... 37
7 Siklus Perkreditan .......................................................................................... 39
8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang,
Manfaat Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi ,
di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat ......................... 43
9 Mekanisme Pengembangan Sistem Resi Gudang KUD Trisula .................... 63
10 Jalur Tataniaga Sistem Resi Gudang KUD Trisula ....................................... 65
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Diagram Ringkasan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi di Kecamatan Palasah, Kabupaten
Majalengka, Jawa Barat ................................................................................. 92
2 Data Faktor-faktor Dugaan yang mempengaruhi Penerapan Sistem Resi
Gudang oleh Petani Padi ................................................................................ 93
3 Struktur Produksi Usahatani Padi Petani Responden .................................... 94
4 Struktur Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden ................................ 95
5 Struktur Biaya Usahatani Padi Petani Responden ......................................... 96
6 Struktur Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden ................................ 97
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional
dengan tujuan mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Indonesia memiliki
kekayaan sumber daya alam sebagai suatu keunggulan dan dasar pembangunan
pertanian. Proses pembangunan pertanian menyeluruh yang dikenal sebagai
pembangunan sistem agribisnis secara bertahap dan konsisten akan menjadikan
sebuah negara berdaya saing.
Peranan pembangunan pertanian terhadap pembangunan nasional
diantaranya diwujudkan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB),
penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa, pemeratan hasil pembangunan,
pelestarian lingkungan, dan penyediaan bahan pangan. Ketersedian pangan yang
beragam, kualitas pangan yang baik, cukup dalam jumlah, terjangkau dalam
waktu dan tempat merupakan syarat penting bagi keberhasilan pembangunan di
Indonesia.
Masyarakat Indonesia majemuk dalam etnis, bahasa, agama, dan juga
dalam pangan. Kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia sesungguhnya
terdapat tradisi menganekaragamkan konsumsi pangan, selanjutnya menurut
Usman, S. 2004 bahwa masyarakat telah dilanda oleh budaya pangan (mentality
rice) dimana konsumsi pangan sangat didominasi oleh beras. Budaya pangan ini
terjadi melalui sebuah proses, dan tidak hanya dipengaruhi oleh persoalan
personal (rasa atau selera), budaya pangan tumbuh dan berkembang juga
dipengaruhi oleh pilihan kebijakan pembangunan pertanian nasional. Tabel 1
menjelaskan bahwa komoditas padi-padian menduduki peringkat pertama
konsumsi energi per kapita pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2006.
Tabel 1 Rata-rata Konsumsi Energi Per Kapita Per Hari berdasarkan Jenis Komoditas di Indonesia Tahun 1999-2006 No Komoditas 1999 2002 2003 2004 2005 2006
1 Padi-padian 1.066,50 1.039,91 1.035,07 1.024,08 1.009,13 992,93
2 Umbi-Umbian 60,73 55,43 55,62 66,91 56,01 51,08
3 Ikan 36,04 42,53 46,91 45,05 47,59 44,56
4 Daging 20,07 35,01 41,71 39,73 41,45 31,27
5 Telur dan Susu 24,39 39,63 37,83 40,47 47,17 43,35
6 Sayur-sayuran 32,28 37,44 40,95 38,80 38,72 40,20
7 Kacang-kacangan 52,40 71,66 63,93 62,24 69,97 64,42
8 Buah-buahan 32,71 40,75 42,75 41,61 39,85 36,95
9 Minyak dan Lemak 205,90 246,66 241,70 236,67 241,87 234,50
10 Beverage stuffs 103,35 120,00 115,54 114,75 110,73 103,69
11 Rempah-rempah 15,42 18,28 15,89 16,41 19,25 18,81
12 Jenis-jenis makanan 28,76 41,66 39,60 40,16 52,84 48,14
13 Prepared food 170,78 198,09 212,31 219,09 233.08*) 216.83*)
14 Minuman Beralkohol 0,04 0,09 0,09 0,09 - -
15 Tembakau - - - - - -
TOTAL 1.849,36 1.987,13 1.989,89 1.986,06 2.007,65 1.926,74
Keterangan : *) Termasuk didalamnya minuman beralkohol Sumber : Tabel 5. Data Konsumsi. Badan Pusat Statistik, 2007
Kebijakan pangan nasional diarahkan untuk peningkatan produksi beras.
Salah satu intrumen kebijakan di bidang perberasan adalah kebijaksanaan harga
dasar gabah. Tujuan kebijakan ini diantaranya untuk menjaga harga dasar gabah
cukup tinggi dan merangsang produksi, sehingga pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan petani. Indonesia terus berusaha mendorong
peningkatan produksi beras dalam negeri dan mengelola stok beras nasional.
Produksi beras dalam negeri amat penting untuk menghindari tingginya risiko
ketidakstabilan harga dan suplai beras dari pasar dunia.
Rataan produksi padi di Indonesia meningkat pada periode 1995-1997 dan
pada periode 2004-2005 sebesar 32.252.000 ton dan 34.174.000 ton. Pada periode
1998-1999, terjadi penurunan produksi padi yang bersamaan dengan krisis
ekonomi. Selama tahun 2002-2007 telah terjadi perubahan dalam kenaikan harga
dasar gabah dalam negeri. Pada tahun 2002 Harga Pembelian Pemerintah (HPP)
sebesar Rp 1725,-/kg GKG (Seribu Tujuh Ratus Dua Puluh Lima Rupiah per
Kilogram gabah kering giling) di gudang Bulog. Pada tahun 2005, HPP sebesar
Rp 1765,- /Kg GKG (Seribu Tujuh Ratus Enam Puluh Lima Rupiah per Kilogram
Gabah Kering Giling) di tempat penyimpanan, atau Rp 1740,-/Kg GKG (Seribu
Tujuh Ratus Empat Puluh Rupiah per Kilogram Gabag Kering Giling) di
penggilingan. Pada tahun 2007 harga pembelian gabah kering giling (GKG) dalam
negeri adalah Rp 2575,- (Dua Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh Lima Rupiah) per
kilogram di penggilingan, atau Rp 2600,- (Dua Ribu Enam Ratus Rupiah) per
kilogram di gudang Bulog.
Menurut Bungaran Saragih 2000 bahwa kebijakan-kebijakan pangan
dalam sistem pembangunan pertanian nasional belum berpihak pada petani,
terbukti dengan adanya paradoks produktivitas. Pembangunan irigasi, perbaikan
teknologi, subsidi input dan kredit secara tidak langsung mengakibatkan tekanan
harga. Peningkatan produksi pertanian tidak diimbangi oleh peningkatan
permintaan produk pertanian, dimana peningkatan produksi pertanian dapat
merugikan petani. Harga relatif pertanian yang menurun mencerminkan
profitabilitas yang relatif turun dibandingkan dengan non-pertanian dan
berdampak pada penurunan nilai tukar petani dan peningkatan kemiskinan di
kalangan petani, khususnya petani padi.
Disamping itu, subsistem usahatani di Indonesia cenderung didominasi
oleh usaha berskala kecil, bervariasi dalam hal kuantitas dan kualitas dengan
karakteristik sumberdaya petani yang rendah dalam luas lahan garapan, rendah
dalam penguasaan teknologi, rendah dalam akses permodalan, rendah dalam akses
informasi harga dan pasar.
Dalam proses meningkatkan pendapatan petani melalui upaya peningkatan
harga gabah salah satu alternatif yang dilakukan adalah melalui penyimpanan
gabah, hal ini dimaksudkan untuk menunda penjualan pada saat panen raya.
Peningkatan harga jual gabah atau beras terjadi akibat mekanisme permintaan dan
penawaran pasar, dimana pada jangka waktu tertentu setelah panen raya akan
terjadi peningkatan permintaan. Pada fase tersebut harga jual akan meningkat, dan
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani padi.
Alternatif penyimpanan gabah harus didukung oleh mekanisme
pembiayaan atau kredit bagi petani. Salah satu program alternatif yang mampu
dilaksanakan dalam sebuah kelembagaan petani adalah Sistem Resi Gudang.
Sistem ini dilaksanakan untuk meningkatkan harga jual komoditas, dan untuk
memperoleh kredit bagi petani dengan komoditas hasil pertanian sebagai
agunannya.
Sistem Resi Gudang mulai diterapkan pada tahun 2003, melalui Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Daerah yang dijadikan
percontohan Resi Gudang untuk berbagai komoditas, adalah Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bangka Belitung, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa
Tengah.
Jawa Barat merupakan daerah sentra produksi padi utama. Lima daerah
sentra produksi padi di Indonesia berdasarkan data jumlah produksi tahun 2006
menurut Badan Pusat Statistik adalah Jawa Barat (9.500.551 ton), Jawa Timur
(9.365.294,7 ton), Jawa Tengah (8.729.291 ton), Sulawesi Selatan (3.365.509
ton), dan Sumatera Utara (3.007.636 ton).
Kabupaten Majalengka bagian dari wilayah Jawa Barat yang menjadikan
pertanian sebagai sektor perekonomian utama. Palasah merupakan salah satu
kecamatan yang berada di Kabupaten Majalengka dan menjadi salah satu daerah
sentra produksi padi sawah seperti ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2 Sentra Produksi Komoditas Unggulan Tanaman Pangan di
Kabupaten Majalengka
No Komoditas Unggulan Daerah Sentra Produksi
1 Padi sawah
Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kadipaten, Panyingkiran, Majalengka, Cigasong, Maja, Sukahaji, Rajagaluh, Sindangwangi dan Leuwimunding
2 Padi Ladang Kertajati, Majalengka, Cikijing, Lemahsugih
3 Jagung Argapura, Banjaran, Talaga, Cikijing, Cingambul, Bantarujeg,
Lemahsugih, Majalengka
4 Kedelai Jatiwangi, Dawuan, Majalengka, Panyingkiran, Cigasong, Palasah, Ligung, Kertajati, Sukahaji
5 Kacang Tanah Majalengka, Panyingkiran, Palasah, Ligung, Talaga, Cikijing,
Bantarujeg, Lemahsugih
6 Ubi Jalar Argapura, Maja, Cigasong, Majalengka, Sukahaji
Sumber : Tabel Sentra Produksi Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. www.diperta-majalengka.go.id (data pada tabel hanya diambil komoditas pangan)
Kecamatan Palasah salah satu daerah pengembangan Sistem Resi
Gudang melalui sebuah Koperasi Tani (Koptan) Trisula sebagai pengelola.
1.2 Perumusan Masalah
Menurut Bappebti 2006 bahwa Perkembangan Sistem Resi Gudang
mampu meningkatkan efisiensi sektor agroindustri. Produsen maupun sektor
komersial telah mampu mengubah sediaan bahan mentah dan setengah jadi
menjadi produk yang diperjualbelikan secara luas. Hal ini dimungkinkan karena
Resi Gudang dapat diperjualbelikan dan dipertukarkan.
Penerapan Resi Gudang di Indonesia diharapkan mampu untuk
menggerakkan perekonomian nasional, dan mendorong pertumbuhan sektor
ekonomi kerakyatan, meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup petani serta
memperkuat peranan komoditas nasional. Undang-undang yang mengatur tentang
Resi Gudang, yaitu Undang-undang No. 9 Tahun 2006 diharapkan dapat
menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dengan tersedianya dan tertatanya
sistem pembiayan perdagangan yang efektif. Sistem Resi Gudang dapat
mendorong pengembangan sektor pertanian dan pedagangan, terutama dalam
meningkatkan daya saing komoditas di pasar lokal maupun pasar internasional.
Pelaksanaan Sistem Resi Gudang oleh petani padi di Koperasi Tani Trisula
merupakan bagian usaha Koperasi Unit Desa Trisula. Pengelolaan Sistem Resi
Gudang dibagi dalam beberapa fungsi antara lain: bagian gudang berfungsi untuk
mengelola penyimpanan, dan pengolahan komoditas gabah dari para petani
anggota, bagian penjualan berfungsi untuk melakukan penjualan gabah atau beras,
dan Koperasi Simpan Pinjam Trisula berfungsi sebagai penyedia kredit bagi
petani anggota. Akses kredit bagi petani anggota berupa uang tunai, kredit
usahatani padi berupa biaya usahatani padi (pengolahan lahan, pengairan, dan
upah tenaga kerja), serta input usahatani padi (benih, saprodi, dan obat-obatan),
dengan mekanisme kredit oleh petani anggota dilakukan melalui Sistem Resi
Gudang. Penerapan Sistem Resi Gudang di kecamatan Palasah memberikan
peluang untuk peningkatan nilai tukar, dan kemudahan akses kredit bagi petani
padi.
Sistem Resi Gudang diharapkan dapat diterapkan di berbagai daerah
Indonesia. Pada kenyataanya, di Kecamatan Palasah sebagai salah satu daerah
pengembangan, tidak seluruh masyarakat petani padi ikut menerapkan Sistem
Resi Gudang. Sehingga perlu dilakukan analisis untuk melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi petani padi menerapkan Sistem Resi Gudang. Selain itu perlu
dilakukan analasis untuk melihat manfaat Sistem Resi Gudang bagi petani padi di
daerah penelitian. Penelitian dilakukan dengan permasalahan:
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi petani padi menerapkan Sistem
Resi Gudang di Kecamatan Palasah?
2. Manfaat apa yang diperoleh petani padi dalam menerapkan Sistem
Resi Gudang di Kecamatan Palasah?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani padi
menerapkan Sistem Resi Gudang di Kecamatan Palasah;
2. Menganalisis manfaat yang diperoleh petani padi dalam menerapkan
Sistem Resi Gudang di Kecamatan Palasah.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa lapisan masyarakat,
antara lain:
1. Penulis, untuk menambah kemampuan menganalisa pengetahuan dan
wawasan mengenai anlisis kemungkinan penerapan Sistem Resi
Gudang gabah oleh petani di daerah penelitian;
2. Pengelola resi gudang, sebagai bahan masukan untuk pengembangan
Sistem Resi Gudang;
3. Petani, sebagai bahan masukan untuk pengembangan usahatani padi;
4. Akademisi dan peneliti, khususnya di dalam pengembangan penelitian
mengenai Sistem Resi Gudang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Resi Gudang
Resi Gudang yang tercantum dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 2006
merupakan dokumen bukti kepemilikan atas komoditas yang disimpan di gudang.
Dokumen diterbitkan oleh pihak yang melakukan kegiatan jasa pergudangan
(pengelola gudang), secara khusus menggunakan gudang dan diberi kewenangan
untuk menerbitkan dokumen atau resi.
Gudang merupakan semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat
dipindahkan, digunakan khusus sebagai tempat penyimpanan komoditas yang
dapat diperdagangkan secara umum. Dengan demikian Sistem Resi Gudang
adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan
penyelesaian transaksi resi gudang.
2.1.1 Pelaku dan Kelembagaan dalam Resi Gudang
Pelaku utama yang terdapat dalam pelaksanaan Sistem Resi Gudang antara
lain pemegang resi merupakan pemilik komoditas yang telah menerima
pengalihan dari pemilik komoditas atau pihak lain, sehingga pemegang resi ini
merupakan penjual dan pembeli komoditi yang disimpan di gudang. Kedua,
pengelola gudang merupakan pihak yang menerbitkan resi gudang yang bertugas
melakukan penyimpanan, pemeliharaan dan pengawasan komoditas yang
disimpan oleh pemilik komoditas.
Lembaga-lembaga yang memegang peranan penting dalam mendukung
eksistensi dan kredibilitas Sistem Resi Gudang diantaranya: (1) Pengelola
Gudang, (2) Badan Pengawas Sistem Resi Gudang, dan (3) Lembaga Penilaian
Kesesuaian. Pengelola gudang merupakan pihak yang melakukan usaha
pergudangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain. Oleh karena itu,
pengelola gudang harus berbentuk Perseroan Terbatas yang telah memperoleh
persetujuan sebagai penerbit resi gudang dari Pengawas. Segala proses
penyimpanan, pemeliharaan dan pengawasan komoditas yang disimpan oleh
pemilik menjadi tanggung jawab pengelola gudang.
Sebagai penerbit resi gudang, keberadaan pengelola gudang sangat
diperlukan dalam pengembangan Sistem Resi Gudang. Pengelola gudang harus
dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat dan pengguna resi gudang
bahwa resi gudang yang diterbitkan sesuai dengan keadaan komoditas yang
disimpan di gudang.
Lembaga sertifikasi mutu merupakan lembaga terakreditasi yang
melakukan serangkaian kegiatan untuk menilai atau membuktikan bahwa
persyaratan tertentu yang berkaitan dengan produk, proses, dan sistem terpenuhi.
Lembaga ini akan mengeluarkan sertifikat untuk komoditas yang memuat nomor
dan tanggal penerbitan sertifikat, identitas pemilik komoditas, jenis dan jumlah
komoditas, sifat komoditas, metode pengujian mutu komoditas, tingkat mutu dan
kelas komoditas, jangka waktu mutu komoditas, serta bertanggung jawab terhadap
kesesuaian antara kondisi komoditas dengan data yang tercantum dalam sertifikat.
Pengawas Sistem Resi Gudang merupakan unit organisasi di bawah
menteri yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan
pengawasan pelaksanaan Sistem Resi Gudang. Tugas, fungsi, dan kewenangan
pengawas dilaksanakan oleh Bappebti yang selama ini telah melakukan tugas
pembinaan, pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan komoditi
berjangka.
Penanggung merupakan badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas yang
telah memperoleh persetujuan dari Menteri. Bertugas melakukan pengalihan resi
di bursa berjangka. Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berfungsi
menerima resi gudang sebagai jaminan atas pinjaman atau hutang pemilik resi
gudang. Bursa berjangka komoditi merupakan salah satu tempat transaksi
komoditi resi gudang.
Notaris merupakan lembaga yang terlibat dalam proses pengesahan hak
jaminan atas hutang yang dibuat antara pemilik resi dan perbankan. Penerima hak
jaminan hutang memberitahukan perjanjian pengikatan hak jaminan hutang yang
dibuat kepada pengelola gudang. Selain itu, notaris juga terlibat dalam
mengesahkan penyimpanan komoditas di gudang yang dikelola oleh pengelola
gudang.
2.1.2 Bentuk Resi Gudang dan Komoditasnya
Terdapat dua bentuk resi gudang, yaitu resi gudang yang dapat
diperdagangkan dan resi gudang yang tidak dapat diperdagangkan. Resi gudang
yang dapat diperdagangkan merupakan suatu resi gudang yang memuat perintah
penyerahan komoditas kepada pihak yang memegang resi gudang tersebut atau
atas suatu perintah pihak tertentu yang disebut sebagai Resi Atas Perintah.
Sedangkan resi gudang yang tidak dapat diperdagangkan didefinisikan merupakan
resi gudang yang memuat ketentuan bahwa komoditas yang dimaksud hanya
dapat diserahkan kepada pihak yang namanya telah ditetapkan dan disebut sebagai
Resi Atas Nama.
Resi harus memuat sekurang-kurangnya hal sebagai berikut : (1) judul
resi; (2) bentuk resi, yaitu resi atas perintah dan resi atas nama; (3) lokasi gudang
dimana komoditas disimpan; (4) tanggal penerbitan; (5) nomor penerbitan; (6)
waktu jatuh tempo; (7) biaya penyimpanan; (8) jumlah, deskripsi, spesifikasi asal
dan mutu komoditas; (9) tanda tangan pengelola gudang; dan (10) jumlah
pembayaran dimuka dan kewajiban pemegang resi. Resi atas perintah selain
memenuhi persyaratan di atas harus memuat pula tanggal pengalihan dan
penyampaian laporan pengalihan.
Berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1996 tentang Resi Gudang dan Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 tentang Resi Gudang, yang termasuk ke dalam
komoditi Resi Gudang adalah setiap benda bergerak yang dapat disimpan dalam
jangka waktu tertentu dan diperdagangkan secara umum dan paling sedikit
memenuhi persyaratan sebagai berikut : (1) memiliki daya simpan minimal 3
(tiga) bulan; (2) memenuhi standar mutu tertentu; dan (3) jumlah minimum
komoditas yang disimpan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 26/M-
DAG/PER/6/2007 mengenai penetapaan delapan komoditi pertanian sebagai
komoditas yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi
Gudang yang diterbitkan pada tanggal 29 Juni 2007 adalah: Gabah, Beras, Kopi
(biji), Kakao (biji), Lada (biji), Karet, Rumput laut dan , Jagung (pipil).
2.1.3 Pola, Sasaran, dan Manfaat Sistem Resi Gudang
Pola Resi Gudang adalah sistem pendanaan atau pembiayaan yang
menggunakan komoditi sebagai aset yang dijadikan jaminan bagi pihak pemberi
dana. Tujuan dikembangkannya Sistem Resi Gudang adalah untuk menyediakan
alternatif pendanaan bagi pelaku usaha sehingga dapat meningkatkan kemampuan
usahanya.
Sasaran dari resi gudang adalah koperasi, UKM dan kelompok tani yang
hidupnya bergantung pada sektor agribisnis, dimana karakter pelaku usaha
tersebut pada umumnya (1) tidak memiliki agunan, (2) akses pembiayaan yang
rendah,(3) terbatasnya informasi harga dan permintaan, (4) posisi tawar yang
rendah, dan (5) membutuhkan dukungan kemudahan modal kerja.
Manfaat Sistem Resi Gudang dapat dirumuskan sebagai berikut: (1)
Memperpanjang masa penjualan hasil produksi petani, (2) Sebagai agunan
penyedia dana, (3) Mewujudkan pasar fisik dan pasar berjangka yang lebih
kompetitif, (4) Mengurangi peran pemerintah dalam stabilisasi harga di bidang
komoditi, (5) Memberikan kepastian nilai minimum dari komoditi yang dijadikan
agunan.
2.2 Model Penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia
Model resi gudang dapat dikelompokkan menjadi tiga, pertama adalah
model "Regulated Elevator Company". Perusahaan yang disebut elevator adalah
kelompok perusahaan yang terdiri dari pedagang biji-bijian, perusahaan dagang,
dan koperasi petani yang terdaftar dan diawasi oleh badan atau lembaga
pemerintah. Perusahaan tersebut diwajibkan memberikan pelayanan penyimpanan
kepada umum, dan pemerintah menyediakan jasa atau menunjuk pihak swasta
untuk melakukan inspeksi dan sortasi kualitas dan kuantitas dari komoditas yang
disimpan di gudang. Model ini memiliki keunggulan finansial dan praktis
dibandingkan model lainnya. Selain karena perusahaan dagang mempunyai jalur
distribusi yang luas sehingga dapat mencangkup wilayah geografis yang luas.
Kedua adalah model "General Warehousing", merupakan pergudangan
umum dimana operatornya menerima penyimpanan produk dan berbagai komoditi
lain dan tidak terlibat dalam perdagangan. Model ini melibatkan diri dalam
pengembangan pergudangan di lapangan (field warehousing) dengan memberikan
jasa manajemen kepada gudang-gudang milik petani, pedagang, dan industri
manufaktur.
Ketiga adalah model "Private Trader". Model jasa ini hanya dapat
diberikan oleh perusahaan-perusahaan besar yang memiliki " credit-rating" tinggi,
sehingga umumnya pihak tertentu yang akan menjadi jaminan bagi para kreditor.
Pemerintah dalam hal ini dapat mendorong para pengusaha besar untuk
memberikan pelayanan pergudangan berdasarkan model ini.
Model resi gudang yang dikembangkan di Indonesia adalah model Resi
Gudang bergaransi. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(Bappebti) Departemen Perdagangan mendefinisikan resi gudang bergaransi
sebagai bukti penyimpanan komoditas yang diagunkan dan telah diregistrasi oleh
Lembaga Penjamin Penyelesaiaan untuk memperoleh penjaminan pembiayaan
atas transaksi-transaksi impor-ekspor atau beli-kembali dimana agunan tersebut
dikelola oleh pengelola gudang dan pelunasan kewajiban dijamin dari penjualan
komoditas fisik.
Gambar 1 menjelaskan skema pemanfaatan Resi Gudang bergaransi.
Untuk dapat memanfaatkan skema ini, para produsen termasuk petani, kelompok
tani, prosesor, dan eksportir yang selanjutnya menyimpan komoditas mereka di
perusahaan pergudangan yang mengeluarkan Resi Gudang. Resi gudang tersebut
diregistrasi oleh Lembaga Penjamin Penyelesaian yang kemudian menerbitkan
resi gudang bergaransi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai agunan
pembiayaan atau diperdagangkan.
Gambar 1 Skema Sistem Resi Gudang Bergaransi Sumber : Badan Pengawas Perdagangan Berhangka Komoditi (Bappebti) Departemen Perdagangan, 2005 2.3 Tinjauan Empirik Penyimpanan Gabah
Hasil penelitian Abdullah dalam Thahir (1991) tentang biaya pengeringan
gabah menyebutkan bahwa biaya pengeringan berkisar antara Rp 3-11 per
kilogram dan intensif pengeringan tersebut tidak menarik petani. Dari penelitian
tersebut diketahui bila kualitas padi yang dikeringkan ditingkatkan dari gabah
kering panen sampai gabah kering simpan, akan memberikan insentif kepada
petani dengan B/C ratio sebesar 2,6. Apabila kualitas padi ditingkatkan hingga
menjadi kering giling, maka B/C ratio turun 1,0. Sedangkan bila petani
menggunakan mesin pengering, maka biaya pengeringan dan penjemuran adalah
Rp 20,5 per kilogram. Penelitian ini dibataskan pada analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi dengan
pendekatan model regresi linear berganda dan analisis manfaat penerapan Sistem
Resi Gudang dengan pendekatan struktur usahatani, biaya pengeringan dan
penjemuran tidak menjadi tanggung jawab petani padi.
Hasil penelitian Uceu Noorsanti Dahlia (1998) tantang analisis
peningkatan pendapatan petani padi melalui penyimpanan gabah di Kabupaten
Indramayu dan Kabupaten Karawang Jawa Barat, menunjukkan bahwa
penyimpanan gabah yang paling menguntungkan adalah selama tiga bulan.
Efisiensi tertinggi untuk setiap penyimpanan satu ton gabah terjadi pada
penyimpanan selama tiga bulan dengan B/C ratio sebesar 5.0, sehingga
penyimpanan yang paling efisien dalam peningkatan pendapatan petani adalah
selama tiga bulan.
Penerapan Sistem Resi Gudang di daerah penelitian proses penyimpanan
dilakukan oleh bagian pergudangan, dan keikutsertaan petani padi dalam koperasi
tani merupakan sebuah syarat keharusan. Keikutsertaan petani dalam kelompok
tani merupakan salah satu faktor yang diduga dalam analisis model regresi linear
berganda tersebut. Lama penyimpanan yang terjadi diserahkan pada mekanisme
pengelolaan Sistem Resi Gudang di daerah penelitian. Analisis efisiensi tidak
dilakukan pada penelitian ini, tetapi analisis manfaat penerapan Sistem Resi
Gudang ini dilakukan dengan pendekatan struktur usahatani yaitu manfaat
ekonomi penerapan Sistem Resi Gudang oleh petani padi. Tingkat pendapatan
dianalisis dengan membandingkan antara kelompok petani padi Sistem Resi
Gudang dan kelompok petani padi non Sistem Resi Gudang.
2.4 Tinjauan Empirik Kesiapan Masyarakat Petani
Hasil penelitian Dwi Ratna Rahmawati (2005) tentang kesiapan
masyarakat petani, yaitu faktor kesiapan masyarakat petani dan strategi
pengembangan agropolitan menunjukkan terdapat tiga variabel yang berpengaruh
nyata terhadap kesiapan masyarakat dalam mengembangkan agropolitan, pada
selang kepercayaan 95 persen yaitu variabel luas lahan, dan jumlah penduduk.
Sedangkan pada selang kepercayaan 80 persen adalah variabel jumlah tanggungan
keluarga. Berdasarkan hasil log-likehood sebesar -18.001 menghasilkan statistik
G sebesar 14.444 dengan nilai P sebesar 0.071. Hasil perhitungan statistik Pearson
dan Deviance sebesar 0.483 dan 0.246 maka nilai P tersebut lebih besar dari α =
20 persen, sehingga model tersebut cukup layak.
Penelitian ini memilki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan Dwi
Ratna Rahmawati (2005), yaitu menganalisis faktor yang mempengaruhi
pengembangan penerapan suatu sistem baru dan petani sebagai obyek penelitian.
Pada penelitian ini, analisis menggunakan model regresi linear berganda, luas
lahan garapan dan jumlah tanggungan menjadi salah satu faktor yang diduga
berpengaruh terhadap penerapan Sistem Resi Gudang tersebut.
2.5 Tinjauan Empirik Pemasaran Gabah
Sistem pemasaran merupakan bagian penting dari mata rantai komoditas
sejak diproduksi sampai ke tangan konsumen. Sistem pemasaran juga dapat
menentukan efisiensi suatu tata niaga komoditas termasuk pangan. Pemasaran
yang menimbulkan biaya tinggi akan berdampak bukan saja mengurangi surplus
produsen, tetapi juga akan membebani konsumen. Dalam pemasaran pangan,
terdapat berbagai variasi dalam jumlah agen-agen atau panjangnya rantai
pemasaran.
Pola pemasaran pangan atau hasil pertanian pada umumnya selalu
mengalami perubahan dan perkembangan seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi pada struktur produksi dan konsumsi. Pola pemasaran
hasil pertanian juga mempunyai kaitan erat dengan perkembangan ekonomi,
karena pemasaran pangan merupakan salah satu subsistem perekonomian secara
keseluruhan. Sistem pemasaran yang efisien sangat dibutuhkan pada pasar
komoditas hasil pertanian dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan surplus
produsen maupun konsumen.
Berkaitan dengan pola pemasaran gabah dan beras, hingga saat ini pola
pemasaran gabah dan beras di tingkat petani tidak mengalami perubahan yang
berarti. Terlepas dari keunikan pola pemasaran gabah dan beras di berbagai
daerah Indonesia, namun ada satu hal yang secara prinsip sama, yaitu rentannya
posisi tawar petani dalam menjual gabah dan beras. Dengan kondisi tersebut,
petani selama ini lebih berperan sebagai penerima harga, sementara penentu harga
dominan dilakukan oleh para pedagang.
Hasil penelitian Sidik dan Purnomo (1991) yang dilakukan di Kabupaten
Karawang, Jawa Barat menunjukkan sekurang-kurangnya ada enam pola
pemasaran gabah atau beras yang banyak dilakukan oleh petani dan pelaku pasar
lain sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2 Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Karawang, Jawa Barat
Hasil studi Agusman (1991) yang dilakukan di Kabupaten Ngawi Jawa
Timur, menunjukkan rantai pemasaran gabah dan beras yang relatif lebih
seragam.
Gambar 3 Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Natawidjaja (2001) dan Rusastra et al. (2003) menunjukkan bahwa
kebiasaan petani untuk menjual gabahnya secara tebasan atau melalui pedagang
pengumpul masih tetap berlangsung.
Gambar 4 Saluran Tata Niaga Padi dari Petani sampai ke Konsumen
Pada penelitian ini, sistem pemasaran komoditas dilakukan oleh bagian
penjualan. Komoditas yang dipasarkan adalah Gabah Kering Giling (GKG) dan
beras, petani anggota tidak melakukan penjualan langsung, petani anggota hanya
melakukan penyimpanan komoditas di pergudangan. Penelitian saluran pemasaran
gabah atau beras yang dilakukan oleh Sidik dan Purnomo (Penelitian di
Kawarang, Jawa Barat), Agusman (Penelitian di Ngawi, Jawa Timur), dan
Rusastra et al. menunjukkan saluran pemasaran yang biasa dilakukan oleh petani
padi adalah ke pedagang pengumpul.
2.6 Tinjauan Empirik Kredit
Penelitian yang dilakukan oleh Rachmina (1994) dinyatakan bahwa
kebijaksanaan Paket Januari atau Pakjan (1990) telah mampu mendorong akses
pengusaha industri terhadap kredit formal. Selanjutnya, dari analisis permintaan
melalui pendekatan langsung dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap permintaan kredit yaitu tingkat bunga, omzet, dan
kelompok bank. Terdapat perkembangan atas penelitian ini dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rachmina. Komponen akses kredit menjadi salah
satu faktor yang diperhitungkan dalam penerapan Sistem Resi Gudang oleh petani
padi tersebut.
Gani (2007) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan kredit serta penilaian kredit bank yang ideal dengan
studi kasus industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR). Penelitian tersebut
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menjadi pertimbangan debitur untuk
mengambil kredit adalah prosedur kredit, suku bunga, kinerja karyawan, periode
angsuran, lokasi, jam atau hari buka kas, sistem pelayanan, kredibilitas bank, dan
kecanggihan teknologi. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif analitik, serta analisis kuantitatif dengan
metode analisis fungsi permintaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka
atribut kredit bank yang ideal menurut pengusaha IKKR adalah kredit dengan
suku bunga rendah, prosedur sangat cepat dan mudah dengan nilai agunan yang
rendah, jam atau hari buka kas sering, sistem pelayanan dan kinerja karyawan
baik, periode angsuran baik, lokasi sangat strategis, teknologi yang cukup
canggih, dan kredibilitas bank yang baik. Pada penelitian ini, analisis
menggunakan model regresi berganda, berbeda dengan penelitian kredit yang
dilakukan oleh Gani. Kemudahan kredit pada Sistem Resi Gudang merupakan
faktor yang diperhitungkan dalam penerapan oleh petani padi tersebut. Faktor jasa
pinjaman (bunga), periode angsuran yang konsisten, prosedur cepat, nilai agunan
yang mudah merupakan layanan kemudahan akses kredit yang diterima petani
padi dalam penerapan Sistem Resi Gudang.
Wicaksono (2007) didalam penelitiannya menjelaskan bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit pertanian oleh BRI Indonesia adalah
variabel produk domestik bruto sektor pertanian dan variabel tingkat
pengembalian kredit bermasalah sektor pertanian di BRI. Sedangkan variabel
tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia tidak berpengaruh secara nyata.
Metode penelitian menggunakan model ekonometrika pada tingkat signifikansi 95
persen.
Alamsyah (2007) menjelaskan bahwa karakteristik individu debitur
Kupedes sektor agribisnis yang mengalami kemacetan atau penunggakan dalam
pembayaran kredit sebagian besar berada pada usia produktif, berpendidikan SD,
memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak tiga orang, mengikuti pembinaan
dari petugas BRI, dan memiliki rumah yang berjarak sekitar dua sampai empat
kilometer dengan BRI. Adapun karakteristik usaha debitur Kupedes sektor
agribisnis yang mengalami kemacetan atau penunggakan dalam pembayaran
kredit sebagian besar memiliki pengalaman usaha antara 3-6 tahun, memiliki
jangka waktu pengembalian kredit 24 bulan, menyatakan tidak keberatan dengan
beban bunga, dan memiliki omzet per bulan Rp. 1.000.000 sampai Rp. 2.000.000.
Pada penelitian ini, kemudahan akses kredit menjadi bagian penting dalam
penerapan Sistem Resi Gudang. Pinjaman diberikan kepada petani anggota yang
menyimpan komoditasnya di gudang, berupa modal usahatani, dan input pertanian
(benih, saprodi, dan obat-obatan).
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teori
3.1.1 Konsep Penyimpanan Komoditi Pertanian
Sebagian produksi pertanian dan pemasarannya sangat dipengaruhi oleh
faktor musim. Periode tanaman pada umumnya hanya meliputi beberapa waktu
sepanjang tahun. Sebaliknya komoditas pertanian dijual sepanjang tahun untuk
memenuhi permintaan konsumen. Limbong dan Sitorus (1985) mengemukakan
bahwa sistem pemasaran dari hasil pertanian harus tersedia sepanjang tahun.
Dalam proses penyediaan atau alokasi komoditas terdapat dua macam biaya yang
harus diperhitungkan yaitu biaya yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas
penyimpanan (gudang) dan biaya risiko perubahan harga selama proses
penyimpanan. Gambar 5 menunjukkan hubungan antara biaya penyimpanan dan
lamanya penyimpanan. Proses penyimpanan komoditas akan mempengaruhi
mutu. Mutu dan nilai dari suatu komoditas akan meningkat melalui penyimpanan
atau sebaliknya.
Gambar 5 Hubungan antara Biaya penyimpanan dan Lama Penyimpanan ( Limbong dan Sitorus, 1985)
Gambar 5.a. menunjukkan mutu dan nilai komoditas yang menurun dengan
penyimpanan yang semakin lama. Sedangkan gambar 5.b. menunjukkan mutu dan
nilai komoditas yang meningkat dengan penyimpanan sampai waktu tertentu dan
setelah itu mutunya mulai menurun.
Beras adalah bahan pangan dominan untuk masyarakat Indonesia, dan
ketersediaan bahan pangan ini diperlukan setiap tahunnya. Sebaliknya usahatani
padi dipengaruhi oleh keadaan iklim, sehingga dalam proses penyedian pangan
ini diperlukan sistem penyimpanan yang baik. Dalam penerapan Sistem Resi
Gudang, proses pengelolaan penyimpanan komoditas gabah atau beras menjadi
tanggung jawab bagian pergudangan. Mutu komoditas penyimpanan dikelola oleh
bagian pergudangan, sebaliknya petani penyimpan komoditas tidak dibebankan
risiko atas proses penyimpanan. Tujuan dalam penerapan Sistem Resi Gudang
adalah menjamin harga jual yang tinggi, dengan poses penyimpanan (penundaan)
komoditas yang baik, yang didasarkan pada pernyataan Limbong dan Sitorus
(1985) tentang hubungan biaya penyimpanan dan lama penyimpanan tersebut.
Menurut Dahl dan Hammond (1977), semakin lama waktu penyimpanan
maka semakin besar pula risikonya. Terdapat dua risiko yang harus diperhatikan
dalam melakukan penyimpanan, yaitu risiko terhadap penyusutan fisik dari
produk dan risiko terhadap perubahan harga. Penyusutan fisik dapat disebabkan
oleh faktor alam, kebakaran, pencurian, gangguan serangga atau gangguan
lainnya. Sedangkan risiko terhadap harga disebabkan perubahan harga yang
terjadi terus menerus sehingga harga yang akan terjadi tidak dapat diperkirakan.
Setiap usaha yang dilakukan dipengaruhi oleh banyak faktor
ketidakpastian. Dalam upaya pengembangan pertanian nasional diperlukan
pengembangan keunggulan komparatif menuju keunggulan kompetitif (berdaya
saing tinggi), yaitu pengembangan kelembagaan, kepastian harga jual komoditi,
dan pengembangan teknologi berkelanjutan. Program Sistem Resi Gudang
merupakan alternatif upaya menuju pengembangan pertanian yang berdaya saing,
yang dilakukan dengan sistem yang baik. Dalam proses penyimpanan komoditas
yang dikelola oleh bagian pergudangan diharapkan mampu untuk mengurangi
risiko yang terjadi, yaitu risiko penyusutan fisik komoditas dan risiko perubahan
harga tersebut.
3.1.2 Konsep Faktor Kesiapan dan Penerapan Teknologi
3.1.2.1 Umur
Menurut Mardikanto (1993) seperti dikutip oleh Kasup (1998) bahwa
umur seseorang mempunyai hubungan dengan kapasitas belajarnya, dan
berpengaruh terhadap kematangan seseorang baik fisik maupun mental. Kapasitas
belajar seseorang pada umumnya berkembang cepat pada umur 20 tahun dan
semakin berkurang hingga pada puncaknya sampai umur sekitar 50 tahun.
Pelaku dalam penerapan Sistem Resi Gudang gabah adalah masyarakat
petani. Proses pembelajaran Sistem Resi Gudang sangat diperlukan dalam
menunjang kesiapan masyarakat petani sampai menerapkannya. Proses belajar ini
dipengaruhi oleh umur. Sehingga umur merupakan salah satu faktor penting
dalam penerapan Sistem Resi Gudang tersebut.
3.1.2.2 Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi dalam hal
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Muhibinsyah (1995) seperti dikutip oleh
Kasup (1998) menyebutkan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses
menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui suatu
pengajaran. Suhardiyono ( 1992) seperti dikutip oleh Kasup (1998) menambahkan
bahwa para ahli pendidikan mengenal tiga sumber pengetahuan bagi setiap orang,
yaitu (1) pendidikan informal, yaitu proses pendidikan panjang yang diperoleh
dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, ketrampilan, sikap hidup, dan
segala sesuatu pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan di dalam
masyarakat, (2) pendidikan formal, yaitu struktur dari sistem pendidikan atau
pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan, mulai dari
prasekolah sampai ke perguruan tinggi, (3) pendidikan nonformal adalah
pengajaran sistematis yang diorganisir di luar pendidikan formal bagi sekelompok
orang untuk memenuhi keperluan khusus seperti penyuluhan pertanian.
Mardikanto (1993) seperti dikutip oleh Kasup (1998) mengatakan bahwa
kapasitas belajar seseorang merupakan kemampuannya untuk menerima
rangsangan atau pengalaman baru yang dipengaruhi oleh keadaan fisik, keadaan
psikis (umur, dan tingkat pendidikan), maupun lingkungan sosial budaya
masyarakat. Selanjutnya, ditambahkan bahwa tingkat pendidikan seseorang
mempengaruhi kapasitas belajarnya, karena ada kegiatan tertentu yang
memerlukan tingkat pengetahuan tertentu pula untuk dapat memahaminya.
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
maka semakin baik pula pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya semakin cepat
dalam proses penyerapan pengalaman baru. Usahatani di Indonesia didominasi
oleh usaha skala kecil, beragam dalam kualitas dan kuantita komoditas yang
dihasilkan, dan karakteristik sumberdaya patani yang rendah, salah satunya adalah
tingkat pendidikan yang rendah.
Berbagai program pengembangan pertanian yang harus diperhatikan
adalah kemudahan dalam penerapannya, sehingga mampu untuk dilaksanakan
oleh masyarakat petani Indonesia sesuai dengan karakeristiknya. Begitu juga
dalam penerapan Sistem Resi Gudang ini, tingkat pendidikan diharapkan tidak
menjadi penghambat dalam proses penerapannya. Tingkat pendidikan menjadi
salah satu faktor penting, sebagai indikator kemudahan dalam penerapan.
3.1.2.3 Pengalaman
Menurut Siagian (1983) seperti dikutip oleh Kasup (1998) yang dimaksud
dengan pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang diperoleh seseorang dari
peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Menurut Soedijanto
(1993) seperti dikutip oleh Kasup (1998), daya belajar seseorang ditentukan oleh
dua faktor yang selalu terdapat bersama-sama yaitu : (1) faktor mekanisme belajar
dan kematangan otak, organ-organ sensual, otot dari organ-organ tersebut dan
lainnya, (2) faktor akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk belajar lainnya.
Stan Kosen (1986) seperti dikutip oleh Kasup (1998) mengatakan bahwa
dalam mengambil suatu keputusan tentang berbagai masalah, seseorang sangat
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di masa lampau, kecakapan persepsi
dan asumsi mengenai situasi tertentu. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Sukartawi ( 1986) seperti dikutip oleh Kasup (1998) bahwa petani yang baru
belajar (pemula) dan petani yang sudah berpengalaman akan berbeda dalam hal
kecepatan melakukan proses adopsi inovasi.
Pengalaman merupakan faktor yang berkorelasi positif dengan umur,
semakin bertambah umur seseorang akan meningkatkan pengalamannya.
Sebaliknya tingkat pendidikan sulit untuk dijadikan indikator utama dalam
penelitian pertanian, dengan karakteristik sumberdaya petani yang rendah
tersebut. Dalam penerapan Sistem Resi Gudang tingkat pengalaman merupakan
faktor yang harus diperhatian, menjadi indikator penting bagi kesiapan adopsi
inovasi program baru seperti penerapan Sistem Resi Gudang tersebut.
3.1.3 Konsep Adopsi Inovasi dan Penerapan Teknologi
Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) seperti dikutip oleh Kasup (1998),
adopsi inovasi adalah suatu proses pengambilan keputusan melalui proses mental
sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk
menerima ataupun menolaknya dan memberikan pengakuan atas keputusannya
tersebut. Adopsi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
terhadap suatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat, menilai sampai
menerapkan, sedangkan inovasi adalah gagasan, tindakan atau teknologi,
termasuk barang yang dianggap baru oleh seseorang (Levis, 1996 seperti dikutip
oleh Kasup, 1998).
Soekartawi (1986) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan teknologi baru adalah faktor sosial, faktor kebudayaan, faktor personal
dan faktor situasional. Faktor sosial terbagi menjadi anggota keluarga, tetangga,
klik sosial, kelompok referensi, kelompok formal dan status sosial. Faktor
personal terdiri dari umur, pendidikan, dan karakteristik psikologi. Faktor-faktor
situasional terdiri dari pendapatan rumah tangga, ukuran usahatani, status
kepemilikan lahan, prestise masyarakat, sumber-sumber informasi dan jenis
inovasi.
Sistem Resi Gudang merupakan sebuah program alternatif baru dalam
upaya pengembangan pertanian Indonesia. Inovasi baru ini dapat dinilai
keberhasilannya, jika mampu diterapkan oleh masyarakat petani di Indonesia.
faktor ukuran keluarga, umur, pendidikan, ukuran usahatani (luas lahan garapan),
dan status penguasaan lahan menjadi faktor penting yang diprediksi
mempengaruhi penerapan Sistem Resi Gudang, sesuai dengan konsep adopsi
inovasi dan penerapan teknologi tersebut.
3.1.4 Konsep Usahatani
Usahatani merupakan organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan
pengololan yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian (Baachtiar
Riva’i 1960). Sedangkan menurut Soehardjo dan Patong (1973), usahatani adalah
suatu kegiatan yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja dan modal yang
ditujukan kepada produksi di bidang pertanian. Organisasi ini dalam
pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau
sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun
territorial sebagai pengelolanya. Penerapan Sistem Resi Gudang berhubungan erat
dengan usahatani. Pelaku sistem merupakan petani dan produk yang dihasilkan
merupakan komoditas pertanian.
3.1.4.1 Ciri-ciri Usahatani di Indonesia dan Tujuan Pelaksanaan Usahatani
Soekartawi et al (1986) mengungkapkan pada umumnya ciri-ciri usahatani
di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani yang
masih terbatas serta kurang dinamis, dan rendahnya pendapatan petani. Lahan
yang sempit merupakan cerminan terbatasnya sumberdaya dasar tempat petani
berusahatani. Terlebih lagi, lahan petani kecil umumnya tidak subur dan
terpencar-pencar dalam beberapa petak. Selain itu, mereka menghadapi pasar dan
harga yang tidak stabil dan tidak cukup menerima dukungan penyuluhan.
Petani memiliki tujuan dalam melaksanakan usahatani. Usahatani yang
memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga disebut usahatani pencukup
kebutuhan keluarga (subsistence farm). Di sisi lain, usahatani yang berjalan
didasari tujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya disebut usahatani
komersial (commercial farm). Ciri-ciri usahatani di Indonesia merupakan salah
satu persoalan dan faktor penyebab tidak berkembangnya pertanian di Indonesia.
Sistem Resi Gudang merupakan alternatif untuk menjawab persoalan ini. Kredit
usaha dapat diberikan kepada petani dengan agunan yang mudah (komoditas yang
disimpan), sehingga dapat membantu petani dalam meningkatkan modal
usahanya. meningkatkan harga jual dengan adanya mekanisme penyimpanan
komoditas pertanian, pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.
3.1.4.2 Faktor-faktor Produksi dalam Usahatani
Keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor-
faktor pada usahatani itu sendiri (intern) dan faktor-faktor di luar usahatani
(ektern) (Hermanto, 1989). Adapun faktor intern antara lain petani pengelola,
tanah usahatani, tenaga kerja, modal, jumlah keluarga, dan kemampuan petani
dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Di sisi lain, faktor ekternal yang
berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah teknologi, tersedianya sarana
transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan
bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dll), fasilitas kredit, dan sarana
penyuluhan bagi petani.
Hermanto (1989) menyatakan empat unsur pokok atau faktor-faktor
produksi dalam usahatai yaitu pertama lahan. Lahan usahatani dapat berupa tanah
pekarangan, tegalan, sawah, dan sebagainya. Lahan yang digunakan dalam
usahatani dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dengan membeli,
menyewa, menyakap, negara, warisan, wakaf, atau membuka lahan sendiri.
Faktor kedua adalah tenaga kerja. Tenaga kerja menjadi pelaku dalam
usahatani menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga
kerja antara lain tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, tenaga kerja makanik.
Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak.
Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman,
tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti ilkim, dan kondisi
lahan usahatani. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja, petani memperkerjakan
buruh yang berasal dari luar keluarga dengan memberi balas jasa atau upah.
Sehingga, sumber tenaga kerja dalam usahatani dapat berasal dari dalam dan luar
keluarga.
Ukuran tenaga dalam perhitungan tenaga kerja usahatani pada umumnya
menggunakan ukuran setara jam pria atau hari pria dengan menggunakan faktor
konversi. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja berbeda dalam keahlian,
kekuatan, dan pengalaman, sedangkan pekerjaan dalam berusahatani pun berbeda-
beda. Adapun konversi tenaga kerja adalah dengan membandingkan tenaga kerja
pria sebagai ukuran baku, yaitu: 1 HOK = 1 hari kerja pria (HKP), 1 HOK wanita
= 0.8 HKP, 1 HK ternak = 2 HKP, dan 1 HOK anak = 0.5 HKP.
Faktor ketiga adalah modal. Modal adalah barang atau uang yang bersama-
sama dengan faktor produksi lain menghasilkan barang-barang baru, yaitu produk
pertanian. Modal dapat berupa tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman,
ternak, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, dan uang tunai. Penggunaan
modal berfungsi membantu meningkatkan produktivitas dan menciptakan
kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu usahatani digunakan
untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani
berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atu
kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa.
Faktor keempat adalah pengelolaan atau manajemen. Manajemen adalah
keampuan untuk mencukupi keinginan manusia di dunia yang rentan akan risiko
dan ketidakpastian. Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai
sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang
diharapkan. Pemahaman prinsip teknik dan ekonomis menjadi syarat bagi
pengelola. Pengenalan prinsip teknik dan ekonomis menjadi syarat bagi pengelola.
Pengenalan dan pemahaman prinsip teknik meliputi: (1) perilaku cabang usaha
yang diputuskan, (2) perkembangan teknologi, (3) tingkat teknologi yang
dikuasai, (4) cara budidaya atu alternatif lain berdasarkan pengalaman lain.
Sedangkan prinsip ekonomis terdiri dari: (1) penentuan perkembangan harga, (2)
kombinasi cabang usaha, (3) pemasaran hasil, (4) pembiayaan usahatani, (5)
penggolongan modal dan pendapatan, (6) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.
Panduan penerapan kedua prinsip tersebut tercermin dari keputusan yang diambil
agar tidak menjadi tanggungan pengelola. Kesediaan risiko tergantung kepada: (1)
tersedianya modal, (2) status petani, (3) umur, (4) lingkungan usaha, (5)
perubahan posisi, (6) pendidikan, (7) pengalaman petani.
3.1.4.3 Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan
biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Soeharjo dan Patong (1973)
menyatakan bahwa tujuan uatama dari analisis pendapatan usahatani adalah
menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan menggambarkan
keadaan usahatani yang akan datang.
Penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan
produk usahatani. Penerimaan usahatani dikategorikan menjadi tiga, yaitu (1)
hasil penjualan produk yang akan dijual, (2) hasil penjualan produk sampingan,
dan (3) produk yang dikonsumsi rumah tangga selama melakukan kegiatan
usahatani.
Biaya yang dimasukkan dalam pendapatan usahatani dibagi menjadi dua,
yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang
dibayarkan secara tunai oleh petani dalam proses produksi, contohnya biaya
pembelian pupuk, obat-obatan, bibit, pajak, dan biaya tenaga kerja luar keluarga.
Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang digunakan petani untuk menghitung
pendapatan di mana asset petani ikut dimasukkan, meliputi penyusutan modal dan
alat-alat, biaya tenaga kerja keluarga, sewa lahan dan lain-lain. Jumlah biaya tunai
dan biaya diperhitungkan merupakan total biaya yang dikeluarkan petani.
Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan
pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih selisih
antara penerimaan tunai usahatani dengan biaya tunai usahatani. Penerimaan tunai
dan biaya tunai tidak mencakup yang berbentuk benda nilai produk usahatani
yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja
yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani
(Soekartawi, el al. 1986). Pendapatan total usahatani adalah selisih antara
penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan.
3.1.4.4 Imbangan Penerimaan dan Biaya
Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan untuk setiap
biaya yang dikeluarkan ( Revenue-Cost ratio atau RC ratio). Rasio penerimaan
atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari
setiap biaya yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Dengan analisis ini dapat
diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. Nilai R/C ratio lebih
besar dari satu ini menunjukkan bahwa setiap penambahan satu satuan biaya akan
mendapatkan suatau tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu satuan
penerimaan dan usahatani ini dikatakan efisien. Sebaliknya, nilai R/C ratio lebih
kecil dari satu artinya penambahan biaya satu satuan biaya akan menghasilkan
penerimaan kurang dari satu satuan penerimaan dan usahatani ini dikatakan tidak
efisien.
Penerapan Sistem Resi Gudang bertujuan salah satunya untuk
meningkatkan nilai tawar petani, sehingga dapat meningkatkan pendapatannya.
Konsep usahatani berkaitan erat dengan Sistem Resi Gudang, pada prinsipnya
penerapan Sistem Resi Gudang harus memberikan manfaat kepada petani, melalui
pemahaman konsep usahatani, analisis manfaat bagi petani dalam penerapan
Sistem Resi Gudang dapat dilakukan.
3.1.5 Konsep Tataniaga Pertanian
Pemasaran merupakan salah satu metode untuk dapat menyampaikan suatu
produk ke tangan konsumen yang tepat. Philip Khotler (2005) dalam Manajemen
Pemasaran mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial melalui proses
tersebut individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan manajemen
merupakan suatu seni dalam menjual produk. Sehingga manajemen tataniaga
merupakan seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran serta mendaparkan,
mempertahankan, dan menambahkan jumlah pelanggan melalui penciptaan,
penyampaian, dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul. Gambar 6
menjelaskan tentang sistem pemasaran yang sederhana bagaimana suatu barang
dan jasa yang ada ditangan produsen biasa sampai ditangan pembeli dan
bagaimana pembeli memiliki keinginan untuk memperoleh barang dari produsen.
Gambar 6 Sistem Pemasaran Sederhana
Berdasarkan Limbong dan Sitorus (1985), pemasaran (tataniaga) pertanian
mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak
milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan
usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya
kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang
ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan
yang lebih tinggi kepada konsumennya. Sistem Resi Gudang berhubungan erat
dengan tataniaga pertanian. Adanya proses pemindahan hak milik dan hak fisik
dari komoditas hasil pertanian sampai ke tangan konsumen. Komoditas pertanian
dihasilkan oleh petani, dan proses tataniaga dilakukan oleh pengelola gudang Resi
Gudang, komoditas sampai pada konsumen dengan harga jual yang sesuai
sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
Industri (Kumpulan
Penjual)
Pasar (kumpulan Pembeli)
Komunikasi
Barang/Jasa
Uang
Informasi
3.1.6 Konsep Kredit
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan kata yang
asing bagi masyarakat. Kata kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-
kota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat
populer. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya
bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi
segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang telah dijanjikan itu dapat berupa
barang, uang, atau jasa (Suyatno, 2007).
Kata kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan.
Kepercayaan yang dimaksud di dalam perkreditan adalah di antara si pemberi dan
si penerima kredit. Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang atau barang)
dengan balas prestasi (kontra prestasi) yang akan terjadi pada waktu mendatang
(Simorangkir, 2004).
Apabila dibedakan menurut sumbernya, kredit dapat dibedakan menjadi
kredit formal dan non formal. Kredit formal adalah kredit yang berasal dari
lembaga keuangan formal, baik lembaga yang berciri bank atau bukan bank.
Sedangkan kredit non-formal adalah kredit yang berasal dari lembaga keuangan
non-formal, seperti pelepas uang atau rentenir, pedagang atau tengkulak, pengijon,
keluarga dan sebagainya (Rachmina, 1994).
Bank yang pedomannya adalah memperoleh hasil yang setinggi-tingginya
dari yang dipinjamkan tanpa mempersoalkan penggunaan kredit yang
diberikannya disebut pemberian kredit berdasarkan privat ekonomi. Pertimbangan
utama baginya ialah pinjaman pokok bersama tingkat bunga yang tinggi dibayar
kembali tepat pada waktunya. Bank komersial dalam memberikan kredit pada
umumnya bertitik tolak dari segi sosial ekonomi (Simorangkir, 2004).
Pemberian kredit dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, maka bank
hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk
kredit, jika merasa yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu mampu
dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Dari faktor kemampuan
dan kemauan tersebut, tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga
unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut saling
berkaitan (Suyatno, 2007).
Siklus perkreditan dimulai sejak pengajuan permohonan kredit hingga
akhirnya disetujui, dicairkan, diawasi, dan pelunasan kredit. Gambar 7
menunjukkan siklus perkreditan tujuh langkah.
Gambar 7 Siklus Perkreditan Dendawijaya, 2000
Dari gambar 7 dapat dijelaskan bahwa langkah perkreditan meliputi: (1)
calon debitur atau nasabah mengajukan permohonan kredit kepada pihak atau
badan yang memberikan kredit, (2) kemudian surat permohonan tersebut
7b. Tambahan
kredit
1. Permohonan
kredit
2. Analisis kredit
3. Persetujuan
kredit
4. Perjanjian
kredit
5. Pencairan
kredit
6. Pengawasan
kredit
7a. Pelunasan
kredit
7c. Kredit
bermasalah
dianalisis apakah disetujui atau tidak, (3) atas laporan analisis kredit tersebut,
persetujuan kredit dilakukan oleh suatu komite yang dibentuk direksi yang disebut
“komite kredit”, (4) selanjutnya perjanjian kredit dipersiapkan notaris publik yang
ditunjuk oleh bank atau dipilih oleh calon nasabah, (5) setelah berbagai
persyaratan dipenuhi oleh debitor bank akan mencairkan kredit, (6) pengawasan
kredit dilakukan setelah kredit cair, pengawasan ini merupakan satu kunci utama
untuk mengetahui dari keberhasilan pemberian kredit, (7a) dalam kondisi ideal,
nasabah akan dapat memenuhi kewajibannya terhadap bank sesuai dengan
kesepakatan yang dimuat dalam perjanjian kredit dan nasabah dapat (mampu atau
mau) membayar angsuran pokok pinjaman, (7b) bagi nasabah yang berhasil dalam
menjalankan usahanya, maka nasabah tersebut akan datang kembali ke bank untuk
mambicarakan kemungkinan memperoleh penambahan kredit bagi perluasan
usaha, (7c) perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menggembirakan
bagi pihak bank adalah apabila kredit yang diberikannya ternyata menjadi kredit
yang bermasalah, debitor gagal untuk memenuhi kewajibannya membayar
angsuran pokok kredit.
Kemudahan akses kredit diperlukan dalam menunjang usaha pertanian, di
dalam penerapan Sistem Resi Gudang kredit usaha ini dilakukan dengan jaminan
komoditas yang disimpan di gudang, dan pelunasan kredit dilakukan setelah
komoditas terjual. Di dalam Penerapan Kredit Usaha Resi Gudang dikenakan
biaya pengelolaan dan bunga sesuai peraturan dalam Sistem Resi Gudang.
3.2 Kerangka Konseptual
Sistem Resi Gudang di Indonesia diharapkan dapat diterapkan oleh
seluruh masyarakat petani, dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani.
Rentannya penerimaan harga jual yang relatif rendah oleh petani, rendahnya
kemudahan akses permodalan menjadi permasalahan penting yang harus dihadapi.
Usahatani di Indonesia didominasi oleh usaha beskala kecil dan beragam dalam
kualitas dan kuantitas, dengan karakteristik sumberdaya petani yang rendah.
Keberhasilan penerapan Sistem Resi Gudang sangat ditentukan oleh
kemudahan proses penerapan, dan sesuai dengan karakteristik pertanian tersebut.
Sistem Resi Gudang yang dilaksanakan di daerah penelitian, merupakan salah satu
daerah pengembangan, dengan komoditas gabah. Sistem Resi Gudang yang
dikelola oleh Koperasi Unit Desa (KUD) Trisula sudah berlangsung lama dengan
sebutan Sistem Tunda Jual, petani anggota tergabung dalam Koperasi Tani
(Koptan) yang terbagi menjadi beberapa kelompok di desa masing-masing.
Sebaliknya, tidak semua masyarakat petani di kecamatan Palasah ikut menerapkan
Sistem Resi Gudang tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan Sistem Resi Gudang oleh petani padi. Faktor-faktor
penduga dianalisis dengan model regresi linear berganda, faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi penerapan Sistem Resi Gudang antara lain: ciri individu
responden (karakteristik responden), tingkat pengalaman responden, ciri usahatani
responden, dan ciri eksternal responden.
Ciri individu responden atau karakteristik responden antara lain: tingkat
umur, tingkat pendididkan formal, ukuran keluarga (jumlah tanggungan keluarga),
dan pengeluran konsumsi keluarga. Tingkat pengalaman responden terdiri atas:
tingkat pengalaman usahatani yaitu, berapa tahun responden berkecimpung dalam
usahatani. Tingkat tingkat pengalamana kredit yaitu, berapa kali dalam setahun
terakhir responden mengakses kredit permodalan. Tingkat pengalaman tunda jual
yaitu, berapa tahun responden sudah melakukan penundaan jual atas hasil
panennya. Ciri usahatani responden terdiri atas: luas lahan garapan, dan status
penguasaan lahan. Sedangkan ciri eksternal responden yang diduga berpengaruh
antara lain: keikutsertaan responden dalam penyuluhan pertanian yang telah
diadakan, serta keikutsertaan responden dalam kelompok tani.
Analisis juga dilakukan untuk melihat manfaat yang dapat dirasakan petani
padi dalam menerapkan Sistem Resi Gudang tersebut. Pendekatan yang dipakai
adalah pendekatan analisis pendapatan usahatani. Kerangka konseptual penelitian
penerapan Sistem Resi Gudang di kecamatan Palasah, kabupaten Majalengka,
Jawa Barat dapat dilihat pada gambar 8 sebagai berikut.
Gambar 8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang, Manfaat Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi , di Kecamatan Palasah,
Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka,
Propinsi Jawa Barat dengan waktu pengambilan data pada bulan Juni 2008.
Lokasi ini dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kecamatan Palasah
merupakan daerah pengembangan Sistem Resi Gudang melalui KUD Trisula yang
beralamat di Desa Cisambeng, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka.
Penerapan Sistem Resi Gudang di Kecamatan Palasah ini adalah komoditas padi,
salah satu komoditas pertanian pangan unggulan yang tersebar di 15 kecamatan
sebagai sentra produksi padi Kabupaten Majalengka.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani.
Petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah petani padi yang menerapkan
dan tidak menerapkan Sistem Resi Gudang. Wawancara dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Pengamatan langsung
dilakukan di KUD Trisula untuk melihat secara detail penerapan Sistem Resi
Gudang. Wawancara dilakukan kepada pengelola gudang dengan menggunakan
daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui
laporan-laporan tertulis dari media massa, lembaga dan instansi yang terkait
dengan penelitian ini seperti Bappebti, Depertemen Perdagangan, Biro Pusat
Statistik, Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, dan
lain-lain.
4.3 Metode Penarikan Sampel
Penarikan sampel dilakukan dengan metode sampel random berstrata,
kelompok sampel dibagi menjadi kelompok petani padi SRG (petani padi yang
menerapkan Sistem Resi Gudang) dan kelompok petani padi non SRG (yang tidak
menerapkan Sistem Resi Gudang). Jumlah populasi petani padi di Kecamatan
Palasah sebesar 7.708 kepala keluarga.
Jumlah petani padi yang tergabung dalam Koperasi Tani (Koptan) Trisula
sebesar 405, terbagi menjadi 27 kelompok tani tersebar di seluruh desa. Sebesar
7.303 petani padi tidak tergabung dalam Koperasi Tani tersebut. Jumlah sampel
yang diambil dihitung dengan rumus Slovin (dalam Umar, 1999) sebagai berikut:
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Persentase kelonggaran ketidaktelitian (kesalahan pengambilan
sampel yang masih ditolerir)
Jumlah minimal sampel yang diambil menggunakan rumus Slovin tersebut
sebesar 45 petani padi (N = 7.708, e = 15 persen), dan sampel yang diambil dalam
penelitian ini sebesar 60 petani padi. Dibagi menjadi dua kelompok sampel
dengan jumlah yang sama, yaitu 30 petani padi SRG dan 30 petani padi non SRG.
Rata-rata jumlah anggota masing-masing kelompok koperasi tani sebesar
15 petani padi, dengan jumlah anggota terbanyak sebesar 35 petani padi.
Pengelola Sistem Resi Gudang tidak mempunyai daftar lengkap anggota, karena
yang bertanggung jawab langsung kepada pengelola tersebut adalah masing-
masing ketua kelompok. Beberapa tahap dilakukan dalam penarikan sampel
kelompok petani SRG, agar tetap dapat mewakili populasi. Pertama penarikan
sampel random, kelompok tani yang dipilih sebesar 15 kelompok tani, kemudian
masing-masing kelompok tani dilipih 2 petani padi sebagai responden. Sedangkan
penarikan sampel untuk petani non SRG dilakukan dengan sebuah ketentuan,
yaitu kesamaan desa tempat tinggal kelompok petani SRG tersebut.
4.4 Metode Pengolahan Data
Analisis kualitatif dan kuantitatif dilakukan berdasarkan data primer dan
sekunder dari hasil pengambilan data. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat
penerapan Sistem Resi Gudang di tempat penelitian dan beberapa hal terkait yang
diuraikan secara deskriptif. Data Kuantitatif disajikan dengan menggunakan tabel
data frekuensi dan persentase. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan alat
hitung atau kalkulator dan dengan bantuan komputer, yaitu menggunakan
software Microsoft Excel 2007 dan software Minitab Release 14 for windows.
4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani
Usahatani adalah kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk menghasilkan
keluaran atau penerimaan dengan masukan atau korbanan berupa fisik, tenaga
kerja dan modal. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total
pengeluaran. Pendapatan dalan hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan
atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Penerimaan total adalah nilai
produk total uasahatani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total adalah
nilai semua korbanan yang dikeluarkan dalam proses produksi.
Pendapatan atas biaya tunai dapat dituliskan sebagai berikut:
Keterangan :
П Tunai = pendapatan tunai atau keuntungan tunai usahatani
TR = penerimaan total usahatani
Bt = biaya tunai
Perhitungan pendapatan atas biaya total adalah sebagai berikut:
Keterangan :
П Total = pendapatan total atau keuntungan total usahatani
BT = biaya total (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan)
4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis model regresi linear berganda yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Sistem Resi Gudang
oleh petani padi di daerah penelitian. Faktor yang diduga berpengaruh, yaitu ciri
individu responden (karakteristik responden) yang terdiri dari tingkat umur
responden, tingkat pendidikan formal responden, ukran keluarga (jumlah
tanggungan keluarga), dan tingkat pengeluran konsumsi bahan pangan keluarga.
П tunai = TR - Bt
П total = TR - BT
Faktor tingkat pengalaman responden terdiri dari tingkat pengalaman
usahatani, tingkat pengalaman akses kredit, dan tingkat pengalaman penundaan
penjualan komoditas gabah. Faktor Ciri usahatani responden terdiri dari luas lahan
garapan, dan status penguasaan lahan. Faktor ciri eksternal terdiri dari
keikutsertaan responden dalam penyuluahan pertanian. Persamaan regresi untuk
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Sistem Resi Gudang oleh
petani padi adalah:
Keterangan :
Y = Persentase (%) Alokasi SRG (jumlah penyimpanan per produksi padi)
X1 = Umur Responden (Tahun)
X2 = Tingkat Pendidikan formal responden (Skala)
X3 = Ukuran keluarga atau jumlah tanggungan keluraga (Jiwa)
X4 = Pengeluaran konsumsi bahan pangan keluarga (kg GKG)
X5 = Tingkat pengalaman usahatani (Tahun)
X6 = Tingkat pengalaman akses permodalan (kali/tahun)
X7 = Tingkat pengalaman penundaan penjualan komoditas (tahun)
X8 = Luasan lahan garapan (m2)
X9 = Keikutsertaan responden dalam penyuluhan pertanian (kali/tahun)
D1 = Dummy penguasaan lahan (1 = milik, milik serta sewa; 0 = selain
milik, hanya sewa)
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 +
b10D1 + ε
a = Konstanta
bi = Nilai koefisien variabel bebas ke-i
ε = Error term
Pengukuran ketepatan model hasil analisis salah satunya menggunakan
nlai koefisien determinan (R2), bertujuan untuk mengukur proporsi keragaman
(variasi) total dalam variabel tidak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh bariabel-
variabel bebas (Xi) secara bersama-sama dan menunjukkan besarnya sumbangan
variabel bebas (Xi) terhadap variabel tidak bebas (Y). Sedangkan koefisien
korelasi berganda (R) akar dari R2, mengukur keeratan hubungan linear diantara
variabel tidak bebas (Y) dan semua variabel bebas (X i) dalam model tersebut.
Dimana:
R2 = Koefisien determinan
JKR = Jumlah kuadrat regresi
JKL = Jumlah kuadrat total
4.4.3 Pengujian-pengujian Model Regresi
Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model
penduga dan terhadap parameter regresi. Pengujian terhadap model penduga,
tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga yang
diajukan sudah layak untuk menduga parameter dalam fungsi regresi.
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel yang
dimasukkan dalam model (Xi) berpengaruh nyata dalam menjelaskan karagaman
total dari variabel tidak bebas (Y). Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho : Semua variabel bebas (Xi) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel tidak bebas (Y)
Hi : Semua variabel bebas (Xi) secara bersama-sama mempengaruhi variabel
tidak bebas (Y) atau paling tidak terdapat satu variabel bebas yang
berpengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y).
Dengan kriteria Uji F : Ho ditolak jika F hitung ≤ F tabel, Ho diterima jika F
hitung > F tabel.
Uji t ditujukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas
(X i) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y). Hipotesis yang
digunakan adalah:
Ho : bi = 0
Hi : bi ≠ 0;
Dengan kriteria uji t adalah Ho ditolak jika t hitung ≤ t tabel, dan Ho diterima jika
t hitung > t tabel.
4.4.4 Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran
Batasan-batasan dari istilah yang dipakai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Petani Padi adalah petani yang berusaha dalam bidang pertanian padi yang
menerapkan Sistem Resi Gudang dan yang tidak menerapkan Sistem Resi
Gudang.
2. Produksi Padi adalah seluruh hasil padi dalam bentuk gabah kering giling
yang didapat dari luas lahan tertentu yang diukur dengan satuan kilogram.
3. Harga Produk adalah harga jual padi berupa gabah yang diukur dengan satuan
rupiah per kilogram
4. Penerimaan Usahatani adalah hasil perkalian antara produksi padi dan harga
produk, yang dinyatakan dengan satuan rupiah.
5. Biaya Tunai adalah pengeluaran dari petani padi yang dibayar dengan alat
pembayaran uang, mulai dari awal penanaman padi sampai dengan pasca
panen, termasuk biaya jasa penyimpanan dan kredit Sistem Resi Gudang.
Dinyatakan dengan satuan rupiah.
6. Pendapatan Kotor adalah penerimaan Usahatani padi yang dikurangi dengan
biaya tunai.
7. Biaya Diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik
sendiri dan pemakaian tenaga kerja dalam keluarga berdasarkan tingkat upah
yang berlaku.
Dalam analisis model regresi linear berganda, faktor yang diduga
berpengaruh dijelakan sebagai berikut:
1. Umur (X1)
merupakan angka yang menunjukkan usia petani responden sejak dilahirkan
hingga tahun dilaksanakannya penelitian, satuan yang digunakan adalah
tahun.
2. Tingkat pendidikan formal (X2)
Merupakan tingkat pendidikan formal petani, satuan yang digunakan adalah
skala (angka 1= tidak tamat SD/Sederajat; 2= tamat SD/Sederajad; 3= tamat
SLTP; 4= tamat SLTA; 5= tamat diploma atau sarjana muda; dan 6= tamat
sarjana atau pasca sarjana)
3. Ukuran keluarga atau jumlah tanggungan keluarga (X3)
Merupakan angka yang menunjukkan jumlah anggota keluarga yang tinggal
bersama dan masih menjadi tanggungan biaya petani responden, diukur
dengan satuan jiwa.
4. Pengeluaran konsumsi bahan pangan keluarga (X4)
Merupakan angka yang menunjukkan alokasi konsumsi bahan pangan
berupa gabah untuk konsumsi keluarga yang dihitung dari produksi padi,
dan diukur dengan satuan kilogram.
5. Tingkat pengalaman usahatani (X5)
merupakan angka yang menunjukkan lamanya responden berkecimpung
secara aktif dalam usahatani hingga tahun dilakukannya penelitian, satuan
yang digunakan adalah tahun.
6. Tingkat pengalaman kredit usahatani (X6)
merupakan angka yang menunjukkan lamanya responden dalam mengakses
permodalan atau kredit usahatani, satuan yang digunakan adalah kali per
tahun.
7. Tingkat pengalaman penundaan penjualan komodita gabah atau
penyimpanan gabah (X7)
merupakan angka yang menunjukkan lamanya responden dalam melakukn
penundaan penjualan komoditas gabah atau penyimpanan gabah hingga
tahun dilakukannya penelitian, satuan yang digunakan adalah tahun.
8. Luas lahan garapan (X8)
merupakan luas lahan untuk usahatani padi yang dikuasai petani baik dalam
status sebagai lahan milik atau lahan selain milik, dan satuan yang
digunakan adalah meter persegi.
9. Keikutertaan responden dalam penyuluhan pertanian (X9)
merupakan angka yang menunjukkan berapa kali responden mengikuti
penyuluhan pertanian dalam tahun dilakukan penelitian, satuan yang
digunakan adalah kali per tahun
10. Dummy penguasaan lahan (D1)
merupakan nilai dummy yang menunjukkan penguasaan lahan, 1= lahan
milik, lahan milik serta sewa; 0= selain lahan milik, hanya lahan sewa.
4.4.5 Hipotesis Penelitian
Ditinjau dari fungsi yang menyatakan hubungan antara persentase alokasi
Sistem Resi Gudang (jumlah penyimpanan per produksi bersih) oleh petani padi
terhadap variabel-variabel faktor yang dipilih, maka hipotesis penelitian ini
adalah:
1. Variabel bebas (Xi) yang berhubungan positif dengan varibel tidak bebas (Y)
antara lain:
a. Variabel umur responden (X1), tingkat pendidikan formal (X2), tingkat
pengalaman responden (tingkat pengalaman usahatani (X5), tingkat
pengalaman akses permodalan atau kredit (X6), dan tingkat pengalaman
penyimpanan gabah atau tunda jual (X7)). Semakin bertambahnya umur
responden, semakin bertambahnya pengalaman responden, dan semakin
tingginya tingkat pendidikan responden maka akan meningkatkan
kemudahan dalam penerapan Sistem Resi Gudang yang dinyatakan dalam
bentuk persentase alokasi SRG (jumlah penyimpanan per produksi bersih)
tersebut.
b. Variabel luas lahan garapan (X8). Semakin luas lahan garapan akan
menghasilkan poduksi lebih besar, sehingga persentase alokasi SRG
(jumlah penyimpanan per produksi bersih) akan semakin besar juga.
c. Variabel keikutsertaan responden dalam penyuluhan pertanian (X9), dan
dummy keikutsertaan responden dalam kelompok tani (D2). Semakin aktif
responden dalam kelompok tani dan penyuluhan pertanian, akan
menambah pengetahuan pertanian, sehingga diduga berhubungan positf
terhadap variabel tidak bebas (Y) tersebut.
2. Variabel bebas (Xi) yang berhubungan negatif dengan varibel tidak bebas
(Y) antara lain:
a. Faktor ukuran keluarga atau jumlah tanggungan keluarga (X3), dan tingkat
pengeluaran bahan pangan keluarga (X4). Semakin besar ukuran keluarga
dapat meningkatkan pengeluaran bahan pangan keluarga, sehingga akan
mengurangi persentase alokasi SRG (jumlah penyimpanan gabah per
produksi bersih).
b. Dummy status penguasaan lahan (D1). Responden dengan lahan milik atau
responden dengan lahan milik serta lahan sewa akan lebih rendah risiko
biaya sewa lahan, dibandingkan dengan responden hanya dengan lahan
sewa, atau responden dengan selain lahan milik. Sehingga responden
dengan lahan sewa saja akan memperbesar alokasi SRG (jumlah
penyimpanan gabah per produksi bersih) untuk membayar biaya sewa
tersebut.
3. Variabel bebas (Xi) yang berpengaruh nyata dengan varibel tidak bebas (Y)
antara lain: tingkat pengeluaran bahan pangan keluarga (X4), tingkat
pengalaman responden (tingkat pengalaman usahatani (X5), tingkat
pengalaman akses permodalan atau kredit (X6), tingkat pengalaman
penyimpanan gabah atau tunda jual (X7)), luas lahan garapan (X8), dan
keikutsertaan responden dalam penyuluhan pertanian (X9).
BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Keadaan Wilayah di Kecamatan Palasah
Wilayah Kecamatan Palasah terdiri atas 13 Desa, 35 Dusun, 82 Rukun
Warga (RW), dan 295 Rukun Tetangga (RT). Ketinggian Kecamatan Palasah dari
permukaan laut 36 meter. Berdasarkan administrasi, wilayah Kecamatan Pasalah
berbatasan dengan Kecamatan Ligung (bagian utara), Kecamatan Sumberjaya dan
Leuwimunding (bagian timur), Kecamatan Sukahaji dan Rajagaluh (bagian
selatan), dan Kecamatan Jatiwangi (bagian barat). Berdasarkan keadaan geografis,
terletak pada 108o16 BB 108o17 BB, 6o40 LU dan 6o47 LS.
Luas wilayah Kecamatan Palasah adalah 38,69 km2, terdiri dari lahan
sawah dan darat. Lahan sawah teknis seluas 1.254 hektar, lahan sawah setengah
teknis seluas 371 hektar, lahan sawah sederhana seluas 225 hektar, lahan sawah
tadah hujan seluas 225 hektar, sehingga total luas lahan sawah adalah 2.315
hektar. Sedangkan lahan darat yang terdiri dari pekarangan, tegalan dan kolam
total luas totalnya adalah 1.586 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar penggunaan lahan di kecamatan Palasah adalah usaha pertanian. Komoditas
yang diusahakan pada lahan sawah adalah padi, padi gogo, jagung, kedelai,
kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, cabe, terung, dan ketimun.
5.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Berdasarkan Badan dan Penyuluhan Pertanian (BPP) tahun 2007 total
penduduk kecamatan Palasah sebanyak 48.700 jiwa (23.867 penduduk laki-laki,
24.884 penduduk perempuan). Jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Waringin
(7.293 jiwa), sedangkan yang terendah adalah Desa Sindangwasa (2.218 jiwa).
Tabel 3 menunjukkan jumlah penduduk per desa berdasarkan jenis kelamin dan
penduduk petani di kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat tahun
2007.
Tabel 3 Jumlah Penduduk Dan Petani Per Desa Berdasarkan Jenis kelamin di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007
No Desa KK (Orang)
Jenis Kelamin Jumlah Petani (orang)
Laki-laki Perempuan Penduduk Petani KK Tani
1 Palasah 952 1.643 1.661 3.304 1.588 743
2 Pasir 891 1.299 1.442 2.741 1.256 574
3 Sindanghaji 1.418 2.261 2.368 4.629 2.420 829
4 Cisambeng 1.121 2.028 2.051 4.079 1.765 508
5 Sindangwasa 634 1.076 1.142 2.218 930 273
6 Keramat 938 1.521 1.553 3.074 1.269 334
7 Waringin 2.174 3.694 3.599 7.293 3.313 1.149
8 Buniwangi 749 1.472 1.565 3.037 1.214 365
9 Enggalwangi 926 1.457 1.598 3.055 1.445 561
10 Majasuka 731 1.245 1.416 2.661 1.146 445
11 Weragati 1.237 1.891 1.979 3.870 2.855 728
12 Trajaya 1.351 2.194 2.243 4.437 2.226 505
13 Tarikolot 1.432 2.086 2.267 4.302 2.689 552
Total 14.554 23.867 24.884 48.700 24.116 7.566
Sumber: Tabel jumlah penduduk, Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Palasah. 2007
Penduduk di kecamatan Palasah sebagian besar bermata pencaharian di
sektor pertanian (24.116 jiwa, atau 7.566 Kepala Keluarga). Desa Waringin
memiliki jumlah penduduk petani terbanyak yaitu 3.313 jiwa atau 1.149 kepala
keluarga, sedangkan Desa Sindangwasa memiliki jumlah penduduk petani
terendah (930 jiwa atau 273 kelapa keluarga). Mata pencaharian lain penduduk di
Kecamatan Palasah menyebar pada sektor perdagangan, jasa, swasta dan lainnya.
Tabel 4 menunjukkan jenis mata pencaharian setiap desa per kepala keluarga
(KK) di Kecamatan Palasah, yaitu sektor pertanian (7.708 KK), sektor
perdagangan (1.233 KK), sektor jasa (1.407), sektor swasta, PNS, pensiunan (828
KK), dan sektor lain (4.093 KK).
Tabel 4 `Jenis Mata Pencaharian Penduduk Per Kepala Keluarga (KK) di
Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007
No Desa
Jenis Mata Pencaharian Per KK
Sektor Sektor Sektor Swasta, PNS Sektor Jumlah
Pertanian Perdagangan Jasa Pensiunan Lain 1 Palasah 752 53 102 62 286 1.255
2 Pasir 596 69 78 49 221 1.013
3 Sindanghaji 841 126 132 84 397 1.580
4 Cisambeng 534 114 106 67 317 1.138
5 Sindangwasa 282 54 68 41 178 623
6 Keramat 336 76 83 53 517 1.065
7 Waringin 1.153 163 172 108 199 1.795
8 Buniwangi 376 64 93 43 216 792
9 Enggalwangi 564 67 98 49 231 1.009
10 Majasuka 459 71 94 45 336 1.005
11 Weragati 732 112 112 78 416 1.450
12 Trajaya 516 136 131 71 396 1.250
13 Tarikolot 567 128 138 78 383 1.294
Jumlah 7.708 1.233 1.407 828 4.093 15.269 Sumber: `Tabel Jenis Mata Pencaharian, Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Palasah.
2007
Jumlah penduduk setiap desa rata-rata memiliki komposisi yang sama atas
jenis mata pencaharian, sektor pertanian merupakan jenis mata pencaharian yang
terbanyak di setiap desa di kecamatan Palasah dengan total jumlah sebesar 7708
kepala keluarga. Sedangkan sektor swasta, PNS, dan pensiunan merupakan jenis
mata pencaharian yang paling sedikit di setiap desa di kecamatan Palasah dengan
total jumlah sebanyak 828 kepala keluarga. 54 persen (1250 hektar) luas lahan
sawah digunakan untuk budidaya tanaman utama, yaitu komoditas padi. Sehingga
mata pencaharian penduduk di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa
Barat mayoritas sebagai petani padi.
5.3 Keadaan Petani Padi di Kecamatan Palasah
Menurut status penguasaan lahan patani di kecamatan Palasah dapat
dibedakan menjadi lahan pemilik, lahan peggarap, lahan sewah, lahan sakap, dan
buruh tani. Tabel 5 menunjukkan status peguasaan lahan petani di kecamatan
Palasah tahun 2007.
Tabel 5 Status Penguasaan Lahan Petani per Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007
No Desa Pemilik Pemilik Penggarap (KK) Buruh Tani
Jumlah (KK) (KK) Penggarap (KK) Sakap Sewa (KK)
1 Palasah 222 183 87 97 154 743
2 Pasir 171 141 68 75 119 574
3 Sindanghaji 247 204 58 108 173 790
4 Cisambeng 151 125 60 66 106 508
5 Sindangwasa 81 67 32 35 57 272
6 Keramat 99 82 39 44 70 334
7 Waringin 342 283 135 150 239 1.149
8 Buniwangi 108 90 43 48 6 295
9 Enggalwangi 167 138 66 73 117 561
10 Majasuka 132 109 52 58 94 445
11 Weragati 217 179 86 95 151 728
12 Trajaya 150 124 59 66 106 505
13 Tarikolot 154 136 65 72 115 542
Jumlah 2.241 1.861 850 987 1.507 7.446
Sumber: Tabel Status Penguasaan Lahan, Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Palasah. 2007
Status penguasaan lahan penduduk per KK di kecamatan Palasah sebagai
pemilik lahan berjumlah 2.241 KK, sebagai pemilik penggarap berjumlah 1.861
KK, sebagai buruh tani berjumlah 1.507 KK, sebagai penggarap sakap dan sewa
masing-masing berjumlah 850 KK dan 987 KK. Jumlah penduduk per KK sebagai
pemilik lahan yang terbanyak adalah desa Waringin. Pada umumnya penduduk
petani di kecamatan Palasah untuk menambah lahan garapan budidaya padi,
melakukan sewa tahunan pada lahan bengkok (lahan milik negara, yang dikuasai
oleh Pemerintah Desa). Sehingga jika memperhatikan tabel di atas jumlah
penduduk petani per KK dalam menguasai lahan mayoritas sebagai pemilik,
pemilik sekaligus penggarap, dan penggarap sewa.
Kecamatan Palasah memiliki jumlah penduduk menurut mata pencaharian
sebagai petani yang terbanyak. Para petani di kecamatan Palasah mayoritas terjun
ke sektor pertanian dikarenakan faktor budaya, yaitu dikenalkan oleh Orang Tua
rata-rata sejak berumur 10 tahun. Terhimpitnya keadaan ekonomi masyarakat,
memaksa untuk tidak mengutamakan pendidikan. Mayoritas pendidikan formal
yang masyarakat di kecamatan Palasah adalah Sekolah Dasar (SD). Tabel 6
menunjukkan tingkat pendidikan formal penduduk di kecamatan Pasalah tahun
2007.
Tabel 6 Tingkat Pendidikan Formal Penduduk di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007
No Desa Tingkat Pendidikan (Orang) Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 (Orang)
1 Palasah 587 592 163 297 11 52 7 1.595 3.304
2 Pasir 383 474 81 286 9 43 3 1.685 2.964
3 Sindanghaji 851 847 80 368 23 64 6 2.378 4.617
4 Cisambeng 782 459 106 408 21 63 7 1.941 3.787
5 Sindangwasa 459 518 57 235 16 47 5 886 2.223
6 Keramat 516 513 69 289 12 51 3 1.541 2.994
7 Waringin 1.124 1.823 725 462 39 119 13 2.489 6.794
8 Buniwangi 638 731 94 316 22 74 5 1.141 3.021
9 Enggalwangi 579 729 111 327 26 81 4 1.188 3.045
10 Majasuka 455 536 87 349 31 85 4 1.114 2.661
11 Weragati 516 632 123 406 34 122 7 2.039 3.879
12 Trajaya 792 836 341 593 42 156 9 1.808 4.577
13 Tarikolot 762 785 247 487 56 196 8 1.812 4.353
Jumlah 8.444 9.475 2.284 4.823 342 1.153 81 21.617 48.219
Keterangan : 1) Tidak Tamat SD, 2) Tamat SD, 3) Tidak Tamat SMP, 4) Tamat SMP,
5) Tidak Tamat SMA, 6) Tamat SMA, 7) Perguruan Tinggi, 8) Lainnya Sumber: Tabel Status Tingkat Pendidikan, Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan
Palasah. 2007
Tingkat pendidikan formal mayoritas penduduk di kecamatan Palasah
adalah pendidikan SD sebanyak 17919 jiwa (9.475 tamat SD, 8.444 tidak tamat
SD). Sedangkan tingkat pendidikan dengan jumlah terendah adalah pendidikan
perguruan tinggi, yaitu sebanyak 81 jiwa. Pertanian merupakan sektor
perekonomian utama di kecamatan Palasah khususnya pertanian pangan, yaitu
komoditas padi. Komoditas padi (gabah) kemudian disimpan disetiap lumbung
pangan desa atau kelurahan. Lumbung pangan (gabah) yang berada di setiap desa
atau kelurahan tersebut sudah berjalan lama. Tabel 7 menunjukkan kegiatan
lumbung pangan di kecamatan Palasah tahun 2007.
Tabel 7 Kegiatan Lumbung Pangan di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Tahun 2007
No Lokasi Desa Nama Pengurus Jumlah Keadaan 2007 Klasifikasi
atau Kelurahan Lumbung (Ketua) Anggota Pangan (Ton) Uang (Rp) Lumbung
1 Sindang Haji Sejahtera Warma 120 12,00 Sederhana
2 Tarikolot Saluyu Warsa 60 3,00 Sederhana
3 Tarikolot Sribukti Casta 20 5,60 Sederhana
4 Tarikolot Bahagia Mulya 25 5,00 Maju
5 Trajaya Bahagia Udin Uyi 75 7,50 Maju
6 Palasah Minggu T. Ombana 50 15,00 Maju
7 Palasah Jahalaksana E. Mistari 180 24,00 39.850.000 Maju
8 Waringin Susukan Jero Rustam 125 1,30 Sederhana
9 Pasir Sri Rahayu Kardata 60 8,00 19.500.000 Maju
10 Majasuka Mulya Mukti Arsa 89 8,70 Maju
11 Cisambeng Sukawera Adris 56 25,00 Maju
12 Pasir Srima'mur Dartam 60 6,00 Maju
13 Cisambeng Sinarjaya Karim 40 5,50 Maju
14 Buniwangi Sejahtera H. Abdal Rosid 44 16,80 Maju
15 Karamat Mitra Saluyu Dadang Iskandar 50 7,50 3.000.000 Maju
16 Sindangwasa Mitra Sawargi Abd. Rohman 28 2,70 Maju
17 Weragati Sigatra Kamsa 33 4,00 Maju
18 Enggalwangi Tani Mukti Dakman 70 17,00 Maju
19 Weragati Cimuntang N. Sartam 40 8,00 Maju
Sumber: Tabel Perkembangan Lumbung Pangan, Badan Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Palasah. 2007
Lumbung pangan yang ada di kecamatan Pasalah berkembang atas dasar
kebersamaan di antara penduduk petani. Berbagai kegiatan lain dilaksanakan oleh
masing-masing lumbung pangan setiap musim tanam. Dengan adanya lumbung
pangan ini kebutuhan masyarakat petani dapat terpenuhi, seperti dalam
menghadapi masa paceklik (masa dimana petani tidak memperoleh penghasilan),
petani dapat mengambil simpanan gabah untuk memenuhi kebutuhannya.
Pada perkembangan saat ini, keberadaan lumbung pangan (gabah)
didukung oleh adanya KUD Trisula. Berdirinya KUD ini didasari oleh adanya niat
kebersamaan untuk menyelesaikan permasalahan petani di kecamatan Palasah.
Permasalahan yang dihadapi petani, pertama adalah kesulitan dalam akses saprodi
dan tingginya harga saprodi seperti pupuk dan pestisida, kedua adalah kesulitan
dalam akses permodalan, dan ketiga adalah tidak seimbangnya antara penerimaan
usahatani dan pengeluarannya, harga jual padi yang diterima petani tidak
menutupi biaya yang dikeluarkan. Dalam usaha memenuhi kebutuhan uang tunai,
petani menjual langsung komoditasnya dengan harga rendah kepada pedagang
(tengkulak). KUD mengembangkan Sistem Tunda Jual atau Sistem Resi Gudang
(SRG) tujuan pelaksanaan SRG, yaitu meningkatkan harga jual padi (gabah), dan
menyediakan kredit saprodi dan uang tunai kepada petani.
BAB VI PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG PETANI PADI
6.1 Sistem Resi Gudang di Koperasi Unit Desa (KUD) Trisula
Koperasi Unit Desa (KUD) Trisula berada di Desa Cisambeng, Kecamatan
Palasah, Kabupaten Majalengka. Koperasi Unit Desa berdiri pada tahun 1983
dengan nomor Badan Hukum: 5567/BH/KWH.10. Bidang usaha terdiri dari Unit
Resi Gudang, Unit Saprodi, Unit Listrik, Unit RM (Rice Milling), Unit
Peternakan, Unit Perikanan. Dalam memenuhi kebutuhan modal para anggota,
KUD Trisula mendirikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), pada tahun 2004
dengan Nomor Badan Hukum: 518/Kep.58/Kop. UKM dan PM Tgl 5 Agustus
2004.
Mayoritas anggota Koperasi Tani (Koptan) merupakan petani yang
menyebar di kecamatan Palasah, bahkan di seluruh kecamatan yang ada di
Kabupaten Majalengka. Gambar 9 menjelaskan mekanisme kerja KUD Trisula
dalam pengembangan Sistem Resi Gudang.
Keterangan: LP : Lumbung Pangan
Gambar 9 Mekanisme Pengembangan Sistem Resi Gudang KUD Trisula
Bagian pergudangan KUD Trisula bertugas melakukan pengelolaan
penyimpanan gabah. Proses pengelolaan meliputi, penimbangan dan pemeriksaan
kualitas gabah yang akan disimpan, pencatatan dokumen resi sesuai dengan fisik
gabah yang disimpan oleh masing-masing anggota petani, pengeringan atau
penjemuran, pengolahan gabah menjadi beras, sampai pada pengepakan beras.
Dalam proses pengelolaan penyimpanan terdapat beberapa sarana pendukung,
antara lain lantai jemur, gudang penyimpanan, mesin pengering, plendor (alas
simpan, timbangan, pengatur suhu ruang, mesin pengolah gabah, alat ukur kadar
air, dan alat ukur sampel gabah. Kapasitas lantai jemur dengan luas 500 m2
sebesar 15 ton per bulan, sedangkan untuk gudang penyimpanan gabah A1 dan A2
masing-masing sebesar 100-150 ton per bulan. Gudang beras memiliki kapasitas
simpan sebesar 200 ton per bulan. Rata-rata penyimpanan yang terjadi setiap
bulannya sebesar setengah dari kapasitas gudang tersebut.
Biaya pengelolaan atas penyimpanan gabah sebesar satu persen per bulan
dari total penyimpanan dengan rata-rata lama penyimpanan adalah 3 bulan, selain
itu petani anggota tidak dikenakan biaya penyusutan atas komoditas yang
disimpan. Harga jual dengan Sistem Resi Gudang lebih besar dari pada harga
tengkulak, yaitu Rp 2.800,- (Dua Ribu Delapan Ratus Rupiah) per kg pada tahun
2008 musim tanam pertama, sedangkan harga tengkulak berkisar Rp 2.000- Rp
2.400. Rice Milling Unit (RMU) merupakan bagian dari pengelola gudang yang
bertugas untuk menimbang, memeriksa kualitas, dan bagian pemasaran
(penjualan). Rice Milling Unit telah menjalin kontrak kerja sama dengan Sub
DIVRE Dolog Cirebon, baik berupa gabah (GKG) maupun beras. Selain itu RMU
melakukan penjualan beras ke berbagai pasar di Jawa Barat, dan untuk anggota
koperasi sendiri. Gambar 10 menunjukkan jalur tataniaga gabah dan beras KUD
Trisula .
Gambar 10 Jalur Tataniaga Sistem Resi Gudang KUD Trisula
Gabah disimpan oleh petani anggota di gudang penyimpanan, dan dikelola
oleh bagian gudang. Dipasarkan di berbagai tempat, seperti Dolog Cirebon, pasar
beras, dan anggota koperasi sendiri. Berbeda dengan hasil penelitian Sidik dan
Purnomo (1991), Agusman (1991), Rusastra et al. (2003) tentang pola pemasaran
gabah di Karawang Jawa Barat dan Ngawi Jawa Timur, pada saat ini telah terjadi
perubahan pola pemasaran gabah dan beras, petani tidak menjual komoditasnya ke
pedagang pengumpul lagi, melalui penerapan Sistem Resi Gudang petani padi
dapat meningkatkan posisi tawarnya. Rata-rata jumlah penjualan yang dilakukan
per bulan pada tahun 2008-2009 sebesar 85.965 kg. Rata-rata harga jual gabah
kering giling sebesar Rp 2.800,- (Dua Ribu Delapan Ratus Rupiah), sedangkan
untuk harga jual beras sebesar Rp 4.000,- (Empat Ribu Rupiah) untuk dolog
Cirebon, dan Rp 4.800,- (Empat Ribu Delapan Ratus Rupiah) untuk pasar beras.
Jumlah penjualan setiap bulan dijelaskan pada tabel 8 sebagai berikut.
Tabel 8 Jumlah Penjualan Komoditas Gabah dan Beras KUD Trisula
No Jalur Tataniaga Nilai Rata-rata
(Kg/Bln) 1 Dolog Cirebon (MT 1) Gabah Kering Giling (GKG) 214.850 Beras 193.908 2 Pasar Beras (MT 2, MT 3) Cipinang 120.000 Bandung 40.000 Karawang 20.000 Bogor 8.000 3 Anggota Koperasi (Beras) 5.000
RATA-RATA 85.965
Musim Tanam 1 (MT1) : Mei - Juli 2008 Musim Tanam 1&2 (MT1&MT2) : Oktober 2008 - Januari 2009
Koperasi Simpan Pinjam bertugas sebagai badan pembiayaan anggota
koperasi. Kredit disetujui setelah diterimanya dokumen resi dari pengelola
gudang. Kredit kepada anggota koperasi berupa uang tunai, modal usahatani, dan
saprodi dengan jasa pinjaman sebesar 2 persen per bulan.
Sistem Resi Gudang yang dikenal oleh anggota koperasi sebagai Sistem
Tunda Jual merupakan bentuk dukungan dan solusi atas permasalahan pertanian
di kecamatan Palasah. Solusi yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota, yaitu dengan memberikan kemudahan akses kredit saprodi,
dan peningkatan harga jual komoditas padi.
6.2 Karakteristik Petani Padi Responden dalam Penerapan Sistem Resi Gudang
Petani padi responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu petani padi
yang menerapkan Sistem Resi Gudang (Petani SRG) dan petani padi yang tidak
menerapkan Sistem Resi Gudang (Petani Non-SRG). Karakteristik petani padi
responden yang diuraikan meliputi: tingkat umur, tingkat pendidikan formal,
jumlah tanggungan keluarga, tingkat pengeluaran konsumsi pangan keluarga,
tingkat pengalaman usahatani, tingkat pengalaman askes permodalan, tingkat
pengalaman penundaan penjualan komoditas, luas lahan, keikutsertaan dalam
penyuluhan pertanian, dan status penguasaan lahan.
6.2.1 Tingkat Umur Responden
Tingkat umur petani responden dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
kelompok umur 0-14 tahun, kelompok umur 15-60 tahun, dan kelompok umur
diatas 60 tahun. Jumlah petani dan pesentasi berdasarkan tingkat umur dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 9 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Tingkat Umur
No Tingkat Umur Petani SRG Petani Non-SRG Keseluruhan
Tahun Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 0-14 0 0,00 0 0,00 0 0,00
2 15-60 23 76,67 23 76,67 46 76,67
3 > 60 7 23,33 7 23,33 14 23,33
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
Sebanyak 23 orang (76,67 persen) pada selang umur 15-60 tahun baik
kelompok petani SRG maupun pateni Non-SRG. Selanjutnya pada selang diatas
60 tahun sebanyak 7 orang (23,33 persen) baik kelompok petani SRG maupun
petani Non-SRG. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata petani padi responden
adalah berada pada umur produktif.
6.2.2 Tingkat Pendidikan Formal Petani Padi Responden
Tingkat pendidikan formal dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu tidak tamat
SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, Diploma atau Sarjana Muda, dan
Sarjana atau Pasca Sarjana. Jumlah petani padi resonden berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 10 Jumlah Petani Padi Responden Berdaasrkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 Tidak Tamat SD -
- -
- -
-
2 Tamat SD 9
30,00 9
30,00 18
30,00
3 Tamat SLTP 18
60,00 15
50,00 33
55,00
4 Tamat SLTA 2
6,67 5
16,67 7
11,67
5 Diploma atau Sarjana Muda 1
3,33 1
3,33 2
3,33
6 Sarjana atau Pasca Sarjana -
- -
- -
-
Jumlah 30
100,00 30
100,00 60
100,00
Sebanyak 33 persen petani padi responden berpendidikan SLTP, sebanyak
18 persen pada kelompok petani SRG dan 15 persen pada kelompok petani Non
SRG. Sedangkan petani padi responden yang tidak tamat SD dan tingkat Sarjana
atau Pasca Sarjana berjumlah nol pada masing-masing kelompok petani. Sehingga
dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan petani padi responden tergolong baik.
6.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga dihitung dari jumlah anak yang masih
ditanggung oleh keluarga. Tabel berikut ini memperlihatkan jumlah petani padi
responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Tabel 11 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga
No
Jumlah Tanggungan Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
Keluarga (Jiwa) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 0 11 36,67 13 43,33 24 40,00
2 1 9 30,00 15 50,00 24 40,00
3 2 8 26,67 2 6,67 10 16,67
4 3 2 6,67 - - 2 3,33
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
Sebaran jumlah tanggungan keluarga pada masing-masing kelompok
petani padi responden beragam. Sebanyak 30% petani SRG dan 50% persen
petani Non SRG memiliki jumlah tanggungan keluarga satu jiwa. Sedangkan pada
jumlah tanggungan keluarga 3 jiwa hanya terdapat pada kelompok petani SRG
sebanyak 6,67 persen.
6.2.4 Tingkat Konsumsi Pangan
Tingkat konsumsi pangan adalah jumlah gabah (Kg) per musim panen
yang dialokasikan untuk bahan konsumsi keluarga. Tabel berikut ini
memperlihatkan jumlah petani padi responden berdasarkan tingkat konsumsi
pangan tersebut.
Tabel 12 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Tingkat Konsumsi Pangan
No Konsumsi Pangan Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
(kg/musim panen) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 < 251 2 6,67 7 23,33 9 15,00
2 251 - 500 17 56,67 16 53,33 33 55,00
3 501 - 750 8 26,67 5 16,67 13 21,67
4 751 - 1000 2 6,67 2 6,67 4 6,67
5 > 1000 1 3,33 - - 1 1,67
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
Mayoritas petani padi responden memiliki tingkat konsumsi sebesar 251-
500 Kg per musim panen, sebanyak 56,67 persen petani SRG dan 53,33 persen
petani Non SRG pada tingkat konsumsi pangan tersebut. Sedangkan pada tingkat
konsumsi pangan sebesar lebih dari satu ton hanya terdapat pada kelompok petani
SRG sebanyak 3,33 persen.
6.2.5 Tingkat Pengalaman Usahatani
Tingkat pengalaman usahatani merupakan lamanya petani berkecimpung
dalam usahatani padi yang dihitung dengan satuan tahun. Tabel berikut ini
menunjukan sebaran jumlah petani padi responden berdasarkan pengalaman
usahatani padi. Sebaran jumlah petani padi responden beragam, sebanyak 33,33
persen petani SRG telah berkecimpung dalam usahatani padi 21 sampai 30 tahun,
sedangkan pada petani Non SRG sebanyak 20,20 persen. Pada tingkat
pengalaman usahatani padi lebuh dari 50 tahun hanya terdapat pada petani Non
SRG sebanyak 3,33 persen. Sehingga dapat dikatakan bahwa petani padi
responden telah lama berkecimpung dalam usahatani padi tersebut.
Tabel 13 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Padi
No Tingkat Pengalaman Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
Usahatani (Tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 < 11 4 13,33 6 20,00 10 16,67
2 11 20 7 23,33 4 13,33 11 18,33
3 21 - 30 4 13,33 6 20,00 10 16,67
4 31 - 40 10 33,33 6 20,00 16 26,67
5 41 - 50 5 16,67 7 23,33 12 20,00
6 > 50 - - 1 3,33 1 1,67
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
6.2.6 Tingkat Pengalaman Akses Permodalan
Tingkat pengalaman akses permodalan merupakan jumlah kredit yang
dilakukan oleh petani padi responden dalam satu tahun. Kredit yang dimaksud
adalah kredit modal usahatani maupun kredit selain untuk modal usahatani. Tabel
berikut menunjukkan jumlah petani padi responden berdasarkan tingkat
pengalaman akses kredit dalam setahun terakhir.
Tabel 14 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman Akses Permodalan
No Tingkat Pengalaman Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
Akses Pemodalan (kali/tahun)
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 < 2 13 43,33 27 90,00 40 66,67
2 2 - 3 11 36,67 1 3,33 12 20,00
3 4 - 5 4 13,33 1 3,33 5 8,33
4 ≥ 6 2 6,67 1 3,33 3 5,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
Sebaran tingkat pengalaman akses permodalan pada masing-masing
kelompok petani beragam, selanjutnya sebanyak 36,67 persen petani SRG dan
3,33 persen petani Non SRG telah melakukan kredit sebesar dua sampai tiga kali
per tahun. Sedangkan mayoritas petani padi responden melakukan kredit sebesar
satu kali, sebanyak 43,33 persen petani SRG dan 90,00 persen petani Non SRG
tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa akses kredit yang dilakukan petani padi
responden tergolong rendah.
6.2.7 Tingkat Pengalaman Penundaan Penjualan
Tingkat pengalaman penundaan penjualan merupakan berapa kali petani
padi responden telah melakukan kegiatan penundaan penjualan gabah selama
berkecimpung dalam usahatani padi. Tabel berikut menunjukkan sebaran jumlah
petani padi responden berdasarkan tingkat pengalaman penundaan penjualan
tersebut.
Tabel 15 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman Penundaan Penjualan
No Tingkat Pengalaman Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
Penundaan Penjualan (kali) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 < 11 14 46,67 10 33,33 24 40,00
2 11 20 8 26,67 9 30,00 17 28,33
3 21 30 5 16,67 4 13,33 9 15,00
4 31 40 2 6,67 2 6,67 4 6,67
5 > 40 1 3,33 5 16,67 6 10,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
Sebaran jumlah petani padi responden beragam pada masing-masing
kelompok petani, selanjutnya mayoritas petani padi reponden melakukan
penundaan penjualan sebesar kurang dari 11 kali, pada petani SRG sebanyak
46,67 persen dan 33,33 persen pada petani Non SRG. Sehingga dapat dikatakan
bahwa tingkat pengalaman penundaan penjualan cukup rendah jika dihubungkan
dengan tingkat pengalaman usahatani padi.
6.2.8 Luas Lahan
Luas lahan merupakan luas lahan garapan dalam hektar. Tabel berikut
menunjukkan sebaran jumlah petani padi responden berdasarkan luas lahan
garapan.
Tabel 16 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Luas Lahan
No Luas Lahan Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
(Ha) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 < 0,5 9 30,00 23 76,67 32 53,33
2 0,5-0,9 11 36,67 5 16,67 16 26,67
3 1-1,4 4 13,33 1 3,33 5 8,33
4 1,5-2 4 13,33 1 3,33 5 8,33
5 > 20000 2 6,67 - - 2 3,33
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
Sebaran jumlah petani padi responden berdasarkan luas lahan beragam.
Sebanyak 30,00 persen petani SRG dan 76,67 persen memiliki luas lahan kurang
dari 0,5 hektar, sedangkan pada luas lahan 0,5 hektar sampai satu hektar
sebanyak 36,67 persen pada petani SRG selanjutnnya pada petani Non SRG hanya
sebanyak 16,67 persen. Sehingga dapat dikatakan bahwa luas lahan garapan
petanipadi responden cukup kecil.
6.2.9 Keikutsertaan Dalam Penyuluhan Pertanian
Keikutsertaan dalam penyuluhan pertanian menupakan peran serta petani
padi responden dalam kegiatan penyuluhan pertanian yang dinyatakan dalam
berapa banyak penyuluhan pertanian yang telah diikuti selama satu tahu terakhir.
Tabel berikut ini menunjukkan sebaran jumlah petani padi responden berdasarkan
keikutsertaan dalam penyuluhan pertanian.
Tabel 17 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Dalam Penyuluhan Pertanian
No Keikutsertaan Penyuluhan Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
Pertanian (kali/tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 < 2 20 66,67 30 100,00 50 83,33
2 2 - 3 3 10,00 - - 3 5,00
3 4 - 5 4 13,33 - - 4 6,67
4 5 - 6 - - - - - -
5 > 6 3 10,00 - - 3 5,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
sebaran jumlah petani padi responden berdasarkan keikutsertaan dalam
penyuluhan pertanian tidak beragam. Mayoritas petani padi responden berperan
dalam penyuluhan pertanian sebanyak kurang dari 2 kali dalam setahun, yaitu
sebanyak 66,67 persen petani SRG dan 100,00 persen petani Non SRG. Sehingga
dapat dikatakan bahwa keikutsertaan petani padi responden dalam keikutsertaan
penyuluhan pertanian adalah rendah.
6.2.10 Status Penguasaan Lahan
Status penguasaan lahan merupakan status lahan garapan pada petani padi
responden, status ini meliputi lahan milik, dan lahan sewa. Status penguasaan
Tabel berikut menunjukkan sebaran jumlah petani padi responden berdasarkan
status lahan tersebut.
Tabel 18 Jumlah Petani Padi Responden Berdasarkan Status Penguasaan Lahan
No Dummy Penguasaan Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
Lahan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 Milik/Milik dan Sewa 8 26,67 9 30,00 17 28,33
2 Sewa 22 73,33 21 70,00 43 71,67
Jumlah 30 100,00 30 100,00 60 100,00
Sebanyak 26,67 persen petani SRg dan 30,00 persen petani Non SRG
dengan status penguasaan lahan milik, atau milik dan sewa. Sedangkan pada
status penguasaan lahan sewa, jumlah petani pada msing-masing kelompok petani
lebih banyak, yaitu 73,33 persen pada petani SRG dan 70,00 persen pada petani
Non SRG.
6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penerapan Sistem Resi Gudang
oleh petani padi, dianalisis dengan pendekatan model regresi linear berganda.
Keputusan petani padi dalam menerapkan Sistem Resi Gudang dinyatakan dalam
persentase alokasi SRG, yaitu persentase penyimpanan gabah dari total produksi.
Petani SRG melakukan penyimpanan gabah dengan nilai rata-rata sebesar
1.384 kg atau sebesar 40,03 persen dari produksi padi. Persentase alokasi SRG
tersebut merupakan variabel tidak bebas (Y).
Variabel bebas (Xi) merupakan faktor-faktor yang diduga berpengaruh
terhadap penerapan Sistem Resi Gudang oleh responden petani padi. Faktor-faktor
tersebut meliputi tingkat umur responden (X1), tingkat pendidikan formal
responden (X2), ukuran keluarga atau jumlah tanggungan keluarga (X3), dan
tingkat pengeluran konsumsi bahan pangan keluarga (X4), tingkat pengalaman
usahatani (X5), tingkat pengalaman akses permodalan (X6), tingkat pengalaman
penundaan penjualan komoditas (X7), luas lahan garapan (X8), keikutsertaan
responden dalam penyuluhan pertanian (X9), dummy penguasaan lahan (D1).
Persamaan model regresi linear berganda yang didapat dari hasil analisis
adalah Y = 49,3 - 0,190 X1 + 0,11 X2 + 0,60 X3 - 0,0273 X4 + 0,285 X5 - 2,81
X6 - 0,157 X7 + 0,00188 X8 + 1,59 X9 - 17,4 D1. Nilai statistik uji F sebesar 3,24
dengan nilai peluang sebesar 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang diduga berpengaruh nyata terhadap persentase alokasi SRG dengan taraf
kepercayaan sebesar 95 persen. Tabel 19 menunjukkan hasil analisis model
tersebut.
Tabel 19 Hasil Dugaan Model Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi Responden
Variabel Koefisien SE-Koefisien T-Hitung Peluang VIF
Konstanta 49,35 21,78 2,27 0,04
X1 Umur Responden -0,19 0,47 -0,4 0,69 3,50
X2 Tingkat Pendidikan formal responden 0,11 5,06 0,02 0,98 1,60
X3 Ukuran keluarga atau jumlah tanggungan keluraga 0,60 4,75 0,13 0,90 2,70
X4 Pengeluaran konsumsi bahan pangan keluarga -0,03 0,02 -1,29 0,21 2,80
X5 Tingkat pengalaman usahatani 0,28 0,44 0,64 0,53 4,60
X6 Tingkat pengalaman akses permodalan -2,81 2,48 -1,14 0,27 2,10
X7 Tingkat pengalaman penundaan penjualan -0,16 0,31 -0,5 0,62 2,00
X8 Luasan lahan 0,002 0,00 3,32 0,00 1,70
X9 Keikutsertaan responden dalam penyuluhan pertanian 1,59 0,84 1,89 0,07 2,30
D1 Status penguasaan lahan -17,37 7,35 -2,36 0,03 1,40
R² = 63,0% R²(adj) = 43,6% F-hitung = 3,24 Peluang = 0,013
Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 63,0 persen, sedangkan nilai
koefisien terkoreksi (R2 Adj) sebesar 43,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
persentase alokasi SRG dapat dijelaskan bersama-sama sebesar 63,0 persen oleh
faktor umur, tingkat pendidikan formal responden, jumlah tanggungan keluarga,
tingkat pengeluaran konsumsi pangan, tingkat pengalaman usahatani, tingkat
pengalaman akses permodalan, tingkat pengalaman penundaan penjualan
komoditas, luas lahan, keikutsertaan responden dalam penyuluhan pertanian, dan
status penguasaan lahan dan sebesar 37,0 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar
model.
Variabel umur responden (X1) tidak berpengaruh nyata dengan nilai
peluang sebesar 0,69 taraf kepercayaan sebesar 95 persen dan berhubungan
negatif terhadap variabel tidak bebas (Y). Nilai koefisien regresi linear pada
variabel ini sebesar -0,19 sehingga dengan penambahan umur responden sebesar
satu tahun, akan menurunkan persentase alokasi SRG sebesar 0,19 persen.
Variabel tingkat pendidikan formal responden (X2) tidak berpengaruh
nyata dengan nilai peluang sebesar 0,98 taraf kepercayaan sebesar 95 persen dan
berhubungan positif terhadap variabel tidak bebas (Y). Nilai koefisien regresi
linear pada variabel tingkat pendidikan formal sebesar 0,11 sehingga dengan
penambahan tingkat pendidikan sebesar satu tingkatan akan meningkatkan
persentase alokasi SRG sebesar 0,11 persen. Hasil analisis sesuai dengan hipotesis
awal, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, akan meningkatkan kemudahan
penerapan Sistem Resi Gudang. Mempertimbangkan sebaran jumlah petani
responden berdasarkan tingkat pendidikan, hal ini dapat disimpulkan bahwa
penerapan Sistem Resi Gudang tidak dibatasi oleh rendahnya tingkat pendidikan
petani.
Variabel jumlah tanggungan keluarga (X3) tidak berpengaruh nyata
dengan nilai peluang sebesar 0,90 taraf kepercayaan sebesar 95 persen dan
berhubungan positif dengan variabel tidak bebas (Y). Nilai koefisien regresi linear
variabel jumlah tanggungan keluarga sebesar 0,60 sehingga dengan peningkatan
jumlah tanggungan keluarga sebesar satu jiwa akan meningkatkan persentase
alokasi SRG sebesar 0,60 persen. Hasil analisis berbeda dengan hipotesis awal
bahwa semakin tinggi tanggungan keluarga akan menurunkan persentase alokasi
SRG, karena sebagian produksi padi dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
pangan keluarga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah
tanggungan keluarga akan mengakibatkan semakin tingginya pengeluaran diluar
konsumsi pangan, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut petani padi responden
meningkatkan alokasi penyimpanannya.
Variabel tingkat pengeluaran konsumsi pangan (X4) tidak berpengaruh
nyata dengan nilai peluang sebesar 0,21 pada taraf kepercayaan sebesar 95 persen
dan berhubungan negatif terhadap variabel tidak bebas (Y). Hasil analisis sesuai
dengan hipotesis awal, bahwa semakin tinggi tingkat pengeluaran konsumsi
pangan akan menurunkan persentase alokasi SRG. Nilai koefisien regresi linear
pada variabel tingkat pengeluaran konumsi pangan sebesar -0,03 sehingga dengan
peningkatan pengeluaran konsumsi pangan sebesar satu kilogram akan
menurunkan persentase alokasi SRG sebesar 0,03 persen.
Variabel tingkat pengalaman usahatani (X5) tidak berpengaruh nyata
dengan nilai peluang sebesar 0,53 taraf kepercayaan sebesar 95 persen dan
berhubungan positif terhadap variabel tidak bebas (Y). Hasil analisis sesuai
dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi tingkat pengalaman usahatani, maka
akan meningkatkan kemudahan penerapan Sistem Resi Gudang. Nilai koefisien
regresi linear pada variabel tingkat pengalaman usahatani sebesar 0,28 sehingga
dengan bertambahnya tingkat pengalaman usahatani sebesar satu tahun akan
meningkatkan persentase alokasi SRG sebesar 0,28 persen.
Variabel tingkat pengalaman akses permodalan (X6) tidak berpengaruh
nyata dengan nilai peluang sebesar 0,27 taraf kepercayaan sebesar 95 persen, dan
berhubungan negatif terhadap variabel tidak nyata(Y). Hasil analisis berbeda
dengan hipotesis awal bahwa semakin bertambahnya tingkat pengalaman akses
permodalan akan meningkatkan kemudahan penerapan Sistem Resi Gudang.
Nilai koefisien regresi linear pada variabel tingkat pengalaman akses
permodalan sebesar -2,81 sehingga dengan penambahan tingkat pengalaman akses
permodalan sebesar satu kali akan menurunkan persentase alokasi SRG sebesar
2,81 persen. Hal ini menunjukkan bahwa, terdapat alternatif lain diluar Sistem
Resi Gudang yang dapat diakses oleh petani padi responden, Sistem resi Gudang
ini belum menjadi pilihan utama petani padi responden, dan diperlukan upaya
sosialisasi untuk meningkatkan peran Sistem Resi Gudang ini.
Variabel tingkat pengalaman penundaan penjualan komoditas (X7) tidak
berpengaruh nyata dengan nilai peluang sebesar 0,62 taraf kepercayaan sebesar 95
persen, dan berhubungan negatif terhadap variabel tidak bebas (Y). Terdapat
kesamaan hasil analisis variabel ini dengan variabel tingkat pengalaman akses
permodalan, yang berbeda dengan hipotesis awal bahwa semakin tinggi tingkat
pengalaman diduga akan meningkatkan kemudahan penerapan sistem Resi
Gudang. Nilai koefisien regresi linear pada varibel ini sebesar -0,16 sehingga
dengan bertambahnya tingkat pengalaman penundaan penjualan komoditas
sebesar satu kali akan menurunkan persentase alokasi SRG sebesar 0,16 persen.
Variabel luas lahan (X8) berpengaruh nyata dengan nilai peluang sebesar
0,00 taraf kepercayaan sebesar 95 persen dan berhubungan positif terhadap
variabel tidak bebas (Y). Nilai koefisien regresi linear pada variabel luas lahan
sebesar 0,002 sehingga dengan peningkatan luas lahan sebesar satu satu meter
persegi akan meningkatkan persentase alokasi SRG sebesar 0,002 persen.
Variabel keikutsertaan responden dalam penyuluhan pertanian (X9)
berpengaruh nyata dengan nilai peluang sebesar 0,07 taraf kepercayaan sebesar 95
persen, dan berhubungan positif terhadap variabel tidak bebas (Y). Hasil analisis
sesuai dengan hipotesis awal, bahwa semakin aktif responden dalam penyuluhan
pertanian maka akan meningkatkan kemudahan penerapan Sistem Resi Gudang.
Nilai koefisien regresi linear variabel keikutsertaan responden dalam penyuluhan
pertanian sebesar 1,59 sehingga dengan peningkatan keeikutsertaan penyuluhan
pertanian sebesar satu kali akan meningkatkan persentase alokasi SRG sebesar
1,59 persen.
Variabel dummy pengusaan lahan (D1) berpengaruh nyata dengan nilai
peluang sebesar 0,03 taraf kepercayaan sebesar 95 persen, dan berhubungan
negatif terhadap variabel tidak bebas (Y). Hasil analisis sesuai dengan hipotesis
awal, bahwa untuk petani lahan milik dan sewa lebih kecil risiko dari pada petani
dengan lahan sewa saja, sehingga untuk memenuhi biaya sewa lahan, petani
memperbesar alokasi penyimpanan SRG. Nilai koefisien regresi linear variabel
dummy penguasaan lahan sebesar -17,37 sehingga penguasaan lahan hanya sewa,
atau selain milik akan memberikan persentase alokasi SRG lebih besar dari pada
pengusaan lahan milik atau lahan milik dan sewa sebesar 8,585 persen. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa penerapan Sistem Resi Gudang ini diduga dapat
mendorong petani padi responden untuk meningkatkan skala usahatani tradisional
ke komersial yang tujuannya maksimalisasi keuntungan.
Penerapan Sistem Resi Gudang gabah di daerah penelitian yang
dinyatakan dalam persentase alokasi SRG (persentase penyimpanan gabah dari
total produksi padi) oleh kelompok petani SRG dipengaruhi oleh beberapa faktor
dugaan dengan analisis model regresi linear berganda tersebut. Faktor-faktor yang
berpengaruh nyata antara lain faktor tingkat pengeluaran konsumsi pangan (X4),
faktor keikutsertaan reponden dalam penyuluhan pertanian (X8), faktor luas lahan
(X9), dan faktor status status penguasaan lahan (D1).
Keberhasilan penerapan Sistem Resi Gudang harus diikuti peningkatan
sosialisasi program Sistem Resi Gudang, salah satunya karena karakteristik petani
sangat padi responden yang beragam. Hasil analisis menyatakan bahwa faktor
tingkat pengalaman akses permodalan, dan faktor tingkat pengalaman penundaan
penjualan berhubungan negatif dengan variabel tidak bebas. Pola usahatani
tradisional yang telah lama dilaksanakan mempengaruhi keberhasilan penerapan
Sistem Resi Gudang, peran pengembangan kelembagaan diharapkan sebagai
bentuk sosialisasi peningkatan peran Sistem Resi Gudang bagi petani padi.
Faktor status penguasaan lahan juga berhubungan negatif terhadap variabel
tidak bebas (Y), hal ini mengindikasikan bahwa penerapan Sistem Resi Gudang
diindikasikan dapat mengubah pola usahatani tradisional menjadi pola usahatani
komersial.
Penerapan Sistem Resi Gudang di daerah penelitian juga mengindikasikan
bahwa sistem ini sesuai dengan karakteristik sumberdaya petani. faktor tingkat
pendidikan yang rendah, dan tingkat pengalaman yang rendah tidak menjadi
kendala dalam penerapan Sistem Resi Gudang di daerah penelitian.
BAB VII MANFAAT PENERAPAN SISTEM RESI GUDANG BAGI PETANI PA DI
Konsep penerapan Sistem Resi Gudang adalah mampu memberikan
peningkatan harga jual dan kemudahan kredit modal usahatani kepada masyarakat
yang hidupnya tergantung pada sektor pertanian. Masyarakat petani yang
dimaksud dengan karkteristik sebagai berikut: 1) pelaku terbatas dalam informasi
harga dan permintaan komoditas, 2) akses permodalan yang rendah, 3) posisi
tawar yang rendah, 4) kepemilikan agunan yang rendah. Pada penelitian ini,
analisis manfaat penerapan Sistem Resi Gudang dilakukan dengan pendekatan
struktur usahatani.
7.1 Usahatani Padi di Kecamatan Palasah
Masyarakat petani di kecamatan Palasah membudidayakan komoditas padi
hanya sebanyak 2 kali dalam setahun, sedangkan musim tanam ketiga
dimanfaatkan untuk budidaya komoditas palawija. Terdapat beberapa
permasalahan yang dihadapi petani padi di daerah penelitian. Permasalahan
pertama adalah rendahnya akses permodalan, tidak tersedianya modal tunai untuk
memulai usahatani. Salah satu alternatif yang dilakukan dalam pemenuhan modal
tunai usahatani dengan meminjam kepada tengkulak, dengan rata-rata jasa
pinjaman sebesar 10 persen per bulan.
Permasalahan kedua adalah kurangnya ketersediaan air untuk usahatani,
hal ini mengkibtkan meningkatnya biaya pengairan yang harus dikeluarkan. Di
daerah penelitian, memerlukan biaya sebesar Rp 3.500.000,- (Tiga Juta Lima
Ratus Ribu Rupiah) setiap pembuatan sumber air.
7.2 Struktur Produksi Padi Petani Responden
Luas lahan rata-rata petani padi responden sebesar 7.040 m2, rata-rata luas
lahan kelompok petani SRG sebesar 9.436 m2, sedangkan pada kelompok petani
non SRG sebesar 4.643 m2. Luas rata-rata petani padi responden ini terdiri dari
lahan milik sebesar 3.528 m2, dan lahan sewa sebesar 3.512 m2. Luas rata-rata
kelompok petani SRG lebih besar dari kelompok petani non SRG sebesar 4.793
m2.
Produksi padi rata-rata petani padi responden sebesar 3.058 kilogram.
Selanjutnya pada kelompok petani padi SRG sebesar 4.134 kilogram, sedangkan
pada kelompok petani Non SRG sebesar 1.950 kilogram. Hasil produksi padi
tersebut dialokasikan untuk beberapa keperluan, antara lain alokasi jual langsung,
alokasi penyimpanan SRG, alokasi konsumsi pangan keluarga, dan alokasi
simpanan keluarga petani responden. Rata-rata alokasi produksi padi ditunjukkan
pada tabel 20 sebagai berikut.
Tabel 20 Rata-rata Jumlah (Kilogram) Alokasi Produksi Padi Kelompok Petani Responden
No Alokasi Petani SRG Petani Non SRG Keseluruhan
1 Jual Langsung 427 507 467
2 SRG 1.384 - 672
3 Konsumsi 522 403 463
4 Simpanan Keluarga 1.046 643 845
7.3 Struktur Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden
Struktur penerimaan usahatani padi di daerah penelitian terbagi menjadi
penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai petani responden
berasal dari alokasi jual langsung dan alokasi SRG, dengan harga jual masing
masing-masing sebesar Rp 2.300,- dan Rp 2.800,-. Pada alokasi SRG harga jual
lebih besar Rp 500,- dari pada harga jual langsung. Hal ini mengindindikasikan
bahwa penerapan Sistem Resi Gudang sesuai dengan konsepnya, yaitu untuk
menjamin harga jual yang lebih tinggi dari pada harga pasar. Tabel berikut
menujukkan struktur penerimaan usahatani padi per hektar.
Tabel 21 Penerimaan Usahatani Padi Per Hektar
Keterangan Nilai (Rp)
Petani SRG Petani Non SRG Penerimaan Tunai Jual Langsung (Rp 2300,-/Kg) 2.880.000 4.478.000 Jual SRG (Rp 2800,-/Kg) 4.106.000 -
TOTAL 6.986.000 4.478.000 Penerimaan Diperhitungkan Bahan Konsumsi Keluarga (Rp 2300,-/Kg) 1.272.000 1.996.000 Simpanan Keluarga (Rp 2300,-/Kg) 2.549.000 3.185.000
TOTAL 3.821.000 5.181.000 Total Penerimaan 10.807.000 9.659.000
Pada kelompok petani SRG penerimaan usahatani padi lebih besar dari
pada kelompok petani Non SRG, selisih penerimaan pada kedua kelompok
kelompok tersebut sebesar Rp 2.508.000,-. Hal ini karena komponen alokasi
produksi yang terbesar pada kelompok petani Non SRG adalah pada penerimaan
diperhitungkan, yaitu bahan pangan keluarga dan simpanan keluarga sebesar Rp
5.181.000,-. Berbeda dengan kelompok petani SRG, sebesar 6.986.000,- adalah
penerimaan tunai dari komponen jual langsung dan SRG.
7.4 Struktur Biaya Usahatani Padi Petani Responden
Struktur biaya usahatani petani responden terdiri dari biaya tunai dan biaya
total. Biaya tunai terdiri dari biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya operasional
atau biaya pengangkutan panen, biaya kredit, biaya sewa lahan, dan biaya
penyimpanan SRG. Biaya kredit merupakan biaya atas input benih dan saprodi,
biaya pengolahan lahan, serta biaya jasa kredit yang dibayarkan pada saat panen.
Pada kelompok petani SRG jasa kredit sebesar 2 persen per bulan, sedangkan
pada kelompok petani non SRG sebesar 10 persen per bulan. Biaya sewa lahan
masing-masing kelompok sama sebesar Rp 700,- per meter persegi, sedangkan
biaya jasa penyimpanan komoditas di gudang SRG sebesar 1 persen per bulan,
dengan rata-rata penyimpanan sebesar 3 bulan. Tabel berikut menunjukkan
struktur biaya usahatani padi per hektar.
Tabel 22 Struktur Biaya Usahatani Padi Per Hektar
Keterangan Nilai (Rp)
Petani SRG Petani Non SRG Biaya Tunai 6.799.000 7.171.000 Biaya Diperhitungkan 775.000 775.000 Total Biaya 7.574.000 7.946.000
Biaya Tunai pada kelompok petani Non SRG lebih besar Rp 372.000,- dari
pada kelompok petani SRG. Selisih biaya ini berasal dari perbedaan bunga kredit
yang diterima oleh petani responden. Bunga kredit pada petani SRG lebih kecil
dari pada kelompok petani Non SRG.
7.5 Sruktur Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden
Struktur pendapatan usahatani petani responden di dearah penelitian
merupakan pendapatan tunai. Pendapatan tunai didapat dari pengurangan
penerimaan tunai dengan biaya tunai. Tabel berikut menunjukkan struktur
pendapatan usahatani padi per hektar.
Tabel 23 Struktur Pendapatan Usahatani Padi Per Hektar
NO ASPEK ANALISIS KELOMPOK PETANI
PETANI SRG PETANI NON SRG
Produksi Padi 4.382 4.200
STRUKTUR PENERIMAAN
Penerimaan Tunai
Jual Langsung (Rp 2300,-/Kg) 2.880.000 4.478.000
Jual SRG (Rp 2800,-/Kg) 4.106.000 -
TOTAL 6.986.000 4.478.000
Penerimaan Diperhitungkan
Bahan Konsumsi Keluarga (Rp 2300,-/Kg) 1.272.000 1.996.000
Simpanan Keluarga (Rp 2300,-/Kg) 2.549.000 3.185.000
TOTAL 3.821.000 5.181.000
TOTAL PENERIMAAN 10.807.000 9.659.000
STRUKTUR BIAYA
Biaya Tunai
Borongan Tandur-Panen 1.840.000 1.966.000
Tenaga Kerja Luar Keluarga 795.000 795.000
Operasional 60.000 60.000
Biaya Tunai (Kredit Dibayar Panen)
Input (Bibit, Pupuk, dan Pestisida) 960.000 960.000
Operasional (Pengairan, dan Pengangutan) 1.600.000 1.600.000
Jasa Kredit 203.000 768.000
Biaya Sewa Lahan 1.222.000 1.022.000
Biaya Jasa Penyimpanan Gudang 119.000 -
TOTAL 6.799.000 7.171.000
Biaya Diperhitungkan
Input (Pupuk Kandang) 15.000 15.000
Tenaga Kerja Keluarga 360.000 360.000
Penyusutan Alat Pertanian 400.000 400.000
TOTAL 775.000 775.000
TOTAL BIAYA 7.574.000 7.946.000
PENDAPATAN USAHATANI (TUNAI) 187.000 (2.693.000)
Dari hasil struktur pendapatan usahatani padi, menunjukkan bahwa petani
SRG memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SRG.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sistem Resi Gudang memiliki kemampuan
menghasilkan penerimaan tunai yang lebih baik.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi petani padi dalam menerapkan Sistem Resi
Gudang adalah luas lahan garapan dan status penguasaan lahan. Sedangkan
faktor lain yang tidak mempengaruhi adalah tingkat umur, tingkat pendidikan
formal, jumlah tanggungan keluarga, pengeluaran konsumsi bahan pangan
keluarga, tingkat pengalaman usahatani, tingkat pengalaman akses
permodalan, tingkat pengalaman penundaan penjualan, dan keikutsertaan
dalam penyuluhan pertanian.
2. Manfaat Sistem Resi Gudang bagi petani padi yaitu memberikan harga jual
gabah yang diterima petani lebih tinggi, dan Sistem Resi Gudang ini sebagai
sumber kredit yang lebih murah. Sehingga dalam pendekatan struktur
usahatani, petani yang menerapkan Sistem Resi Gudang memiliki pendapatan
yang lebih tinggi dari pada petani yang tidak menerapkan Sistem Resi
Gudang.
8.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, diberikan beberapa saran, yaitu:
1. Berdasarkan hasil analisis, bahwa luas lahan dan status penguasaan lahan
sewa berpengaruh nyata terhadap penerapan Sistem Resi Gudang. Petani
dapat memperluas lahan garapan dengan melakukan sewa lahan. Sehingga
dapat meningkatkan pendapatan usahatani padi.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang penerapan Sistem Resi Gudang ini,
dengan menggunakan pendekatan analisis yang berbeda dengan penelitian ini,
dan dapat juga dilakukan pada komoditas dan daerah penelitian yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Riani Budi. 2007. Penerapan Teknologi System of Rice Intensification di
Desa Margahayu Tasikmalaya. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ashari. 2007. Resi Gudang Alternatif Pemasaran Pertanian. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Vol 9. No 4 : 7-8.
BPS. 2007. Rata-rata Konsumsi Energi Per Kapita Per Hari Berdasarkan Jenis
Komoditas di Indonesia Tahun 1999-2006. Data Konsumsi. Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
Bappebti. 2007. Sistem Resi Gudang. www.bappebti.go.id [3 Maret 2008].
_______. 2007. Persyaratan dan Tata Cara untuk Memperoleh Persetujuan
sebagai Gudang dalam Sistem Resi Gudang. Peraturan Bappebti.
Departemen Perdagangan. Jakarta.
Dahlia, Uceu Noorsanti. 1998. Analisis Peningkatan Pendapatan Petani Padi
Melalui Penyimpanan Gabah di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten
Karawang, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Dep-KUKM. 2006. Petunjuk Teknis Skim Pendanaan Komoditas Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah. Peraturan MenNeg KUKM. Jakarta.
DirJen-PP. 2007. Pelaksanaan Undang-Undang No 9 Tahun 2006 Tentang Sistem
Resi Gudang. Peraturan Pemerintah. Depertemen Hukum dan HAM
RI. Jakarta.
_________. 2006. Undang-Undang No 9 Tahun 2006 Tentang sistem Resi
Gudang. Departemen Hukum dan HAM RI. Jakarta.
Departemen Pertanian. 1990. Monitoring dan Evaluasi, Proyek-proyek
Pembangunan Pedesaan. Departemen Pertanian RI. Jakarta.
Gunawan et al. 2007. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. IPB Press. Bogor.
Hernanto Fadholi. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hayami Yujiro dan Masao Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa. Suatu
Pendekatn Ekonomi Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Limbong, W.H & Panggabean Sitorus. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Rahmawati, Dwi Ratna. 2005. Faktor Kesiapan Masyarakat Petani dan Startegi
Pengembangan agropolitan (Studi Kasus Kecamatan Pakis,
Kecamatan Grabag, Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang
Jawa Tengah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rukmana, Rahmat. 2005. Akselerasi Pembangunan Agribisnis Kabupaten
Majalengka. www.diperta-majalengka.com [3 Maret 2008].
Richard & Panos. 1996. Using Warehouse Receipts in Developing and Transition
Economies. Finance & Development. United States.
Sawit, M. Husain. 2006. Indonesia Dalam Tatanan Perubahan Perdagangan
Beras Dunia. Pusat Analisis dan Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Bogor.
Soekartawi et al. 1985. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan
Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.
Saragih, Bungaran. 2000. Agribisnis Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia dalam Era Millenium Baru. Pusat Studi Pembangunan
Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia.
Ghalia Indonesia. Jakarta
Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika Edisi 3. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Wilfrid & Frank. 1991. Pengantar Analisis Statistik Edisi 4. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Lampiran 1 Diagram Ringkasan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi di Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat
Lampiran 2 Data Faktor-faktor Dugaan yang mempengaruhi Penerapan Sistem Resi Gudang oleh Petani Padi
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 D11 72,22 58 2 0 500 43 3 4 11.200 16 1
2 75,00 63 2 2 750 48 4 4 18.200 20 1
3 13,79 60 2 0 750 40 1 1 8.960 3 1
4 10,71 30 2 0 200 20 2 20 1.750 0 1
5 37,50 40 2 1 500 30 2 30 6.300 0 1
6 18,18 44 2 1 500 20 3 20 4.900 5 0
7 38,52 56 2 0 700 38 5 20 12.800 0 1
8 50,00 45 2 1 300 25 1 25 9.800 0 1
9 21,88 35 3 1 300 10 3 10 7.000 0 1
10 21,88 55 1 2 600 16 3 16 11.900 0 1
11 37,50 43 2 2 500 6 3 6 21.560 0 1
12 16,67 60 1 0 300 40 1 5 3.500 0 1
13 23,78 65 2 0 850 45 6 5 16.800 12 1
14 11,76 68 1 2 1100 30 1 20 4.200 2 1
15 35,34 50 2 0 300 15 5 4 5.600 0 0
16 37,50 39 3 2 400 15 1 15 7.000 0 1
17 16,67 61 2 1 500 41 1 41 10.500 0 1
18 25,00 65 2 2 500 45 2 40 5.600 4 1
19 14,77 45 1 3 950 25 5 25 5.600 5 1
20 34,72 62 2 0 600 40 3 40 9.800 3 1
21 22,75 46 4 2 700 32 6 20 18.200 5 1
22 44,44 28 2 1 300 3 1 3 4.900 0 0
23 86,84 47 2 0 400 38 3 2 19.600 0 0
24 53,13 63 1 0 500 40 1 10 7.000 0 0
25 37,50 45 1 1 400 20 1 2 4.200 0 0
26 37,50 40 2 2 250 3 1 3 3.500 0 1
27 34,21 60 2 0 400 40 1 30 4.200 0 0
28 37,50 50 1 1 750 40 3 2 9.100 0 0
29 0,00 40 1 1 300 20 1 16 1.400 0 1
30 54,55 55 1 3 550 35 1 30 28.000 0 1
NoY = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10D1 + b11D2 + ε
Lampiran 3 Struktur Produksi Usahatani Padi Petani Responden Luas Lahan Kotor Tandur&Panen Bersih Jual Konsumsi Simpanan Simpan
m² 1 2 (1-2) Langsung Pangan Keluarga Gudang SRG1 11.200 4.500 900 3.600 - 500 500 2.600 2 18.200 5.000 1.000 4.000 - 750 250 3.000 3 2.800 1.200 240 960 360 250 350 - 4 8.960 2.900 580 2.320 1.000 750 250 320 5 8.960 3.500 700 2.800 1.800 750 250 - 6 3.500 1.400 280 1.120 420 350 350 - 7 1.750 700 140 560 - 200 300 60 8 6.300 3.000 600 2.400 500 500 500 900 9 4.900 2.750 550 2.200 300 500 1.000 400 10 12.800 6.100 1.220 4.880 1.000 700 1.300 1.880 11 9.800 2.500 500 2.000 - 300 700 1.000 12 7.000 3.200 640 2.560 1.000 300 700 560 13 7.000 4.000 800 3.200 2.000 400 600 200 14 11.900 5.600 1.120 4.480 1.500 600 1.400 980 15 21.560 10.000 2.000 8.000 3.000 500 1.500 3.000 16 3.500 1.200 240 960 360 400 200 - 17 2.800 1.300 260 1.040 440 600 - - 18 1.750 800 160 640 140 500 - - 19 2.940 1.200 240 960 260 200 500 - 20 9.800 3.000 600 2.400 400 300 1.700 - 21 3.500 1.500 300 1.200 - 300 700 200 22 1.400 500 100 400 - 250 150 - 23 2.800 1.200 240 960 460 300 200 - 24 10.500 3.500 700 2.800 300 800 1.700 - 25 16.800 8.200 1.640 6.560 1.500 850 2.650 1.560 26 4.200 2.000 400 1.600 600 300 700 - 27 4.200 1.700 340 1.360 - 1100 100 160 28 3.500 1.000 200 800 - 250 550 - 29 4.200 2.000 400 1.600 600 350 650 - 30 3.500 1.200 240 960 160 200 600 - 31 4.900 2.300 460 1.840 - 800 1.040 - 32 1.400 600 120 480 - 300 180 - 33 5.600 2.900 580 2.320 - 300 1.200 820 34 5.600 2.500 500 2.000 - 400 1.600 - 35 7.000 3.000 600 2.400 - 400 1.100 900 36 10.500 4.500 900 3.600 - 500 2.500 600 37 4.200 1.600 320 1.280 - 600 680 - 38 5.600 2.500 500 2.000 - 500 1.000 500 39 5.600 2.200 440 1.760 - 950 550 260 40 9.800 4.500 900 3.600 - 600 1.750 1.250 41 18.200 8.900 1.780 7.120 - 700 4.800 1.620 42 4.900 2.250 450 1.800 - 300 700 800 43 19.600 9.500 1.900 7.600 - 400 600 6.600 44 7.000 3.200 640 2.560 - 500 700 1.360 45 4.200 2.000 400 1.600 - 400 600 600 46 3.500 1.400 280 1.120 - 250 450 420 47 4.200 1.900 380 1.520 - 400 600 520 48 4.200 2.000 400 1.600 200 700 700 - 49 4.200 2.000 400 1.600 600 200 800 - 50 4.200 2.000 400 1.600 700 400 500 - 51 18.200 9.000 1.800 7.200 4.200 550 2.450 - 52 9.100 4.200 840 3.360 - 750 1.350 1.260 53 1.400 600 120 480 - 300 180 - 54 2.800 1.200 240 960 200 300 460 - 55 700 250 50 200 - 200 - - 56 9.800 3.500 700 2.800 1.000 300 1.500 - 57 1.750 750 150 600 - 500 100 - 58 2.800 1.200 240 960 - 350 610 - 59 1.400 600 120 480 - 300 180 - 60 28.000 13.750 2.750 11.000 3.000 550 1.450 6.000
Alokasi Produksi (Kg)Produksi Padi (Kg)No
Lampiran 4 Struktur Penerimaan Usahatani Padi Petani Responden TOTAL
Jual Langsung SRG Total (I) Konsumsi Pangan Simpanan Keluarga Total (II) PENERIMAAN (Rp)2.300 2.800 2.300 2.300 (I+II)
1 - 7.280.000 7.280.000 1.150.000 1.150.000 2.300.000 9.580.000 2 - 8.400.000 8.400.000 1.725.000 575.000 2.300.000 10.700.000 3 828.000 - 828.000 575.000 805.000 1.380.000 2.208.000 4 2.300.000 896.000 3.196.000 1.725.000 575.000 2.300.000 5.496.000 5 4.140.000 - 4.140.000 1.725.000 575.000 2.300.000 6.440.000 6 966.000 - 966.000 805.000 805.000 1.610.000 2.576.000 7 - 168.000 168.000 460.000 690.000 1.150.000 1.318.000 8 1.150.000 2.520.000 3.670.000 1.150.000 1.150.000 2.300.000 5.970.000 9 690.000 1.120.000 1.810.000 1.150.000 2.300.000 3.450.000 5.260.000
10 2.300.000 5.264.000 7.564.000 1.610.000 2.990.000 4.600.000 12.164.000 11 - 2.800.000 2.800.000 690.000 1.610.000 2.300.000 5.100.000 12 2.300.000 1.568.000 3.868.000 690.000 1.610.000 2.300.000 6.168.000 13 4.600.000 560.000 5.160.000 920.000 1.380.000 2.300.000 7.460.000 14 3.450.000 2.744.000 6.194.000 1.380.000 3.220.000 4.600.000 10.794.000 15 6.900.000 8.400.000 15.300.000 1.150.000 3.450.000 4.600.000 19.900.000 16 828.000 - 828.000 920.000 460.000 1.380.000 2.208.000 17 1.012.000 - 1.012.000 1.380.000 - 1.380.000 2.392.000 18 322.000 - 322.000 1.150.000 - 1.150.000 1.472.000 19 598.000 - 598.000 460.000 1.150.000 1.610.000 2.208.000 20 920.000 - 920.000 690.000 3.910.000 4.600.000 5.520.000 21 - 560.000 560.000 690.000 1.610.000 2.300.000 2.860.000 22 - - - 575.000 345.000 920.000 920.000 23 1.058.000 - 1.058.000 690.000 460.000 1.150.000 2.208.000 24 690.000 - 690.000 1.840.000 3.910.000 5.750.000 6.440.000 25 3.450.000 4.368.000 7.818.000 1.955.000 6.095.000 8.050.000 15.868.000 26 1.380.000 - 1.380.000 690.000 1.610.000 2.300.000 3.680.000 27 - 448.000 448.000 2.530.000 230.000 2.760.000 3.208.000 28 - - - 575.000 1.265.000 1.840.000 1.840.000 29 1.380.000 - 1.380.000 805.000 1.495.000 2.300.000 3.680.000 30 368.000 - 368.000 460.000 1.380.000 1.840.000 2.208.000 31 - - - 1.840.000 2.392.000 4.232.000 4.232.000 32 - - - 690.000 414.000 1.104.000 1.104.000 33 - 2.296.000 2.296.000 690.000 2.760.000 3.450.000 5.746.000 34 - - - 920.000 3.680.000 4.600.000 4.600.000 35 - 2.520.000 2.520.000 920.000 2.530.000 3.450.000 5.970.000 36 - 1.680.000 1.680.000 1.150.000 5.750.000 6.900.000 8.580.000 37 - - - 1.380.000 1.564.000 2.944.000 2.944.000 38 - 1.400.000 1.400.000 1.150.000 2.300.000 3.450.000 4.850.000 39 - 728.000 728.000 2.185.000 1.265.000 3.450.000 4.178.000 40 - 3.500.000 3.500.000 1.380.000 4.025.000 5.405.000 8.905.000 41 - 4.536.000 4.536.000 1.610.000 11.040.000 12.650.000 17.186.000 42 - 2.240.000 2.240.000 690.000 1.610.000 2.300.000 4.540.000 43 - 18.480.000 18.480.000 920.000 1.380.000 2.300.000 20.780.000 44 - 3.808.000 3.808.000 1.150.000 1.610.000 2.760.000 6.568.000 45 - 1.680.000 1.680.000 920.000 1.380.000 2.300.000 3.980.000 46 - 1.176.000 1.176.000 575.000 1.035.000 1.610.000 2.786.000 47 - 1.456.000 1.456.000 920.000 1.380.000 2.300.000 3.756.000 48 460.000 - 460.000 1.610.000 1.610.000 3.220.000 3.680.000 49 1.380.000 - 1.380.000 460.000 1.840.000 2.300.000 3.680.000 50 1.610.000 - 1.610.000 920.000 1.150.000 2.070.000 3.680.000 51 9.660.000 - 9.660.000 1.265.000 5.635.000 6.900.000 16.560.000 52 - 3.528.000 3.528.000 1.725.000 3.105.000 4.830.000 8.358.000 53 - - - 690.000 414.000 1.104.000 1.104.000 54 460.000 - 460.000 690.000 1.058.000 1.748.000 2.208.000 55 - - - 460.000 - 460.000 460.000 56 2.300.000 - 2.300.000 690.000 3.450.000 4.140.000 6.440.000 57 - - - 1.150.000 230.000 1.380.000 1.380.000 58 - - - 805.000 1.403.000 2.208.000 2.208.000 59 - - - 690.000 414.000 1.104.000 1.104.000 60 6.900.000 16.800.000 23.700.000 1.265.000 3.335.000 4.600.000 28.300.000
NoPENERIMAAN DIPERHTUNGKAN (Rp)PENERIMAAN TUNAI (Rp)
Lampiran 5 Struktur Biaya Usahatani Padi Petani Responden
Luas Lahan TKLK Operasional Sub-Total Input TKK Penyusutan Sub-Total Input Operasional Jasa Sub-Total Usahatani Sewa Lahan Jasa Gudang SRG
m² a b c (a+b+c)1 11.200 890.400 67.200 957.600 16.800 403.200 448.000 868.000 1.075.200 1.792.000 229.376 3.096.576 4.922.176 1.960.000 218.400 7.100.576 2 18.200 1.446.900 109.200 1.556.100 27.300 655.200 728.000 1.410.500 1.747.200 2.912.000 372.736 5.031.936 7.998.536 1.633.333 252.000 9.883.869 3 2.800 222.600 16.800 239.400 4.200 100.800 112.000 217.000 268.800 448.000 215.040 931.840 1.388.240 653.333 - 2.041.573 4 8.960 712.320 53.760 766.080 13.440 322.560 358.400 694.400 860.160 1.433.600 183.501 2.477.261 3.937.741 1.960.000 26.880 5.924.621 5 8.960 712.320 53.760 766.080 13.440 322.560 358.400 694.400 860.160 1.433.600 688.128 2.981.888 4.442.368 1.960.000 - 6.402.368 6 3.500 278.250 21.000 299.250 5.250 126.000 140.000 271.250 336.000 560.000 268.800 1.164.800 1.735.300 816.667 - 2.551.967 7 1.750 139.125 10.500 149.625 2.625 63.000 70.000 135.625 168.000 280.000 35.840 483.840 769.090 - 5.040 774.130 8 6.300 500.850 37.800 538.650 9.450 226.800 252.000 488.250 604.800 1.008.000 129.024 1.741.824 2.768.724 758.333 75.600 3.602.657 9 4.900 389.550 29.400 418.950 7.350 176.400 196.000 379.750 470.400 784.000 100.352 1.354.752 2.153.452 1.061.667 33.600 3.248.719 10 12.800 1.017.600 76.800 1.094.400 19.200 460.800 512.000 992.000 1.228.800 2.048.000 262.144 3.538.944 5.625.344 606.667 157.920 6.389.931 11 9.800 779.100 58.800 837.900 14.700 352.800 392.000 759.500 940.800 1.568.000 200.704 2.709.504 4.306.904 910.000 84.000 5.300.904 12 7.000 556.500 42.000 598.500 10.500 252.000 280.000 542.500 672.000 1.120.000 143.360 1.935.360 3.076.360 758.333 47.040 3.881.733 13 7.000 556.500 42.000 598.500 10.500 252.000 280.000 542.500 672.000 1.120.000 537.600 2.329.600 3.470.600 - 16.800 3.487.400 14 11.900 946.050 71.400 1.017.450 17.850 428.400 476.000 922.250 1.142.400 1.904.000 243.712 3.290.112 5.229.812 1.633.333 82.320 6.945.465 15 21.560 1.714.020 129.360 1.843.380 32.340 776.160 862.400 1.670.900 2.069.760 3.449.600 441.549 5.960.909 9.475.189 4.704.000 252.000 14.431.189 16 3.500 278.250 21.000 299.250 5.250 126.000 140.000 271.250 336.000 560.000 268.800 1.164.800 1.735.300 - - 1.735.300 17 2.800 222.600 16.800 239.400 4.200 100.800 112.000 217.000 268.800 448.000 215.040 931.840 1.388.240 653.333 - 2.041.573 18 1.750 139.125 10.500 149.625 2.625 63.000 70.000 135.625 168.000 280.000 134.400 582.400 867.650 - - 867.650 19 2.940 233.730 17.640 251.370 4.410 105.840 117.600 227.850 282.240 470.400 225.792 978.432 1.457.652 196.000 - 1.653.652 20 9.800 779.100 58.800 837.900 14.700 352.800 392.000 759.500 940.800 1.568.000 752.640 3.261.440 4.858.840 - - 4.858.840 21 3.500 278.250 21.000 299.250 5.250 126.000 140.000 271.250 336.000 560.000 71.680 967.680 1.538.180 - 16.800 1.554.980 22 1.400 111.300 8.400 119.700 2.100 50.400 56.000 108.500 134.400 224.000 107.520 465.920 694.120 - - 694.120 23 2.800 222.600 16.800 239.400 4.200 100.800 112.000 217.000 268.800 448.000 215.040 931.840 1.388.240 - - 1.388.240 24 10.500 834.750 63.000 897.750 15.750 378.000 420.000 813.750 1.008.000 1.680.000 806.400 3.494.400 5.205.900 - - 5.205.900 25 16.800 1.335.600 100.800 1.436.400 25.200 604.800 672.000 1.302.000 1.612.800 2.688.000 344.064 4.644.864 7.383.264 3.593.333 131.040 11.107.637 26 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 322.560 1.397.760 2.082.360 - - 2.082.360 27 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 86.016 1.161.216 1.845.816 - 13.440 1.859.256 28 3.500 278.250 21.000 299.250 5.250 126.000 140.000 271.250 336.000 560.000 268.800 1.164.800 1.735.300 - - 1.735.300 29 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 322.560 1.397.760 2.082.360 - - 2.082.360 30 3.500 278.250 21.000 299.250 5.250 126.000 140.000 271.250 336.000 560.000 268.800 1.164.800 1.735.300 - - 1.735.300 31 4.900 389.550 29.400 418.950 7.350 176.400 196.000 379.750 470.400 784.000 376.320 1.630.720 2.429.420 - - 2.429.420 32 1.400 111.300 8.400 119.700 2.100 50.400 56.000 108.500 134.400 224.000 107.520 465.920 694.120 326.667 - 1.020.787 33 5.600 445.200 33.600 478.800 8.400 201.600 224.000 434.000 537.600 896.000 114.688 1.548.288 2.461.088 1.306.667 68.880 3.836.635 34 5.600 445.200 33.600 478.800 8.400 201.600 224.000 434.000 537.600 896.000 430.080 1.863.680 2.776.480 - - 2.776.480 35 7.000 556.500 42.000 598.500 10.500 252.000 280.000 542.500 672.000 1.120.000 143.360 1.935.360 3.076.360 - 75.600 3.151.960 36 10.500 834.750 63.000 897.750 15.750 378.000 420.000 813.750 1.008.000 1.680.000 215.040 2.903.040 4.614.540 - 50.400 4.664.940 37 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 322.560 1.397.760 2.082.360 980.000 - 3.062.360 38 5.600 445.200 33.600 478.800 8.400 201.600 224.000 434.000 537.600 896.000 114.688 1.548.288 2.461.088 - 42.000 2.503.088 39 5.600 445.200 33.600 478.800 8.400 201.600 224.000 434.000 537.600 896.000 114.688 1.548.288 2.461.088 - 21.840 2.482.928 40 9.800 779.100 58.800 837.900 14.700 352.800 392.000 759.500 940.800 1.568.000 200.704 2.709.504 4.306.904 - 105.000 4.411.904 41 18.200 1.446.900 109.200 1.556.100 27.300 655.200 728.000 1.410.500 1.747.200 2.912.000 372.736 5.031.936 7.998.536 2.286.667 136.080 10.421.283 42 4.900 389.550 29.400 418.950 7.350 176.400 196.000 379.750 470.400 784.000 100.352 1.354.752 2.153.452 1.143.333 67.200 3.363.985 43 19.600 1.558.200 117.600 1.675.800 29.400 705.600 784.000 1.519.000 1.881.600 3.136.000 401.408 5.419.008 8.613.808 4.573.333 554.400 13.741.541 44 7.000 556.500 42.000 598.500 10.500 252.000 280.000 542.500 672.000 1.120.000 143.360 1.935.360 3.076.360 1.633.333 114.240 4.823.933 45 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 86.016 1.161.216 1.845.816 980.000 50.400 2.876.216 46 3.500 278.250 21.000 299.250 5.250 126.000 140.000 271.250 336.000 560.000 71.680 967.680 1.538.180 - 35.280 1.573.460 47 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 86.016 1.161.216 1.845.816 980.000 43.680 2.869.496 48 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 322.560 1.397.760 2.082.360 980.000 - 3.062.360 49 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 322.560 1.397.760 2.082.360 980.000 - 3.062.360 50 4.200 333.900 25.200 359.100 6.300 151.200 168.000 325.500 403.200 672.000 322.560 1.397.760 2.082.360 980.000 - 3.062.360 51 18.200 1.446.900 109.200 1.556.100 27.300 655.200 728.000 1.410.500 1.747.200 2.912.000 1.397.760 6.056.960 9.023.560 3.430.000 - 12.453.560 52 9.100 723.450 54.600 778.050 13.650 327.600 364.000 705.250 873.600 1.456.000 186.368 2.515.968 3.999.268 2.123.333 105.840 6.228.441 53 1.400 111.300 8.400 119.700 2.100 50.400 56.000 108.500 134.400 224.000 107.520 465.920 694.120 - - 694.120 54 2.800 222.600 16.800 239.400 4.200 100.800 112.000 217.000 268.800 448.000 215.040 931.840 1.388.240 - - 1.388.240 55 700 55.650 4.200 59.850 1.050 25.200 28.000 54.250 67.200 112.000 53.760 232.960 347.060 - - 347.060 56 9.800 779.100 58.800 837.900 14.700 352.800 392.000 759.500 940.800 1.568.000 752.640 3.261.440 4.858.840 2.286.667 - 7.145.507 57 1.750 139.125 10.500 149.625 2.625 63.000 70.000 135.625 168.000 280.000 134.400 582.400 867.650 - - 867.650 58 2.800 222.600 16.800 239.400 4.200 100.800 112.000 217.000 268.800 448.000 215.040 931.840 1.388.240 - - 1.388.240 59 1.400 111.300 8.400 119.700 2.100 50.400 56.000 108.500 134.400 224.000 - 358.400 586.600 - - 586.600 60 28.000 2.226.000 168.000 2.394.000 42.000 1.008.000 1.120.000 2.170.000 2.688.000 4.480.000 573.440 7.741.440 12.305.440 - 504.000 12.809.440
STRUKTUR BIAYANo
BIAYA TUNAI BIAYA DIPERHITUNGKAN Kredit SRGTOTAL
Lampiran 6 Struktur Pendapatan Usahatani Padi Petani Responden
Tunai Diperhitungkan Total Usahatani Non-Padi Non- UsahataniTunai Total Tunai Total
1 1.047.424 1.432.000 2.479.424 261.856 619.856 213.300 - 475.156 833.156
2 (73.369) 889.500 816.131 (18.342) 204.033 549.900 - 531.558 753.933 3 (996.573) 1.163.000 166.427 (249.143) 41.607 - - (249.143) 41.607 4 (2.034.221) 1.605.600 (428.621) (508.555) (107.155) - 600.000 91.445 492.845 5 (1.567.968) 1.605.600 37.632 (391.992) 9.408 - 750.000 358.008 759.408
6 (1.314.717) 1.338.750 24.033 (328.679) 6.008 200.000 1.500.000 1.371.321 1.706.008
7 (470.505) 1.014.375 543.870 (117.626) 135.968 - 750.000 632.374 885.968 8 555.593 1.811.750 2.367.343 138.898 591.836 - 3.000.000 3.138.898 3.591.836 9 (1.058.969) 3.070.250 2.011.281 (264.742) 502.820 - 2.240.000 1.975.258 2.742.820
10 2.166.069 3.608.000 5.774.069 541.517 1.443.517 666.000 480.000 1.687.517 2.589.517 11 (1.741.404) 1.540.500 (200.904) (435.351) (50.226) - - (435.351) (50.226)
12 528.767 1.757.500 2.286.267 132.192 571.567 500.000 1.200.000 1.832.192 2.271.567
13 2.215.100 1.757.500 3.972.600 553.775 993.150 - - 553.775 993.150 14 170.785 3.677.750 3.848.535 42.696 962.134 - 150.000 192.696 1.112.134 15 2.539.711 2.929.100 5.468.811 634.928 1.367.203 200.000 3.000.000 3.834.928 4.567.203 16 (636.050) 1.108.750 472.700 (159.013) 118.175 - 2.600.000 2.440.988 2.718.175
17 (812.573) 1.163.000 350.427 (203.143) 87.607 - - (203.143) 87.607
18 (410.025) 1.014.375 604.350 (102.506) 151.088 - - (102.506) 151.088 19 (827.802) 1.382.150 554.348 (206.951) 138.587 - 1.500.000 1.293.050 1.638.587 20 (3.179.340) 3.840.500 661.160 (794.835) 165.290 - - (794.835) 165.290 21 (723.730) 2.028.750 1.305.020 (180.933) 326.255 100.000 - (80.933) 426.255
22 (585.620) 811.500 225.880 (146.405) 56.470 100.000 750.000 703.595 906.470
23 (113.240) 933.000 819.760 (28.310) 204.940 - - (28.310) 204.940 24 (3.702.150) 4.936.250 1.234.100 (925.538) 308.525 - - (925.538) 308.525 25 (1.987.637) 6.748.000 4.760.363 (496.909) 1.190.091 - - (496.909) 1.190.091 26 (376.860) 1.974.500 1.597.640 (94.215) 399.410 - - (94.215) 399.410 27 (1.085.756) 2.434.500 1.348.744 (271.439) 337.186 - - (271.439) 337.186
28 (1.464.050) 1.568.750 104.700 (366.013) 26.175 - - (366.013) 26.175
29 (376.860) 1.974.500 1.597.640 (94.215) 399.410 - - (94.215) 399.410 30 (1.096.050) 1.568.750 472.700 (274.013) 118.175 - - (274.013) 118.175 31 (2.049.670) 3.852.250 1.802.580 (512.418) 450.645 - - (512.418) 450.645 32 (912.287) 995.500 83.213 (228.072) 20.803 - - (228.072) 20.803
33 (1.106.635) 3.016.000 1.909.365 (276.659) 477.341 - - (276.659) 477.341
34 (2.342.480) 4.166.000 1.823.520 (585.620) 455.880 - - (585.620) 455.880 35 (89.460) 2.907.500 2.818.040 (22.365) 704.510 - - (22.365) 704.510 36 (2.171.190) 6.086.250 3.915.060 (542.798) 978.765 - - (542.798) 978.765 37 (2.736.860) 2.618.500 (118.360) (684.215) (29.590) - - (684.215) (29.590)
38 (669.088) 3.016.000 2.346.912 (167.272) 586.728 - - (167.272) 586.728
39 (1.320.928) 3.016.000 1.695.072 (330.232) 423.768 - - (330.232) 423.768 40 (152.404) 4.645.500 4.493.096 (38.101) 1.123.274 - - (38.101) 1.123.274 41 (4.474.783) 11.239.500 6.764.717 (1.118.696) 1.691.179 150.000 - (968.696) 1.841.179 42 (744.235) 1.920.250 1.176.015 (186.059) 294.004 - - (186.059) 294.004 43 6.257.459 781.000 7.038.459 1.564.365 1.759.615 - - 1.564.365 1.759.615
44 (473.433) 2.217.500 1.744.067 (118.358) 436.017 - - (118.358) 436.017
45 (870.716) 1.974.500 1.103.784 (217.679) 275.946 - - (217.679) 275.946 46 (126.210) 1.338.750 1.212.540 (31.553) 303.135 - - (31.553) 303.135 47 (1.087.996) 1.974.500 886.504 (271.999) 221.626 - 450.000 178.001 671.626 48 (2.276.860) 2.894.500 617.640 (569.215) 154.410 - - (569.215) 154.410
49 (1.356.860) 1.974.500 617.640 (339.215) 154.410 - - (339.215) 154.410
50 (1.126.860) 1.744.500 617.640 (281.715) 154.410 - 1.200.000 918.285 1.354.410 51 (1.383.060) 5.489.500 4.106.440 (345.765) 1.026.610 150.000 - (195.765) 1.176.610 52 (1.995.191) 4.124.750 2.129.559 (498.798) 532.390 - - (498.798) 532.390 53 (585.620) 995.500 409.880 (146.405) 102.470 - - (146.405) 102.470
54 (711.240) 1.531.000 819.760 (177.810) 204.940 - - (177.810) 204.940
55 (292.810) 405.750 112.940 (73.203) 28.235 - - (73.203) 28.235 56 (4.086.007) 3.380.500 (705.507) (1.021.502) (176.377) - - (1.021.502) (176.377) 57 (732.025) 1.244.375 512.350 (183.006) 128.088 - 700.000 516.994 828.088 58 (1.171.240) 1.991.000 819.760 (292.810) 204.940 - - (292.810) 204.940 59 (478.100) 995.500 517.400 (119.525) 129.350 150.000 - 30.475 279.350
60 13.060.560 2.430.000 15.490.560 3.265.140 3.872.640 - - 3.265.140 3.872.640
NoPENDAPATAN USAHATANI PADI (Rp/Musim) STRUKTUR PENDAPATAN PETANI PADI (Rp/Bln)
Jumlah TotalUsahatani Padi