0
EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI
APOTEK WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2011 SESUAI
PERUNDANGAN YANG BERLAKU
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
DEWI MARYATI
K 100 040 014
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2013
0
1
EVALUATION SERVICE STANDARDS IN PHARMACY PHARMACEUTICAL SALATIGA
CITY REGION IN 2011 ACCORDING TO APPLICABLE LEGISLATION
EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA
SALATIGA TAHUN 2011 SESUAI PERUNDANGAN YANG BERLAKU
Dewi Maryati, Tri Yulianti
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRAK
Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di apotek, menetapkan bahwa semua tenaga kefarmasian dalam
melaksanakan tugas profesinya di apotek agar mengacu pada standar tersebut.
Standar Pelayanan Kefarmasian ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
dari pelayanan yang tidak professional, melindungi farmasis dari tuntutan
masyarakat yang tidak wajar, sebagai pedoman dalam pengawasan praktek tenaga
farmasi dan untuk pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di
apotek. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi standar pelayanan
kefarmasian di apotek wilayah Kota Salatiga Tahun 2011 mengacu pada Standar
Pelayanan Kefarmasian apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1027
tahun 2004.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data dikumpulkan dengan
cara mengunjungi apotek di Kota Salatiga untuk mengisi kuesioner. Kuesioner
disebarkan ke 16 APA, yang mencakup aspek pengelolaan sumber daya dan
pelayanan. Penelitian ini dilakukan di apotek-apotek yang berada di Kota Salatiga
Tahun 2011.
Berdasarkan hasil penelitian ini di ketahui bahwa yang telah memenuhi
standar dari aspek pengelolaan perbekalan, sumber daya dan ketersediaan fasilitas
sarana dan prasarana sebanyak 16 apotek masuk dalam kategori baik. Sedangkan
dari aspek pelayanan resep, promosi dan edukasi masuk dalam kategori baik
hanya sebanyak 3 apotek, dengan nilai rata-rata untuk pelayanan resep 16 apotek
adalah 71,15%.
Kata kunci : Apotek, Apoteker, Standar Pelayanan Kefarmasian.
ABSTRACT
Health Ministerial Decree of 2004 on Standards of Pharmaceutical
Services at the pharmacy, stipulate that all pharmacy staff in implementing tasks
in the pharmacy profession in order refer to these standards. Pharmaceutical
Services standard is intended to protect the society from unprofessional service,
protect pharmacists from the unnatural demands of society, as a guide in the
practice of pharmacy staff supervision and coaching as well as to improve the
quality of pharmaceutical services at the pharmacy. This study was conducted to
evaluate the standard of pharmaceutical services in the pharmacy area of Salatiga
City in 2011 refers to the pharmacy by Standard Pharmaceutical Services Health
Ministerial Decree No.1027 of 2004.
2
This research was a descriptive study. Data were collected by visiting
pharmacies in Salatiga to fill out the questionnaire. The questionnaire distributed
to 16 APA, which includes a aspects of resource management and service. The
research was conducted in pharmacies of Salatiga in 2011.
Based on the results of this study has met the standard of supplies
management aspects, resources, availability of infrastructure facilities as 16
pharmacies included in good category. Aspects of prescription services,
promotion and education included in good category only 3 pharmacies, with value
average to prescription services 16 pharmacies is 71,15%.
Key words: Pharmacy, Pharmacist, Pharmaceutical Services Standards.
PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong
masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan
kualitas hidup yang lebih baik. Tersedianya pelayanan kesehatan yang berkualitas
bagi masyarakat menjadi hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah
sebagai salah satu upaya dalam pembangunan di bidang kesehatan. Pelayanan
kesehatan kepada masyarakat bertujuan membentuk masyarakat yang sehat.
Diperlukan upaya-upaya kesehatan yang menyeluruh dan terpadu untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan tersebut (Siregar dan Amalia, 2004).
Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, menetapkan bahwa semua tenaga kefarmasian dalam
melaksanakan tugas profesinya di apotek agar mengacu pada standar sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan ini. Standar Pelayanan Kefarmasian ini dimaksudkan
untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, melindungi
farmasis dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar, sebagai pedoman dalam
pengawasan praktek tenaga farmasi dan untuk pembinaan serta meningkatkan
mutu pelayanan farmasi di apotek. Sebagai wujud dalam pelaksanaan standar
pelayanan kefarmasian ini, tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi
langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah
melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat. Oleh karena itu
tenaga farmasi dalam melaksanakan profesinya sebagai tenaga kesehatan harus
sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut.
3
Perkembangan apotek ini sangat ditentukan oleh pengelolaan sumber daya
dan pelayanan di apotek tersebut. Oleh sebab itu, standar pelayanan farmasi
sangat diperlukan dalam menjalankan suatu apotek. Jika suatu apotek tidak
menggunakan standar pelayanan farmasi dalam menjalankan apotek maka tidak
akan tercapai derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Karena pelayanan
farmasi adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker
dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien/masyarakat (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Salah satu penelitian yang dilaksanakan di DKI Jakarta pada tahun 2003
mengenai standar pelayanan kefarmasian di apotek DKI Jakarta tahun 2003 23,5%
apotek tidak memenuhi standar pelayanan obat non resep, 92,6% apotek tidak
memenuhi standar pelayanan KIE, 11,8% apotek tidak memenuhi standar
pelayanan obat resep dan 26,5% apotek tidak memenuhi standar pengelolaan obat
di apotek. Rerata skor pelaksanaan dari keempat bidang tersebut adalah 38,60%
masuk dalam kategori kurang baik (Purwanti dkk, 2004).
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan
deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang
suatu keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2002).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apoteker yang berada di Kota
Salatiga yang berjumlah 26 apotek. Sampel dalam peneletian ini adalah apotek
yang berada di Kota Salatiga yang bersedia mengisi kuesioner yang berjumlah 16
apotek.
Kategori pengelolaan sumber daya dan pelayanan digolongkan menjadi 3
kategori yaitu baik, cukup, kurang maka menggunakan parameter:
1. Baik, bila nilai skor yang diperoleh >75%
2. Cukup, bila nilai skor yang di peroleh 60%-75%
3. Kurang, bila nilai skor yang diperoleh <60%
(Arikunto, 2010)
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga
tahun 2011, Kota Salatiga memiliki jumlah penduduk 178.277 jiwa dengan
peningkatan pertumbuhan penduduk sebanyak 2,05% terdapat 26 apotek
(Anonim, 2011). Survei dilakukan pada 16 apotek yang memenuhi kriteria
inklusi.
Di Kota Salatiga sebagian besar yang berdiri ≥ 5 tahun mendapatkan
omzet rata-rata per hari ≥ Rp. 2. 000.000, jumlah resep rata-rata per hari ≥ 10
lembar dan lokasi apotek tidak menjadi satu dengan unit usaha lain, dan pemilik
sarana apotek di apotek Kota Salatiga sebagian besar non apoteker sebesar 87,5%,
kerjasama dengan APA 12,5% dan dengan BUMN sebesar 6,25% (Tabel 1).
Tabel 1. Lama berdiri apotek, lama jam buka, omzet penjualan rata-rata tiap hari,
jumlah resep rata-rata per hari dan Pemilik sarana apotek di apotek Kota Salatiga
Tahun 2011.
Lama berdiri apotek
< 5 tahun
≥ 5 tahun
Jumlah
3
13
Persentase
18,75 %
81,25 %
Lama jam buka
< 12 jam
≥ 12 jam
2
11
12,5 %
68,75 %
Omzet penjualan rata-rata tiap hari
< Rp 2.000.000
≥ Rp 2.000.000
3
11
18,75 %
68,75%
Jumlah resep rata-rata per hari
< 10 lembar
≥ 10 lembar
3
12
18,75 %
75 %
Lokasi apotek ini menjadi satu dengan
unit usaha lain
Ya
Tidak
2
14
12,5%
87,5%
Pemilik sarana apotek
Perorangan : Apoteker
Perorangan : Non Apoteker
Kerjasama PSA dan APA
BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
12,5%
68,75%
12,5%
6,25%
Dari hasil penelitian sebagian besar di Kota Salatiga apotek menjadi satu
engan tempat praktek dokter dan jumlah dokter yang praktek rata-rata 1-3 orang
(37,5%) (Tabel 2).
5
Tabel 2. Apotek yang digunakan tempat praktek dokter dan jumlah dokter praktek di
apotek Kota Salatiga Tahun 2011.
Apotek menjadi satu lokasi dengan tempat praktek
dokter
Ya
Tidak
Jumlah
9
7
Persentase
56,25%
43,75%
Jumlah dokter yang praktek bersama
1-3 orang
4-5 orang
> 5 orang
6
1
2
37,5%
6,25%
12,5%
Dari hasil penelitian di Kota Salatiga pengalaman apoteker sebagai APA
sebagian besar 1-5 tahun, frekuensi kehadiran apoteker di apotek seminggu 3-5
kali, dengan kehadiran lebih dari 5 jam, dan terdapat 62,5% yang hanya bekerja
sebagai APA. Rata-rata jumlah asisten apoteker < 2 orang namun sebagian besar
tidak memiliki apoteker pendamping (Tabel 3).
Tabel 3. Demografi Apoteker Pengelola Apotek yang berada di Kota Salatiga Tahun 2011.
No Keterangan Jumlah Persentase (%)
1 Pengalaman Apoteker sebagai APA.
<1 tahun
1-5 tahun
6-10 tahun
> 10 tahun
2
8
3
3
12,5%
50%
18,75%
18,75%
2 Frekuensi kehadiran Apoteker di apotek
Sebulan sekali
Seminggu 1-2 kali
Seminggu 3-5 kali
Tiap hari
1
1
7
7
6,25%
6,25%
43,75%
43,75%
3 Apoteker tiap kali datang ke apotek selama
< 1 jam
1-3 jam
3-5 jam
>5 jam
2
2
5
7
12,5%
12,5%
31,25%
43,75%
4 Pekerjaan selain sebagai APA adalah
Tidak ada
PNS Depkes
Wiraswasta Lainnya
10
3
2 1
62,5%
18,75%
12,5% 6,25%
5 Apakah memiliki apoteker pendamping?
Ya
Tidak
2
14
12,5%
87,5%
6 Jumlah Asisten Apoteker
< 2 orang
3-5 orang
10
6
62,5%
37,5%
6
Tabel 4. Data tentang apoteker yang mengikuti pelatihan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, dan apoteker yang mendapat pembinaan dari Dinas Kesehatan.
No Keterangan Jumlah Persentase (%)
1 Frekuensi kehadiran apoteker dam kegiatan
pelatihan dan sejenisnya.
Belum pernah
Satu kali
2-3 kali
> 3 kali
4
4
3
5
25%
25%
18,75%
31,25%
2 Jumlah apoteker yang mengetahui keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/Menkes/SK/IX/2004
16
100%
3 Apoteker yang mendapat pembinaan dari Dinas
Kesehatan Kota Salatiga terkait Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
Ya
Tidak
13
3
81,25%
18,75%
4 Apoteker mengikuti perkembangan IPTEK 16 100%
Tabel 5. Data Pengelolaan Sumber Daya dan Ketersediaan Fasilitas Sarana dan Prasarana.
No Keterangan Jumlah
Apotek
Persentase
1 Sarana dan prasarana yang baik dan memadai
a. Ruangan untuk konseling bagi pasien
b. Ruang racikan dan peralatan yang memadai
c. Memiliki suplai listrik yang memadai
d. Tersedia keranjang sampah
e. Mempunyai ruang tunggu yang nyaman dan terjaga kebersihan
16 100%
2 Ada petunjuk yang jelas 15 93,75 %
3 Apotek mempunyai tempat untuk mendisplai informasi 12 75%
Tabel 6. Data Pengelolaan Perbekalan.
No Keterangan Jumlah
Apotek
Persentase
1 Pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan sistem FIFO
(First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out)
16 100 %
2 Penyimpanan perbekalan farmasi sesuai kondisi yang
dipersyaratkan
16 100 %
3 Bahan obat disimpan dalam wadah asli 13 81,25 %
4 Penyimpanan obat golongan psikotropika dan obat golongan narkotika pada lemari tersendiri
15 93,75 %
5 Apotek mempunyai buku pesanan 15 93,75 %
6 Pencatatan masa kadaluarsa 14 87,5 %
7 Penyimpanan resep sesuai ketentuan. 15 93,75 %
8 Pencatatan obat golongan psikotropika dan narkotika 16 100 %
9 Pembelian obat dari sumber yang resmi 16 100%
Dari hasil penelitian diketahui bahwa apotek di Kota Salatiga telah
melaksanakan pengelolaan sumber daya dan ketersediaan fasilitas sarana dan
7
80%
85%
90%
95%
100%
105%
Diskrining farmasetik klinis
0
2
4
6
8
10
12
100% 90% - 95%80% - 86%
prasarana sesuai dengan standar, sehingga menunjang terlaksananya pelayanan
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/Menkes/SK/IX/2004
(Tabel 5).
Dari hasil penelitian pada tabel 6 tentang pengelolaan perbekalan dapat
diketahui bahwa apotek di Kota Salatiga telah melaksanakan pengelolaan
perbekalan sesuai dengan standar. Berdasarkan gambar 1 tentang perolehan
persentase pengelolaan perbekalan, sumber daya dan ketersediaan fasilitas sarana
dan prasarana dapat diketahui bahwa apotek di Kota Salatiga termasuk dalam
kategori baik karena sebagian besar apotek memperoleh persentase >75% dan
gambar 2 pelaksanaan resep, dengan diskrining, dinilai kesesuaian farmasetik dan
dinilai dari sisi klinis memperoleh persentase >75% masuk dalam kategori baik.
Persentase pengelolaan perbekalan Pelaksanaan skrining
Gambar 1. Perolehan Persentase Pengelolaan
Perbekalan, Sumber Daya dan
Ketersediaan Fasilitas Sarana dan
Prasarana.
Gambar 2. Data pelaksanaan skrining resep,
ditinjau dari kesesuaian farmasetik dan dari
sisi klinis
Tabel 7. Data Pelaksanaan Pelayanan Resep
No Keterangan Jumlah
Apotek
Persentase
1 Terdapat Standar Operating Procedure/ protab pelayanan obat 13 81,25%
2 Apotek mempunyai standar waktu lama pelayanan resep 8 50% 3 Pelayanan yang baik 16 100%
4 Setiap kali apotek buka selalu ada apoteker 4 25%
5 Obat dikemas dengan etiket yang jelas tentang cara pakai obat 16 100%
6 Apoteker melakukan pengecekan akhir terhadap kesesuaian
antara resep dan obat
14 87,5%
7 Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker 9 56,25%
8 Saat penyerahan obat disertai pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien
15 93,75%
9 Disediakan waktu khusus bagi pasien yang terjadwal untuk
konsultasi dengan apoteker
4 25%
10 Ada dokumentasi untuk konsultasi yang dilakukan 4 25%
Rata-rata 64,37%
Jum
lah
ap
ote
k
Per
sen
tase
jum
lah a
pote
k
8
Dari data pelaksanaan pelayanan resep pada tabel 7 dapat diketahui bahwa
apotek di Kota Salatiga termasuk dalam kategori cukup karena rata-rata
memperoleh persentase 64,37%, namun berdasarkan tabel 8 tentang data
pelaksanan promosi dan edukasi termasuk dalam kategori kurang karena rata-rata
memperoleh persentase 56,25%.
Tabel 8. Data pelaksanaan Promosi dan Edukasi.
No Keterangan Jumlah
Apotek
Persentase
1 Apoteker membuat leaflet tentang obat/kefarmasian/kesehatan
di lingkungan apotek.
7 43,75%
2 Apoteker memberikan kebebasan pada pasien untuk mengambil
keputusan tentang pelayanan
16 100%
3 Apotek membuat catatan pengobatan untuk pasien pelanggan
apotek
12 75%
4 Apotek pernah melakukan survei tingkat kepuasan pasien 7 43,75%
5 Apoteker memberikan pelayanan berupa kunjungan rumah
(Home Care)
3 18,75%
Rata-rata 56,25%
Dari perolehan persentase pelaksanaan pelayanan resep, promosi dan
edukasi pada gambar 3 dapat dilihat dari perolehan persentase. Dapat diketahui
bahwa apotek di Kota Salatiga terdapat 3 apotek dalam ketegori baik, terdapat 7
dalam kategori kurang dan terdapat 6 apotek dalam kategori cukup.
Gambar 3. Jumlah apotek berdasar kategori (baik, cukup, kurang) ditinjau dari pelayanan
resep, promosi dan edukasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di apotek wilayah Kota
Salatiga tahun 2011 diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek ditinjau dari aspek
Pengelolaan Perbekalan, Sumber Daya dan Ketersediaan Fasilitas Sarana dan
Prasarana dapat diketahui berdasarkan perhitungan yang dianalisis secara
deskriptif masuk dalam kategori baik dengan jumlah 16 apotek.
3
6
7
Baik cukup kurang
9
2. Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek ditinjau dari aspek
pelayanan pelaksanaan pelayanan resep, promosi dan edukasi dapat diketahui
berdasarkan hasil perhitungan yang dianalisis deskriptif masuk dalam kategori
baik dengan jumlah 3 apotek.
SARAN
1. Perlunya apotek memberikan pelayanan berupa kunjungan rumah (home
care), hendaknya apotek juga menyediakan waktu khusus bagi pasien
yang terjadwal untuk konsultasi dengan apoteker.
2. Apotek diharapkan lebih memperhatikan tentang pendokumentasian
setelah melakukan konsultasi, apoteker juga diharapkan menambah jam
kerja.
3. Apoteker yang bekerja di apotek agar memanfaatkan waktu luangnya
untuk membuat leaflet tentang obat/kefarmasian/kesehatan di lingkungan
apotek dan apotek yang diharapkan melakukan survei tingkat kepuasan
pasien secara berkala.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, Salatiga Dalam Angka 2011, (online),
(http://www.salatigakota.go.id/InfoPenting.php?id=155&, diakses
Kamis, 3 Oktober 2013).
Arikunto, S., 2010, Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek, edisi revisi,
387, Rineka cipta, Jakarta.
Hartini, Y. S. , dan Sulasmono, 2006, Apotek Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan Terkait Apotek, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Notoatmodjo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, PT. Rineka
cipta, Jakarta.
Purwanti, A., Harianto,. Supardi, S., 2004, Gambaran Pelaksanaan Standar
Pelayanan Farmasi di Apotek DKI Jakarta tahun 2003, Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol.I.
Siregar, C. J. P dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit Teori dan
Penerapannya, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.