Download - Eva Damani k
1
PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA WANITA PASKA
MENGALAMI ABORTUS
DISUSUN OLEH :
EVARIYANTI DAMANIK
201207146
AKADEMI KEBIDANAN ADILA BANDAR LAMPUNG
2014
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha esa yang telah melimpahkan rahmatnya
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi kasus yang berjudul
PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA IBU PASKA MENGALAMI ABORTUS.
Penulis menyelesaikan makalah ini guna menyesaikan tugas mata kuliah
PSIKOLOGI. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Dahro,
selaku dosen mata kuliah Psikologi serta Ibu Ervina I Harianja, SST selaku
pembimbing akademik.
Penulis berharap studi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah
wawasan juga menyadari bahwa studi kasus ini masih jauh dari sempurna, maka
dari itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki
penulisan makalah yang akan datang.
Bandar Lampung, Januari 2015
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah bayi lahir, kehidupan wanita dapat dibagi dalam beberapa masa yakni
bayi, masa kanak-kanak, masa pubertas, masa reproduksi, masa klimakterium, dan
masa menopause. Masing-masing masa itu mempunyai kekhususan, karena itu
gangguan pada masa tersebut juga dapat dikatakan khas. Contohnya adalah
peristiwa kehamilan. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin
intra uterin mulai sejak terjadinya pertemuan antara sperma dan sel telur, terjadi
migrasi spermatozoa dan ovum terjadi konsepsi dan pertumbuhan zigot dan
adanya nidasi (implantasi) pada uterus sehingga terjadinya pembentukan plasenta
sehingga tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. Namun tidak semua
kehamilan akan melahirkan dengan aterm atau cukup bulan, seperti misalnya
preterm (kurang bulan), postterm (lebih bulan), dan abortus (keguguran). Ada
banyak faktor yang menyebabkan hal-hal tersebut.
Dalam studi kasus kali ini akan membahas mengenai perubahan psikologi Ny J,
umur 23 tahun yang mengalami abortus inkomplektus atau keguguran bersisa
beserta asuhan kebidanan ditinjau dari sudut pandang psikologis.
1.2 TUJUAN
4
Tujuan pembuatan studi kasus perubahan psikologi pada ibu setelah abortus yaitu
agar kita dapat mengetahui dan mempelajari dengan seksama mengenai
gangguan-gangguan psikologi pada ibu yang baru saja mengalami abortus
sehingga kita memahami dan mengenal apa yang dirasakan, dibutuhkan dan
diinginkan oleh ibu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata.
Dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau
mental. Psikologi tidak mempelajati jiwa atau mental secara langsung karena
sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi
dari jiwa atau mental yang berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya,
sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari ilmu tingkah laku dan proses mental.
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian
besar semua wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang
5
harus dilalui tetapi sebagian wanita menganggap sebagai peristiwa khusus yang
sangat menentukan kehidupan yang selanjutnya
A. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram. Rata-rata terjadi 114 kasus abortus perjam.
Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus 15-20% dari semua kehamilan.
Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya mendekati 50% . Hal ini
dikarenakan tingginy angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui
pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini
dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit).
B. Penyebab
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum
sendiri,faktor ibu,faktor dan faktor bapak.
1. Kelainan Ovum
2. Kelainan genitalia ibu
- Gangguan sirkulasi plasenta
6
- Penyakit-penyakit ibu
- Antagonis Rhesus
- Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis
- Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi
3. Penyakit bapak
Umur lanjut, penyakit kronis seperti: TBC, anemi, dekompensasik kordis,
malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, Pb, dan lain-lain) sinar
rontgen, avitaminosis.
C. Macam-macam abortus
1. Abortus Spontan
Abortus spontan yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis
ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah. Abortus dapat
dibagi :
a. Abortus Kompletus (Keguguran lengkap)
Artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua daan fetus). Sehingga rongga
rahim kosong.
b. Abortus Inkomplektus (Keguguran bersisa)
Artinya hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal
adalah desidua atau plasenta.
7
c. Abortus Insipiens (Keguguran sedang berlangsung)
Adalah abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan
ketuban yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
d. Abortus Iminens (Keguguran membakat)
Keguguran membakat dan akan terjadi. Dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat
dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antipasmodika serta
istirahat. Kalau pendarahan setelah beberapa minggu masih ada, maka perlu
ditentukan apakah kehamilan masih baik atau tidk. Kalau reaksi kehamilan 2 kali
berturut-turut negatif, maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret).
e. Missed Abortion
Adalah keadaan dimanaa janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan
tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Fetus yang sudah meninggal ini
biasanya bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati, bisa
doresobsi disebut fetus papyraceus atau bisa jadi mola karnosa, diman fetus yang
sudah mati 1 minggu akan mengalami degenerasi dan air ketubannya direabsorbsi.
f. Abortus Habitualis (Keguguran berulang)
Adalah keadaan diman penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau
lebih. Menurut HERTIG abortus spontan terjadi dalam 10% dari kehamilan dan
abortus habitulis 3,6- 9,8% dari abortus spontan
g. Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik
8
Abortus Infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi genital. Abortus septik
adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya
kedalam pereedaran darah atau peritonium.
Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus, atau abortus buatan, terutama
yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Bahkan
pada keadaan tertentu dapat terjadi perforasi rahim.
2. Abortus Provakatus (induced abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan mau pun alat-
alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a) Abotrus Medisinalis (abortus therapeutica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
b) Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis. (Sarwono Prawihardjo. 2010)
2.2 Pengaruh perubahan psikologis pada ibu hamil yang mengalami
abortus
Selain resiko secara fisik, wanita yang mengalami abortus juga akan mengalami
resiko psikologis seperti adanya konflik dalam pengambilan keputusan sehingga
9
kesulitan membuat keputusan, merasa ditekan dan difaksa, merasa tidak kuasa
memutuskan (merasa berhak memilih).
Oleh karena itu WHO pada tahun 1970, menyebutkan bahwa wanita yang
melakukan aborsi legal cenderung akan mengalami resiko tinggi gangguan
kejiwaan paska aborsi merupakan masalah kejiwaan yang terjadi karena adanya
sikap mendua dalam melakukan aborsi tetai, terlanjut dilakukan sehingga akan
menggunakan dua mekanisme pertahankan kejiwaan, yaitu represi dan denial
(pengingkaran diri)
Sehingga wanita yang mengalami post abortion syndrome akan mengalami
perasaan bersalah, merasa harga diri rendah, insomnia dan mimpi-mimpi dan
disertai mimpi buruk, sering melakukan kilas baik, adanya sikap permusuhan dan
pengarahan kesalahan pada pria, menjerit, berputus asa dan depresi adanya usaha-
usaha bunuh diri.
Reaksi wanita terhadap keguguran kandungannya itu sangat bergantung pada
kontitusi psikisnya sendiri. Maka tak bisa di pungkiri, bahwa janin atau bayi yang
di kandungnya itu di rasakan sebagai bagian dari jasmani dan rohaninya sendiri.
2.3 Hal-hal yang berkontribusi pada perasaan sedih perempuan paska
aborsi
Hormon dalam tubuh akan kembali seperti saat sebelum hamil. Perubahan kimia
ini dapat menyebabkan rasa sedih dan ingin menangis. Barangkali wanita tersebut
memiliki percaya diri yang rendah dan sering merasa buruk tentang diri sendiri.
10
Bagian kehidupan yang lain mungkin membuatnya stress – pekerjaan, anak-anak,
dll. Wanita mungkin takut tidak mampu menjadi hamil lagi. Jika ini merisaukan,
aborsi medis yang aman tidak menyebabkan ketidaksuburan di masa mendatang.
Aborsi dapat membawa kembali perasaan atau pengalaman yang lama wanita
ketika tertekan. Merasa tidak berdaya tentang kehamilan dan aborsi dapat
memicunya mengingat masa lalu ketika ia merasa takut dan tidak berdaya.
Sindrome paska abortus
Kajian yang terpercaya dan tidak bias telah menunjukkan bahwa, meskipun
gangguan psikologis terjadi paska aborsi, hal itu jarang terjadi dan umumnya
ringan dan berlangsung sementara.
Kebanyakan ahli psikiater meragukan keberadaan “sindrom paska-aborsi” dan
menerangkan bahwa aborsi tidak berbeda dari kebanyakan pengalaman hidup
yang membuat stress sehingga menyebabkan trauma pada beberapa orang. Meski
demikian, banyak orang yang menyatakan bahwa perempuan setelah aborsi akan
menderita tipe gangguan stress paska-trauma yang disebut “sindrom paska-
aborsi”.
2.4 Penatalaksanaan perubahan psikologis pada ibu
Perasaan emosional paska aborsi adalah wajar. Ibu mungkin merasa sedih atau
berduka, namun perasaan ini biasanya hilang setelah beberapa hari. Berikut adalah
penatalaksaan pada ibu paska abortus :
11
a. Istirahat baring
Tidur terbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah keuterus dan berkurangnya rangsangan
mekanik
b. Periksa denyut nadi dan suhu badan 2x sehari bila pasien tidak panas dan tiap 4
jam bila pasien panas.
c. Pemberian obat penenang
d. Diet tinggi protein dan viramin C
e. Bersihakn vulva minimal 2x sehari dengan cairan antiseptik untuk mencegah
infeksi terutama saat masih menhgeluarkan cairan coklat
2.5 Pendekatan Komunikasi Terapeutik
1. Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dengan klien
Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal yang positif.
2. Kehadiran
Kehadiran merupakan bentuk tindakan aktif ketrampilan yang meliputi mengayasi
semua kekacauan/kebingungan, memberikan perhatian total pada klien. Bila
memungkinkan anjurkan pendamping untuk mengambil peran aktif dalam
asuhan.
3. Mendengarkan
Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien.
12
4 Sentuhan
Komunikasi non verbal kadang-kadang lebih bernilai dari pada kata-kata.
Sentuhan bidan terhadap klien akan memberi rasa nyaman dan dapat membantu
relaksasi.
5.Memberi informasi
Hal ini diupayakan untuk memberi rasa percaya diri bahwa klien dapat hamil
kembali. Pemahaman dapat mengurangi kecemasan dan dapat mempersiapkan diri
untuk menghadapi apa yang akan terjadi. Informasi yang diberikan diulang
beberapa kali dan jika mungkin berikan secara tertulis.
6.Memberikan pujian.
Pujian diberikan pada klien atas usaha yang telah dilakukannya.
Komunikasi terapeutik pada ibu dengan gangguan psikologi paska abortus
dilaksanakan oleh bidan dengan sikap sebagai seorang tua dewasa, karena suatu
ketika bidan harus memberikan pertimbangan.
Sikap Komunikasi Terapeutik
1. Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
13
3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
5. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
14
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Contoh Kasus (Abortus Inkomplektus)
Ny K, P0A1, usia 23 tahun datang ke BPS Sulasmi ingin memeriksakan keadaan
dirinya paska 7 hari setelah kuretase di rumah sakit. Ketika bidan bertanya
penyebab abortus, ibu mengatakan datang kerumah sakit dengan keluhan sakit
perut, dan mulas-mulas, pendarahan yang banyak dan berupa stolsel (darah beku).
Pada saat dilakukan pemeriksaan dalam, sudah ada keluar fetus (jaringan).
3.2 Penanganan
Melakukan pendekatan kepada ibu, yaitu dengan menciptakan kondisi yang rileks
antara tubuh dan pikiran agar saling mempengaruhi. Pikiran yang tenang akan
mencegah terjadinya gangguan fisiologis dengan membuat sekresi hormon
bekerja dengan baik dan seimbang (Ahmad Dahro, 2011).
Memberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab terjadinya gangguan
yang dialaminya, deteksi dini terhadap kelainan sehubungan dengan abortus, serta
pemberian informasi tentang layanan kesehatan yang dapat membantu dalam
pengambil keputusan. Setelah itu memberi ibu obat uterotonika dan antibiotika.
(Herri Zan Pieter. 2011).
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perasaan emosional paska aborsi adalah wajar. Ibu mungkin merasa sedih atau
berduka. Merasa tidak berdaya tentang kehamilan dan aborsi dapat memicu ibu
mengingat masa lalu ketika is merasa takut dan tidak berdaya. Maka dari itu
komunikasi sangat diperlukan seorang bidan sebagai konseli dalam membantu ibu
paska abortus yang mengalami perubahan psikologi
4.2 Saran
Ada beberapa faktor yang diketahui berkontribusi pada resiko depresi paska
aborsi, termasuk memiliki sejarah depresi, kegelisahan atau panik. Depresi
merupakan penyakit yang serius. Sangat penting bagi anda mencari bantuan dari
tenaga ahli seperti dokter, konselor atau terapis jika anda yakin merasa depresi.
16
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro,Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.
Dahro, Ahmad. 2011. Hal 70. Psikologi Kebidanan. Bandar Lampung : Salemba
Medika.
Zan Pieter, Herri. 2011. Hal 158. Pengantar Komunikasi dan Konseling dalam
Praktik Kebidanan. Medan : Kencana.
https://www.womenonweb.org/id/page/537/do-you-require-psychological-
counseling-after-you-have-had-an-abortion
http://dellaainur.blogspot.com/2013/05/gangguan-psikologi-pada-masa-
kehamilan.html