Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Kimia Kalimantan Timur, Samarinda 20 Oktober 2012.
ENZIM-ENZIM TERMOSTABIL DARI BACILLUS ISOLAT JABOI SABANG:
EFEK SUHU FERMENTASI
T. M. Iqbalsyah1*, Febriani
1*, Frida Oesman
1
1Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk Tanoh Abee 3, Darussalam, Banda Aceh 23111
*Corresponding authors: [email protected] dan [email protected]
ABSTRAK
Mikroorganisme termofilik mampu menghasilkan enzim-enzim termostabil yang sangat potensial
untuk aplikasi riset dan industri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu
fermentasi terhadap aktivitas enzim-enzim protease, lipase, selulase dan α-amilase yang dihasilkan
oleh Isolat Jaboi. Isolat Jaboi telah diidentifikasikan sebagai bakteri dari genus Bacillus. Bakteri ini
memproduksi biomassa tertinggi pada suhu 65oC ketika ditumbuhkan selama 13 jam. Aktivitas
protease tertinggi (16,9 U) yang dihasilkan Isolat Jaboi teramati pada suhu 70oC setelah diinkubasi 30
jam. Suhu 70°C juga menghasilkan lipase dengan aktivitas tertinggi, yaitu sebesar 11,8 U setelah 14
jam inkubasi. Demikian pula halnya dengan aktivitas selulase dan amilase yang difermentasi secara
solid state fermentation (SSF), yang menunjukkan aktivitas tertinggi pada suhu 70oC setelah 72 jam
inkubasi. Aktivitas selulase dan α-amilase tertinggi masing-masing adalah 1,678 U/g dan 1,882 U/g. i,
Karena itu Isolat Jaboi merupakan bakteri yang sangat potensial untuk menghasilkan enzim-enzim
termostabil protease, lipase. selulase dan α-amilase. Dengan penelitian lebih lanjut, Isolat Jaboi dapat
menjadi galur unggul mikroorganisme penghasil enzim termostabil.
Kata kunci: Enzim termostabil, α-amilase, protease, selulase, lipase, Bacillus, termofilik
PENDAHULUAN
Mikroorganisme ditemukan dihampir seluruh biosfer, termasuk pada lingkungan dengan suhu,
tekanan, salinitas dan pH yang ekstrim. Mikroorganisme yang tumbuh pada lingkungan ekstrim ini
disebut dengan extremophile dan jika memiliki kemampuan adaptasi pada lebih dari satu lingkungan
ekstrim maka disebut poliextremophile (Rothschild and Maninelli, 2001).
Kelompok extremophile yang hidup pada suhu ekstrim meliputi psikrophile (0-200C), thermophile
(45-80°C) dan hiperthermophile (>80
°C). Berdasarkan pH habitatnya, extremophile dikelompokkan
menjadi acidophile (pH <5) dan alkaliphile (pH >9). Mikroorganisme yang dapat hidup di lingkungan
dengan kadar garam yang tinggi, misalnya di laut, disebut sebagai halophile. Beberapa extremophile
lain misalnya metallophile (kadar logam yang tinggi), radiophile (tingkat radiasi tinggi),
microaerophile (kadar oksigen yang sangat rendah). Selain itu, ada pula mikroorganisme yang mampu
hidup di lingkungan dengan tekanan sangat tinggi (piezophiles) (Madigan and Marrs, 1997).
Dari seluruh extremophile, thermophile adalah golongan yang paling menarik. Enzim-enzim protease,
lipase, selulase, kitinase dan amilase termostabil yang dihasilkan sangat membantu katalisis reaksi di
industri. Kelarutan dari reaktan, khususnya senyawa polimer, pada suhu tinggi meningkat sehingga
memudahkan proses di industri. Karena itu penggunaan enzim yang tahan panas akan sangat
menguntungkan. Selain itu resiko kontaminasi dari mikroorganisme mesofilik juga akan menurun
(Burg, 2003). Enzim termostabil juga mudah dimurnikan dan memiliki ketahanan yang lebih tinggi
terhadap denaturasi kimia (Becker et al., 1997). Walaupun telah banyak dimanfaatkan dalam proses
2
industri, namun kajian terhadap enzim termostabil masih perlu dilakukan karena permintaan terhadap
enzim-enzim baru dengan karakter unik terus meningkat.
Beberapa contoh lokasi untuk mendapatkan thermophile misalnya hot spring (Ibrahim and Diwani,
2007), lingkungan geothermal (Logan et al., 2000) dan kompos termogenik (Madayanti et al., 2008).
Potensi mikroorganisme ekstrem di Indonesia untuk pengembangan bioteknologi sangat besar. Sabuk
gunung api, yang memiliki suhu lingkungan di atas rata-rata, membentang dari barat ke timur
Indonesia. Area ini merupakan habitat dari mikroorganisme termofilik.
Sebelumnya kami telah mengisolasi bakteri termofilik yang berasal dari area geothermal Jaboi,
Sabang. Pada penelitian ini kami mengeksplorasi potensi enzim termostabil yang dihasilkan seperti
protease, lipase dan selulase dan amilase. Parameter yang dipelajari difokuskan pada suhu fermentasi.
Dengan penelitian lebih lanjut, diharapkan enzim-enzim yang dihasilkan memiliki potensi untuk
aplikasi industri.
METODE PENELITIAN
Isolasi Mikroorganisme
Sampel air dan sedimen diambil dari area hidrotermal di Jaboi Sabang Aceh, yang memiliki
lingkungan fisiologis dengan suhu diatas 90oC dan pH sekitar 7. Sampel air dan sedimen dipindahkan
ke dalam media ½ Lysogeny Broth (LB) dan diinkubasi pada suhu 70oC. Salah satu koloni tunggal
yang tumbuh diregenerasi kembali pada media ½ LB padat. Koloni tunggal ini selanjutnya disebut
dengan Isolat Jaboi.
Pembuatan Starter Cair Inokulum
Koloni tunggal ditumbuhkan di dalam 50mL media cair mengandung glukosa 0,5% (b/v), NaCl 5%
(b/v), MgSO4.7H2O 0,5% (b/v), KH2PO4 0,5% (b/v), FeSO4. 7H2O 0,01% (b/v) dan tripton 0,75%
(b/v). Kultur selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 70°C dan 150 rpm. Jumlah sel
ditentukan dari OD pada 600 nm menggunakan spektrofotometer (OD600 Bacillus = 1,0 setara dengan
106
sel/mL).
Kurva Pertumbuhan Isolat Jaboi
Untuk mempelajari pertumbuhannya pada berbagai suhu, Isolat Jaboi ditumbuhkan pada media cair ½
LB dengan komposisi tripton 0,5% (b/v), NaCl 0,5% (b/v), yeast extract 0,25% (b/v), bacto agar 2%
(b/v) dan dilarutkan dalam aquades. Kultur diinkubasi pada variasi suhu 60°, 65
°dan 70
°C selama 15
jam. Sampel diambil setiap satu jam dan penambahan biomassa diukur secara sepektrofotometri pada
λ600nm.
Identifikasi Morfologis dan Fisiologis Isolat Jaboi
Uji morfologis dilakukan menggunakan pewarnaan Gram dan pewarnaan spora dengan menggunakan
mikroskop untuk visualisasi. Uji fisiologis dilakukan dengan uji fermentasi karbohidrat dan uji
hidrolisis pati. Uji fermentasi karbohidrat dilakukan dengan mengamati aktivitas bakteri dalam tabung
Durham berisi glukosa yang ditambahkan indikator merah fenol. Bila warna medium berubah menjadi
kuning, maka bakteri tersebut membentuk asam dari fermentasi glukosa. Bila pada tabung kecil yang
diletakkan terbalik di dalam tabung Durham terdapat gelembung, maka pada fermentasi tersebut
terbentuk pula gas. Sementara itu, uji hidrolisis pati dilakukan dengan menggenangi seluruh
permukaan agar dengan iodium Gram. Hasil positif ditandai dengan area bening di sekitar koloni.
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Protease
Optimasi suhu fermentasi terhadap aktivasi protease dilakukan dengan menumbuhkan koloni tunggal
dalam media cair dengan komposisi 0,5% (b/v) glukosa, larutan garam 5% (b/v) (dibuat dengan
mencampurkan glukosa 0,5% (b/v), NaCl 5% (b/v), MgSO4.7H2O 0,5% (b/v), KH2PO4 0,5% (b/v),
FeSO4. 7H2O 0,01% (b/v) dan tripton 0,75% (b/v). Media produksi ini diatur hingga mencapai pH 9
3
dan diinkubasi pada variasi suhu 60o, 70
o, 80
oC, serta waktu fermentasi 48 jam dengan pengamatan
dilakukan setiap enam jam. Protease didapatkan pada supernatan setelah disentrifus dengan kecepatan
7000g selama 10 menit.
Penentuan aktivitas protease dilakukan menggunakan metode Anson. Campuran 2,5mL kasein 2,5%
(b/v) dan 1,5 mL buffer glisin pH 3 diinkubasi selama 10 menit pada suhu 65oC. Kedalam campuran
selanjutnya ditambahkan 1mL supernatan dan diinkubasi lanjut selama 30 menit pada suhu yang sama.
Reaksi enzimatis dihentikan dengan penambahan 5mL TCA 30%. Setelah dikocok, larutan
didinginkan dalam penangas es selama 30 menit dan disentrifus dengan kecepatan 5000g selama 10
menit. Sebanyak 2mL supernatan dicampur dengan 5mL NaOH 0,5N dan 1,0mL reagen folin
ciocalteau dan dibiarkan selama 10 menit. Absorbansinya diukur pada λ660. Sebagai blanko digunakan
supernatan yang telah diinaktifasi dengan larutan TCA 30%.
Aktivitas protease dihitung dengan menggunakan kurva standar tirosin (20-70 µg/mL). Satu unit
aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mengubah kasein menjadi 1µmol tirosin
selama 30 menit pada kondisi percobaan. Aktivitas protease dihitung menggunakan persamaan
dibawah ini.
( ) =[ ] 1000µ
10
1
( )
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Lipase
Optimasi suhu fermentasi terhadap aktivasi lipase dilakukan dengan menumbukan koloni tunggal
dalam media cair dengan komposisi pepton 0,5% (b/v), ekstrak ragi 0,5% (b/v), NaCl 0,05% (b/v),
CaCl2 0,05% (b/v) dan dilarutkan sampai 100mL dengan bufer glisin-NaOH 0,2M pH 9,0. Media
produksi lipase diinkubasi pada variasi suhu 65o
dan 70oC, serta waktu fermentasi 16 jam dengan
pengamatan dilakukan setiap dua jam. Lipase didapatkan pada supernatan setelah disentrifus dengan
kecepatan 7000g selama 10 menit.
Aktivitas lipase ditentukan secara spektrofotometri menggunakan substrat p-nitrofenil palmitat (p-NP
palmitat) (Lee et al., 1999, dimodifikasi). Campuran enzim dengan substrat diinkubasi pada suhu 65oC
pH 8 selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan inkubasi pada es kering selama 10 menit.
Aktivitas enzim ditentukan dengan mengukur absorbansi pada λ405nm dengan menggunakan kurva
standar p-nitrofenol 0 - 10µg/mL. Satu unit aktivitas lipase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
dapat melepaskan 1 nmol p-nitrofenol per menit pada kondisi percobaan. Aktivitas lipase dihitung
menggunakan persamaan dibawah ini.
( ) =[ ]µ 1000
µ
( )
( )
Pengaruh Suhu Fermentasi Secara SSF Terhadap Aktivitas Selulase dan Amilase
Masing-masing sebanyak 10g sekam padi steril dengan ukuran partikel <50 ditempatkan ke dalam tiga
cawan petri. Kadar air sekam diatur menjadi 70% (b/b). Ke dalam media ditambahkan kira-kira 5x107
sel/mL starter inokulum, lalu diinkubasi pada variasi suhu 60°C, 70
°C dan 80
°C selama 48 jam.
Pengulangan untuk setiap variabel suhu dilakukan tiga kali.
Penentuan jumlah air pada sekam dilakukan dengan terlebih dahulu mengeringkan 10g sekam pada
suhu 100°C sampai beratnya konstan. Kadar air sekam diatur dengan menambahkan air sesuai
persamaan:
=+ ℎ
+ ℎ
Setelah fermentasi, material pada cawan petri dipindahkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 100mL
aquades dan digoyang pada 200 rpm selama 30 menit pada suhu ruang. Suspensi yang dihasilkan
selanjutnya disentrifuse pada 7000g selama 20 menit pada suhu ruang. Supernatan digunakan untuk
analisa aktivitas selulase dan amilase.
4
Aktivitas selulase ditentukan dengan menginkubasi 1mL supernatan dan 2mL substrat selulosa
(100mg/L dalam larutan bufer sitrat 0,05 M pH 5) pada suhu 70°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan
dengan pemanasan dalam penangas air mendidih selama 15 menit dan didinginkan dalam penangas es.
Larutan selanjutnya disentrifuse pada 7000g selama 5 menit. Supernatan selanjutnya ditambahkan
3mL pereaksi DNS dan dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 5 menit. Absorbansi larutan
selanjutnya diukur pada λ516nm. Nilai absorbansi menunjukkan gula reduksi yang dilepaskan akibat
aktivitas enzim. Konsentrasi gula reduksi dihitung dari kurva standard glukosa (0,8 – 3,0 mmol/L)
Larutan yang terdiri dari 1ml bufer sitrat 0,05 M pH 5, 2mL substrat selulosa dan 3mL DNS yang
telah dipanaskan dalam penangas air mendidih selama 5 menit digunakan sebagai blanko.
Uji aktivitas amilase dilakukan dengan cara yang sama, namun substrat selulosa diganti dengan
amilum dengan konsentrasi yang sama. Aktivitas selulase dan amilase dihitung dengan persamaan
berikut:
=[ ] 1000 1
1000
1
( )
( )
( )
Aktivitas spesifik selulase dan amilase dihitung dengan persamaan berikut:
( ⁄ ) =
( ⁄ )( )
[ ]( ⁄ )
Penentuan konsentrasi protein total dilakukan dengan metode Lowry dan kompleks yang terbentuk
ditentukan absorbansinya pada λ650nm. Konsentrasi dihitung dari kurva standard BSA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kurva Pertumbuhan dan Morfologi Isolat Jaboi
Kurva pertumbuhan Isolat Jaboi pada beberapa variasi suhu telah dipelajari. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa biomassa yang dihasilkan (diukur pada absorbansi 600nm) pada suhu 60oC dan
65oC memiliki trend yang mirip, namun inkubasi pada suhu 65
oC menghasilkan fase lag yang lebih
pendek dan fase kematian yang lebih lama. Inkubasi pada suhu 70oC memberikan fase lag yang paling
lama, yaitu mencapai 7 jam. Fase pertumbuhan pada suhu ini juga berlangsung lebih pendek dan tidak
menunjukkan adanya fase stasioner yang nyata. Selain itu, jumlah biomassa yang dihasilkan juga lebih
sedikit dibandingkan kedua suhu yang lain (Gambar 1).
Gambar 1. Kurva pertumbuhan Isolat Jaboi
Analisis morfologi selanjutnya di
pewarnaan spora, uji hidrolisis pat
batang dan tergolong bakteri Gra
pembentukan kompleks zat warna
(Gambar 2).
(a)
Gambar 2. (a) Morfologi
Hasil pewarnaan spora menunjukka
menunjukkan hasil positif yang di
menunjukan bahwa Isolat Jaboi da
karbohidrat menghasilkan warna kuni
dari fermentasi glukosa. Hasil uji m
Jaboi tergolong ke dalam genus Bac
Tabel 1. Ha
Karakter Isolat
Mikroskopis sel
Hidrolisis pati
Fermentasi karbohidrat
Skrining terhadap potensi enzim
menghasilkan beberapa enzim ekst
amilase. Keempat enzim ini terma
mengenai suhu optimum untuk setia
Pengaruh Suhu Fermentasi Terhadap
Studi tentang aktivitas protease yan
bahwa suhu yang lebih tinggi dari
dan 70oC menghasilkan aktivitas prot
demikian, aktivitas protease tertingg
diinkubasi 30 jam, yaitu sebesar 16,9 U
Aktivitas protease yang lebih rendah
70oC protease akan mengalami de
Sementara itu, rendahnya aktivitas
belum maksimal dihasilkan pada suhu
dihasilkan oleh Isolat Sabang.
dilakukan terhadap Isolat Sabang, mencakup pew
pati dan fermentasi karbohidrat (Tabel 1). Isolat Ja
ram positif, ditandai dengan terbentuknya warna
rna kristal violet-iodium setelah dicuci dengan lar
a) (b)
ologi koloni dan (b) Hasil pewarnaan Gram Isolat Jaboi
nunjukkan bahwa Isolat Jaboi tidak berspora. Uji
ditandai dengan area bening di sekitar koloni bakt
dapat menghasilkan enzim amilase. Sementara itu,
kuning, menunjukkan bahwa Isolat Jaboi dapat me
morfologis dan fisiologi yang diperoleh mengindikas
acillus sp.
asil uji morfologi dan fisiologis Isolat Jaboi
Hasil Pengamatan
Sel berbentuk batang, gram positif,
menghasilkan spora.
Positif ditandai adanya zona be
t Positif berwarna kuning
im yang dihasilkan menunjukkan bahwa Isolat
straseluler termostabil, termasuk, protease, lipase, s
masuk kedalam kelas enzim hidrolase. Berikut ini
tiap enzim yang diproduksi.
hadap Aktivitas Protease
yang dihasilkan Isolat Jaboi pada berbagai variasi suhu
ri 70oC menurunkan aktivitas protease. Fermentasi pa
protease yang relatif sama, tergantung dari waktu ferm
nggi pada percobaan yang dilakukan teramati pada suhu
16,9 U (Gambar 3).
ndah di atas dan di bawah suhu 70oC diduga karena pada
i denaturasi sehingga mengakibatkan aktivitas enz
as protease pada suhu 60oC karena kemungkinan sek
suhu ini. Penjelasan ini juga berlaku untuk enzim-enz
5
pewarnaan Gram,
Jaboi berbentuk
na ungu akibat
larutan pemucat
aboi.
i hidrolisis pati
bakteri. Hasil ini
u, uji fermentasi
embentuk asam
kasi bahwa Isolat
itif, dan tidak
bening
g
t Jaboi mampu
, selulase dan α-
ni adalah kajian
uhu menunjukkan
pada suhu 60oC
rmentasi. Namun
uhu 70oC setelah
pada suhu di atas
enzim menurun.
sekresi metabolit
-enzim lain yang
6
Bakteri termofilik kelompok Bacillus sp diketahui dapat menghasilkan berbagai jenis protease pada
suhu optimum fermentasi yang berbeda-beda. Aktivitas optimum pada penelitian ini sejalan dengan
yang dilaporkan oleh Olajuyigbe dan Ajele (2005) bahwa sebagian besar genus Bacillus sp.
memproduksi protease maksimal pada suhu 60-65oC. Sementara itu, Bacillus sp strain AH-101
memproduksi protease serin alkali pada temperatur optimum 80oC (Durham et al., 1987). Protease
yang dihasilkan oleh Bacillus stearothermophilus strain MK 232 menunjukkan aktivitas optimum
pada 70oC (Kubo et al., 1988). Aktivitas protease dari strain Bacillus optimum pada suhu fermentasi
55oC dengan waktu inkubasi selama 96 jam menggunakan dedak sebagai substratnya (Naidu and Devi,
2005).
Gambar 3. Pengaruh waktu dan suhu fermentasi terhadap aktivitas protease
Protease memiliki potensi yang sangat luas untuk digunakan dalam industri penyamakan kulit
sehingga proses produksi lebih baik dan lebih ramah lingkungan. Selain itu, stabilitas (suhu, pH dan
surfaktan) dan kemampuannya menghidrolisis noda darah membuat protease dapat digunakan dalam
industri deterjen (Rao et al., 2009). Protease yang dihasilkan oleh Mucor meihei dan Irpex lactis juga
dapat digunakan dalam produksi keju (Godfrey and West, 1996).
Pengaruh Suhu Fermentasi Terhadap Aktivitas Lipase
Aktivitas lipase yang dihasilkan Isolat Jaboi pada suhu 65°C dan 70°C menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Pada dua jam pertama fermentasi, aktivitas lipase yang dihasilkan pada suhu 70°C sekitar
tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang dihasilkan pada suhu 65°C. Namun demikian,
kenaikan aktivitas lipase pada kedua suhu menunjukkan trend yang serupa dengan aktivitas tertinggi
dicapai pada 14 jam fermentasi. Aktivitas tertinggi pada suhu 65°C dan 70°C masing-masing adalah
3,5 dan 11,8 U. Aktivitas lipase menurun setelah 14 jam (Gambar 4).
Lipase yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki aktivitas optimum pada suhu yang relatif lebih
baik dibandingkan beberapa laporan sebelumnya. Lipase yang diproduksi oleh Bacillus
thermoleovorans ID-1 memiliki aktivitas optimum pada suhu fermentasi 65oC (Lee et al. 1999).
Bacillus thermocatenulatus menghasilkan aktivitas lipase optimum pada suhu 63oC setelah 44 jam
inkubasi pada pH 6,5 (Schmidt-Dannert et al., 1994). Kumar et al. (2005) melaporkan bahwa aktivitas
lipase optimum dari Bacillus coagulans BTS-3 didapat pada suhu fermentasi 55oC pH 8,5 setelah
diinkubasi 48 jam. Lipase diketahui dapat digunakan dalam industri detergen. Selain itu, lipase juga
dapat diaplikasikan pada industri makanan, misalnya untuk mengkatalis reaksi transesterifikasi asam
palmitat dengan asam stearat pada substrat minyak sawit (Sharma et al., 2001).
7
Gambar 4. Pengaruh waktu dan suhu fermentasi terhadap aktivitas lipase(pH 9,0)
Pengaruh Suhu Fermentasi Secara SSF Terhadap Aktivitas Selulase
Sekam padi dapat digunakan sebagai media untuk menghasilkan selulase karena mengandung nutrisi
kompleks (Yusof et al., 2008). Sekam padi tersebut terlebih dahulu ditentukan kadar air terikatnya
dengan mengeringkan sekam sampai beratnya konstan. Kadar air terikat pada sekam yang diperoleh
adalah 9,9%.
Aktivitas selulase tertinggi dihasilkan pada suhu 70oC, yaitu sebesar 1,678 U/g. Aktivitas selulase
pada suhu 60oC dan 80
oC masing-masing sebesar 0,425 dan 1,034 U/g. Trend aktivitas spesifik
selulase berbanding terbalik dengan aktivitas selulase. Aktivitas spesifik adalah rasio antara aktivitas
enzim dan kadar protein total yang dihasilkan selama fermentasi. Aktivitas spesifik selulase tertinggi
dihasilkan pada suhu 60oC, yaitu sebesar 2,275 U/mg. Aktivitas spesifik selulase pada suhu 70
oC dan
80oC masing-masing sebesar 0,468 U/mg dan 0,727 U/mg (Gambar 5). Data ini menunjukkan bahwa
meskipun Isolat Jaboi menghasilkan selulase dengan aktivitas tertinggi pada suhu70oC, namun pada
suhu tersebut dihasilkan pula enzim atau protein lain, seperti amilase, pektinase dan lignoselulase.
Isolat Jaboi mampu menghasilkan selulase yang pada suhu inkubasi yang relatif tinggi. Sifat
termotoleran ini mungkin disebabkan oleh perbedaan media dan mikroorganisme yang digunakan. B.
subtilis yang difermentasi pada media agar molase memiliki suhu optimum 45oC (Shabeb et al. 2010).
Selulase yang dihasilkan secara Submerged Fermentation (SmF) menggunakan strain Bacillus
memiliki aktivitas optimum pada suhu 40oC (Tabao dan Monsalud, 2010). Yin et al. (2010)
menemukan bahwa selulase dari B. subtilis yang ditumbuhkan pada media SmF memiliki suhu
optimum 70oC.
8
Gambar 5. Variasi suhu fermentasi terhadap aktivitas dan aktivitas spesifik selulase (secara SSF pada
media sekam dengan ukuran partikel <50 mesh dan kadar air 70% diinkubasi selama 48 jam).
Selulase yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi industri. Misalnya, selulase telah
dimanfaatkan dalam fermentasi untuk konversi biomassa yang mengandung selulosa menjadi
bioetanol (Mojsov, 2010). Selain itu, selulase juga banyak digunakan dalam industri pulp dan kertas
(Poorna and Prema, 2007).
Pengaruh Suhu Fermentasi Secara SSF Terhadap Aktivitas α-amilase
Selama fermentasi pada media sekam padi, Isolat Jaboi menghasilkan enzim selulase dan amilase
secara bersamaan. Sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini sangat mungkin masih
mengandung pati, sehingga selain menghasilkan selulase, fermentasi juga menghasilkan amilase.
Aktivitas amilase yang teramati bahkan lebih tinggi dibandingkan selulase, namun memiliki trend
yang serupa untuk setiap suhu fermentasi yang dipelajari.
Aktivitas amilase tertinggi dihasilkan pada suhu 70oC yaitu sebesar 1,882 U/g. Aktivitas pada suhu
60oC dan 80
oC masing-masing sebesar 0,604 U/g dan 0,932 U/g. Trend aktivitas spesifik amilase
mirip dengan aktivitas spesifik selulase, dimana trend yang teramati berbanding terbalik dengan
aktivitasnya. Aktivitas spesifik amilase tertinggi juga dihasilkan pada suhu 60oC yaitu sebesar 2,485
U/mg. Aktivitas spesifik pada suhu 70oC dan 80
oC masing-masing sebesar 0,526 dan 0,656 U/mg
(Gambar 6). Aktivitas α-amilase dari Isolat Jaboi secara SmF juga menunjukkan aktivitas optimum
pada suhu 70oC (data tidak ditampilkan), pada media yang mengandung subtrat soluble starch 6%
sebagai penginduksi.
Struktur pati mungkin lebih mudah dirombak menjadi glukosa dibanding dengan selulosa yang
terhalangi oleh lignin. Oleh karena itu, meskipun jumlah jauh selulosa lebih dominan dibandingkan
pati, namun aktivitas amilase yang dihasilkan lebih tinggi.
Penerapan SSF untuk menghasilkan amilase termostabil telah pula dilakukan oleh Mrudula dan Kokila
(2010) menggunakan B. cereus pada media kulit gandum dan menghasilkan aktivitas amilase optimum
(1,096 U/g) pada suhu 55°C. SSF menggunakan Themomyces lanuginosus pada media kulit gandum
menghasilkan aktivitas amilase optimum (534 U/g) pada suhu 50oC (Kunamneni et al., 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Singh et al. (2009) menggunakan Humicola lanuginose pada media
jerami gandum dan menghasilkan aktivitas amilase optimum (266 U/g) pada suhu 50°C.
9
Gambar 6. Variasi suhu fermentasi terhadap aktivitas dan aktivitas spesifik amilase (secara SSF pada
media sekam dengan ukuran partikel <50 mesh dan kadar air 70% diinkubasi selama 48 jam).
KESIMPULAN DAN SARAN
Meskipun pertumbuhan Isolat Jaboi optimum pada suhu 65°C, namun enzim protease, lipase, selulase
dan amilase yang dihasilkan memiliki aktivitas paling tinggi ketika fermentasi dilakukan pada suhu
70°C. Penelitian mengenai optimasi produksi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim
yang dihasilkan. Pengembangan potensi Isolat Jaboi memungkinkannya untuk dijadikan galur unggul
mikrorganisme yang dapat menghasilkan metabolit untuk aplikasi riset dan indsutri.
UCAPAN TERIMAKASIH
Kami mengucapkan terima kasih atas pendanaan yang diberikan melalui Hibah Dosen Muda 2007,
Hibah Bersaing tahun 2008 dan 2012. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota
tim Biomolecules Application Research Group; terutama Rika Sri Utami dan Ika Fitriani.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Becker, P., Abu-Reesh, I., Markossian, S., Antranikian, G., dan Markl, H. (1997), Determination of the kinetic
parameters during continuous cultivation of the lipase producing thermophile Bacillus sp IHI-91 on olive
oil, Appl. Microbiol. Biotechnol. 48: 184-90.
Burg, van den B. (2003), Extremophiles as a source for novel enzymes, Curr. Opin. Microbiol. 6: 213–218.
Durham, D.R., Stewart, D.B. and Stellwagt, E.J. (1987), Novel alkaline and heat-stable serine protease from
alkalophilic Bacillus sp strain GX6638, J. Bacteriol. 169 (6): 2762-2768.
Godfrey, T. and West, S. (1996), Industryal Enzymology, 2nd
Ed., Macmillan Publishers Inc., New York, pp 3.
Ibrahim, A. S. S. and Diwany A. I. (2007), Isolation and identification of new cellulases producing thermophilic
bacteria from an Egyptian hot spring and some properties of the crude enzyme, Aus. J. Basic Appl. Sci. 1:
473-478.
Logan, N. A., Lebbe, L., Hoste, B., Goris, J., Forsyth, G., Heyndrickx, M., Murray, B. L., Syme, N., Wynn-
Williams, D.D. and De Vos, P. (2000), Aerobic endospore-forming bacteria from geothermal
environments in northern Victoria Land, Antarctica, and Candlemas Island, South Sandwich archipelago,
with the proposal of Bacillus fumarioli sp., Int. J. Syst. Evol. Microbiol. 50: 1741-1753.
10
Kubo, M., Murayama, K., Seto, K. and Imanaka, T. (1988), Highly thermostable neutral protease from Bacillus
stearothermophilus, J. Ferment. Technol. 66 (1): 13-17.
Kumar, C. G. and Takagi, H. (1999) Microbial alkaline proteases: From a bioindustrial viewpoint, Biotechnol.
Adv. 17: 561–594.
Kumar, S., Kikon, K., Upadhyay, A., Kanwar, S.S. and Gupta, R. (2005), Production, purification, and
characterization of lipase from thermophilic and alkaliphilic Bacillus coagulans BTS-3., Prot. Expr.
Purif. 41, 38-44.
Kunamneni, A., Permaul, K., and Singh, S. (2005), Amylase production in solid state fermentation by the
thermophilic fungus Themomyces lanuginosus, J. Biosci. Bioeng. 100: 168-171.
Lee, D., Koh, Y., Kim, K., Kim, B., Choi, H., Kim, D., Suhartono, M. T. and Pyun, Y. (1999), Isolation and
characterization of a thermophilic lipase from Bacillus thermoleovorans ID-1., FEMS Microbiol. Lett.
179: 393-400.
Madayanti, F., Viera, B. V. E., Widiastuty, M. P. and Akhmaloka (2008), Characterization and identification of
thermophilic lipase producing bacteria from thermogenic compost, J. Pure Appl. Microbiol. 2: 325-332.
Madigan, M. T. and Marrs, B. L. (1997) Extremophiles. Sci. Am. 276: 82-87.
Mojsov, K. (2010), Aplication of solid state fermentation for cellulase enzyme production using Trichoderma
viride, Perspectives of Inovation, Economics and Business, 5: 108-110.
Mrudula, S. and Kokila, R. (2010), Production of termostable α-amylase by Bacillus cereus MK in solid state
fermentation: Partial purification and characterization of the enzyme, The Internet J. Microbiol. 8(1):
379-385.
Naidu, K.S.B. and Devi, K.L. (2005), Optimization of Thermostable Alkaline Protease Production From Species
of Bacillus Using Rice Bran, J. Biotechnol. 4 (7): 724-726.
Olajuyigbe, F. M. and Ajele, J. O. (2005), Production dynamics of extracellular protease from Bacillus species,
J. Biotechnol. 4 (8):776-779.
Poorna, A. and Prema (2007), Production of cellulase-free endoxylanase from novel alkalophilic thermotolerent
Bacillus pumilus by solid-state fermentation and its application in wastepaper recycling, Biores. Technol.,
98 (3): 485-90.
Rao, C. S., Sathish, T., Ravichandra, P., and Prakasham, R.S. (2009), Characterization of thermo- and detergent
stable serine protease from isolated Bacillus circulans and evaluation of eco-friendly applications, Proc.
Biochem. 44: 262–268
Rothschild, L. J. and Mancinelli, R. L. (2001) Life in extreme environments, Nature 409: 1092-1101.
Schmidt-Dannert, C., Sztajer, H., StGcklein, W., Menge, U. and Schmid, R. D. (1994), Screening, purification
and properties of a thermophilic lipase from Bacillus thermocatenulatus, Biochim. Biophys. Acta, 1214:
43-53.
Shabeb, M. S. A., Younis, M. A. M., Hezavan, F. F., Eldein, M. A. M. (2010), Production of cellulase in low-
cost medium by Bacillus substilis KO strain, World. App. Sci. J. 8(1): 35-42.
Sharma, R., Chisti, Y. and Banerjee, U. C. (2001), Production, purification, characterization, and application of
lipase, Biotechnol. Adv. 19 (8): 627 – 662.
Singh, R. K., Kumar, S. and Kumar, S. (2009), Production of α-amylase from agriculture by-product by
Humicola lanuginosa in solid state fermentation. Curr. Trends Biotechnol. Pharm. 3 (2): 172-180.
Tabao, N. S. C. and Monsalud, R. G. (2010), Screening and optimization of cellulase production of bacillus
strain isolated from Philipine mangroves, Philippine J. Syst. Biol. 6: 026-034.
Yin, L. J., Lin, H. H., Xiao, Z. R. (2010), Purification and characterization of a Cellulase subtilis YJ 1, J. Marine
Sci. Tech. 18: 466-471.
Yusof, I. H., Farid, M. A., Zainal, Z. A., Azman, M., 2008, Characterization of rice husk for cyclone gasifier, J.
Appl. Sci, 8 (4): 622-6.
Samarinda, 25 September 2012
No. : 06-2/KS/SNK/HKI-2/IX/2012 Lamp. : - Hal : Undangan Sebagai Invited Speaker Kepada Yth. Bapak Dr. T.M. Iqbalsyah, M.Sc. Dosen Kimia pada Jurusan Kimia FMIPA Universitas Syah Kuala di Kota Banda Aceh Dengan Hormat, Dalam rangka Tahun Emas HKI dan Tahun Perdana HKI Cabang Kalimantan Timur, maka bersama ini kami mengundang Bapak untuk menjadi Pembicara Tamu atau Invite
Speaker dalam Acara Seminar Nasional Kimia Kalimantan Timur 2012, yang diselenggarakan oleh Himpunan Kimia Indonesia Cabang Kalimantan Timur 2012, yang Insya Allah akan diadakan pada:
Hari/tgl : Sabtu, 20 Oktober 2012 Waktu : 08.00-16.00 wita Tempat : Swiss Belhotel Borneo Samarinda, Kota Samarinda
Untuk itu kami memohon bantuan Bapak untuk:
1. Mengirim file makalah lengkap (full paper) Bapak (format doc, atau docx, atau pdf) juga file presentasi (format ppt, atau pdf)
2. Bila Bapak tidak berkeberatan, izinkanlah artikel Bapak kami masukkan dalam Jurnal Kimia Kalimantan Timur Vol. 1, No. 1, 2012.
Demikian undangan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami. A.n. Panitia Seminar Nasional Kimia Kalimantan Timur Dr. Rahmat Gunawan, M.Si.
SEMINAR NASIONAL KIMIA
KALIMANTAN TIMUR 2012
HIMPUNAN KIMIA INDONESIA CABANG KALIMANTAN TIMUR JALAN BARONG TONGKOK NO 4 SAMARINDA 75123, TEL. 0541-749152 FAX. 0541-749140
“Peran Riset & Pendidikan Kimia dalam pembangunan Agro-Indust ri dan Energi Terbarukan””
Swiss -Belhotel Borneo Samarinda, Samarinda, 2 0 Oktober 2 0 1 2