Download - Embriologi ANAK de
LAPORAN TUTORIAL
BLOK XX
“HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG
KESEHATAN DENGAN TUMBUH KEMBANG BALITA”
OLEH
Nama : Dewi Soraya
Nim : J500080051
Kelompok : 7
Nama tutor : drg. Dendy
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak masalah tumbuh kembang yang sering dihadapi dalam praktik sehari-hari,
seperti masalah Kekurangan Energi Protein (KEP), obesitas, kretin, retardasi mental,
palsi serebralis, gangguan bicara pada anak dan lain sebagainya. Dengan
memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak,
maka kualitas anak dapat ditingkatkan seoptimal mungkin, untuk mencapai sumber
daya manusia yang berkualitas di kemudian hari
(http://www.gramediaonline.com/product_detail.cfm?bid=448277).
Dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu genetik
dan lingkungan. Faktor genetik menentukan potensial anak, sedangkan faktor
lingkungan menentukan tercapai tidaknya potensial tersebut. Faktor lingkungan besar
sekali pengaruhnya pada fase-fase kehidupan anak yaitu pranatal, kelahiran, dan
pascanatal (Soetjiningsih, 1995). Salah satu faktor lingkungan pascanatal adalah gizi
yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak (Monks, 2002). Gizi berpengaruh
terhadap perkembangan otak dimana sangat erat hubungannya dengan perkembangan
mental dan kemampuan berfikir. Dengan demikian apabila terjadi gangguan kurang
gizi dapat menimbulkan kelainan fisik maupun mental dan menghambat
perkembangan (Suhardjo, 1992).
Masalah gizi kurang dan buruk hingga kini masih menjadi masalah yang serius di
Indonesia. Krisis ekonomi, merosotnya nilai rupiah dan bencana
alam yang beruntun, menjadi pemicu meningkatnya masalah ini
(http://www.pkpu.or.id/berita.php?id=19&no=131). Berdasarkan data
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) jumlah penderita gizi buruk pada
anak balita sejak tahun 1989 sampai dengan tahun 2000 tidak terjadi
perubahan. Pada tahun 1989 dengan total penduduk 177.614.965 orang, kasus
gizi buruk pada balita adalah 1.342.796 anak. Sedangkan pada tahun 2000
dengan total penduduk 203.456.005 orang, kasus gizi buruk pada balita
adalah 1.348.181 anak (Sumber: News Letter, Depkes 9 November 2002
No.
05 ).
Prevalensi kurang gizi di Jawa Tengah dinilai masih tinggi. Pada tahun
2002, tercatat sebanyak 4.378 balita atau 1,51 persen balita di Jateng bergizi
buruk. Sebanyak 40.255 balita atau 13,88 persen balita di Jateng bergizi
kurang. Jumlah balita di Jateng pada tahun 2002 tercatat sebanyak 290.065
balita
(http://theindonesianinstitute.com/index.php/20080416163/Gizi-
Buruk-
Statistik-atau-Empirik.html).
Menurut Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2004, cakupan deteksi
dini perkembangan anak balita dan pra sekolah Provinsi Jawa Tengah sebesar
1.558.30 (56,31%) dari jumlah anak balita yang ada sebanyak 2.767.378
balita, sedangkan di Kota Semarang sebesar 53.178 (35,97%) dari 156.823
anak balita dan di Kabupaten Semarang sebesar 22.096 (33,91%) dari 65.162
anak balita (http://www.pkpu.or.id/berita.php?id=19&no=131).
3
Sedikitnya 147 (0,15%) dari 101.434 balita yang tersebar di 14
kecamatan di Kabupaten Demak juga bergizi buruk, sedangkan 4.572 (4,5%)
lainnya mengalami gizi kurang. Ada 1.212 posyandu di kabupaten Demak,
yang masih aktif ada 1.146 posyandu, dengan jumlah kader 6.114 orang.
Upaya penanggulangan sudah dilakukan diantaranya peningkatan survailens
gizi buruk melalui upaya pemantauan tumbuh kembang balita di posyandu
atau Pos Kesehatan Desa (PKD), namun tidak juga terjadi perubahan
(http://www.depkes.go.id). Jumlah balita gizi buruk di kecamatan
Karangawen yang tersebar di 247 desa mencapai 9 (0,13%) dari 7246 jumlah
balita, sedangkan yang mengalami gizi kurang sebanyak 327 (4,51%) balita
(http://id.wikipedia.org/wiki/ kabupatendemak). Berdasarkan data
sekunder
dari BPS, di Desa Kuripan Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak dari
40 balita usia 1-3 tahun terdapat 13 (32,5%) anak balita yang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan kurang. Hal ini disebabkan status ekonomi
yang kurang dan kurangnya pengetahuan ibu sehingga kebutuhan zat gizi
balita tidak tercukupi.
Di wilayah Desa Kuripan Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak
belum pernah dilakukan penelitian mengenai masalah tersebut. Oleh karena
itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian yang
berjudul ”Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Di Bawah 3 Tahun”.
4
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut : ”Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Gizi dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia di Bawah 3 Tahun?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak usia di bawah 3 tahun di desa
Kuripan Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeskripsikan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi.
b. Untuk mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan anak usia
di bawah 3 tahun.
c. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak usia di bawah 3 tahun.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan :
1. Tenaga Kesehatan
Sebagai masukan untuk menyebarluaskan akan pentingnya pengetahuan
ibu tentang gizi balita kepada petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat
di wilayah kerjanya.
2. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan
5
pengetahuan masyarakat terutama ibu mengenai gizi balita.
3. Peneliti
Sebagai informasi penting untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan anak termasuk deteksi dini terhadap adanya penyimpangan
tumbuh kembang.
4. Institusi Pendidikan
Dapat menambah bahan pustaka bagi lembaga pendidikan tentang
hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak usia di bawah 3 tahun.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tumbuh kembang neonatus dan infant meliputi dua proses yaitu pertumbuhan
dan perkembangan. Pertumbuhan mempunyai dampak terhada aspek fisik,
sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ. Faktor-
faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang antaralain faktor genetik, faktor
lingkungan ( prenatal dan postnatal ). Tapi tidak semua persalinan membuahkan
hasil sesuai dengan yang diinginkan, adakalanya bayi lahir dengan kelainan
bawaan, yaitu kelainan yang di peroleh sejak bayi di dalam kandungan. Kelainan
konginetal dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu malformasi dan deformasi.
Salah satu contoh malformasi adalah labioschisis ( bibir sumbing ).
Kelainan pada bayi lain yang sering terjadi adalah bayi lahir dengan berat
badan rendah (BBLR). BBLR adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram, yang disebut dengan bayi premature. BBLR dapat terjadi karena faktor
nutrisi pada ibu hamil. Pemberian ASI pada bayi dapat meningkatkan berat badan
bayi secara cepat, tapi ibu yang menyusui harus memperhatikan manajemen
laktasi yang baik untuk bayi dengan kelainan konginetal dan BBLR. Upaya yang
dapat dilakukan untuk bayi dengan kelainan konginetal dan BBLR antaralain,
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan neonatus dan infant dalam
kondisi normal?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak?
3. Mengapa air ketuban sudah keluar dan apa akibatnya?
4. Bagaimana kriteria bayi dalam kondisi normal?
5. Mengapa pada bayi bisa terjadi kelainan kongenital labioschisis?
6. Bagaimana upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap
tumbuh kembang bayi dengan kelainan kongenital?
7. Bagaimana pemberian kebutuhan gizi dan menejemen laktasi pada bayi?
8. Apakah harus dilakukan aqiqoh pada bayi yang baru lahir?
9. Mengapa pada berat badan bayi dengan kelainan BBLR menurun setelah
minum ASI banyak?
B. Tujuan
1. Mampu menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan neonatus dan infant
2. Mampu menjelaskan kondisi normal pertumbuhan dan perkembangan
neonatus dan infant
3. Mampu menjelaskan kelainan kongenital labioschisis pada neonatus
4. Mampu menjelaskan pola pewarisan genetik dari kedua orangtua kepada
anaknya
5. Mampu menjelaskan kebutuhan nutrisi dan gizi bayi
6. Mampu menjelaskan menejemen laktasi
7. Mampu menjelaskan penatalaksanaan kelainan kongenital dan penyakit BBL
8. Mampu menjelaskan hubungan aqiqoh dengan kelahiran bayi
C. Manfaat
1. Mahasiswa mampu dan mengenal dasar – dasar
pertumbuhan dan perkembangan anak
2. Mahasiswa mampu menggali potensi dalam pemahaman pada perkembangan
neonatus dan infant
3. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip pertumbuhan dan perkembangan
neonatus
4. Mahasiswa mampu memahami proses laktasi
5. Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca
6. Menunjang wawasan tentang tumbuh kembang neonatus dan infant
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertumbuhan dan perkembangan neonatus dan infant
Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak dari konsepsi sampai
maturitas dewasa yang dipengaruhi faktor bawaan atau lingkungan. Tumbuh
kembang mencakup dua peristiwa yaitu, pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan
berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu.
1. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang neonatus
a. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan
pembelahan,derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan,umur
pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik
antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik,
jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Potensi genetik yang bermutu
hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga
diperoleh hasil akhir yang optimal.
b. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau
tidaknya potensi bawaan. Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-
fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari.
1) Faktor lingkungan prenatal
Faktor lingkungan prenatal yang berepngaruh terhadap tumbuh
kembang janin mulai dari konsepsi sampai lahir antara lain :
a) Gizi ibu pada waktu hamil apabila gizi ibu yang jelek sebelum
terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang hamil,lebih
sering menghasilkan BBLR atau lahir mati dan jarang
menyebabkan cacat bawaan.
b) Mekanis, trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat
menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
c) Toksin atau zat kimia, keracuanan logam berat pada ibu hamil
dapat menyebabkan mikrosefali dan palsi cerebralis.
d) Endokrin, hormon-hormon yang berperan pada pertumbuhan
janin,adalah somatotropin,hormon plasenta,hormon tiroid, dan
insulin.
e) Radiasi, infeksi, stress, imunitas, anoksia embrio yang dapat
merusak janin.
2). Faktor lingkungan postnatal
Lingkungan postnatal yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak secara umum dapat digolongkan menjadi lingkungan biologis,
faktor fisik, faktor psikososial, faktor keluarga, dan adat
istiadat.Lingkungan biologis antara lain rasa atau, suku bangsa, jenis
kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan,hormon, kepekaan terhadap
penyakit. faktor psikososial antara lain
stimulasi,motivasi,stress,kualitas interaksi anak dan orang tua,cinta
dan kasih sayang. Faktor fisik antara lain keadaan geografis suatu
daerah,sanitasi dan radiasi. Faktor keluarga dan adat istiadat antara
lain pekerjaan keluarga, pendidikan ayah ibu, jumlah saudara, jenis
kelamin dalam keluarga, adat istiadat, agama, dan stabilitas rumah
tangga. ( Soetjiningsih, 2000 )
2. Tahap proses pertumbuhan dan perkembangan neonatus dan infant
a. Masa neonatus 4 minggu pertama
Pada 4 minggu pertama ini pertumbuhan neonatus dapat melakukan tiarap
dalam sikap fleksi, memutar kepala dari sisi ke sisi, kepala melengkng pada
suspense ventral. Selain itu dapat memfiksasi muka atau cahaya pada garis
penglihatan, gerak refleks sudah tampak berupa respons moro aktif, refleks
melangkah dan refleks memegang aktif.
b. Pada minggu keempat
Pada 4 minggu ini pertumbuhan bayi ditandai dengan kaki lebih ekstensi,
postur tonus leher menonjol, gerakan tubuh seirama dengan suara orang lain
pada kontak sosial dan mulai tersenyum.
c. Pada minggu kedelapan
Pada minggu kedelapan, bayi sudah dapat mengangkat kepala sedikit lebih
jauh, postur tonus leher menonjol, penglihatan mata sudah dapat mengikuti
gerakan objek 1800, sudah bisa tersenyum pada kontak social dan dapat
mendengarkan suara.
d. Pada minggu ke-12
Pada minggu keduabelas, bayi sudah dapat mengangkat kepala dan dada dan
bisa menjulurkan tangan kearah dan melambaikan mainan. Respons moro
khas tidak menetap dapat membuat gerakan pertahanan dan sudah mulai
dapat mendengarkan music dan berkata “aah, ngah”.
e. Pada minggu ke-16
Pada minggu ke-16, sudah dapat mengangkat kepala dan dada, postur
simetri menonjol dan dapat memegang objek dan membawanya ke mulut.
Bisa mendorong dengan kaki dan sudah dapat tertawa keras serta dapat
menampakkan perasaan tidak senang dan gembira.
f. Pada minggu ke-28
Pada minggu ke-28, bayi sudah dapat berguling-guling, merayap dan
merangkak. Sudah dapat duduk namun hanya sebentar, dapat mencapai dan
memindahkan objek dari tangan ke tangan. Disamping itu bayi sudah
menyukai ibu, suka mengoceh, dan senang berkaca.
g. Pada minggu ke-40
Pada minggu ke-40, bayi bisa duduk bangun sendiri tanpa bantuan, bisa
merayap atau merangkak dan memegang objek dengan ibu jari dan jari
telunjuk. Sudah mulai berespons terhadap suara ibu dan bapak, dapat
memainkan permainan ciluk-ba dan melambaikan bye-bye.
h. Pada minggu ke-52 (1 tahun)
Pada minggu ke-52, bayi dapat berjalan dengan satu tangan dipegang dan
melangkah beberapa langkah (knobloch), mulai bisa mengmbil bola-bola
kecil tanpa dibantu gerakan tangan jari telunjuk dan jempol serta dapat
memainkan permainan bola sederhana dan mengucapkan kata selain ibu dan
bapak. (Wahab, 2000)
B. Kelainan pada neonatus dan infant
1. Kelainan kongenital
a. Faktor yang mempengaruhi kelainan kongenital
Kemungkinan penyebabnya meliputi ibu yang terpajan obat,
kompleks sindrom malformasi, murni tak diketahui atau genetik. Selain itu
adanya kelainan kromosom pada janin ataupun akibat faktor lingkungan
seperti terkena radiasi.( Kosim, 2008 )
b. Macam-macam kelainan kongenital
1) Malformasi, terjadi selama pembentukan struktur, yaitu pada saat
organogenesis. Malformasi disebabkan oleh faktor lingkungan atau
genetik yang bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama. Kebanyakan
malformasi berawal dari minggu ke-3 hingga ke-8 kehamilan.
Contohnya antara lain labioschisis, palatoskisis.
2) Disrupsi, menyebabkan perubahan morfologi struktur organ setelah
pembentukannya dan disebabkan oleh proses-proses yang merusak.
3) Deformasi, disebabkan oleh gaya-gaya mekanik yang mencetak
sebagian janin dalam jangka waktu yang lama. Talipes yang disebabkan
oleh kompresi di rongga amnion adalah salah satu contohnya.
Deformasi sering mengenai sistem kerangka otot dan bisa pulih
kembali setelah lahir.
4) Sindrom, merujuk pada sebuah kelompok cacat yang bersamaan,
mempunyai etiology yang spesifik dan sama. Contohnya antara lain
adalah charge (koloboma), hearts defects (cacat jantung), atresia chonae
(atresia koana) dan retarded growth (keterlambatan pertumbuhan).
( Sadler, 2000 )
c. Kelainan-kelainan pada bayi baru lahir
Pada bayi baru lahir (BB) dapat mengalami gangguan/kelainan
antralain, lahir premature (< 37 minggu ), lahir postmatur (> 42 minggu ),
asfiksia, gawat napas. Sedangkan kelainan bayi yang muncul akibat BBLR
antaralain, hipotermia, hipoglikemia, apneu, kejang, syok dan sianosis.
( Cunningham, 2006 )
2. Penatalaksanaan
a. Upaya promotif
Pemberian konseling atau nasihat genetik adalah suatu upaya
pemberian advis terhadap orangtua atau keluarga penderita kelainan
bawaan yang diduga mempunyai faktor penyebab herediter, tentang apa
dan bagaimana kelainan yang dihadapi ini, bagaimana pola penurunannya,
serta bagaimana penatalaksanannya. Tujuan dari konseling genetik adalah
untuk mengumpulkan data-data medis maupun genetik dari pasien ataupun
keluarga yang berpotensi, dan menjelaskan langkah-langkah yang dapat
dilakukan. Kegiatan konseling genetik harus di atur dengan baik dan
disiplin.
b. Upaya preventif
1) Pencegahan primer kelainan genetik
Kelainan kromosom disebabkan oleh non-disjunction atau kerusakan
kromosom. Pada pencegahan, diperlukan peningkatan pengetahuan
tentang kedua proses tersebut. Semua kelainan gen tunggal disebabkan
oleh mutasi. Kelainan yang disebabkan oleh multifaktor mempunyai
peranan penting dalam pencegahan primer. Tujuannya agar orang
orang yang mempunyai risiko untuk mempunyai kelainan genotip
dapat mencegah penyakit dengan menghindari faktor lingkungan.
2) Pencegahan sekunder kelainan genetik
Pada pencegahan sekunder termasuk didalamnya semua aspek uji tapis
prenatal dan terminasi selektif. Uji tapis prenatal bertujuan untuk
menentukan kehamilan resiko tinggi, dalam kombinasi dengan umur
ibu, sangat meningkatkan efektifitas program pencegahan prenatal.
c. Upaya kuratif
Beberapa terapi simtomatik tersedia untuk banyak kelainan
genetik baik dengan medikamentosa maupun dengan tindakan bedah,
sehingga penderita dapat hidup normal, meskipun secara genotip tetap
abnormal. Untuk beberapa kelainan kromosom seks, tetapi terapi sulih
hormon seks akan memberikan perkembangan seks sekunder yang normal,
tetapi tidak dapat mengembalikan fertilitas. Untuk kelainan autosom
biasanya hanya tersedia pengobatan simptomatik.Untuk kelainan
multifaktorial yang dapat diobati secara efektif misalnya terapi tindakan
bedah dan obat-obatan pada kelainan labioschisis, stenosis pylorus dan
lain-lain.
d. Upaya rehabilitative
Upaya rehabilitatif adalah upaya pemulihan pada keadaan
umum yang baik pada bayi bisa diberi nutrisi dan gizi yang baik misalnya
ASI. Sedangkan upaya pemulihan pada kelainan genetik labioschisis
dengan dilakukan penutupan bibir sumbing dilakukan setelah 2 bulan,
ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan berat badan yang memuaskan
dan bebas dari infeksi oral, saluran nafas atu sistemik.(Kosim, M.Sholeh,
2008)
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Cunningham, F G. 2006. Obstereti Williams edisi 2. Jakarta : EGC
Elrod, Susan. 2007. Genetika edisi keempat. Jakarta: Erlangga
Guyton . 2007 . Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC
Kosim, M.Soleh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia
Hacker, Neville F. 2001. Esensial Obstetric dan Ginekologi. Jakarta : Hipokrates
Mochtar, Rustam. 2001. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis
edisi 2. Jakarta :EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit,
edisi 6. Jakarta : EGC
Rusepeno., Hassan. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Sadler, T.W. 2005. Embriologi Kedokteran Langman edisi ke-7. Jakarta. EGC
Schwartz, M.William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauratte. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC
Siswosudarmo, Risanto. 2008. Obstereti Fisiologi. Jakarta : Pustaka Cendikia
Soetjiningsih. 2000. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Wahab, A.Samik. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC
http://www.nejm.nih.gov/medlineplus/healthtopics/newbornneonatus.html
http://www.medscape.org/resources/jurnal/growth/neonatus.pdf
http://www.pubmed.com/2009/01/.childrenhealth.html
http://www.cochrane.org/breastfeeding/colostrum.html
http://www.emedicine.com/2009/03/gov/childrengrowth.html