i
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN ZAITUN
(Olea europaea L.) TERHADAP JUMLAH NEUTROFIL
PADA TELAPAK KAKI TIKUS Sprague Dawley
SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Fitria Hafidzoh
NIM : 11141030000097
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1439 H
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat
dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi
yang berjudul “EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN ZAITUN (Olea europaea L.)
TERHADAP JUMLAH NEUTROFIL PADA TELAPAK KAKI TIKUS
Sprague Dawley SETELAH DIINDUKSI KARAGENAN” tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam juga tak lupa saya haturkan kepada Rasulullah SAW beserta
keluarga serta sahabatnya.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir
guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Secara umum skripsi ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian,
tinjauan pustaka, prosedur penelitian serta hasil dan pembahasan dari penelitian yang
dilakukan tentang efek anti-inflamasi pada ekstrak daun zaitun (Olea europaea L.)
terhadap gambaran mikroskopik kaki tikus.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, arahan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, PhD, FICS, FACS., selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Nurul Hiedayati, Ph.D,. Selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing, memberikan arahan, saran, dan nasihat sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Nurlaely Mida R., S.Si, M.Biomed, DMS. Selaku dosen pembimbing
II yang telah membimbing, memberikan arahan, saran, dan nasihat
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku penanggung jawab riset
angkatan 2014.
6. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan serta pengalaman hidup sebagai bekal bagi
penulis untuk ke depannya menjadi dokter yang baik bagi agama dan
negara.
7. Staf laboratorium MPR, Biokimia, dan Biologi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yaitu Mbak Ayi dan Mbak Sur yang telah membantu
penulis dalam penggunaan laboratorium.
8. Kedua orang tua penulis, Bapak Asep Arwin Kotsara dan Ibu Badriah
yang selalu ada untuk penulis dan selalu memberikan dukungan, nasihat,
semangat, doa, dan senantiasa menghibur penulis.
9. Kakak penulis, Yasyfi Qolba dan Wafda Haris juga adik penulis, Farhan
Rifqi Kotsara yang bersedia untuk mendengarkan keluh dan kesah penulis
serta memberikan dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini.
10. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian, Carin Libel, Nadia
Khairunnisa, Zakiyyah Widianty, dan Taqiyya Maryam yang telah
meluangkan waktu dan memberikan dukungan penuh disepanjang
penelitian ini. Terimakasih atas kerja sama selama ini.
vii
11. Teman-teman sejawat CAROTIS PSKPD 2014 FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah berjuang bersama penulis untuk menjadi
dokter dan saling mendukung satu sama lain.
12. Sahabat-sahabat penulis, Carin Libel Octa, Nadia Khairunnisa, Zakiyyah
Widianty, dan Ela Herliana yang selalu menghibur, memberi semangat,
dan membantu penulis dari awal penulis menjadi mahasiswa PSKPD
sampai sekarang. Terimakasih atas dukungannya selama ini.
13. Teman-teman penulis Putri Rahma Ajizah, Jewaqa Brako, Fadhlurrahman,
Laelatul Shofiyyah, Annisa Tsania, Harningtyas Alifin Jasmin, Ning
Indah, dan Gebry Nadira yang memberikan dukungan kepada penulis dan
membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian.
14. Sahabat SMA penulis, Vina Nurmalasari yang terus mendukung dan
memberi semangat bagi penulis.
15. Teman-teman SMA penulis, Indah Kusuma Wardani, Salma Nabila, Edni
Ibnutyas, dan Annisa Marwa yang telah memberikan semangat
16. Semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam pengerjaan skripsi ini yang namanya tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Dalam menyusun skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat
digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca serta
bermanfaat bagi masyarakat. Terimakasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ciputat, 24 November 2017
Fitria Hafidzoh
viii
ABSTRAK
Fitria Hafidzoh. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Efek Ekstrak Etanol Daun Zaitun (Olea europaea L.)
terhadap Jumlah Neutrofil pada Telapak Kaki Tikus Sprague Dawley Setelah
Diinduksi Karagenan. 2017.
Inflamasi merupakan salah satu mekanisme tubuh untuk melindungi diri dari infeksi,
luka bakar, bahan kimia, alergen, atau rangsangan berbahaya lainnya yang banyak
dijumpai. Daun zaitun (Olea europaea L.) diduga memiliki efek anti-inflamasi
sehingga mampu menekan respon inflamasi akut. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui efek pemberian ekstrak daun zaitun 100mg/KgBB, 300mg/KgBB, dan
500mg/KgBB terhadap gambaran Mikroskopik telapak kaki tikus yang telah di
induksi karagenan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun zaitun
dapat menurunkan rerata jumlah sel neutrofil pada jam ke-3 dan ke-6 bermakna
secara statistik (p<0.05) dengan penurunan terbesar pada dosis 500mg/KgBB.
Kata Kunci: Anti-inflamasi, Ekstrak Daun Zaitun (Olea europaea L.), Mikroskopik,
Sel Neutrofil, Telapak Kaki Tikus
ABSTRACT
Fitria Hafidzoh. Medical Study Program and Doctor Profession. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. The Effect of Ethanol Olive Leaf Extract (Olea europaea
L.) on Microscopic Sprague dawley Rat Paw induced by Carrageenan. 2017.
Inflammation is one of response to protect ourbody from infections, burns, chemicals,
allergens, or other dangerous stimuli that are commonly encountered. Olive leaf (Olea
europaea L.) has anti-inflammatory effects that are able to cope with acute
inflammatory responses. This study was conducted to determine the effect of olive
leaf extract 100mg / KgBB, 300mg / KgBB, and 500mg / KgBB on histopathology
image of the rat paw that has been induced carrageenan. The results of this study
showed that olive leaf extract can be derived the average number of neutrophil cells
at the 3rd
and 6th
hours statistically (p <0.05) with the greatest decrease at dose 500mg
/ KgBB.
Keywords: Anti-inflammatory, Olive Leaf Extract (Olea europaea L.), Microscopic,
Neutrophil Cells, Rat Paw
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ......................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xiv
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... xvii
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Hipotesis ................................................................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 2
1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................................................... 2
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................................... 3
1.5 Manfaat penelitian .................................................................................................... 3
1.5.1 Bagi Institusi ................................................................................................. 3
1.5.2 Bagi Masyarakat ........................................................................................... 3
1.5.3 Bagi Peneliti ................................................................................................. 3
x
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................. 4
2.1 Zaitun (Olea europae L.) ............................................................................................. 4
2.1.1 Budidaya Zaitun di Indonesia ........................................................................... 4
2.1.2 Karakteristik Tanaman Zaitun ........................................................................... 4
2.1.3 Kandungan dan Manfaat Zaitun ......................................................................... 6
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi ................................................................................................. 8
2.2.1 Ekstrak................................................................................................................ 8
2.2.2 Ekstraksi ............................................................................................................. 8
2.3 Karagenan ................................................................................................................. 9
2.3.1 Struktur Kimia dan Fisika Karagenan .............................................................. 9
2.3.2 Aktifitas Karagenan ......................................................................................... 9
2.4 Inflamasi ................................................................................................................... 10
2.4.1 Inflamasi Akut ................................................................................................. 11
2.4.2 Inflamasi Kronik ............................................................................................. 14
2.4.3Tanda-tanda Inflamasi ....................................................................................... 14
2.5 Leukosit .................................................................................................................... 15
2.6 Na diklofenak ........................................................................................................... 18
2.7 Injeksi Peritoneal ...................................................................................................... 18
2.8 Kaki Tikus ................................................................................................................ 19
2.8.1 Anatomi Tikus ................................................................................................. 19
2.8.2 Histologi Kaki Tikus ....................................................................................... 20
2.11 Kerangka Teori ....................................................................................................... 23
2.12 Kerangka Konsep ................................................................................................... 24
2.13 Definisi Operasional ............................................................................................... 25
BAB III
METODE PENELITIAN ............................................................................................ 26
3.1 Desain Penelitian ..................................................................................................... 26
xi
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................. 26
3.3 Sampel Penelitian ..................................................................................................... 26
3.3.1 Populasi ............................................................................................................ 26
3.3.2 Sampel .............................................................................................................. 26
3.3.3 Kriteria Inklusi ................................................................................................. 27
3.3.4 Kriteria Eksklusi............................................................................................... 27
3.4 Variabel Penelitian ................................................................................................... 27
3.4.1 Variabel Bebas ................................................................................................. 27
3.4.2 Variabel Terikat ............................................................................................... 28
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................................ 28
3.5.1 Alat Penelitian ................................................................................................. 28
3.5.2 Bahan Penelitian .............................................................................................. 28
3.6 Cara Kerja Penelitian ............................................................................................... 28
3.6.1 Penyiapan Sampel ........................................................................................... 28
3.6.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Zaitun ......................................................... 28
3.6.3 Adaptasi Hewan Coba ..................................................................................... 29
3.6.4 Persiapan Bahan dan Perhitungan Dosis .......................................................... 29
3.6.5 Pemberian Ekstrak Etanol Daun Zaitun Terhadap Tikus ................................. 30
3.6.6 Pemberian Karagenan Terhadap Kaki Tikus ................................................... 30
3.6.7 Pengambilan Jaringan Telapak dan Punggung Kaki Tikus.............................. 30
3.6.8 Pembuatan Preparat .......................................................................................... 30
3.6.9 Pengambilan Gambar Preparat Histologi Kaki Tikus ...................................... 31
3.7 Alur Penelitian ......................................................................................................... 32
3.8 Analisis Data ............................................................................................................. 33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 34
4.1 Determinasi Daun Zaitun ......................................................................................... 34
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ............................................................................. 34
xii
4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................................ 41
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 42
5.1 Simpulan .................................................................................................................. 42
5.2 Saran ......................................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 43
LAMPIRAN ................................................................................................................... 47
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan ...................................................................................... 27
Tabel 4.1 Rerata Jumlah Sel Neutrofil ........................................................................... 37
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pohon dan Daun Zaitun ................................................................................. 5
Gambar 2.2Proses Inflamasi Akut .................................................................................. 13
Gambar 2.3 Jenis Sel Leukosit ........................................................................................ 16
Gambar 2.4 Anatomi Kaki Tikus .................................................................................... 19
Gambar 2.5 Lapisan Epidermis dan Dermis Tikus ......................................................... 21
Gambar 2.6 Kelenjar Ekrin pada Kaki Tikus .................................................................. 22
Gambar 4.1 Neutrofil Jaringan Telapak Kaki pada Kelompok K(-), K(+), dan K1 ....... 35
Gambar 4.2 Neutrofil Jaringan Telapak Kaki pada Kelompok K2, K3, dan K4 ............ 36
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Rerata Jumlah Sel Neutrofil........................................................................... 37
Grafik 4.2 Rerata Jumlah Sel Neutrofil pada Jam ke-3 .................................................. 40
Grafik 4.3 Rerata Jumlah Sel Neutrofil pada Jam ke-6 .................................................. 41
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Determinasi Ekstrak Daun Zaitun ...................................................... 47
Lampiran 2 Perhitungan Sampel ..................................................................................... 48
Lampiran 4 Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Zaitun ..................................................... 49
Lampiran 5 Dokumentasi Peneliti ................................................................................... 50
Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik Data ........................................................................ 52
Lampiran 7 Riwayat Penulis ........................................................................................... 58
xvii
DAFTAR SINGKATAN
COX : Siklooksigenase
HE : Hematoksilin Eosin
IL-1 : Interleukin-1
IL-6 : Interleukin-6
i.p : Intraperitoneal
NO : Nitrit Oksida
OAINS : Obat Anti Inflamasi Non Steroid
OLE : Olive Leaf Extract
PBS : Phosphat Buffered Saline
TNF- α : Tumor Necrosis Factor- α
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan obat herbal di negara yang sedang berkembang maupun negara
maju cenderung meningkat.1 Menurut resolusi Promoting The Role of Traditional
Medicine in Health System: Strategy for the African Region, sekitar 80% masyarakat
di negara-negara di Afrika maupun di Asia menggunakan obat herbal untuk
keperluan kesehatan.2,3
Salah satu tanaman yang sering dipakai sebagai obat herbal
adalah Olea europaea L.(zaitun).
Zaitun merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah Mediterania seperti
Italia, Portugal, Spanyol, Yunani, Prancis, dan lainnya. 4
Tumbuhan ini masih sedikit
jumlahnya di Indonesia karena pembibitan masih dilakukan secara tradisional dan
diimpor dari negara lain.5
Salah satu pemanfaatan tumbuhan zaitun di Indonesia
dengan cara menggunakan daunnya sebagai ekstrak teh.6
Penggunaan zaitun sudah digunakan sejak zaman Yunani kuno karena
dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit karena memiliki efek sebagai
anti-inflamasi, antioksidan, anti-hipertensi, anti-kanker, anti-diabetes, dan analgetik.4
Selain itu, pohon zaitun dan buahnya juga berkaitan erat dengan konteks agama.
Manfaat dan keistimewaan zaitun telah dicantumkan dalam Bibble dan kitab suci Al-
Qur‟an salah satunya terdapat dalam surat An-Nur ayat 35.4
Oleuropein dan hidroksitirosol merupakan zat aktif utama yang terkandung
pada zaitun yang diduga memberikan begitu banyak manfaat dan telah terbukti
memiliki efek sebagai anti-inflamasi dengan menghambat aktivitas lipooksigenase,
produksi leukotrien B4, serta menekan infiltrasi sel neutrofil ke jaringan.7
2
Inflamasi atau yang dikenal sebagai peradangan adalah salah satu mekanisme
tubuh untuk melindungi diri dari infeksi, luka bakar, bahan kimia, alergen atau
rangsangan berbahaya lainnya. Saat ini pengembangan obat anti-inflamasi dilakukan
secara ekstensif dan populasi dunia telah memanfaatkan tanaman herbal yang diduga
memiliki efek samping yang minimal.8 Pada hasil penelitian sebelumnya, diketahui
bahwa ekstrak etanol daun zaitun yang berasal dari Iran mempunyai efek anti-
inflamasi. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ekstrak
etanol daun zaitun yang diperoleh dari Kota Bogor di Indonesia memiliki efek anti-
inflamasi dalam menurunkan jumlah infiltrasi sel neutrofil pada gambaran
mikroskopik telapak kaki tikus strain Sprague Dawley jantan setelah diinduksi
karagenan dengan pemberian ekstrak etanol daun zaitun dosis 100 mg/KgBB, 300
mg/ KgBB, dan 500 mg/ KgBB yang merupakan hasil dari pengembangan dosis
penelitian sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana efek pemberian ekstrak etanol daun zaitun sebagai anti-inflamasi
dalam menurunkan infiltrasi sel neutrofil pada gambaran mikroskopik telapak kaki
tikus strain Sprague Dawley setelah diinduksi karagenan?
1.3 Hipotesis
Ekstrak etanol daun zaitun sebagai anti-inflamasi dapat menurunkan infiltrasi
sel neutrofil pada gambaran mikroskopik telapak kaki tikus strain Sprague Dawley
setelah diinduksi karagenan.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Penlitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol
daun zaitun terhadap gambaran mikroskopik telapak kaki tikus strain Sprague
Dawley dengan menghitung jumlah sel neutrofil setelah diinjeksi karagenan.
3
1.4.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak
etanol daun zaitun dosis 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB terhadap
gambaran mikroskopik telapak kaki tikus strain Sprague Dawley dengan menghitung
jumlah sel neutrofil setelah diinjeksi karagenan pada jam ke-0, 3, dan 6.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Untuk Institusi
1. Memberi informasi mengenai efek anti-inflamasi yang terdapat dalam ekstrak
etanol daun zaitun sehingga dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.
2. Menambah sumber referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2 Untuk Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ekstrak etanol daun zaitun
dapat digunakan sebagai pengobatan herbal karena memiliki efek sebagai anti-
inflamasi.
1.5.3 Untuk Peneliti
1. Menambah wawasan dan pengalaman penulis di bidang penelitian.
2. Meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai kandungan anti-inflamasi pada
ekstrak etanol daun zaitun.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zaitun (Olea europaea L.)
Pohon zaitun merupakan salah satu pohon tertua yang dibudidayakan di dunia
yang sudah berumur lebih dari 7000 tahun lamanya. Zaitun telah digunakan secara
luas di negara-negara seperti Italia, Portugal, Spanyol, Yunani, dan Prancis, Maroko,
Turki, Tunisia, Israel, dan lainnya. Hampir 98% dari semua pohon zaitun ditanam di
negara-negara Mediterania.9
2.1.1 Budidaya Zaitun di Indonesia
Pertumbuhan tanaman zaitun sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Tanaman zaitun yang berasal dari daerah Mediterania ini membutuhkan suhu hangat
dan membutuhkan sinar matahari pada jangka waktu yang lama pada fase
vegetatifnya. Namun pada fase generatifnya, dibutuhkannya suhu yang rendah
berkisar antara 7-8oC untuk menstimulasi pembentukkan bunga dan buahnya serta
membutuhkan perlakuan khusus pada ruangan tertutup untuk memanipulasi suhu
tersebut. Sehingga, kini pemanfaatan zaitun diambil dari daunnya yang biasa
digunakan sebagai teh daun zaitun.6
2.1.2 Karakteristik Tanaman Zaitun
Pohon zaitun terletak di antara garis 30o
- 45o lintang utara dan selatan
khatulistiwa.10
Ukuran pohon zaitun sedikit pendek dan tebal dengan tinggi rerata
sekitar 10 m. Diameter batang zaitun besar dan bengkok. Batang zaitun berwarna
coklat keabu-abuan yang pucat dan juga memiliki banyak cabang. Daun zaitun
berwarna hijau pucat keperakan juga memiliki struktur yang tebal, lonjong, dan
sempit seperti lanset. Selain itu, pohon zaitun juga memiliki banyak bunga yang
berukuran kecil dan berwarna putih kekuningan. Buah zaitun berukuran agak kecil
dengan ukuran 1 – 2,5 cm dengan kulit luar berwarna hitam keunguan ketika
matang.4 Pohon dan daun zaitun dapat dilihat pada gambar 2.1.
5
Gambar. 2.1 (A) Pohon, (B) Daun Zaitun4
Sumber: Dokumentasi pribadi
Toksonomi tumbuhan zaitun sebagai berikut10
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Rosopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Oleaceae
Sub-famili : Oleideae
Genus : Olea
Spesies : Olea europaea
A
)
B
)
6
2.1.3 Kandungan dan Manfaat Zaitun
Manfaat dari zaitun telah diketahui sejak zaman dahulu kala secara luas di
daerah Mediterania Eropa, semenanjung Arabia, India, juga pada daerah tropis dan
subtropis lainnya untuk mengobati berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi,
diare, infeksi saluran nafas dan saluran kemih, asma, hemorrhoid, dan kebersihan
mulut. Menurut laporan arkeologi, buah zaitun telah dibudidayakan untuk tujuan
komersial di Kreta pada tahun 3000 Sebelum Masehi. Tidak hanya itu, penggunaan
minyak zaitun untuk kesehatan tubuh dapat ditemukan dalam literatur Yunani kuno
dan di dalam Al-Qur‟an yaitu surat An-Nur ayat 35 yang dikatakan bahwa zaitun
adalah tanaman yang diberkahi karena banyaknya manfaat dari pohon zaitun
tersebut.4
Zaitun merupakan salah satu obat herbal yang banyak digunakan untuk
berbagai macam penyakit di berbagai negara karena dianggap hanya sedikit
menimbulkan efek samping.4 Hampir seluruh bagian dari pohon zaitun bisa
digunakan sebagai pengobatan, baik dari buah, daun, kulit, biji, dan minyak zaitun.
Produk utama yang paling sering diambil dari pohon zaitun adalah minyak zaitun
yang diproduksi secara global 11 juta ton pertahun.11
Zaitun lebih banyak
dikonsumsi setelah diolah menjadi minyak zaitun, karena jika belum diolah rasa asli
dari zaitun ini sangat pahit.4
Buah zaitun mengandung asam lemak monounsaturated yang tinggi (terutama
asam oleat) dan memiliki paling sedikit 30 senyawa fenolik yang salah satunya terdiri
dari oleuropein, hidroksitirosol, tirosol, dan juga flavonoid, squalene, dan beta
karoten. Sedangkan pada ekstrak etanol daun zaitun juga mengandung berbagai
senyawa fenolik yang penting, yaitu oleuropein, hidroksitirosol, tirosol, luteolin,
catechin, apigenin, beta karoten, vitamin C, seng, besi, chromium, selenium, dan
berbagai asam amino. 24
Oleuropein merupakan senyawa fenolik yang paling melimpah jumlahnya
pada pohon zaitun terutama pada daun zaitun. Pada minyak zaitun yang diperoleh
7
dari buahnya mengandung sekitar 0,005% dan 0,12% oleuropein sedangkan pada
daun zaitun terdapat 14% oleuropein.11,12
. Oleuropein bersama dengan hidroksitirosol
adalah zat aktif utama yang memiliki beberapa efek yang sangat menguntungkan,
yaitu sebagai anti-mikroba, anti-inflamasi, antioksidan, anti-kanker, anti-hipertensi,
anti-rematik, dan antidiabetik.13
Salah satu manfaat utama dari daun zaitun adalah
sebagai anti-inflamasi. Kandungan zat aktif dalam daun zaitun yang memiliki efek
anti-inflamasi adalah oleuropein dan hidroksitirosol yang menghambat
lipooksigenase dan leukotrien B4 juga meningkatkan produksi NO yang bekerja
sebagai vasodilator kuat.7,9
Hasil studi tentang efek anti-inlamasi dan anti-nosiseptif
menunjukan bahwa dengan pemberian dosis ekstrak etanol daun zaitun 50-200 mg/
KgBB menghasilkan efek analgesik dosis-tegantung dan pemberian 200 mg/ KgBB
secara intraperitoneal dapat menurunkan respons nyeri yang signifikan pada uji
formalin.4
Manfaat lain dari daun zaitun adalah sebagai antioksidan. Hal tersebut
dibuktikan dengan dilakukannya percobaan dengan kelinci diabetes yang diobati
dengan oleuropein 20 mg/KgBB selama 16 minggu. Setelah dilakukan perawatan,
kadar glukosa darah dan antioksidan kembali ke nilai yang normal. 4
Selain itu manfaat daun zaitun adalah sebagai anti-hipertensi. Kandungan zat
aktif dalam daun zaitun yaitu asam oleanolik dan asam ursolik bekerja sebagai
vasodepresor. Percobaan efek anti-hipertensi dilakukan pada pasien hipertensi grade I
dengan pemberian ekstrak etanol daun zaitun 500 mg dua kali sehari dan
dibandingkan dengan obat kaptopril 25 mg dua kali sehari selama 8 minggu. Hasil
dari keduanya menunjukan penurunan signifikan pada tekanan darah dan hasil dari
penggunaan ekstrak etanol daun zaitun lebih baik daripada kaptopril.4
8
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi
2.2.1 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan14
Tujuan pembuatan ekstrak tumbuhan obat adalah untuk menstandardisasi
kandungannya hingga menjamin keseragaman mutu, keamanan, dan khasiat produk
akhir.14
2.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan komponen aktif obat dari jaringan tumbuhan atau
hewan dari komponen inaktif atau inert dengan menggunakan pelarut selektif yang
ada di dalam prosedur standar dari ekstraksi. Tujuan dari prosedur ekstraksi adalah
untuk mencapai porsi yang diinginkan secara terapeutik dan untuk menghilangkan
bahan inert.15
Menurut Harbone (1996), metode ekstraksi dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana
meliputi maserasi, perkolasi, reperkolasi, dialokasi, dan evakolasi. Sedangkan
ekstraksi khusus meliputi ultrasonik, arus balik, dan sokletasi.16
Maserasi merupakan metode ekstraksi dingin dimana dalam prosesnya tidak
memerlukan energi panas, sehingga dapat menjaga aktivitas senyawa aktifnya.17
Maserasi adalah metode ekstraksi suatu bahan menggunakan pelarut dengan
pengadukan dengan cara menempatkan ekstrak ke dalam bejana tertutup,15
kemudian
ditambahkan pelarut yang dipilih dan direndam selama 24 jam pada suhu kamar.
Setelah itu dipekatkan dengan cara dikeringkan dalam ruangan ber-AC hingga pelarut
menguap dan ekstrak benar-benar kering tanpa penggunaan panas sedikitpun. Ekstrak
kering berbentuk serbuk kemudian dikemas dalam kemasan plastik dan disimpan
dalam freezer pada suhu 0 - 4oC sebelum dianalisis.
18 Metode ini merupakan metode
9
yang sering digunakan dalam mengekstraksi senyawa aktif dan merupakan metode
yang sederhana dan murah.17
2.3 Karagenan
Karagenan adalah karbohidrat alami (polisakarida) yang diperoleh dari
ekstraksi dengan air atau cairan basa dari beberapa spesies rumput laut merah
(Rhodophyceae).19
Karagenan berasal dari spesies Chondrus crispus dari rumput laut
yang dikenal sebagai Carrageen Moss atau Irish Moss di Inggris dan Carraigin di
Irlandia. Karagenan ini digunakan sebagai penyembuh batuk dan pilek di Irlandia.19
Selain itu, karagenan juga digunakan sebagai pengental, pengemulsi, pensuspensi,
dan faktor penstabil.20
Jenis rumput laut ini biasa tumbuh melekat pada bebatuan
pada kedalaman sampai kira-kira 3 meter di sepanjang pantai bagian Samudra
Atlantik, Eropa, Brintanny di Perancis, Kanada, dan Amerika Utara.19,21
Karagenan yang diproses dengan larutan alkali banyak digunakan sebagai
bahan makanan, sedangkan bila diolah dengan asam, karagenan akan terdegradasi
menjadi berat molekul yang lebih rendah atau yang disebut “degradated
carragenan” atau poligeenan. Karagenan yang terdegradasi ini adalah agen inflamasi
yang sangat kuat, sehingga ilmuan secara khusus menggunakannya untuk
menginduksi inflamasi dan penyakit lainnya pada hewan di laboratorium untuk
menguji obat anti-inflamasi dan obat-obat lainnya.22
2.3.1 Struktur Kimia dan Fisika Karagenan
Karagenan merupakan hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium,
magnesium, dan kalsium sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhidrogalaktosa
(3,6-AG).19
Berat molekul massa rerata berkisar 400.000 sampai 600.000 Da. 21
2.3.2 Aktifitas Karagenan
Polisakarida sulfat yang terkandung pada alga laut dapat memiliki berbagai
aktivitas dan efek biologis, antara lain sebagai imunomodulator, anti-koagulan, anti-
trombolitik, anti-viral, dan anti-tumor. Namun, karagenan juga memiliki efek negatif
10
yaitu sebagai zat yang menginduksi respon inflamasi. Beberapa penilitian telah
menggunakan karagenan secara khusus untuk menentukan aktivitas anti-inflamasi.
Karagenan ini dapat mencetuskan inflamasi dengan mengeluarkan beberapa mediator
inflamasi, yaitu histamin, serotonin, dan bradikinin yang terdeteksi pada fase awal
peradangan dan memproduksi serta melepaskan NO ke lokasi yang cedera. Selain itu,
prostaglandin juga terdeteksi pada fase akhir peradangan yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular. Peradangan lokal atau sistemik yang terjadi juga
dikaitkan dengan peningkatan sitokin pro-inflamasi TNF- α, IL-1, dan IL-6. Selain itu
infiltrasi dan aktivasi neutrofil lokal juga berkontribusi terhadap respon inflamasi.21
2.4 Inflamasi
Bila terjadi cedera jaringan, baik karena bakteri, trauma, bahan kimia, panas,
atau fenomena lainnya, maka jaringan yang cedera itu akan melepaskan berbagai zat
yang akan menimbulkan perubahan sekunder di sekeliling jaringan. Keseluruhan
kompleks perubahan jaringan ini disebut peradangan atau inflamasi.23
Definisi lain
dari inflamasi atau yang disebut sebagai peradangan adalah salah satu mekanisme
tubuh yang melindungi diri dari infeksi, luka bakar, bahan kimia beracun, alergen
atau rangsangan berbahaya lainnya.23,24
Peradangan berfungsi untuk menghancurkan,
membasmi agen yang merugikan, dan memicu proses pemulihan dan mengganti
jaringan yang rusak. Tanpa peradangan, infeksi akan terus berkembang dan luka tidak
akan pernah sembuh.25
Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase yang diperantarai
mekanisme yang berbeda, yaitu: (1) fase akut, ditandai dengan awitan cepat (detik
atau menit) dan berlangsung relatif singkat dengan ciri vasodilatasi lokal yang akan
meningkatkan aliran darah, peningkatan permeabilitas kapiler yang akan
menyebabkan kebocoran cairan ke dalam ruang intersisial, dan emigrasi leukosit
terutama neutrofil; (2) fase subakut, dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit; dan
(3) fase kronik, dimana peradangan terjadi berlangsung lebih lama, secara histologi
ditandai oleh adanya limfosit dan makrofag, terbentuknya jaringan fibrosis, dan
proliferasi pembuluh darah. 23,24,25
11
Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan terjadi, makrofag jaringan
sebagai lini pertahanan pertama melawan infeksi telah berada di jaringan dan segera
memulai kerja fagositiknya. Kemudian dalam beberapa jam pertama setelah
peradangan, sejumlah besar neutrofil dari darah mulai menginvasi daerah yang
meradang sebagai lini pertahanan kedua. Hal ini disebabkan oleh produk yang berasal
dari jaringan yang meradang akan memicu reaksi berikut: (1) produk tersebut
mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan neutrofil melekat
pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi. (2) produk
ini juga menyebabkan longgarnya pelekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan
sel endotel venula kecil sehingga terbuka cukup lebar dan memungkinkan neutrofil
untuk melewatinya dengan cara diapedesis langsung dari darah ke dalam jaringan. (3)
Produk peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis neutrofil menuju jaringan
yang cedera. Kemudian jumlah neutrofil yang ada di area jaringan yang meradang
semakin bertambah banyak. Apabila peradangan masih berlanjut, monosit akan
terstimulasi dan akan berubah menjadi makrofag, namun karena jumlah monosit
sangat sedikit di dalam darah dan pembentukannya lebih lama maka monosit ini baru
akan muncul beberapa hari kemudian.23
2.4.1 Inflamasi Akut
Inflamasi akut adalah suatu respons cepat terhadap agen yang merugikan.
Pada tahap awal peradangan, jaringan yang terkena menjadi memerah karena aliran
darah yang meningkat ke daerah yang meradang dan bengkak akibat adanya
ekstravasasi cairan yang menyebabkan edema. Perubahan ini merupakan hasil respon
vaskular terhadap peradangan. Proses dari respon inflamasi akut melibatkan 3 proses
utama yang tercantum dalam gambar 2.2, yaitu:
1. Perubahan diameter pembuluh darah
Sistem sirkulasi mikro terdiri dari kapiler-kapiler yang saling berhubungan
satu sama lain yang terletak di antara arteriol yang memiliki lapisan otot yang tebal
dan venula yang memiliki lapisan otot lebih tipis. Kapiler tidak memiliki lapisan otot
12
pada dinding vaskularnya sehingga kapiler tidak bisa mengatur diameter lumennya,
diameter kapiler sangatlah sempit sehingga memungkinkan eritrosit melewati kapiler
satu persatu.25
Lapisan otot polos pada dinding arteriol membentuk seperti sfingter vaskular
dimana fungsinya untuk meregulasi aliran darah, khususnya aliran darah yang
setelahnya akan melewati kapiler. Aliran darah pada kapiler tidak terjadi terus
menerus dan beberapa diantaranya memiliki sistem pilihan (preferential) jalur mana
yang akan di lalui darah dan jalur mana yang harus ditutup agar tidak dilalui oleh
darah. Dengan kata lain, tidak semua darah dalam aliran di tubuh kita melalui semua
kapiler. Aliran darah yang melalui kapiler terjadi bergantian. Ketika terjadi respon
inflamasi, barulah mekanisme preferential itu tidak bekerja karena semua jalur
pembuluh kapiler akan terbuka. Hal ini memungkinkan semua darah mengisi dan
melewati pembuluh kapiler sehingga akan terjadi peningkatan aliran darah yang
menimbulkan panas dan kemerahan pada daerah peradangan.25
2. Meningkatkan permeabilitas vaskular
Pada peradangan akut, tekanan hidrostatik kapiler meningkat dan terjadinya
pelepasan protein plasma ke dalam ruang ekstravaskular karena peningkatan
permeabilitas vaskular. Ada dua penyebab yang dapat meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah, yaitu: (1) mediator kimiawi pada peradangan akut dan (2) toksin
dan agen fisik yang dapat menyebabkan kerusakan pada endotel vaskular sehingga
terjadi kebocoran abnormal. Neutrofil yang melekat pada endotel juga dapat
merusaknya, sehingga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular.
Selain itu, jaringan akan merangsang proses perbaikan dimana sel-sel endotel
akan berproliferasi dan membentuk pembuluh darah baru atau yang disebut dengan
angiogenesis. Namun, karena endotel ini belum matang dan membentuk taut antarsel,
maka pembuluh darah baru ini akan mudah mengalami kebocoran. 25
13
3. Ektravasasi leukosit dan fagositosis
Sel-sel dipanggil ke area peradangan dalam proses yang disebut dengan
kemotaksis. Kemotaksis adalah pergerakan leukosit dari lumen pembuluh darah
secara berurutan ke lokasi kerusakan jaringan. Leukosit akan menelan agen
penyebab, mematikan bakteri dan mikroba lain, dan menyingkirkan jaringan nekrotik
serta benda asing. Selain itu, leukosit ini dapat mengeluarkan metabolit-metabolit
toksik dan protease ke luar sel, sehingga akan menyebabkan kerusakan sel yang akan
merangsang rasa nyeri.
Gambar. 2.2 Proses Inflamasi Akut berupa (1) Vasodilatasi dan peningkatan aliran
pembuluh darah, (2) Ekstravasasi dan deposisi fibrin dan plasma protein lainnya, (3)
Emigrasi dan akumulasi leukosit ke daerah yang inflamasi.25
Sumber: Robbins & Cotran Dasar Patologis Penyakit. 2009.
14
2.4.2 Inflamasi Kronik
Ada beberapa perbedaan yang terjadi pada inflamasi kronik dan akut. Yang
pertama dan paling utama adalah faktor waktu. Peradangan kronis terjadi dalam
waktu yang lama, yaitu mulai dari beberapa minggu sampai berbulan-bulan. Kedua,
pada peradangan kronik biasanya bersifat produktif dan proliferatif. Proses
peradangan kronik cenderung menghasilkan zat yang menambah jaringan baru,
seperti kolagen dan pembuluh darah baru. Selain itu, karena adanya jaringan fibrosis
dan neovaskularisasi, daerah yang terkena cenderung sedikit bengkak dan kencang
serta tertarik. Fibrosis merupakan indikator terbaik untuk menentukan bahwa respons
inflamasi tersebut bersifat kronis. Selain itu juga, pada peradangan kronis akan terjadi
infiltrasi sel mononuklear, yaitu monosit, limfosit, dan sel plasma.25
2.4.3 Tanda-tanda Inflamasi
Efek utama pada peradangan telah dijelaskan hampir 2.000 tahun yang lalu oleh
Roman Aulus Cornelius Celsus, atau yang dikenal sebagai Celsus, yaitu kalor, rubor,
tumor, dolor, dan fungsio laesa.28
Tanda-tanda ini biasanya lebih menonjol pada
peradangan akut daripada peradangan kronik.25
Hal ini terjadi karena banyaknya
mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal, salah satunya yaitu histamin,
bradikinin, leukotrien, faktor kemotaktik, dan prostaglandin. Histamin dan bradikinin
akan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular. Prostaglandin dan
prostasiklin dalam jumlah kecil juga akan menimbulkan eritema, vasodilatasi, dan
peningkatan aliran darah lokal.20
1. Kemerahan (Rubor)
Jaringan yang meradang akan tampak merah karena dilatasi pembuluh darah
kecil di daerah yang rusak (hiperemia) sehingga memungkinkan lebih banyak darah
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Selain itu juga, kapiler-kapiler yang
sebelumnya kosong secara cepat terisi penuh dengan darah. 26
15
2. Pembengkakan (Tumor)
Pembengkakan lokal dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari
aliran darah ke jaringan interstitial. Campuran cairan dan sel-sel akan terakumulasi di
daerah peradangan. 26
3. Panas (Kalor)
Panas atau kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi
peradangan. Daerah peradangan di kulit menjadi lebih hangat dari sekelilingnya
karena lebih banyak darah ke daerah peradangan dibandingkan dengan daerah yang
normal. 26
4. Nyeri (Dolor)
Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai macam cara, salah satunya peregangan
dan distorsi jaringan akibat edema, inflamasi, dan beberapa mediator kimiawi seperti
bradikinin dan prostaglandin yang akan merangsang ujung-ujung saraf sehingga
menimbulkan rasa nyeri. 26
5. Perubahan fungsi (fungsio laesa)
Teori mengenai perubahan fungsi ditambahkan oleh Virchow (1821-1902).
Perubahan fungsi ini disebabkan karena gerakan daerah yang meradang terhambat
oleh rasa sakit, baik secara sadar atau dengan refleks, sehingga fungsinya menjadi
abnormal.26
2.5 Leukosit
Leukosit atau sel darah putih, terbagi menjadi dua kelompok sesuai jenis
granul dalam sitoplasma dan bentuk intinya, yaitu: (1) granulosit polimorfonuklear
dan (2) agranulosit mononuklear. Kedua jenis sel tersebut memiliki bentuk sferis saat
di dalam plasma darah dan menjadi ameboid setelah keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke jaringan. Granulosit memiliki inti polimorfik dengan dua atau lebih lobus
dan granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil. Sedangkan agranulosit
16
tidak memiliki granul spesifik, intinya berbentuk bulat dan bertekuk. Agranulosit
mencakup limfosit dan monosit. Semua leukosit berfungsi sebagai pertahanan
terhadap mikroorganisme dan pada perbaikan jaringan yang cedera.27
Jenis sel-sel
leukosit dapat dilihat pada gambar 2.3
Gambar. 2.3 Jenis sel leukosit: Neutrofil, Eosinofil, Basofil, Monosit, dan Limfosit.27
Sumber: Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas Edisi 12. 2011
1. Neutrofil
Leukosit neutrofil juga dikenal sebagai polimorf, “polys”, dan sel
polimorfonuklear. Neutrofil merupakan leukosit yang paling banyak beredar, yaitu
sekitar 60-70%. Diameternya 12-15 mikrometer yang terdiri atas 2-5 lobus inti yang
dihubungkan jembatan inti yang halus. Sitoplasma neutrofil mengandung dua jenis
granul utama. Granul yang lebih dominan yaitu (1) granul spesifik, yang sangat kecil
dan (2) granul azurofil, yang merupakan lisosom khusus untuk fagositosis. Neurofil
memilik umur yang pendek, dengan waktu paruh sekitar 6-7 jam dan memiliki
rentang hidup selama 1-4 hari. Neutrofil merupakan fagosit aktif yang pertama tiba di
17
tempat yang terinfeksi bakteri atau partikel kecil lain.27
Neutrofil tetap berada dalam
pembuluh darah dan baru teraktifasi ketika adanya sinyal sitokin atau kemokin yang
juga membantu dalam proses mobilisasi ke tempat yang terinfeksi.28
2. Eosinofil
Jumlah eosinofil lebih sedikit daripada neutrofil dan jumlahnya sekitar 2-4%
dari jumlah leukosit total yang beredar.27
Ukuran eosinofil hampir sama dengan
neutrofil dan memiliki inti bilobus yang khas dengan sitoplasma eosinofilik pada
pewarnaan HE.29
Eosinofil mengandung protein basa utama 50% yang memiliki efek
sitotoksik terhadap parasit seperti cacing helmintik dan protozoa.27
Selain itu,
eosinofil juga berhubungan dengan penyakit atopik (alergi tipe I) dan penyakit terikat
autoimun. Eosinofil biasanya tidak ada di kulit normal.29
3. Basofil
Basofil sulit ditemukan karena jumlahnya hanya 1% dari total leukosit yang
beredar. Basofil memiliki diameter sekitar 12-15 mikrometer. Inti selnya terbagi
menjadi dua atau lebih lobuli irregular dan memiliki granul-granul spesifik besar
yang berada diatasnya sehingga bentuk inti selnya tampak kabur. Granul spesifik ini
mengandung banyak histamin dan berbagai mediator peradangan. Basofil juga
membantu fungsi dari sel mast pada reaksi hipersensitivitas cepat.27
4. Limfosit
Kebanyakan limfosit berukuran kecil dengan diameter 6-8 mikrometer dan
limfosit berukuran medium dan besar berdiameter sekitar 9-18 mikrometer. Limfosit
memiliki fungsi yang berhubungan dengan reaksi imun dalam pertahanan terhadap
serangan mikroorganisme, antigen abnormal atau asing, dan sel-sel kanker.27
5. Monosit
Ukuran monosit bervariasi dengan diameter antara 12-20 mikrometer. Inti
selnya besar, terletak agak eksentris dan berbentuk lonjong seperti ginjal.27
18
2.6 Na diklofenak
Na diklofenak termasuk ke dalam golongan obat anti-inflamasi non steroid
(OAINS) dan merupakan OAINS yang paling terkenal secara global. Diklofenak
tersedia di pasaran sebagai garam natrium. Na diklofenak secara farmakologi
memiliki aktifitas sebagai analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi yang banyak
digunakan untuk pengobatan nyeri dan pembengkakan sedang yang merupakan gejala
umum berbagai penyakit.30,31
Na diklofenak termasuk ke dalam kelompok
preferential COX-2 inhibitor. Pada penggunaan secara oral, hanya 60% Na
diklofenak yang mencapai sirkulasi sistemik karena mengalami metabolisme lintas
pertama.31
Absorbsi obat ini berlangsung secara cepat melalui saluran cerna. Obat ini
terikat 99% pada protein plasma dan mengalami metabolisme lintas pertama sebesar
40-50%. Waktu paruhnya singkat, yaitu sekitar 1-3 jam.32
Efek samping yang paling sering terjadi dari pemberian peroral adalah
gastritis, ulkus peptikum, dan depresi fungsi renal. Sedangkan pada pemberian secara
intramuskular dapat menimbulkan kerusakan jaringan di tempat injeksi.31
Karena
khawatir akan efek sampingnya, Na diklofenak ini banyak digunakan pada dosis
rendah dan dipakai dalam jangka waktu yang sesingkat mungkin. Na diklofenak
dimediasi oleh penghambatan siklooksigenase (COX), yaitu enzim yang mengubah
asam arakhidonat menjadi prostaglandin (PG), tromboksan, dan prostasiklin.30
2.7 Injeksi Intraperitoneal
Injeksi peritoneal merupakan rute parenteral yang paling sering digunakan
pada tikus. Luas permukaan rongga perut yang besar dan suplai darahnya yang
berlimpah memudahkan penyerapan terjadi dengan cepat. Kecepatan absorbsi hampir
sama dengan cara intravena dari rute ini, yaitu mencapai 0.25 - 0.5 kali. Permukaan
abdomen tikus dibagi menjadi empat kuadran. Pada injeksi intraperitoneal harus
diberikan di kuadran kiri bawah abdomen karena pada bagian ini hanya terdapat usus
kecil. Sedangkan pada kuadran kanan bawah abdomen sebagian besar terdapat usus
besar dan pada kuadran atas berbahaya untuk disuntikkan karena terdapat organ-
19
organ seperti lambung, limpa, dan hepar. Pada awal suntikan intraperitoneal, kepala
tikus harus lebih rendah dari perut untuk menjauhi dari jarum dengan sudut 20 -
45o.33
2.8 Kaki Tikus
2.8.1 Anatomi Kaki Tikus
Ukuran panjang kaki tikus sekitar 17,52 ± 0,20 mm, dengan lebar 5,87 ± 0,07
mm dan tinggi 1,99 ± 0,04 mm. Pada jari ke-2, ke-3, dan ke-4 lebih panjang daripada
jari ke-1 dan ke-5. Anatomi kaki tikus dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 (A) Permukaan plantar kaki tikus. (B) Gambaran permukaan kaki medial.
(C) Radiografi kaki tikus. (D) Permukaan plantar kaki tikus tanpa lapisan kulit. (E)
Permukaan plantar kaki tikus tanpa superfisial digiti flexor tendon.24
Sumber: Microscopic and Histological Examination. 2006.
Pada bagian plantar ada lapisan tipis jaringan subkutan yang menutupi tendon
fleksor digiti fleksor (SDF). Pada bagian tarsus atau pergelangan kaki, berisi delapan
tulang yang disusun dalam dua baris, satu distal dan satu proksimal. Baris proksimal
berisi talus dan kalkaneus. Talus mengartikulasikan dengan tibia dan fibula.
Sedangkan kalkaneus atau tulang tumit, berbentuk sekop dan merupakan tulang
terbesar di tarsus. Ada 5 tulang panjang di metatarsus. Setiap jari-jari kaki memiliki
tiga phalang kecuali hallus yang hanya memiliki dua phalang.34
20
2.8.2 Histologi Kaki Tikus
2.8.2.1 Epidermis
Epidermis merupakan lapisan epitel yang berasal dari ektodermal. Epidermis
terdiri atas epitel berlapis gepeng berkeratin atau yang disebut dengan
keratinosit.27,35,36
Ketebalan epidermis bervariasi tergantung lokasinya pada tubuh
dan perkembangannya. Ada tiga jenis sel yang dapat ditemukan di lapisan epidermis
yaitu melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Pada tikus strain Sprague Dawley
ditemukan melanosit tanpa melanin.35
Epidermis terdiri dari empat lapisan, yaitu:
1) Stratum Korneum
Stratum korneum merupakan lapisan epidermis yang terluar, terdiri dari sel
gepeng berkeratin. Lapisan korneum merupakan barrier pertama kulit untuk
melindungi dari partikel luar dan organisme.27,35
2) Stratum Granulosum
Lapisan granulosum memiliki sitoplasma yang berisikan massa basofilik
intens atau yang disebut dengan granul keratohialin. Materi yang kaya-lipid pada
lapisan ini membentuk selubung lipid yang berfungsi sebagai sawar epidermis untuk
mencegah kehilangan air dari kulit.35
3) Stratum Spinosum
Stratum spinosum merupakan lapisan epidermis yang paling tebal dan
letaknya tepat berada di atas stratum basal.27
4) Stratum Basal
Stratum basal atau yang disebut sebagai stratum germinativum merupakan
lapisan terdalam pada epidermis. Terdiri atas selapis sel kuboid yang terletak di
membran basal pada perbatasan epidermis-dermis. Stratum basal ditandai dengan
tingginya aktivitas mitosis dan bertanggung jawab atas produksi sel-sel epidermis.27,35
21
2.8.2.2 Dermis
Lapisan dermis berada tepat di bawah lapisan epidermis. Terdiri dari jaringan
ikat kolagen dan elastin, jaringan lemak, otot rangka, dan pembuluh darah. Selain itu
juga, pada lapisan dermis terdapat otot arektor pili yang berfungsi untuk menjaga
kehangatan hewan mamalia dan ditemukannya folikel rambut, kelenjar, dan saraf.35
Dermis terdiri dari dua lapisan, yaitu:
1) Lapisan Papilar
Lapisan tipis yang terdiri atas jaringan ikat longgar, dengan fibroblas, dan
jaringan ikat lainnya. Leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi) juga
ditemukan pada lapisan ini. 35
2) Lapisan Retikular
Memiliki lapisan yang lebih tebal, terdiri atas jaringan ikat padat irregular,
dan memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada lapisan papilar.35
Gambaran histologi epidermis dan dermis terdapat pada gambar 2.5
Gambar. 2.5 Lapisan epidermis dan dermis tikus.36
Sumber: Atlas of Laboratory Mouse Histology. 2004.
22
Telapak kaki tikus merupakan satu-satunya jaringan dengan kelenjar keringat
ekrin. Gambaran kelenjar ekrin pada kaki tikus dapat dilihat pada gambar 2.6. Pada
perbesaran 4x, menunjukan bagian punggung kulit yang terbentuk oleh epitel
skuamosa berlapis, dermis, kelenjar keringat ekrin, dan otot rangka. Pada perbesaran
10x menunjukkan komponen telapak kaki secara rinci. Sedangkan pada perbesaran
20x menampilkan berbagai lapisan epitel skuamosa berlapis. Dan pada perbesaran
40x terlihat gambaran kelenjar keringat ekrin secara jelas.36
Gambar. 2.6 Kelenjar ekrin yang terdapat di kaki tikus.36
Sumber: Atlas of Laboratory Mouse Histology. 2004.
23
2.9 Kerangka Teori
Injeksi karagenan subkutan
pada telapak kaki tikus
Agen inflamasi kuat
(+) sekresi kemokin
Kebocoran plasma ke
jaringan
Peningkatan
permeabilitas kapiler
Membantu migrasi
leukosit ke jaringan
Peningkatan neutrofil
di jaringan
Pelepasan serotonin,
bradikinin, dan histamin
Eksudasi cairan dan
protein plasma
Perubahan diameter
pembuluh darah
Peningkatan aliran
darah
Trauma / Kerusakan sel
Edema pada jaringan
24
2.10 Kerangka Konsep
(-)
Induksi karagenan s.c
Tikus putih Strain Sprague
Dawley
Respons inflamasi akut Injeksi intraperitoneal
ekstrak etanol daun zaitun
Migrasi leukosit ↓
Pengamatan jumlah
neutrofil jaringan
25
2.11 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Pengukuran Alat Ukur Skala
Dosis
ekstrak
etanol daun
zaitun
Jumlah dosis ekstrak
etanol daun zaitun yang
diberikan secara i.p pada
tikus dalam satuan
mg/KgBB
Menimbang berat
tikus kemudian hitung
dosis 100mg/KgBB,
300mg/KgBB, dan
500mg/KgBB
Timbangan
dengan
ketelitian
0.0001 g.
Numerik
Jumlah sel
neutrofil
Jumlah sel neutrofil
dengan bentuk bulat,
memiliki 2-5 lobus dan
dihubungkan oleh
jembatan inti yang halus,
sitoplasma bergranul dan
ukuran 12-15 mikrometer
Pada perbesaran 400 x
foto dibuka dengan
imageJ dan dihitung
jumlah sel neutrofil
Aplikasi
ImageJ
versi 1.5
Numerik
26
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimental
laboratorium dengan melihat gambaran mikroskopik telapak kaki tikus strain
Sprague Dawley.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 Mei – 1 Agustus 2017. Pembuatan
ekstrak etanol daun zaitun dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI bagian Botani
dan Fitokimia Bogor. Adaptasi dan pemeliharaan tikus dilakukan 7 hari di
Laboratorium Animal House FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembuatan
sampel dilakukan di Laboratorium MPR FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Perlakuan
dan pengambilan jaringan dilakukan di Laboratorium Farmakologi. Pembuatan
preparat dilakukan di Laboratorium Sitologi Depok. Dokumentasi foto preparat dan
analisis dilakukan di Laboratorium Biologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3. Sample Penelitian
3.3.1 Populasi
Objek penelitian yang digunakan adalah tikus strain Sprague Dawley yang
sudah diverifikasi dan didatangkan dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor (IPB).
3.3.2 Sampel
Sampel hewan coba pada penelitian ini adalah tikus jantan strain Sprague
Dawley sejumlah 40 ekor melalui perhitungan rumus Mead,37
dengan hasil sampel
minimal yang dibutuhkan adalah 3 ekor tikus disetiap kelompok perlakuan sehingga
27
jumlah sampel yang dibutuhkan sesuai pada penelitian ini. Perhitungan rumus Mead
secara lengkap disajikan pada lampiran.
Tabel 3,1 Kelompok perlakuan
NO. KELOMPOK PERLAKUAN
1. Kontrol Negatif 0,5 ml Phosphate buffered saline
(PBS) i.p + 0,1 ml PBS s.c
2. Kontrol Positif 0,5 ml PBS i.p + 0,1 ml karagenan s.c
3. Kelompok 1 (K1)
Na diklofenak 10 mg + Karagenan)
Na diklofenak 10 mg/KgBB i.p + 0,1
ml karagenan s.c
4. Kelompok 2 (K2)
OLE 100 mg + Karagenan
OLE 100 mg/KgBB i.p + 0,1 ml
karagenan s.c
5. Kelompok 3 (K3)
OLE 300 mg + Karagenan
OLE 300 mg/KgBB i.p + 0,1 ml
karagenan s.c
6. Kelompok 4 (K4)
OLE 500 mg + Karagenan
OLE 500 mg/KgBB i.p + 0,1 ml
karagenan s.c
Keterangan: OLE = Ekstrak etanol daun zaitun.
3.3.3 Kriteria Inklusi
Tikus putih jantan strain Sprague Dawley yang sehat.
3.3.4 Kriteria Eksklusi
Tikus jantan strain Sprague Dawley yang mati selama penelitian berlangsung
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol daun
zaitun secara i.p.
28
3.4.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah gambaran mikroskopik jumlah sel
neutrofil telapak kaki tikus strain Sprague Dawley pada jam ke-0, 3, dan 6.
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kandang, tempat makan,
dan minum tikus, serut kayu untuk bedding, peralatan kebersihan, alcohol swab, spuit
1 cc, hot plate, gelas ukur, gelas beker, tabung reaksi, batang pengaduk, vortex mixer,
spidol, label, arloji, toples kaca untuk eter, kapas, minor set, papan bedah, kulkas,
botol kaca kecil untuk menaruh organ.
3.5.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun zaitun dengan dosis 100
mg/KgBB, 300 mg/KgBB, 500 mg/KgBB, PBS, Na diklofenak, dan karagenan.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan eter dan paraformaldehid.
3.6 Cara Kerja Penelitian
3.6.1 Persiapan Sampel
Persiapan sampel dilakukan dengan determinasi ketepatan spesies dari daun
zaitun yang akan digunakan. Proses determinasi dilakukan di Pusat Penelitian Biologi
LIPI bagian Botani dan Fitokimia Bogor.
3.6.2 Pembuatan ekstrak etanol daun zaitun
Pembuatan ekstrak etanol daun zaitun dilakukan di Pusat Penelitian Biologi
LIPI bagian Botani dan Fitokimia Bogor dengan menggunakan metode maserasi daun
zaitun yang sudah dikeringkan dan sudah ditimbang seberat 196 gram. Kemudian
sampel direndam di dalam 2,5 liter etanol 96% selama semalam, perendaman sampel
ini dilakukan sebanyak 3 kali atau selama 3 malam. Sampel yang sudah direndam ini
29
kemudian dimasukan ke dalam labu evaporator dan dipanaskan pada suhu 35oC
dengan putaran 90o selama 2 hari sampai terbentuk ekstrak yang pekat seperti pasta.
3.6.3 Adaptasi Hewan Coba
Tikus diadaptasikan di Animal House mulai hari pertama sampai hari ke-7.
Makanan dan minuman diberikan secara ad libitum dan bedding diganti minimal satu
minggu sekali untuk kenyamanan hewan. Adaptasi ini dilakukan dengan tujuan agar
semua objek penelitian berada pada kondisi yang baik, tidak stress, dan sama rata
terhadap semua tikus.
3.6.4 Persiapan Bahan dan Perhitungan Dosis
Berat badan tikus sekitar 300 gram atau 0,3 kilogram. Sehingga perhitungan
dosis tiap kelompok menjadi:
Kelompok kontrol negatif yang diberikan 0,1 ml PBS secara s.c di telapak
kaki kanan dan 0,5 ml PBS secara i.p.
Kelompok kontrol positif yang diberikan 0,1 ml karagenan 1% dalam NaCl
0,9% secara s.c di telapak kaki kanan dan 0,5 ml PBS secara i.p.
K1 yaitu kelompok yang diberikan 0,1 ml karagenan secara s.c dan Na
diklofenak 10 mg / KgBB sehingga satu ekor tikus akan diberikan dosis Na
diklofenak sebanyak 3 mg secara i.p.
K2 yaitu kelompok yang diberikan 0,1 ml karagenan secara s.c dan ekstrak
etanol daun zaitun 100 mg / KgBB sehingga satu ekor tikus akan diberikan
dosis sebanyak 30 mg secara i.p.
K3 yaitu kelompok yang diberikan 0,1 ml karagenan secara s.c dan ekstrak
etanol daun zaitun 300 mg / KgBB sehingga satu ekor tikus akan diberikan
dosis sebanyak 90 mg secara i.p.
K4 yaitu kelompok yang diberikan 0,1 ml karagenan secara s.c dan ekstrak
etanol daun zaitun 500 mg / KgBB sehingga satu ekor tikus akan diberikan
dosis sebanyak 150 mg secara i.p.
30
3.6.5 Pemberian Ekstrak Etanol Daun Zaitun Terhadap Tikus
Setelah dilakukan proses adaptasi, tikus diberikan ekstrak etanol daun zaitun
dengan dosis 100 mg/KgBB, 300 mg/KgBB, dan 500 mg/KgBB secara i.p
menggunakan spuit 1 cc 1 jam sebelum dilakukan induksi inflamasi menggunakan
karagenan.
3.6.6 Pemberian Karagenan Terhadap Kaki Tikus
Setelah 1 jam dilakukannya pemberian ekstrak etanol daun zaitun, telapak
kaki tikus tepatnya di bagian subplantar diinjeksikan 0,1 ml karagenan secara
subkutan.
3.6.7 Pengambilan Jaringan Telapak Kaki Tikus
Pengambilan jaringan telapak kaki tikus dilakukan sebelum dan setelah tiga
jam dan enam jam pemberian 0,1 ml karagenan 1% dalam 0,9% NaCl secara
subkutan pada telapak kaki tikus.
Sebelum dinekropsi, tikus dimasukkan ke dalam toples yang telah jenuh oleh
eter sehingga eter terinhalasi oleh tikus sampai kaki dan ekor tikus tidak
menunjukkan refleksnya saat disentuh atau ditekan. Setelah tikus sudah tidak
memperlihatkan respon, dilakukan nekropsi jaringan. Teknik pengambilan jaringan
dilakukan dengan cara memotong otot bagian plantar kaki tikus yang mengalami
inflamasi. Setelah bagian otot dan kaki tikus terpotong, jaringan dibilas menggunakan
larutan PBS kemudian difiksasi dengan larutan paraformaldehid selama 1-2 hari
sebelum dilakukan pembuatan preparat jaringan tersebut. Fiksasi bertujuan untuk
mempertahankan susunan jaringan agar mendekati kondisi awal ketika masih hidup
dan untuk mengeraskan jaringan yang lunak agar mempermudah saat pembuatan
irisan.38
3.6.8 Pembuatan Preparat
Pembuatan jaringan dilakukan di Laboratorium Sitologi Depok dengan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin.
31
3.6.9 Pengambilan Gambar Mikroskopik Kaki Tikus
Pengambilan gambar mikroskopik preparat kaki tikus dilakukan
menggunakan mikroskop konfokal (Olympus BX41), software DP2-BSW, dan
program komputer. Pengambilan gambar tersebut menggunakan perbesaran lensa
objektif 10x dan 40x. Pengamatan dan analisis dilakukan pada 10 lapang pandang
yang berbeda di setiap preparat.41
32
3.7. Alur Penelitian
Pembuatan preparat
Pengamatan
preparat dibawah
mikroskop
Analisis Data
Tikus sampai di animal
house
Adaptasi selama 7 hari
makan dan minum
Tikus dibagi menjadi 6 kelompok
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif K1 K2 K3 K4
Injeksi 0,5 ml
PBS i.p + 0,1
ml PBS s.c
Injeksi 0,5 ml
PBS i.p + 0,1
ml karagenan
s.c
Na diklofenak
10 mg/ KgBB
i.p + 0,1 ml
karagenan s.c
OLE 100 mg/
KgBB i.p +
0,1 ml
karagenan s.c
OLE 300 mg/
KgBB i.p +
0,1 ml
karagenan s.c
OLE 500 mg/
KgBB i.p +
0,1 ml
karagenan s.c
Evakuasi jaringan
kaki
Nekropsi pada
jam ke-0, 3, dan
6
33
3.8. Analisis Data
Pada penelitian ini, pengambilan data diambil dengan melakukan eksperimen
langsung terhadap tikus strain Sprague Dawley yang diberi perlakuan berupa
pemberian ekstrak etanol daun zaitun dengan berbagai dosis dan diinjeksikan
karagenan. Setelah data terkumpul dilakukan pengamatan gambaran mikroskopik dan
dokumentasi preparat dengan menggunakan mikroskop konvokal (Olympus BX41)
dan software DP2-BSW dengan perbesaran 100x (10x10) dan 400x (40x10). Pada
pengamatan jaringan telapak kaki tikus dilakukan perhitungan rerata jumlah sel
neutrofil dengan menggunakan aplikasi ImageJ. Kemudian data yang sudah
terkumpul diolah secara statistik dengan menggunakan program SPSS versi 22.0.
Penelitian ini termasuk jenis hipotesis komparatif dengan data numerik lebih
dari dua kelompok yang tidak berpasangan sehingga analisis data yang digunakan
adalah One Way ANOVA untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan bermakna pada
tiap kelompok perlakuan. Sebelum dilakukannya uji analisis One Way ANOVA,
dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu. Jika uji normalitas dan
homogenitas terpenuhi maka dilakukan uji parametrik One Way ANOVA yang
kemudian dilanjutkan dengan uji post hoc untuk mengetahui perbedaan bermakna
antar tiap kelompok perlakuan. Apabila uji normalitas dan homogenitas tidak
terpenuhi maka dilakukan transformasi data kemudian apabila tidak terpenuhi maka
dilanjutkan dengan uji alternatif nonparametrik Kruskal-Wallis.
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Daun Zaitun (Olea europaea L.)
Determinasi daun zaitun (Olea europaea L.) telah dilakukan di Pusat
Penelitian Biologi LIPI bagian Botani dan Fitokimia Kebun Raya Bogor, Jawa Barat.
Hasil dari determinasi menunjukkan bahwa daun zaitun yang dijadikan sampel pada
penelitian ini adalah Olea europaea L. dari family Oleaceae.
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil pengamatan mikroskopik terhadap jaringan telapak kaki tikus strain
Sprague Dawley setelah diinduksi karagenan dilakukan di Laboratorium Biologi
FKIK UIN Jakarta pada semua kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 4.1
dan 4.2.
Pada saat terjadinya respon inflamasi akut, neutrofil merupakan sel radang
yang pertama kali datang ke tempat yang terjadi inflamasi.44
Sehingga peneliti
memfokuskan untuk melakukan penghitungan rerata jumlah sel neutrofil yang
kemudian didapatkan hasil yang disajikan pada tabel 4.1 dan grafik 4.1. Sel neutrofil
dapat diidentifikasi dari inti selnya yang berlobus banyak (2-5 lobus) dengan lobulus
yang dihubungkan oleh untai tipis halus dan sitoplasma nya yang bergranul.27
35
Gambar 4.1 Gambaran Neutrofil Jaringan Telapak Kaki Kelompok K(-), K(+), dan
K1 pada Jam ke-0, 3, dan 6 dengan Pewarnaan HE dan Perbesaran 40x
Jam ke-0 Jam ke-3 Jam ke-6
K (-)
K (+)
K1
Keterangan: K(-) = Kontrol negatif, K(+) = kontrol positif, K1 = Na Diklo 10 mg/KgBB.
Panah kuning: sel neutrofil
36
Gambar 4.2 Gambaran Neutrofil Jaringan Telapak Kaki Kelompok K2, K3, dan K4
pada Jam ke-0, 3, dan 6 dengan Pewarnaan HE dan Perbesaran 40x
K2
K3
K4
Jam ke-0 Jam ke-3 Jam ke-6
Keterangan: K2 = OLE 100mg/KgBB, K3 = OLE 300 mg/ KgBB, K4 = OLE 500 mg/KgBB.
Panah kuning: sel neutrofil
37
Tabel 4.1 Rerata Jumlah Sel Neutrofil
Kelompok Jam ke-0 Jam ke-3 Jam ke-6
Kontrol Negatif 0 0,76 2,16
Kontrol Positif 0 57,63 142,93
K1 (Na Diklo + Car) 0 56,93 92,36
K2 (OLE 100 mg/KgBB + Car) 0 57,16 136,97
K3 (OLE 300 mg/KgBB + Car) 0 55,57 113,20
K4 (OLE 500 mg/KgBB + Car) 0 44,90 78,50
Keterangan: OLE = Ekstrak etanol daun zaitun.
Grafik 4.1. Rerata jumlah sel neutrofil pada jam ke-3 dan jam ke-6.
Setelah dilakukan pengamatan pada gambaran mikroskopik dan perhitungan
rerata jumlah sel neutrofil, data yang telah diperoleh kemudian diolah secara statistik
dengan menggunakan SPSS versi 22.0. Pemilihan uji statistik menggunakan One
Way ANOVA karena distribusi data normal dan varians data sama. Kemudian
dilanjutkan dengan uji post hoc untuk melihat perbandingan pada tiap kelompok yang
disajikan pada grafik 4.2 dan 4.3.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
K(-) K(+) K1 K2 K3 K4
Jam ke-0
Jam ke-3
Jam ke 6
38
Dari hasil pengamatan mikroskopik dengan perbesaran 400x yang tercantum
pada grafik 4.1 dan tabel 4.1, didapatkan hasil bahwa rerata jumlah sel neutrofil pada
telapak kaki tikus strain Sprague Dawley menurun pada kelompok K1, K2, K3, dan
K4 dengan penurunan jumlah sel neutrofil terbanyak pada kelompok K4
dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini disebabkan oleh pemberian ekstrak
etanol daun zaitun dalam dosis yang lebih tinggi, sehingga efek inhibisi pada
kelompok ini lebih besar dibandingkan kelompok yang lain. Penurunan jumlah sel
neutrofil menunjukan efektivitas dari daun zaitun sebagai anti-inflamasi dalam
menurunkan infiltrasi sel neutrofil ke jaringan.43
Pada kelompok kontrol negatif tidak terdapat sel neutrofil pada jam ke-0.
Sedangkan pada jam ke-3 dan ke-6 rerata jumlah sel neutrofil sedikit meningkat
namun jumlahnya masih lebih sedikit dibanding kelompok lainnya. Hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh proses injeksi yang merangsang respon inflamasi.
Hasil dari data statistik menunjukkan bahwa rerata jumlah sel neutrofil pada
kelompok kontrol negatif berbeda bermakna (p<0.05) dengan semua kelompok
perlakuan pada jam ke-0, ke-3 dan ke-6 yang tercantum pada grafik 4.2 dan 4.3.
Pada kelompok kontrol positif terlihat bahwa rerata jumlah sel neutrofil pada
jam ke-3 dan jam ke-6 mengalami peningkatan dibandingkan dengan kelompok
kontrol negatif. Hal ini disebabkan karena karagenan menghasilkan NO sebagai
vasodilator kuat yang akan meningkatkan aliran darah sehingga membantu migrasi
dari sel neutrofil ke tempat yang mengalami inflamasi.23
Rerata jumlah sel neutrofil
pada kelompok kontrol positif memiliki rerata jumlah terbanyak dibandingkan
kelompok yang lainnya pada jam ke-3 maupun jam ke-6. Secara statistik rerata
jumlah sel neutrofil pada kelompok kontrol positif berbeda bermakna dengan
kelompok kontrol negatif, K1, dan K4 pada jam ke-6 (p<0.05).
Pada K1 didapatkan peningkatan rerata jumlah sel neutrofil dari jam ke-3 ke
jam ke-6. Rerata jumlah sel neutrofil pada K1 lebih banyak daripada kelompok
kontrol negatif, namun masih sedikit jika dibandingkan dengan kelompok kontrol
positif, K2, dan K3. Sedangkan rerata jumlah sel neutrofil masih lebih banyak
39
dibanding K4. Menurut penelitian yang dilakukan Sachin, et al (2014), pemberian Na
diklofenak dengan dosis 5 mg/KgBB dapat menurunkan respon inflamasi berupa
penurunan volume edema yang terjadi pada telapak kaki tikus pada jam ke-1 sampai
jam ke-3 setelah diinduksi karagenan, namun pada jam ke-4 sampai jam ke-6
efektivitas Na diklofenak sebagai anti-inflamasi menurun.30
Rerata jumlah sel
neutrofil pada K1 berbeda bermakna secara statistik dengan kelompok kontrol negatif
dan kontrol positif pada jam ke-6 (p<0.05).
Pada K2 dan K3 menunjukan gambaran rerata jumlah sel neutrofil yang lebih
banyak dibanding kelompok kontrol negatif dan lebih sedikit dari kelompok kontrol
positif, K3, dan K4. Namun, jika rerata jumlah sel neutrofil K2 dibandingkan dengan
K3 menunjukan rerata jumlah sel neutrofil yang lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh
dosis yang diberikan lebih tinggi pada K3. Perbedaan rerata jumlah sel neutrofil pada
K2 berbeda bermakna secara statistik dengan kelompok kontrol negatif dan K4 pada
jam ke-6 (p<0.05).
Pada K4 menunjukkan gambaran rerata jumlah sel neutrofil yang paling
sedikit dibandingkan kelompok yang lain pada jam ke-3 dan ke-6. Hal ini disebabkan
oleh dosis yang diberikan lebih tinggi dibanding kelompok yang lain sehingga dapat
menekan infiltrasi sel neutrofil ke jaringan lebih besar. Menurut Wafa, et al. (2016)
pemberian ektrak zaitun 500 mg/KgBB memiliki inhibisi inflamasi sebesar 80%
setelah 4 jam dibandingkan dengan Na diklofenak yang memiliki inhibisi inflamasi
sebesar 69.34%. Selain itu juga, pemberian ekstrak zaitun dengan dosis 500
mg/KgBB memiliki efek terbesar terhadap penurunan edema pada telapak kaki tikus
dibanding dosis 250 mg/KgBB dan 100 mg/KgBB sehingga efek daun zaitun sebagai
anti-inflamasi sangat dipengaruhi besarnya dosis yang diberikan.43
Rerata jumlah sel
neutrofil pada K4 berbeda bermakna secara statistik dengan kelompok kontrol positif
dan K2 pada jam ke-6 (p<0.05).
40
Grafik 4.2 Hasil rerata jumlah sel neutrofil pada semua kelompok pada jam ke-3
Keterangan: K(-) = Kontrol negatif, K(+) = kontrol positif, K1 = Na Diklo 10 mg/KgBB, K2 = OLE
100mg/KgBB, K3 = OLE 300 mg/ KgBB, K4 = OLE 500 mg/KgBB, *= p < 0,05.
41
Grafik 4.3 Hasil rerata jumlah sel neutrofil pada semua kelompok pada jam ke-6
Keterangan: K(-) = Kontrol negatif, K(+) = kontrol positif, K1 = Na Diklo 10 mg/KgBB, K2 = OLE
100mg/KgBB, K3 = OLE 300 mg/ KgBB, K4 = OLE 500 mg/KgBB, *= p < 0,05
4.3 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini memiliki banyak keterbatasan, antara lain yaitu
1. Aspek subjektivitas dalam proses identifikasi sel neutrofil.
2. Masih minimnya sumber-sumber pendukung penelitian efek anti-inflmaasi
daun zaitun yang dilihat dari gambaran mikroskopik dalam menekan sel
neutrofil ke jaringan.
42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea L.) pada dosis 500 mg
memberikan efek anti-inflamasi terhadap gambaran mikroskopik telapak kaki tikus
strain Sprague Dawley dengan menurunkan rerata jumlah sel neutrofil pada telapak
kaki tikus yang telah diinduksi karagenan pada jam ke-3 dan ke-6.
5.2 Saran
1. Identifikasi dan perhitungan sel dilakukan minimal 2 orang untuk
meminimalisir subjektivitas.
2. Dibutuhkannya penelitian lebih lanjut tentang efek anti-inflamasi ekstrak
etanol daun zaitun yang tumbuh di Indonesia dengan dosis yang lebih
bervariasi dan menggunakan pelarut yang berbeda.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Sampurno. Obat Herbal dalam Perspektif Medik dan Bisnis. 2013 [cited 2017
Sep 30]; Tersedia pada: http://mot.farmasi.ugm.ac.id
2. Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Obat Herbal Traditional. Warta
Ekspor Edisi September. 2014; Tersedia pada: djpen.kemendag.go.id
3. Sari Lork. Pemanfaatan Obat Traditional dengan Pertimbangan Manfaat dan
Keamanannya. Pharm Sci Res PSR. 2006;3:1–7.
4. Hashmi MA, Khan A, Hanif M, Farooq U, Perveen S. Traditional Uses,
Phytochemistry, and Pharmacology of Olea europaea (Olive). Evid Based
Complement Alternat Med. 2015;2015:1–29.
5. Prastyo KA. Efektifitas Beberapa Auksin Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Zaitun Melalui Teknik Stek Mikro. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang; 2016.
6. Sari AP. Karakter Vegetatif Tanaman Zaitun (Olea europaea L.) pada Kondisi
Tanam Berbeda serta Konsentrasi Oleuropein dan Asam Askorbat pada Daunnya.
Inst Pertan Bogor. 2016;
7. Haris Omar S. Oleuropein in Olive and its Pharmacological Effects. Sci Pharm.
2010;78(2):133–54.
8. Bajpai S, Pathak R, Hussain T. Anti-inflammatory Activity of Ethno-Botanical
Plants Used as Traditional Medicine: A Review. Fac Pharm Integral Univ Dasauli
Kursi Road Lucknow Uttar Pradesh. 2014;2(1).
9. Barbaro B, Toietta G, Maggio R, Arciello M, Tarocchi M, Galli A, et al. Effects
of the Olive-Derived Polyphenol Oleuropein on Human Health. Int J Mol Sci.
2014 Oct 14;15(10):18508–24.
10. Chiappetta A, Muzzalupo I. Botanical Description. Olive Germplasm - The Olive
Cultivation, Table Olive and Olive Oil Industry in Italy. InTech; 2012 [cited 2017
Sep 30]. Tersedia pada: http://www.intechopen.com/books/olive-germplasm-the-
olive-cultivation-table-olive-and-olive-oil-industry-in-italy/botanical-description
11. Vogel P, Kasper Machado I, Garavaglia J, Terezinha Zani V, de Souza D, Morelo
Dal Bosco S. Polyphenols Benefits of Olive Leaf (Olea europaea L) to Human
Health. Nutr Hosp. 2015 [cited 2017 Oct 1];31(3).
44
12. Luo H. Extraction of Antioxidant Compounds from Olive (Olea europea) Leaf.
Massey University; 2011.
13. Haloui E, Marzouk B, Marzouk Z, Bouraoui A, Fenina N. Hydroxytyrosol and
Oleuropein from Olive Leaves: Potent Anti-Inflammatory and Analgesic
Activities. J Food Agric Environ. 2011;9(3–4):128–133.
14. Badan Pom RI. Standardisasi Ekstrak Tumbuhan Indonesia, Salah Satu Tahapan
Penting Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. Info POM Edisi Juli. 2005;6.
Tersedia pada: perpustakaan.pom.go.id
15. Sukhdev SH, Suman PSK, Gennaro L, Dev DR, editors. Extraction Technologies
for Medical and Aromatic Plants. In International Centre for Science and High
Technology; 2008.
16. Fauzana DL. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi, dan
Reperkolasi terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.). Fakultas Tekhnologi Pertanian IPB; 2010. Tersedia pada:
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61916/8/F10dlf.pdf
17. Pratiwi E. Perbandingan Metode Maseraso, Remaserasi, Perkolasi, dan
Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari Tanaman
Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees). Fakultas Tekhnologi
Pertanian IPB; 2010.
18. Setyaningsih D, Pandji C, Perwatasari DD. Kajian Aktivitas Antioksidan dan
Antimikroba Fraksi dan Ekstrak dari Daun dan Ranting Jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) serta 126 Pemanfaatannya pada Produk Personal Hygiene. Agritech.
2014;34(02):126–137.
19. CP Kelco. Genu: Carrageenan Book. In. Tersedia pada: www.cpkelco.com
20. Ega L, Lopulalan CGC, Meiyasa F. Kajian Mutu Karaginan Rumput Laut
Eucheuma cottonii Berdasarkan Sifat Fisiko-Kimia pada Tingkat Konsentrasi
Kalium Hidroksida (KOH) yang Berbeda. J Apl Teknol Pangan. 2016 [cited 2017
Sep 30];5(2).
21. Necas J, Bartosikova L. Carrageenan: A Review. Vet Med (Praha). 2013 [cited
2017 Sep 30];58(6). Tersedia pada: http://vri.cz/docs/vetmed/58-4-187.pdf
22. The Cornucopia Institute. Carrageenan: How a “Natural” Food Additive is
Making Us Sick. 2013; Tersedia pada: https://www.cornucopia.org/wp-
content/uploads/2013/02/Carrageenan-Report1.pdf.
23. Arthur C G, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC;
2011.
45
24. Wong J, Bennett W, Ferguson MWJ, McGrouther DA. Microscopic and
Histological Examination of The Mouse Hindpaw Digit and Flexor Tendon
Arrangement with 3D Reconstruction. J Anat. 2006 Oct;209(4):533–45.
25. Kumar V. Robbins & Cotran Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta: EGC;
2009.
26. Sylvia Anderson P. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.
Vol. 1. Jakarta: EGC; 2005.
27. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas Edisi 12. Jekarta: EGC;
2012.
28. Avci E, Akkaya Ulum Y, Yilmaz E, Balci-Peynircioglu B. The Analysis of
Inflammatory Cell Migration Using Primary Neutrophils. Pediatr Rheumatol.
2015;13(Suppl 1):P136.
29. Shimizu H. Immunology of The Skin. In: Shimizu’s Textbook of Dermatology.
Departement of Dermatology Faculty of Medicine and Graduate of Medicine
Hokkaido University; 2007. Tersedia pada: http://www.derm-hokudai.jp/shimizu-
dermatology/index.html
30. Sakat SS, Mani K, Demidchenko YO, Gorbunov EA, Tarasov SA, Mathur A, et
al. Release-Active Dilutions of Diclofenac Enhance Anti-inflammatory Effect of
Diclofenac in Carrageenan-Induced Rat Paw Edema Model Inflammation. 2014
Feb;37(1):1–9.
31. Purwanti T, Erawati T, Rosita N, Suyuti A, Chilmi U. Pelepasan dan Penetrasi Na
diklofenak Sistem Niosom SPAN 60 dalam Basis Gel HPMC 4000. [cited 2017
Sep 30]; Tersedia pada: http://www.journal.unair.ac.id
32. Departemen Farmakologi UI. Farmakologi dan Terapeutik Edisi 11. Jakarta:
Penerbit FKUI. 2007
33. Nebendahl K. Routes of Administration. In: University of Gottingen Germany.
2000. p. 463–82.
34. Roth M. Hips and Hindlegs of the Rat. 2016. Tersedia pada:
http://miekeroth.com/animals/hi.ps-and-hind-leg-of-the-rat/
35. Treuting PM, Dintzis SM, Montine KS. Comparative Anatomy and Histology A
Mouse, Rat, and Human Atlas 2nd ed. Mica Haley; Tersedia pada:
https://books.google.co.id/books?id=FgBQCwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl
=id#v=onepage&q&f=false
46
36. Texas Histopages. Atlas of Laboratory Mouse Histology. 2004. Tersedia pada:
http://ctrgenpath.net/static/atlas/mousehistology/Windows/integumentary/footpad
.html
37. Singh AS, Masuku MB. Sampling Techniques and Determination of Sample Size
in Applied Statistics Research: An Overview. Int J Econ Commer Manag.
2014;2(11):1–22.
38. Jusuf AA. Histoteknik Dasar. Histologi FKUI; 2009.
39. Pratiwi HC, Manan A. Teknik Dasar Histologi Pada Ikan Gurami (Osphronemus
gouramy). J Ilm Perikan Dan Kelaut Vol. 2015 [cited 2017 Sep 30];7(2). Tersedia
pada: http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-ji.pk309d49688cfull.pdf
40. Alam FMDI.P. Makalah Pemeriksaan Histopatologi sebagai Bioindikator
Kontaminasi Logam Berat. [cited 2017 Oct 1]; Tersedia pada:
http://www.academia.edu/download/42717586/fix_print_toksik_individuw.docx
41. Hussein SZ, Mohd Yusoff K, Makpol S, Mohd Yusof YA. Gelam Honey
Attenuates Carrageenan-Induced Rat Paw Inflammation via NF-κB Pathway.
Diaz BL, editor. PLoS ONE. 2013 Aug 28;8(8):e72365.
42. Salvemini D, Wang Z-Q, Wyatt PS. Nitric Oxide: A Key Mediator in the Early
and Late Phase of Carrageenan-Induced Rat Paw Inflammation. Br J Pharmacol.
1996;
43. Laaboudi W, Ghanam J, Aissam H, Merzouki M, Benlemlih M. Anti-
Inflammatory and Analgesic Activities of Olive Tree Extract. Int J Pharm Pharm
Sci. 2016;7:414–9.
44. Phillipson M, Kubes P. The Neutrophil In Vascular Inflammation. Nat Med. 2011
Nov 7;17(11):1381–90.
47
LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji
Gambar 7.1 Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji
48
Lampiran 2
Perhitungan sampel
1. Rumus Mead
𝑬 = 𝑵 – 𝑩 − 𝑻
Keterangan
N = Total dari jumalh individu dalam penelitian (dikurangi 1)
B = Blocking component, mempresentasikan pengaruh lingkungan yang
diperbolehkan dalam suatu penelitian
T = Kelompok uji coba, termasuk kelompok kontrol (dikuragi 1)
E = Derajat kebebasan dari kelompok error, nilainya diantara 10-20
10 ≤ E ≤ 20
E ≥ N – B – T N ≤ N – B – T
10 ≥ (N – 1) – 0 – (6 – 1) 20 ≤ (N–1) – 0 – (6–1)
10 ≥ N – 1 – 5 20 ≤ N – 1 – 5
10 ≥ N – 6 20 ≤ N – 6
N ≥ 16 N ≤ 26
Jadi jumlah sampel pada penelitian, yaitu: 16 ≤ N ≤ 26, artinya minimal
jumlah sampel yang diperlukan pada penelitian ini yaitu 16 sampel, sedangkan
jumlah maksimal sampel yang diperkenankan pada penelitian ini yaitu 26 sampel
sehingga masing-masing kelompok terdapat 3-4 sampel penelitian.
49
Lampiran 3
Perhitungan Dosis Ekstrak etanol daun zaitun (Olea europaea L.),
Karagenan, dan Na diklofenak
1. Pemberian ekstrak etanol daun zaitun
Berat tikus berkisar antara 300 gram. 300 gram = 0,3 mg.
a. Dosis 100 mg/KgBB
= 100 mg x 0,3 mg
= 30 mg / tikus
b. Dosis 300 mg/KgBB
= 300 mg x 0,3 mg
= 90 mg / tikus
c. Dosis 500 mg/KgBB
= 500 mg x 0,3 mg
= 150 mg / tikus
2. Pemberian karagenan
0,1 ml karagenan 1 % dalam 0,9 % NaCl
3. Pemberian Na diklofenak
a. Dosis 10 mg/ KgBB
= 10 mg x 0,3 mg
= 3 mg / tikus
50
Lampiran 4
Dokumentasi peneliti
Gambar 7.1 Daun Zaitun Kering
Gambar 7.1 Daun zaitun kering Gambar 7.2 Ekstrak etanol daun
zaitun
Gambar 7.3 Injeksi intraperitoneal
tikus
Gambar 7.4 Injeksi karagenan subkutan
51
„‟
Lampiran 5
Gambar 7.5 Pembiusan tikus Gambar 7.6 Pemotongan jaringan kaki
Gambar 7.7 Jaringan kaki yang telah
dipotong
Gambar 7.6 Wadah tempat penyimpanan
jaringan kaki
Gambar 7.7 Hasil preparat Gambar 7.8 Proses pengamatan preparat
pada mikroskop
52
Lampiran 5
Hasil Analisis Statistik Data
Tabel 7.1 Hasil uji normalitas
Tests of Normality
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Statisti
c df Sig.
Jam_ke3 PBS .292 3 . .923 3 .463
PBS + Carrageenan .361 3 . .806 3 .128
Na Diklo +
Carrageenan
.256 3 . .962 3 .624
OLE 100 +
Carrageenan
.283 3 . .934 3 .503
OLE 300 +
Carrageenan
.189 3 . .998 3 .908
OLE 500 +
Carrageenan
.177 3 . 1.000 3 .973
Jam_ke6 PBS .349 3 . .832 3 .194
PBS + Carrageenan .291 3 . .925 3 .471
Na Diklo +
Carrageenan
.257 3 . .961 3 .618
OLE 100 +
Carrageenan
.178 3 . .999 3 .954
OLE 300 +
Carrageenan
.176 3 . 1.000 3 .976
OLE 500 +
Carrageenan
.216 3 . .988 3 .794
a. Lilliefors Significance Correction
53
Tabel 7.2 Hasil uji homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Jam_ke3 Based on Mean 1.753 5 12 .197
Based on Median 1.046 5 12 .435
Based on Median and
with adjusted df
1.046 5 7.840 .454
Based on trimmed
mean
1.709 5 12 .207
Jam_ke6 Based on Mean 1.705 5 12 .208
Based on Median 1.252 5 12 .345
Based on Median and
with adjusted df
1.252 5 6.544 .384
Based on trimmed
mean
1.679 5 12 .214
Tabel 7.3 Hasil uji One Way ANOVA
ANOVA
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Jam_ke3 Between
Groups
7551.061 5 1510.212 15.103 .000
Within Groups 1199.958 12 99.996
Total 8751.019 17
Jam_ke6 Between
Groups
39854.298 5 7970.860 10.162 .001
Within Groups 9412.107 12 784.342
Total 49266.404 17
54
Tabel 7.4 Hasil uji post hoc LSD
Multi.ple Comparisons
LSD
Depende
nt
Variable
(I)
Perlakuan (J) Perlakuan
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
Jam_ke3 PBS PBS +
Karagenan
-57.63333* 8.16453 .000 -75.4223 -39.8444
Na Diklo +
Karagenan
-56.93333* 8.16453 .000 -74.7223 -39.1444
OLE 100 +
Karagenan
-57.16667* 8.16453 .000 -74.9556 -39.3777
OLE 300 +
Karagenan
-55.57667* 8.16453 .000 -73.3656 -37.7877
OLE 500 +
Karagenan
-44.90000* 8.16453 .000 -62.6890 -27.1110
PBS +
Karagenan
PBS 57.63333* 8.16453 .000 39.8444 75.4223
Na Diklo +
Karagenan
.70000 8.16453 .933 -17.0890 18.4890
OLE 100 +
Karagenan
.46667 8.16453 .955 -17.3223 18.2556
OLE 300 +
Karagenan
2.05667 8.16453 .805 -15.7323 19.8456
OLE 500 +
Karagenan
12.73333 8.16453 .145 -5.0556 30.5223
Na Diklo + PBS 56.93333* 8.16453 .000 39.1444 74.7223
55
Karagenan PBS +
Karagenan
-.70000 8.16453 .933 -18.4890 17.0890
OLE 100 +
Karagenan
-.23333 8.16453 .978 -18.0223 17.5556
OLE 300 +
Karagenan
1.35667 8.16453 .871 -16.4323 19.1456
OLE 500 +
Karagenan
12.03333 8.16453 .166 -5.7556 29.8223
OLE 100 +
Karagenan
PBS 57.16667* 8.16453 .000 39.3777 74.9556
PBS +
Karagenan
-.46667 8.16453 .955 -18.2556 17.3223
Na Diklo +
Karagenan
.23333 8.16453 .978 -17.5556 18.0223
OLE 300 +
Karagenan
1.59000 8.16453 .849 -16.1990 19.3790
OLE 500 +
Karagenan
12.26667 8.16453 .159 -5.5223 30.0556
OLE 300 +
Karagenan
PBS 55.57667* 8.16453 .000 37.7877 73.3656
PBS +
Karagenan
-2.05667 8.16453 .805 -19.8456 15.7323
Na Diklo +
Karagenan
-1.35667 8.16453 .871 -19.1456 16.4323
OLE 100 +
Karagenan
-1.59000 8.16453 .849 -19.3790 16.1990
OLE 500 +
Karagenan
10.67667 8.16453 .215 -7.1123 28.4656
OLE 500 +
Karagenan
PBS 44.90000* 8.16453 .000 27.1110 62.6890
PBS +
Karagenan
-12.73333 8.16453 .145 -30.5223 5.0556
56
Na Diklo +
Karagenan
-12.03333 8.16453 .166 -29.8223 5.7556
OLE 100 +
Karagenan
-12.26667 8.16453 .159 -30.0556 5.5223
OLE 300 +
Karagenan
-10.67667 8.16453 .215 -28.4656 7.1123
Jam_ke6 PBS PBS +
Karagenan
-142.93333* 22.86630 .000 -192.7547 -93.1119
Na Diklo +
Karagenan
-92.36667* 22.86630 .002 -142.1881 -42.5453
OLE 100 +
Karagenan
-136.96667* 22.86630 .000 -186.7881 -87.1453
OLE 300 +
Karagenan
-113.20000* 22.86630 .000 -163.0214 -63.3786
OLE 500 +
Karagenan
-78.50000* 22.86630 .005 -128.3214 -28.6786
PBS +
Karagenan
PBS 142.93333* 22.86630 .000 93.1119 192.7547
Na Diklo +
Karagenan
50.56667* 22.86630 .047 .7453 100.3881
OLE 100 +
Karagenan
5.96667 22.86630 .799 -43.8547 55.7881
OLE 300 +
Karagenan
29.73333 22.86630 .218 -20.0881 79.5547
OLE 500 +
Karagenan
64.43333* 22.86630 .016 14.6119 114.2547
Na Diklo +
Karagenan
PBS 92.36667* 22.86630 .002 42.5453 142.1881
PBS +
Karagenan
-50.56667* 22.86630 .047 -100.3881 -.7453
57
OLE 100 +
Karagenan
-44.60000 22.86630 .075 -94.4214 5.2214
OLE 300 +
Karagenan
-20.83333 22.86630 .380 -70.6547 28.9881
OLE 500 +
Karagenan
13.86667 22.86630 .556 -35.9547 63.6881
OLE 100 +
Karagenan
PBS 136.96667* 22.86630 .000 87.1453 186.7881
PBS +
Karagenan
-5.96667 22.86630 .799 -55.7881 43.8547
Na Diklo +
Karagenan
44.60000 22.86630 .075 -5.2214 94.4214
OLE 300 +
Karagenan
23.76667 22.86630 .319 -26.0547 73.5881
OLE 500 +
Karagenan
58.46667* 22.86630 .025 8.6453 108.2881
OLE 300 +
Karagenan
PBS 113.20000* 22.86630 .000 63.3786 163.0214
PBS +
Karagenan
-29.73333 22.86630 .218 -79.5547 20.0881
Na Diklo +
Karagenan
20.83333 22.86630 .380 -28.9881 70.6547
OLE 100 +
Karagenan
-23.76667 22.86630 .319 -73.5881 26.0547
OLE 500 +
Karagenan
34.70000 22.86630 .155 -15.1214 84.5214
OLE 500 +
Karagenan
PBS 78.50000* 22.86630 .005 28.6786 128.3214
PBS +
Karagenan
-64.43333* 22.86630 .016 -114.2547 -14.6119
Na Diklo +
Karagenan
-13.86667 22.86630 .556 -63.6881 35.9547
58
OLE 100 +
Karagenan
-58.46667* 22.86630 .025 -108.2881 -8.6453
OLE 300 +
Karagenan
-34.70000 22.86630 .155 -84.5214 15.1214
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
59
Lampiran 6
Riwayat Penulis
Nama : Fitria Hafidzoh
Tempat/tanggal lahir : Bekasi, 9 Maret 1995
Alamat : Jalan Raya Jatimakmur No. 109, Pondok Gede – Bekasi.
17413
Jenis kelamin : Perempuan
E-mail : [email protected]
No. HP : 081316277363
Agama : Islam
Golongan darah : A (+)
Kewarganegaraan : Indonesia
Riwayat Pendidikan
1999 – 2001 : TK Islam Terpadu IQRO‟, Bekasi Jatimakmur
2001 – 2007 : SD Islam Terpadu IQRO‟, Bekasi Jatimakmur
2007 – 2010 : SMP Islam Terpadu Al-Kahfi, Bogor
2010 – 2013 : SMA Negeri 5 Bekasi, Jatimakmur
2014 – Sekarang : PSKPD Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta