BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangPembangunan kesehatan tahun 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat
dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran yang akan dicapai dalam Program Indonesia Sehat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 (RPJMN 2015-2019) adalah: 1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; 2) meningkatnya pengendalian penyakit; 3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.Program Indonesia Sehat dilaksanakan melalui Pendekatan Keluarga dan GERMAS.
RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/2015, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) telah menyusun Rencana Aksi Program P2P tahun 2015 – 2019 yang merupakan jabaran kebijakan Kementerian Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Ditjen P2P termasuk langkah-langkah antisipasi tantangan program selama lima tahun mendatang. Dalam perkembangannya Renstra yang telah disusun memerlukan penyesuaian terkait dengan GERMAS, PIS PK dan SPM sehingga pada tahun 2018 dilakukan revisi Renstra Kementerian Kesehatan dengan nomor HK.01.07/MENKES/422/2017.Sesuai amanat Menteri Kesehatan, dengan diterbitkannya Renstra Revisi, maka unit utama harus menjabarkan dalam Rencana Aksi Program Direktorat Jenderal P2P.Pada revisi RAP Ditjen P2P Tahun 2018 terjadi perubahan indikator dan telah dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Adapun isu strategi yang akan dilaksanakan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan sebagai berikut:1. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan anak2. Meningkatkan upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; 3. Meningkatkan mutu dan akses upaya pelayanan kesehatan Primer dan upaya
kesehatan rujukan; 4. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan
kesehatan;5. Meningkatkan mutu dan akses pelayanan gizi masyarakat6. Mengembangkan sistem jaminan kesehatan yang berkeadilan terjangkau seluruh
masyarakat Sulawesi Tenggara;7. Mengembangkan kesadaran, kemauan dan kemandirian masyarakat untuk Hidup
Sehat;8. Meningkatkan jumlah, mutu dan distribusi sumberdaya manusia kesehatan;9. Melakukan penatakelolaan administrasi perkantoran secara efektif.
1
Laporan kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara atas pelaksanaan tugas dan fungsi selama Tahun 2018.Disamping itu, laporan kinerja ini merupakan pelaksanaan amanat peraturan perundang-undangan terkait, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Pemerintah. Laporan kinerja ini juga sekaligus menjadi alat atau bahan evaluasi guna peningkatan kinerja Kementerian Kesehatan di masa depan.
B. Visi dan MisiVisi dan Misi Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 mengikuti Visi dan Misi
Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini dilaksanakan melalui 7 misi pembangunan yaitu: 1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional, serta 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin diwujudkan yakni: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara. 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. 5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. 6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
2
Kementerian Kesehatan mempunyai peran dan berkonstribusi dalam tercapainya seluruh Nawa Cita terutama dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Terdapat dua tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1) meningkatnya status kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan. Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua kontinum siklus kehidupan (life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan kelompok lansia.
Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome) dalam peningkatan status kesehatan masyarakat melalui indikator yang akan dicapai yakni sebagai berikut: 1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010),
346 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012). 2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.3. Menurunnya persentase BBLR dari 10,2% menjadi 8%. 4. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat, serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif. 5. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.
Peran Ditjen P2P dalam mendukung pencapaian indikator Kementerian Kesehatan yakni menyelenggarakan pencegahan dan pengendalian peyakit secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui kegiatan surveilans dan karantina kesehatan, pencegahan dan pengendalian penyakit menular langsung, pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik, pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada Program P2P.
Pembangunan di Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode tahun 2013-2018 adalah berangkat dari landasan Visi “Mewujudkan Sulawesi Tenggara Sejahtera Mandiri dan Berdaya Saing Tahun 2013-2018”
Untuk mewujudkan visi tersebut diatas maka Provinsi Sulawesi Tenggara mengembangka lima misi yaitu :a. Peningkatan kualitas sumber daya manusiab. Pembangunan ekonomic. Revitalisasi pemerintahan daerahd. Memantapkan pembangunan kebudayaan daerahe. Percepatan pemerataan pembangunan infrastruktur kewilayahan dan kawasan
strategis
3
C. Tugas Pokok dan Fungsi1. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara
a. Seksi Bimdal Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)1) Tugas pokok seksi bimdal pengendalian dan pemberantasan penyakit
adalah menyelenggarakanbimbingan dan pengendalian pemberantasan penyakit;
2) Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepala Seksi Bimdal Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit mempunyai uraian tugas jabatan sebagai berikut:a) membagi tugas dan mengarahkan kepada bawahan dengan
mendisposisi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas ;
b) memberi petunjuk kepada bawahan dengan menjelaskan pokok permasalahan dan pemecahannya agar setiap tugas yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik ;
c) membina dan mengecek langsung tugas-tugas bawahan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku agar terjalin kerja sama yang baik, serasi dan saling mendukung dalam melaksanakan tugas ;
d) mengonsep surat dan Naskah Dinas berdasarkan disposisi dan petunjuk atasan untuk terarahnya pelaksanaan tugas ;
e) menyusun program dan rencana kerja Seksi Pencegahan Penyakit Menular sebagai dasar pelksanaan tugas;
f) mengoreksi, memaraf dan mengevaluasi konsep naskah dinas yang berkaitan dengan pencegahan penyakit menular sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku;
g) membina, memotivasi dan melaksanakan pengawasan melekat terhadap staf dalam rangka peningkatan produktivitas kerja serta pengembangan karier;
h) menyusun konsep pembinaan dan petunjuk teknis pencegahan dan pemberantasan penyakit menular sebagai dasar pelaksanaan tugas;
i) menyelenggarakan kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular agar peogram kegiatan terlaksana dengan baik;
j) mengamati epidemologi kejadian luar biasa, wabah, entomologi malaria dan demam berdarah dan atau penyebaran penyakit menular lainnya sebagai dasar pelaksanaan kegiatan selanjutnya;
k) mengevaluasi keadaan wilayah sebagai bahan pemberian vaksinasi atau imunisasi agar tujuan dan sasaran terlaksana dengan baik;
l) melaksanakan koordinasi kegiatan dengan Dinas/Badan/Lembaga terkait agar pelaksanaan tugas terlaksana dengan baik;
m) menyusun konsep alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan pemberantasan penyakit menular untuk terlaksananya pelaksanaan tugas;
n) melaporkan kegiatan Seksi Pemberantasan Penyakit Menular kepada atasan sebagai bahan pertanggungjawaban;
4
3) Kepala Seksi Bimdal Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit membawahi:a. Pengelola Program P2 TB
Pengelola Program P2TB mempunyai uraian Tugas sebagai berikut :1) Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan P2TB di
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten dan Dinas Kesehatan Provinsi.
2) Menyusun Rencana kerja tahunan kegiatan Program P2TB tingkat Provinsi
3) Melakukan pengumpulan data, penemuan, dan pengobatan serta data angka kesakitan dan kematian penyakit TBC setiap bulan.
4) Melakukan pengolahan, analisa, dan evaluasi data cakupan program P2 TBC setiap bulan.
5) Melakukan umpan balik kegiatan P2 TBC ke Kabupaten/Kota setiap bulan.
6) Melakukan pelatihan tenaga UPK dan Kabupaten dalam kegiatan program P2 TBC.
7) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan obat untuk penyakit TBC. 8) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan sarana pendukung
kegiatan Program P2 TBC (formulir, buku pedoman, alat ukur nafas cepat, dll).
9) Mendistribusikan obat dan sarana pendukung kegiatan Program P2 TBC ke Kabupaten dan Puskesmas.
10)Melakukan pertemuan sosialisasi lintas program dan sektor program P2 TBC tingkat Provinsi.
11)Melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan program P2 TBC di Kabupaten dan Puskesmas.
12)Melakukan pertemuan perencanaan dan evaluasi Program kegiatan P2 TBC.
13)Menyebarluaskan informasi hasil kegiatan P2 TBC kepada masyarakat dan pengambil kebijakan.
14)Melakukan kerjasama dengan lintas program dan sektor serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
15)Membuat laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Program P2 TBC tingkat Provinsi.
16)Mengirim laporan hasil kegiatan P2 TBC ke Subdit P2 TBC Depkes RI secara rutin 3 bulan sekali.
b. Pengelola Program P2 KustaPengelola Program P2 Kusta mempunyai uraian tugas sebagai berikut:1) Menyusun petunjuk teknis pelaksanan kegiatan Program P2 Kusta
di Puskesmas, Kabupaten dan Provinsi.2) Menyusun Rencana Kerja Tahunan kegiatan pemberantasan
penyakit Kusta Tingkat Provinsi.3) Melakukan pengumpulan data, penemuan, dan pengobatan serta
data angka kesakitan dan kematian penyakit Kusta setiap bulan.4) Melakukan pengolahan, analisa, dan evaluasi data cakupan program
P2 Kusta setiap bulan.
5
5) Melakukan umpan balik kegiatan P2 Kusta ke Kabupaten/Kota setiap bulan.
6) Melakukan pelatihan tenaga UPK dan Kabupaten dalam kegiatan program P2.Kusta
7) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan obat untuk penyakit Kusta.8) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan sarana pendukung
kegiatan Program P2 Kusta (formulir, buku pedoman, alat ukur nafas cepat, dll).
9) Mendistribusikan obat dan sarana pendukung kegiatan Program P2 Kusta ke Kabupaten dan Puskesmas.
10)Melakukan pertemuan sosialisasi lintas program dan sektor program P2 Kusta tingkat Provinsi.
11)Melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan program P2 Kusta di Kabupaten dan Puskesmas.
12)Melakukan pertemuan perencanaan dan evaluasi Program kegiatan P2.Kusta
13)Menyebarluaskan informasi hasil kegiatan P2 Kusta kepada masyarakat dan pengambil kebijakan.
14)Melakukan kerjasama dengan lintas program dan sektor serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam memberantas penyakit Kusta.
15)Membuat laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Program P2 Kusta tingkat Provinsi.
16)Mengirim laporan hasil kegiatan P2 Kusta ke Subdit P2 Kusta Depkes RI secara rutin 3 bulan sekali.
c. Pengelola Program P2 FrambusiaPengelola Program P2 Frambusia mempunyai uraian tugas sebagai berikut:1) Menyusun petunjuk teknis pelaksanan kegiatan Program P2
Frambusia di Puskesmas, Kabupaten dan Provinsi.2) Menyusun Rencana Kerja Tahunan kegiatan pemberantasan
penyakit Frambusia Tingkat Provinsi.3) Melakukan pengumpulan data, penemuan, dan pengobatan serta
data angka kesakitan dan kematian penyakit Frambusia setiap bulan.
4) Melakukan pengolahan, analisa, dan evaluasi data cakupan program P2 Frambusia setiap bulan.
5) Melakukan umpan balik kegiatan P2 Frambusia ke Kabupaten/Kota setiap bulan.
6) Melakukan pelatihan tenaga UPK dan Kabupaten dalam kegiatan program P2 Frambusia.
7) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan obat untuk penyakit Frambusia.
8) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan sarana pendukung kegiatan Program P2 Frambusia (formulir, buku pedoman, alat ukur nafas cepat, dll).
9) Mendistribusikan obat dan sarana pendukung kegiatan Program P2 Frambusia ke Kabupaten dan Puskesmas.
6
10)Melakukan pertemuan sosialisasi lintas program dan sektor program P2 Frambusia tingkat Provinsi.
11)Melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan program P2 Frambusia di Kabupaten dan Puskesmas.
12)Melakukan pertemuan perencanaan dan evaluasi Program kegiatan P2 Frambusia.
13)Menyebarluaskan informasi hasil kegiatan P2 Frambusia kepada masyarakat dan pengambil kebijakan.
14)Melakukan kerjasama dengan lintas program dan sektor serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam memberantas penyakit Frambusia.
15)Membuat laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Program P2 Frambusia tingkat Provinsi.
16)Mengirim laporan hasil kegiatan P2 Frambusia ke Subdit P2 Frambusia Depkes RI secara rutin 3 bulan sekali.
d. Pengelola Program P2 ISPAPengelola Program P2 ISPA mempunyai uraian tugas sebagai berikut:1) Menyusun petunjuk teknis pelaksanan kegiatan Program P2 ISPA di
Puskesmas, Kabupaten dan Provinsi.2) Menyusun Rencana Kerja Tahunan kegiatan pemberantasan
penyakit ISPA Tingkat Provinsi.3) Melakukan pengumpulan data, penemuan, dan pengobatan serta
data angka kesakitan dan kematian penyakit ISPA setiap bulan.4) Melakukan pengolahan, analisa, dan evaluasi data cakupan program
P2 ISPA setiap bulan.5) Melakukan umpan balik kegiatan P2 ISPA ke Kabupaten/Kota
setiap bulan.6) Melakukan pelatihan tenaga UPK dan Kabupaten dalam kegiatan
program P2 ISPA.7) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan obat untuk penyakit ISPA.8) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan sarana pendukung
kegiatan Program P2 ISPA (formulir, buku pedoman, alat ukur nafas cepat, dll).
9) Mendistribusikan obat dan sarana pendukung kegiatan Program P2 ISPA ke Kabupaten dan Puskesmas.
10)Melakukan pertemuan sosialisasi lintas program dan sektor program P2 ISPA tingkat Provinsi.
11)Melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan program P2 ISPA di Kabupaten dan Puskesmas.
12)Melakukan pertemuan perencanaan dan evaluasi Program kegiatan P2 ISPA.
13)Menyebarluaskan informasi hasil kegiatan P2 ISPA kepada masyarakat dan pengambil kebijakan.
14)Melakukan kerjasama dengan lintas program dan sektor serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam memberantas penyakit ISPA.
15)Membuat laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Program P2 ISPA tingkat Provinsi.
7
16)Mengirim laporan hasil kegiatan P2 Frambusia ke Subdit P2 ISPA Depkes RI secara rutin 3 bulan sekali.
e. Pengelola Program P2 DiarePengelola Program P2 Diare mempunyai uraian Tugas sebagai berikut:1) Menyusun petunjuk teknis pelaksanan kegiatan Program P2 Diare
di Puskesmas, Kabupaten dan Provinsi.2) Menyusun Rencana Kerja Tahunan kegiatan pemberantasan
penyakit Diare Tingkat Provinsi.3) Melakukan pengumpulan data, penemuan, dan pengobatan serta
data angka kesakitan dan kematian penyakit Diare setiap bulan.4) Melakukan pengolahan, analisa, dan evaluasi data cakupan program
P2 Diare setiap bulan.5) Melakukan umpan balik kegiatan P2 Diare ke Kabupaten/Kota
setiap bulan.6) Melakukan pelatihan tenaga UPK dan Kabupaten dalam kegiatan
program P2 Diare.7) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan obat untuk penyakit Diare.8) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan sarana pendukung
kegiatan Program P2 Diare (formulir, buku pedoman, dll).9) Mendistribusikan obat dan sarana pendukung kegiatan Program P2
Diare ke Kabupaten dan Puskesmas.10)Melakukan pertemuan sosialisasi lintas program dan sektor
program P2 Diare tingkat Provinsi.11)Melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan program
P2 Diare di Kabupaten dan Puskesmas.12)Melakukan pertemuan perencanaan dan evaluasi Program kegiatan
P2 Diare.13)Menyebarluaskan informasi hasil kegiatan P2 Diare kepada
masyarakat dan pengambil kebijakan.14)Melakukan kerjasama dengan lintas program dan sektor serta
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam memberantas penyakit Diare.
15)Membuat laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Program P2 Diare tingkat Provinsi.
16)Mengirim laporan hasil kegiatan P2 Frambusia ke Subdit P2 Diare Depkes RI secara rutin 3 bulan sekali.
f. Pengelola Program P2 HIV/AIDS dan PIMSPengelola Program P2 HIV/AIDS dan IMS mempunyai uraian tugas sebagai berikut:1) Menyusun petunjuk teknis pelaksanan kegiatan Program P2
HIV/AIDS dan IMS di Puskesmas, Kabupaten dan Provinsi.2) Menyusun Rencana Kerja Tahunan kegiatan pemberantasan
penyakit HIV/AIDS dan IMS Tingkat Provinsi.3) Melakukan pengumpulan data, penemuan, dan pengobatan serta
data angka kesakitan dan kematian penyakit HIV/AIDS dan IMS setiap bulan.
8
4) Melakukan pengolahan, analisa, dan evaluasi data cakupan program P2 HIV/AIDS dan IMS setiap bulan.
5) Melakukan umpan balik kegiatan P2 HIV/AIDS dan IMS ke Kabupaten/Kota setiap bulan.
6) Melakukan pelatihan tenaga UPK dan Kabupaten dalam kegiatan program P2 HIV/AIDS dan IMS.
7) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan obat untuk penyakit HIV/AIDS dan IMS.
8) Menyusun dan mengusulkan kebutuhan sarana pendukung kegiatan Program P2 HIV/AIDS dan IMS (formulir, buku pedoman, alat ukur nafas cepat, dll).
9) Mendistribusikan obat dan sarana pendukung kegiatan Program P2 HIV/AIDS dan IMS ke Kabupaten dan Puskesmas.
10)Melakukan pertemuan sosialisasi lintas program dan sektor program P2 HIV/AIDS dan IMS tingkat Provinsi.
11)Melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan program P2 HIV/AIDS dan IMS di Kabupaten dan Puskesmas.
12)Melakukan pertemuan perencanaan dan evaluasi Program kegiatan P HIV/AIDS dan IMS 2.
13)Menyebarluaskan informasi hasil kegiatan P2 HIV/AIDS dan IMS kepada masyarakat dan pengambil kebijakan.
14)Melakukan kerjasama dengan lintas program dan sektor serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam memberantas penyakit HIV/AIDS dan IMS
15)Membuat laporan tahunan pelaksanaan kegiatan Program P2 HIV/AIDS dan IMS tingkat Provinsi.
16)Mengirim laporan hasil kegiatan P2 Frambusia ke Subdit P2 HIV/AIDS dan IMS Depkes RI secara rutin 3 bulan sekali
g. Pengelola Program P2 MalariaPengelola Program P2 Malarian mempunyai uraian tugas sebagai berikut:1) Merencanakan program kegiatan P2 Malaria 2) Merencanakan alokasi jadwal kegiatan P2 Malaria 3) Merencanakan dan melaksanakan kegiatan peningkatan SDM dalam
bentuk pelatihan kopetensi kepada petugas P2. Malaria Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
4) Merencanakan dan melaksanakan kebutuhan logistik untuk kegiatan P2. Malaria meliputi obat, alat, dan format.
5) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan teknis program P2. Malaria dengan petugas P2. Malaria Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
6) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan advokasi kegiatan P2. Malaria kepada pengambil kebijakan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
7) Melaksanakan pertemuan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor untuk meningkatkan cakupan kegiatan P2. Malaria.
8) Melaksanakan evaluasi SDM terlatih dan aktif tenaga P2. Malaria di Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
9
9) Melaksanakan bimtek , supervisi, pemantauan dan evaluasi program P2. Malaria di Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas;
10)Melaksanakan survei insiden dan prevalensi penyakit malaria.11)Merekap data program P2. Malaria yang masuk dari
Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.12)Melakukan analisa dan interprestasi data program P2. Malaria
setiap bulan.13)Melakukan umpan balik dari setiap laporan kegiatan P2. Malaria
yang diterima dari Kabupaten/Kota, RS dan Puskesmas.14)Menyebarluaskan informasi perkembangan kesakitan dan kematian
penyakit akibat malaria ke tingkat Pusat, Kabupaten/Kota, dan masyarakat umum.
h. Pengelola Program P2 RabiesPengelola P2 Rabies mempunyai Uraian Tugas sebagai berikut:1) Merencanakan program kegiatan P2. Rabies 2) Merencanakan Alokasi Jadwal Kegiatan P2 Rabies 3) Merencanakan dan melaksanakan kegiatan peningkatan SDM dalam
bentuk pelatihan kopetensi kepada petugas P2. Rabies Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
4) Merencanakan dan melaksanakan kebutuhan logistik untuk kegiatan P2. Rabies meliputi vaksin, alat, dan format.
5) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan teknis program P2. Rabies dengan petugas P2. Rabies Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
6) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan advokasi kegiatan P2. Rabies kepada pengambil kebijakan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
7) Melaksanakan pertemuan koordinasi dengan lintas progran dan lintas sektor untuk meningkatkan cakupan kegiatan P2. Rabies.
8) Melaksanakan evaluasi SDM terlatih dan aktif tenaga P2. Rabies di Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
9) Melaksanakan bimtek, supervisi, pemantauan dan evaluasi program P2. Rabies di Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas;
10)Melaksanakan survei insiden dan prevalensi penyakit Rabies.11)Merekap data program P2. Rabies yang masuk dari
Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.12)Melakukan analisa dan interprestasi data program P2. Rabies setiap
bulan.13)Melakukan umpan balik dari setiap laporan kegiatan P2. Rabies
yang diterima dari Kabupaten/Kota, RS dan Puskesmas.14)Menyebarluaskan informasi perkembangan kesakitan dan kematian
penyakit akibat Rabies ke tingkat Pusat, Kabupaten/Kota, dan masyarakat umum.
15)Mengelola vaksin anti Rabies.
10
i. Pengelola Program P2 FilariasisPengelola P2 Filaria mempunyai Uraian Tugas sebagai berikut:1) Merencanakan program kegiatan P2. Filaria 2) Merencanakan Alokasi Jadwal Kegiatan P2 Filaria 3) Merencanakan dan melaksanakan kegiatan peningkatan SDM dalam
bentuk pelatihan kopetensi kepada petugas P2. Filaria Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
4) Merencanakan dan melaksanakan kebutuhan logistik untuk kegiatan P2. Filaria meliputi obat, alat, dan format.
5) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan teknis program P2. Filaria dengan petugas P2. Filaria Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
6) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan advokasi kegiatan P2. Filaria kepada pengambil kebijakan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
7) Melaksanakan pertemuan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor untuk meningkatkan cakupan kegiatan P2. Filaria.
8) Melaksanakan evaluasi SDM terlatih dan aktif tenaga P2. Filaria di Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
9) Melaksanakan bimtek, supervisi, pemantauan dan evalausi program P2. Filaria di Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas;
10)Melaksanakan survei insiden dan prevalensi penyakit Filaria.11)Merekap data program P2. Filaria yang masuk dari
Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.12)Melakukan analisa dan interprestasi data program P2. Filaria setiap
bulan.13)Melakukan umpan balik dari setiap laporan kegiatan P2. Filaria
yang diterima dari Kabupaten/Kota, RS dan Puskesmas.14)Menyebarluaskan informasi perkembangan kesakitan dan kematian
penyakit akibat Filaria ke tingkat Pusat, Kabupaten/Kota, dan masyarakat umum.
j. Pengelola Program P2 DBDPengelola P2 DBD mempunyai Uraian Tugas sebagai berikut:
1) Merencanakan program kegiatan P2. DBD 2) Merencanakan Alokasi Jadwal Kegiatan P2 DBD 3) Merencanakan dan melaksanakan kegiatan peningkatan SDM dalam
bentuk pelatihan kopetensi kepada petugas P2. DBD Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
4) Merencanakan dan melaksanakan kebutuhan logistik untuk kegiatan P2. DBD meliputi obat, alat, dan format.
5) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan teknis program P2. DBD dengan petugas P2. DBD Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas.
6) Merencanakan dan melaksanakan pertemuan advokasi kegiatan P2. DBD kepada pengambil kebijakan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
7) Melaksanakan pertemuan koordinasi dengan lintas progran dan lintas sektor untuk meningkatkan cakupan kegiatan P2. DBD.
11
8) Melaksanakan evaluasi SDM terlatih dan aktif tenaga P2. DBD di Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas :
9) Melaksanakan bimtek, supervisi, pemantauan dan evaluasi program P2. DBD di Kabupaten/Kota, RS, dan Puskesmas;
10)Melaksanakan survei insiden dan prevalensi penyakit DBD.11)Merekap data program P2. DBD yang masuk dari Kabupaten/Kota,
RS, dan Puskesmas 12)Melakukan analisa dan interprestasi data program P2. DBD setiap
bulan.13)Melakukan umpan balik dari setiap laporan kegiatan P2. DBD yang
diterima dari Kabupaten/Kota, RS dan Puskesmas.14)Menyebarluaskan informasi perkembangan kesakitan dan kematian
penyakit akibat DBD ke tingkat Pusat, Kabupaten/Kota, dan masyarakat umum.
b. Seksi Bimdal Surveilans dan Imunisasi Seksi Bimdal Pengembangan Surveilans Epidemiologi dan
Imunisasimempunyai tugas pokok membantu Kepala Bidang Bina Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dalam melaksanakan tugas dibidang Penyelenggaraan bimbingan dan pengendalian Surveilans dan Imunisasi serta melaksanakan tugas lainnya yang dilimpahkan oleh kepala Bidang Bina Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sesuai dengan tugas Surveilans dan ImunisasiUntuk melaksanakan tugas pokoknya, maka fungsi Seksi Bimdal Pengembagan Surveilans Epideiologi dan Imuniasi adalah Melaksanakan pembinaan pelaksanaan kegiatan Surveilans dan Imunisasi, Melaksanakan pemantauan evaluasi pelaksanaan surveilans, imunisasi
1. Programer Surveilans Sebagai Berikut :a. Surveilans Terpadu Penyakit Tingkat Puskesmas :
Melaksanakan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor resiko kesehatan tingkat puskesmas
b. Surveilans Terpadu Penyakit Tingkat Puskesmas Sentinel:Melaksanakan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor resiko kesehatan di tingkat puskesmas sentinel untuk memperoleh adanya ancaman KLB dalam periode waktu tertentu dalam suatu wilayah kab/kota.
c. Sistem Kewaspadaan Dini KLB (SKD-KLB) :Melaksanakan kajian epidemiologi ancaman KLB, peringatan kewaspadaan dini KLB, serta peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB.
d. Surveilans Kesehatan Haji :Melaksanakan pengamatan penyakit sejak pemeriksaan awal sampai pemberangkatan dan pengamatan pada waktu pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi serta sekembalinya jamaah dari Arab Saudi.
e. Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP) :Melaksanakan pengamatan terhadap semua kasus kelumpuhan yang sifatnya seperti kelumpuhan pada poliomelitis yang terjadi pada anak berusia < 15 tahun dalam upaya untuk menentukan adanya penyebaran virus polio liar.
12
f. Surveilans Campak :Melaksanakan surveilans epidemiologi terhadap kejadian penyakit campak, permasalahan, dan atau faktor resiko pada populasi yang rentan.
g. Surveilans Difteri :Melaksanakan surveilans epidemiologi terhadap kejadian penyakit, permasalahan, dan atau faktor resiko pada populasi yang rentan.
h. Surveilans Tetanus Neonatorum (TN) :Melaksanakan surveilans epidemiologi terhadap kejadian penyakit, permasalahan, dan atau faktor resiko pada populasi yang rentan.
2. Petugas Program Imunisasi mempunyai uraian tugas dan fungsi sebagai berikut :a. Merencanakan kegiatan tahunan program Imunisasib. Melaksanakan Pemantauan, Pembinaan dan Evaluasi Program
Imunisasi secara Rutin, Pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
c. Melaksanakan pemantauan & Pembinaan Vaksin dan Rantai Vaksind. Melaksanakan efektive Vacine Store Manajement (EVSM)e. Melaksanakan pemantauan wilayah Setempat (PWS) serta supervise
ckecklist imunisasi sesuai standard an ketentuan yang berlaku.f. Melaksanakan penilaian pencatatan dan pelaporan data hasil imunisasi
dengan Data Quality Self Assesment (DQS) sesuai standard an ketentuan yang berlaku.
g. Melakukan pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan Pengelolaan Limbah Medis Tajam sesuai dengan standardan ketentuan yang berlaku.
h. Melakukan penyelidikan Epidemiologi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
( KIPI). i. Membuat laporan hasil penyelidikan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
( KIPI ) j. Merencanakan kebutuhan pembiayaan untuk menunjang kegiatan
program imunisasi, kebutuhan dan distribusi logistik, imunisasi serta feekback laporan imunisasi sesuai standard an ketentuan yang berlaku.
k. Membuat TOR dan Juknis kegiatan imunisasi, melakukan pemantauan, Bintek dan evaluasi pelaksanaan swepping & backlog fighting imunisasi dan kegiatan imunisasi tambahan kainnya (PIN, Crash Program, Catch up dll) sesuai standard an ketenyuan yang berlaku.
l. Memantau pelaksanaan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN/MNTE) dan membuat laporan imunisasi rutin per bulan, triwulan dan laporan tahunan serta membuat laporan vaksin sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
m. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada pimpinan.
13
c. Seksi Bimdal Pemberantasan Penyakit Tidak Menular (PTM)a. membagi tugas dan mengarahkan kepada bawahan dengan mendisposisi
sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas ;
b. memberi petunjuk kepada bawahan dengan menjelaskan pokok permasalahan dan pemecahannya agar setiap tugas yang diberikan dapat diselesaikan dengan baik ;
c. membina dan mengecek langsung tugas-tugas bawahan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku agar terjalin kerja sama yang baik, serasi dan saling mendukung dalam melaksanakan tugas ;
d. mengonsep surat dan Naskah Dinas berdasarkan disposisi dan petunjuk atasan untuk terarahnya pelaksanaan tugas ;
e. menyusun rencana dan program kerja Seksi Pengamatan Dan Pencegahan Penyakit sebagai dasar pelaksanaan tugas;
f. membina, memotivasi dan melaksanakan pengawasan melekat terhadap staf dalam rangka peningkatan produktivitas kerja serta pengembangan karier;
g. menyelenggarakan kegiatan pengamatan dan pencegahan penyakit agar tugas terlaksana dengan baik;
h. melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pengamatan dan pencegahan penyakit agar tugas terlaksana dengan baik ;
i. menyelenggarakan kegiatan pengembangan usaha pengamatan dan penyelidikan wabah penyakit tertentu serta pelaksanaan usaha penanggulangannya;
j. mengatur pelaksanaan dan memantau hasil usaha imunisasi dan atau vaksinasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
k. melaksanakan pemeriksaan awal calon transmigran dan calon jemaah haji sesuai ketentuan yang berlaku;
l. menganalisis dan memberikan palternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan pengamatan dan pencegahan penyakit;
m. melaksanakan koordinasi kegiatan dengan Dinas/Badan/Lembaga terkait agar tugas terlaksana bengan baik;
n. mengoreksi dan memaraf konsep naskah dinas yang berkaitan dengan pengamatan dan pencegahan penyakit sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku;
o. melaporkan kegiatan Seksi Pengamatan Pencegahan Penyakit kepada atasan sebagai bahan pertanggungjawaban;
2. Struktur OrganisasiDalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui azas
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan bidang kesehatan, perlu adanya fasilitasi serta pembentukan unit kerja yang akan mengelola bidang kesehatan. Kedudukan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara diatur dengan Peraturan Daerah No. 18 tahun 2016 tentangPerubahan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai unsur pelaksana Pemerintah Provinsi di bidang Kesehatan dengan struktur sebagai berikut:
14
KEPALADINAS
UPTD
SUB BAGIANKEPEGAWAIAN
SUB BAGIANUMUM DAN
PERLENGKAPAN
SUB BAGIANKEUANGAN
SEKRETARIS
KELOMPOK JABATANFUNGSIONAL
SEKSIBIMDAL PERENCANAAN PROGRAM DAN ANGGARAN
SEKSIBIMDAL DATA DAN INFORMASI KESEHATAN
SEKSIBIMDAL PENGEMBANGAN SUMBER DAYA KESEHATAN
BIDANGBINA PENGEMBANGAN PROGRAM DAN SUMBER DAYA KESEHATAN
SEKSIBIMDAL KESEHATAN KELUARGA
SEKSIBIMDAL GIZI, KESEHATAN KERJA DAN KESEHATAN OLAHGARA
SEKSIBIMDAL PROMOSI KESEHATAN DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
BIDANGBINA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKSIBIMDAL YANKES PRIMER, RUJUKAN
DAN KESTRADKOM
SEKSIBIMDAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
SEKSIBIMDAL MUTU YANKES DAN AKREDITASI
BIDANGBINA PELAYANAN KESEHATAN DAN KEFARMASIAN
SEKSIBIMDAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
SEKSIBIMDAL PENCEGAHAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAKMENULAR
SEKSIBIMDAL PENGEMBANGAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DAN IMUNISASI
BIDANGBINA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
a. Kepala Dinas;b. Sekretariat;c. Bidang Bina Kesehatan Masyarakat;d. Bidang Bina Pencegahan dan Pengendalian Penyakit;e. Bidang Bina Pelayanan Kesehatan;f. Bidang Bina Bina Pengembangan Program dan Sumber Daya Kesehatan g. Unit Pelaksana Teknis Dinas;h. Kelompok Jabatan
Gambar 1.1Struktur Organisasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara
15
D. Sumber Daya ManusiaPada tahun 2019, jumlah pegawai di Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi
sebanyak 53 orang dengan distribusi pegawai di seksi surveilans dan imunisasi 19 orang, seksi pengendalian penyakit 20 orang, dan seksi penyakit tidak menular dan keswa 14 orang.
Gambar 1.2Distribusi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
S 219%
S 172%
Diploma4%
SMA6%
E. Sistematika Penulisan1. Bab I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issue) yang sedang dihadapi organisasi.
2. Bab II Perencanaan KinerjaBab ini menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Kementerian Kesehatan Tahun 2018.
3. Bab III Akuntabilitas Kinerjaa. Capaian Kinerja Organisasi
Sub bab ini menyajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi.
b. Realisasi Anggaran Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan dan
telah digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja
4. Bab IV PenutupBab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.
16
BAB II PERENCANAAN KINERJA
A. Perencanaan KinerjaPerencanaan kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil
yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Perencanaan kinerja instansi pemerintah terdiri atas tiga dokumen Perencanaan yaitu Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan perencanaan 5 tahunan, Rencana Kerja (Renja), dan Perjanjian Kinerja (PK) yang merupakan perencanaan tahunan. Perencanaan 5 tahunan Dinas Kesehatan Provinsi khususnya dana Dekonsentrasi berasal dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Rencana Aksi Kegiatan Direktorat pada Ditjen P2P dan Rencana Kerja (Renja) Ditjen P2P. Sasaran dan indikator kinerja sasaran kemudian dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi.
Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:1. Persentase cakupan keberhasilan pengobatan TB/Success Rate, sebesar 90%
pada akhir tahun 2019.2. Prevalensi HIV, sebesar <0,5% pada akhir tahun 2019.3. Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria sebesar 300 Kabupaten/Kota
pada akhir tahun 2019.4. Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 34 Provinsi pada akhir tahun
2019.5. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis sebesar 35 Kabupaten Kota
pada akhir tahun 2019.6. Persentase Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I) tertentu, sebesar 40% pada akhir tahun 2019.7. Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah, sebesar 100% pada akhir tahun 2019.
8. Persentase Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50%, sebesar 50% pada akhir tahun 2019.
9. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan/atau Napza, sebesar 280 Kab/Kota pada akhir tahun 2019.
Rencana Aksi Program tersebut selanjutnya diturunkan dalam indikator untuk Direktorat dan Dinas Kesehatan Provinsi dengan penjabaran sebagai berikut
17
Tabel 2.1. Cascading Indikator RAP, RAK dan Dana Dekonsentrasi
Tahun 2019
Indikator Kinerja pada RAP Ditjen P2P
Indikator Kinerja pada RAK Direktorat/Setditjen P2P
Indikator Kinerja Dana DekonsentrasiDinas Kesehatan Provinsi
1. Persentase cakupan keberhasilan pengobatan TB/Success Rate
1. Persentase Kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar
1. Persentase Kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar
2. Prevalensi HIV 2. Persentase kasus HIV yang diobati 2. Persentase kasus HIV yang diobati
3. Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta
3. Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat
3. Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat
4. Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria
4. Jumlah Kabupaten/Kota dengan API <1 per 1.000 penduduk
4. Persentase kasus malaria positif yang di obati sesuai standar
5. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis
5. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil menurunkan angka Mikrofilaria menjadi 1%
5. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang melakukan POPM
6. Persentase Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu
6. Persentase anak usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
6. Persentase anak usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
7. Persentase anak usia 12-24 bulan yang mendapatkan imunisasi DPT-HB-Hib Lanjutan
8. Persentase Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50%
8. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
8. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
9. Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
9. Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
10. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada
10. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada
18
Indikator Kinerja pada RAP Ditjen P2P
Indikator Kinerja pada RAK Direktorat/Setditjen P2P
Indikator Kinerja Dana DekonsentrasiDinas Kesehatan Provinsi
perempuan usia 30-50 tahun perempuan usia 30-50 tahun
11. Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak
11. Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak
12. Persentase Kabupaten/ Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah
12. Persentase kab/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah
12. Jumlah kab/kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah
13. Persentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB di kabupaten/kota
13. Persentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB di kabupaten/kota
14. Jumlah Kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging
14. Jumlah Kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging
15. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan / atau Napza
15. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan / atau Napza
15. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan / atau Napza
16. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di lnstitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
16. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di lnstitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
17. Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan
17. Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan
19
Indikator Kinerja pada RAP Ditjen P2P
Indikator Kinerja pada RAK Direktorat/Setditjen P2P
Indikator Kinerja Dana DekonsentrasiDinas Kesehatan Provinsi
jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat
jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat
- 18. Persentase Satker Program P2P yang memperoleh nilai SAKIP dengan hasil minimal AA
18. Persentase layanan dukungan manajemen dan pelaporan satker dekonsentrasi
20
B. Perjanjian KinerjaPerjanjian kinerja Dinas Kesehatan Provinsi dengan Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit merupakan dokumen pernyataan dan kesepakatan kinerja antara Dinas Kesehatan Provinsi dengan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit untuk mewujudkan target-target kinerja sasaran Ditjen P2P pada akhir Tahun 2018. Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi disusun berdasarkan pada indikator yang tertuang dalam RAK dan Renjaserta telah mendapat persetujuan anggaran. Target-target kinerja sasaran kegiatan yang ingin dicapai Dinas Kesehatan Provinsi dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2Perjanjian Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2019
No Sasaran No IndikatorKegiatan Target1. Bayi usia 0-11 bulan yang
mendapat imunisasi dasar lengkap
1. Persentase anak usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
93%
2. Kabupaten/Kota melaksanakan surveilans penyakit potensial KLB dan melakukan responst erhadap sinyal kewaspadaan (alert) yang muncul dalam SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons)
2. Persentase respons terhadap sinyal kewaspadaan dini (alert) penyakit potensial KLB yang muncul dalam SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon)
80%
3. Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengen dalian penyakit infeksi emerging
3. Jumlah Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit lnfeksi Emerging
13
4. Meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vector dan zoonotic
4. Persentasekasus malaria positif yang di obati sesuaistandar
95%
5. JumlahKab/Kota dengan IR DBD ≤ 49 per 100.000
17
6. Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang melakukan POPM
5
7. Jumlah Kabupaten/kota intervensi stunting yang melakukan POPM Cacingan dengan cakupan ≥ 75% dari sasaran minum obat
2
5. Menurunnya penyakit menular langsung
8. Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat
91%
9. Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar
79%
10. Persentase kasus HIV yang diobati
55%
11. Persentase kabkota yang melaksanakandeteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok beresiko
80%
12. Persentase Kabupaten/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tata laksana standar Pneumonia
60%
6. Menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular; Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
13. Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah
50%
14. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
50%
15. Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
50%
16. Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun
50%
17. Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak
30%
7. Meningkatnya kesehatan jiwa dan meningkatnya pencegahan penyalahgunaan napza
18. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan
1
22
pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di lnstitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
8. Meningkatnya DukunganManajemen dan PelaksanaanTugas Teknis Lainnya PadaProgram Pencegahan danPengendalian Penyakit
19. Persentase layanan dukungan manajemen dan pelaporan satker dekonsentrasi
100%
Pada Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara
bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 telah
dialokasikan anggaran sebesar Rp. 8.251.152.000
23
Bab III Akuntabilitas Kinerja
A. Capaian KinerjaPada bab ini disajikan disajikan capaian kinerja organisasi untuk
setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian kinerja per setiap indikator (yang terdapat dalam perjanjian kinerja 2019):
Tabel 3.1Perjanjian Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2019
No Sasaran Indikator Kegiatan Target Realisasi Capaian Kinerja
1 Bayi usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
Persentase anak usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
93% 82.2% 88%
2 Kabupaten/Kota melaksanakan surveilans penyakit potensial KLB dan melakukan responst erhadap sinyal kewaspadaan (alert) yang muncul dalam SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons)
Persentase respons terhadap sinyal kewaspadaan dini (alert) penyakit potensial KLB yang muncul dalam SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon)
80% 88.43% 111%
3 Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengen dalian penyakit infeksi emerging
Jumlah Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit lnfeksi Emerging
13 14 108%
24
4 Meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vector dan zoonotic
Persentase kasus malaria positif yang di obati sesuaistandar
95% 96.5% 102%
JumlahKab/Kota dengan IR DBD ≤ 49 per 100.000
17 13 76%
Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang melakukan POPM
5 4 80%
Jumlah Kabupaten/kota intervensi stunting yang melakukan POPM Cacingan dengan cakupan ≥ 75% dari sasaran minum obat
2 1 50%
Menurunnya penyakit menular langsung
Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat
91% 92.49% 102%
Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar
79% 100% 127%
Persentase kasus HIV yang diobati
55% 46.84% 85%
Persentase kabkota yang melaksanakandeteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok beresiko
80% 88% 110%
Persentase Kabupaten/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tata laksana standar Pneumonia
60% 35.29% 59%
Menurunnya angka kesakitan
Persentase Kabupaten/Kota
50% 41.2% 82%
25
dan kematian akibat penyakit tidak menular; Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular
yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolahPersentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
50% 38.38% 77%
Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
50% 68.6% 137%
Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun
50% 59% 118%
Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak
30% 52.96% 177%
Meningkatnya kesehatan jiwa dan meningkatnya pencegahan penyalahgunaan napza
Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di lnstitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
1 1 100%
Meningkatnya DukunganManajemen dan
Persentase layanan dukungan manajemen dan
100% 100% 100%
26
PelaksanaanTugas Teknis Lainnya PadaProgram Pencegahan danPengendalian Penyakit
pelaporan satker dekonsentrasi
1. Indikator : Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkapa. Definisi Operasional: Persentase anak usia 0-11 bulan yang
mendapat imunisasi dasar lengkap meliputi 1 dosis Hep B pd usia 0-7 hari, 1 dosis BCG, 4 dosis Polio, 3 dosis DPT-HB (atau DPT-HB-Hib), serta 1 dosis campak selama kurun waktu 1 tahun.
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah bayi 0 -11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah seluruh bayi yang bertahan hidup (surviving infant) di suatu wilayah pada kurun waktu yang sama di kali 100%.
c. Capaian Indikator
Gambar 3.1Persentase Imunisasi Dasar Lengkap (IDL)
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
93
82.2
88.3870967741936
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap adalah sebesar 82,2% dari target 93% dengan capaian kinerja sebesar 88%.
27
Gambar 3.2Persentase Anak Usia 0 Sampai 11 Bulan yang Mendapat
Imunisasi Dasar LengkapTahun 2017-2019
2017 2018 2019
92.5
95
93
86.6
88.9
82.2
93.6216216216216 94
88
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa pelaksanaan imunisasi dasar lengkap pada anak usia 0-11 bulan Sulawesi Tenggara menunjukkan selama 3 tahun terakhir mengalami fluktuasi yaitu tahun 2017 capaian kinerja sebesar 94%, tahun 2018 sebesar 94% dan tahun 2019 sebesar 88%.
Indicator ini belum mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kurangnya kelengkapan pemberian lima imunisasi dasar pada bayi, kurangnya pemahaman para petugas imunisasi tentang cara penentuan UCI Desa, pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan imunisasi pada buku desa kurang lengkap, distribusi vaksin tidak tepat waktu, sehingga pada hasil perhitungan UCI Desa tidak mencapai target.
Bila dibandingkan dengan Standar Nasional tahun 2019 sebesar 92,5% maka capaian kinerja untuk indikator imunisasi dasar lengkap sebesar 88%.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan : 1) Pelatihan / workshop pelaksanaan imunisasi rutin2) orientasi petugas imunisasi dalam rangka pelaksanaan
imunisasi rutin3) Bimtek Supervisi Suportive (SS) Pelaksanaan Imunisasi ke
Kab/Kota4) Pembinaan Imunisasi di daerah terpencil dan tertinggal
(suistainable Outreach Service)
28
5) Pelaksanaan data Quality self Asessment (DQS) di Kab/Kota6) Pelaksanaan efektifitas Vaksin management (EVM) Kab/Kota7) Surveilens KIPI8) Distribusi Vaksin ke Kabupaten/Kota
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkan capaian indikator persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap adalah 81.6% (88%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan imunisasi sebesar 99.43% yang berarti tidak terdapat efisiensi sumber pembiayaan. Pada dasarnya serapan anggaran untuk kegiatan imunisasi dasar lengkap telah dilakukan seluruhnya, dimana koordinasi dan kerjasama yang baik antara lintas sektor serta pihak terkait dalam mendukung tercapainya tujuan nasional.
2. Indikator: Presentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewapadaan dini kejadian luar biasa (KLB) untuk mencegah terjadinya KLB di kabupaten/kotaa. Definisi Operasional: Persentase respon atas sinyal kewaspadaan
dini pada Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau puskesmas dalam kurun waktu satu tahun.
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah sinyal kewaspadaan dini yang direspon oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dibagi Jumlah sinyal kewaspadaan dini yang muncul pada Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas di kab/kota tersebut di atas di kali 100%.
c. Capaian Indikator
Gambar 3.3Presentase Respon Penanggulangan Terhadap Sinyal
Kewapadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
80
88.43
111
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
29
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator presentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewapadaan dini kejadian luar biasa (KLB) adalah sebesar 88.43% dari target 80% dengan capaian kinerja sebesar 111%.
Gambar 3.4Persentase Respon Penanggulangan Terhadap Sinyal
Kewapadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
7580 8080.4
75.3
88.43
107
94
111
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa presentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewapadaan dini kejadian luar biasa (KLB) Sulawesi Tenggara menunjukkan selama 3 tahun mengalami fluktuasi yaitu tahun 2017 capaian kinerja sebesar sebesar 107%, tahun 2018 sebesar 94%, dan tahun 2019 sebesar 111%.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain Dinkes Kabupaten/Kota dengan jumlah Puskesmas yang sangat banyak telah mengirim laporan mingguan secara rutin dan tepat waktu. Laporan SKDR nya akan menunjukkan data akurat sehingga memudahkan dalam mendeteksi bila terjadi KLB karena sistim kewaspadaan dini yang berjalan dengan baik.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :1) Pelacakan dan pengambilan spesimen kasus Discarded
Campak dan AFP2) Pengiriman spesimen kasus discarded campak dan AFP ke
Laboratorium Nasional3) Penyelidikan Epidemiologi KLB dan Wabah4) Kunjungan Ulang 60 hari kasus AFP5) orientasi petugas surveilens Kab/Kota dalam rangka
kewaspadaan dini30
6) Pelatihan Tim Gerak Cepat dalam rangka peningkatan kemampuan deteksi
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkan capaian indikator presentase respon penanggulangan terhadap sinyal kewapadaan dini kejadian luar biasa (KLB) adalah 88.43% (111%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan kewaspadaan dini penyakit potensial KLB sebesar 93.72% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 17.28%
3. Indikator : Jumlah Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit lnfeksi Emerginga. Definisi Operasional: Jumlah Kabupaten/Kota yang memilki
minimal 2 yakni TGC aktif dan melakukan pengamatan mingguan. Kriterita tambahan antara lain penilaian risiko berkala, memiliki NSPK penanggulangan PIE dan memiliki pembiayaan penanggulangan PIE
b. Rumus/Cara perhitungan: Akumulasi jumlah Kab/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit lnfeksi Emerging
c. Capaian Indikator
Gambar 3.5Jumlah Kabupaten/Kota Yang Mampu Melaksanakan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Emerging Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
13 14
108
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator jumlah kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging adalah sebesar 14 Kab/Kota dari target 13 Kab/Kota dengan capaian kinerja sebesar 108%. Adapun Kab/Kota yang tidak
31
melaksanakan PIE adalah Kab. Buton Utara, Kab. Konawe Kepulauan, Kab. Konawe Selatan.
Gambar 3.6Jumlah Kabupaten/Kota Yang Mampu Melaksanakan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Emerging Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
17 1713
813 14
47
76
108
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa presentase jumlah kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emergingmenunjukkan selama 3 tahun mengalami fluktuasi yaitu tahun 2017 capaian kinerja sebesar sebesar 47%, tahun 2018 sebesar 76%, dan tahun 2019 sebesar 108%. Perhitungan capaian kinerja yang meningkat diakibatkan peran serta petugas kesehatan yang selalu menerapkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana kegawatdaruratan lainnya.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain komitmen daerah, pengalokasian anggaran yang cukup, penunjukkan petugas surveilans yang tepat dan dilakukan training, memperkuat kembali penemuan kasus, penemuan kasus di masyarakat dan memperkuat peran bidan dan surveilans puskesmas, technical assistance secara berjenjang, appresiasi terhadap Kabuaten/Kota yang berkinerja baik (Sertifikat yang bernilai kredit point)
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :1) Verifikasi sinyal SKDR
32
2) Pengiriman spesimen kasus penyakit infeksi emerging3) Peningkatan Kemampuan Deteksi Dini & Intervensi Penyakit
Infeksi Emerging
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkan capaian indikator presentase jumlah kabupaten/kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging adalah 14 Kab/Kota (108%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging sebesar 93.60% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 14%.
4. Indikator: Persentase kasus malaria positif yang diobati sesuai standara. Definisi Operasional: persentase positif malaria yang
mendapatkan pengobatan sesuai standar tatalaksana malaria.b. Rumus/Cara perhitungan: jumlah pasien positif malaria yang
mendapatkan pengobatan sesuai standar tatalaksana malaria dibagi jumlah kasus malaria positif yang ditemukan dikali 100%
c. Capaian Indikator
Gambar 3.7Persentase Kasus Malaria Positif Yang di Obati
Sesuai Standar Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
95
96.5
102
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator presentase kasus malaria positif yang di obati sesuai standar tahun 2019 adalah sebesar 96.5% dari target 95% dengan capaian kinerja sebesar 102%.
Gambar 3.8Persentase Kasus Malaria Positif Yang di Obati Sesuai
Standar
33
Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
95 95 95
98
100
96.5
103
105
102
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa presentase kasus malaria positif yang di obati sesuai standar menunjukkan selama 3 tahun mengalami fluktuasi yaitu tahun 2017 capaian kinerja sebesar 103%, tahun 2018 sebesar 105% dan tahun 2019 sebesar 102%.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain koordinasi dengan lintas sektor terkait agar pengendalian penyakit malaria dapat dilakukan secara terpadu, serta adanya peningkatan SDM tiap Kab/Kota supaya dapat merencanakan kegiatan pelatihan tenaga P2 malaria, Kab/kota perlu melakukan peningkatan kapasitas petugas malaria dan petugas lab untuk mengatasi tingginya mutasi petugas dilapangan, Kab/kota tidak melakukan mutasi apabila belum ada tenaga pengganti yang siap menjalankan program, petugas Provinsi dan Kab/Kota harus selalu mengingatkan petugas di Puskesmas bahwa gold standart pemeriksaan malaria adalah pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik bukan RDT, petugas malaria mulai dari tingkat Provinsi, Kab/Kota, sampai tingkat Puskesmas perlu duduk bersama dengan KIA untuk menyamakan persepsi dalam menjalankan program kolaborasi tersebut
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :a. Sosialisasi tatlaksana pengobatan Malariab. Refreshing Crosscheker/Mikroskopisc. Penguatan Surveilans malariad. Reorientasi Eliminasi Malariae. PE-1-2-5
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkan capaian indikator presentase kasus malaria positif yang di obati sesuai standar adalah 96.5% (102%) dan dibandingkan dengan capaian
34
realisasi anggaran layanan capaian eliminasi malaria sebesar 95.12% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 7%.
5. Indikator : Jumlah Kab/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.00 penduduka. Definisi Operasional: Kab/Kota dengan angka yang menunjukkan
kasus atau kejadian penyakit DBD dalam suatu populasi pada waktu tertentu ≤ 49 per 100.000
b. Perhitungan : Jumlah Kab/Kota dengan IR DBD ≤ 49 per 100.000 dalam satu tahun
c. Capaian Indikator
Gambar 3.9Jumlah Kab/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.00
PendudukTahun 2019
Target Realisasi Capaian
1713
76
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator presentase jumlah Kab/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.00 penduduk adalah sebesar 13 dari target 17 dengan capaian kinerja sebesar 76%. Adapun Kab/Kota yang IR DBD > 49 adalah Kota Kendari, Kolaka, Kota Bau-Bau, Kolaka Utara.
Gambar 3.10Jumlah Kab/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.00
35
Penduduk Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
17 17 1714 14 13
82 8276
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa presentase jumlah Kab/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.00 penduduk selama 3 tahun terakhir mengalami fluktuasi yaitu tahun 2017 capaian kinerja sebesar 82%, tahun 2018 sebesar 82% dan tahun 2019 sebesar 76%.
Indikator ini belum mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tidak didukung oleh peran serta sektor terkait lainnya sehingga tidak menghidupkan Pokjanal di tiap Kabupaten/Kota dalam pengendalian penyakit DBD sehingga tidak berjalan dengan baik. Peran Pokjanal sangat penting sekali mulai dari penggerakan masyarakat sampai pada upaya untuk mendapatkan anggaran melalui dana APBD Kabupaten/Kota tidak berjalan dengan baik.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :a) Workshop Peningkatan Tatalaksana DBDb) Bimtek Provinsi dan Kab./Kotac) Sosialisasi Wilayah Bebas Jentik dengan Akselerasi
Pelaksanaan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator presentase jumlah Kab/Kota dengan IR DBD < 49 per 100.00 pendudukadalah 13 Kab/Kota (76%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan pengendalian penyakit DBD sebesar 100% yang berarti tidak terdapat efisiensi sumber pembiayaan
6. Indikator: Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria yang melakukan POPM
36
a. Definisi Operasional: Jumlah Kabupaten/Kota endemis yang telah selesai melakukan Pemberian Obat Pengobatan Massal (POPM) Filariasis baik tahun pertama/kedua/ketiga/keempat/kelima
b. Perhitungan : jumlah Kab/Kota yang endemis yang melakukan POPM Filariasis pada tahun tersebut.
c. Capaian IndikatorGambar 3.11
Presentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Telah Selesai Melakukan Pemberian Obat Pengobatan Massal (POPM)
Filariasis Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
5 4
80
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator presentase jumlah Kabupaten/Kota yang telah selesai melakukan pemberian obat pengobatan massal (POPM) filariasis adalah sebesar 4 dari target 5 dengan capaian kinerja sebesar 80%. Adapun nama Kab/Kota nya yaitu Konawe, Kolaka Timur, Kota Bau-Bau, Konawe Utara.
Gambar 3.12Presentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Telah Selesai
37
Melakukan Pemberian Obat Pengobatan Massal (POPM)
Filariasis Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
7 5 57 5 4
100 100
80
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa presentase jumlah Kabupaten/Kota yang telah selesai melakukan pemberian obat pengobatan massal (POPM) filariasis di Sulawesi Tenggara selama 32 tahun bahwa realisasi selalu tercapai sehingga capaian kinerjanya rata-rata sebesar 100%. Sama halnya dengan pencapaian target 2019 yang sebenarnya telah mencapai target yaitu sebanyak 4 Kab/Kota namun mengalami kesalahan saat menentukan target pencapaian kinerja tahun 2019.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain telah dilakukan advokasi dan sosialisasi yang intensif kepada Kabupaten yang akan melaksanakan POMP filariasis, koordinasi dengan Kemenkes mengenai keterlambatan pengiriman logistik obat filariasis agar tidak terjadi lagi di tahun mendatang.
Capaian keberhasilan tersebut didukung oleh hasil pelaksanaan kegiatan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POPM) Filariasis dibeberapa Kabupaten yang melaksanakan Pengobatan Massal menjelaskan bahwa cakupan hasil Pengobatan tersebut sudah mencapai standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu 65% dari Jumlah Penduduk total dan 85% jumlah penduduk sasaran, sehingga dapat menurunkan angka microfilaria rate menjadi < 1%, menurunnya kepadatan rata-rata mikrofilaria dan terputusnya rantai penularan Filariasis.
Peningkatan capaian indicator, tidak serta merta menunjukkan pencapaian kinerja yang baik, justru kendala yang di temukan di lapangan diantaranya pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) belum Optimal karena kurangnya
38
partisipasi masyarakat dan kurangnya Dukungan Pemerintah setempat khususnya dalam hal Dukungan Dana Operasional Kegiatan POPM (APBD) dalam menanggulangi penyakit filariasis pada Kab/Kota yang endemis. Factor lain juga dipengaruhi oleh penemuan kasus kronis masih banyak yang belum terlaporkan dan belum ditangani sesuai tatalaksana.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :1) Sosialisasi dan Advokasi POPM Kecacingan2) Monev POPM Kecacingan oetugas provinsi di kabupaten/kota3) Pelaksanaan POPM Filariasis Kota Bau-Bau, Konawe Utara,
Konawe, Kolaka Timur
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkan capaian indikator presentase jumlah Kabupaten/Kota yang telah selesai melakukan pemberian obat pengobatan massal (POPM) filariasis adalah 4 (80%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan pengendalian penyakit filariasis dan kecacingan sebesar 99.28% yang berarti tidak terdapat efisiensi sumber pembiayaan
7. Indikator: Jumlah Kab/Kota intervensi stunting yang melakukan POPM cacingan dengan cakupan > 75% dari sasaran minum obata. Definisi Operasional: Jumlah Kabupaten/Kota intervensi stunting
yang melaksanakan POPM Cacingan dengan cakupan ≥ 75% dari sasaran minum obat usia 1-12 tahun dalam kurun waktu satu tahun
b. Perhitungan : Jumlah Kabupaten/Kota intervensi stunting yang melaksanakan POPM Cacingan dengan cakupan ≥ 75% dari sasaran minum obat dalam kurun waktu satu tahun
c. Capaian IndikatorGambar 3.13
Jumlah Kab/Kota intervensi stunting yang melakukan POPM cacingan dengan cakupan > 75% dari sasaran minum obat
Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
2 1
50
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
39
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator jumlah Kab/Kota intervensi stunting yang melakukan POPM cacingan dengan cakupan > 75% dari sasaran minum obat adalah sebesar 1 dari target 2 dengan capaian kinerja sebesar 50%. Adapun Kab/Kota yang cakupan > 75% adalah Buton.
Gambar 3.14Presentase Jumlah Kab/Kota intervensi stunting yang
melakukan POPM cacingan dengan cakupan > 75% dari sasaran minum obat Tahun 2018-2019
2018 2019
1 21 1
100
50
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa presentase jumlah Kab/Kota intervensi stunting yang melakukan POPM cacingan dengan cakupan > 75% dari sasaran minum obat tahun 2017 belum ada capaian karena belum selesai melaksanakan POPM dan selama 2 tahun terakhir yaitu 2018 realisasi sebanyak 1 Kab/Kota dan 2019 realisasi capaian kinerjanya sebanyak 1 Kab/Kota
Indikator ini belum mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain advokasi dan sosialisasi yang kurang intensif kepada Kabupaten yang akan melaksanakan POMP filariasis, kurangnya koordinasi dengan Kemenkes mengenai pengiriman logistik obat filariasis yang kadang datangnya terlambat, pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) belum Optimal karena kurangnya partisipasi masyarakat dan kurangnya Dukungan Pemerintah setempat khususnya dalam hal Dukungan Dana Operasional Kegiatan POPM (APBD) dalam menanggulangi penyakit filariasis pada Kab/Kota yang endemis. Factor lain juga dipengaruhi oleh penemuan kasus kronis masih banyak yang belum terlaporkan dan belum ditangani sesuai tatalaksana.
40
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :1) Sosialisasi dan Advokasi POPM Kecacingan2) Monev POPM Kecacingan oetugas provinsi di kabupaten/kota3) Pelaksanaan POPM Filariasis Kota Bau-Bau, Konawe Utara,
Konawe, Kolaka Timur
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator presentase jumlah Kab/Kota intervensi stunting yang melakukan POPM cacingan dengan cakupan > 75% dari sasaran minum obatadalah 1 (50%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan pengendalian penyakit filariasis dan kecacingan sebesar 99.28%yang berarti tidak terdapat efisiensi sumber pembiayaan
8. Indikator: Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat.1) Definisi Operasional: Jumlah kasus baru kusta tanpa cacat yang
(cacat tingkat 0) diantara total kasus baru yang ditemukan di suatu wilayah dalam periode waktu 1 (satu) tahun.
2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah kasus baru kusta tanpa cacat yang ditemukan (cacat tingkat 0) dibagi jumlah kasus baru yang ditemukan dalam periode 1 tahun di kali 100%.
3) Capaian Indikator
Gambar 3.15Persentase Cakupan Penemuan Kasus Baru Kusta Tanpa
CacatTahun 2019
Target Realisasi Capaian
91
92.49
102
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat adalah sebesar 92.49% dari target 91% dengan capaian kinerja sebesar 102%.
41
Gambar 3.16Presentase Cakupan Penemuan Kasus Baru Kusta Tanpa
Cacat Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
90 91 9183
89 92.499298 102
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa presentase penemuan kasus baru kusta tanpa cacat di Sulawesi Tenggara menunjukkan realisasi serta capaian yang mengalami fluktuasi diantaranya tahun 2017 capaian sebesar 92%, tahun 2018 sebesar 98%, dan mengalami peningkatan tahun 2019 sebesar 102%.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tenaga kesehatan terlatih untuk P2 Kusta mencukupi. Banyak kasus kusta yang ditemukan disebabkan petugas kesehatan yang terlatih, pada umumnya sarana khususnya kendaraan roda dua untuk pengelola Program P2 Kusta di Dinas kesehatan/Puskesmas Kabupaten/Kota masih sangat memadai, intensifikasi penemuan kasus dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit kusta.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :1) Pelaksanaan Intensifikasi Penemuan Kasus Kusta di Kab/Kota
endemis yang telah melaksanakan kegiatan intensifikasi penemuan kasus tahun sebelumnya (sampai 3 tahun berturut-turut)
2) Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Cohort Tk. Provinsi
3) Pelatihan Petugas Puskesmas/Dokter4) Workshop dan pelaksanaan evaluasi daerah endemis/riwayat
frambusia
42
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat adalah 92.49% (102%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran intensifikasi penemuan kasus kusta sebesar 98.80% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 3%.
9. Indikator: Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar.1) Definisi Operasional: Semua kasus TB yang ditatalaksana sesuai
standar (penegakan diagnosis dan pengobatan sesuai standar) diantara semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan.
2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar (penegakan diagnosis dan pengobatan sesuai standar) dibagi jumlah semua kasus TB yang ditemukan dan diobati.
3) Capaian Indikator
Gambar 3.17Persentase Kasus TB yang Ditatalaksana Sesuai Standar
Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
79
100
127
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar adalah sebesar 100% dari target 79% dengan capaian kinerja sebesar 127%.
43
Gambar 3.18Persentase Kasus TB yang Ditatalaksana Sesuai Standar
Tahun 2017-2019
2017 2018 2019
79 79 7985
100 100108
127 127
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa presentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar di Sulawesi Tenggara menunjukkan fluktuasi yaitu capaian tahun 2017 sebesar 108%, tahun 2018 sebesar 127% dan tahun 2019 sebesar 127%.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain perlunya melakukan pembekalan/sosialisasi program P2TB kepada dokter PTT di level kab/kota dalam masa pratugas sehingga dokter PTT dapat terlibat dalam program TB pada saat tugas, meningkatkan pengawasan dan motivasi petugas untuk membuat pencatatan dan pelaporan yang lengkap, valid dan tepat waktu, meningkatkan pembinaan dan motivasi agar penanggunjawab TB fasyankes secara rutin melakukan analisis terhadap manajemen dan cakupan program serta melakukan feedback terhadap pimpinan dan pihak-pihak terkait/ atau pihak yang berkepentingan.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan : 1) Orientasi penguatan kapasitas SDM TBC2) Surveilans aktif3) Pelaksanaan Deteksi Dini TB4) Distribusi Logistik Pusat ke Kab/Kota
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator presentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar adalah 100% (127%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi
44
anggaran layanan pengendalian penyakit TB sebesar 95.01.% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 32%.
10. Indikator: Persentase kasus HIV yang diobatia. Definisi Operasional: Orang dengan positif HIV dan masih dalam
terapi pengobatan ARV.b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah orang positif HIV dan masih
dalam terapi pengobatan ARV dibandingkan dengan jumlah orang positif HIV dan memenuhi syarat untuk memulai terapi pengobatan ARV.
c. Capaian Indikator
Gambar 3.19Persentase kasus HIV yang diobati Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
55
46.84
85
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase kasus HIV yang diobati adalah sebesar 46.84% dari target 55% dengan capaian kinerja sebesar 85%.
Gambar 3.20Persentase kasus HIV yang diobati Tahun 2017-2019
45
2017 2018 2019
51 52 55
4247 46.84
82
9085
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020Berdasarkan gambar diatas bahwa capaian kasus HIV yang
diobati di Sulawesi Tenggara menunjukkan fluktuasi yaitu capaian tahun 2017 sebesar 82%, tahun 2018 sebesar 90% dan tahun 2019 sebesar 85%.
Indikator ini belum mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kesediaan untuk patuh pengobatan masih kurang, dsb), terlambat mengakses layanan ARV dan kendala geografis (pasien ARV berdomisili jauh dari layanan ARV)
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :
1) Pertemuan validasi data Tk. Prov, distribusi logistik Pusat ke Kab/Kota.
2) Orientasi SDM program HIV AIDS dan PMS
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator persentase kasus HIV yang diobati adalah 46.84% (85%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran layanan pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS sebesar 98.80% yang berarti tidak terdapat efisiensi sumber pembiayaan.
11. Indikator : Persentase Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok beresikoa. Definisi Operasional: Persentase kabupaten/kota yang
melaksanakan kegiatan deteksi dini hepatitis B pada ibu hamil dan kelompok berisiko lainnya dalam kurun waktu satu tahun. Deteksi dini hepatitis B dilakukan dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg pada ibu hamil dan kelompok berisiko lainnya
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah Kabupaten/Kota yang melaksanakan Deteksi Dini Hepatitis B pada ibu hamil dan
46
Kelompok Berisiko Tinggi lainnya di bagi jumlah seluruh kab/ kota dikali 100 %
c. Capaian Indikator
Gambar 3.21Persentase Kab/Kota Yang Melaksanakan Deteksi Dini
Hepatitis B dan C Pada Kelompok Beresiko Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
8088
110
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok beresiko adalah sebesar 88% dari target 80% dengan capaian kinerja sebesar 110%.
Gambar 3.22Persentase Kab/Kota Yang Melaksanakan Deteksi Dini
Hepatitis B dan C Pada Kelompok BeresikoTahun 2017-2019
47
2017 2018 2019
40
80 80
53
65
88
133
81
110
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa capaian Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok beresiko menunjukkan fluktuasi yaitu capaian tahun 2017 sebesar 133%, tahun 2018 sebesar 81% dan tahun 2019 sebesar 110%.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain meningkatnya pengetahuan masyarakat terkait virus hepatitis B dan C, kegiatan Deteksi Dini Hepatitis bagi kelompok Bumil dan kelompok beresiko tinggi lainnya mulai dilaksanakan secara terus menerus, adanya respon dan partisipasi dari para pengambil kebijakan terkait program Hepatitis Virus, dana yang cukup serta kerjasama baik dari lintas program terkait maupun lintas sector terkait dalam upaya penanggulangan virus Hepatitis
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :a) Pertemuan validasi data tingkat provinsib) Orientasi petugas pelaksana deteksi dini hepatitis kabupaten
muna barat
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkan capaian indikator persentase Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok beresiko adalah 88% (110%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran penyakit hepatitis sebesar 99.35% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 10.65%.
12. Indikator : Persentase Kab/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tata laksana standar Pneumoniaa. Definisi Operasional: Angka persentase kasus pneumonia balita
yang diberikan tatalaksana standar yaitu dihitung napas dalam
48
waktu satu menit penuh atau dilihat ada tidaknya Tarikan Dinding Dada bagian bawah Kedalam (TDDK) minimal 60% dari seluruh kunjungan balita dengan keluhan batuk atau kesukaran bernapas.
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya telah melaksanakan tatalaksana standar Pneumonia dibagi jumlah seluruh kabupaten/kota yang ada dikali 100%
c. Capaian Indikator
Gambar 3.23Persentase Kab/Kota yang 50% Puskesmasnya
melakukan tata laksana standar Pneumonia Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
60
35.29
59
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator Persentase Kab/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tata laksana standar Pneumonia Tahun 2019 adalah sebesar 35.29% dari target 60% dengan capaian kinerja sebesar 59%.
Gambar 3.24
49
Persentase Kab/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tata laksana standar PneumoniaTahun 2018-
2019
2018 2019
85
60
17.65
35.29
21
59
Target Realisasi Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas bahwa capaian persentase Kab/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tata laksana standar Pneumoniamenunjukkan fluktuasi yaitu capaian tahun 2018 sebesar 21% dan tahun 2019 sebesar 59%.
Indikator ini belum mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tingginya frekuensi mutasi sebagian besar tenaga kesehatan di daerah termasuk Pengelola program ISPA, serta keterbatasan sumber daya terutama dalam Capacity building dan Supervisi (MTBS maupun Tatalaksana kasus ISPA balita), sehingga penemuan kasus menjadi rendah (banyak kasus yang tidak terdeteksi)
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan : orientasi Tatalaksana ISPA Tk. Kab/Kota
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkan capaian indikator persentase Kab/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tata laksana standar Pneumonia adalah 35.29% (59%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran penyakit ISPA pneumonia sebesar 100% yang berarti tidak terdapat efisiensi sumber pembiayaan.
13. Indikator: Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah
50
a. Definisi Operasional: Persentase kabupaten/ kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah adalah kabupaten/kota yang telah melaksanakan kebijakan KTR yang dinilai dari minimal telah menerapkan KTR di 50% sekolah/ madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok dibagi dengan jumlah kab/ kota di Indonesia.
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah Kab/ Kota yang melaksanakan kebijakan KTR di minimal 50% sekolah dibagi Jumlah kab/ kota di Indonesia di kali 100%
c. Capaian Indikator
Gambar 3.25Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan
kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% Sekolah
Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
50
41.2
82
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah
51
adalah sebesar 41.2% dari target 50% dengan capaian kinerja sebesar 82%.
Indikator ini belum mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain belum maksimalnya pelaksanaan sosialisasi kawasan tanpa rokok dan terbatasnya SDM pengelolah/programer PTMdan tenaga kesehatan terlatih dalam pencegahan & penanganan PTM di fasyankes
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :1) Pembinaan Pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR)2) Evaluasi Pasca Latih Implementasi KTR di Kab/ Kota3) Pelatihan Bagi Nakes dan tenaga pendidik dalam upaya
implementasi KTR dan UBM di Sekolah
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal 50% sekolah adalah 41.2% (82%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran Kawasan Tanpa Rokok (KTR)sebesar 92.83.% yang berarti tidak terdapat efisiensi sumber pembiayaan.
14. Indikator: Persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu.a. Definisi Operasional: Jumlah Puskesmas yang telah melaksanakan
minimal tatalaksana penyakit Hipertensi dan DM dan atau telah melakukan pembinaan Posbindu PTM di wilayahnya.
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu di bagi Jumlah seluruh Puskesmas di Indonesia di kali 100%.
c. Capaian Indikator
Gambar 3.26Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Pengendalian
PTM Terpadu Tahun 2019
52
Target Realisasi Capaian
50
38.38
77
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu adalah sebesar 38.38% dari target 50% dengan capaian kinerja sebesar 77%.
Indikator ini belum mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain kurangnya dukungan kebijakan dan pembiayaan dari Pemerintah Daerah dalam pengendalian PTM, terbatasnya SDM pengelolah/programer PTM dan tenaga kesehatan terlatih dalam pencegahan & penanganan PTM di fasyankes, masih kurangnya peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian PTM, lemahnya sistim informasi dalam pengendalian PTM.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, telah dilakukan :
1) Sosialisasi Deteksi dini Faktor resiko PTM di Kab/Kota2) Pembekalan Kader Desa Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit
Tidak Menular3) Deteksi Dini Faktor Resiko Tidak Menular di Masyarakat.4) Evaluasi Posbindu PTM di Kab/Kota
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator persentase Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu adalah 38.38% (77%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular sebesar 57.40.% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 19.6%.
15. Indikator: Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM.
53
a. Definisi Operasional: Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM.
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dibagi Jumlah Desa/Kelurahan di Indonesia di kali 100%.
c. Capaian Indikator
Gambar 3.27Persentase Desa/Kelurahan yang Melaksanakan
Kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM Tahun
2019
Target Realisasi Capaian
50
68.6
137
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM adalah sebesar 68.6% dari target 50% dengan capaian kinerja sebesar 137%.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain dukungan kebijakan dan pembiayaan dari Pemerintah Daerah dalam pengendalian PTM, SDM pengelolah/programer PTM dan tenaga kesehatan terlatih dalam pencegahan & penanganan PTM di fasyankes, peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian PTM, kuatnya sistim informasi dalam pengendalian PTM.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, perlu dilakukan
1) Pelatihan posbindu Institusi2) Evaluasi pasca latih posbindu PTM di kab/kota
54
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkan capaian indikator persentase Desa/Kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM adalah 68.6% (137%) dan dibandingkan dengan capaian realisasi anggaran deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular sebesar 74.20% yang berarti terdapat efisiensi sumber pembiayaan sebesar 62.8.%
16. Indikator: Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahuna. Definisi Operasional: Persentase perempuan usia 30 – 50 tahun
yang dideteksi dini kanker payudara dengan CBE/SADANIS dan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA dan atau Papsmear.
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah perempuan usia 30 - 50 tahun yang dilakukan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim dibagi Jumlah perempuan usia 30 – 50 tahun di suatu wilayah dikali 100%.
c. Capaian IndikatorGambar 3.28
Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Kegiatan Deteksi Dini Kanker Payudara dan Leher Rahim pada
PerempuanUsia 30-50 tahun Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
5059
118
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi
indikator persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun adalah sebesar 59% dari target 50% dengan capaian kinerja sebesar 118%.
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain tenaga terlatih di Kab/Kota karena
55
adanya dana yang dianggarkan dan juga laporan dari Kabupaten yang melaporkan sesuai waktu yang disepakati. Kegiatan pelatihan IVA dan Sadanis bagi dokter dan bidan di Puskesmas sangat dibutuhkan untuk memberikan kemampuan Kab/Kota dan Puskesmas melakukan skrining pada perempuan usia 30 sampai 50 tahun. Adanya dukungan pembiayaan dari pemerintah Pusat, Provinsi dan Kab/Kota sangat menentukan keberhasilan jangkauan seberapa banyak perempuan yang diperiksa IVA Sadanis. Saat ini kegiatan skrinning sebagian besar Kab/Kota masih mengandalkan kegiatan skrinning massal yang dilaksanakan oleh Provinsi melalui pembiayaan dana Dekon sehingga jangkauan sangat terbatas. Disamping kegiatan Dinkes Provinsi, biasa pada hari-hari ulang tahun organisasi profesi seperti IDI dan IBI, PKK dan ulang tahun Sultra diupayakan ada pemeriksaan skrinning massal. Kedepan seharusnya pemeriksaan skrinning ini diintegrasikan di pelayanan puskesmas dalam gedung secara rutin
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, perlu dilakukan
1) Pelatihan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim2) Evaluasi deteksi dini kanker payudara dan leher rahim
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun adalah 59% (118%).
17. Indikator: Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus kataraka. Definisi Operasional: Puskesmas yang melakukan deteksi dini
oleh tenaga kesehatan terlatih di Puskesmas berupa tes fisik mata dengan menggunakan senter dan ophthalmoscope, lalu pemeriksaan visus mata dengan menggunakan Snelen Chart, dilanjutkan dengan tes bayangan (Shadow Test) menggunakan pen light, serta mampu melakukan rujukan kasus katarak ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut
b. Rumus/Cara perhitungan: Jumlah puskesmas yang melakukan deteksi dini dan merujuk kasus katarak dibagi Jumlah seluruh puskesmas di Indonesia dikali 100%
c. Capaian Indikator
Gambar 3.29Persentase Puskesmas Yang Melaksanakan Deteksi Dini dan Rujukan Kasus Katarak Tahun 2019
56
Target Realisasi Capaian
30
52.96
177
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator persentase puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak adalah sebesar 52.96% dari target 30% dengan capaian kinerja sebesar 177%.
Misi dari Vision 2020 adalah untuk mengeliminasi penyebab utama dari semua kebutaan yang dapat dicegah dan diobati sebagai masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2020. Tujuan Visison 2020 : The Right to Sight adalah menyelesaikan misinya dengan mencapai tiga sasaran utama yaitu :1. Meningkatkan data penyebab kebutaan dan solusi yang akan
membantu untuk menghilangkan masalah.2. Mengidentifikasi dan menjamin sumber daya yang diperlukan
di seluruh dunia untuk memberikan peningkatan program pencegahan dan pengobatan.
3. Memfasilitasi perencanaan, pengembangan dan implementasi dari tiga strategi inti vision 2020 oleh program Nasional.
Strategi Inti dari VISION 2020 :a. Kontrol terhadap penyakit : memfasilitasi pelaksanaan
program-program khusus untuk mengontrol dan mengobati penyebab utama kebutaan.
b. Pengembangan sumber daya manusia : pelatihan bagi dokter mata dan perawat mata lainnya untuk memberikan perawatan mata.
c. Infrastruktur dan pengembangan teknologi tepat guna : membantu peningkatan infrastruktur dan teknologi untuk pelayanan kesehatan mata yang selalu tersedia dan mudah diakses.
Namun pada tahun 2019 Dinkes Provinsi tidak mendapatkan alokasi dana untuk kegiatan deteksi dini dan rujukan kasus katarak dari pusat.
57
18. Indikator: Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di Institusi Wajib Lapor ( IPWL)a. Definisi Operasional: Jumlah Kab/kota yang mempunyai minimal
1 Puskesmas / RS / RSJ sebagai IPWL aktif. Kriteria IPWL aktif adalah IPWL yang menerima pasien wajib lapor dan menjalankan rehabilitasi medis napza dan atau yang menjalankan upaya promotif dan preventif.
b. Rumus/Cara perhitungan: Akumulasi jumlah Kab/kota yang mempunyai minimal 1 Puskesmas / RS / RSJ sebagai IPWL aktif
c. Capaian Indikator
Gambar 3.30Persentase Jumlah Kab/Kota Yang Menyelenggarakan Upaya
Pencegahan dan Pengendalian Masalah Penyalahgunaan Napza di Institusi Wajib Lapor (IPWL) Tahun 2019
Target Realisasi Capaian
1 1
100
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2020
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa realisasi indikator jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan napza di institusi wajib lapor (IPWL) sudah mencapai target yaitu Kab/Kota (100%) yaitu Kota Kendari (RSJ Prov. Sultra).
Indikator ini telah mencapai target dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain keberhasilan pencapaian tersebut dilakukan dengan berbagai upaya atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat P2 Masalah Kesehatan dan Napza, serta koordinasi dan kerja sama dengan Lintas Program dan Lintas Sektor terkait.
58
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, perlu dilakukan :a. Monev Pasca Latih Nakes tentang pemberdayaan Orang Tua
dalam Pencegahan penyalahgunaan Napzab. Pelatihan Bagi Nakes tentang pemberdayaan orang tua dalam
pencegahan penyalahgunaan Napza
Pada analisis efisiensi sumber daya menunjukkancapaian indikator jumlah kab/kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan napza di Institusi Wajib Lapor (IPWL) adalah 1 Kab/Kota (100%) sebesar 100% yang berarti tidak terdapat efisiensi sumber pembiayaan
19. Indikator: Jumlah dokumen dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya1) Definisi Operasional: Jumlah layanan dukungan manajemen dan
pelaporan satker dekonsentrasi terdiri dari capaian layanan RKAKL, e monev DJA, e monev Bappenas dan e performance
2) Rumus/Cara perhitungan: Jumlah layanan dukungan manajemen dan pelaporan satker dekonsentrasi terdiri dari capaian layanan RKAKL, e monev DJA 12 dokumen, e monev Bappenas 12 dokumen dan e performance 12 dokumen yang tercapai dibagi dengan target
3) Capaian Indikator
Gambar 3.31Jumlah Dokumen Dukungan Manajemen Dan Tugas Teknis Lainnya Tahun 2019
RKAKL eMonev DJA eMOnev Bappenas ePerformance
4
12 12 12
4
12 12 12
Target Capaian
Sumber Data : Laporan Tahunan per 30 Januari 2019Berdasarkan jumlah layanan dukungan manajemen dan
pelaporan satker dekonsentrasi terdiri dari capaian layanan RKAKL sebanyak 4 dokumen, e monev DJA 12 dokumen, e monev Bappenas 12 dokumen dan e performance 12 dokumen menunjukkan capaian sebesar 100%. Dokumen dukungan manajemen di lakukan untuk menunjang tercapainya capaian kinerja program.
Upaya untuk menunjang pencapaian indikator, perlu dilakukan :
59
1) Penyusunan e- renggar program P2P kementerian kesehatan RI2) Penyusnan Dokumen RKAKL3) Konsultasi Program P2P4) Penyusunan laporan e-Monev Bappenas PP 39 Tahun 20065) pertemuan koordinasi teknis nasional dengan kementerian
kesehatan RI6) pertemuan koordinasi teknis program prioritas, program P2P
provinsi sulawesi tenggara7) Verifikasi dan Rekonsiliasi Laporan Keuangan Satker8) Penyusunan Realisasi Anggaran Bulanan/Triwulan/Tahunan9) verifikasi dan rekonsiliasi LK UAPPA E-1 Laporan keuangan
Dekon Tahhun10)Honor pengelolaan satker11)Dukungan poelaksanaan pengelolaan kesekretariatan satker12)penyusunan Dokumen perbendaharaan dan
pertanggungjawaban keuangan
B. Realisasi Anggaran
1. Realisasi Anggaran Masing-Masing Indikator
Tabel 3.2Realisasi Anggaran per Kegiatan Satker 05 Tahun 2019
No Kegiatan Anggaran Realisasi %1 Surveilans dan
Karantina Kesehatan1.251.152.000 1.214.855.00
097.00
60
2 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
1.471.250.000 1.443.931.000
98.14
3 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung
2.579.201.000 2.543.402.000
98.61
4 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
1.883.121.000 1.410.064.000
74.88
5 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Tekhnis Lainnya Pada Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
441.718.000 439.062.900 99.40
6 Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan jiwa dan NAPZA
623.404.000 623.392.800 100
Total 8.251.152.000 7.674.707.700
93.01
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa :
1. Realisasi anggaran kegiatan surveilans dan karantina kesehatan sebesar 97.3% tidak mencapai 100% karena adanya anggaran yang tidak direalisasikan yaitu pengiriman spesimen kasus penyakit infeksi emergencing dan sebagian pengiriman spesimen kasus discarded campak dan AFP
2. Pada kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Jenetik terealisasi sebesar 98.14% tidak mencapai 100% karena pada kegiatan ini ada kelebihan transport peserta pada kegiatan pertemuan dan pada kegiatan survei darah massal Malaria hanya terserap 24.%.
3. Pada Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular langsung terealisasi sebesar 98.61% tidak mencapai 100%, karena hanya ada kelebihan transport pada kegiatan pertemuan maupun perjalan dinas kegiatan yang harus sesuai dengan riil cost
4. Pada Kegiatan Pencegahan dan Penyakit Tidak Menular terealisasi sebesar 74.88%, jauh dari target 100%, hal ini disebabkan karena ada 1 kegiatan evaluasi pasca latih deteksi dini kanker payudara dan rahim tidak
61
terealisasi karena pelatihan baru dilaksaakan pada bulan November 2019, hal ini karena menunggu akreditasi pelatihan dari Pusat, dan kegiatan deteksi dini di desa hanya terserap 35,37%, karena waktu pelaksanaan diakhir tahun, setelah pembekalan tingkat kecamatan.
5. Pada kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pada Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Teralisasi sebesar 99.40% tidak mencapai 100% karena ada sisa anggaran pada transport perjalanan dan paket meeting pertemuan
2. Realisasi anggaran yang telah digunakan utk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja
Tabel 3.3Realisasi Anggaran per Indikator Satker 05 Tahun 2019
No Indikator K.inerja Kegiatan
Anggaran Realisasi %
1 Persentase anak usia 0 sampai 11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
Rp. 721.618.000 Rp. 717.485.000 99.43
2 Persentase respons terhadap sinyal kewaspadaan dini (alert) penyakit potensial KLB yang muncul dalam SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon)
Rp. 425.515.000 Rp. 410.745.000 93.72
3 Jumlah Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan pencegahan dan pengendalian penyakit lnfeksi Emerging
Rp. 105.325.000 Rp. 98.586.000 93.60
4 Persentase kasus malaria positif yang di obati sesuai standar
Rp. 411.250.000 Rp. 391.187.000 95.12
5 Jumlah Kab/Kota Rp. 50.000.000 Rp. 50.000.000 100
62
dengan IR DBD ≤ 49 per 100.000
6 Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang melakukan POPM
Rp. 1.010.000.000 Rp. 1.002.744.000 99.28
7 Jumlah Kabupaten/kota intervensi stunting yang melakukan POPM Cacingan dengan cakupan ≥ 75% dari sasaran minum
8 Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat
Rp. 1.400.000.000 Rp. 1.388.698.000 99.19
9 Persentase kasus TB yang ditatalaksana sesuai standar terpadu
Rp. 339.290.000 Rp. 322.373.000 95.01
10 Persentase kasus HIV yang diobati
Rp. 279.100.000 Rp. 275.760.000 98.80
11 Persentase kab kota yang melaksanakan deteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok beresiko
Rp254.419.000 Rp. 252.769.000 99.35
12 Persentase Kabupaten/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan tatalaksana standar Pneumonia.
Rp. 56.392.000 Rp. 56.392.000 100
13 Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) minimal
Rp. 233.660.000 Rp. 216.909.000 92.83
63
50% sekolah14 Persentase
Puskesmas yang melaksanakan pengendalian PTM terpadu
Rp1.447.895.000 Rp. 1.074.378.000 74.20
15 Persentase desa/kelurahan yang melaksanakan kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
16 Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim pada perempuan usia 30-50 tahun
Rp. 194.326.000 Rp. 111.537.000 57.40
17 Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak
18 Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan Napza di lnstitusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
Rp. 623.404.000 Rp. 623.404.000 100
19 Persentase layanan dukungan manajemen dan pelaporan satker dekonsentrasi
Rp. 441.718.000 Rp. 439.062.900 99.40
64
Bab IVPENUTUP
A. Kesimpulan
65
1. Pencapaian kinerja Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019 telah berjalan baik sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang telah ditetapkan dengan rata –rata capaian kinerja sebesar 92,2%
2. Berdasarkan pengukuran indikator kinerja Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2019, dari 19 Indikator kinerja sasaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019, sebanyak 11 indikator telah melebihi target yang ditetapkan (>100%), dan sebanyak 8 indikator tidak mencapai target.
3. Berdasarkan pengukuran efisiensi sumber daya, dari 19 indikator, terdapat 6 indikator telah berjalan dengan efisien dimana capaian kinerja dapat mencapai atau melebihi target dengan anggaran yang lebih rendah dan semua kegiatan telah dilaksanakan dengan baik.
B. Tindak Lanjut1. Perlunya kolaborasi dan kordinasi yang baik antara pusat dan daerah baik
dari sisi anggaran, kebijakan sangat mempengaruhi pencapaian kinerja2. Perlunya perencanaan dan penganggaran program pembangunan
kesehatan3. Perlunya pengelolaan data dan informasi kesehatan4. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Demikian Laporan Kinerja Bidang Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Satker 05 Tahun 2019 disusun sebagai bahan masukan untuk penyusunan perencanaan tahun berikutnya.
66
Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Lampiran 2.dll