Download - Diuretik Sri
Macam – Macam Penyakit yang Ditangani Oleh Obat Diuretik
1. Payah jantung kronik kongestif
a. Definisi
Gagal jantung atau payah jantung adalah keadaan patofisiologik
dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah
untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung kongetif adalah keadaan dimana
terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan dengan istilah
yang lebih umum yaitu gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban
sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-
sebab diluar jantung, seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.
b. Gejala Klinik
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal
jantung kanan dan kiri, yaitu:
Gagal jantung kiri
- dispnea d’ effort - ventricular heaving
- fatigue - bunyi derap S3 dan S 4
- ortopnea - pernafasan cheynesstokes
- batuk - takikardia
- pembesaran jantung - pulsus alternans
- irama derap - ronki dan kongesti vena pulmonalis
Gagal jantung kanan
- fatigue
- edema
- liver engorgement
- anorelisia dan kembung
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
- hipertropi jantung kanan - bunyi P2 mengeras
- heaving ventrikel kanan - asites
- irama derap atrium kanan - hidrotorak
- murmur - peningkatan tekanan vena
- tanda-tanda penyakit paru kronik - hepatomegaly
- peningkatan tekanan vena jugularis - edema pitting
(Kyfi, 2011).
c. Diagnosis
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi
atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah
imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan
stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat
kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan
ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
d. Patofisiologi
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana
akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat
dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau
mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi
dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada
orientasi otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat
dilatasi ruang.
2. Udem paru akut
a. Definisi
Edema Paru Akut (EPA) adalah akumulasi cairan di paru-paru yang
terjadi secara mendadak (Ifan, 2010).
b. Gejala Klinik
Sesak napas hebat yang dapat disertai sianosis, berkeringat dingin,
batuk dapat disertai dahak yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum),
pasien merasa ketakutan. Pasien bisanya dalam posisi duduk atau sedikit
membungkuk kedepan.
c. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik : frekuensi napas meningkat, dilatasi ala nasi, akan
terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula
yang menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan
saat inspirasi. Pada pemeriksaan paru didapatkan bronki basah kasar
setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.
Pemeriksaan jantung dapat ditemui protodiastolik gallop, bunyi
jantung II pulmonal mengeras.
Radiologis : foto thorax menunjukkan hilus yang melebar dan densitas
meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstitial
atau alveolar.
EKG : Pasien dengan edema paru kardiogenik yang non-iskemik
biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar
dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24
jam setelah klinis stabil. Pasien dengan krisis hipertensi biasanya
menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri (Ifan, 2010).
d. Patofisiologi
Edema Paru Akut (EPA) adalah akumulasi cairan di paru-paru
yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan dengan cepat.
Edema paru kardiogenik akut merupakan gejala yang dramatik ditandai
dengan derajat transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah
ke paru dari kejadian gagal jantung kiri yang akut. Hal ini dapat
diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar dari atrium kiri, peningkatan
volume yang berlebihan di ventrikel kiri, disfungsi diastolik atau sistolik
dari ventrikel kiri atau obstruksi pada jalur keluar dari ventrikel kiri.
Akibat akhir yang ditimbulkan adalah hipoksia berat (Ifan, 2010).
3. Sindrom nefrotik
a. Definisi
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari
kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckmans,
1996 ).
b. Diagnosis
Dasar diagnosa sindroma Nefrotik :
1. Edema
2. Proteinuria berat (£ 0,05 – 0,1 gr/kgBB/hr)
3. Hipoalbuminemia berat (< 2,5 gr %)
4. Hiperkolesterolemia (> 220 mg %) (Ahmad, 2000).
Keluhan pokok :
- bengkak berulang kali di seluruh tubuh dimulai dari kelopak mata,
dada, perut, tungkai, dan genital
- urin keruh
- sesak
- anemi ringan
- hipertensi ringan (Ahmad, 2000).
c. Gejala Klinik
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997).
4. Payah ginjal akut
a. Definisi
Gagal ginjal akut adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu
dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat
azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah merupakan
suatu sindrom klinis yang di tandai dengan penurunan mendadak (dalam
beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), di sertai
akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum dan kreatinin) terjadi
kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah
dari bahan-bahan racun, yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di
dalam darah misalnya urea (Sylvia, 2003).
b. Gejala Klinik
Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita
secara akut antara lain :
a. Bengkak mata, kaki
b. Nyeri pinggang hebat
(kolik)
c. Kencing sakit, sedikit
kadang timbul
merah/darah bahkan
sering kencing
d. Demam
e. Kelainan Urin: Protein,
Darah / Eritrosit, Sel
Darah Putih / Lekosit,
Bakteri.
f. Berkurangnya rasa,
terutama di tangan atau
kaki
g. Perubahan mental atau
suasana hati
h. Kejang
i. Tremor tangan
j. Mual, muntah
(Sylvia, 2003)
c. Diagnosis
1. Keluhan pokok
Seperti:mual,muntah,berak darah.
2. Tanda penting
Kesadaran menurun sampai koma, gastrointestinal (mual, muntah),
kardiovaskular hipertensi, payah jantung), pernapasan (asidosis, napas
bau ureum), kulit mukosa (perdarahan, edema).
3. Pemeriksaan laboratorium
proteinuri,albuminuri
sedimen urine mengandung:leukosit,RBC,silinder RBC/granuler.
konsentrasi Na dalam urine tinggi
osmolaritas urine rendah
Rasio ureum urine/plasma kurang dari 10
rasio ureum/kreatinin plasma kurang dari 10:1
uji diureutik
(Sylvia, 2003).
d. Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah
renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah
jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius
bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi vena atau arteri
bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak
secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang
berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani. Terdapat 4 tahapan
klinik dari gagal ginjal akut yaitu :
1. Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya
oliguria.
2. Stadium Oliguria.
Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit.
Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada
stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh
kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3. Stadium III
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya.
Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan
berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari
masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal
dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada
keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan
sangat mencolok sebagai penurunan.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala
yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya
menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula
menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal,
kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan
sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh.
4. Stadium akhir gagal ginjal
Penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis
(Sylvia, 2003).
5. Penyakit hati kronik
a. Definisi
Penyakit hati kronik adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
pengrusakkan jaringan hati yang bertahap seiring dengan perjalanan
penyakit, yang dapat menyebabkan fibrosis dan sirosis hati. Fibrosis
adalah pembentukan struktur seperti jaringan perut yang halus yang
menyebabkan pengerasan jaringan dan menghalangi aliran cairan yang
melewati jaringan-jaringan ini. Sirosis hati adalah proses terbentuknya
jaringan parut pada jaringan hati.
b. Gejala Klinik
Tanda-tanda dan gejala-gejala yang umum pada sejumlah tipe-tipe
berbeda dari penyakit hati termasuk:
- Jaundice atau kekuningan kulit
- Urine yang coklat seperti teh
- Mual
- Hilang selera makan
- Kehilangan atau kenaikan berat
tubuh yang abnormal
- Muntah
- Diare
- Warna tinja yang pucat
- Nyeri abdomen pada bagian
kanan atas perut
- Tidak enak badan atau
perasaan sakit yang kabur
- Gatel-gatel
- Varises
- Kelelahan
- Hipoglikemia
- Demam ringan
- Sakit otot-otot
- Libido kurang
- Depresi
c. Diagnosis
Banyak tes-tes lanjutan yang dapat digunakan untuk mendukung
diagnosis. Ini termasuk tes-tes darah, seperti:
1. Abdominal CT scan atau
abdominal MRI
2. ERCP, atau Endocopic
Rerogade
Cholangiopancreatography
3. Pemeriksaan USG
4. Pemeriksaan X-Rays
abdomen
5. Perhitungan darah lengkap
6. Scan hati dengan
radiotagged substance
untuk menunjukkan
perubahan-perubahan
struktur hati
7. Studi GI atas
8. Tes fungsi hati
9. Biopsi hati
d. Patofisiologi
Tertimbunnya cairan dalam rongga peritoneum merupakan manifestasi
dari kelebihan garam atau natrium dan air secara total dalam tubuh, tetapi
tidak diketahui secara jelas faktor pencetusnya. Terbentuknya acites
merupakan proses patofisiologi yang kompleks dengan melibatkan
berbagai faktor dan mekanisme pembentukannya diterangkan dalam tiga
hipotesis berdasarkan temuan eksperimental dari klinik sebgai berikut:
1. Teori underfilling, mengemukakan bahwa kelainan primer
terbentuknya asites
2. Teori overflow, mengemukakan bahwa pada pembentukan asites
kelainan primer yang terjadi adalah retensi garam dan air yang
berlebihan tanpa disertai penurunan volume darah efektif.
3. Teori vasodilitasi arteri perifer
6. Udem Otak
a. Definisi
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya
akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume
otak. Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di
daerah substansia grisea) maupuN ekstraseluler (daerah substansia alba),
yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial
(Permatasari, 2012).
b. Gejala Klinik
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan
tanda dan gejala berupa:
1. Nyeri kepala hebat.
2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
3. Penglihatan kabur.
4. Bradikardia dan hipertensi
5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan
(Permatasari, 2012).
c. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik
Pada bayi secara external dengan modified Schotz tonometer.
b. Pemeriksaan radiologi
CT Scan : CT Scan kepala dengan kontras dapat dipakai untuk
memastikan diagnosis
(Permatasari, 2012).
d. Patofisiologi
Edema otak vasogenik.
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood
brain barrier (sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler
meningkat, sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari
kapiler masuk ruangan ekstraseluler akibatnya cairan ekstraseluler
bertambah. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia
otak, tumor otak, hipertensi maligna, perdarahan otak dan berbagai
penyakit yang merusak pembuluh darah otak
Edema otak sitotoksik.
Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron,
glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik,
sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan
tekanan osmotik intraseluler yang akan menarik cairan masuk ke
dalam sel. Sel makin lama makin membengkak dan akhirnya
pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi
sempit, iskemia otak makin hebat karena perfusi darah terganggu.
Edema otak sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia
(cardiac arrest), iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-
zat kimia tertentu. Juga sering bersama-sama dengan edema otak
vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli
otak) dan meningitis.
Edema otak osmotik.
Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara
plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
otak dan kenaikan TIK. Pada edema otak osmotik tidak ada
kelainan pada pembuluh darah dan membran sel.
Edema otak hidrostatik/interstisial
Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi
terhambat, cairan srebrospinal merembes melalui dinding
ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraseluler
(Permatasari, 2012).
7. Hiperkalsemia
a. Definisi
Hiperkalsemia mengacu pada kelebihan kalsium pada plasma, atau
suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium dalam darah lebih dari 10,5
mg/dl darah. Kondisi ini merupakan ketidakseimbangan yang berbahaya
bila berat, pada kenyataannya, krisis krisis hiperkalsemia mempunyai
angka mortalitas 50% jika tidak diatasi dengan cepat (April, 2011).
Penyebab umum hiperkalsemia adalah penyakit neoplastik malignan
dan hiperparatiroidisme. Tumor malignansi dapat menyebabkan
hiperkalsemmia melalui berbagai mekanisme. Sekresi hormon paratiroid
berlebih yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme menyebabkan
meningkatnya pelepasan kalsium dari tulang dan meningkatnya
penyerapan kalsium pada usus dan ginjal (April, 2011).
b. Gejala Klinik
Anoreksia, mual, muntah, dan konstipasi adalah gejala yang umum
dari hiperkalsemia. Dehidrasi terjadi pada mual, muntah, anoreksia, dan
penyerapan kalsium yang bwrkaitan dengan natrium pada tubulus renalis
proksimal. Nyeri abdomen dan tulang dapat terjadi. Distensi abdomen dan
paralitik ileus dapat menyulitka krisis hiperkalsemia hebat. Rasa haus
yang hebat dapat terjadi sekunder terhadap poliuria yang disebabakan oleh
beban zat terlarut ( kalsium ) yang tinggi. Pasien dengan hiperkalsemia
dapat mengalami gejala yang menyerupai gejala ulkus peptikum karena
hiperkalsemia meningkatkan sekresi asam dan pepsin oleh lambung
(Patrick Davey, 2005).
c. Diagnosis
Uji antibodi hormon paratiroid ganda, dilakukan untuk membedakan
antara hiperparatiroidisme dengan malignansi sebagai penyebab
hiperkalsemia (Patrick Davey, 2005).
d. Patofisiologi
Terdapat tiga dasar mekanisme patofisiologi yang berkontribusi
terhadap kejadian hiper- kalsemia yaitu : peningkatan absorpsi kalsium
dari traktus gastrointestinal, penurunan eks- kresi kalsium ginjal, dan
peningkatan resorpsi kalsium tulang (Ginayah et al, 2011).
8. Batu ginjal
a. Definisi
Batu ginjal sering disebut Nephrolithiasis atau renal calculi merupakan
massa keras yang mengkristal seperti batu batu kecil yang dapat terbentuk
pada bagian saluran kencing dimana saja termasuk pada kandung kemih,
dalam ginjal yaitu di pasu ginjal (Al muhtaram, 2010).
b. Gejala Klinik
Gejala umum batu ginjal :
1. Kesulitan buang air kecil
2. Sering buang air kecil tapi tidak tuntas.
3. Mengalami rasa nyeri pada bagaian atas kemaluan saat buang air
kencing
4. Rasa sakit pada bagian belakang atau sisi tubuh.
5. Urin mengandung darah dan protein dan terlihat pekat (tidak jernih)
6. Dalam kondisi tertentu dapat menimbulakn demam dan sering muntah
(Al muhtaram,2010).
c. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan gejala kolik renalis, disertai dengan adanya nyeri
tekan di punggung dan selangkangan atau nyeri di daerah kemaluan tanpa
penyebab yang jelas. Analisa air kemih mikroskopik bisa menunjukkan
adanya darah, nanah atau kristal batu yang kecil. Biasanya tidak perlu
dilakukan pemeriksaan lainnya, kecuali jika nyeri menetap lebih dari beberapa
jam atau diagnosisnya belum pasti. Pemeriksaan tambahan yang bisa
membantu menegakkan diagnosis adalah pengumpulan air kemih 24 jam dan
pengambilan contoh darah untuk menilai kadar kalsium, sistin, asam urat dan
bahan lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya batu. Rontgen perut bisa
menunjukkan adanya batu kalsium dan batu struvit. Pemeriksaan lainnya yang
mungkin perlu dilakukan adalah urografi intravena dan urografi retrograde
(Deha,2012).
d. Patofisiologi
Mekanisme pembentukan batu ginjal atau saluran kemih tidak diketahui
secara pasti, akan tetapi beberapa buku menyebutkan proses terjadinya batu
dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana
apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti ( nidus ). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak,
dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat
menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan
menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.
Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih
Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti
batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam
larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda
asing saluran kemih.
Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine
(albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat
mengendapnya kristal-kristal batu.
Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat
penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat,
mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau
beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu
dalam saluran kemih.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi
dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian
bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada
batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau
hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat
menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan
ginjal permanen (Al muhtaram,2010).
9. Diabetes insipidus
a. Definisi
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan
hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi)
dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri).
b. Gejala Klinik
Diabetes insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba
pada segala usia. Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan
pengeluaran air kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan
melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38
L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi
dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok. Penderita terus
berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari.
c. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya. Untuk menyingkirkan
diabetes melitus (kencing manis) dilakukan pemeriksaan gula pada air kemih.
Pemeriksaan darah menunjukkan kadar berbagai elektrolit yang abnormal.
Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya untuk diabetes
insipidus adalah water deprivation test. Selama menjalani pemeriksaan ini
penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi dehidrasi berat. Oleh karena itu
pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau tempat praktek dokter.
Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan berat badan
dikur secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan darah turun
atau denyut jantung meningkat atau terjadi penurunan berat badan lebih dari
5%, maka tes ini dihentikan dan diberikan suntikan hormon antidiuretik.
Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap
hormon antidiuretik:
- pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
- tekanan darah naik
- denyut jantung kembali normal.
d. Patofisiologi
Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon
antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah
pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Hormon ini unik, karena dibuat
di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah oleh
hipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon
antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal
terhadap hormon ini (Andi, 2010).
10. Glukoma (open angle glaucoma dan acute angle glaucoma)
A. Glaukoma Sudut Terbuka Primer (Glaukoma Kronis)
a. Definisi
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan glaukoma yang tidak diketahui
penyebabnya dan ditandai dengan sudut bilik mata terbuka. Glaukoma primer
sudut terbuka merupakan penyakit kronis dan progresif lambat dengan atrofi
dan cupping dari papil nervus optikus dan pola gangguan lapang pandang yang
khas. Pada umumnya, glaukoma primer sudut terbuka terjadi pada usia lebih dari
40 tahun. Prevalensi juga lebih tinggi pada orang berkulit gelap atau berwarna
dibandingkan dengan orang berkulit putih (Ilyas, 2009).
b. Gejala Klinik
1. Gejala Subjektif
- Penglihatan biasanya baik, tidak merah, tidak sakit
- Individu akan semakin sering menabrak benda benda di sekitarnya
disebabkan karena semakin berkurangnya lapang pandang pasien.
- Pada stadium lanjut dari glaukoma ini, individu baru akan
mengeluh bahwa penglihatannya mulai kabur.
- Sakit kepala
- Penglihatan kabur
- Melihat pelangi bila sumber cahaya terang
- Pada stadium lanjut penglihatan akan terus berkurang sehingga
timbulnya kebutaan.
(Nuzulul, 2011)
c. Diagnosis
Pemeriksaan tonometri : tekanan intra okuler meningkat lebih dari 21
mmhg
Pemeriksaan dengan opthalmoskop : perubahan pada cup disc
ratio lebih dari 0,4, papil saraf optik tampak atrofi, optik disc tampak
lebih dalam.
Pada uji konfrontasi : tidak ditemukan kelainan pada lapang pandang
pada glukoma stadium awal namun jika sudah lanjut dengan
pmeriksaan ini tampak adanya penyempitan lapang pandang. Karena
itu sangat dianjurkan pemeriksaan dengan perimetri.
Pemeriksaan gonioskopi : sudut bilik mata depan tampak terbuka.
(Nuzulul, 2011)
d. Patofisiologi
Pada glaukoma sudut terbuka terjadi proses degeneratif di jalinan trabekular,
termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalan trabekular dan di bawah
lapisan endotel kanalis Schlemm. Akibatnya adalah penurunan drainase aqueous
humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intra okuler. Tekanan intraokuler
merupakan faktor resiko utama untuk glaukoma primer sudut terbuka. Terdapat
faktor resiko lain yang berhubungan dengan glaukoma primer sudut terbuka,
yaitu; miopia, diabetes mellitus, hipertensi dan oklusi vena sentralis retina (Ilyas,
2009).
Seiring dengan peningkatan tekanan intraokuler, tekanan akan menekan serat
saraf dari nervus optikus, yang berfungsi menghantarkan gambar di otak.
Peningkatan tekanan ini mengurangi suplai darah ke nervus optikus, yang
mengurangi suplai oksigen dan nutrien. Seiring berjalannya waktu tekanan
intraokuler yang semakin meninggi akan menyebabkan kerusakan nervus optikus
yang irreversibel dan kehilangan penglihatan (Nuzulul, 2011).
B. Glaukoma Sudut Tertutup Primer (Glaukoma Akut)
a. Definisi
Glaukoma akut/ glaukoma sudut tertutup primer adalah penyakit mata
yang disebabkan karena terjadi hambatan penyaluran keluar cairan akous
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra okular mendadak dan
dramatis (Ilyas, 2009).
b. Gejala Klinik
Glaukoma sudut tertutup akut ditandai oleh munculnya kekaburan
penglihatan mendadak yang disertai nyeri hebat, halo, serta mual dan muntah.
Temuan-temuan lainnya adalah peningkatan tekanan intraokular yang
mencolok, bilik mata depan dangkal, kornea berkabut, pupil berdilatasi, dan
injeksi siliar. Gejala cukup berat, sakit mata mendadak, penglihatan kabur,
mata merah, disertai dengan sakit kepala, serta mual atau muntah.
Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya
serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi
penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut.Penderita juga
mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan
merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang.
Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi
serangan tersebut bisa berulang. Setiap serangan susulan akan semakin
mengurangi lapang pandang penderita.
(Nuzulul, 2011).
a. Diagnosa
Anamnesis
- Dokter akan menanyakan apakah ada keluarga yang menderita glaukoma
seperti yang dialami pasien.
- Pada keluhan yang diutarakan pasien : Sakit mata hebat sampai ke kepala,
penglihatan kabur/menurun mendadak, mual muntah, melihat Halo (pelangi
disekitar objek)
- Diperlukan pula riwayat medis dan pribadi, pemeriksaan seperti tonometri.
- Apakah ada riwayat penyakit yang merupakan faktor resiko glaukoma.
- Apakah pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang menjadi faktor
resiko glaukoma.
Pemeriksaan fisik
- Mata merah ( injeksi konjungtiva dan injeksi siliar)
- Kornea suram
- Pupil midriasis (kadang-kadang)
- Reaksi pupil melambat / (-)
- Bilik mata depan dangkal
- Pada perabaan : mata yg mengalami glaukoma terasa lebih keras
dibandingkan sebelahnya
- Visus sangat menurun
- TIO meninggi
- Rincian iris tidak tampak
- Diskus optikus terlihat merah dan bengkak
b. Pemeriksaan penunjang
- Tonometri Schiotz ( Normal TIO : 10-21 mmHg), pada glaukoma akut dapat
mencapai 40 mmHg.
- Opthalmoskop : melihat discus opticus merah dan bengkak, rasio CDR 0,5
menunjukkan TIO meningkat signifikan.
- Gonioskop : untuk menilai keadaan sudut bilik mata depan : dangkal.
- Perimetri : lapang pandang akan berkurang karena peningkatan TIO dapat
merusakan papil saraf opticus.
- Slit-lamp biomikroskopi, dapat melihat hiperemis siliar karena injeksi
pembuluh darah konjunctiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil
oval vertikal, tidak ada reaksi terhadap cahaya.
c. Patofisiologi
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya humor
aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan pelebaran pupil
(misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil yang digunakan untuk
pemeriksaan mata atau obat tertentu) bisa menyebabkan penyumbatan aliran
cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa menggeser ke depan dan secara tiba-tiba
menutup saluran humor aqueus sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam
mata secara mendadak.
Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau
bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma akut lebih sering terjadi pada
malam hari karena pupil secara alami akan melebar di bawah cahaya yang redup.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel
ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti
dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Discus optikus menjadi
atrofik, disertai pembesaran cawan optik.
Glaukoma akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi
sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Hal ini menghambat aliran keluar aqueous
humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri
hebat, kemerahan dan penglihatan kabur.
Pada glaukoma akut, tekanan intraokular dapat mencapai 60-80 mmHg,
menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan
kerusakan nervus optikus.
(Nuzulul, 2011).
Daftar Pustaka
Al muhtaram.2010.Gejala Batu ginjal dan penyebabnya.Tersedia di :
http://www.metris-community.com/gejalabatuginjal-penyebab-
penyakitbatuginjal/
April. 2011. Hiperkalsemia.
http://em-apriel.blogspot.com/2011/07/hiperkalsemia.html [03-05-2013]
Andi, 2010. Apotik online dan media informasi obat – penyakit. Tersedia di :
http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=316
Deha. 2012. Diagnosis batu ginjal.Tersedia di :
http://pasbanget.co/read/2012/08/29/3184/327/9/Diagnosis-Batu-Ginjal
Ginayah, Mir’atul dan Harsinen Sanusi. 2011. Continuing Medical Education:
Hiperkalsemia CDK. 184/Vol.38 no. 3. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Ifan.2010.Edema Paru.Tersedia di : http://ifan050285.com/2010/02/12/edema-paru/
[diakses tanggal 4 Mei 2010]
Ilyas, sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
Kyfi. 2011. Gagal Jantung Kongestif / Congestif Heart Failure (CHF). Tersedia di :
http://kyfi.wordpress.com/2011/03/16/gagal-jantung-kongestif-congestif-
heart-failure-chf /
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Permatasari, Lisa.2012.Edema Cerebri.Tersedia di :
http://sugengmedica.com/2012/03/09/edema-cerebri/ [diakses tanggal 4 Mei
2013]
Sylvia A price,Lorraine M Wilson.2003.Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6 volume 1.Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC.