EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING TIPE PRE SOLUTION
POSSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
SISWA KELAS VIII SMP N 1 KEDUNGJATI TAHUN AJARAN 2015/2016
JURNAL
Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
YUDIKA RAHMAD PUTRA PRATAMA
202011049
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015/2016
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
TIPE PRE SOLUTION POSSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP N 1 KEDUNGJATI
TAHUN AJARAN 2015/2016
Yudika Rahmad Putra Pratama
Tri Nova Hasti Y
Novisita Ratu
Pendidikan Matematika FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52 – 60, Salatiga, Jawa Tengah 50711
e-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model problem posing tipe pre solution
posing efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika siswa
kelas VIII SMP N 1 Kedungjati. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP N
1 Kedungjati semester ganjil Tahun Ajaran 2015/2016. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik cluster sampling dan diperoleh sampel 28 siswa untuk kelas eksperimen dan 28
untuk kelas kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control group
design dengan kondisi awal kemampuan pemecahan masalah kedua kelas yang sama. Sampel
terdiri dari kelas VIII A sebagai kelas eksperimen (28 siswa) yang diajarkan menggunakan
model problem posing tipe pre solution posing dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol (28
siswa) yang diajarkan menggunakan model konvensional. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah tes kemampuan pemecahan masalah. Teknik pengumpulan data
menggunakan metode tes yaitu pretest dan posttest. Uji coba validasi instrumen tes
kemampuan pemecahan masalah meliputi validasi ahli. Uji prasyarat terhadap kemampuan
awal meliputi uji normalitas dengan metode Kolomogrov-Smirnov dan uji homogenitas
variansi populasi menggunakan metode Lavene. Dengan α = 0,05 (5%) diperoleh simpulan
bahwa kedua kelompok sampel masing-masing berasal dari populasi berdistribusi normal dan
kedua kelompok sampel tersebut diambil dari populasi yang mempunyai variansi homogen.
Pada uji keseimbangan mempunyai kemampuan yang tidak jauh berbeda atau seimbang.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dari hasil analisis didapat signifikansi sebesar
0,012<0,05 dengan rata-rata kelas eksperimen 87,50 lebih tinggi dari kelas kontrol yaitu
79,57. Hal ini menunjukkan bahwa model problem posing tipe pre solution posing efektif
terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP N 1 Kedungjati Tahun
Ajaran 2015/2016.
Kata Kunci : problem posing tipe pre solution posing, kemampuan pemecahan masalah
PENDAHULUAN
Pemecahan masalah adalah proses
pemerolehan atau pembentukan pengetahuan
(Nakin, 2003). Dengan kata lain, pemecahan
masalah dapat difungsikan pendidikan sebagai
jembatan bagi siswa dalam menambah maupun
memperoleh pengetahuan khususnya pengetahuan
matematika. Pemecahan masalah merupakan
bagian dari kurikulum metematika yang sangat
penting karena dalam proses pembelajaran
maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan
memperoleh pengalaman menggunakan
pengetahuan serta keterampilan yang sudah
dimiliki. Melalui kegiatan ini aspek-aspek
kemampuan matematika dapat dikembangkan
secara lebih baik. Polya(1985) mengajukan empat
langkah fase penyelesaian masalah yaitu
memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
menyelesaikan masalah dan melakukan
pengecekan kembali semua langkah yang telah
dikerjakan.
Hal ini sesuai dengan tujuan
pembelajaran matematika yang tertuang dalam
permendiknas No 22 (Depdiknas, 2006) tentang
standar Isi Mata Pelajaran Matematika SMA
antara lain:1) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan pemecahan masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh; 2)
mengkomunikasikan gagasan dengan symbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; 3) memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah. Namun pada
kenyataannya kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa masih rendah.
Rendahnya kemampuan pemecahan
masalah matematika di Indonesia ditunjukkan
oleh penelitian dan penilaian. Berdasarkan
Program for International Student Assessment
(PISA) pada tahun 2009 terkait kemampuan
pemecahan masalah, Indonesia menduduki urutan
60 dari 65 negara dengan skor 371 (Fleischman,
et al., 2010). Hasil penelitian TIMSS tahun 2011,
menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi
matematika adalah sebesar 386 (Provasnik, et al.,
2012). Skor prestasi matematika terkait
kemampuan pemecahan masalah hanya mencapai
Low International Benchmark. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia
rata-rata masih berada pada kemampuan
mengetahui angka dan desimal, operasi serta
grafik dasar.
Berdasarkan hasil penelitian dan
penilaian tampak bahwa terjadi kesenjangan
antara proses pembelajaran yang dilaksanakan di
sekolah dengan proses pembelajaran yang
semestinya. Proses pembelajaran matematika
yang dilaksanakan di sekolah seharusnya
mendukung perkembangan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini
mengindikasikan perlunya dirancang suatu model
pembelajaran matematika yang dapat melibatkan
siswa secara aktif dan menyenangkan tentunya
dengan melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi
di kelas. Siswa harus mencoba menemukan
sendiri pola-pola dan struktur matematika melalui
pengalaman belajarnya sehingga dapat memahami
materi pelajaran tersebut. Salah satu metode
pembelajaran matematika yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah adalah model pembelajaran problem
posing (Mahmudi, 2008).
Problem posing ialah perumusan soal
dari informasi atau situasi yang tersedia, baik
dilakukan sebelum, ketika, atau setelah
penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523),
metode pembelajaran problem posing adalah
metode pembelajaran yang menekankan siswa
mengajukan pertanyaan sendiri atau merumuskan
ulang soal menjadi pertanyaan-pertanyaan
sederhana yang lebih sederhana yang mengacu
pada penyelesaian soal tersebut dapat dikuasai
oleh siswa. Dimana soal-soal dapat berupa
gambar, cerita, atau informasi lain yang berkaitan
dengan materi pelajaran. Metode ini mengarahkan
pada siswa untuk lebih aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini, problem posing
merupakan salah satu pembelajaran yang
menuntut adanya keaktifan siswa baik mental
maupun fisik. Pada penelitian ini mengambil
model pembelajaran problem posing tipe pre
solution posing. Alasan mengapa mengambil
model tersebut karena memiliki bentuk aktifitas
kognitif matematika, yakni Siswa membuat
pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan
yang dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada
soal itu dibuat guru , sedangkan siswa membuat
pertanyaan dan jawabannya sendiri (Silver,1994).
Penerapan model problem posing tipe
pre solution posing juga dapat diterapkan sebagai
berikut (Silver,1994):a) menguraikan isi,
implementasinya adalah guru menjelaskan materi
kepada siswa, jika perlu untuk memperjelas
konsep guru tersebut memberikan siswa kode
pada setiap langkah tersebut, b) menggambarkan
masalah, implementasinya adalah Menggunkan
model problem posing guru memberi stimulus
kepada siswa berupa gambar, cerita, diagram,
paparan, dan lain-lain, kemudian siswa
menggambarkan masalah atau menjabarkan
masalah yang diberikan dengan mengidentifikasi
stimulus yang diberikan, c) membuat masalah,
implementasinya adalah guru memberi latihan
dengan model problem posing tipe pre solution
posing dengan mengaitkan masalah yang
berhubungan dengan kehidupan mereka sehari-
hari, d) mendiskusikan masalah, implementasinya
adalah guru menjadi fasilitator kepada siswa
untuk memandu siswanya berdiskusi untuk
memecahkan masalah. Guru hanya memantau dan
mengarahkan jalannya kegiatan belajar mengajar,
tidak boleh ikut terlibat dalam pemecahan
masalah. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan
kepercayaan para siswa bahwa mereka memiliki
kemampuan untuk mencari pemecahan masalah
itu sendiri, e) mendiskusikan alternatif pemecahan
masalah, implementasinya adalah guru membahas
tugas yang diberikan dengan model problem
posing tipe pre solution posing dan guru melatih
siswa untuk mencari kemungkinan pertanyaan
lain yang didapat dari stimulus yang diberikan.
Dalam penelitian ini, model inilah
yang akan diterapkan dalam pembelajaran
matematika. Model pembelajaran ini dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membuat soal sesuai situasi yang diberikan oleh
guru dan menyelesaikannya sendiri atau
diselesaikan oleh siswa yang lain, sehingga akan
terlihat kegiatan siswa akan lebih dominan
dibandingkan dengan guru. Soal yang telah
disusun dapat diajukan sebagai bahan diskusi
bersama teman sekelompok apabila muncul
permasalahan dapat didiskusikan dengan guru.
Dengan demikian akan dapat dilihat sejauh mana
siswa memahami materi yang telah diberikan.
Adanya hasil penelian yang pernah
dilakukan oleh N. I. Fajariyah, YL. Sukestiyarno,
Masrukan, I. Junaedi Jurusan Matematika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang Indonesia yang
meneliti tentang “keefektifan implementasi model
pembelajaran problem posing dan creative
problem solving terhadap kemampuan pemecahan
masalah peserta didik di SMP N 1 Tengaran”
pada akhir penelitian beliau menyimpulkan bahwa
Model pembelajaran Problem Posing efektif
terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta
didik di SMP Negeri I Tengaran, maka penelitian
ini akan meneliti tentang ada tidaknya efektivitas
model problem posing tipe pre solution
posingterhadap kemampuan pemecahan masalah
pada pembelajaran matematika siswa kelas VIII
SMP N 1 Kedungjati.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen dan jenis penelitian ini merupakan
True eksperimen. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N
1Kedungjati Tahun Ajaran 2015/2016.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
cluster sampling dan diperoleh sampel 28 siswa
untuk kelas eksperimen dan 28 untuk kelas
kontrol. Variabel penelitian terdiri dari model
Problem Posing Tipe Pre Solution Posing
(variabel bebas) dan kemampuan pemecahan
masalah (variabel terikat). Desain penelitian yang
digunakan adalah pretest-posttest control group
design. Awalnya kedua kelas diberi pretest, usai
pemberian pretest, diberikan perlakuan atau
treatment yang berbeda pada kedua kelas.
Akhir dari pemberian perlakuan, dilakukan tes
sebagai posttest (Sanjaya 2013: 105).
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah tes. Tes adalah pertanyaan
atau latihan serta alat yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
individu atau kelompok. Melengkapi data dari
hasil tes penelitian menggunakan teknik
pengumpulan data pendukung yaitu tes tertulis.
Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh
sesuai dengan yang diharapkan. Data yang
diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari
mengunakan data tes. Bentuk tes yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tes tertulis.
Menurut Arikunto (2006) mengatakan
bahwa tes adalah pertanyaan atau latihan serta alat
lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki individu
atau kelompok. Penelitian ini tes yang digunakan
untuk memperoleh data kemampuan pemecahan
masalah siswa dalam menyelsaikan soal setelah
diterapkan model problem posing tipe pre
solution posing. Terdapat dua macam tes yang
digunakan pada penelitian ini yaitu, tes awal
(pretest) yang digunakan untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah siswa awal dan
tes akhir (posttest) digunakan untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah siswa akhir.
Masing–masing berupa soal uraian yang terdiri
dari 5 butir soal tentang bangun datar untuk
pretest dan pythagoras untuk posttest.
Menghindari subjektivitas, maka peneliti
menyusun rubrik penilaian yang kriteria
peniliannya didasarkan pada rubrik penilian yang
dirancang sendiri yaitu dengan nilai tiap aspek
maksimum 5 dan minimun 0. Sebelum intrumen
pretest dan posttest digunakan, dilakukan uji
validasi ahli (judgment experts) oleh 3 pakar yaitu
2 guru matematika dan 1 dosen matematika.
Hipotesis penelitian diuji dengan
independent sample t-test. Syarat independent t-
test adalah normalitas. Terdapat dua macam
independent t-test sample yaitu equal variances
not assusmed (tidak diasumsikan bahwa kedua
variansi sama) dan equal variances assusmed
(diasumsikan bahwa kedua variansi sama). Untuk
mengetahui ini independent sample t-test yang
akan digunakan diperlukan uji homogenitas. Baik
uji normalitas, homogenitas maupun independent
sample t-test, ketiganya akan dilakukan dalam
taraf signifikan 0,05 (5%) dengan alat bantu
penelitian berupa software SPSS 19,0 for
windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah
Awal Siswa
Berdasarkan hasil perhitungan skor posttest
kemampuan pemecahan masalah pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh hasil
analisis data statistik deskriptif yang pada Tabel
5.
Tabel 1. Deskripsi Hasil Preetests
N
Minimu
m
Maxim
um Mean
Statistic Statistic Statistic Statistic
kontrol 28 66,25 100,00 80,6250
eksperimen 28 60,00 100,00 81,8750
Terlihat pada tabel 1 bahwa rata-rata kelas
eksperimen adalah 81,875 dan kelas kontrol
adalah 80,62
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Data Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah Awal Siswa
Berdasarkan Tabel 2 nilai signifikan pada
tabel Kolmogorof-Smrirnov bernilai 0,200 atau
20% yang berarti lebih dari 5% atau 0,05. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Setelah
dengan uji normalitas dapat disimpulkan bahwa
kedua kelas berasal dari populasi yang
berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan
uji homogenitas dengan menggunakan uji
levene’s test for equality of variances.
Tabel 3. Hasil Uji homogenitas untuk
Kemampuan Awal Siswa
Berdasarkan Tabel 3, nilai signifikan pada
uji homogenitas kelas eksperimen dan kelas
kontrol 0,097 dan lebih dari 0,05. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki varian
yang sama atau homogen sehingga kedua kelas
dapat dilakukan uji beda. Selanjutnya dilakukan
uji beda rerata t-test dengan menggunakan uji t-
test for equality of means
Tabel 4. Hasil Uji independent sample t-test
untuk Kemampuan awal siswa terhadap
pemecahan masalah
Berdasarkan Tabel 4, nilai signifikan kedua
kelas adalah 0,684 lebih besar dari 0,05. Jadi
rataan hasil belajar kelas eksperimen sama
dengan hasil belajar kelas kontrol. Ini
menunjukan pada kemampuan awal pemecahan
masalah kedua kelas memiliki kemampuan
pemecahan masalah yang sama.
B. Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah
Berdasarkan hasil perhitungan skor posttest
kemampuan pemecahan masalah pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol, diperoleh hasil
analisis data statistik deskriptif yang pada Tabel
5.
Tabel 5. Deskripsi Hasil Posttest
Berdasarkan hasil uji deskripsi pada Tabel 3,
terlihat bahwa rata-rata kelas eksperimen lebih
tinggi (87,50) daripada kelas kontrol (79,57).
Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data Tes Akhir
Kemampuan Pemecahan Masalah
Kolmogorov-Smirnov(a)
Statistic df Sig.
Nilai Posttest
0,116 56 0,059
Berdasarkan Tabel 6 nilai signifikan pada
tabel Kolmogorof-Smirnov bernilai 0,059 atau
5,9% yang berarti lebih dari 5% atau 0,05. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Setelah
dengan uji normalitas dapat disimpulkan bahwa
kedua kelas berasal dari populasi yang
berdistribusi normal, maka selanjutnya dilakukan
uji homogenitas dengan menggunakan uji
levene’s test for equality of variances yang dapat
dilakukan secara bersamaan dengan uji beda.
Kolmogorov-Smirnov(a)
Statistic df Sig.
Hasil Pretest
0,101 56 0,200(*)
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
Hasil Pretest
Equal variances assumed
2,856 0,097
Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std.
Error
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Hasil Pretest
Equal variances assumed
0,409
54 0,68
4 1,25000
3,05578
-4,87647
7,37647
Equal variances not assumed
0,409
50,895
0,684
1,25000
3,05578
-4,88504
7,38504
Kelas Sampel Kelas Kontrol
N Valid 28 28
Missing 0 0
Mean 87,5000 79,5714
Kurtosis -1,480 -,984
Std. Error of Kurtosis 0,858 0,858
Minimum 71,00 60,00
Maximum 100,00 100,00
Tabel 7. Hasil Uji homogenitas untuk
Kemampuan Pemecahan Masalah
Berdasarkan Tabel 7, nilai signifikan pada
uji homogenitas kelas eksperimen dan kelas
kontrol 0,341 dan lebih dari 0,05. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki varian
yang sama atau homogen sehingga kedua kelas
dapat dilakukan uji beda. Selanjutny dilakukan uji
beda rerata t-test dengan menggunakan uji t-test
for equality of means
Tabel 8. Hasil Uji independent sample t-test
dari pada Kemampuan Pemecahan Masalah
Berdasarkan Tabel 8, nilai signifikan kedua
kelas adalah 0,012 lebih kecil dari 0,05. Jadi
rataan hasil belajar kelas eksperimen berbeda
dengan hasil belajar kelas kontrol. Pada tabel 3,
rata-rata kelas eksperimen 87,50 lebih tinggi
daripada kelas kontrol yaitu 79,57 sehingga
kemampuan pemecahan masalah kelas
eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa model problem
posing tipe pre solution posing efektif terhadap
kemampuan pemecahan masalah pada
pembelajaran matematika siswa kelas VIII SMP
N 1 Kedungjati.
C. Pembahasan Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas
dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan
masalah siswa yang diajar menggunakan model
problem posing tipe pre solution posing lebih
tinggi dibanding kemampuan pemecahan masalah
siswa yang diajar dengan model konvensional.
Kedua kelas memiliki perbedaan dalam
kemampuan pemecahan masalah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa model problem posing tipe
pre solution posing efektif terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswakelas VIII SMP N 1
Kedungjati Tahun Ajaran 2015/2016. Hal ini
sesuai dengan rumusan hipotesis dalam penelitian
ini.
Problem posing pada dasarnya adalah
pengajuan soal mandiri, tetapi ada beberapa
macam problem posing menurut Silver dan Cai
dalam Ali Mahmudi pembelajaran problem
posing diaplikasikan dalam tiga bentuk aktivitas
kognitif matematika yaitu:a) Pre solution posing,
yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi atau
informasi yang diberikan; b) Within solution
posing, yaitu pembuatan atau formulasi soal yang
sedang diselesaikan; c) Post solution posing yaitu
memodifikasi atau merevisi tujuan atau kondisi
soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan
soal-soal baru yang lebih menantang.
Pada penelitian ini mengambil model
pembelajaran problem posing tipe pre solution
posing. Alasan mengapa mengambil model
tersebut karena memiliki bentuk aktifitas kognitif
matematika, yakni Siswa membuat pertanyaan
dan jawaban berdasarkan pernyataan yang dibuat
oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu
dibuat guru , sedangkan siswa membuat
pertanyaan dan jawabannya sendiri (Silver,1994).
Model problem posing tipe pre solution
posing dilakukan di kelas eksperimen sebanyak
tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama yang
diajarkan pada kelas eksperimen adalah
menemukan theorema pythagoras, diawali dengan
memberikan masalah berbentuk gambar pada
siswa dan mengingatkan kembali tentang berbagai
macam bentuk segitiga dan dilanjutkan dengan
mencari dan membuktikan sendiri theorema
pythagoras diharapkan siswa dapat aktif dalam
mengikuti pembelajaran. Berikut ini merupakan
bentuk aktivitas siswa pada pertemuan pertama.
Levene's Test for Equality of Variances
F Sig.
Hasil Postest
Equal variances assumed
0,924 0,341
Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
t df
Sig. (2-
taile
d)
Mean Differe
nce
Std. Error
Differe
nce
95% Confidence Interval
of the
Difference
Hasil Posttest
Equal variances assumed
2,594
54 0,01
2
7,9285
7
3,0567
5
1,80015
14,0569
9
Equal varian
ces not assumed
2,594
50,97
1
0,012
7,9285
7
3,0567
5
1,79180
14,0653
4
Gambar 1 Pengenalan macam-macam bentuk
segitiga
Gambar 1 merupakan proses guru
memperkenalkan macan-macam bentuk segitiga
kepada siswa. Dengan mengenalkan kembali
macam-macam bentuk segitiga diharapkan siswa
dapat mengingat materi sebelumnya yang
berhubungan dengan segitiga, selanjutnya siswa
dibimbing untuk membuktikan sendiri teorema
pythagoras.
Gambar 2 Langkah-langkah pembuktian
theorema pythagoras
Gambar 2 merupakan langkah-langkah yang
akan dilakukan oleh siswa untuk menemukan
theorema pythagoras. Dengan dituntunnya siswa
untuk menemukan sendiri theorema pythagoras,
diharapkan siswa dapat menguasai tentang materi
theorema pythagoras.Setelah siswa paham
mengenai teorema pythagoras, dengan melihat
LKS yang disediakan guru siswa melakukan
aktifitas-aktifitas problem posing tipe pre solution
posing tentang theorema pythagoras.
Gambar 3 aktifitas problem posing siswa
Pada gambar 3 merupakan aktifitas siswa
menggunakan model Problem Posing Tipe Pre
Solution Posin, guru sebagai fasilitator dan
membimbing siswa dalam memecahkan masalah.
Pertemuan kedua siswa dituntut untuk dapat
menemukan kebalikan tripel pythagoras. Dengan
pedoman siswa selalu aktif dalam pembelajaran,
siswa disuruh menemukan sendiri kebalikan tripel
pythagoras.
Gambar 4 Langkah-langkah
pembuktian kebalikan triple pythagoras
Gambar 4 merupakan cara guru untuk
membimbing siswa untuk menemukan sendiri
kebalikan tripel pythagoras. Dengan
membuktikan sendiri kebalikan triple pythagoras,
diharapkan siswa dapat menguasai tentang
kebalikan triple pythagoras pythagoras. Setelah
siswa paham mengenai kebalikan triple
pythagoras, sama seperti halnya pertemuan
pertama dengan melihat LKS yang disediakan
guru siswa melakukan aktifitas-aktifitas problem
posing tipe pre solution posing.
Gambar 5 Mengembangkan
pemahaman siswa
Dengan memberi siswa latihan soal yang
diperlihatkan pada gambar 5 diharapkan siswa
semakin paham terhadap materi tentang kebalikan
triple pythagoras.
a. Pada kertas berpetak, gambarlah segitiga dengan
panjang sisinya 15 satuan, 20 satuan dan 25
satuan. Apakah segitiga yang terbentuk adalah
segitiga siku-siku? Bandingkan kuadrat sisi
miring dengan jumlah kuadrat sisi yang lain.
Apakah yang dapat kalian simpulkan?
b. Pada kertas berpetak, gambarlah segitiga dengan
panjang sisinya 12 satuan, 14 satuan dan 16
satuan. Apakah segitiga yang terbentuk adalah
segitiga lancip? Bandingkan kuadrat sisi miring
dengan jumlah kuadrat sisi yang lain. Apakah
yang dapat kalian simpulkan?
c. Pada kertas berpetak, gambarlah segitiga dengan
panjang sisinya 15 satuan, 20 satuan dan 28
satuan. Apakah segitiga yang terbentuk adalah
segitiga siku-siku? Bandingkan kuadrat sisi
miring dengan jumlah kuadrat sisi yang lain.
Apakah yang dapat kalian simpulkan?
Diketahui segitiga ABC dengan panjang
sisi-sisinya adalah 6cm, 11cm, dan 14cm
Pada segitiga ABC, diketahui panjang AB =
6cm, AC = 8cm, dan BC = 10cm. bentuk
apakah segitiga ABC tersebut ? Mengapa ?
Gambar 6 Aktivitas siswa
Gambar 6 merupakan salah satu proses
problem posing tipe pre solution posing, dimana
Guru hanya sebagai fasilitator membimbing
siswa dengan melihat bahan tersebut siswa
dituntut untuk mengembangkan soal dan
menjawabnya sendiri sesuai dengan prinsip
problem posing tipe pre solution posing.
Pada pertemuan ketiga siswa dituntut untuk
mengenal sudut-sudut istimewa pada theorema
pythagoras. Dengan mengingatkan kembali
tentang sudut-sudut istimewa guru memberi
aktifitas kepada siswa.
Melalui aktivitas siswa yang dilakukan
dengan LKS yang telah disediakan guru, siswa
dibimbing untuk membuktikan sendiri
perbandingan sudut-sudut isitimewa pada segitiga
siku-siku diharapkan siswa semakin paham
dengan sudut-sudut istimewa pada teorema
pythagoras.
Setelah siswa paham mengenai sudut-sudut
istimewa pada pythagoras, dengan melihat LKS
yang disediakan guru siswa melakukan aktivitas-
aktivitas problem posing tipe pre solution posing.
Gambar 6Aktivitas siswa menggunakanmodel
problem posing tipe pre solution posing
Gambar 6 merupakan salah satu proses
problem posing tipe pre solution posing, dimana
Guru hanya sebagai fasilitator hanya
membimbing siswa dengan melihat bahan
tersebut siswa dituntut untuk mengembangkan
soal dan menjawabnya sendiri sesuai dengan
prinsip problem posing tipe pre solution posing.
Berbeda dengan kelas eksperimen, pada
kelas kontrol guru mengajar menggunakan
metode konvesional. Guru hanya memberikan
materi dan memberi latihan soal pada kelas
kontrol. Tetapi dalam pembelajaran baik di kelas
eksperimen maupun kelas kontrol, siswa
diajarkan untuk menemukan penyelesaian
masalah sendiri karena hal ini sesuai dengan
pendekatan scientific. Perbedaan antara kedua
kelas terletak pada penerapan model problem
posing tipe pre solution posing. Pada kelas
eksperimen, guru menyajikan masalah, siswa
diminta untuk membuat soal sendiri dan
menjawab soal yang dibuat sendiri. Sedangkan
kelas kontrol, guru sebagai fasilitator namun guru
tidak menberikan masalah seperti apa yang
diterapkan pada kelas eksperimen. Melalui model
problem posing tipe pre solution posingpada kelas
eksperimen memiliki kemampuan pemecahan
masalah yang lebih baik dibandingkan kelas
kontrol. Oleh karena itu, model problem posing
tipe pre solution posing memberikan kesempatan
kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah pada pelajaran matematika.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan
bahwa problem posing tipe pre solution posing
merupakan salah satu model pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dalam proses
kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran
ini mewajibkan siswa membuat pertanyaan dan
jawaban sendiri berdasarkan soal yang diberikan
guru.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan
pada bab IV, maka dapat disimpulkan model
problem posing tipe pre solution posingefektif
terhadap kemampuan pemecahan masalah
siswakelas VIII SMP N 1 Kedungjati Tahun
Ajaran 2015/2016, ditunjukan dengan nilai
signifikan kedua kelas adalah 0,012 lebih kecil
dari 0,05. Jadi rataan hasil belajar kelas
eksperimen berbeda dengan hasil belajar kelas
kontrol. Diperkuat dengan rata-rata kelas
eksperimen 87,50 lebih tinggi dari pada kelas
kontrol yaitu 79,57 sehingga kemampuan
pemecahan masalah kelas eksperimen lebih baik
dari pada kelas kontrol.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka
disarankan bagi: (1) Guru agar dapat menerapkan
model pembelajaran problem posing tipe pre
solution posing sebagai variasi pembelajaran
dikelas. Guru perlu memiliki keterampilan yang
menciptakan sebual metode pembelajaran yang
efektif untuk menciptakan suatu pembelajaran
yang bermakna bagi siswa; (2) Setelah diketahui
model pembelajaran problem posing tipe pre
solution posing efektif terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa, siswa hendaknya
dapat mengikuti pembelajaran matematika
dengan baik dan mampu menyerap apa yang
disampaikan oleh guru; (3) Penerapan model
pembelajaran problem posing tipe pre solution
posing memberikan hasil yang baik terhadap
kemampuan pemecahan masalah siswa, oleh
sebab itu pihak sekolah diharapkan untuk
membantu mengembangkan model pembelajaran
tersebut sehingga model pembelajaran tersebut
dapat menjadi pilihan para guru sebagai salah
satu satu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan prestasi sekolah khususnya pada
bidang pembelajaran matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia nomor 22
Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Jakarta: Depdiknas
Arikunto, Suharsini. 2007. Manajemen Penelitian.
Fajariyah, Sukestiyarno, Masrukan, Junaedi. 2012
. keefektifan implementasi model
pembelajaran problem posing dan
creativeproblem solving terhadap
kemampuan pemecahan masalahpeserta
didik di SMP N 1 Tengaran.
Fleischman, H.L., Hopstock, P. J., Pelczar M.P.,
Shelley, B. E., & Xie, H. 2010. Highlights
from PISA 2009: Performance of U.S. 15-
year-old students in reading, mathematics,
and science literacy in an International
context.Tersedia pada
http://nces.ed.gov/pubs2011/2011004.pdf.
Mahmudi, Ali. 2008. Pembelajaran Problem
Posing untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika. Makalah
Disampaikan pada Seminar Nasional
Matematika diselenggarakan oleh Jurusan
Matematika FMIPA UNPAD Bekerjasama
dengan Departemen Matematika UI,
Sabtu, 13 Desember 2008.
Nakin, J. B. N. (2003). Ceativity and Divergent
Thinking in Geometry Education.Disertasi
University of South Africa. [Online].
Tersedia:http://etd.unisa.ac.za/ETD-
db/theses/available/etd-04292005-
151805/unrestricted/00thesis.pdf.[7 Januari
2008].
Polya, George, ((1985), How To Solve It 2nd ed
Princeton University Press , New Jersey
Provasnik,S., Kastberg, D., Ferraro, D.,
Lemanski,N., Roey S., & Jenkins F. 2012.
Highlights from TIMSS 2011 mathematics
and science achievement of U.S. fourth-
and eighth-grade students in an
International context.
Silver, E.A. & Cai, S.. 1996. An Analysis of
Arithmetic Problem Posing by Middle
School Students,Journal for Research in
Mathematics Education. 27: 521-539
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran
Matematika. Bandung: JICA