BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan pokok yang diangkat penulis dalam paper ini ialah
mengenai diskriminasi yang dialami oleh suku Uighur China. Suku Uighur
merupakan salah satu suku atau etnis minoritas di China yang menganut agama
islam serta memegang teguh ajaran-ajaran serta peraturan fundamental di dalam
agama islam. China sendiri tercatat dalam sensus penduduk tahun 2000 bahwa
dari 1.159,4 juta penduduk China, 91,59% diantaranya diidentifikasi sebagai etnis
Han dan sisanya yaitu sekitar 8,41% atau 106.43 juta merupakan kaum minoritas
yang berjumlah 55 kelompok.1 Hal ini tentu saja memberikan kontribusi yang
lumayan besar terhadap diskriminasi yang dialami oleh suku Uighur yang
memang merupakan salah satu etnis minor beragama muslim. Dan mayoritas suku
Uighur tersebut mendiami wilayah China yang bernama Xianjiang.
Sejak Xianjiang jatuh ke dalam kekuasaan China, wilayah ini memang
sarat akan konflik etnis dan konflik agama. Pola-pola integratif yang dilakukan
pemerintah China dengan pendidikan politik terbukti tidak berhasil
mengintegrasikan suku Uighur dengan penduduk China yang lain. Bahkan
ekskalasi pemberontakan suku Uighur diperuncing dengan adanya migrasi secara
massif suku Han ke wilayah Xianjiang dan juga Urumqi.2 Beberapa sumber
menyebutkan bahwa migrasi besar-besaran oleh etnis Han tersebut bertujuan
untuk menyingkirkan etnis Uighur secara perlahan dari wilayah Xianjiang
maupun Urumqi. Diketahui bahwa kedua wilayah ini merupakan salah satu
wilayah di China yang tercatat memiliki kandungan gas alam dan minyak bumi
yang besar dan letaknya yang strategis karena berbatasan langsung dengan Asia
Tengah (Selatan).3 Sehingga penghitungan ekonomis dalam hal ini dapat diterima
1 Data ini diadopsi dari http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDataby Id/7614/7614.pdf [pada tanggal 26 Maret 2011].2 Artikel ini diakses dari http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/download DatabyId/7611/7611.pdf [pada tanggal 26 Maret 2011].3 Artikel ini diakses dari http://nadwah.unsri.ac.id/index.php?option=com_conten &view= article&id=138:muslim-china-bertahan-hidup-&catid=35:islam-di-asia&Itemid=47 [pada tanggal 26 Maret 2011].
apabila kemudian pemerintah pusat China berkepentingan terhadap penguasaan
daerah ini.
Di samping itu, dalam upayanya untuk melakukan modernisasi China pun
menempuh cinicization atau sinoisasi etnis minoritas. Sinoisasi merujuk kepada
internalisasi kebudayaan China oleh kelompok minoritas, termasuk agama, yang
secara tradisional disebut kelompok barbarian. Internalisasi kebudayaan China
bertujuan untuk membangun nasionalisme China yang berbasis pada nasionalitas
Han. Dengan demikian nasionalisme China sama dengan hegemonisasi
nasionalitas etnis han atau homogenisasi warga negara China.4 Hal ini berkaitan
erat dengan upaya China dalam membangun rasa percaya dirinya atau yang biasa
disebut dengan istilah Confident Building Measurement terkait Middle Kingdom
Syndrome yang dialami China sendiri. Bahwa China memandang perlu untuk
membangun negaranya sebagai negara yang kuat dari dalam (bangsanya sendiri)
dan didukung oleh kondisi “ramah-tamah” di luar dirinya (wilayah di sekitar
China itu sendiri).
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis kemudian tertarik untuk
menganalisa lebih jauh mengenai konflik atau pemberontakan yang terjadi akibat
diskriminasi yang dialami etnis minoritas Uighur China. Oleh karena itu pada
akhirnya penulis memutuskan untuk mengambil judul paper sebagai berikut :
DISKRIMINASI PEMERINTAH CHINA TERHADAP ETNIS
MINORITAS MUSLIM UIGHUR.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menjelaskan karya tulis ilmiah ini maka penulis mencoba untuk
memfokuskan permasalahan pada diskriminasi yang dialami suku Uighur China,
baik dalam aspek politis, ekonomi, budaya, maupun agama. Penulis juga akan
memaparkan sedikit mengenai diskriminasi tersebut yang kemudian menimbulkan
konflik, termasuk deskripsi berkenaan dengan konflik itu sendiri. Berdasar pada
uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dijawab oleh penulis dalam tulisan
ini adalah sebagai berikut:
4 Idem 2.
1. Mengapa konflik etnis tersebut terjadi (apa saja faktor yang
melatarbelakanginya)?
2. Bagaimana cara kelompok etnis yang berkonflik melakukan aksi
politiknya?
1.3 Kerangka Pemikiran
Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih rasional mengenai
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka penulis akan
menggunakan kerangka pemikiran sebagai berikut.
1.3.1 Sebab-sebab atau Sumber-sumber Konflik menurut Michael E. Brown.
Diskriminasi yang dialami oleh etnis muslim Uighur di China telah
menimbulkan konflik antar etnis Han, etnis mayoritas di China, dengan etnis
Uighur. Namun konflik tersebut justru terlihat sebagai bentuk diskriminasi lain
yang semakin memojokkan eksistensi etnis Uighur. Michael E. Brown membagi
dua aspek yang merupakan faktor penyebab konflik tersebut terjadi, yakni
Underlying Causes yang merupakan faktor utama yang menyebabkan konflik, dan
Proximate Causes yang merupakan faktor pemicu konflik (Trigger Factor).
Masing-masing aspek tersebut kemudian dipecah lagi menjadi beberapa bagian
yang lebih dalam lagi level analisisnya.
a. Underlying Causes
i. Faktor Struktural. Biasanya berkenaan dengan pemerintahan
negara dimana etnis yang bersangkutan tinggal. Namun salah satu
faktor struktural yang kental terlihat dalam konflik ini ialah faktor
kekhawatiran terhadap keamanan internal negara yang bersangkutan,
dalam hal ini adalah China. China menempuh tindakan-tindakan
represif terhadap etnis Uighur untuk mencapai keamanan internal. Hal
ini erat kaitannya dengan upaya Chinanisasi yang dilakukan PKC
(Partai Komunis China) yang merupakan salah satu bentuk revolusi
kebudayaan yang ingin dicapai China. Apalagi semenjak kejadian
9/11 serta “perang melawan terrorism” yang diusung oleh Amerka
Serikat mulai dilakukan secara intensif. Mengingat dalam peristiwa
9/11 tersebut umat Islam (mengacu pada Al-Qaedah) yang dijadikan
kambing hitam alias objek utama yang dilabeli kata Teroris itu sendiri.
Dan etnis Uighur yang notabene beragama muslim seolah menjadi
sasaran empuk bagi pemerintahan komunis China yang memang
berniat untuk menasionalisasikan warga negaranya berdasarkan
nasionalitas etnis mayoritas di China, yakni Han.
ii. Faktor Politik. Dalam pemaparan poin sebelumnya, secara
implisit dapat dilihat bahwa persoalan ideologi, lembaga politik yang
diskriminatif, serta kepentingan elit penguasalah yang sarat akan
faktor politik yang menimbulkan diskriminasi hingga memicu adanya
konflik antar etnis mayoritas, Han, dengan etnis minoritas, Uighur.
iii. Faktor Ekonomi. Diskriminasi dalam aspek ekonomi yang
dilakukan pemerintah China terhadap etnis Uighur juga berkontribusi
terhadap konflik yang timbul kemudian. Banyak media cetak bahkan
elektronik yang mengungkapkan fakta bahwa sebagian besar
masyarakat yang beretnis Uighur mengalami kesulitan untuk mencari
pekerjaan, bahkan mereka juga diperlakukan kasar di tempat-tempat
pelayanan publik seperti rumah sakit, bank, dll. Pembangunan
ekonomi yang mengarah pada modernisasi juga menambah daftar
panjang diskriminasi yang diterima oleh etnis muslim Uighur. Bahkan
hingga saat ini sebagian etnis Uighur masih bekerja dengan bercocok
tanam dan beternak, dan tentu saja wacana industrialisasi yang akan
semakin di masifkan di sebagian wilayah seperti Xianjiang hingga
Urumqi akan secara perlahan menggeser dan semakin mengucilkan
keberadaan suku Uighur.
iv. Faktor Sosial Budaya. Pada poin ini penulis berasumsi bahwa
sejarah etnis atau kelompok yang bermasalah sejak lama merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan konflik terjadi bahkan
diskriminasi yang berkepanjangan hingga saat ini pun masih saja
terjadi. Misalnya pada masa Mao Tse Dong pada tahun 1966-1976
yang dikenal dengan sebutan An Ultra Leftish Movement, sekitar
10.000 masjid di wilayah Xianjiang mengalami diskriminasi yang
serius. Banyak diantara masjid-masjid tersebut yang ditutup atau
dimusnahkan dan imamnya dipenjara.5
b. Proximate Causes
i. Faktor Struktural. Poin ini menekankan pada fakta akan
perubahan pola demografis. Hal ini dapat kita teliti dari migrasi besar-
besaran oleh etnis Han ke dua wilayah utama dimana etnis Uighur
mayoritas bertempat tinggal, yakni Xianjiang dan Urumqi. Preseden
ini seringkali kita ketahui sebagai salah satu upaya nasionalisasi etnis
Han yang di-back up penuh oleh pemerintahan China itu sendiri.
ii. Faktor Politik. Ialah ideologi komunis serta nasionalitas atas
nama etnis Han yang semakin diintensifkan kepada seluruh etnis-etnis
lainnya yang ada di dataran China.
iii. Faktor Ekonomi. Ketimpangan ekonomi yang diakibatkan oleh
kesulitan warga yang beretnis Uighur untuk mencari pekerjaan.
Sekalipun mereka memiliki daya saing serta kualitas yang memadai,
namun pemerintah China termasuk lembaga-lembaga di negaranya
mempersulit keadaan ini. Termasuk juga upaya pembangunan
ekonomi dan modernisasi yang semakin cepat dan massif, apalagi
pasca kepemimpinan Deng Xiao Ping.
iv. Faktor Sosial Budaya. Diskriminasi budaya yang semakin parah,
misalnya dipicu melalui adanya penghinaan etnis dan propaganda
yang dilakukan pemerintah China terhadap etnis Uighur yang
kemudian mengadu domba etnis Han yang melampiaskan
kemarahannya akibat terhasut isu tidak benar atau propaganda yang
sengaja diciptakan tadi.6 Salah satu tuduhan atau propaganda yang
5 Idem 2.
6 Artikel ini diakses dari http://erabaru.net/featured-news/48-hot-update/3068-komunis-china-secara-massal-membunuh-suku-uighur-dan-orang-tibet-merusak-lembaran-qharmonisasiq [pada 26 Maret 2011]
dilancarkan oleh pemerintah China ialah bahwa etnis muslim Uighur
merupakan teroris dan separatis yang dipimpin oleh Rabiya Kadeer,7
1.3.2 Tindakan Politik (Political Action) yang Ditempuh Etnis yang
Bersangkutan dalam Memperjuangkan Haknya.
Dari serangkaian diskriminasi yang kompleks tersebut, tentu saja akan
menimbulkan semacam tuntutan/keluhan atau Grievance yang tentu saja
diharapkan untuk ditindaklanjuti. Grievance tadi dapat ditempuh melalui dua cara,
antaralain.
a. Protest
Protes dalam hal ini didefinisikan sebagai suatu bentuk upaya yang
dilakukan oleh etnis yang mengalami diskriminasi, atau dikategorikan
sebagai Politicized Communal Group oleh Tedd Gurr, dengan cara
“give a voice” atau menyuarakan Grievance tersebut. Protes ada yang
sifatnya “non-violence” dan ada pula yang bersifat “violence”. Protes
yang bersifat non-violence ini merujuk pada aksi protes secara damai,
dalam artian tanpa melibatkan unsur-unsur kekerasan. Misalnya
melalui proses negosiasi, lobbying, diplomasi, dll. Sedangkan Protes
yang bersifat violence merupakan protes yang sedikit banyak
menggunakan kekerasan didalamnya namun derajatnya lebih rendah
dibandingkan dengan “rebellion”.
Protes umumnya ditujukan untuk merubah kebijakan pemerintah
yang bersifat diskriminatif atau merugikan pihak tertentu dan sekaligus
diharapkan untuk dapat memenuhi tuntutan terhadap kelompok yang
melakukan protes tersebut, baik itu melalui protes yang bersifat non-
violence maupun yang bersifat violence. Namun sebatas itu saja tanpa
berusaha dan bermaksud untuk menduduki posisi di Pemerintahan.
b. Rebellion
7 Artikel ini diakses dari http://nadwah.unsri.ac.id/index.php?option=com_content&view= article&id=138:muslim-china-bertahan-hidup-&catid=35:islam-di-asia&Itemid=47 [pada tanggal 26 Maret 2011]
Rebellion atau Pemberontakan ini bertujuan untuk mengubah
power relation diantara kelompok-kelompok yang bersangkutan. Yang
pada akhirnya merujuk pada adanya power-sharing yang sama oleh
pemerintah. Dari sisi strategi, pemberontakan umumnya ditandai
dengan upaya-upaya yang bersifat coercive power, yakni memaksa
kekuatan-kekuatan pemerintah menggunakan senjata.
Perbedaan yang cukup signifikan antara pemberontakan dengan
protes yang bersifat violence ialah bahwa kekerasan dalam tahapan
rebellion ini cenderung lebih terkontrol dan terorganisir dengan baik
untuk menyerang kekuatan pemerintah. Sedangkan protes yang
kemudian menimbulkan tindakan-tindakan kekerasan tidak lebih
merupakan reaksi dari tindakan-ttindakan militer yang berusaha
menghentikan protes dengan cara yang represif. Oleh karenanya
kekerasan yang merupakan respon selama aksi protes berlangsung ini
kemudian lebih bersifat sporadis. Sebagai catatan, bahwa tidak
menutup kemungkinan apabila protes-protes yang terjadi baik yang
bersifat violence mapun non-violence tidak ditindaklanjuti dengan
memadai, maka hal ini akan berkembang menjadi suatu
pemberontakan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Diskriminasi Pemerintah China Terhadap Etnis Uighur
China merupakan salah satu negara di dunia yang tercatat sebagai negara
dengan jumlah penduduk yang terbilang padat, bahkan disinyalir telah mencapai
angka sekitar 1 milliar jiwa. Sebagaimana yang telah disebutkan pada poin latar
belakang, tepatnya dalam bagian bab pendahuluan, bahwa China terdiri atas
berbagai etnis. Etnis Han merupakan etnis mayoritas di China tercatat sebesar
91,54% penduduk China, sementara sisanya sebesar 8,41% merupakan kelompok
etnis minoritas. Diantara kaum minoritas itu terdapat pemeluk Islam sekitar 21
juta jiwa yang terdiri dari suku Hui, Uighur, Kazakh (Hasake), Tatar, Kirgis,
Tajik, Ozbek, Dongxiang, Salar, dan Bonan. Namun minoritas etnis Hui dan
Uighur yang paling dominan.8
Wilayah Xianjiang merupakan salah satu provinsi dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi tertinggi berkat industri minyak dan gas. Xinjiang
merupakan daerah penghasil minyak terbesar ke dua di China. Luasnya mencapai
1,6 juta km persegi, atau seperenam dari total wilayah China. Xinjiang memiliki
daerah yang bergurun dan bergunung-gunung, pipa saluran minyak dan gas dari
Asia tengah juga melintasi wilayah itu. Sejak tahun 1980-an, Xinjiang menjadi
wilayah yang strategis dan amat penting bagi China. Sejak tahun itu pula
penduduk China etnis Han mulai bermigrasi ke Xinjiang dan hidup berdampingan
bersama masyarakat Muslim Uighur. Para imigran Han bekerja di sektor-sektor
strategis seperti industri minyak dan sebagainya, sementara masyarakat Muslim
Uighur lebih banyak bekerja di sektor pertanian.9 Kandungan gas alam serta
minyaknya turut memberikan kontribusi terkait kepentingan ekonomi yang
berlebih bagi pemerintah China khususnya.
Penduduk asli Xinjiang berasal dari ras-ras Turki yang beragama Islam,
terutama suku Uighur (45,21%) dan suku Kazakh (6,74%). Selain itu, di Xinjiang
juga terdapat suku Cina Han, yang berjumlah sekitar 40,58% (sensus 2000).
Persentase suku Han di Xinjiang meningkat secara drastis dari 6% saat berdirinya
8 Idem 1.9 Artikel ini diakses dari http://afif.multiply.com/journal/item/39/Ada_Apa_Dengan_Xinjiang [pada tanggal 29 Maret 2011]
Republik Rakyat Cina (1949) hingga lebih dari 40% pada saat ini.10 Namun
sayangnya keadaan ekonomi yang sangat baik di wilayah tersebut tidak serta
merta menjadikan etnis Uighur ikut merasakan perekonomian yang maju di
wilayahnya. Karena yang terjadi justru etnis Han-lah, yang notabene pendatang di
wilayah tersebut, yang paling diuntungkan dengan segala bentuk investasi serta
subsidi dari pemerintah pusat. Perhatikan tabel Distribution of Wealth di wilayah
Xianjiang berikut ini.
Table 1 : Distribution of wealth in the main sub-regional administrative units
in Xinjiang
Source: 2002 Xinjiang tongji nianjian, op. cit., pp. 106, 110-115, 713, 715; 2002
Zhongguo tongji nianjian, op. cit., p. 51.
Tabel di atas mengilustrasikan pendapatan ekonomi yang di wilayah
Xianjiang. Jumlah populasi di tiap-tiap unit atau wilayah di propinsi Xiangjiang
10 Artikel ini diakses dari http://satriagunawanx13.blogspot.com/2010/05/intervensi-pemerintahan-komunis-china.html [pada tanggal 29 Maret 2011]
tersebut ditunjukkan dalam bentuk prosentase. Dan pada kolom paling kiri
merupakan pendapatan perkapita dari masing-masing unit di propinsi Xianjiang
dalam mata uang China, yakni Yuan. Berikut ini merupakan (detail) data statistik
perbandingan pendapatan dari etnis uighur dan etnis Han di wilayah Xianjiang
pada tahun 2005.
Tabel 2 : Descriptive Statistics aged 16-59, Xinjiang, 2005
Full Sample Han locals Han migrants UyghurMonthly income (Yuan) 853.4 896.4 380
(616.4) (623.5) (395.5)Age 37.8 34.3 33.3
(8.4) (8.5) (11.1)Male 56.0 61.1 57.6Education (%) primary and below 14.5 30.3 44.5 junior high school 41.8 44.0 39.5 senior high school 21.6 15.1 7.8 college or above 22.1 10.6 8.2 Urban hukou (%) 65.3 25.8 17.4N 9580 2385 10616
Agricultural SampleMean Income (Yuan) 543.8 603.3 246.2
(477.5) (468.6) (229.6)Mean Age 39.2 35.8 33.4
(9.1) (8.6) (11.5)Male 53.5 51.2 55.1Education (%) primary and below 29.5 45.2 52.7 junior high school 60.4 48.0 42.3 senior high school 9.3 6.9 4.3 college or above 0.8 0.0 0.7 Urban hukou (%) 26.6 4.4 2.2N 3306 248 7571
Non-agricultural SampleMonthly income 1016.6 930.4 712.5
(618.9) (630.3) (509.1)Age 37.1 34.1 33.2
(7.9) (8.5) (9.8)Male 57.3 62.3 63.8
Education (%) primary and below 6.6 28.6 24.2 junior high school 32.0 43.5 32.4 senior high school 28.0 16.1 16.5 college or above 33.4 11.8 26.9 Urban hukou (%) 85.7 28.3 55.3Sector distribution government Institutions 27.9 6.7 37.4 state-owned enterprises 34.8 20.7 11.1 self-employed 24.9 50.9 45.6 private enterprises 12.4 21.8 5.9N 5,310 1,683 2,558
Sumber Data: 0.5% sample of 2005 mini-census; Pola dalam kurung merupakan
penyimpangan standar (standard deviation).
Orang-orang yang menjawab pekerjaan mereka dengan opsi jawaban “Other
sectors” (3.2%) ialah tergabung dalam Private Enterprises.
Sedangkan mereka yang menjawab opsi “Others” (7.4%) diperlakukan atau
dianggap sebagai Self-Employed.11
Dari tabel kedua ini dapat terlihat jelas ketimpangan ekonomi yang ada
antara etnis Han lokal dan etnis Han yang merupakan migrant dengan etnis
Uighur itu sendiri. Apabila dijumlah hasil dari penghitungan pendapatan etnis
Han lokal dengan etnis han pendatang baru, maka jumlahnya jauh lebih besar
dibandingkan jumlah pendapatan etnis Uighur baik dari bidang agrikultural
maupun yang non-agrikultural. Disamping itu distribusi pada sektor-sektor
perekonomian pun mayoritas dikuasai oleh etni Han lokal dan juga etnis Han
pendatang baru.
Penulis berasumsi bahwa, berdasarkan pada kerangka pemikiran yang
digunakan, keadaan diskriminatif semacam ini sarat akan faktor ekonomi dalam
poin penjelasan underlying causes menurut pendapat Michael E. Brown.
2.2 Kegiatan atau Tindakan Politik yang Ditempuh Etnis Uighur dalam
Memperjuangkan Haknya
11 Data statistik ini diakses dan diadopsi dari http://soc.haifa.ac.il/~haifa2010/wp-content/uploads/song.pdf [pada tanggal 27 Maret 2011]
Konflik yang terjadi antara etnis mayoritas China yakni Han dengan etnis
muslim Uighur umumnya dipicu dari berbagai faktor. Pada poin sebelumnya telah
diulas mengenai faktor ekonomi dalam teori major Underlying Causes yang
digagas oleh Michael E. Brown. Dalam teori major yang lain yakni Proxomate
Causes, maka faktor ekonomi yang memicu ketegangan diantara kedua etnis ialah
kesulita-kesulitan yang dialami etnis Uighur dalam mencari pekerjaan. Ditambah
lagi dengan migrasi besar-besar etnis Han ke wilayah Xianjiang serta banyaknya
sektor-sektor produksi, sektor pemerintahan, dll yang dikuasai oleh etnis Han
tersebut. Pemerintah China pun seolah-olah membiarkan keadaan yang demikian
ini berlangsung. Sehingga hal ini pun memicu ketidakpuasan di kalangan etnis
Uighur terhadap pemerintah China.
Sampai akhirnya, pada 5 Juli 2009 di Urumqi, Xinjiang terjadi demo
massal Uighur yang mencapai puluhan ribu orang. Rezim komunis China
menindas dengan kekuatan militer, mengakibatkan sedikitnya ratusan orang
tewas. Setelah peristiwa itu media resmi komunis China mempropaganda secara
besar-besaran insiden berdarah yang dialami oleh suku Han yang disebabkan oleh
demo massal Uighur, tersebut sehingga membangkitkan kemarahan orang Han,
mereka turun ke jalan untuk membalas dendam terhadap penduduk Uighur.12 Pada
tataran ini maka demo missal yang dilakukan oleh etnis Uighur tersebut
merupakan salah satu bentuk implementasi dari Political Action yang bersifat
violence. Karena pada saat itu pemerintah mengerahkan kemampuan militernya
untuk membendung aksi demo yang awalnya berjalan damai tersebut hingga
menimbulkan kekerasan yang berujung pada konflik antar etnis Han dengan etnis
Uighur. Sekaligus peristiwa ini juga termasuk salah satu faktor pemicu konflik
yakni faktor struktural. Sebab disini terlihat jelas upaya pemerintah China yang
berusaha mengendalikan aksi protes damai yang coba ditempuh oleh etnis Uighur
dengan tindakan represif dari kekuatan militernya.
Dalam peristiwa 5 Juli 2009 ini juga terdapat unsur (faktor) politis yang
dilakukan oleh pemerintah PKC dengan cara mengadu domba antara etnis Han
dengan etnis Uighur sampai mengakibatkan konflik antar etnis. Dengan demikian
12 Idem 10.
PKC dapat mengaburkan fakta bahwa sebenarnya merekalah yang melakukan
pembantaian missal terhadap etnis Uighur. Hal ini erat kaitannya dengan ideologi
Komunis yang dipegang teguh oleh pemerintahan Hu Jintao yang coba
dinasionalisasikan ke seluruh warganya tanpa terkecuali. Sementara seperti yang
kita ketahui etnis Uighur merupakan etnis yang beragama Islam.
Mungkin memang ada etnis-etnis lain selain Uighur yang beragama Islam,
seperti etnis Hui misalnya. Karena memang etnis Hui dan etnis Uighur merupakan
dua etnis minoritas China yang paling dominan diantara etnis-etnis lainnya yang
menganut agama Islam. Namun kemudian timbul pertanyaan mengenai,
“Mengapa justru etnis Uighur-lah yang menjadi concern utama bagi pemerintah
PKC?”. Pertama ialah karena etnis Hui disebutkan memiliki ciri-ciri serta
kebudayaan yang nyaris sama dengan etnis Han, seperti contohnya penggunaan
bahasa China oleh keduanya. Dan etnis Hui sendiri relatif tidak memiliki
perbedaan mendasar dengan etnis Han, kecuali agama. Sampai-sampai ada
pernyataan terkenal mengai etnis Hui, yakni: “Hui are just Han who do not eat
pork” (cadre at tianjin). 13Disamping itu etnis minoritas Hui ini banyak
mendominasi wilayah otonomi Ninxia-Huizu. Kedua, sekaligus terkait dengan
alasan sebelumnya ialah bahwa upaya konstruksi nasionalitas oleh pemerintah
PKC di wilayah Xianjiang mengalami sedikit kendala karena sebagian besar
wilayah tersebt dihuni oleh etnis Uighur. Etnis muslim Uighur ini memiliki
sejarah yang pada jaman nenek moyangngya dengan pemerintah China. Etnis
Uighur sebelumnya pernah tergabung dengan Republik Turkestan Timur dari
tahun 1944 sampai dengan 1949. Namun semenjak meletusnya revolusi Komunis
pada tahun 1949, wilayah Xianjiang menjadi bagian dari wilayah China yang
merupakan salah satu wilayah otonom China dengan kondisi sumber daya alam
yang melimpah. Itu sebabnya etnis Uighur sering kali di konstruksikan sebagai
kelompok separatis oleh pemerintah PKC. Dan hal ini pula yang menjadi alasan
utama mengapa pemerintah PKC lebih concern terhadap keberadaan etnis Uighur
dibandingkan dengan etnis muslim lainnya, bahkan etnis Hui sekalipun.
13 Artikel ini diakses dari http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/download DatabyId/7611/7611.pdf [pada tanggal 26 Maret 2011]
Pemerintah Cina dilaporkan telah melakukan pelanggaran-pelanggaran
HAM di Xinjiang, diantaranya pelanggaran kebebasan beragama, kebebasan
berkumpul dan berpendapat, hambatan atas pendidikan, diskriminasi, serta
hukuman mati terhadap tahanan politik. Keberadaan sekolah Islam, masjid dan
imam dikontrol secara ketat, dan para imam diharuskan “berdiri di sisi pemerintah
dengan teguh dan menyampaikan pendapatnya dengan tidak samar-samar”. Sejak
1995 hingga 1999, pemerintah telah meruntuhkan 70 tempat ibadah serta
mencabut surat izin 44 imam. Pemerintah juga secara resmi menerapkan larangan
ibadah perorangan di tempat-tempat milik negara.14 Penulis menganalisis keadaan
ini berdasarkan pada teori major Proximate Causes, yakni merupakan salah satu
tindakan diskriminasi dalam aspek sosial budaya.
Protes-protes dari etnis Uighur tidak hanya terjadi di China, melainkan
juga di Amerika Serikat bahkan Australia yang ditempuh oleh mereka etnis
Uighur yang tidak tinggal di China. Rabiyaa Kadeer, Ketua Konggres etnis
Uighur Dunia yang tinggal di Amerika Serikat, menyampaikan bentuk protesnya
melalui pemutaran film dokumenter yang bercerita mengenai riwayat hidupnya.
Belakangan ini, pemerintah PKC berusaha keras untuk menghentikan The 10
Conditions of Love film dokumenter tentang Rebiya yang ditayangkan pada
festival film Melbourne pada 8 Agustus 2009 silam.15 Pemerintah PKC bertindak
demikian karena sebenarnya hal yang paling ditakutkan olehnya ialah apabila
seluruh dunia mengetahui peristiwa naas yang terjadi pada 5 Juli 2009. Rabiyaa
Kadeer dalam ini pun menjadi concern utama bagi pemerintah PKC karena
ditakutkan beliau akan mengungkapkan fakta yang sebenarnya terkait tragedy
bedarah 5 Juli tersebut.
Pada tanggal 17 Oktober 2009 diadakan seminar yang berjudul “Seminar
60 Tahun PKC Merampok Negara”, dan salah satu tamu undangannya ialah
Yusoph Shohret, seorang ilmuwan suku Uighur yang menetap di Adelaide,
Australia Selatan.16 Dalam pidatonya beliau memberikan pernyataan mengenai
14 Idem 10.15 Artikel ini diakses dari http://www.epochtimes.co.id/pdfindonesia/epochtimes111.pdf [pada 29 Maret 2011]16 Artikel ini diakses dari http://www.epochtimes.co.id/pdfindonesia/epochtimes120.pdf [pada tanggal 29 Maret 2011]
peristiwa berdarah 5 Juli 2009, dimana sekitar 30 ribu orang warga Uighur
dibantai dalam tempo semalam saja. Dengan diadakannya seminar tersebut beliau
mengungkapkan harapannya agar dunia internasional mulai concern atau
setidaknya memperhatikan diskriminasi yang dialami etnis Uighur oleh kebijakan-
kebijakan pemerintah China yang cendeerung diskriminatif dan represif terhadap
etnis tersebut. Dan tentu saja seminar ini merupakan salah satu upaya politik yang
ditempuh oleh (salah satu) etnis Uighur dalam memperjuangkan hak-haknya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian mengenai faktor-faktor pemicu konflik hingga kegiatan atau
tindakan-tindakan politik yang ditempuh oleh etnis yang bersangkutan untuk
memperjuangkan haknya, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa faktor-
faktor pemicu hingga pecahnya konflik antar etnis mayoritas di China, yakni Han,
dengan etnis muslim minoritas, yakni Uighur. Faktor-faktor tersebut antaralain
ialah faktor struktural, faktor politik, faktor ekonomi, dan juga faktor sosial-
budaya. Sedangkan kegiatan atau tindakan politik yang ditempuh oleh etnis
Uighur, sebagai etnis yang terdiskriminasi dalam kasus ini, sejauh fakta yang
terpapar maka tindakan politiknya masih dalam tataran protes. Dalam artian
belum sampai pada bentuk Rebellion atau pemberontakan. Namun tidak menutup
kemungkinan apabila suatu saat nanti mereka akan melakukan tindakan yang
mengarah pada pemberontakan terhadap pemerintah China. Karena memang
sampai saat ini pemerintah PKC tidak menunjukkan itikad baik untuk
menindaklanjuti Grievance yang coba disuarakan oleh etnis Uighur melalui
berbagai bentuk protes yang selama ini mereka lakukan. Ditambah lagi dengan
meletusnya revolusi di kawasan Timur Tengah yang diawali oleh “Revolusi
Melati” di Tunisia. Hal ini bisa menjadi angin segar bagi etnis muslim Uighur
yang telah sekian lama mengalami perlakuan diskriminatif dari pemerintah China.
Dan seharusnya hal ini menjadi suatu wacana yang patut dipertimbangkan secara
matang bagi pemerintah China terkait kebijakan-kebijakannya yang tergolong
diskriminatif dan represif terhadap etnis Uighur.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel dan Situs Internet
Boundaries, Discrimination, and Interethnic Conflict in Xinjiang, China. Artikel
ini diakses dari http://www.ijcv.org/index.php/ijcv/article/viewPDF
Interstitial/77/pdf_2, [pada tanggal 26 Maret 2011]
China Perketat Aturan di Xinjiang. Artikel ini diakses dari
http://www.muslimdaily.net/berita/internasional/4752/china-perketat-
aturan-di-xinjiang, [pada tanggal 26 Maret 2011]
Dinamika Sosial Minoritas Muslim China. Artikel ini diakses dari
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyI
d/7611/7611.pdf, [pada tanggal 26 Maret 2011]
Ethnic Stratification in China’s Labor Markets. Artikel ini diakses dari
http://soc.haifa.ac.il/~haifa2010/wp-content/uploads/song.pdf, [pada tanggal
27 Maret 2011]
Indonesia File - Politik Rasialis Cina. Artikel ini diakses dari
http://indonesiafile.com/content/view/1663/53/, [pada tanggal 26 Maret
2011]
Komunis China Secara Massal Membunuh Suku Uighur dan Orang Tibet,
Merusak Lembaran “Harmonisasi”. Artikel ini diakses dari
http://erabaru.net/featured-news/48-hot-update/3068-komunis-china-secara-
massal-membunuh-suku-uighur-dan-orang-tibet-merusak-lembaran-
qharmonisasiq [pada tanggal 26 Maret 2011]
Mimpi Buruk Para Pemimpin Cina. Artikel ini diakses dari
http://www.inilah.com/read/detail/127142/mimpi-buruk-para-pemimpin-
cina, [pada tanggal 27 Maret 2011]
Mohammadihsan.com _ Cina Melarang Umat Islam Urumqi Shalat Jumat - @
Berita & Artikel. Artikel ini diakses dari
http://www.mohammadihsan.com/view.php?
subaction=showfull&id=1247446253&archive=&start_from=&ucat=2&,
[pada tanggal 26 Maret 2011]
Muslim China Bertahan Hidup « Wahana Dakwah Islamiyah. Artikel ini diakses
dari http://nadwah.unsri.ac.id/index.php?option=com_content&view=article
&i=138:muslim-china-bertahan-hidup-&catid=35:islam-di-asia&Itemid=47,
[pada tanggal 26 Maret 20111]
Persamaan dan Perbedaan Problematika Muslimdi India dan China.
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyI
d/7614/7614.pdf, [pada tanggal 26 Maret 2011]
Politik Rasialis China « Kabar Tiongkok. Artikel ini diakses dari
http://kabartiongkok.wordpress.com/2011/01/01/politik-rasialis-china/,
[pada tanggal 26 Maret 2011]
Qantara.de « Kami sangat menderita di bawah rezim otoriter Cina. Artikel ini
diakses dari
http://id.qantara.de/webcom/show_article.php/_c-767/_nr-40/i.html, [pada
tanggal 26 Maret 2011]
Revolusi Timur Tengah Bawa Angin Segar Bagi Muslim Uighur _ Islam _Muslim
dlm Gambar Dan Berita Internasional. Artikel ini diakses dari
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/revolusi-timur-tengah-bawa-angin-
segar-bagi-muslim-uighur-t43665/, [pada tanggal 26 Maret 2011]