Download - Diabetes Mellitus

Transcript
Page 1: Diabetes Mellitus

DIABETES MELLITUS

DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya(1).

Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan

oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang

progresif yang dilatar belakangi oleh resistensi insulin(2).

ETIOLOGI(1)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah

sbb:

1. Diabetes Melitus tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin

dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam

beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan

karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-

13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.

Page 2: Diabetes Mellitus

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat

rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons

terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.

DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan

histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel

Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-

acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat

pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto

atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA)

DR3 atau HLA DR4.

Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di

mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang

molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel

beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan

terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin,

dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang

idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat

idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan

Asia.

2. Diabetes Melitus tipe 2

Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan

aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang

masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung

seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin

bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan

Page 3: Diabetes Mellitus

hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan

kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan

produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.

Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang

diabetogenik yaitu :

Faktor keturunan

Faktor obesitas : (perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya barat, asupan

kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah).

Faktor demografi :

− Jumlah penduduk meningkat

− Urbanisasi

− Penduduk berumur diatas 40 tahun meningkat

Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap

ras.

3. Diabetes Melitus tipe lain

Defek genetik fungsi sel beta

Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel

beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau

disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin

namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6

lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga

mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi

kelaian genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi

insulin.

Page 4: Diabetes Mellitus

Defek genetik kerja insulin

Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia,

hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami

akantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium.

Penyakit eksokrin pankreas

Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.

Endokrinopati

Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja

mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti pada sindroma

Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi

pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat

diperbaiki bila kelebihan hormon-hormon tersebut dikurangi.

Karena obat/zat kimia

Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus)

dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu

kerja insulin.

Infeksi

Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B,

CMV, adenovirus, dan mumps.

Imunologi

Ada dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan antibodi

antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di

sel beta pankreas.

Sindroma genetik lain

Down’s syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.

Page 5: Diabetes Mellitus

4. Diabetes Kehamilan/gestasional

Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu

kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan.

Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga.

EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia prevalensi DM telah meningkat secara signifikan selama dua dekade

terakhir, dari sekitar 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi 177 juta pada 2000. Berdasarkan

perkembangan saat ini, 360 juta orang akan menderita diabetes pada tahun 2030 (Gambar 338-

2). Meskipun prevalensi dari kedua tipe 1 dan tipe 2 DM meningkat di seluruh dunia, prevalensi

DM tipe 2 meningkat jauh lebih cepat karena meningkatnya obesitas dan mengurangi tingkat

aktivitas sebagai negara menjadi lebih maju. Hal ini berlaku di sebagian besar negara, 6 dari 10

negara dengan tingkat tertinggi di Asia. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan

Penyakit (CDC) diperkirakan 20,8 juta orang, atau 7% dari populasi menderita diabetes pada

Page 6: Diabetes Mellitus

tahun 2005 (30% dari individu dengan diabetes yang tidak terdiagnosis). Sekitar 1,5 juta individu

(> 20 tahun) yang baru didiagnosa diabetes pada tahun 2005. Pada tahun 2005, prevalensi di DM

Sates Serikat diperkirakan 0,22% pada mereka <20 tahun dan 9,6% pada mereka> 20 tahun.

Pada individu> 60 tahun prevalensi DM 20,9%. Prevalensi ini sama pada pria dan wanita hampir

seluruh rentang usia (10,5% dan 8,8% pada individu> 20 tahun) tapi sedikit lebih pada pria> 60

tahun. Perkiraan di seluruh dunia pada tahun 2030 jumlah terbesar orang dengan diabetes pada

usia 45-64 tahun.

Diabetes Mellitus Type 1

Di Indonesia penyandang diabetes mellitus (DM) tipe 1 sangat jarang. Demikian pula di negara

tropis lain. Hal ini ada hubungannya dengan letak geografis Indonesia yang terletak di daerah

khatulistiwa. Dari angka prevalensi berbagai negara terlihat bahwa semakin jauh negara dari

daerah khatulistiwa semakin tinggi prevalensi DM tipe 1 nya. Adanya kekurangan asam aspartat

pada posisi 57 dari rantai HLA-DQ-beta menyebabkan orang itu jadi rentan atau susceptable

terhadap timbulnya DM tipe 1. Dan juga didukung oleh faktor lingkungan yang sangat

berperan(2).

Diabetes Mellitus Type 2 ( 3 )

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan

diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6% kecuali Pekajangan, suatu desa dekat

Semarang, 2,3% dan di Manado 6%.

Prevalensi di Pekajangan agak tinggi karena banyak perkawinan antara kerabat.Penelitian antara

tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, suatu

angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makassar prevalensi diabetes terakhir tahun

2005 yang mencapai 12,5%. Menurut perkiraan WHO Indonesia akan menempati peringkat

nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025.

Page 7: Diabetes Mellitus

KLASIFIKASI

Secara klinis terdapat 2 macam diabetes tetapi sebenarnya ada yang berpendapat diabetes

hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu yang kekurangan insulin secara

total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “insulin dependent” atau

“ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang

disebabkan ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang “stable” atau ”maturity

onset” atau “non insulin dependent”. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin

yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi insulin

(insulin requiring), tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis walaupun insulin eksogen

dihentikan. Bahkan diantara mereka mungkin terdapat kenaikan jumlah insulin secara absolut

bila dibandingkan dengan orang normal, tetapi ini biasanya berhubungan dengan obesitas dan

atau inaktifitas fisik.

Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok besar diabetes dapat dibagi lagi atas

kelompok kecil. Pada satu kelompok besar “IDDM” atau Diabetes tipe 1. Kelompok besar

lainnya NIDDM atau diabetes tipe 2. Istilah inipun digunakan oleh ADA pada tahun 1997

sampai 2005.

Klasifikasi DM berdasarkan ADA 2009

Page 8: Diabetes Mellitus

PATOFISIOLOGI

Tubuh manusia memerlukan bahan untuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Dan tubuh

manusia juga membutuhkan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi berasal

dari bahan makanan yang kita makan sehari hari yaitu :

Karbohidrat (gula dan tepung-tepungan)

Protein (asam amino)

Lemak (asam lemak)

Pengolahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus.

Didalam saluran cerna makanan dipecah menjadi bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi

glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu

akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh

tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat

berfungsi sebagai bahan bakar,zat makanan harus masuk kedalam sel agar dapat diolah. Didalam

sel zat makanan terutama glukosa dibakar lalu menjadi energi. Proses ini disebut metabolisme.

Dalam proses metabolisme itu insulin berfungsi sebagai yang memasukkan glukosa ke dalam sel,

untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah hormon yang dikeluarkan

oleh beta di pancreas.

Dalam keadaan normal artinya kadar insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh

reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel sehingga

glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi / tenaga. Akibatnya kadar

glukosa dalam darah normal.

Kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan menyebabkan resistensi insulin dan

kehilangan sel beta pankreas. Data terbanyak dari epidemiologi mengindikasikan tingginya

pengaruh faktor genetik, terdapat sel monozigot setelah umur 40 tahun.3 Seseorang dengan orang

tua yang menderita diabetes melitus tipe 2 mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena

diabetes melitus; jika kedua orang tua mempunyai diabetes melitus resiko meningkat 40%.

Page 9: Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat,

sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan metabolisme

lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Terjadinya

peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonurea (keton dalam urin) dan kadar

natrium menurun serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis.

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun,

sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan

melebihi ambang ginjal maka akan timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan

diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus

(polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi.

Glukosuria mengakibatkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa

lapar yang tinggi (polifagi).

Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi

menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah

Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai

makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka tidak cepat

sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi

dan terjadinya gangguan.

Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun, sehingga

suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan menjadi kabur

Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur

dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati

Diabetes mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf

pusat sehingga mengakibatkan neuropati.

Page 10: Diabetes Mellitus

MANIFESTASI KLINIS

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah

ini:

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

DIAGNOSIS

Diagnosis harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam

menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara

pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Walaupun demikian sesuai

dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun

kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan

oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan screening. Uji diagnostik DM dilakukan

pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda DM, sedangkan screening bertujuan untuk

mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM.

PERKENI membagi alur diagnosis DM menajdi dua bagian besar berdasarkan ada

tidaknya gejala khas DM.

Gejala Khas Gejala Tidak Khas

Poliuria Lemas

Polidipsi Kesemutan

Polifagia Luka yang sulit sembuh

Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas Gatal

Page 11: Diabetes Mellitus

Mata kabur

Disfungsi ereksi (pria)

Pruritus vulva (wanita)

Keterangan : Apabila ditemukan gejala khas DM pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali

saja sudah cukup memastikan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka

diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200mg/dL

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih

sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-

ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada bagan

berikut :

Page 12: Diabetes Mellitus

Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil

pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh,

maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa

darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula

darah 2 jam < 140 mg/dL.

Kriteria diagnosis

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan

Page 13: Diabetes Mellitus

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan

dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak

menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien

dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien

dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara

menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya

DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan

melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema

langkah-langkah pemeriksaan pada kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada

bagan1.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak

dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana

tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan

dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa

darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 3.

Page 14: Diabetes Mellitus

Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)

Catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap

tahun.

Screening Diabetes Mellitus4

Tabel 3. Screening Diabetes mellitus2

Page 15: Diabetes Mellitus

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi

glukosa

Page 16: Diabetes Mellitus
Page 17: Diabetes Mellitus

Tabel 5. Evaluasi penegakan diagnosis DM secara keseluruhan2

Kriteria Diagnosis

Tabel 6. perbandingan kriteria diagnostik WHO 1999 dan ADA 20037

Kriteria Diagnosis yang digunakan 1,2,5,6:

1. Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) atau

2. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma

sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu

makan terakhir. Atau

3. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa

diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau

Page 18: Diabetes Mellitus

4. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa

anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut PERKENI 2011 :

• Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

• A1C

• Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)

• Kreatinin serum

• Albuminuria

• Keton, sedimen, dan protein dalam urin

• Elektrokardiogram

• Foto sinar-x dada

1. Urinalisis

Glukosuria

Menggunakan diastix atau clinistix yang sensitive terhadap glukosa di urin hingga

100mg/Dl (5,5 mmol)

Ketonuria

Menggunakan test netropusside (ketosix). Meskipun tes ini tidak dapat mendeteksi

adanya ϐ-hydroxybutiric acid, tetapi estimasi nilai semikuantitaif ketonuria dapat

digunakan di praktek klinik. 3

2. Pemeriksaan darah

3. Lipoprotein

Rujukan

Page 19: Diabetes Mellitus

Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan kesehatan yang memungkinkan

dilakukan rujukan. Rujukan meliputi5:

Rujukan ke bagian mata

Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi

Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes

Rujukan kepada perawat khusus kaki (podiatrist), spesialis perilaku (psikolog) atau

spesialis lain sebagai bagian dari pelayanan dasar.

Konsultasi lain sesuai kebutuhan.

TERAPI

Tujuan penatalaksanaan jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,

mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Jangka

panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan

neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Pilar penatalaksanaan DM5 :

I. Edukasi.

II. Terapi Nutrisi Medis.

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)

Page 20: Diabetes Mellitus

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau

diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari

kebutuhan kalori sehari.

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan

melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan

lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein

Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa lemak,

ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok

teh) garam dapur.

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti

natrium benzoat dan natrium nitrit.

Page 21: Diabetes Mellitus

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup

serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,

karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Termasuk

pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah.

Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,

acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake /

ADI)

III. Latihan Jasmani.

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit. Latihan

jasmani yang dianjurkan adalah yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,

jogging, dan berenang.

Page 22: Diabetes Mellitus

Tabel 7. Aktivitas fisik sehari-hari5

IV. Terapi Farmakologis.

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani

(gaya hidup sehat).

1. Obat hipoglikemik oral.

Bentuk sediaan terdapat pada (lampiran 1)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan5:

a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

c. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

e. DPP-IV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin

Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.

Page 23: Diabetes Mellitus

intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM

dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. Untuk

menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan

faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan

sulfonilurea kerja panjang.

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan

pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi

dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini

dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

B. Meningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor

Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah

protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat

edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di

samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes

gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum

Page 24: Diabetes Mellitus

kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya

penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek

samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah

makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal

penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai

efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak menimbulkan efek

samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

E. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh

sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk

ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan

sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah

oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak

aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk

meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.

Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja

enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog

incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu

menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk

aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.

Contohnya adalah exenatide, liguratide.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar

glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

Page 25: Diabetes Mellitus

Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

2. Suntikan

1. Insulin. Bentuk sediaan terdapat pada ( Lampiran 2 )

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

nsulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Page 26: Diabetes Mellitus

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Cara Penyuntikan Insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat

suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.

Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja

menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan

insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan

pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat

dilihat dalam buku panduan tentang insulin.

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan

benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya

dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama. Harus

diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan

semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit).

2. Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang

tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada

pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan

berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang

Page 27: Diabetes Mellitus

diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti

memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini

antara lain rasa sebah dan muntah. Contohnya adalah sitagliptin; saxagliptin; linagliptin.

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan

pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal

atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-

combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang

mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan

insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan

untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO

dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam

hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali

glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja

menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis

tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di

atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan

diberikan terapi kombinasi insulin.

KOMPLIKASI

Komplikasi Akut

1. Hipoglikemia

Page 28: Diabetes Mellitus

HIpoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa

darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang.

Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat oabt hipoglikemik oral golongan sulfonilurea,

khususnya klorpropamida dan glibenklamida.

Penyebab hipoglikemia :

a. Makan kurang dari aturan yang ditentukan

b. Berat badan turun

c. Sesudah olahraga

d. Sesudah melahirkan

e. Sembuh dari sakit

f. Makan obat yang mempunyai sifat serupa

g. Pemberian suntikan insulin yang tidak tepat

Tanda hipoglikemia mulai muncul bila glukosa darah kurang dari 50 mg/dl, meskipun

reaksi hipoglikemia bias juga muncul pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis

dari hipoglikemia sangat bervarias.

Tanda – tanda hipoglikemia

1. Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun.

2. Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sederhana

3. Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama dihidung, bibir atau tangan,

berdebar-debar.

4. Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau tanpa kejang

Pengobatan Hipoglikemia

Page 29: Diabetes Mellitus

Pada keadaan apapun pengobatan yang paling baik adalah pencegahan. Pasien dan dokter

bekerja sama sebaik-baiknya. Dokter dapat memberikan penerangan (edukasi) tentang obat,

pengaruh terhadap glukosa darah dan hubungannya dengan makanan.

a. Stadium permulaan (sadar)

Pemberian gula murni + 30 g ( 2 sendok makan ). Stop obat hipoglikemik, periksa glukosa darah

sewaktu dan pemulihan ulang setiap 4 jam selama 24 jam penderita OAD perlu dikaji ulang

b. stadium lanjut (koma hipoglikemi)

penanganan keadaan gawat darurat ini harus cepat dan tepat. Berikan larutan glukosa 40%

sebanyak 2 flakon, intravena setiap 10-20 menit hingga pasien sadar disertai pemberian cairan

dextrose 10% per infus 6 jam per kolf, untuk mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal

atau diatas normal.

2. Hiperglikemia

Pada hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,

penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah

kesadaran menurun disertai dehidrasi berat, pada subkelompok ketoasidosis diabetes (KAD)

terdapat hiperglikemia berat dengan ketosis atau asidosis. Pada dasarnya pengobatan kelompok

hiperglikemia adalah pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi terutama bagi sekelompok

hiperglikemia non ketotik (HNK).

Ketoasidosis Diabetik

Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa

darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma

keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ mL) dan terjadi peningkatan anion

gap.

Page 30: Diabetes Mellitus

Pengobatan

Setelah diagnosis ketoasidosis diabetik ditegakkan maka pengobatan harus segera

dimulai. Prinsip dasar penatalaksanaan adalah :

1. Rehidrasi

Rehidrasi cepat merupakan tindakan awal yang harus segera dilakukan. Cairan yang dipilih

adalah NaCl 0,9%, meskipun ada pendapat lebih baik digunakan 0,45%. Pemberian cairan

sebanyak 1 liter pada 30 menit pertama kemudian 0,5 liter pada 30 menit kedua, jadi berjumlah 3

liter pada jam pertama. Bila kadar glukosa darah <200 mg/dl, NaCl 0,9% segera diganti dengan

dextrose 5 %.

2. Insulin

Insulin mulai diberikan pada jam ke-2, dalam bentuk bolus (intravena) dosis 180mU/kgbb.

Dilanjutkan dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila glukosa darah

<200mg/dl, kecepatan dikurangi menjadi 45 m U/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar

200-300 mg/dl selama 12 jam, dilanjutkan dengan drip insulin 1-2 unit/jam dan dilakukan

penyesuaian kebutuhan insulin setiap 6 jam.

3. bikarbonas

Koreksi natrium bikarbonat dilakukan bila pH < 7,1. Pemberian bikarbonas berlebihan dan tidak

tepat akan menimbulkan asidosis serebral.

4. Kalium

Pemberian kalium agak penting terutama pada pasien yang tidak mengalami syok. Cara

pemberian tergantung skema pengobatan yang dipergunakan. Suplementasi kalium dapat

dilakukan perinfus atau bila pasien sadar dapat diberikan peroral. Natrium bikarbonat disertai

dengan pemberian kalium.

5. Antibiotika

Antibiotika yang adekuat diberikan pada waktu permulaan. Bila keadaan tidak memungkinkan

dapat diberikan sefalosporin 2-3 g iv per hari atau floxacine sambil menunggu hasil mikroba dan

resistensinya.

Page 31: Diabetes Mellitus

Hiperglikemik Non – ketotik (HNK)

HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan asidosis ringan.

Pada keadaaan lanjut dapat menyebabkan koma. Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik

ialah suatu sindrom yang ditandai hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa

ketoasidosis disertai menurunnya kesadaran. Sindrom ini merupakan salah satu jenis koma

nonketoasidosis.

Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis pada DM meliputi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.

Komplikasi mikrovaskuler yang terjadi meliputi retinopati, nefropati, dan neuropati. Komplikasi

makrovarkuler yang terjadi yaitu penyakit kardiovaskuler, penyakit serebrovaskuler, dan

penyakit vaskuler perifer.

EPIDEMIOLOGI

Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia) Soegondo, Diabetes Mellitus

Tipe II merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus Diabetes Mellitus.

Selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup

tidak sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik, stress.

Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang. Rata-rata

50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula setelah

memeriksakan ke dokter. Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang berobat.

Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap tahun

meninggal dunia karena komplikasi sakit (Diabetes Mellitus). Jumlah penderita di Indonesia kini

mencapai lima juta jiwa atau lima persen dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita

Diabetes Mellitus saat ini terbesar berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen dan di

pedesaan baru 0,8 persen dari jumlah penduduk.

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: Diabetes Mellitus

1. harrison tr. harrison's manual of medicine. `18 ed. shanahan james djk, editor. new york: McGraw - Hill Companies; 2013.2. suyono slamet ws, dkk. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2 ed. jakarta: balai penerbit FKUI; 2009.3. Suyono slamet ws, dkk. buku ajar ilmu penyakit dalam. sudoyo aru w sB, dkk, editor. jakarta: interna Publishing; 2009.


Top Related