Nomor: RISALAHDPD/KMT.I-RDPU/III/2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM
KOMITE I DENGAN NARASUMBER
MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2016-2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I. KETERANGAN
1. Hari : Selasa
2. Tanggal : 7 Maret 2017
3. Waktu : 14.38 WIB s.d. 16.10 WIB
4. Tempat : R.Sidang 2A
5. Pimpinan Rapat :
1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua Komite I DPD RI)
2. H. Fachrul Razi, M.IP. (Wakil Ketua Komite I DPD RI)
3. Benny Rhamdani (Wakil Ketua Komite I DPD RI)
6. Sekretaris Rapat :
7. Acara : Mereview RUU Usul Inisiatif DPD RI tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan di Wilayah Kepulauan
dengan Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro Ph.D dan Prof. Dr. M.
Ryaas Rasyid, M.A., Ph.D.
8. Hadir : Orang
9. Tidak hadir : Orang
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 1
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Baik Bapak Ibu sekalian, RDPU bisa segera kita mulai.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah.
Selamat sore dan salam sejahtera untuk kita semua.
Yang sama-sama kita hormati Prof. Ryaas Rasyid dan Mas Dr. Mudrajad Kuncoro,
belum profesor ya Mas? Oh sudah, Prof. Mudrajad, setahun yang lalu. Karena tulisannya
doktornya itu loh, profesornya itu saya, buku lama berarti ya, baru 10 tahun. Ini Prof.
Mudrajad ini dari Gajah Mada. Beliau ini adalah, tadi ngobrol-ngobrol, calon salah satu di
antara calon rektor di UGM, yang ... (kurang jelas, red.) secara terbuka Gajah Mada itu, di-
publish lewat berbagai macam apa namanya medsos begitu ya, yang kemudian saya juga
kenal salah satunya Mas, yang Ari Sudjo, Arie Sudjito itu sebagai panjanya ya.
Ibu Bapak sekalian, izin Ibu Bapak sekalian, Rapat Dengar Pendapat Umum kami
buka dan terbuka untuk umum.
KETOK 1X
Pak Ryaas dan Mas Mudrajad, hadir banyak sekali teman-teman yang mulai pagi tadi
rapat kerja dengan menteri. Ada Pak Hudarni Rani sebelah kanan saya, terakhir di
pemerintahan, Pak Ryaas, gubernur Pak, Bangka Belitung ya kan. Kemudian, Ibu Juniwati
gubernur juga, nyonya gubernur. Ini calon nyonya gubernur sebelah kanannya lagi. Oh ya
Pak Hudarni Babel, kemudian Ibu Juniwati dari Jambi, Ibu Nurmawati dari Sulawesi Tengah.
Nah ini bloknya, blok sebelah kiri saya Pak Bahar Ngitung saya kira Prof. Ryaas Rasyid dari
Sulawesi Selatan Prof. Iya jadi Bahar Ngitung, ngitung apa? Ya ngitung duit sudah barang
pasti itu. Kemudian Pak Khaly dari Gorontalo. Ini beliau ini The executive sekda ya Pak ya,
Sekda asisten I, jadi pengalaman di pemerintahannya boleh juga sih. Kemudian, Kyai Idris
yang dari Kaltim. Apa namanya, kepulauan mana, Pangkep, Pangkajene Kepulauan, jadi
Pangkep. Kemudian karena di sana dikejar-kejar sama Golkar, larilah kemudian ke
Kalimantan Timur, menjadi Ketua MUI di Kalimantan Timur Pak. Dulu P3, sekarang itu
Golkar ya karena itu ketika beliau diminta penataran P4, mau P3 saja bonyok apalagi P4
katanya begitu Pak. Kemudian Pak Hendri Zainuddin dari Sumatera Selatan. Jadi ini kembar
Pak, suatu kali kalau ketemu beliau, ini ada kembarannya Pak. Saya terjebak suatu kali
dengan Hendri, bukan Hendra, Hendra rupanya. Saya SKSD, saya sok kenal sok dekat, di
situ ada, “Woi ngapain lo di sini?” Mesti Bapak ini keliru katanya, “Saya Hendra Pak, bukan
Hendri Pak. Saya kembarannya,” katanya. Ya kemudian dari Kepulauan Riau Pak Mohamad
Nabil Makarim. Kemudian dari Sumatera Utara, Pak Rijal Sirait.
Pak Ryaas dan Mas Mudrajad, intinya adalah mengenai sebuah locus namanya
kepulauan ini dan pendekatannya ada governance, ada pengelolaan. Yang intinya kemudian
adalah bagaimana bahwa locus itu dapatkan keadilan di dalam regulasi di aturan Republik
Indonesia ini Pak. Kalau bicara mengenai luasan wilayah lautan, rata-rata ini adalah lautnya
lebih luas, sedangkan kebijakan kita ini masih tampaknya berpihak pada darat dan juga
RAPAT DIBUKA PUKUL 14.38 WIB
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 2
penduduk. Sehingga, infrastruktur, sarana, prasarana itu belum dapat apresiasi secara baik.
Nah karena itu, Pak Ryaas saya kira berbagai regulasi memberikan apa ya, meregulasi sudah,
cuma tidak optimal ini Pak, termasuk Undang-Undang Nomor 23. Nah pada waktu Undang-
Undang Nomor 23 ini dirumuskan ada beberapa teman yang memang meminta agar untuk
kepulauan “apa pun namanya” itu diberikan regulasi khusus. Tetapi, sebagai sebuah etape
dalam sebuah undang-undang, pada waktu itu pemerintah dan DPR belum sepakat adanya
mengenai regulasi undang-undang, Undang-Undang Kepulauan ini. Jadi saya kira asbabun
nuzul-nya dan asbabul wurud-nya seperti itu.
Nah hari ini Pak Ryaas, sesuai dengan keputusan di dalam Prolegnas kita, DPR, DPD,
dan juga pemerintah bahwa DPD mendapatkan tugas untuk menyiapkan dua hal. Pertama
adalah NA, lalu yang kedua RUU-nya Pak. Dan sudah barang pasti begitu selesai ini, kita
akan ke Prolegnas, Pak Pemerintah, Pak DPR, DPD selesai membuat draf ini. Sudah barang
kemudian di bahas sesuai dengan MD3 dan juga Tatib DPR, Pemerintah, dan Dewan
Perwakilan Daerah. Ini intinya kira-kira seperti itu. Nah saya kira Pak Ryaas tidak perlu kita
ragukan lagi mengenai pemahaman secara utuh mengenai NKRI dalam hal kewenangan yang
berupa memberikan apresiasi wilayah kepulauan. Dan, Mas Mudrajad saya kira banyak
sekali pemikiran-pemikiran yang harus Mas Mudrajad tumpahkan ini Mas, sebagai wujud
keberpihakan UGM kepada bangsa Indonesia Pak. Tidak hanya Jokowi, tapi juga UGM pada
bangsa Indonesia, tapi untuk kali ini UGM yang benar, kira-kira begitu.
Saya kira saya tidak akan bicara mengenai apa, ruang lebih luas lagi karena
berhadapan dengan dua narasumber yang kita sudah sama-sama pahami. Pertama Prof. siapa
dulu? Saya kan tidak berani saya. Oke, oke Mas Mudrajad jam 18.00 harus terbang ke
Yogyakarta. Karena itu, Prof. Ryaas Rasyid memberikan kesempatan kepada Pak Mudrajad
dulu.
Silakan Mas.
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO, Ph.D. (NARASUMBER)
Terima kasih Pak Ketua.
Bismillahirahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang Kanda muda dan Kanca tua. Kalau rambutnya putih itu pasti lebih tua
daripada saya, mohon izin. Saya akan cepat saja karena apa, membahas dua hal. Satu, naskah
akademik; kedua, RUU-nya. Dan apa, saya dikerjai ini, Pak Ketua, oleh panitia karena harus
membaca dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya kedua naskah itu dan
mencermati asbabun nuzul, asbabul wurud, lalu kemudian nanti roh dari RUU maupun
naskah akademik itu mau ke mana, nah ini butuh semedi, tapi juga menganggu saya karena
ini saya baru berlaga untuk rektor UGM, maka gambarnya ini gambar UGM TOP itu di
atasnya. UGM TOP itu adalah Terdepan, Optimal, dan apa namanya, Proaktif. Nah ini yang
termaksud yang P, Pak, Proaktif untuk membantu menyelesaikan masalah bangsa.
Saya akan langsung saja karena waktunya tidak banyak, saya menggunakan bahasa
rok mini. Artinya cukup pendek untuk menarik perhatian, tapi cukup panjang untuk menutupi
hal-hal yang perlu ditutupi begitu loh. Saya mencoba untuk membaca, pertama tujuan dari
naskah akademik di RUU Provinsi Berbasis Kepulauan yang kalau kita lihat itu alasannya
saya bold ya, saya garis tebal di situ karena adanya perbedaan kondisi daerah kepulauan
dibandingkan daratan karena ada kelambanan pembangunan kesejahteraan. Nah ini saya kira
kalau kita lihat nanti desa miskin, lalu daerah tertinggal itu kebanyakan di provinsi kepulauan
atau kabupaten kepulauan. Nah ini saya kira yang apa, justifikasinya.
Oke jadi ada banyak alasan di sini, saya akan langsung saja mencermati beberapa hal
berikutnya karena waktu. Di Bab III di naskah akademik, khususnya dibahas tentang
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 3
peraturan perundang-undangan yang terkait dan menjadi landasan yuridis dari RUU ini. Ya
disebutkan di Undang-Undang Dasar kita Tahun 1945 pasalnya, kemudian Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1985 apa, tentang United Nations Convention on the Law of the Sea,
kemudian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Nah catatan
saya khusus untuk tim penyusun mohon maaf, Pak, tim penyusunnya siapa ini, Pak? Kalau
boleh tahu, Pak.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Jadi pertama ... (kurang jelas, red.) di belakang. Coba Mas Fadli. Ya sebentar,
kemudian itu ada Mas Fendi, ada Saudara Sudarman. Dan untuk diketahui Mas, ini adalah
draf lama sebetulnya. Ini draf sebelum Undang-Undang Nomor 23. Karena itu, di Jakarta kan
bahwa ini adalah output-nya adalah dua, satu NA, dua RUU.
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO, Ph.D. (NARASUMBER)
Oke terima kasih.
Makanya karena itu draf lama, saya komentari barang lama jadinya, Pak. Berikutnya
saja, langsung saja, ini catatan saya. Kalau saya menganjurkan, sebaiknya tim penyusun
RUU, terutama di naskah akademik perlu mencermati sejarah kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah dari waktu ke waktu. Ya sejak dari Desentralisasi Wet tahun 1903 sampai
Undang-Undang Nomor 23 dan 2014. Karena di sini kalau kita lihat itu ada Tarik-menarik
antara sentralisasi dengan desentralisasi atau otonomi daerah. Tapi apa pun desainnya,
Undang-Undang Otonomi Daerah apa pun, kapan pun itu selalu bermuara di tiga hal tujuan
otonomi daerah, yaitu satu meningkatkan kesejahteraan rakyat, kedua meningkatkan
pelayanan public, yang ketiga mewujudkan demokrasi local, itu hakikatnya sebelum sampai
ma’rifat. Wah ma’rifat itu apalagi ya Pak Ryaas ya, mohon izin Pak Kiai.
Terus berikutnya next, nah masalahnya adalah mungkin saya kira Pak Ryaas Rasyid
sudah paham betul karena beliau ikut menyusun dulu pertama Pak ya, otonomi daerah. Kita
itu sekarang menerapkan desentralisasi yang asimetrik di mana sebenarnya kalau kita lihat
ada otsus, ada keistimewaan, ya kan. Nah kalau kita lihat otsus, ini kita lihat ada Undang-
Undang Otonomi Khusus untuk Papua, untuk Aceh, itu jelas. Basisnya itu jelas,
pertimbangannya apa, ini saya kira yang membedakan. Kalau kita bicara dana bagi hasil
minyak dan gas itu jauh beda, antara Aceh dengan Papua dibandingkan dengan Kaltim
misalnya. Pak Idris, saya paling sering ke Kaltim Pak, ya paling sering saya ke Kaltim Pak
dan ke Kepri ini, barusan pulang dari Kepri sama Jambi. Nah memang kalau kita lihat
memang yang ini yang membedakan. Kenapa? Misalnya kalau untuk minyak, Kaltim hanya
menerima sekitar 15,5% Pak, sementara Papua itu 70%, Aceh juga 70%, nah ini ada apa di
balik itu. Ada sesuatu something di situ. Nah sesuatu something itu adalah justifikasi. Jadi
saya menyarankan kepada apa, tim penyusun RUU ini bahwa memang ada keinginan dari
pemangku kepentingan provinsi yang berbasis kepulauan untuk agar kabupaten atau
provinsinya mendapatkan perlakuan khusus, ini saya kira justifikasinya.
Tapi kalau kita lihat justifikasi akademisnya itu harus lebih kuat, Pak, karena kalau
kita lihat Aceh dan Papua, kemudian juga DKI, kemudian Yogya ini ada faktor-faktor yang
menjelaskan. Jadi ada kekhususan atau faktor sejarah dan pertahanan kalau kita bicara
Yogyakarta misalnya ya karena keistimewaan itu diatur misalnya kalau di Yogya di Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2012. Ya jadi ini salah satu yang perlu kita cermati kalau kita mau
memberikan spesial treatment atau otonomi khusus itu justifikasi akademisnya harus kuat,
apa yang membedakan ya.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 4
Terus berikutnya, nah karena nanti money follow function, uang itu ngikutin
fungsinya, ngikutin kewenangannya. Nah kalau saya coba untuk memetakan berdasarkan
Undang-Undang Keuangan Negara, keuangan negara maupun juga Undang-Undang
Perimbangan Keuangan, kita melihat ada dekonsentrasi yang ini menjadi beban APBN, ada
dana perimbangan yang ini juga beban APBN, ada DAU, DAK, DBH, kemudian tugas
perbantuan dan kewenangan urusan keistimewaan yang itu nanti menjadi dana
keistimewaaan DIY yang membedakan dengan provinsi yang lain. Nah jadi perlukah,
pertanyaan mendasar nanti mohon nanti kita elaborasi mungkin Pak Ryaas bisa
mengelaborasi lagi, perlukah diajukan dana khusus untuk provinsi kabupaten/kota kepulauan
kalau kita melihat itu ada special treatment atau kekhususan yang beda dibandingkan yang
wilayah daratan? Jadi ini saya kira perlu kita elaborasi di situ. Mohon maaf saya lihat tidak
ada elaborasinya, Pak, ini yang harus kita perkuat itu elaborasinya, justifikasi akademiknya
apa.
Lalu yang kedua berikutnya, karena kalau kita lihat dana bagi hasil untuk Aceh dan
Papua ya jelas menunjukkan adanya asimetrik desentralis yang tadi di mana ini yang Pak
Idris saya kira paham, digugat oleh masyarakat Kaltim di MK, di Mahkamah Konstitusi,
Bukan Mudrajad Kuncoro Pak, tapi Mahkamah Konstitusi, tapi alhamdulillah kalah. Mohon
maaf, Pak, karena saya jadi saksi ahli disitu Pak, saya sebagai membela Kaltim, Pak. Jadi
saya sudah mempertaruhkan juga tidak dapat job dari Menteri Keuangan selama lima tahun
habis itu karena saya melawan Menteri Keuangan, Pak. Nah tapi tidak apa-apa, kita hanya,
saya hanya melihat ada ketidakadilan yang dirasakan oleh rakyat Kaltim beserta 17 daerah
penghasil sumber daya alam lainnya yang diperlakukan tidak sama dalam hal prosentase bagi
hasil. Ini yang kita lihat prosentase bagi hasilnya untuk minyak dan gas bumi ya, tadi Kaltim
ini untuk minyak hanya menerima 15,5%, untuk gas bumi 30,5%. Nah pertanyaannya adalah
adakah usulan dana bagi hasil untuk daerah wilayah kepulauan, terutama perikanan dan
migas. Ini belum ada usulannya, Pak. Ya mohon nanti tim cermati ini karena tidak ada satu
kata pun tentang itu, Pak, yang bicara tentang usulan dana bagi hasil perikanan karena
sekarang ini yang kita terima perikanan itu 80% Pak, daerah menerima 80% begitu loh, untuk
semua. Jadi baik itu Papua, Aceh, maupun seluruh Indonesia itu 80%, sedangkan untuk
Migas itu berbeda, untuk misalnya nanti Natuna kan masuk di Kepri ya Pak ya, sama
Kepulauan Riau saya barusan pulang dari sana. Nah ini karena ada diperkirakan cadangan
gas Natuna ini termaksud yang terbesar di negeri ini, Pak tapi kalau kita mau ajukan itu
harusnya ada usulannya yang membedakan begitu loh. Tapi mohon maaf, di RUU-nya tidak
ada yang membedakan semacam itu atau itu dianggap tidak penting, yang penting pokoknya
wewenangnya dulu, bukan dananya. Mungkin para apa, perumus atau penyusun akademis
berpikir itu, tapi mohon saya dikoreksi kalau saya keliru karena saya hanya membaca yang
tertulis, Pak.
Terus berikutnya, nah alasan perlunya RUU Provinsi Berbasis Kepulauan, di naskah
akademik itu di Bab II itu ada beberapa, ada empat terutama, belum memadainya
infrastruktur kegiatan budidaya, terutama untuk perikanan, kemudian terbatasnya
infrastruktur pengendalian dan pengamanan bencana, kemudian terbatasnya infrastruktur
pengendalian dan pengawasan pembangunan yang sering tumpang tindih (overlapping),
kemudian infrastruktur perhubungan dan komunikasi. Nah kalau itu alasannya, maka nanti
akan bisa dijawab oleh pemerintah pusat, “Oh kalau begitu tidak butuh RUU
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, kita adakan saja RUU Percepatan Pembangunan
Kepulauan.” Kalau itu loh Pak, justifikasinya karena sekarang ini nanti saya tunjukkan
bagaimana upaya pemerintah pusat untuk memperketat infrastruktur, terutama di daerah yang
terluar, terdepan, tertinggal itu sudah ada perlakuan khusus untuk itu. Jadi ini yang perlu
penajaman, Pak, untuk kalau kita lihat di naskah akademik, terutama Bab II ya.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 5
Terus berikutnya, nah mari kita coba melihat bagaimana kerangka kebijakan
pemerintah pusat saat ini di bawah Presiden Jokowi dan JK. Kalau kita lihat visi beliau yang
menjadi Nawacita, sembilan prioritas itu diturunkan jadi strategi dan program, nanti bisa lihat
di RPJMN yang 5 tahun dan yang tahunan RAK maupun RAPBN. Dan ternyata kalau kita
lihat, berikutnya lagi next, ini kalau RPJMN 2015 s.d. 2019 di-download dari
Bappenas.go.id., mungkin habis download Bapak/Ibu tidak baca karena 1.000 halaman, Pak
Ryaas, pasti pada tidak baca. Saya coba untuk membantu, saya ringkas satu halaman. Ya
inilah kehebatan Mudrajad di situ, Pak. 1.000 halaman itu, satu halaman saja di sini. Jadi
intinya, visi pemerintah saat ini itu mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian. Ini diturunkan jelas dari ideologi Trisakti Soekarno, ya yang berdaulat secara
politik, berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari secara ekonomi. Nah saya akan fokus,
terutama yang mandiri tadi. Berdikari secara ekonomi itu, mandiri itu di mana. Mandiri ini
kita lihat dari tiga hal: satu, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan daya saing internasional;
kemudian yang kedua, menggerakan sektor strategis, sektor-sektor utamanya apa termasuk
yang menjadi concern dari RUU ini terutama kelautan dan kemaritiman; lalu, meningkatkan
kualitas hidup manusia. Tapi problemnya, PR beliau ketika mulai pertama kali menjabat 20
Oktober 2014 itu adalah banyaknya realitas bahwa gravitasi ekonomi itu ada di Pulau Jawa
dan Sumatera. Jawa menyumbang sekitar 58%, Sumatera sekitar 22%. Jadi total Kabarin
(Kawasan Barat Indonesia) itu 80%. Nah sisanya Katimin (Kawasan Timur Indonesia) itu
hanya 20% dari ekonomi Indonesia. Nah itulah tantangannya hadapi oleh pemerintah
Jokowi-JK ketika pertama kali menjabat.
Kedua, kabupaten/kota tertinggal itu masih ada sekitar 183 dari 415 kabupaten/kota
saja. Jadi 44% itu tertinggal ya. Lalu kemudian 34% dari 70.000 desa itu tertinggal. Jadi ini
saya kira PR besarnya itu. Jadi bagaimana membangun Indonesia dari pinggiran. Nah itulah
pinggiran itu Kartimin (Kawasan Timur Indonesia) dan daerah kabupaten atau kota yang
tertinggal. Lalu desa tertinggal. Terus berikutnya. Nah bagaimana RPJM bicara tentang
kepulauan ini di naskah akademik tidak disinggung sama sekali. Saya coba untuk
memberikan highlight di sini kalau kita lihat visi RPJP di Rencana Pembangunan Jakarta
Panjang sampai tahun 2025 itu sudah disebutkan bahwa visinya adalah mewujudkan
Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju kuat, berbasis kepentingan nasional.
Nah itu sudah disebutkan kata kepulauan di situ.
Lalu kemudian 7 visi Jokowi itu yang relevan untuk RUU ini adalah mewujudkan
keamanan nasional kemudian juga tadi saya garisbawahi, mencerminkan kepribadian
Indonesia sebagai negara kepulauan. Lalu meningkatkan kualitas pelaksanaan penataan ruang
itu sudah disebutkan. Jadi ketika RUU ini banyak bicara tentang tata ruang, pentingnya tata
ruang. Saya melihat dalam praktek itu bukan tata ruang, tatar uang lebih dominan, ya tatar
uang, tatar uang kalah dengan tata ruang Pak. Lalu yang berikutnya peningkatan akses dan
mutu paket pelayanan kesehatan dan gizi, intensif finansial, non finansial. Nah karena
financial inclusion saya beberapa kali diundang oleh OJK dan Bank Indonesia bicara tentang
financial inclusion ini masih kurang kita terutama untuk tadi daerah kepulauan. Nah jadi
dengan kata lain Bapak-ibu sekalian di RPJMN arah pembangunan jangka panjang Jokowi
sampai dengan 2019 tentang kepulauan ini sudah disinggung tidaknya di yang saya highlight
tadi ya.
Kemudian berikutnya Pak. Nah di naskah akademik Bab V ini memuat tentang
jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan rancangan RUU tentang
penyelenggaraan pemerintah kepulauan. Jangkauan itu mencangkup kewenanggan atau
otoritas pengawasan pengelolaan sumber daya. Ini mungkin bahasanya agak lain ya Pak
Ryaas kalau dibandingkan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah atau Pemerintahan
Daerah karena menggunakan istilah kewenangan, sedangkan yang lama itu fungsi, lalu yang
baru itu wewenang. Jadi memang agak beda ini kalau kita lihat tadi. Mungkin nanti Pak
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 6
Ryaas yang lebih bisa menjelaskan perbedaan makna ini antara fungsi dengan wewenang.
Kemudian, sasaran keleluasaan penyelenggaraan pemerintahan, terutama tadi yang
dijalankan di wilayah laut dan darat. Kemudian, materinya keleluasaan penyelenggaraan
pemerintah.
Nah komentar saya, Bapak Ibu sekalian, RUU Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
di Wilayah Kepulauan kurang jelas justifikasinya. Jadi kalau kita mau mengajukan undang-
undang itu pasti justifikasinya apa, pembedanya apa, kenapa ini perlu dikeluarkan, rohnya di
mana. Nah itu yang saya kira perlu lebih dielaborasi di Bab V, saya kira biar jelas arahnya
dan juga materinya yang diatur itu apa saja.
Berikutnya, saya coba untuk masuk melihat fakta sekarang. Kalau kita bicara wilayah
kepulauan, itu sumbangannya terhadap eko Indonesia itu berapa persen sih. Nah saya coba
untuk melihat, ternyata ada kalau tidak salah mohon saya dikoreksi nanti, teman-teman DPD
saya kira lebih tahu. Siapa saja provinsi yang masuk provinsi kepulauan. Di catatan yang
saya peroleh itu ada tujuh provinsi Pak, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Babel, lalu kemudian Kepri. Nah ini kalau kita
jumlahkan semua provinsi itu menyumbang sekitar 8,1% dari ekonomi Indonesia, Pak, secara
ekonomi Pak. Jadi artinya itu very small, karena kalau kita bicara apa misalnya Kalimantan
Timur itu sekitar 4–5 %, kita bicara Jakarta itu 16%. Jadi ini yang membedakan tadi lho, Pak.
Jadi kalau kita bicara provinsi kepulauan yang tujuh itu, itu hanya separuh dari ekonomi
Jakarta sebenarnya sumbangannya terhadap ekonomi nasional dan masih kalah dibandingkan
Jawa Barat, dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur ya, itu masih kalah.
Oke berikutnya, Pak. Nah kenapa ini penting, Bapak Ibu sekalian? Karena, memang
tadi yang saya katakan, ini data terakhir 2017 ya. Gravitasi ekonomi sampai detik ini itu
masih di Jawa dan Sumatera. Jawa menyumbang sekitar 58%, Sumatera 22–23%. Itu terus-
menerus terjadi. Jadi sekarang kita bicara tadi, bicara sekitar 8% dari ekonomi Indonesia.
Terus berikutnya. Nah ini adalah itu tadi, kalau kita lihat di RUU memang menekankan
penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kepulauan dimaksud. Yang dimaksud itu apa?
Pemberlakuan kebijakan khusus yang menyangkut bla bla bla, tetapi yang ingin saya
garisbawahi itu yang paling bawah itu, dan tidak membedakan karakterisitik terestrial dan
karakteristik akuatik. Nah kalau tidak membedakan, berarti kan tidak khusus lagi. Kalau
tidak khusus, kenapa perlu undang-undang? Begitu lho, jadi mohon ini nanti dikoreksi, Pak,
yang di pasal ini atau di naskah akademiknya, karena di situ tertulis tidak membedakan
karakteristik teresterial maupun akuatik. Nah kalau tidak ada bedanya, maka undanhg-
undang ini jadi kehilangan makna, Pak.
Terus berikutnya, di RUU saya cermati sekarang perpasal ya, Pasal 3 tentang tujuan.
Itu mengatur hubungan wewenang antara pusat dan daerah dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah. Nah kan rentang dan yang awal tadi, Pak, karena di situ
tulisannya memperhatikan kekhususan dan keragaman. Kedua, adanya pembagian tanggung
jawab antara pemerintah dan beberapa daerah dan kepulauan. Nah ini dia ya. Kalau itu
dilakukan, yang sekarang itu apa kurang detail begitu lho. Saya melihat itu detail banget deh,
Pak. Ditambah ini apa tidak makin rumit nanti. Kemudian, menjamin kepastian hukum dan
keadilan serta perlakuan khusus. Nah inilah, ini perlakuan khususnya ada di situ dan
pelayanan kepada masyarakat berbasis karakteristik daerah kepulauan.
Berikutnya, nah coba kita lihat sekarang peta pertumbuhan ekonomi daerah, data
terakhir ini ya, sampai dengan Triwulan III 2016. Yang mau saya highlight begini, Bapak Ibu
sekalian. Kalau kita bicara ekonomi Indonesia yang menurut asumsi APBN itu misalnya
ditentukan 5,1%, ternyata bervariasi antar daerah. Dan yang paling tinggi itu Sulawesi
Tengah, Pak. Sulawesi Tengah tumbuh di atas 15% itu, bahkan 10%. Nah tetapi, di beberapa
daerah itu ada provinsi-provinsi yang tumbuh rendah, yang warna kuning-kuning ini tumbuh
rendah. Mohon maaf ini tidak ada hubungannya dengan parpol lho, warna kuning, hijau,
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 7
merah. Saya kemarin diinterupsi di dewan soalnya gara-gara warna merah, kuning, hijau,
tetapi ini tidak ada hubungannya dengan partai politik, saya hanya ingin menunjukkan,
Bapak-Ibu sekalian. Kalimantan Timur sejak 2015 itu pertumbuhannya negatif, Pak Idris.
Betul ya? Saya kemarin diskusi panjang dengan Pak Awang Faroek Iskak selama tiga jam
Pak untuk membahas itu, bagaimana caranya agar pertumbuhan ekonominya bisa positif
kembali karena dua tahun berturut-turut negatif yaitu karena penurunan harga komoditi
primer, baik tambang maupun perkebunan.
Nah itu yang menyebabkan Provinsi Kepri juga sempat mengalami pertumbuhan
negatif. Kaltim, kemudian Aceh, kemudian Papua Barat itu juga sama. Nah permasalahannya
adalah kalau kita bicara provinsi kepulauan, maka ternyata ada yang tumbuh di atas rata-rata
nasional, yaitu NTT, Maluku, Sulut, Sumut, Malut. Kemudian, ada juga yang di bawah
nasional, NTB, Kepri, Babel, Sumatera Barat. Ini kalau saya tambahkan tadi ada Sumatera
Barat sebenarnya juga ada pulau di sana, Sumatera Utara juga begitu Pak ya. Sumatera Utara
kan ada Kepulauan Nias toh. Saya barusan mau mengurus listrik di sana, mau mendirikan
pembangkit listrik di sana. Nah ini jadi sebenarnya kalau kita lihat tadi, begitu bervariasinya
kondisi ekonomi wilayah kepulauan, pertumbuhan ekonomi salah satunya.
Terus berikutnya. Nah di RUU Pasal 5 dan 6 itu disusun atau dirumuskan apa definisi
daerah provinsi kepulauan dimana di situ disebutkan paling sedikit dua kabupaten kota,
wilayah lautan lebih besar dari wilayah daratan, ada gugusan pulau, ada satu kesan geografi,
ekonomi, politik, dan sosial budaya. Itu menurut pasal ini. Terus berikutnya next. Nah yang
di, tadi saya tambahkan ada Sumatera Barat, Sumatera Utara karena ada kepulauan di situ.
Tetapi, menurut ini yang kita lihat ya, yang mengusulkan RUU Kepulauan, di dalam list ini
ada tujuh provinsi yaitu, yang di dalam kurung itu adalah luas lautannya ya, NTT, NTB,
Kepri, Babel, Sulut, lalu Maluku dan Maluku Utara, dan dalam kurung itu adalah wilayah
kepulauan, wilayah luas lautnya yang cukup besar. Artinya apa? Bahwa memang ada
Sumatera Barat, ada Sumatera Utara, tetapi tampaknya kalau dilihat dari tadi kacamata luas
wilayah lautnya, itu tidak masuk kategori itu, Pak. Itu kalau kita, sengaja saya tampilkan ini,
tetapi apakah kita mau meng-include, memasukkan Sumut, Sumatera Barat, ataupun Kaltim,
ataukah Kaltara, saya tidak tahu karena di situ banyak pulau, kalau kita bicara tentang
Kalimantan.
Terus berikutnya, nah apalagi kalau kita juga menggunakan indikator ekonomi yang
lain, seperti kemiskinan. Maka, begitu bervariasinya provinsi kepulauan ini dilihat dari
perspektif kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Jadi, ada yang low growth, tetapi high
poverty. Ada yang pro growth, tetapi juga poverty-nya tinggi ya, seperti NTT, Maluku ini
termasuk tinggi, Papua. Kemudian, pro growth and pro poor, pro pertumbuhan, tetapi juga
pro poor. Ini yang menarik ya, ada Kepulauan Riau, ada Jakarta, dan seterusnya. Nah, saya
hanya sekadar menunjukkan bagaimana beragamnya provinsi kepulauan ya, dilihat dari
perspektif indikator ekonomi. Di pasal berikutnya itu juga ditulis tentang kabupaten atau
kota kepulauan, ciri-cirinya. Paling sedikit dua kecamatan kepulauan, lalu wilayah lautan
lebih besar daripada daratan, dan seterusnya. Ini hampir sama dengan provinsi tadi. Nah
masalahnya adalah kalau kita lihat, Bapak-ibu sekalian. Apakah dengan definisi semacam
tadi itu tidak mendorong pemekaran wilayah, Pak Ryaas. Ini yang saya lihat karena apa,
kalau kita lihat dengan yang sekarang saja, dengan Undang-Undang Otonomi atau
Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah atau Perimbangan Keuangan, kita melihat itu
jumlah provinsi sekarang ini tambah ya ada 34. Berarti ada 8 provinsi baru, kabupaten
barunya ada 182, kotanya ada 33 kota. Jadi saat ini yang terus tumbuh itu pemekaran
wilayah, Pak. Mungkin Pak Ryaas Rasyid tidak akan mengira ini pertumbuhan pemekaran
lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi Indonesia pascakrisis, Pak. Itu kesimpulannya,
Pak, kesimpulan kalau kita lihat pemekaran wilayah, itu lebih tinggi daripada pertumbuhan
ekonomi Indonesia pascakrisis Asia tahun 1997. Ini yang menarik tadi. Nah apakah kalau
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 8
kita tidak aware semacam itu, apakah nanti dengan RUU ini akan semakin menumbuhkan
provinsi atau kabupaten baru nanti. Ya nanti sejarah yang akan mencatatnya, tetapi kita
sebagai yang di sini sebagai perancang, kita harus mengantisipasi semacam ini karena ini jadi
tren ini. Tren peningkatannya luar biasa selama tahun 1999 sampai 2014.
Terus berikutnya. Nah, Pasal 7 dan 8 tentang wilayah dan kewenangan. Ruang
pelaksanaan kewenangan di daerah wilayah kepulauan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya kelautan dan perikanan. Pertanyaannya, mengapa hanya sektor ini? Kenapa sektor lain
tidak diatur begitu lho? Saya itu heran. Kenapa? Saya tunjukkan ya contohnya ya, karena
memang itu diatur banyak sekali pasal-pasalnya, tetapi kenapa fokusnya hanya satu sektor
saja dan itu bukan sektor dominan. Berikutnya coba saya berikan contoh. Ini contoh di
Natuna misalnya dan Kepri, ini hampir sama Pak. Kalau kita bicara Kepulauan Riau itu
sektor yang dominan bukan perikanan dan maritim, tetapi industri pengolahan yang dominan,
karena di sana ada Batam, dan Batam adalah pusat elektronika terbesar di negeri ini
sekarang. Ini yang menarik ini ya. Lalu, kalau kita lihat tadi masalah di Natuna ini kan ada
problem multiclaim Zona Ekonomi Eksklusif ya. Nah karena di pasal itu disebutkan, diukur
pada garis yang menghubungkan titik-titik terluar, kemudian tadi diukur dengan garis yang
terluar dengan pulau-pulau atau karang terluar dari kabupaten kota. Kalau itu masih di
wilayah Republik Indonesia itu tidak masalah, tetapi begitu di wilayah perbatasan ini jadi
problem karena Cina pun juga mengklaim itu wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya. Jadi
kondisi Laut Cina Selatan tidak stabil, ini kalau dari segi Hankam. Lalu kemudian, juga
illegal fishing yang dilakukan oleh nelayan asing itu sampai sekarang masih terjadi. Jadi ini
yang saya kira perlu kita cermati. Memang ada permasalahan geopolitik, Hankam, dan juga
ekonomi, serta kewenangan yang harus kita atur di situ. Terus berikutnya, di RUU
berikutnya, terutama untuk masalah kewenangan ya saya coba untuk tadi, karena fokusnya
tampaknya difokuskan di pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan, baik itu
eksplorasi, eksploitasi, kekayaan laut, pengaturan wilayah administrasi, tata ruang, zona
wilayah, dan sebagainya.
Oke, berikutnya lagi. Masalahnya kalau tadi Kepri, ini yang tadi data Kepri tadi saya
tunjukkan, kalau kita bicara struktur ekonomi Kepri itu yang dominan adalah industri
pengolahan Pak, 39%. Pertanian dan perikanan itu hanya menyumbang 3,6%. Lah kenapa
perlu UU khusus, kalau hanya 3,6% begitu lho. Saya melihat sebagai ekonomi Pak, melihat
dari tadi potensi ekonomi daerah, lalu kemudian ini adalah tumpuan livelihood rakyat di
Kepri itu apa, ini yang harus kita. Jadi usulan saya sebenarnya sederhana Pak, jangan hanya
bicara tentang maritim dan kelautan, tetapi coba lihat potensi yang lain. Ini industrinya
dominan lho ya. Di Natuna tadi itu gas yang dominan nanti, bahkan cadangannya cukup
besar. Oke saya kira itu agar nanti dimasukkan Pak di RUU-nya.
Terus berikutnya, RUU di Pasal 10 ya di pemerintah daerah provinsi di wilayah
kawasan konservasi dan perairan berwenang untuk melindungi seluruh biota dan
ekosistemnya, lalu pelestarian biota dan eskosistemnya, dan seterusnya. Artinya tadi, fokus
di maritim, fokus di konservasi lahan maupun laut ya, itu kalau melihat dari rancangan RUU-
nya itu. Terus berikutnya. Nah jadi apakah pembagian urusan dan wewenang yang selama ini
dilakukan belum cukup jelas mengatur kewenangan seperti disebutkan di RUU Kepulauan.
Jadi kalau kita lihat di UU No.23 Tahun 2014 itu kan dibedakan ada yang tadi urusan jadi
kalau bahasanya RUU Kepulauan tadi kewenangan Pak. Tetapi, RUU yang No.23 Tahun
2014 tetap urusan lho, Pak. Urusannya ada urusan yang absolut, yang itu jelas pemerintah
pusat, pertahanan, keamanan, moneter, fiskal, lalu politik luar negeri. Lalu, konkuren yang
ada urusan bersama antara pusat, provinsi, dan kabupaten, ada yang opsional, ada yang
obligatori, baik yang pelayanan dasar maupun tidak. Nah itu sebenarnya disebut juga di
rancangan UU Kepulauan ini. Makanya apakah itu penting kita attach, kita khususon, kita
fokuskan tentang hal itu, Pak. Kalau di UU yang existing sekarang ini itu sudah diatur ya
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 9
meskipun itu nanti yang mungkin diperdebatkan adalah tadi yang wajib ataukah yang
opsional yang pilihan ya.Terus berikutnya, nah RUU berikutnya di pasal berikutnya Pasal 12
itu dikatakan provinsi dan kabupaten kota mewujudkan keadilan dan pemerataan
pembangunan, dan pelayanan, dan seterusnya. Lalu yang ketiga, perencanaan dan tata ruang
kepulauan. Nah saya ingin menyoroti 1 dan 3 ini karena ini penting, Pak.
Nah, keadilan itu apa sih? Ada banyak definisi, Pak. Saya coba untuk merangkum
dari beberapa ahli. Adil itu tidak, hanya menurut daerah tertentu dan tidak bisa dibanding
parsial, hanya antara pusat dan daerah saja, tetapi bla bla bla bla. Kemudian, Robert
Simanjuntak bicara keadilan dalam ilmu politik dan kebijakan publik. Pak Machfud Sidik
mantan Dirjen Perimbangan ya Pak ya, itu meningkatkan porsi bagian daerah dari dana …
(kurang jelas, red.) akan berakibat pada memburuknya disparitas antardaerah, terutama
horizontal imbalance. Nah ini jadi tafsir dan juga jadi perdebatan lama di kalangan para ahli
perimbangan keuangan atau desentralisasi fiskal, makna keadilan itu. Terus berikutnya, yang
juga, saya lihat fakta saja deh. Ini mohon maaf data yang terbaru saya sudah ada sampai
tahun 2017 tetapi belum sempat dimasukkan di sini. Hanya sekadar menunjukkan saja, DBH
(Dana Bagi Hasil) yang tertinggi itu dimiliki oleh siapa? Kalimantan Timur sampai sekarang
masih tertinggi, Pak Idris. Kaltim itu SDA-nya paling tinggi ya.
PEMBICARA: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)
Mohon maaf saya interupsi, Pak. Saya mohon izin untuk memimpin rapat tim kajian.
Tidak enak saya punya orang tua nanti cari, mana Sulawesi Selatan? Pemimpin rapat siap.
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO, Ph.D. (NARASUMBER)
Iya Pak, terima kasih, Pak. Jadi kita list ini tidak banyak berubah provinsinya. Ada
Kaltim, lalu Riau, Sumatera Selatan, Kepri, Aceh, ini tetap yang tertinggi ya. Terus
berikutnya yang terendah juga begitu. Nah terutama juga tadi, Pak, bagi hasil SDA tadi,
keadilan ini jadi problematik bagi daerah penghasil migas tadi karena memang ada porsi bagi
hasilnya itu berapa untuk minyak, untuk gas ya.
Terus berikutnya, demikian juga kalau kita lihat data ini, data yang terbaru tidak
banyak berubah list-nya. Sepuluh besar penerima SDA itu tetap Kalimantan Timur,
kemudian Kepri, Riau, Aceh, dan seterusnya ini masih tetap tidak berubah. Terus berikutnya,
nah yang kemudian menjadi permasalahan, ketika kita bicara tentang lifting minyak dan juga
bagi hasil yang diterima oleh daerah. Karena selama ini daerah itu tidak pernah tahu berapa
lifting minyak itu di Kepulauan Riau atau di Dumai atau di Kalimantan Timur. Lifting-nya itu
berapa di daerah itu? Daerah cuma mendapatkan porsi bagi hasil sekian persen tetapi tidak
pernah tahu berapa lifting minyak di situ, gasnya pun juga tidak tahu. Nah jadi penetapan
15% untuk daerah penghasil itu sama dengan yang diterima oleh para kontraktor. Jadi ini tadi
seolah-olah daerah penghasil itu sama statusnya dengan kontraktor minyak itu.
Terus berikutnya, nah saya khusus pasal tentang pembiayaan, Pak. Di RUU ini
disebutkan pembiayaan itu bersumber dari APBN dan juga APBD ya. Terus next, nah ini
desainnya bagaimana APBN ada aliran dana transfer ke daerah dan dana desa ya. Itu
namanya transfer daerah tadi dan dana desa yang di sebelah kanan, Bapak Ibu sekalian.
Sementara, yang sebelah kiri itu yang ke pusat, ke kementerian dan lembaga. Terus
berikutnya, nah saya ingin mencermati yang sekarang data terakhir saja 2017, transfer ke
daerah itu lebih besar daripada ke kementerian dan lembaga atau tidak? Transfer ke daerah
dan dana desa itu mencapai 36,8% dibandingkan belanja kementerian dan lembaga 36,7%,
tetapi masih plus non-KL, itu 26,5%. Jadi ini porsinya masih lebih banyak yang ke pusat
daripada yang ke daerah kalau kita bicara ini dari total sekitar 2.000 triliun.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 10
Terus berikutnya, nah transfer daerah kita tahu ada DBH, DAU, DAK. Langsung saja
karena waktu, next. Ini tadi detailnya, yang mau saya garis bawahi terutama kalau tadi, Pak,
kalau kita memasukkan RUU Kepulauan. Pembiayaan provinsi kabupaten/kota kepulauan itu
masuk di mana? Apakah tidak penting ada dana otsus untuk kepulauan Pak, atau apa pun
untuk kepulauan itu tidak perlu diusulkan karena di Rancangan Undang-Undangnya tidak
ada, Pak. Ya jadi ini saya hanya sekadar menunjukkan tadi apakah ini perlu dimasukkan atau
tidak, selain dana otsus Papua, Papua Barat, Aceh, kemudian Yogyakarta, kemudian Jakarta.
Terus berikutnya, kenapa? Itu penting, Bapak Ibu sekalian, karena kita juga melihat
ketimpangan itu makin lama makin meningkat. Ini publikasi saya di suatu jurnal
internasional yang menunjukkan pola ketimpangan Indonesia itu hurufnya seperti U. Kalau
teorinya itu U terbalik, Indonesia itu nyeleneh, against the mainstream theory, unik. Jadi
teori barat itu kadang-kadang tidak laku, Pak, karena negeri kita itu memang unik ya. Dan,
ini kalau kita hitung dengan total entropy index, ketimpangan itu sempat turun sampai 2004.
Setelah 2004, ketimpangan itu makin lama meningkat sampai sekarang, Pak. Ya ini sekadar
menunjukkan tadi tren ketimpangan yang tadi bahwa desain dana perimbangan di Undang-
Undang Nomor 33 dan juga Undang-Undang Nomor 25 itu belum mampu menurunkan
ketimpangan antardaerah, malah memperlebar horizontal imbalance. Nah nanti juga saya
buktikan secara empiris lebih dalam lagi. Berikutnya, nah ini survei membuktikan, wah
survei membuktikan, ini suatu tesis yang kebetulan saya bimbing, ternyata apa faktor-faktor
penentu ketimpangan antardaerah? Ternyata, desentralisasi fiskal melalui PAD (Pendapatan
Asli Daerah) dan Pendapatan Anggota Dewan, mohon maaf ini biar tidak tidur saja
pokoknya, biar tidak tidur, Pak, pendapatan asli daerah dan dana bagi hasil itu justru mampu
mengurangi ketimpangan antarkabupaten dan kota di Indonesia. Tetapi, DAU yang tujuannya
mengurangi horizontal imbalance, malah meningkatkan ketimpangan. Itu juga aneh ini, Pak.
Jadi, nah itu makanya ini kan bahwa desainnya itu untuk mengurangi horizontal imbalance,
tetapi praktiknya justru malah makin timpang. Nah ini justru Indonesia itu unik tadi, …
(kurang jelas, red.) karena tadi, memang uniklah Indonesia ini. Jadi desain dana DAU, DBH,
DAK, belum mampu menurunkan ketimpangan antardaerah secara substansial. Itu kalau kita
lihat dari hasil survei ini.
Terus berikutnya, so Bapak Ibu sekalian, kalau kita lihat tadi kapasitas fiskal daerah,
PAD, dana perimbangan yang tujuannya mengurangi ketimpangan, mengurangi kemiskinan,
membiayai UMKM, UKM (Usaha Kecil Menengah), Usaha Kurang Modal, Usaha Kami
Meh Modar, itu juga tidak mudah karena ternyata ya tadi tidak banyak dana-dana itu untuk
mereka karena itu hanya karikatif begitu loh. Tidak ada upaya strategis untuk membikin
mereka itu jadi kelas menengah ya. Ini yang harus kita cermati tadi. Jadi dengan kata lain
kalau kita mau lebih optimal, nah perubahannya di mana yang di bawah ini. Karena, ini
terbukti … (kurang jelas, red.) dari apa? Adanya SiLPA, sisa anggaran itu bukti, itu bahwa
belum efektif antara perencanaan dengan penganggaran dan juga realisasinya. Kemudian
juga, mayoritas fiskal daerah itu habis digunakan untuk belanja tidak langsung, khususnya
gaji pegawai negeri sipil daerah. Pegawai negeri sipil daerah ini terutama guru ternyata,
tetapi tidak termasuk, Alhamdulillah tidak termasuk guru besar ya, pak Ryaas. Guru kecil ini,
guru kecil yang dibiayai oleh, apa? Oh yang banyak itu, Pak, ribuan Pak. Di semua daerah itu
ribuan. Jadi yang paling banyak menghabiskan belanja tidak langsung, khususnya gaji PNSD
itu adalah guru, di mana pun.
Terus berikutnya, nah sekarang pertanyaannya, ini selalu menjadi perdebatan Pak,
yang perlu kita kaji ulang itu yang mana? Perimbangan keuangannya ataukah tadi RUU
Kepulauan itu merupakan salah satu solusi untuk menjawab betapa RUU yang ada selama ini
belum mampu mengurangi ketimpangan dan kemiskinan secara substansial di negeri ini, ya
kan. Fenomena growth without development itu terjadi atau tidak? Growth with development
atau without development. Nah ini di banyak daerah yang kaya dengan sumber daya alam
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 11
membuktikan adanya growth without development, ada pertumbuhan, tetapi tidak diikuti oleh
pembangunan. Berikutnya, nah ini contoh-contohnya. Ini datanya sudah sampai 2016 Pak,
tetapi mohon maaf belum di-copy paste ke sini karena saya buru-buru berangkat. Ya yang
menunjukkan bahwa di daerah yang kaya dengan sumber daya alam itu ternyata angka
eksploitasi ekonominya itu lebih tinggi. Demikian juga angka kemiskinannya itu juga lebih
tinggi dibandingkan dengan yang tidak kaya dengan sumber daya alam.
Terus berikutnya, apa lagi kalau kita lihat nanti dengan dana, data desa, ini dana desa
ini berpengaruh enggak, kalau kita lihat tadi, daerah yang merah itu adalah desa-desa yang
tertinggal, jadi totalnya sudah saya sebutkan tadi, dari 74.000 desa, sekitar 27% itu tertinggal
di Indonesia, tapi kalau kita lihat per, apa, dirinci perprovinsi, nanti kita bisa melihat ternyata
daerah yang tadi, yang apa, seperti Maluku Pak, Maluku ini masih cukup tertinggi, desa
tertinggalnya sekitar 60%, NTB, NTT itu masih sekitar 40%, desa tertinggalnya. Oke
berikutnya, nah di pasal 15 itu ditulis tentang pembangunan di wilayah kepulauan, bahwa
titik beratnya adalah pembangunan kelautan berupa sarana prasana laut, darat, dan udara.
Terus next, next, nah saya mencoba mengangkat lagi Pak, Kepri Pak, terutama Natuna Pak,
ini hasil survei kami bahwa kalau dari segi kekayaan gas, itu ternyata luar biasa ini, Natuna
The Alfa itu cukup besar ternyata. Jadi kalau kita bandingkan dengan Masela di Maluku
Tenggara Barat, yang sempat ribut dan, apa, enggak tahu tuh apakah kemudian menyebabkan
Pak Rizal Ramli turun atau memang salah satunya itu ya karena ribut-ribut itu. Ternyata
hanya seperempatnya ini, jadi tangguh duri lebih kecil lagi, jadi kandungan gasnya cukup
tinggi, sampai dengan 72%. Jadi ini yang saya kira, kenapa kok blok Natuna ini jadi sorotan
Pak dan Cina sangat berkepentingan dengan Natuna, terutama yang tadi, apa, perbatasan
dengan Cina tadi.
Terus berikutnya, nah kendalanya apa, kalau kita mau kembangkan daerah yang
berbasis kepulauan, saya melihat memang ada setidaknya itu empat Pak, 1. Infra struktur. 2.
Tata ruang. 3. Minat pembangunan karena swasta tadi membangun kawasan industri
terutama diluar Jawa itu juga relatif ogah-ogahan, atau wait and see, ya saya sempat dengan
Pak Gubernur Kaltim kemarin, ke Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian, untuk
mencoba mem-bottleneck, di-bottleneck, apa yang menghambat kawasan ekonomi khusus
Maloi misalnya, dan salah satunya ini Pak, tiga ini, empat ini yang jadi permasalahan. Terus
berikutnya di pasal 16 pembangunan sarana dan prasarana itu merencanakan pola
pembangunan daerah di wilayah kepulauan dengan merancang kebutuhan sarana dan
prasarana laut, darat, udara, oke tidak ada yang keliru Pak tapi kita lihat faktanya aja, kita
lihat berikutnya Pak, karena apa, ada perubahan paradigma antara SBY dengan Jokowi dalam
hal membangun daerah. Kalau SBY menggunakan konsep yang namanya, koridor ekonomi,
meningkatkan connectivity, sedangkan Jokowi itu membangun Indonesia dari pinggiran,
pinggiran tadi, kawasan timur, lalu daerah tertinggal, lalu desa tertinggal, jadi ada perbedaan.
Jadi kalau SBY lebih fokus ke growth full-nya, menumbuhkan kutub-kutub pertumbuhan,
tapi kalau Jokowi sebaliknya Pak, bukan kutubnya, tapi justru yang tertinggal itu yang harus
kita dorong, kita pacu agar tumbuh dan berkembang, jadi ada perbedaan paradigma loh
antara dua pemerintahan ini. Terus berikutnya, karena kalo kita lihat, kenapa kok pemerintah
Jokowi insist untuk mengembangkan infrastruktur, karena ini dari data Podes, 15,4%
kelurahan di negeri ini, tidak ada keluarga pengguna listrik PLN, 38% tidak ada penerangan
jalan, tidak ada penerangan di jalan utama desa. Lalu 13% tidak mempunyai SD, atau
Madrasah Ibtidaiyah, kemudian juga 15% itu kondisi jalannya tidak dapat dilalui kendaraan
bermotor roda empat atau lebih sepanjang tahun, ini contohnya, ini saya talk show dengan
Gubernur Kalimantan Utara dan Menteri Desa di TVOne, kalau tidak salah. Terus
berikutnya, nah kalau tadi design dari RUU ini ingin mengembangkan dan mempercepat
kepulauan, sebenarnya saat ini pemerintah pusat sudah mencoba mencanangkan apa yang
namanya pembangunan PLBN, Pos Lintas Batas Negara yang terpadu. Jadi tadi usulan di
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 12
RUU ini sudah di-cover disitu saya lihat, ya, jadi ada pembangunan perumahan, ada jalan,
ada airport, ada telekomunikasi, itu semua sudah didalam mindset kementerian dan lembaga,
ya, ini setidaknya bocoran dari kementerian teknis yang membidangi masalah ini. Terus
berikutnya nah ini juga di pasal 16 di RUU ini, saya coba untuk memfokuskan pembangunan
sarana dan prasarana. Klik satu lagi Pak, klik satu lagi. Nah terutama yang sekarang ini akan
dilakukan itu adalah jaringan trayek tol jalan laut nah tapi kemudian kemarin di, apa, di
Maluku Tenggara Barat itu dikritik ini Pak Rias karena kok tidak lewat Masela, gambarnya
tidak lewat Masela, jadi Ambon langsung ke Andong, kemudian ke atas, lalu atau ke Papua,
atau Papua Barat, tapi tidak lewat Masela. Jadi, apa, dikira melupakan Masela ini, jalan tol
ini. Tapi intinya adalah ada rencana yang mulai dipikirkan dengan matang oleh kementerian
terkait untuk mengembangkan connectivity lewat tol, lewat laut. Terus berikutnya lagi, nah
ini adalah yang transportasi penerbangan ya, konsep jalan tol laut tadi, lewat jalur sabuk
utara, sabuk tengah, maupun sabuk selatan. Terus karena waktu, next, terus ini adalah yang
tadi, angkutan penerbangan, jadi, di konsep RUU itu tidak ada yang bicara tentang angkutan
penyeberangan antar pulau, antar wilayah, saya kira ini penting untuk dicermati karena
memang sudah jadi fokus dari pemerintah pusat, khususnya kementerian terkait, untuk
mengembangkan ini Pak, inter island shipping industry dan inter island tadi, good and
services ini kan lewat antar pulau, ini yang harus kita kembangkan, padahal kalau kita bicara
tentang pelabuhan, pelabuhannya yang kelas 1, kelas utama, itu masih belum banyak di
Indonesia. Saya sebutkan saja kalau di Jawa jelas, Tanjung Priok, dan Tanjung Perak, kalau
di Kalimantan itu hanya Bontang. Kalau di Sumatra itu hanya Batam dan Dumai yang besar,
yang lain-lain itu kecil-kecil Pak. Jadi bagaimana kita bisa mengembangkan wilayah
kepulauan yang itu ribuan pulau, Kepri saya kira 2.000 pulau kurang lebih, yakan, bagaimana
nanti mengembangkan ini pak, jalur angkutan penyebrangan antar pulau tadi itu harus jadi,
prioritas.
Berikutnya lagi, berikutnya. Nah intinya, Bapak Ibu sekalian saya ingin mengusulkan
di RUU ini, bagaimana locally integrated and globally connected, bagaimana membangun
konektivitas nasional dan daerah, sehingga itu nanti berdampak multi player, bagi ekonomi
daerah kepulauan dan sekitarnya, tidak hanya kepulauan tapi seluruh Indonesia. Nah terus
gimana, next berikutnya. Nah saya sudah beluksukan ke seluruh provinsi di Indonesia Pak
Rias, ini foto-fotonya, ke daerah-daerah yang tertinggal, termasuk yang wilayah kepulauan.
Coba lihat, itu yang sebelah kanan itu, airport-nya belum ada pak, ada tapi tidak ada
runwaynya yang pakai aspal Pak, jadi kalau hujan ya becek kaya gitu, bayangkan kan bisa
tergelincir. Yang bawah kanan itu tidak ada jembatan, belum ada jembatan Pak, jadi kalau
sedan pasti ancur Pak, ini harus double garda ya kan. Lalu yang sebelah kiri itu Sumatera ini,
kebanyakan tadi pak, masih belum selesai aspalnya ini, di daerah-daerah yang termiskin,
terluar, terdepan itu kondisinya kayak gini. Saya hanya menunjukan tadi, bagaimana kita
melakukan percepatan, melakukan big push, untuk daerah-daerah yang semacam ini, apalagi
yang kepulauan. Terus berikutnya lagi, saya sudah naik Susi Air ini, di Kalimantan Utara,
jadi ini menarik, karena kalau naik Susi Air itu kita bisa diskusi sama, pilot dan co-pilotnya,
karena tidak ada batas di situ. Lalu kalau naik pesawat itu harus di timbang bu, manusia dan
barangnya itu harus di timbang, itu kas ini, makanya saya foto ini, dan ini di like di Instagram
luar biasa, karena ini, wah ini menarik, kok ditimbang kenapa ini, karena mau naik pesawat
itu harus ditimbang semua, sehingga kita bisa menyaksikan yang sebelah kanan bawah itu,
ketika mau mendarat kita lihat, landasan pesawat itu kita bisa tahu gitu loh, dan kita ikut
miring-miring di situ, ya. Terus berikutnya, nah intinya Bapak Ibu sekalian, kalau kita mau
mengembangkan wilayah kepulauan tadi, saya mengusulkan kita menggunakan pendekatan
spasial development namanya, spasial development, karena problem terbesar sekarang di
banyak daerah maupun pemerintah pusat itu aspasial atau spaceless, tidak memperhatikan
aspek ruang. Nah bagaimana caranya, pertama adalah bagaimana kita menumbuhkan growth
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 13
full, menumbuhkan kutub pertumbuhan baru, menciptakan kota terpadu mandiri yang
mengintegrasikan kebijakan pengembangan desa wisata, kawasan industri, lalu juga
urbanisasinya, ya ini sekaligus, jadi agar nanti antara jadi kalau selama ini yang dibicarakan
itu hanya policy mix antara fiskal dengan moneter, saya ingin itu harapannya, ya sektoral, ya
regional, ya daerah, itu supaya terpadu. Terus berikutnya, karena tadi ada program
pemerintah Kementerian Desa ini, yang mengembalkan 23 daerah tertinggal, dan 6 daerah
tertinggal agar bisa dientaskan, ada 29 kabupaten perbatasan dan ini ternyata boleh dikata
kebanyakan adalah wilayah kepulauan, ya, jadi ini yang, jadi artinya, tanpa RUU pun, tanpa
Undang-Undang sebenarnya pemerintah pusat sudah konsen bahwa wilayah perbatasan,
wilayah terluar, kepulauan, itu penting untuk diprioritaskan, ini Kementerian Desa, dan ini
menjadi mainstream untuk diplomasi ekonomi dan politik dari Kementerian Luar Negeri,
karena kebetulan saya diundang dua-duanya.
Terus berikutnya, nah, saya kira, mix satu lagi, saya kira demikian Bapak Ibu
sekalian, karena anggota LKMD, lebih kurangnya mohon dimaafkan lain kali mohon
diundang kembali.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: H. FACHRUL RAZI M.I.P (WAKIL KETUA KOMITE I DPD
RI)
Baik kita berikan applause dulu buat Prof. Mudrajad ya, memang sangat inspiratif
dan komprehensif sekali pemaparannya, ini sangat penting bagi kita dalam hal,
menyempurnakan revisi RUU, berkaitan dengan pemerintah daerah di wilayah kepulauan.
Baik selanjutnya juga sudah hadir yang tidak kalah penting bagi kita, dengan pemikiran
beliau yang sebenarnya sudah banyak sekali memberikan masukan berkaitan dengan kerja-
kerja Komite I. Selanjutnya saya persilakan Prof. Rias Rasid, waktu dan tempat saya
persilakan.
PEMBICARA: Prof. DR. RYAAS RASYID, M.A,Ph.D (NARASUMBER)
Terima kasih Bapak Pimpinan, Bapak-bapak dan Ibu-ibu para Anggota, serta staf
yang hadir.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saya menikmati persentasi Profesor Mudrajad, yang menurut saya itu sangat
komprehensif dan sebaiknya itu ada rekamannya atau dibaca ulang apa yang beliau
sampaikan karena itu mulai dari naskah akademik, sampai kepada RUU, pasal demi pasal
pun dibahas.
Saya melihatnya dari kecamata yang sederhana aja Pak, bahwa sebenarnya ide
mengenai Undang-Undang Kepulauan itukan sudah sejak tahun 2011 apa 2012 itu sudah ada,
di DPR dulu, karena konsennya, primary concern-nya itu adalah, bagaimana membuat
daerah kepulauan itu bisa diakselerasi Pak, pembangunan, dan kesejahteraan, dan keadilan,
dan sebagainya itu, itu dari itu. Jadi waktu itu kemudian kendalanya adalah, seperti yang
Bapak sudah singgung tadi, pemerintah berpendapat, kalau hanya untuk memberikan
perlakuan khusus kepada kepulauan, kita integrasikan saja kepada, kedalam undang-undang
pemerintahan daerah yang baru nanti. Nah, 23 ini saya enggak baca bagaimana apakah betul
sudah diadopsi, itu ide mengenai kepulauan, saya belum dalami lagi, tapi dulu komitmennya
begitu sehingga itu waktu RUU yang dicoba dirintis oleh DPR itu macet Pak, enggak
berlanjut, karena akomodasi tadi, mau ditampung di Undang-Undang Pemda yang akan
datang.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 14
Nah, sekarang sebenarnya persoalannya tetap sederhana, jadi tidak, tidak terlalu
canggih sebenarnya, persoalannya adalah, bagaimana membuat aliran dana ke daerah
kepulauan itu bertambah, atau yang kedua, bagaimana supaya ada kewenangan-kewenangan
khusus, yang memungkinkan daerah itu mengembangkan kreativitas, menolong dirinya
sendiri. Karena dalam ilmu pemerintahan itu dikenal 2 hal Pak, dikenal 2 hal sebagai
penopang suatu kreativitas, tidak ada kreativitas dalam pemerintahan tanpa kewenangan, dan
tidak ada kreativitas tanpa uang. Jadi tujuannya cuma itu sebenarnya, bagaimana memberi
kewenangan, yang cukup untuk bisa leluasa, mengembangkan potensi yang tersedia ya,
manusia maupun sumber daya alam, yang kedua adalah bagaimana memungkinkan aliran
dana, ke daerah kepulauan itu bertambah daripada apa yang mereka terima sekarang.
Oleh karena kendalanya banyak, oleh karena situasi mereka itu memang banyak
kesulitan, harga bahan pokok meningkat, akses pada berbagai fasilitas pelayanan itu sangat
terbatas, untuk tidak mengatakan bahwa itu keterbelakang gitu Pak. Jadi ini sebenarnya
motivasi dibalik itu, makanya kalau menurut saya, undang-undang ini tidak usah terlalu rumit
pasal-pasalnya, gitu ya, sederhana saja, yang langsung menyentuh tujuan pokok aja gitu. Jadi
ga usah diperlebar gitu ya, nah masukan-masukan dari beliau tadi bisa dicatat. Saya kira dari
masukan itu ada yang mungkin kita simpulkan, “ah coret ajalah bagian ini”, gitu loh, bikin
sederhana saja.
Nah, itu menurut saya, justifikasinya ada, nah, kalau Aceh dan Papua itu
justifikasinyakan sederhana, keterbelakan. Ya dia keterbelakang perlu dipercepat, perlu
diakselerasi, pembangunan di sana, konsekuensinya adalah penerimaan uang, nah karena dia
punya sumber daya alam, maka dia cuma dikasih bagian dari bagi hasil itu. Nah, tentu
logikanya, bagi daerah yang tidak punya sumber daya alam, ditambah subsidinya kan begitu
saja, sama-sama Indonesia masa ga bisa dikasih, perlakuan khusus untuk menciptakan
keseimbangan tadi, keadilan ekonomi dan segala macam, itu kan kewajiban moral
pemerintah.
Jadi jangan cuma dilihat misalnya, “oh, ini cuma 8% kontribusinya pada negara,
ekonomi negara terbatas”, ya kalau dia cuma 8% tambahin saja kesana 10% lagikan bisa, itu
istilah bagaimana seninya saja, tapi logikanya begitu Pak. Jadi yang keterbelakangan 8% itu
kemudian membuat kita mana tidak bisa memberikan perlakuan khusus. Jadi ini bedanya
dengan Aceh dan Papua, adalah, kalau Aceh dan Papua ada sumber daya yang bisa kita bagi,
yaitu dari pendapatan kita kasih bagi hasilnya. Kalau kepulauan yang memang miskin, yang
tidak punya apa-apa kecuali hasil laut, yasudahlah tambah saja subsidinya kan gitu.
Pembenarannya adalah dalam rangka menciptakan keseimbangan tingkat
kesejahteraan, jadi ada semacam crash program, jadi undang-undang ini juga bisa diberi
batas, sama dengan Undang-Undang Aceh dan Papuakan ada batasnya itu, misalnya kita
program pemberdayaan kepulauan itu berapa, 10 tahun, 20 tahun, kasih batas saja begitu,
bahwa semua ketentuan-ketentuan yang sifatnya istimewah ini, yang sifatnya khusus ini,
berlaku selama 20 tahun misalnya saja, sudah itu kita tinjau kembali. Intinya adalah, ada
perhatian pemerintah, pada wilayah kepulauan yang selalu ditandai dengan keterbelakangan,
ketertinggalan, kemiskinan, dan berbagai macam yang membuat kita tidak enak itu, gitu aja,
bagaimana membahagiakan disana.
Nanti kalau ada yang bicara lagi, “oh jumlah penduduknya sedikit”, dia bagian dari
Indonesia, masa tidak bisa kita berikan perlakuan yang sifatnya memungkinkan untuk itu, ini
soal pengelolaan keuangan bisa kita perdebatkan Pak. Jadi, sampai dengan hari ini,
sebenarnya pemborosan di APBN kita itu masih sangat besar, ya pemborosan dan kebocoran
gitu loh, itu kan kalau tidak ditertibkan, itu tetap bisa ada alokasi, untuk membantu
kepulauan ini ya tentu tidak banyak, tapi paling tidak dengan adanya Undang-Undang baru,
di wilayah kepulauan itu, ada alasan pembenaran untuk pemerintah pusat membantu ekstra.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 15
Jadi kalau tadi disebutkan mengenai DAU, hitung-hitungan DAUnya tidak bisa
seperti yang normal, yang hanya menyebut jumlah penduduk dan luas wilayah gitu. Nah, ini
harus ada keterisolasian gitu, keterbelakangan, yang memungkinkan dia dapat bantuan
subsidi tambahan, kira-kira begitu. Nah, yang sifatnya teknis, yang saya beri masukan adalah
ini, saya mempertanyakan tadi, mengenai provinsi minimal 2 kabupaten di kepulauan, atau
kabupaten 2 kecamatan, kenapa ga pakai presentasi saja? Nah, Pak Ketua, 20% kecamatan
ada di kepulauan, atau 20% kabupaten ada di kepulauan, jadi kalau ada 10, minimal ada 2
kabupaten disitu, itu yang membuat saya dulu mempertanyakan, apakah betul, Sulawesi
Utara itu, bisa masuk dalam kategori wilayah kepulauan? Ya karena itu wilayahnya lebih
besar pada, pada daratan gitu, yang lain-lain sih sudah memenuhi syarat, tapi itu terserah
saja, yang penting ada kriteria bukan angka, karena angka bisa berubah, begitu ada bikin
pemekarankan, bisa bertambah di daratan, atau bisa bertambah di kepulauan, tapi kalau kita
misalnya kasih persyaratannya itu minimal 20%, kemudian kalau yang benar tadi, sudah saya
setujui juga itu mengenai luas wilayah, bahwa wilayahnya lebih banyak perairan, itu sudah
betul, ya untuk bisa disebut sebagai kepulauan, gitu ya.
Nah, ada lagi, ada provinsi atau kabupaten kepulauan yang itu, berlipat ganda dia
punya beban, ya, dia kepulauan, dia perbatasan, dia terbelakang. Nah, ini yang, ini lebih
serius lagi, ya, jadi ada wilayah kepulauan sekaligus perbatasan, yaitu, terisolasi, tidak
tersentuh oleh jangkauan pusat secara efektif, itu dan keterbelakangan. Nah, ini yang
kemudian menjadi sangat rawan, nah, ini semua memberi pembenaran, pada perlunya
perlakuan itu. Bisa saja orang pusat mengatakan, itu sudah masuk dalam rencana besar kita,
iya tapi itu enggak pernah detail, sampai ke kabupaten, gitu. Itu enggak bisa kita harap
konsep dan rencana besar itu, enggak tahu juga kapan prioritasnya bisa sampai kesana, gitu,
tapi kalau dia kepulauan, dibuat undang-undang ada status kepulauan khusus, itukan sudah
otomatis, tahun APBN tahun berikutnya sudah berjalan itu, sudah masuk dia.
Nah itu yang saya maksud, jadi memang ada emergency condition pada kepulauan,
yang ini sekali lagi ini kita sudah bicarakan berulang-ulang dan saya selalu jadi narasumber
di DPR ya begitu. Ya, jadi selalu saya menekankan perlunya dipercepat ini, enggak bisa lagi
kaya kemarin itu dijanjikan nanti diintegrasikan pada undang-undang pemerintahan daerah,
ternyata ya tidak ada langkah-langkah maju juga yang bisa kira harapkan gitu loh. Jadi
keterbelakangan, keterisolasian, wilayah perbatasan, adalah simpul-simpul yang bisa
dijadikan sebagai pembenaran, mengapa ini perlu ada undang-undang khusus, ya.
Nah, sebaiknya memang tidak usah terlalu dilonggarkan, jadi memang yang ketat
gitu, ketat bahwa yang persyaratan provinsi kepulauan, kabupaten kepulauan itu kaya apa
gitu. Jadi bisa terjadi, ada provinsi yang bukan kepulauan, tapi kabupatennya, kabupaten
kepulauan, gitu, itu, itu bisa terjadi, ya, kalau kita agak ketat dalam ini. Jadi tidak otomatis
kalau ada kabupaten kepulauan, otomatis provinsinya juga provinsi kepulauan, tentu tidak,
ya. Nah kenapa? Karena itu sudah menjadi, menjadi pengetahuan umum, bahwa situasi di
kepulauan itu, sangat-sangat keterbelakang dalam infrastruktur layanan publik, terutama
kesehatan, pendidikan, transportasi, telekomunikasi, ini semua membuat Indonesia, potret
keterbelakangan ini ada disana, walaupun tidak berarti bahwa di darat ada keterbelakangan,
tapi di pulau itu terlalu menonjol dan itu sifatnya seperti laten gitu, sepertinya tidak berubah
nasib orang-orang disana itu.
Transportasi dan komunikasi sangat, tadi sudah digambarkan oleh beliau secara
nasional ya begitu, tapi saya kira tetap ada harus ada inisiatif daerah, tidak bisa hanya
tergantung pada fasilitas pusat gitu. Nah, itu dimungkinkan kalau ada kewenangan dan ada
uang, yang kita tempatkan disana. Kemudian, ada lagi ini, kendala fisik kita sudah tahu
semua, nah menurut saya, kendala fisik yang harus diatasi itu bisa dengan pengembangan
crash program yang dikelola sendiri oleh daerah-daerah.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 16
Jadi, saya ulangi lagi, perhitungan dana alokasi umum, dan alokasi khusus serta
berbagai macam subsidi, harus bersifat terpisah dari definisi-definisi dan kriteria-kriteria
nasional, karena ada situasi khusus yang mengharuskan kita, membuat kalkulasi yang
berbeda, itu, supaya apa, masyarakat pulau itu merasa bagian dari Indonesialah, merasa
bangga sebagai orang Indonesia, kan itu intinya.
Nah kemudian, pemberian kewenangan, kita mesti kewenangan ini, kepada pemda
wilayah kepulauan, untuk memfasilitasi investasi. Ya, jadi bagaimana, ini bagaimana nanti
rumusannya nanti dipikirkan ya, tapi ada, kewenangan kita berikan kepada pemda kabupaten
kepulauan, untuk dia bisa mengundang investasi masuk dengan fasilitas-fasilitas khusus.
Sehingga dia tidak tergantung dengan laut, tergantung pada apa yang dikatakan tadi
perikanan dan kelautan saja, bisa saja mengembangakan pariwisata, bisa saja
mengembangkan industri, bisa saja mengembangakan industri ya, bisa saja mengembangkan
berbagai macam pelayanan apa itu perdagangan dan sebagainya. Tapi itu sangat tergantung
ada pada tidaknya kewenangan yang kita letakkan pada kabupaten atau provinsi yang
bersangkutan, intinya cuma itu.
Jadi saya ulangi sekali lagi kita sederhanakan saja ini RUU, ini enggak usah rumit-
rumit ya yang penting tujuannya itu ya seperti itu. Bagaimana menambah subsidi, bagaimana
menambah kewenangan, bagaimana membuat daerah itu bisa berinisiatif, untuk memajukan
dirinya sendiri, bagaimana menciptakan keseimbangan, kesejahteraan, itu saja intinya deh.
Kalau kita putar-putar kemana-mana nanti yang baca juga pusing. Ya, jadi saya menduga itu
kalau ini misalnya undang-undang ini pasalanya cuma sedikit ya gak apa-apa, yang penting
bisa langsung operasional. Kemudian catat ini, jangan terlalu dibikin, jangan ada lagi pasal-
pasal yang diatur kemudian dengan perturan pemerintah, itu tertunda lagi sekian tahun,
langsung saja operasional gitu, ya, jadi kalau bisa undang-undang ini tidak ada peraturan
pemerintah, lansung detail disitu, jadi singkat tapi detailnya ada gitu, langsung bisa dipakai
kalau ditunda, tunggu lagi, oh diatur dalam peraturan pemerintah, ya, lima tahun tidak turun-
turun, PP-nya itu, itu sudah penyakit itu.
Jadi kalau menurut saya seperti itu Pak. Jadi tidak rumit-rumit nanti kalau misalnya
timnya ini mau ketemu saya, sekali-kali bisalah kita baca pasal demi pasal itu kita ringkas
dan kita bikin dia tajam, dan langsung operasional. Kalau cuma ngomong sajakan tidak
cukup, tapi kalau kita duduk bersama kita liat pasal demi pasal kita bahas ini, ini tujuan apa
ini rumusan yang paling tepat apa ini saya kira itu lebih efektif. Saya kira itu tawaran saya,
kebetulan sayakan agak setengah nganggur, jadi ada waktulah ya, ada waktu saya tidak
sesibuk beliau ini, masih masuk dalam kompetisi rektor sagala macam, kalau saya sudah
lewat semua itu, ya, sudah lewat semua, Pak. Ya mengabdi aja sesuai dengan kemampuan
begitu.
Saya kira itu Bapak Pimpinan.
Terima kasih banyak.
PIMPINAN RAPAT: H. FACHRUL RAZI M.I.P (WAKIL KETUA KOMITE I DPD
RI)
Terima kasih Prof. Ryaas Rasyid, menarik sekali presentasinya.
Artinya ada beberapa catatan yang ingin saya catat disini berkaitan dengan apa yang
beliau sampaikan. Ya, tentunya ini juga bisa menjadikan masukaan bagi teman-teman, staf
ahli ya, yang pertama adalah menjadikan RUU ini sederhana saja tapi fokus dan tujuannya
jelas itu penting. Itu tujuan bagaimana kewenangan untuk memiliki apa namanya yang jelas,
subsidi anggaran dan tujuan pada kesejahteraan.
Namun yang kedua juga tadi disampaikan ada pembatasan undang-undang ini juga
penting menurut Prof. Ryaas Rasyid. Yah ataukah misalkan Undang-Undang Nomor 11
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 17
tahun 2006 itu 20 tahun dana otsus dan sebagainya. Kemudian yang ketiga adalah berkaitan
dengan tiga argumentasi beliau, kepulauan, perbatasan dan ketertinggalan ini adalah tiga
varian yang sangat penting dalam menentukan RUU ini.
Sementara tadi juga Prof. Mudrajad juga banyak sekali mengkritik ya. Perlu kami
sampaikan bahwa ini sebenarnya draft yang sudah dirancang di periode sebelumnya. Jadi kita
merevisi memang dalam konselasi politik selanjutnya memang banyak sekali memang harus
kita revisi.
Baik saya rasa itu sebagai catatanya mungkin di sini kita agak sebelah kiri nih,
sebelah kanan kayanya anggotanya sudah kosong semuaya. Ya, di situ ada dari Kepri.
Senator Nabil, ya lanjut saja.
PEMBICARA: Ir. MOHAMAD NABIL, M.Si (KEP. RIAU)
Ya terima kasih.
Yang terhormat Pimpinan dan Anggota DPD yang ada dan narasumber, paparan-
paparan tadi, saya mencoba untuk melihat juga sebenarnya persoalan-persoalan di wilayah
kepulauan itukan antara satu, kadang-kadang disatu provinsi itu berbeda-beda. Antara satu
kabupaten kota dengan kabupaten yang lainnya ditambah juga perbedaan-perbedaan dengan
provinsi yang lain, tapi dari semua problem yang ada itu persoalan yang mendasar yang ada
di provinsi kepulauan itu memang adalah satu persoalan tentang kendali yang cukup jauh
sehingga mengakibatkan, meningginya dari pada biaya-biaya transportasi sehingga akhirnya
biaya pembangunan yang terjadi yang dibutuhkan di provinsi kepulauan itu tidak bisa
dihindari adalah membutuhkan biaya yang cukup tinggi.
Oleh karena itu saya sepakat apa yang disampaikan bahwasanya dengan RUU ini juga
kita salah satunya adalah mempertimbangkan adanya insensif yang diberikan oleh
pemerintah pusat terhadap kepulauan. Tetapi disamping tadi faktor yang saya sampaikan tadi
melihat daripada proses yang ada, seperti yang saya lihat di Kepulauan Riau, artinya
sebetulnya beberapa daerah punya kemampuan. Artinya misalkan dikabupaten yang baru
pemakaran adalah Anambas yang ada 40.000 jiwa tetapi apa namanya dengan APBD cukup
besar yaitu hampir 1 triliun lebih. Cuma merela lagi-lagi adalah problem SDM dan
supporting dari pemerintah pusat untuk memberikan pembangunan prasara dasar misalnya
semacam listrik.
Salah satu kendala problem daripada di kepulauan itu adalah terpencar-pencarnya
dalam sebuah pulau-pulau sehingga menjadi tidak ekonomis jika dibangun sebuah
pembangunan listrik, sementara kalau antara pulau-pulau dihubungkan dengan jalur transmisi
dibawah laut menjadi biaya yang cukup mahal. Oleh karena itu, saya ingin minta pandangan
saja bahwasanya, menurut pemikiran saya tidak cukup kalau hanya sekedar artinya
memberikan kekhususan itu dari sisi faktor dana saja. Tadi dikatakan ditumbuhkan dengan
industri-industri kreativitas daripada daerah, lagi-lagi problematiknya SDM. Akan menjadi
sebuah persoalan, maka saya katakan bahwasanya insentif yang diberikan oleh pemerintah
pusat tidak hanya menyangkut masalah pendanaan tapi juga dalam bentuk konkrit
pemberian-pemberian kekhususan dalam bentuk program-program kegiatan yang sifatnya
memberikan potensi dan ada di dalamnya tumbuh dan bisa berkembang. Saya sepakaat tadi
bahwa bahwasanya tidak harus diberikan lapangan kerja. Saat ini contoh di Kepulauan
Anambas ada salah satu daerah yang katanya akan dijadikan KEK ke sekian eh kesepuluh di
Pulau Bawal. Mempunyai kelebihan yang artinya 70 yang luar biasa sehingga artinya salah
satu potensi barangkali di Kepulauan Anamba itu selain perikanan adalah yang justru malah
pariwisata lebih besar. Artinya beda dengan Natuna, barangkali Natuna mungkin dari sektor
perikanan. Tadi telah dikatakan bahwa di Kepulauan Riau itu pengolahan itu lebih, industri
pengolahan lebih tinggi karena pengaruh Batam, saya anggap pengaruh Batam. Tapi kalau
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 18
Batam itu diambil bahwasanya justru ada keterlambatan pembangunan di provinsi
kepulauannya khususnya di kepulauan tadi yang saya katakan bahwasanya tidak hanya
persoalan daripada pendanaan tapi juga kemampuan daripada masyarakat dan pemangku
jabatan setempat dalam rangka untuk meng-create program-program yang bisa
menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi lokal. Di samping itu bahwasanya saya cuma
hanya melihat contoh kasus bahwasanya pemerintah seringkali meng-create kawasan-
kawasan ekonomi khusus di daerah itu semua basisnya daratan. Saya belum melihat, ada
tidak KEK khusus yang di bidang kepulauan yang mana itu memberikan tadi saya katakan
dengan cara seperti itu, bahwasanya juga ada nantinya pemberian insentif contohnya yang
tadi disampaikan oleh Pak Ryas tadi misalnya memberikan kemudahan kepada daerah untuk
mengundang investasi dan lain-lain. Kalau tidak diberikan beberapa pola tadi itu yang saya
bilang bahwasanya tidak cukup kalau hanya sekedar daripada pendanaan lalu kemudian tapi
tidak ditunjang oleh supporting daripada pemerintah pusat untuk membangun daerah itu
maka akan melambat pertumbuhan karena problem yang daripada yang ada di daratpun tadi
saya katakana bahwa SDM sangat minim dan kemudian kemampuan daerah untuk
menumbuhkembangkan sehingga membangun ada ekonomi lokal yang bisa tumbuh itu juga
tidak bisa diserahkan begitu saja oleh kepala daerah untuk menumbuhkembangkan tanpa ada
insentif-insentif lain yang diberikan oleh pemerintah pusat, sehingga saya bilang kalau hanya
pendanaan dan kewenangan tapi tidak menyangkut kebijakan secara menyeluruh
menyangkut pertumbuhan ekonomi di daerah itu, kira-kira apakah akan berhasil RUU
Kepulauan ini itu Pak. Jadi daerah itu akan dimasukkan kira-kira seperti apa kira-kira kita
masukkan dalam RUU Kepulauan itu tidak hanya dari wewenang, pendanaan juga tapi
pertumbuhan daripada ekonomi di daerah-daerah kepulauan tersebut.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: H. FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE IV DPD
RI)
Baik terima kasih.
Senator Nabil, cukup? Sudah?
Iya, saya pikir memang political will juga penting ketika pemerintah sudah
melahirkan banyak sekali undang-undang, ada empat sebenarnya undang-undang yang
bersifat asimetris, desentralisasi. Namun prakteknya ini kadang-kadang sangat menjadi
permasalahan-permasalahan.
Baik, selanjutnya Prof. Mudrajad mohon ditanggapi apa yang disampaikan oleh
Senator Nabil.
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO, Ph.D. (NARASUMBER)
Saya mohon izin habis ini harus ke bandara karena tidak punya pesawat pribadi Pak.
Jadi terpaksa harus mengejar pesawat. Pak Nabil, saya paham permasalahan di Kepri Pak.
Memang saya sudah jalan-jalan ke berbagai pulau di sana, lihat potensinya. Yang Bapak
katakan tadi sudah saya lihat dengan mata kepala sendiri Pak. Memang Natuna itu kalau
bayangan saya nanti harus jadi megaminapolitan gitu lho Pak, megaminapolitan. Jadi tidak
hanya minapolitan, tapi harus jadi gede begitu karena di situ adalah kawasan strategis,
berbatasan dengan China, berbatasan dengan Malaysia, itu sangat rawan ini. Jangan sampai
kasus Pulau Sipadan Ligitan itu terjadi, lepas dari Indonesia karena kalau yang diperbatasan
tadi, mereka kalau yang di Kalimantan itu kan apa dadanya NKRI, perutnya itu Malaysia. Ini
jadi susah ini. Gampang untuk memisahkan diri dari republik. Jadi ini saya kira langkah yang
strategik yang harus kita cermati. Memang di RUUnya yang saya baca, maupun naskah
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 19
akademiknya yang tadi sudah versi lama, saya kira perlu di-update Pak, tidak hanya bicara
perikanan Pak tapi bicara pariwisata tadi betul Pak. Saya setuju tadi, karena tidak disinggung
tentang pariwisata sama sekali. Lalu kemudian juga industri ini kalau kita bicara Batam
memang ya memang Batam ini kasus khusus Pak karena ada Badan Otorita Batam. Jadi ini
keberpihakan pemerintah Soeharto maupun Habibie dulu. Jadi fakta sejarah peninggalan
sejarah yang harus kita lestarikan tapi jangan dihilangkan, karena tetap kalau kita bicara
tentang kluster industri elektronika itu termasuk kedua terbesar di negeri ini Pak, itu di
Batam. Kedua Pak, tapi kalau kita lihat nanti di sana 60% itu perusahaan dari Singapura yang
hanya 40 menit dari Batam, kan begitu Pak. Nah itu, jadi karena memang spillover-nya itu
dari Singapura. Jadi, rutepole-nya itu bukan dari Batam, tapi spillover dari Singapura gitu.
Sehingga karena Singapura sudah tidak punya lahan gitu, kemudian upahnya mahal mereka
melihat Batam itu sebagai salah satu alternatif untuk Sijohri (Singapura-Johor-Riau). Nah ini
setuju Pak
Lalu tentang SDM Pak. SDM itu sering kita pelesetkan Pak “selamatkan diri masing-
masing” Pak, tapi maksud saya gini Pak, ini tadi salah satu program saya kalau jadi rektor,
itu mengembangkan sister university dengan semua perguruan tinggi di luar Pulau Jawa,
karena saya tidak mau UGM itu berkembang tetapi universitas di Kepri, di Batam ini
ketinggalan Pak. Jadi maju itu harus bersama Pak. Ya, karena kalau kita lihat defacto-nya
sekarang ini UGM saja itu nomor 14 Pak di Asean, nomor 14 di Asean ya. Saya inginnya
lima tahun lagi itu masuk 10 besar. Nah ini program UGM go internasional tapi yang go
national-nya itu mengembangkan sister university dengan Kepri dengan Kalimantan. Jadi
termasuk capacity building Pak untuk dosen, untuk ini. Kemarin saya sudah keliling Pak
untuk ini, kebetulan saya pribadi ini salah satu buku saya yang best seller, Pak Ria saya baru
menulis 43 buku Pak. Nah salah satu buku best seller saya judulnya Mahir Menulis Pak. Nah
sekarang ini semua dosen terutama professor dan rektor kepala pusing dengan Peraturan
Menrestekti Nomor 20 tahun 2017 yang mewajibkan mereka harus publish di jurnal
internasional maupun di jurnal nasional Pak, karena budayanya itu budaya lisan bukan
tulisan, problemnya itu Pak. Nah saya menumbuhkan budaya itu sekarang dengan berbagai
macam workshop. Nah ini mau kita apa kita apa gaungkan di Kepri Pak dan teman-teman
Kepri sudah menyambut baik agar saya datang ke sana untuk membina mereka Pak,
membina dalam arti kita kasih silaturahim Pak, dan kata rasululloh silaturahim itu
memperpanjang usia dan menambah rezeki Pak. Nah itu jadi yang penting itu ya. Nah jadi
penting sekali Pak, justru kedepan ini perlu kalau kita lihat tadi Pak saya sudah mencoba
mengembangkan tadi Pak, Bapak tadi menyinggung tegangan listrik, betul Pak. Kita sudah
indentifikasi semua daerah mana yang defisit lisrik di Indonesia dan itu salah satunya Kepri
Pak, salah duanya Sumut, semua urusan mesti uang tunai Pak, mohon maaf Pak, sudah sering
ke sana itu kita sudah pokoknya kalau di Medan listrik mati byar pet 3 sampai 10 kali itu
biasa. Karena memang defisit listrik iya kan? Justru saya berpikir begini Pak, kebetulan saya
salah satu apa usaha sampingan saya, usaha kecil-kecilan Pak Rias, kalau Bapak kan di
asosiasi pemerintah daerah, kalau saya membantu perusahaan swasta pembangkit tenaga
listrik, nanti Bapak bisa liat itu namanya Jaya Samudera Karunia, nanti lihat di JSK FRU
Pak. Kita mengembangkan floating storage unit, pembangkit listrik terampung pertama di
Indonesia, itu cocok untuk kepulauan Pak.
PEMBICARA: Ir. MOHAMAD NABIL, M.Si (KEP. RIAU)
(berbicara tanpa mic, red)
Itu yang dibikin Turki?
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 20
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO Ph.D. (NARASUMBER)
Bukan, kalau Turki itu sewa Pak, itu sewa Pak, ini kita bikin Pak dan satu tahun itu
bisa selesai dan kita sudah bikin di Benoa Bali Pak 200 Mega Watt dalam tempo satu tahun
selesai. Nah kita mau mengembangkan di Natuna, mengembangkan.. Nah nanti kalau tertarik
kita bisa bicara bussines as usual nanti Pak. Dan itu bisa untuk tadi pulau-pulau kecil itu bisa
kita bagi gitu, kita ada feeder kapalnya. Jadi perusahaan kapal kami tadinya itu logistik kargo
itu tapi untuk batubara. Tapi karena batubara turun, sehingga kita harus switch ke listrik
sekarang Pak. Nah ini insight saja nanti. Gubernur Kepri sama Bupati Natuna sudah tertarik
tapi belum beraksi Pak. Saya menunggu nanti Bapak yang menendang Pak, karena ini hanya
talking- talking terus Pak. Jadi hanya bicara-bicara itu saya haduh, kalau hanya bicara tanpa
aksi itu saya tuh NATO ini, No Action Talk Only, saya tidak mau gitu Pak.
PEMBICARA: Ir. MOHAMAD NABIL, M.Si (KEP. RIAU)
(berbicara tanpa mic, red)
Itu bisnis tidak jalan?
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO Ph.D. (NARASUMBER)
Tidak jalan Pak. Jadi saya itu orang yang bukan NATO Pak. Jadi kita buktikan untuk
Bali, Benoa kita bisa bangun floating storage unit ya pembangkit listrik terapung pertama di
Indonesia bahkan di Asia Tenggara itu dalam tempo satu tahun, karena itu di laut tidak perlu
pembebasan lahan Pak. Kenapa? Karena rakyat Bali itu tidak mau di daratan Pak. Mereka
butuh listrik tapi tidak mau di darat, gitu lho. Gimana caranya? Ya solusinya itu. Nanti Bapak
lihat di JSK FRU. Banyak gas Pak, bisa gas bisa yang lain Pak, itu bisa, tidak masalah kita
bisa atur, teknologinya ada, dan kita siap. Hanya tadi Pak, saya sudah gemss soalnya Pak,
Bupati Natuna sama Gubernur anda itu slow motion gitu lho. Ini habis ini kita bicara bussines
to bussiness saja Pak, bagaimana dengan menjawab listrik di Natuna dan Kepri itu tidak byar
pet, di semua daerah tidak byar pet, di Kalimantan, di Babel. Yang di Babel juga begitu Pak.
Jadi kita mau mendesain lima tempat Pak. Satu di Natuna atau Kepri. Kedua, Babel
kemudian di Kalimantan Barat, kemudian di Gorontalo, yang ketiga itu di Nias. Jadi kita
lima Pak targetnya itu. Tapi itu tadi, gubernur dan bupatinya itu aduh slow motion ini, tapi ini
Bapak yang harus nendang nanti Pak.
PEMBICARA: Ir. MOHAMAD NABIL, M.Si (KEP. RIAU)
(berbicara tanpa mic, red)
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO Ph.D. (NARASUMBER)
Nah itulah Pak, ini saya itu sudah gemas dengan para pejabatnya, tergantung
pembisiknya itu masalahnya. Nah ini yang Bapak nanti membutuhkan pembisik seperti
Bapak untuk mempercepat pembangkit tenaga lsitrik di sana agar tidak byar pet. Kami siap
Pak, secara pembiayaan siap Pak. Daerah tidak mengeluarkan duit lho Pak, kami cuma butuh
difasilitasi perizinan agar PLN ditendang agar buka tender, kami jalan Pak. Aceh juga siap
Pak, siap. Mana daerah yang membutuhkan, nanti kita siap. Iya Pak, siap Pak. Ini serius Pak,
Jadi ini kita gunanya kita bertemu di sini ini silaturahim tadi itu memperpanjang usia dan
menambah rezeki tadi Pak. Minimal itu Pak. Jadi soalnya begini Pak, saya itu sudah capek
Pak, kebanyakan orang itu hanya berwacana, hanya ngomong doang tapi tidak do something.
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 21
Saya itu ingin berbuat sesuatu bagi negeri ini, contohnya sudah Benoa Bali. Bapak bisa
dilihat nantin di youtube, Benoa Bali, JSK FRU, sudah langsung keluar itu produk kami apa.
Itu apa yang kita coba untuk kembangkan agar daerah itu tidak byar pet Pak. Nanti kalau
perlu tulisan saya di Kompas Pak, tentang bagaimana solusi krisis listrik bisa saya kirim ke
Bapak dan juga teman-teman di DPD.
Saya kira begitu. Mohon maaf, saya mohon izin ke bandara Pak, karena tidak punya
pesawat pribadi, begitu Pak.
PEMBICARA: Prof. Dr. M. RYAAS RASYID, M.A., Ph.D. (NARASUMBER)
(berbicara tanpa mic, red)
Saya juga sama-sama mau keluar, saya jawab di luar.
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO Ph.D. (NARASUMBER)
Oh gitu. Silakan Pak.
PIMPINAN RAPAT: H. FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE IV DPD
RI)
Langsung Prof. Silakan.
PEMBICARA: Prof. MUDRAJAD KUNCORO Ph.D. (NARASUMBER)
Takut ini Pak Ryas ditinggal sendirian.
PEMBICARA: Prof. Dr. M. RYAAS RASYID, M.A., Ph.D. (NARASUMBER)
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Jadi saya pikir ya tetap dalam pemerintahan itu dua yang penting Pak, itu dana dan
kewenangan. Soal lain-lain bagaimana pusat menurunkan bantuan, pembangunan
infrastruktur, pendukung dan segala macam mengatur SDM, itukan tinggal dilobi saja. Yang
bisa masuk dalam undang-undang ya dua ini, soal pengaturan tambahan subsidi, alokasi dana
dan pemberian kewenangan. Kalau yang lain itu cuma komitmen politik Pak, tadi sudah
digambarkan toh sudah ada program pusat untuk tol laut, sudah ada program pusat untuk
pembangunan infrastruktur ya. Kalau soal SDM itu sebenarnya itu bisa iya bisa tidak jadi
persoalan, karena daripada kita nunggu pekerja dari China kan dari kita-kita juga kan banyak
orang. Cuma bagaimana insentifnya di sana kan? Banyak tenaga-tenaga dari daerah lain yang
bisa masuk kalau memang ada kerjaan yang memungkinkan mereka mendukung Pak. Jadi
saya tidak pesimis kalau soal itu. Nah itu bisa, karena di beberapa daerah sudah terbukti gitu
ya. Jadi memang bisa mengundang orang dari luar, bukan transmigrasi. Mau orang pindah
dengan resmi ke sana dengan proses yang biasa saja, yang penting ada prospek, itu Pak. Jadi
saya kira soal SDM saya tidak terlalu prihatin. Dalam kontek undang-undang ini saya
menekankan memang dua itu, bagaimana mengatur soal adanya tambahan subsidi melalui
berbagai macam ketentuan keuangan itu DAU DAK segala macam. Yang kedua, adanya
kewenangan tadi sehingga daerah itu bisa mengambil inisiatif untuk mengundang investor,
untuk mengatur keperluan-keperluannya tadi itu. Saya kira itu intinya Pak.
Di dalam konteks undang-undang ini kita batasi ke situ. Yang lain-lain itu nanti ke
sini pemerintahan bisa dikembangkan itu Pak. Kan banyak persoalan, saya kira bukan hanya
RDPU KOMITE I DPD RI DENGAN NARASUMBER MS III TS 2016-2017
SELASA, 7 MARET 2017 (SIANG) 22
SDM, bukan hanya sekedar dukungan infrastruktur dari pusat, banyak persoalan lagi tapi
tidak harus masuk dalam undang-undang. Kira-kira itu maksud saya.
Terima kasih banyak Pimpinan.
PIMPINAN RAPAT: H. FACHRUL RAZI, M.IP (WAKIL KETUA KOMITE IV DPD
RI)
Baik, saya rasa cukup dan menarik sekali apa yang disampaikan oleh kedua
narasumber kita ya berkaitan dengan rapat dengar pendapat umum ya, dalam rangka
mendapatkan masukan dalam melakukan penyempurnaan RUU Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Kepulauan yang tentunya sangat komprehensif sekali, dan sangat menarik sekali
informasi maupun data-data yang disampaikan kepada kita. Perlu kita sampaikan bahwa
prolegnas 2017 DPD RI telah diberikan amanah untuk menginisisai Undang-Undang tentang
RUU tentang penyelenggara pemerintah daerah di wilayah kepulauan, dan hari ini saya rasa
banyak sekali yang bisa kita ambil untuk kita perjuangkan di kamar sebelah.
Saya pikir saya rasa itu saja ya, Prof. Ryaas Rasyid terima kasih dan juga Prof.
Mudrajad Kuncoro ya, kita berikan applause dulu buat kedua narasumber kita. Dengan
mengucapkan alhamdulillahirobilalamin saya tutup RDPU kita sore ini.
Wabillahitaufikwalhidayah.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETOK 3X
RAPAT DITUTUP PUKUL 16.10 WIB