1
DESAIN TEKNOLOGI IPAL SISTEM ANAEROBIC BAFFLE REACTOR
DI KELURAHAN GUNUNG SARI KECAMATAN PASANGKAYU
KABUPATEN MAMUJU UTARA SULAWESI BARAT
Sriliani surbakti 1)Dosen Prodi Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional Malang
ABSTRAKSI
Rendahnya pelayanan sanitasi di Kelurahan Gunungsari memiliki konsekuensi
terhadap kesehatan dan kualitas lingkungan yang berkelanjuta. Bila semua limbah buangan
rumah tangga yang dihasilkan dari berbagai macam kegiatan/aktifitas dibuang secara
langsung ke perairan/badan air maka, akan menimbulkan pencemaran pada badan air. Pada
Kelurahan Gunungsari Kecamatan Pasangkayu terdapat jumlah penduduk pada tahun 2016
sebesar 4517 jiwa dan secara umum masih membuang air limbah domestik (black water dan
grey water) langsung ke badan air tanpa melalui pengolahan. Kondisi sanitasi seperti ini
dapat dikatakan belum sesuai dengan Perundang-undangan N0.23 tahun 2009 tentang
pengelolaan pengendalian lingkungan. Oleh sebab itu perlu adanya upaya pengelolaan
perbaikan sanitasi yakni merencanakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestic
dengan sistem ABR di Kelurahan Gunungsari Kecamatan Pasangkayu Mamuju Utara
Sulawesi Barat.
Perencanaan ABR didasarkan atas proyeksi jumlah penduduk dari tahun 2017-2026
dengan hasil analisa proyeksi total volume air limbah buangan adalah sebesar 16,7658681
liter/detik (16,77 liter/detik). Konsentrasi limbah buangan sebelum masuk pengolahan
limbah yaitu TSS : 473 mg/liter, BOD : 494 mg/liter, COD : 799 mg/liter. Hal ini
menunjukkan bahwa parameter TSS, BOD,melebihi Ambang Baku Mutu Air Limbah.
Anaerobik Baffle Reaktor (ABR) yang direncanakan adalah Dimensi dari unit-unit
pengolahan adalah bak penampung dengan dimensi panjang = 2,42 m, lebar = 0,5 m, dan
tinggi = 0,75 m sehingga volume = 0,9075 m3, ruang lumpur dengan dimensi panjang = 2,42
m, lebar = 0,5 m, dan kedalaman = 0,15 m sehingga volume = 0,1815 m3, dengan waktu
detensi selama 1 hari = 86400 detik dan diameter pipa outlet = 3 inch dan bak ABR dengan
dimensi panjang = 3,46 m, lebar = 0,7 m, dan tinggi = 1 m sehingga volume = 2,42 m3,
kompartemen dengan dimensi panjang = 1 m, lebar = 0,2 m, dan tinggi = 1m sehingga
volume = 0,2 m3, dengan waktu detensi selama 2 hari = 172800 detik dan diameter pipa
outlet = 3 inch
Dengan direncakannnya IPAL sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR,) di Kelurahan
Gunung Sari maka masyarakat dapat mengoptimalisaskan pengolahan air limbah yang
berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk mencapai operasionalisasi pengelolaan air
limbah yang sesuai standar sehingga fungsionalisasi dan optimalisasi pengelolaan air limbah
di Kelurahan Gunungsari dapat tercapai.dan dapat berfungsi secara berkelanjutan.
Kata Kunci : Air Limbah, Sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR)
2
PENDAHULUAN
Sanitasi merupakan salah satu tantangan Pemerintah Daerah yang paling signifikan
karena berhubungan langsung dengan pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan
kemiskinan.Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi, karena lemahnya perencanaan
pembangunan sanitasi yang tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak
berkelanjutan.Salah satu upaya memperbaiki kondisi sanitasi adalah, dengan menyiapkan
sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsive dan berkelanjutan. Oleh karena
itu, pemerintah pusat mendorong kota/kabupaten untuk menyusun Strategi Sanitasi
Kabupaten (SSK) yang bertujuan untuk menyusun strategi dalam peningkatan program
sanitasi.
Rendahnya pelayanan sanitasi di perkotaan dan pedesaan memiliki konsekuensi
terhadap kesehatan dan kualitas lingkungan yang berkelanjutan. Situasi ini menjadi
tantangan bagi Pemerintah Indonesia dalam memenuhi target Millenium Development Goals
(MDGs) tahun 2015. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa program MDGs sampai
dengan tahun 2015 belum sesuai target, maka dibentuklahSDGs (Sustainable Development
Goals) atau sering dinyatakan sebagai Universal Access yang ditargetkan tuntas pada tahun
2019.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Kelurahan Gunungsari bahwa Dinas
PU Pengairan dan Permukiman di Kabupaten Mamuju Utara pada tahun 2015, dari
kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS) di Kabupaten Mamuju Utara masih sangat
tinggi, yaitu sebesar 44%. Wilayah cakupan onsite (tangki septik) baru mencapai 37%. Hal
ini membuktikan bahwa kesadaran sanitasi yang baik dan lingkungan yang sehat, masih
kurang karena rendahnya pengetahuan secara menyeluruh mengenai pengelolaan air limbah
domestik dan lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran air badan air serta
penurunan sanitasi lingkungan. Disisi lain jumlah penderita diare yang sangat tinggi
ditemukan di Kelurahan Gunungsari dikarenakan masih banyaknya masyarakat yang masih
menggunakan air sungai sebagai kebutuhan MCK dan kebutuhan air minum. Masyarakat
Kelurahan Gunungsari juga masih belum terlayani oleh PDAM khususnya masyarakat yang
ditinggal di kawasan kumuh, sehingga menggunakan kebutuhan air minum diperoleh dari
sungai, sementara air sungai tersebut sudah mengalami tingkat pencemaran yang cukup
tinggi karena air limbah rumah tangga atau limbah domestic belum memiliki saluran limbah
buangan sehingga limbah buangan di alirkan ke kali dan sungai. Dari permasalahan eksisting
wilayah Kelurahan Gunungsari memperlihatkan bahwa diperlukan peningkatan efektifitas
dan efisiensi dalam pengelolaan air limbah buangan rumah tangga melalui rencana Desain
Teknologi IPAL Sistem Anaerobic Baffle Reactor di Kelurahan Gunungsari
Kecamatan PasangKayu Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat, hal ini tentunya
memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat, kelembagaan pengelola di daerah, serta
kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait, sehingga rencana kegiatan di Kelurahan
Gunungsari Sulawesi Barat dapat terlaksana dengan baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber utama air limbah rumah tangga (domestik) d a r i ma s y a r a k a t b e r a s a l
d a r i p e r u ma h a n , d a e r a h p e r d a g a n g a n , d a e r a h p e r k a n t o r a n , d a e r a h
f a s i l i t a s r e k r e a s i . B u a n g a n ma n u s i a s e n d i r i t e r d i r i d a r i
3
t i n j a ( f a e c e s ) , u r i n e , d a n a i r p e n g g e lo n t o r . K a r a k t e r i s t i k l i m b a h
r u ma h t a n g g a ya n g b e r a s a l d a r i p e r u ma h a n me n u r u t W e r n e r b e r g e r
1 9 6 9 , d a p a t d ib e d a k a n me n j a d i 4 t i p e , ya i t u :
1. Grey Water : air cucian yang berasal dari dapur , kamar mandi, laundry,
dan lain-lain tanpa faeces dan urin.
2. Black Water : air yang berasal dari pembilasan toilet.
3. Yellow Water : Urin yang berasal dari pemisahan dari toilet dan urin (tanpa air
untuk pembilasan)
4. Brown Water : Black water tanpa urin
menurut bentuk fisiknya dapatnya dibagi menjadi, (1) limbah cair yaitu buangan dari
toilet, air cucian, air kamar mandi, (2) limbah padat atau sampah seperti sampah sisa
makanan, bungkus atau kemasan, kantong plastik, botol bekas, dan (3) limbah gas seperti
asap dari kompor minyak, asap dari tungku, asap dari pembakaran sampah, dan bau dari
kakus. Limbah domestik mengandung sampah padat dan cair yang berasal dari limbah
rumah tangga dengan beberapa sifat utama yaitu, (1) mengandung bakteri, (2) mengandung
bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga BOD (biological oxygen demand) biasanya
tinggi, (3) padatan organik dan anorganik yang mengendap di dasar perairan menyebabkab
oksigen terlarut (DO) rendah, (4) mengandung bahan terapung dalam bentuk suspensi
sehingga mengurangi kenyamanan dan menghambat laju fotosintesis (Suhartono, 2009).
Secara garis besar limbah domestik dibagi dalam dua kelompok yaitu limbah organik
dan limbah anorganik. Limbah organik bersumber dari kotoran (tinja), sisa sayuran dan
makanan, sedangkan limbah anorganik dapat berupa plastik, kertas, bahan-bahan kimia
yang diakibatkan oleh penggunaan deterjen, sampo, sabun dan penggunaan bahan kimia
lainnya. Sasongko ( Limbah organik umumnya dapat didegradasi oleh mikroba dalam
lingkungan. Sebaliknya, limbah anorganik lebih sulit didegradasi sehingga sering
menimbulkan pencemaran di lingkungan. Pada daerah yang tidak mempunyai unit
pengelolaan limbah domestik, umumnya limbah dibuang langsung ke lingkungan
khususnya perairan (sungai, danau) yang kemudian terangkut dan terendapkan di sepanjang
badan perairan (Suhartono, 2009). Air limbah merupakan air bekas yang sudah tidak
terpakai lagi sebagai hasil dari adanya berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Air itu
4
biasanya dibuang ke alam yaitu tanah atau badan air. Air limbah domestik merupakan
limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah tangga seperti kamar mandi, dapur, cucian.
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Rumah Tangga yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air
limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan,
perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Mukhtasor (2007) membagi air limbah
domestik menjadi dua bagian yaitu : (1) air limbah domestik yang berasal dari cucian seperti
sabun, deterjen, minyak dan lemak, serta shampo, (2) air limbah domestik yang
berasal dari kakus seperti tinja dan air seni. Air limbah domestik mengandung lebih dari
90% cairan. Kodoatie, et al. (2010) menyatakan zat-zat yang terdapat dalam air buangan di
antaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut seperti protein,
karbohidrat, dan lemak dan juga unsur anorganik seperti butiran, garam, metal serta
mikroorganisme.
Limbah domestik terdiri dari karakteristik fisika antara lain parameter kekeruhan dan TSS,
karakteristik kimia antara lain adalah parameter DO, BOD, COD, pH dan deterjen, dan
karakteristik biologi antara lain adalah parameter Coliform.
Tabel 2.1. Baku mutu air limbah domestik
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH
BOD
-
mg/L
6 – 9
100 TSS mg/L 100
Minyak dan Lemak mg/L 10
Sumber : Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2006
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka tingkat konsumsi air
dalam rumah tangga juga semakin tinggi dan volume air limbah rumah tangga juga akan
5
meningkat. Hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen
Cipta Karya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa konsumsi rata-rata air adalah 144
liter/orang/hari. Konsumsi terbesar adalah untuk mandi yakni sekitar 65 liter/orang/hari atau
45% dari total konsumsi air. Air yang terpakai tersebut akan kembali ke lingkungan dalam
bentuk limbah yang biasanya mengandung zat-zat kimia yang sulit didegradasi di badan air
seperti deterjen, sabun, pengharum baju. Sistem pembuangan air limbah yang umum
digunakan masyarakat yakni air limbah yang berasal dari toilet dialirkan ke dalam tangki
septik dan air limpasan dari tangki septik diresapkan ke dalam tanah atau dibuang ke saluran
umum, sedangkan air limbah non toilet yakni yang berasal dari mandi, cuci serta buangan
dapur dibuang langsung ke saluran umum. Banyaknya limbah cair toilet yang dibuang ke
badan air akan menyebabkan pencemaran air (Tato, 2004).
Air limbah domestik dapat berpengaruh buruk terhadap berbagai hal karena dapat
berperan sebagai media pembawa penyakit, dapat menimbulkan kerusakan pada bahan
bangunan dan tanaman, dapat merusak ekosistem perairan. Air limbah juga dapat
menurunkan nilai estetika (keindahan) karena akan mengakibatkan munculnya bau busuk
dan pemandangan yang kurang sedap (Sugiharto, 1987).
Akibat yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah dapat bersifat langsung dan tidak
langsung. Bersifat langsung misalnya, penurunan atau peningkatan temperatur dan pH akan
menyebabkan terganggunya kehidupan biota air, sedangkan akibat tidak langsung adalah
defisiensi oksigen karena jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai limbah akan
semakin meningkat (Silalahi, 2010)
Menurut penelitian Komarawidjaja (2004), air limbah domestik yang masuk ke perairan
sungai Citarum mengganggu biota perairan baik dari segi kelimpahan maupun keragaman
jenisnya dan dari hasil identifikasi terhadap invertebrata perairan terungkap bahwa ada
kecenderungan penurunan jenis keragaman invertebrata yang hidup sesil seperti siput.
Penurunan itu dapat terjadi karena tingkat pencemaran organik yang tinggi, senyawa B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun) dan pestisida yang secara rutin masuk ke badan air sungai
tersebut.
Menurut sugiharto, 1987 bahwa rencana sistem penyaluran air buangan didasarkan pada atas
kebutuhan sesuai standar prioritas dan sejalan dengan distribusi air bersih. Dasar perencanaan
6
penyaluran air buangan berpedoman pada kriteria -kriteria yang paling memungkinkan untuk
dapat diterapkan sesuai kondisi dan situasi setempat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan sistem penyaluran air limbah buangan adalah :
- Daerah layanan
- Kuantitas air buangan
- Fluktuasi pengaliran
- Jenis, bahan, dan bentuk saluran
Pengelolaan air limbah juga dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan
bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan
kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi merupakan kolam yang digunakan untuk mengelolah air
limbah secara alamiah. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengelolaah air
limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk
membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas retention time (waktu tinggal)
yang cukup lama (20-50 hari). Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam
anaerobik (anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pound) dan kolam maturasi
(anaerobic/maturation pound). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengelolah air
limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi
biasanya digunakan untuk memusnakan mikro-organisme di dalam air limbah. Hal-hal yang
menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan sistem pengolahan air limbah domestik
menurut pedoman pengolaha air limbah perkotaan departemen kimpraswil tahun 2003
didasarkan pada faktor–faktor kepadatan penduduk, sumber air yang ada, kedalaman muka
air tanah, dan kemampuan membiayai. Berdasarkan faktor–faktor tersebut kemudian
dilakukan pemilihan sistem penyaluran air limbah buangan domestik dengan
mempertimbangkan kondisi tersebut terhadap kemungkinan penerapan sistem pengolahan
terpusat (Off Site System) skala perkotaan ataupun sistem pengolahan setempat (On Site System
skala permukiman). Hal ini bertujuan untuk meminimalisasikan dampak negatif terhadap
lingkungan, khususnya dapat mengendalikan terjadinya pencemaran air tanah, air sungai,
mengendalikan penurunan sanitasi lingkunagn, penurunan kesehatan masyarakat, sehingga
diperlukan sistem penyaluran air limbah domestik. Berikut perbedaan antara off site system dan
on site system
7
Tabel 2.2. perbandingan antara off site system dan on site system
Off site System
(Sistem Pengolahan
Terpusat)
On Site System (Sitem
Pengolahan Setempat)
Keuntungan :
a. Menyediakan pelayanan yang terbaik,
b. Sesuai daerah dengan kepadatan
tinggi,
c. Pencemaran terhadap badan air dan
dan air tanah dapat dihindari,
d. Memiliki masa guna lebih lama,
Keuntungan :
a. Menggunakan teknologi sederhana, b. Memerlukan biaya yang rendah, c. Masyarakat dan tiap – tiap keluarga
dapat menyediakan sendiri, d. Pengoperasian dan pemeliharaan
oleh masyarakat, e. Manfaat dapat dirasakan secara
langsung.
Kerugian :
a. Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi,
b. Menggunakan teknologi tinggi, c. Tidak dapat dilakukan oleh
perseorangan, d. Waktu yang lama dalam
perencanaan dan pelaksanaan,
perlu pengelolaan, oprasional, dan
pemeliharaan yang baik.
Kerugian :
a. Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah, misalkan sifat permeabilitas tanah,tingkat kepadatan tanah, dan lain – lain,
b. Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air bekas cucian,
c. Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan.
Sumber : Asmadi dan Suharno, 2012
Sistem pengolahan air limbah dengan sistem Off-site (sekala perkotaan /terpusat) adalah suatu
sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan suatu jaringan perpipaan unuk menampung
dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah. Sistem sanitasi Off Site
mempunyai beberapa teknologi yang sering digunakan, antara lain :
1. Conventional Sewerage
Dalam sistem ini air buangan (dalam hal ini air dan lumpur tinja) akan masuk ke dalam
saluran. Jaringan pipa air buangan tidak selamanya sesuai dengan kondisi perkotaan di
Indonesia. Dan untuk melaksanakan sewerage di daerah perkotaan yang kepadatan yang
tinggi tidaklah mudah. Kompleks perumahan baru dan pusat perdagangan atau industri
adalah tempat yang paling sesuai untuk sistem sewerage ini. Conventional Sewerage
sebaiknya dipilih antara lain :
a. Bila mayoritas rumah tangga suah memiliki sambungan air bersih
8
b. Bila teknologi sanitasi setempat tidak layak
c. Didaerah permukiman baru dimana mereka mampu membiayai sewerage dan
sebaiknya dilengapi dengan IPAL
d. Untuk daerah yang kemiringannya 1 % perlu diselidiki adanya kemungkinan untuk
mengembangkan saluran drainase yang ada dan menggunakan sebagai sewerage
gabungan
2. Shallow Sewers
Shallow sewer adalah sewerage kecil yang dipasang dangkal dengan kemiringan yang
lebih landai dibandingkan sewerage konvensional. Shallow sewer sangat tergantung pada
pembilasan air buangan untuk mengangkut air buangan padat jika dibandingkan dengan
cara konvensaional yang mengandalkan kecepatan untuk membersihkan sendiri
(selfcleansingvelocity). Shallow sewer lebih mudah dibandingkan sewerage konvensional
dan lebih cocok sebagai sewerage sekunder di daerah kampong dengan kepadatan
penduduk tinggi dan jalan lingkungannya kecil dimana tidak dilewati kendaraan berat dan
sebagian besar penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan jamban pribadi tanpa
pembuangan setempat yang memadai. Selain itu sistem ini cocok ditempatkan pada daerah
dengan kemiringan 1%.
3. Small bore sewer dengan pengolahan
Small Bore Sewer (SBS) merupakan sistem yang sesuai untuk memperbaiki sistem sanitasi
pada daerah yang mayoritas menggunakan tanki septic. SBS akan menampung semua air
buangan kecuali lumpur (tinja) dari tangki septik. Walaupun air buangan dari SBS sebagian
sudah diolah di tangki septik, tetapi tetap membutuhkan pengolahan lebih lanjut untuk
memperbaiki kualitas bakteriologi. Sistem ini di desain untuk mengalirkan bagian air
buangan rumah tangga. Pasir, lemak dan benda padat lain yang dapat menggangu saluran
dapat dipisahkan dari aliran pada tangki inteseptor yang dipasang diujung setiap sambungan
yang menuju saluran. Padatan yang terakumulasi pada tangki interseptor diangkat secara
periodik. SBS pada umumnya cocok untuk daerah yang datar dan mempunyai taraf muka air
tinggi. Sistem Small Bore Sewer secar umum memiliki komponen berupa :
1. Sambungan rumah, dibuat inlet tangka interceptor. Semua buangan kecuali sampah
memasuki sistem melalui bagian ini.
9
2. Tangki interceptor (Interceptor Tank), di desain untuk menampung aliran selama 24
jam untuk memisahkan endapan dari cairannya. Volumenya dapat menyimpan
padatan yang secara periodic akan diambil.
3. Saluran berupa pipa plastic berlubang kecil (diameter minimum 50-100 mm) dengan
kedalaman air buangan dari sambungan sistem gravitasi dan dibuat sesuai dengan
bentang alam.
4. Pembuang dan Manhole, sebagai jalan masuk dan pemeliharaan saluran serta untuk
menggelontor selama pembersihan saluran
5. Vent, untuk memilihara kondisi aliran yang bebas
6. Sistem pemompaan (jika diperlukan) untuk mengangkat perbedaan elevasi diperlukan
bagi sistem saluran dengan area yang luas
7. Lahan pengolahan buangan untuk mengalirkan cairan dan jaringan pengumpul dan
untuk menampung buangan padat hasil olahan dari tangka interceptor.
Aliran air tanah yang masuk ke dalam saluran (infiltrasi) terjadi bila letak sewer di bawah
muka air tanah, inipun biasanya kecil sekali terhadap sewer yang baru, sehingga sering
diabaikan dalam perhitungan aliran. Jadi perhitungan aliran infiltrasi ditentukan berdasarkan
keadaan sewer dan muka air tanah. Ukuran pipa minimum untuk sambungan rumah dengan
small bore sewer sistem berdiameter 50 mm, sedang pipa minimum bagi sewer 100 mm.
Berdasarkan sistem penyalurannya, pembuangan iar limbah diklasifikasikan ke dalam 2 ipe,
yaitu :
1. Sistem Terpisah
Sistem penyaluran air limbah
Menyalurkan air limbah dari perumahan dan fasilitas umum maupun industry
Sistem penyaluran air hujan
Membawa air limpasan dari hujan yang jatuh dari atap gedung, jalan, dan permukaan
lainnya.
2. Sistem Gabungan
Menggabungkan sistem penyaluran air limbah dan air hujan dalam satu saluran
10
Gambar 2.1. Sistem Pengaliran Air Limbah Secara Off-Site
.
Gambar 2.2. Sistem Pengaliran Air Limbah Dengan Jaringan Perpipaan (Off-Site)
Sedangkan prinsip pengolahan air limbah sekala permukiman (on-site system)
merupakan sistem antara dari sistem individu ke sistem skala perkotaan. Sistem ini harus
terintegrasi dengan perencanaan sanitasi secara menyeluruh. Pada saat sistem terpusat skala
kota sudah terbangun, sistem skala permukiman ini akan tersambung ke jaringan pipa
perkotaan, sampai dengan IPAL terpusat. Pada kondisi tersebut, IPAL skala permukiman
akan terbagi dua:
11
a). Sistem sanitasi skala permukiman diabaikan fungsinya, karena secara teknis dan
ekonomi dapat diintegrasikan dengan sistem kota. Yang masih dipertahankan dari
sistem ini adalah sistem perpipaannya.
b).Sistem sanitasi skala permukiman dipertahankan fungsinya, karena secara teknis dan
ekonomi tidak layak diintegrasikan dengan sistem kota. Sistem yang dipertahankan
berada pada wilayah yang relatif jauh dari jaringan sistem perkotaan, atau secara
topografi berada di bawah sistem perkotaan, walaupun digunakan pemompaan tidak
layak ekonomi.
Sistem pengolahan air limbah denga on-site system dalam sekala permukiman ini dikelola
oleh masyarakat itu sendiri. Berikut sistem on-site system, :
Sistem sanitasi skala permukiman merupakan sistem sanitasi berbasis masyarakat
1. Perencanaan melibatkan masyarakat;
2. Pelaksanaan oleh masyarakat tetapi dapat juga dilakukan oleh pihak lain yang
disepakati oleh masyarakat;
3. Operasi dan pemeliharaan dilakukan oleh masyarakat;
4. Agar masyarakat dapat mengelola sarana, perlu diberikan pelatihan yang memadai
dalam hal teknis pemeliharaan sarana, promosi kesehatan dan perubahan perilaku,
serta pengelolaan keuangan;
5. Agar operasi dan pemeliharaan oleh masyarakat berjalan, perlu dipikirkan biaya
operasionalnya. Biaya ini perlu dialokasikan oleh masyarakat pengguna sebagai iuran
pemakaian sarana. Besar iuran dapat mengacu kepada kebutuhan biaya operasional
atau kepada biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk menguras tangki septik.
Keberlanjutan Sarana Sanitasi Skala Permukiman memiliki 5 Faktor Dasar, yaitu:
a. Penyiapan masyarakat dilakukan dengan benar, artinya bukan sekedar
sosialisasi, tetapi masyarakat betul-betul memiliki kebutuhan sarana sanitasi,
tentunya ini memerlukan proses yang memakan waktu. Kita tidak bisa memilih
lokasi yang masyarakatnya tidak ada minat, walaupun lahannya tersedia.
Sebaiknya penentuan lokasi berdasarkan kesiapan masyarakat untuk
menyambung ke sistem, untuk kontribusi dan sebagainya.
12
b. Sistem harus dibangun dengan benar, artinya secara fisik dibangun memenuhi
standar konstruksi, dan secara teknis hidrolis memungkinkan berjalan dan
mampu melayani daerah pelayanan. Kita banyak menemui contoh bahwa
sistem yang dibangun tidak bisa digunakan karena pipa outlet yang berada di
bawah badan air/saluran, atau pipa servis yang berada di atas ketinggian
salauran dari WC di daerah pelayanan. Penentuan daerah pelayanan harus
memperhitungkan posisi ketinggian IPAL. Beberapa temuan di lapangan
menunjukkan bahwa posisi pipa servis berada pada kedalaman yang kurang,
sehingga pipa dari wc rumah tangga yang sudah ada tidak bisa dialirkan ke pipa
servis.
c. Kelembagaan pengelola harus berjalan, karena sistem komunal/permukiman
ini menjadi barang publik terutama jaringan pipa dan IPALnya, sehingga perlu
ada lembaga pengelola. Tentunya lembaga pengelola ini harus disiapkan dan
harus memahami apa saja tugasnya.
d. Iuran disepakati dan berjalan. Operasi sistem sanitasi skala permukiman akan
memerlukan pembiayaan untuk memelihara komponen yang mengandung
unsur logam, misalnya tutup manhole, agar tidak korosi perlu dilakukan
pengecatan secara berkala. Menambal manhole yang rusak karena benturan,
pengurasan lumpur, dll.
e. Pembinaan oleh pemda juga sangat penting, baik untuk pemeliharaan maupun
perluasan pelayanan. Minimal pemda melakukan monitoring untuk
memastikan sistem tetap dipelihara dan beroperasi dengan baik
Sistem sanitasi skala permukiman merupakan gabungan dari sistem individu, sistem ini tetap
menghasilkan lumpur yang perlu dikelola.Penerapan sanitasi skala permukiman tidak
melepaskan tanggung jawab individu terhadap pengurasan lumpur, karena tinja dan lumpur
hanya dipusatkan pada IPAL .Untuk itu pengguna dan kelompok pengguna perlu
mengantisipasi akumulasi lumpur ini dengan pengurasan secara periodik (terjadwal).
Pemerintah daerah perlu memperhitungkan kebutuhan sarana pengangkut lumpur dan
pengolahannya, serta alokasi lahan untuk IPLT. Apabila IPLT sudah ada perlu dikaji apakah
kapasitasnya masih mencukupi untuk periode perencanaan yang telah ditetapkan.
13
Proses pembangunan sarana sanitasi skala permukiman telah berevolusi sejak tahun
2003 dalam ujicoba, sampai dengan program sanitasi terbaru saat ini yaitu SANIMAS yang
didanai oleh IDB. Pada dasarnya proses menekankan partisipasi masyarakat, tanggap
kebutuhan, dan dukungan pemerintah. Tahapan pelaksanaan pembangunan sarana sanitasi
skala permukiman yang telah dilakukan sudah mengalami perbaikan dan penyempurnaan,
Namun demikian tantangan pelaksanaan di lapangan masih besar, hal ini masih wajar
mengingat besarnya proyek yang dikelola, baik dari jumlah wilayah, jumlah sarana
yang dibangun, jumlah staf yang harus dikelola, dan terutama pengawasan kualitas. Dari
bagan di atas, terlihat bahwa ada 4 kelompok besar tahapan dalam pembangunan sarana
sanitasi skala permukiman (SANIMAS), di dalam 4 kelompok besar tersebut terdapat 17
kegiatan besar yang harus dilakukan. Unsur yang terlibat dalam proses minimal adalah:
Kelurahan, BKM, RW, RT, Kelompok Pengguna. Semua kegiatan yang ditetapkan perlu
difasilitasi oleh fasilitator
Pembangunan sanitasi skala permukiman perlu direncanakan dengan baik, ada
beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek teknis, kelembagaan, pembiayaan, sosial
kemasyarakatan, dan kelestarian lingkungan. Pada bab ini akan dibahas tentang aspek teknis,
karena aspek ini sangat menentukan keberlanjutan sarana yang dibangun. Apabila aspek
teknis ini diabaikan dalam tahap perencanaan, maka akan terjadi sistem tidak berfungsi ketika
konstruksi selesai . Sistem ini bisa disebut gagal sejak tahap perencanaan atau gagal sebelum
dibangun. Apabila aspek teknis tidak diindahkan dalam tahap konstruksi, sistem tidak akan
berfungsi setelah selesai kontruksi, bisa disebut sistem ini gagal konstruksi. Pada bab ini akan
diuraikan secara ringkas prinsip kerja sanitasi skala permukiman, penentuan daerah
pelayanan, parameter yang berpengaruh, penentuan lokasi IPAL dan jalur pipa, serta
beberapa perhitungan dasar yang relevan.
Pengolahanair limbah domestik dengan proses anaerob merupakan proses pengolahan air
yang memanfaatkan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme yang berkontak limbah dengan
air buangan, sehingga mikroorganisme tersebut dapat menggunakan pencemar-pencemar
yang ada sebagai bahan makanan dalam kondisi lingkungan tanpa keberadaan oksigen
(Qasim, 1985, dari Madyanova, 2005). Secara umum proses pengolahan biologi
memanfaatkan metabolism mikroba, yang menggunakan pencemar-pencemar sebagai
14
substrat (sumber energi dan karbon) untuk pertumbuhan, dan konstruksi selnya. Tabel 2.3.
berikut ini enunjukkan klasifikasi mikroba berdasarkan sumber energi dan karbonnya.
Tabel 2.3. Klasifikasi Umum Mikroorganisme Berdasarkan Sumber Energi Dan
Karbon
Klasifikasi Sumber Energi Sumber
Karbon
Autotrofik
Fotoautotrofik
Kemoautotrofik
Cahaya
Reaksi redoks
anorganik
CO2
CO2
Heterotrofik
Kemoheterotrofik
Fotoheterotrofik
Reaksi redoks organic
Cahaya
Karbon
Organik
Karbon
Organik
Sumber : Metcalf & Eddy, 1991
Dari table 2.3. dapat diketahui bahwa mikroba yang berperan paling besar pada penyisihan
materi organic (Oksidasi) adalah Kemoheterotrof , Karena mikroorganisme tersebut
menggunakan materi organic sebagai sumber energid an karbonnya. Yang termasuk
kelompok mikroorganisme Kemoheterotrof adalah protozoa, jamur, dan kebanyakan bakteri
(Metcalf dan Eddy, 1991)
Anaerobic Baffle Reactor (ABR) atau dikenal juga dengan anaerobic Baffled Septik
Tank (ABST) adalah salah satu reactor hasil modifikasi septik tank dengan penambahan
sekat-sekat. Teknologi ini telah digunakan dan dikembangkan oleh Bacman dkk (1985)
untuk mengolah limbah cair kuat (COD 8000 mg/l)
15
Sistem ABR sangat efesien untuk mengolah air buangan sintetis dan cocok untuk
mengolah air buangan yang memiliki kandungan zat tersuspensi tidak terendapkan yang
tinggi dan rasio BOD/COD yang rendah, seperti limbah dari kegiatan industri (Wanasen,
2003)
Anaerobic Baffle Reactor (ABR) merupakan bioreactor anaerob yang memiliki
kompartemen -kompartemen yang dibatasi oleh sekat-sekat vertical. ABR mampu mengolah
berbagai macam jenis influen. Umumnya sebuah ABR terdiri dari kompartemen -
kompartemen yang tersusun seri. Rangkaian kompartemen pada ABR secara seri memiliki
keuntungan dalam membantu mengolah substansi yang sulit di degradasi. Aliran limbah cair
diarahkan menuju kebawah sekat oleh susunan seri sekat tergantung maupun tegak dan juga
tekanan dari influent sehingga air limbah dapat mengalir dari inlet menuju outlet.
Bagian bawah sekat tergantung dibengkokkan 450 untuk mengarahkan aliran air dan
mengurangi channeling atau aliran pendek. Bagian downflow lebih sempit disbanding
upflow untuk mencegah akumulasi mikroorganisme. Dalam aliran keatas, aliran melewati
sludge blanket, sehingga limbah dapat kontak dengan mikroorganisme aktif. Arah aliran
limbah dalam sebuah reactor ABR dapat di lihat pada gambar 2.5. berikut.
Gambar 2.5. Anaerobic Baffle Reactor Dengan Empat penyekat
16
Akibat karakteristik aliran dalam reactor ABR dan gas yang dihasilkan dari tiap-tiap
kompartemen tersebut, mikrorganisme di dalam reactor akan naik secara perlahan dan
kemudian membentuk lapisan lumpur yang melayang, tetapi bergerak secara horizontal turun
kebagian bawah reactor dengan laju yang relatif lambat sehingga meningkatkan waktu
tinggal sel(Cell Retention Time).
Prinsip Kerja ABR
Anaerobic Baffle Reaktor (ABR) merupakan reactor biologi atau bioreactor biakan
kontinu dimana suplai medium pertumbuhan masuk secara kontinu dan produk yang keluar
juga kontinu. Laju alir cairan menuju reactor sama dengan laju alir cairan menuju reactor
sama dengan laju alir cairan keluar dari reactor. Anaerobic Baffle Reaktor (ABR)
mempunyai volume atau level reactor yang konstan. Anaerobic Baffle Reaktor (ABR)
merupakan unit pengolahan yang menggunakan prinsip kerja dari bebeerapa unit
pengolahan. Prinsip keja yang digunakan adalah kombinasi dari prinsip kerja septic tank,
fluidsed bed reactor dan Upflow Sludge Blnket Reactor (UASB). ABR menggabungkan
proses-proses sedimentasi dengan penguraian lumpur secara parsial dalam kompartemen
yang sama, walaupun pada dasarnya hanya merupakan suatu kolam sedimentasi tanpa
bagian-bagian yang bergerak atau penambahan bahan-bahan kimia. Proses yang terjadi di
dalam ruang pertama ABR adalah proses pengendapan dan pada ruang-ruang berikutnya
terjadi proses penguraian akibat air limbah kontak dengan mikroorganisme. Operasi
Anaerobic Baffle Reaktor (ABR) merupakan reaktor kontinu tanpa resirkulasi (sejalan). Hal
yang perlu mendapat perhatian dalam pengoperasian ABR adalah distribusi aliran masuk
secara merata dan juga kontak antara substrat yang baru masuk yang telah ada di dalam
reaktor. Distribusi aliran masuk secara merata dapat dicapai dengan menggunakan
kompartemen pendek yang panjangnya < 50-60%
Dari ketinggiannya. Selain itu perlu diperhatikan pada bagian akhir ABR (Outlet yang
terakhir), sebaiknya berada dibawah permukaan air agar scum yang terjadi tidak terbawa
keluar (Sasse, 1998). Anaerobic Baffle Reaktor (ABR) beroperai dalam beberapa kombinasi
prinsip anaerobic proses, yang terdiri dari tiga langkah dasar yaitu hidrolisis, asidogenesis,
17
dan metanogenesis dengan tujuan dapat menurunkan senyawa organic (BOD, COD) dan
Total Padatan Tersuspensi (TSS). Sedangkan keunggulan sistem ABR ini adalah :
a. Tidak membutuhkan energi tetapi justru dapat menghasilkan energi berupa gas
Methana (CH4)
b. Dapat dibangun dibawah permukaan tanah sehingga dapat mengatasi masalah
keterbatasan lahan
c. Lumpur yang dihasilkan sudah dalam kondisi stabil dan aman bagi lingkungan
dengan jumlah yang relative sedikit
d. Biaya operasional dan pemeliharaan rendah
e. Interval pada waktu pengurasan lumpur pada zona ABR lebih lama
Tahap perencanaan Anaerobic Baffle Reaktor (ABR) meliputi :
a. Mendesain ABR (Anaerobic Baffled Reaktor)
Volume ABR dihitung berdasarkan waktu tinggal yang akan digunakan dalam
perencanaan periode desain. Perhitungan besarnya volume reaktor sama dengan
perhitungan tangki septik konvesional. Volume ABR dihitung berdasarkan rumus
berikut (Sasse dalam Mubarok, 2008) :
V = Q x td (1)
Keterangan :
V = volume reaktor (m3)
Q = debit air limbah (l/detik)
td = waktu tinggal (hari)
Sedangkan untuk menghitung lebar bukan outlet dapat menggunakan rumus :
A = Q/v (2)
Keterangan:
A = luas outlet (m2)
18
Q = debit air limbah (l/hari)
v = kecepatan aliran (m/jam)
Rancangan dimensi tangki menurut (Sasse dalam mubarok, 2008) adalah sebagai
berikut:
1. Rasio panjang terhadap lebar adalah 2 : 1 sampai 1 : 3
2. Tinggi tangki adalah tinggi air dalam tangki ditambah freeboard.
Untuk memberikan distribusi air limbah yang bagus dan merata, rancangan dimensi
tiap ruangan ABR adalah sebagai berikut:
1. Rasio panjang dan tinggi tiap ruangan adalah 0,13 – 0,24 m
2. Kecepatan aliran ke atas (up flow) adalah 0,5 – 1,5 m/jam, pada keadaan debit
maksimum kecepatan ke atas adalah 3 m/jam.
3. Pembebanan organik adalah < 3 – 4 kg /m3/hari.
Kriteria desain ABR berdasarkan sasse (1998) adalah sebagai berikut :
Luas permukaan media : 90-300 m2/m3
Penyisihan BOD : 70-90 %
Jenis media : Kerikil, batu (5-10 cm), arang (5-15 cm)
Organik loading : < 4,5 kg COD/ m3..hari
Hydraulic retention time : 1-2 hari
METODE PENELITIAN
Metode Pelaksanaan Perancangan Desain IPAL ABR DI Kelurahan Gunungsari meliputi, :
A. Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk perencanaan Desain Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) dengan sistem Anaerobik Baffle Reactor adalah :
a. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari mitra yaitu kepala lingkungan dan
Kelurahan Gunungsari (tidak melalui media perantara). Kepala lingkungan
19
secara individual melakukan metode observasi.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari program percepatan pembangunan sanitasi
permukiman tahun 2015 Kabupaten Mamuju Utara serta dokumentasi
lokasi mitra.
B. Pengolahan Analisa Data
Dalam pengolahan analisa data dilakukan proses perhitungan proyeksi
jumlah penduduk, debit air limbah domestic, desain IPAL sistem ABR., dan
rancangan anggaran biaya.
C. Desain IPAL Sistem ABR
Volume ABR dihitung berdasarkan waktu tinggal yang akan digunakan dalam
perencanaan periode desain
D. Rencana anggaran biaya
ini berisi tentang hasil perhitungan harga satuan dan analisis pekerjaan ABR.
Secara skematik metodologi kegiatan pengabdian masyarakat di Kelurahan
Gunungsari ini disajikan pada gambar 3.5. berikut.
20
PERSIAPAN
PENGUMPULAN
DATA
DATA PRIMER DATA SEKUNDER
PENGOLAHAN ANALISA DATA
HASIL ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
DESAIN IPAL SISTEM ABR
RENCANA ANGGARAN BIAYA
Gambar 3.5 Metodologi Kegiatan Pengabdian Masyarakat
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan perancangan desain Instalasi Pengolahan Limbah Buangan IPAL) dengan
sistem Anaerobik Baffle Reacktor (ABR) diperlukan hasil analisa data proyeksi
penduduk, Analisa proyeksi kebutuhan air bersih, analisa proyeksi air limbah buangan,
analisa Anaerobik Baffle Reacktor (ABR), dan analisa anggaran biaya.
Analisa Proyeksi penduduk
Metode proyeksi penduduk yang digunakan ini adalah metode aritmatik Metode
ini menganggap bahwa perkembangan atau jumlah penduduk atau secara otomatis
bertambah dengan sendirinya dan tidak memperhatikan penurunan jumlah
penduduk.Nilai r (pertumbuhan penduduk) yang akan digunakan sebagai acuan adalah
dari tahun 2014 – 2016 (Outplan dan DED Air Limbah Kab. Mamuju Utara, 2016) dengan
laju pertumbuhan penduduk Kelurahan Gunungsari 0.2%.
Diketahuinya persentase nilai pertumbuhan penduduk di Kelurahan Gunungsari,
maka selanjutnya dapat dilakukan proyeksi pertumbuhan penduduk. Rumus yang
digunakan untuk perhitungan proyeksi penduduk dengan metode geometrik adalah:
Rumus: 𝑷𝒏 = 𝑷𝒐 (𝟏 + 𝒓)𝒏 ………………………………..(3)
Keterangan :
Pn : Jumlah penduduk di tahun ke -n
Po : Jumlah penduduk di tahun awal
r : Nilai pertumbuhan penduduk
Berikut hasil Analisa proyeksi penduduk di Kelurahan Gunungsari
Kecamatan Pasangkayu Mamuju Utara .
Tabel 4.1. Hasil Analisa proyeksi Penduduk Dengan Metode
Geometrik Di Kelurahan Gunungsari Tahun 2017- 2026
NO TAHUN
JUMLAH
PENDUDUK
(jiwa)
NILAI LAJU
PERTUMBUHAN
PENDUDUK (%)
1 2017 4679 0.207
2 2018 4855 0.215
3 2019 5005 0.222
4 2020 5127 0.227
5 2021 5260 0.233
22
6 2022 5493 0.243
7 2023 5877 0.260
8 2024 6140 0.272
9 2025 6572 0.291
10 2026 6895 0.305
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Hasil Analisa Kebutuhan Air Bersih Domestik
Analisis sektor domestik merupakan aspek penting dalam menganalisis
kebutuhan penyediaan di masa mendatang. Analisis sektor domestik untuk masa
mendatang dilaksanakan dengan dasar analisis pertumbuhan penduduk pada wilayah
yang direncanakan. Berikut hasil Analisa kebutuhan air bersih domsetik di Kelurahan
Gunungsari.
Tabel 4.2. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Tahun 2017-2026 Di Kelurahan
Gunungsari Kecamatan Pasangkayu Mamuju Utara
Sumber : Hasil Perhitungan
Keterangan :
Qr : Prakiraan Air Rata-rata (Liter/detik)
Qhm : Kebutuahan Air Harian Maksimum (Liter/detik)
Qjm : Kebutuhan Air Jam Maksimum (Liter /detik)
Analisa Kebutuhan Air Limbah Buangan Domestik
Untuk mendapatkan hasil kebutuhan air limbah buangan domestik maka dapat dihitung
berdasarkan dari hasil data proyeksi jumlah penduduk dan hasil proyeksi kebutuhan air bersih,
1 2017 4679 280740 3.25 421110 4.87 701850 8.12 175462.5 2.031 877312.5 10.154
2 2018 4855 291300 3.37 436950 5.06 728250 8.43 182062.5 2.107 910312.5 10.536
3 2019 5005 300300 3.48 450450 5.21 750750 8.69 187687.5 2.172 938437.5 10.862
4 2020 5127 307620 3.56 461430 5.34 769050 8.90 192262.5 2.225 961312.5 11.126
5 2021 5260 315600 3.65 473400 5.48 789000 9.13 197250 2.283 986250 11.415
6 2022 5493 329580 3.81 494370 5.72 823950 9.54 205987.5 2.384 1029937.5 11.921
7 2023 5877 352620 4.08 528930 6.12 881550 10.20 220387.5 2.551 1101937.5 12.754
8 2024 6140 368400 4.26 552600 6.40 921000 10.66 230250 2.665 1151250 13.325
9 2025 6572 394320 4.56 591480 6.85 985800 11.41 246450 2.852 1232250 14.262
10 2026 6895 413700 4.79 620550 7.18 1034250 11.97 258562.5 2.993 1292812.5 14.963
N0 TahunJumlah Penduduk
(jiwa)
Qr
(liter/hari)
Qr
(liter/detik)
Qhm
(Liter/hari)
Qhm
(liter/detik)
Kebutuhan air
total (liter/detik)
Qjm
(liter/hari)
Qjm
(liter/detik)
Kehilangan Air
(liter/hari)
Kehilangan Air
(liter/detik)
Kebutuhan air
total (liter/hari)
23
sehingga dapat di Analisa proyeksi air limbah buangan. Hasil proyeksi Analisa air limbah
buangan/ domestik dapat pada table berikut.
Tabel 4.3. Analisa Proyeksi Air Limbah Buangan Domestik Di
Kelurahan Gunungsari Tahun 2017-2026.
No Tahun
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kebutuhan
air total
(liter/detik
Volume Air Limbah (literdetik)
Total Air
Limbah Rumah
tangga
Pasar
Umum
Fasum
Fasos Perkantoran
1 2017 4679 10.154 7.1078559 2.1323568 1.4215712 0.7107856 11.372569
2 2018 4855 10.536 7.375217 2.2125651 1.4750434 0.7375217 11.800347
3 2019 5005 10.862 7.6030816 2.2809245 1.5206163 0.7603082 12.164931
4 2020 5127 11.126 7.7884115 2.3365234 1.5576823 0.7788411 12.461458
5 2021 5260 11.415 7.9904514 2.3971354 1.5980903 0.7990451 12.784722
6 2022 5493 11.921 8.344401 2.5033203 1.6688802 0.8344401 13.351042
7 2023 5877 12.754 8.9277344 2.6783203 1.7855469 0.8927734 14.284375
8 2024 6140 13.325 9.3272569 2.7981771 1.8654514 0.9327257 14.923611
9 2025 6572 14.262 9.9835069 2.9950521 1.9967014 0.9983507 15.973611
10 2026 6895 14.963 10.474175 3.1422526 2.0948351 1.0474175 16.758681
Sumber : Hasil Perhitungan
Kualitas Air Limbah Domestik
Berdasarkan data dari Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kabupaten
Mamuju Utara Tahun 2016 bahwa Hasil Kualitas limbah domestik di Kelurahan Gunungsari
Kecamatan Pasangkayu adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4. Kualitas Air Limbah Domestik Kelurahan Gunungsari,Tahun 2016
N0 Parameter Satuan Hasil Analisa di
Lokasi Sampling
(Sungai Pasangkayu)
Baku Mutu Permen
LH N0. 5/2014
1 BOD Mg/liter 494 150
2 COD Mg/liter 799 300
3 TSS Mg/liter 473 100
4 Ph 6,8 6,0-9
Sumber: SLHD Kabupaten Mamuju Utara Tahun 2016
24
Analisa Perancangan Anaerobic Baffle Reaktor (ABR)
a. Perhitungan Desain Bak Penampung
Tabel 4.5. Total Beban Pengolahan Air Limbah Di Kelurahan Gunungsari, Tahun 2017-
2026
Sumber : Hasil Perhitungan
Kriteria Desain (Sasse, 2008)
Berat jenis lumpur : 1,03 kg/liter
Kecepatan upflow : 1,5 m/jam
Koefesien Yield : 0,03
Bentuk : empat persegi panjang
Freeboard : 0,25 m
Waktu tinggal bak penampung : 24 jam =86400 detik
Perhitungan :
Volume dan Dimensi bak penampung :
Debit Limbah = 16,76 liter/detik
1000 liter/m3
= 0,0167 m3
V= Q x td
= 0,0167 m3 x 1 hari
= 0,0167 m3
Jika tinggi bak direncanakan 0,5 meter, maka luas bak
penampung adalah :
A = 0,0167 m3 /0,5 = 0,0034 M2
L = 0,5 , maka panjang bak penampung adalah :
Parameter Satuan (mg/liter) Total Debit Air Limbah (liter/detik) Beban Pengolahan (mg/detik) Beban Pengolahan (kg/hari)
TSS 473 16.76 7926.9 0.0079
BOD 494 16.76 8278.8 0.008
COD 799 16.76 13390.2 0.013
25
P = 0,0034 𝑚2
0,5
= 0,0668 m
Cek V = 0,0668 m x 0,5m x 0,5 m = 0,0167 m3
T freeboard = 0,25 m H actual
= 0,5 m + 0,25 m
= 0,75 m
V actual = 0,0668 m x 0,5 m x 0,75 m = 0,025 m3
Perhitungan Lumpur :
Efisiensi penurunan TSS = 60% x TSSinf
= 60% x 17 kg/hari
= 10,2 kg/hari
Efisiensi penurunan COD = 40% x CODinf
=40 % x 121,53 kg/hari
=48,6 kg/hari
Berat endapan COD = 0,03 x 48,6 kg/hari
= 1,458 kg/hari
Berat endapan TSS = 0,03 x 10,2 kg/hari
= 0,306 kg/hari
Jumlah lumpur yang diproduksi = 0,306 kg/hari + 1,458
kg/hari
= 1,764 kg/hari
Kadar lumpur = 6 %
Volume lumpur = Jumlah lumpur yang diproduksi
Kadar lumpur x berat jenis lumpur
= 1,764 kg/hari
0,06 x 1,03 kg/hari
26
= 28,5 liter/hari
Dimensi Kompartemen
t actual : 1 M
Panjang : tinggi : 0,2 m
Panjang : 0,2 x t actual
: 0,2 m
V kompartemen : 1 m x 0,2 m x 1 m = 0,2 m3
Jika volume tiap kompartemen 0,2 m3 dan volume actual
bak ABR = 2,42 m3 maka jumlah kompartemen = 12
Dimensi outlet kompartemen
Kecepatan aliran = 1,5 m/jam = 0,0004m/det
Debit = 0,0167
= 0,025 m3/jam
= 0,0000069 m3/detik
A outlet = 𝑄
𝑉
= 0,025 M3/jam
1,5 M/jam!
= 0,017m2
Tinggi bukaan outlet = 0,017 m2
1,5 M/jam!
= 0,0113m
Kecepatan upflow = 0,025 m3/jam
0,017
= 1,5m/jam
Dimensi pipa outlet ABR
Diameter pipa outlet = 3 inc
Debit = 0,025 m3/jam = 0,0000069
m3/detik
Direncanakan outlet dari pipa PVC, maka kecepatan outlet dapat
dihitung dengan persamaan :
V= 0,0000069𝑚3/𝑑𝑒𝑡
0,25 𝑥 3,14 𝑥 0,15
= 0,0004 m/detik
Berikut dapat dilihat pada lampiran gambar perencanaan Instalasi
Pengolahan Air Limbah dengan sistem Anaerobik Baffle Reaktor
(ABR) di Kelurahan Gunungsari.
27
Rencana Anggaran Biaya
Besarnya anggaran biaya yang disediakan untuk perancangan IPAL dengan sistem
ABR (Anaerob Baffled Reactor) untuk mengolah limbah buangan domestik di
Kelurahan Gunungsari meliputi pekerjaan tiap bak, dan upah tenaga kerja dapat
dilihat pada Tabel 4.6 (Hasil Perhitungan). Harga satuan yang digunakan sudah
mencakup harga bahan/peralatan, biaya pengiriman barang dan lain – lain.
Tabel 4.6. Rencana Anggaran Biaya Desain Anaerobik Baffle Reaktor
Sumber : Hasil Perhitungan
PEMBAHASAN
Berdasarkan kondisi eksisting yang ada di Kelurahan Gunungsari Kecamatan
Pasangkayu Mamuju Utara Sulawesi Barat maka, ada pemecahan permasalan yaitu dengan
membuat sistem saluran air limbah buangan dengan on-site Sarana air limbah skala
permukiman dapat menampung air limbah yang berasal dari kamar mandi, tempat cuci, dan
dapur. Air limbah tersebut dialirkan melalui pipa ke bak kontrol, yang berfungsi sebagai tempat
memantau kondisi aliran air limbah dalam perpipaan. Dari bak kontrol air limbah dialirkan
melalui pipa ke dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan sistem ABR. Berikut
denah bak control dan Grey Water ke dalam IPAL sistem Anaerobil Baffle Reaktor (ABR) di
Kelurahan Gunungsari
Gambar 3.4. Denah Bak Kontrol Black Water dan Grey water ke dalam IPAL ABR
No URAIAN PEKERJAAN VOLUME SATUAN HARGA SATUAN
(Rp) JUMLAH (Rp)
1 PEKERJAAN B AK PENAMPUNG viber glass 8 m2 45.000,
00 360.000,00
pipa pvc ø 3" 1 m' 11.250,
00 11.250,00
SUB TOTAL 371.250,00
2 PEKERJAAN B AK ABR viber glass 16 m2 45.000,
00 720.000,00
pipa pvc ø 3" 2 m' 11.250,
00 22.500,00
SUB TOTAL 742.500,00
TOTAL 1.113.750,00
28
29
Dengan adanya desain IPAL sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR) di Kelurahan Gunung
Sari, maka masyarakat dapat mengoptimalisaskan pengolahan air limbah buangan
sehingga proses keberlanjutan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah itu sendiri
dapat dilakukan dengan lebih efisien, efektif, terpadu dan berwawasan lingkungan.
KESIMPULAN
1. Sistem saluran air limbah buangan dengan on-site Sarana air limbah skala permukiman
dapat menampung air limbah yang berasal dari kamar mandi, tempat cuci, dan dapur. Air
limbah tersebut dialirkan melalui pipa ke bak kontrol, yang berfungsi sebagai tempat
memantau kondisi aliran air limbah dalam perpipaan. Dari bak kontrol air limbah dialirkan
melalui pipa ke dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan sistem ABR
2. Konsentrasi limbah buangan sebelum masuk pengolahan limbah yaitu TSS : 473 mg/liter,
BOD : 494 mg/liter, COD : 799 mg/liter, sehingga dari hasil perhitungan maka diperoleh
Dimensi dari unit-unit pengolahan adalah bak penampung dengan dimensi panjang =
2,42 m, lebar = 0,5 m, dan tinggi = 0,75 m sehingga volume = 0,9075 m3, ruang lumpur
dengan dimensi panjang = 2,42 m, lebar = 0,5 m, dan kedalaman = 0,15 m sehingga volume
= 0,1815 m3, dengan waktu detensi selama 1 hari = 86400 detik dan diameter pipa outlet
= 3 inch dan bak ABR dengan dimensi panjang = 3,46 m, lebar = 0,7 m, dan tinggi = 1 m
sehingga volume = 2,42 m3, kompartemen dengan dimensi panjang = 1 m, lebar = 0,2
m, dan tinggi = 1m sehingga volume = 0,2 m3, dengan waktu detensi selama 2 hari =
172800 detik dan diameter pipa outlet = 3 inch
3. Perkiraan biaya yang dibutukan untuk membangun bak penampung dan bak Anaerobik
Baffle Reaktor (ABR) di Kelurahan Gunungsari adalah sebesar Rp. 1.113.750,00
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi dan Suharno. 2012. Dasar-dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah. Gosyen Publishing.
Yogyakarta
Kementrian PU dan Permukiman Rakyat, 2016. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik-
Terpusat SKALA Permukiman, Direktorat Jendral Cipta Karya, Jakarta,
30
Met Calf & Eddy, 2003, Waswater Engineering : Treatment, Disposal, and Reuse, 4th ed.,
McGraw Hill Book Co., New York.
Purwanto, B., 2004. Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga di Kota Tangerang, Percik
Vol. 5 Tahun I.
Ragil Tri Setiawati dan Ipung Fitri Purwanti., 2016. Perencanaan Intalasi Pengolahan Air Limbah
Domestik Kecamatan Simokerto Kota Surabaya
RA Prahastiwi Prameswari dan Alfan Purnomo, 2014. Perencanaan Pelayanan Air Limbah
Komunal di Desa Krasak Kecamatan Jatibarang Kota Indramayu, Jurnal Teknik. Jurusan
Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Sasse mubarok, 2008, Pengolahan Limbah Buangan Domestik, Jakarta Setiawan, 2005. Konsep,
Instrumen dan Strategi Pengelolaan Lingkungan (Kumpulan Materi Kursus Dasar
Pengelolaan Lingkungan Terpadu, 2005)
Sugiharto, 2005, Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah, UI Press, Jakarta Tchobanoglous, G,
Burton, F.L., Stensel, H.D. 2003. Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse.
Fourth Edition. McGraw – Hill,Inc. New York