Download - Dermatofitosis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh kapang
yang tergolong dalam kelompok dermatofita, dan pada hewan lebih dikenal
dengan penyakit ringworm. Dalam tubuh inang, kapang ini biasanya
ditemukan terbatas pada bagian luar dari tubuh, misalnya pada bagian keratin
dari stratum korneum kulit, kuku, dan rambut. Kapang ini bersifat tidak
ganas, tidak dapat tumbuh dalam jaringan hidup maupun pada bagian tubuh
yang mengalami peradangan secara intens (Carter dan Cole, 1990; Olivares,
2003).
Pada hewan kesayangan, dermatofitosis dapat menginfeksi kulit, rambut,
atau kuku. Pada anjing, sekitar 70% penderita ringworm disebabkan kapang
Microsporum canis, 20% oleh M. gypseum, dan 10% oleh Trichophyton
mentagrophytes (Spakers et al., 1993; Kahn dan Line, 2007; Vermout et al.,
2008). Penyakit ini hampir ditemukan pada semua jenis hewan peliharaan.
Anjing semua umur dapat terinfeksi kapang dermatofita. Namun, kejadian
lebih banyak ditemukan pada anak anjing. Selain umur, faktor lainnya
termasuk status nutrisi yang jelek dan menejemen pemeliharaan yang buruk
serta tidak diisolasinya hewan penderita, akan meningkatkan kejadian
penyakit. Mortalitas penyakit rendah, namun demikian kerugian ekonomis
dapat terjadi karena kerusakan kulit dan rambut atau bobot badan turun
karena hewan menjadi tidak tenang serta adanya risiko zoonosis yang
ditimbulkan oleh M. canis (Olivares, 2003; Kotnik, 2007).
Untuk mengetahui hal-hal tersebut secara mendalam perlu pembelajaran
yang lebih lanjut. Hal inilah yang melatar belakangi pembuatan paper ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul
sebagai berikut :
1. Bagaimana etiologi dermatofitosis pada anjing?
1
2. Bagaimana patogenesa dermatofitosis pada anjing?
3. Bagaimana gejala klinis dermatofitosis pada anjing?
4. Bagaimana diagnosa dermatofitosis pada anjing?
5. Apa diagnosa banding dermatofitosis pada anjing?
6. Bagaimana terapi dari penyakit dermatofitosis pada anjing?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk dapat memahami dan menjelaskan etiologi dermatofitosis pada
anjing.
2. Untuk dapat memahami dan menjelaskan patogenesa dermatofitosis pada
anjing.
3. Untuk dapat memahami dan menjelaskan gejala klinis dermatofitosis pada
anjing.
4. Untuk dapat memahami dan menjelaskan cara diagnosa dermatofitosis
pada anjing.
5. Untuk dapat memahami dan menjelaskan diagnosa banding dari
dermatofitosis pada anjing.
6. Untuk dapat memahami dan menjelaskan terapi dari penyakit
dermatofitosis pada anjing.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas Udayana,
khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih mengenai
penyakit protozoologi khususnya tentang Dermatofitosis pada anjing
2. Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk
mengerjakan tugas yang berhubungan dengan Dermatofitosis pada anjing.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi Dermatofitosis pada Anjing
Ringworm atau dermatofitosis sering menyerang hewan-hewan
kesayangan, misalnya sering menyerang pada anjing dan kucing. Penyakit ini
bukanlah merupakan penyakit yang diakibatkan oleh cacing seperti pada
namanya yang ada kata “worm” nya. Namun, penyakit ringworm ini
diakibatkan oleh cendawan dermatofita. Ringworm ini biasanya menyerang
rambut, kulit dan bahkan kuku karena cendawan ini mampu hidup di daerah
tubuh yang mempunyai zat kitin. Beberapa spesies cendawan kelompok
dermatofita yang sering menyerang anjing dan kucing adalah Microsporum
canis, Trichophyton mentagrophytes dan Microsporum gypseum. Ringworm
atau dermatofitosis ini lebih sering menyerang anjing atau kucing dari ras
yang mempunyai bulu panjang dan juga lebih sering menyerang pada anjing
dan kucing muda karena pada hewan yang berbulu panjang mempunyai
tingkat kelembapan yang tinggi pada kulitnya daripada yang berbulu pendek
sehingga jamur akan lebih mudah tumbuh sedangkan pada hewan muda lebih
sering terserang ringworm adalah karena pada hewan muda masih belum
mempunyai tingkat kekebalan terhadap infeksi ringworm sehingga apabila
terserang oleh ringworm maka sistem imun/sistem kebal anjing atau kucing
muda masih belum bisa mengenali kehadiran jamur dermatofita akibatnya
ringworm pun tumbuh “subur”.
2.2 Patogenesa
Dermatophyte ditularkan karena kontak dengan rambut atau kulit yang
terinfeksi dan elemen fungi pada hewan, di lingkungan atau fomite (seperti,
sisir, sikat, alat pencukur, kasur, pengangkutan sangkar burung, dll). M. canis
dapat berasal dari debu, ventilasi, dan penyaring perapian tertutup. Spora M.
canis dapat terus hidup di lingkungan sampai 18 bulan. Jamur penyebab
ringworm tumbuh subur di daerah panas dan basah.
3
T. mentagrophytes yang sebelumnya sudah terdapat dalam kebanyakan
sarang tikus, dan M.gypseum dari tanah yang terkontaminasi sangat
berpotensial untuk menyebarkan ringwom dari hewan satu ke hewan lainnya
dalam suatu lingkungan yang sudah terkontaminasi pula,ini juga yang menjadi
masalah utama pada tempat-tempat penampungan atau pet shop.
Ringworm bisa sangat tahan lama di lingkungan dan dapat terbawa ke
benda-benda furnitur, karpet, debu, kipas angin,dll, dan dapat mengontaminasi
hewan peliharaan selama beberapa bulan bahkan tahun. Ringworm juga dapat
tersebar pada alat-alat grooming, mainan, dan selimut, atau bahkan pada
pakaian dan tangan manusia. Ringworm juga dapat ditemukan pada bulu
hewan dari lingkungan yang terkontaminasi tanpa menimbulkan gejala
apapun. Secara alami periode inkubasi untuk kasus ringworm antara 4 hari – 4
minggu.
Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-
kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor seperti faktor virulensi dari
dermatofita, faktor trauma, kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, factor suhu
dan kelembaban, kurangnya kebersihan dan faktor umur dan jenis kelamin
(Ahmad., R.Z. 2009).
2.3 Gejala Klinis
Gejala ini yang muncul adalah gatal, merah, potongan bersisik yang
mungkin melepuh dan mengeluarkan darah. potongan sering terlihat dengan
tepi yang tegas dan menyolok. Ringworm berwarna merah yang mengelilingi
bagian luar dengan kulit yang normal di pusat. ini membuat penampilannya
seperti cincin. Kulit juga mungkin muncul kehitam-hitaman (gelap) atau agak
terang, alopecia, dan jika kuku terinfeksi menjadi kehilangan warna, tebal, dan
bahkan hancur luluh (Tilley et al, 2004).
2.4 Diagnosa
Uji peneguhan diagnosa ringworm, antara lain dengan menggunakan
Wood’s Lamp dan kerokan kulit. Saat pengujian dengan menggunakan Wood
Lamp, hewan yang positif terinfeksi dermatophyta akan memperlihatkan
4
cahaya fluorenscent atau hijau berpendar di rambut, kuku atau permukaan
kulitnya. Pada pengujian kerokan kulit, kerokan kulit diambil dari kerak-kerak
yang ada di permukaan kulit dan selanjutnya hasil kerokan akan diamati
dengan menggunakan mikroskop. Hasil positif dari kerokan kulit adalah
adanya spora maupun hifa atau batang dari kapang dermatophyta yang terlihat
secara mikroskopis.
2.5 Diagnosa Banding
Penyakit demodecosis, infeksi bakterial, dan penyakit imunitas.
2.6 Terapi
Terapi Topikal
Pengobatan dapat dikatakan tepat bila hanya menggunakan terapi topikal.
Obat antifngal topikal seperti miconazole dan clotrimazole dapat berfungsi
untuk lesi yang kecil, sedangkan enilconazole atau limesulfur (4-8 oz/galon)
dengan mencelupkan hewan dengan infeksi yang luas. Pemakaian tunggal
clorhexidine tidak efektif untuk menghilangkan dermatophytosis ataupun
mencegah kontaminasi lingkungan. Infeksi yang terjadi di cattery dianjurkan
dalam waktu yang lama dan perlu dilakukan perubahan manajemen kandang
(Eldredge et al, 2007).
Terapi Sistemik
Terapi sistemik dapat digunakan untuk pengobatan semua jenis
dermatophytosis. Pilihan obat yang digunakan adalah griseofulvin (50 mg/kg
PO q 24h) dicampur dengan makanan yang berminyak. Griseovulvin
merupakan obat keras sehingga tidak dapat digunakan pada hewan yang
hamil. Efek sampingnya yaitu depresi, ataxia dan anemia. Efek samping ini
akan berhenti bila konsumsi obat tidak dilanjutkan. Depresi umsum tulang
belakang akan terjadi pada kucing yang terinfeksi FeLV. Obat alternative lain
yaitu ketoconazol (5-10 mg/kg PO q 24h) atau dapat pula dipilih
itraconazole(100 mg/kg PO q 24h). Pengobatan harus berlanjut paling tidak 4-
6 minggu dan tidak boleh berhenti sampai jamur tidak tumbuh lagi, agar
pertumbuhan jamur dapat terjadi lagi.
5
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh kapang
yang tergolong dalam kelompok dermatofita, dan pada hewan lebih dikenal
dengan penyakit ringworm. Dalam tubuh inang, kapang ini biasanya
ditemukan terbatas pada bagian luar dari tubuh, misalnya pada bagian keratin
dari stratum korneum kulit, kuku, dan rambut. Penularan penyakit ini bisa
disebabkan oleh alat-alat grooming, mainan, dan selimut, atau bahkan pada
pakaian dan tangan manusia. Ringworm juga dapat ditemukan pada bulu
hewan dari lingkungan yang terkontaminasi tanpa menimbulkan gejala
apapun. Gejala klinis yang khas pada anjing maupun kucing yaitu adanya
alopecia membentuk cincin dan kulitnya melepuh. Diagnosanya bisa
menggunakan wood’s lamp atau melalui dengan mengisolasi kerokan kulit
untuk ditumbuhkan pada media agar. Diagnosa bandingnya yaitu
demodekosis, infeksi bacterial, maupun karena penyakit imunitas. Terapi yang
bisa diberikan yaitu dapat secara topical maupun sistemik dengan pemilihan
obat yang tepat.
3.2 Saran
Disarankan bagi masyrakat yang mempunyai hewan perliharaan untuk
selalu menjaga kebersihan kandang guna mencegah terjadinya infeksi.
6
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan & Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor
Ainswoth G C and Austwick PKC. 1973. Fungal diseases of animal.2nd Edition The Common Wealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal, Slough, England.
Connole. M.D. 1963. A. Review of Dermatomycoses of Animals in Australia. Australian Veterinary Journal. (39); 130-134.
Dawson, C. O. 1968. Ringworm in animals. Rev. Med. Vet. Mycol 6 : 223-233.
Merck and Co., 1986. The Merck Veterinary Manual, Eight Edition, A Merck and Rhone-Poutene Company.
Pratiwi. E. 1997. Prevalensi ringworm pad kucing yang dipelihara di pondok pengayom satwa Ragunan. Jakarta Selatan. Skripsi Sarjana Biologi . Universitas Nasional Jakarta.
Tilley, L.P., dan Smith, F.W.K., 2004. The 5-Minute Veterinary Consult Canine and Feline Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
7