Download - Dermatitis Seboroik Bismillah Reza
REFLEKSI KASUS
DERMATITIS SEBOROIK
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepanitraan Klinik Muda
SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSD. dr Soebandi Jember
Oleh :
Reza Kurniawan092011101078
Pembimbing:
dr. Rosmarini, M.Sc, Sp.KK
SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSD dr. SOEBANDI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kulit yang biasanya dimulai
pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Dermatitis
termasuk dalam golongan dermatosis eritoskuamosa, umumnya ditandai dengan
adanya eritema yang ditutupi skuama tipis berminyak. Penyakit ini biasanya
mempunyai lesi yang simetris, bersifat kronik dan rekuren.
Area Seboroik adalah bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea
(kelenjar minyak) yaitu: daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar, saluran
telinga, kulit dibelakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan
nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah preseternum, daerah interskapula, areolla
mammae), dan daerah lipatan (ketiak, lipatan dibawah mammae, umbilicus, lipatan
paha, daerah anogenital dan lipatan pantat).
Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga termasuk
dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebab dermatitis seboroik masih
belum diketahui dengan pasti. Prevalensi penyakit ini lebih tinggi pada Odha, orang
dengan gangguan neurologis dan penyakit kronis. Faktor predisposisinya ialah
kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya
diturunkan, bagaimana caranya belum diketahui.
Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire, hal ini berasal dari ide
bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan katun (flanel),
wol, atau pakaian dalam sintetik.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. DEFINISI
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema adalah peradangan kulit
yang kronis yang ditandai dengan kemerahan dan skuama dan terjadi pada daerah
yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti wajah dan kulit kepala,
presternal dada, dan pada lipatan kulit.
Dermatitis seboroik infantil merupakan erupsi eritematosa, berskuama atau
krusta, utamanya pada area seboroik (area yang mengandung banyak kelenjar
sebasea). Pada bayi biasanya muncul usia 3-14 minggu, membaik kembali secara
spontan usia 8-12 bulan.
Area Seboroik adalah bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea
(kelenjar minyak) yaitu: daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar, saluran
telinga, kulit dibelakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata, glabella, lipatan
nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah preseternum, daerah interskapula,
areolla mammae), dan daerah lipatan (ketiak, lipatan dibawah mammae,
umbilicus, lipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat).
1.2. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit kulit yang sering
ditemui. Insidensinya antara 2% - 5% dari populasi. Dermatitis Seboroik pada
bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum
akil balik dan insidennya mencapai puncak pada umur 18—40 tahun, kadang pada
umur tua. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur
anaknya prevalensinya semakin berkurang. Prevalensi semakin berkurang pada setahun
berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien
(72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Prevalensi pada pasien AIDS lebih tinggi, terutama pada pasien dengan jumlah
CD4 dibawah 400 sel/mm3 dan dapat turun dengan terapi antiretroviral yang
adekwat. Dermaitis seboroik dilaporkan berkaitan dengan gangguan sistem saraf
1
pusat seperti parkinson, familial amyloidosis dengan polineuropati dan trisomi 21
namun data tersebut masih diragukan.
1.3. ETIOLOGI
Penyebab pasti Dermatitis Seboroik belum diketahui, walaupun banyak
faktor dianggap berperan, termasuk faktor hormonal, genetik dan lingkungan. Ada
yang berpendapat bahwa kesembuhan tipe awal dari dermatitis seboroik infantil
ini disebabkan oleh menurunnya produksi kelenjar sebasea pada bayi berusia
enam bulan.
Selain itu, DS juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi. Beberapa diantaranya
yaitu:
a. Glandula sebasea
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keadaan glandula sebasea.
Glandula tersebut aktif saat bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama
9-12 tahunakibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti.
b. Jamur Pityrosporum ovale
Penelitian menunjukkan bahwa Pityrosporum ovale (Malassezia ovale),
jamur lipofilik, banyak jumlahnya pada penderita dermatitis seboroik.
Pityrosporum ovale merupakan flora normal pada kulit orang dewasa, namun
jarang pada anak-anak. Pada anak yang mengalami dermatitis seboroik,
Pityrosporum ovale jumlahnya meningkat pada beberapa bagian tubuh.
c. Perbandingan komposisi lipid di kulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida,
paraffin meningkat dan kadar squelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun.
d. Iklim
e. Genetik status seboroik (seborohoic state) yang diturunkan
f. Lingkungan
h. Neurologik (stress).
1.4 PATOFISIOLOGI
2
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal
kulit manusia. Pertumbuhan P.ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis
maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel
Langerhans. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis
yang meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi
dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Status seboroik sering berasosiasi
dengan meningginya sukseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak
terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan dermatitis seboroik.
Penyakit ini berhubungan dengan kulit berminyak (seborrhea) meskipun
peningkatan produksi sebum tidak selalu terdeteksi pada pasien. Seborrhea
merupakan faktor predisposisi pada dermatitis seboroik namun dermatitis
seboroik bukan sebuah penyakit kelenjar sebasea. Insidensi tinggi dermatitis
seboroik pada bayi berbanding lurus dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea
pada umur ini. Pada bayi didapatkan kelenjar sebasea yang besar dengan rasio
sekresi sebum yang tinggi. Namun pada orang dewasa ini tidak terjadi karena
aktivitas kelenjar sebasea mencapai puncak awal pubertas dan dermatitis seboroik
dapat terjadi bertahun-tahun kemudian.
Dermatitis seboroik dikaitkan dengan nilai normal Malassezia furfur
namun respon imun abnormal. Ditemukan adanya penurunan sel T helper,
phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi dibandingkan
dengan subyek kontrol.Kontribusi spesies Malassezia dapat berasal dari aktivitas
lipase yang melepaskan inflamasi bebas asam dan dari kemampuannya untuk
mengaktifkan jalur komplemen alternatif.
Faktor resiko terjadinya dermatitis seboroik adalah stress, kelelahan,
makanan berminyak, alkohol, cuaca yang terlalu ekstrem, jarang mencuci rambut
atau mandi, pemakaian lotion yang mengandung alkohol, penyakit kulit (misalnya
jerawat) dan obesitas.
Pasien dengan gangguan saraf pusat (Parkinson’s disease, cranial nerve
palsies, major truncal paralyses) mempunyai resiko tinggi terkena dermatitis
3
seboroik. Seboroik dermatitis pada pasien tersebut merupakan hasil dari
peningkatan pengumpulan sebum akibat dari imobilitas. Pengumpulan sebum ini
merupakan media untuk pertumbuhan P. Ovale sehingga menyebabkan terjadinya
dermatitis seboroik.
1.5. MANIFESTASI KLINIS
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Pada bayi, skuama-skuama yang
kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala
disebut cradle cap. Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat
di alis mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak
skuama kekuningan.
Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa
skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai
seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan
tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak
disebut pitiriasis stetoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang
tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di
bagian verteks dan frontal.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela,
telinga postaurikular, dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya lebih
cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-
krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap.
Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pada bayi (usia 2 - 10 minggu)
Pada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada
verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi
sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat
dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat
4
bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang
pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran.
Gambar 1. Craddle Cap
Dermatitis dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi
dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi
sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis
seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiner’s
disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi
sistem imunnya.
2. Pada remaja dan dewasa (pada usia pubertas, rata-rata pada usia 18-40 tahun,
dapat pada usia tua)
Dermatitis seboroik pada remaja dan dewasa umumnya gatal, Pada area
seboroik berupa macula atau plakat, folikular, perifolikular atau papulae,
kemerahan atau kekuningan dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi,
skuama dan krusta tipis samapai tebal yang kering, basah atau berminyak.
Dermatitis seboroik pada dewasa bersifat kronis dan mudah kambuh, sering
berkaitan dengan kelelahan, stress atau paparan sinar matahari.
1.8. DIAGNOSIS BANDING
Gambaran klinis yang khas pada DS adalah skuama yang berminyak dan
kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Terutama distribusinya pada
kulit kepala dan lipatan kulit bagian atas dan tidak gatal. Namun ini belum cukup
untuk menegakkan diagnosis.
5
Diagnosis pada dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan gejala klinis. Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
penunjanguntuk diagnosis banding.
Pemeriksaan histo PA
Pada Dermatitis seboroik didapatkan gambaran dermatitis kronis dan
spongiosis yang lebuh jelas
Pemeriksaan KOH 10-20%
Pada Dermatitis seboroik dapat tampak spora/blastokonidia, tidak ada
hifa.
Pemeriksaan Lampu Wood
Pada Dermatitis seboroik fluoresen negative (warna violet)
Pada Eritrasma : fluoresen merah bata atau merah tembaga.
Diagnosis banding dapat ditegakkan berdasarkan keluhan dan gejala
klinis, umur, dan ras. Kondisi yang membingungkan atau mirip dengan dermatitis
seboroik adalah psoriasis, dermatitis atopi dan tinea kapitis pada anak-anak.
1. Psoriasis
Terdapat skuama-skuama yang tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti mutiara,
dan tidak berminyak disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz. Tempat predileksinya
di kulit kepala hingga perbatasan daerah tersebut dengan muka, umbilicus, daerah
ekstensor terutama lutut dan siku, punggung, telapak tangan dan telapak kaki.
2. Dermatitis atopik bentuk infantil (dapat menyerupai dermatitis seboroik
muka)
Dermatitis atopi adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai gatal.
Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda
dengan DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu pada
dermatitis atopic dapat terjadi likenifikasi.
3. Tinea capitis
Tampak eritem dengan tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah dan rasa gatal
juga nyeri. Pada tinea kapitis juga dapat ditemukan hifa pada pemeriksaan
sitologik dengan potassium hydroksida (KOH).
6
1.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Walaupun temuan dermatopatologi tidak spesifik, pemeriksaan KOH 10-
20% bisa digunakan untuk menyingkirkan tinea kapitis
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran
histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis dijumpai
parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan
sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik,
terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler
superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan,
ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama
dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini
merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan
ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan
vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas
yang hampir sama dengan gambaran psoriasis.
Gambar 2. Histopatologi: dermatitis seboroik
1.9. PENATALAKSANAAN
Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat dikontrol. Faktor predisposisi
hendaknya diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai
diet, dianjurkan rendah lemak.
7
1. Tindakan Umum. Penderita harus diberi tahu bahwa penyakit ini berlangsung
kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres
emosional dan makanan berlemak, tidur cukup.
2. Pengobatan topikal. Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2—3 kali scalp
dikeramasi selama 5—15 menit, misalnya dengan selenium sulfida (selsun).
Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat
lain yang dapat dipakai untuk DS ialah:
- Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2—5% atau krim pragmatar®
- Resorsin 1—3%
- Sulfur praesipitatum 4—20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3—6%
- Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison. Pada kasus dengan inflamasi
yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya
betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek
sampingnya.
- Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung
terdapat banyak P ovale.
Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.
3. Pengobatan sistemik.
a. Kortikosteroid: digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednison 20—30
mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau
disertai infeksi sekunderi diberi antibiotik.
b. Isotretinoin: dapat dignakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat
dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum.
Dosisnya 0.1—0.3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah
4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5—10 mg per hari
selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.
c. Pada dermatitis seboroik yang parah juga dapat diobati dengan narrow band
UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 kali
seminggu semalam 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami
perbaikan.
8
d. Bila pada sediaan langsung terdapat P ovale yang banyak, dapat diberika
ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.
1.10. PROGNOSIS
Baik bila faktor-faktor pencetus dapat dihilangkan. Namun pada sebagian
kasus yang mempunyai faktor kontitusi, penyakit ini agak sukar untuk
disembuhkan, meskipun terkontrol.
9
BAB III. REFLEKSI KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. J
Umur : 31 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sumberjambe-Jember
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
3.2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Rasa gatal pada daerah kepala.
Keluhan Tambahan : -
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSD dr.Soebandi, dengan keluhan
merasa gatal pada daerah kepala, dan belakang telinga. Rasa gatal ini
sudah dirasakan pasien sejak ± 1 minggu sebelum datang ke RSD dr.
Soebandi. Pasien mengaku pada awalnya hanya timbul bercak kemerahan
pada bagian kepala dan terasa sangat gatal terutama bila berkeringat,
disertai rambut rontok. Rasa gatal terasa berkurang bila digaruk dan
biasanya mengeluarkan air dan sedikit berminyak. Pasien juga mengaku
tidak ada demam, tidak terasa nyeri dan tidak ada riwayat kontak dengan
bahan yang kosmetik. Pasien juga mengaku tidak punya alergi dengan obat
ataupun bahan makanan apapun. Pasien sering mengalami kejadian seperti
ini terutama pada rambut, menurut pasien keluhan ini sering muncul jika
10
pasien kelelahan setelah bekerja, pasien pernah berobat kedokter untuk
mengatasi keluhan ini, keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien dapat
hilang jika pasien minum obat dari dokter (menurut pasien obat terebut
bernama ketoconazole dan dextrim), namun keluhan muncul lagi setelah
obat habis atau saat pasien kelelahan dan sedang banyak pikiran, sehingga
keluhan ini dirasakan hilang timbul, sejak ± 1 tahun lalu.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengaku sering mengalami penyakit seperti ini. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi, penyakit asma, hipertensi dan diabetes mellitus.
Riwayat penyakit keluarga
Terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti ini, yaitu nenek pasien.
Riwayat pengobatan
Pernah berobat namun gejala muncul lagi setelah obat habis atau saat
pasien kelelahan dan sedang banyak pikiran.
3.3. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Satus gizi : Baik
Vital Sign
TD : 120/90 mmHg
Nadi : 72x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 C
11
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
KGB : dalam batas normal
3.4. STATUS DERMATOLOGIS/ VENEROLOGIS
Lokasi :
o Scalp : kulit kepala tampak makula eritema, batas tidak tegas, tepi ireguler,
pada lesi tampak skuama halus dan skuama kasar, krusta kekuningan dan
agak berminyak. (pitiriais sika dan pitiriasis steatoides).
12
Lokasi :
o Post auricular dextra : tampak makula eritematosa, berbatas tegas,
dengan skuama halus.
o Auricula dan Meatus acusticus externus : tampak eritem dengan batas
tidak tegas dan terdapat skuama halus.
13
Lokasi :
o Regio facialis : pada lipatan nasolabial dan pada atas alis terdapat eritem
dan skuama halus.
3.5. LABORATORIUM
-
3.6. RESUME
Pasien perempuan 31 tahun, Menikah, datang ke poli kulit dan kelamin
RSD. Dr.Soebandi dengan keluhan merasa gatal pada daerah kepala,
belakang telinga. Rasa gatal ini sudah dirasakan pasien sejak ± 1 minggu
sebelum datang ke RSD.dr.Soebandi. Pasien mengaku pada awalnya hanya
timbul bercak kemerahan pada bagian kepala dan terasa sangat gatal
terutama bila timbul keringat disertai rambut rontok. Pasien mengaku tidak
ada riwayat kontak dengan bahan yang kosmetik, sabun pembersih
ataupun shampo. Pasien juga mengaku tidak punya alergi dengan obat
ataupun bahan makanan apapun. Pasien sering mengalami kejadian seperti
ini terutama pada rambut, menurut pasien keluhan ini sering muncul jika 14
pasien kelelahan setelah bekerja, pasien pernah berobat kedokter untuk
mengatasi keluhan ini, keluhan gatal yang dirasakan oleh pasien dapat
hilang jika pasien minum obat dari dokter (menurut pasien obat tersebut
bernama ketoconazole dan dextrim), namun keluhan muncul lagi setelah
obat habis atau saat pasien kelelahan dan sedang banyak pikiran.
Pada keluarga terdapat anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti
ini, yaitu nenek pasien.
Berdasarkan status dermatologi, lesi berada di lokasi : regio scalp, regio
post auricular dextra, regio auricular, dan regio facialis. Dengan
efloresensi tampak makula eriematosa, batas tidak tegas, skuama halus dan
skuama kasar, krusta kekuningan dan agak berminyak. (pitiriais sika dan
pitiriasis steatoides). .Test laboratorium tidak dilakukan.
3.7. DIAGNOSA BANDING
Dermatitis Seboroik
Psoriasis
Tinea Kapitis
3.8. DIAGNOSA KERJA
Dermatitis Seboroik
3.9. PENATALAKSANAAN
Umum:
• Penjelasan tentang kekambuhan dan penyakit ini sukar disembuhkan
• patuh pengobatan15
• Menjaga kebersihan diri dan lingkungan (higiene)
• Istirahat yang cukup (menghindari stress emosional)
• Diet nutrisi yang cukup (menghindari makanan yang berlemak)
• menggaruk pada bagian lesi yang terinfeksi
Khusus :
1. Topical
Emolien (krim urea 10%)
Krim ketokonazole 2% 1 – 2x sehari
krim Hidrokortison 2,5 % 1-2x sehari
2. Antihistamin (Cetiryzine 1x10 mg)
3. Shampoo (selenium sulfida 2 – 3x dalam seminggu (dikeramasi selama
5–15menit )
3.10. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan KOH 10%
3.11. PROGNOSA
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad funcionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Adhi Djuanda, 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Penerbit:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 189—203.
2. Jansen, GPT. 2003. Seborrheic Dermatitis. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 6th edition. Chapter 124. McGraw-Hill Professional.
3. Manriquez J.J dan Uribe P. 2007. Seborrheic Dermatitis. America Family
Physician. 1375-1376.
4. Siregar, RS. 1996. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit: Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. Hal: 119—121.
5. Selden, Samuel. 2007. Seborrheic Dermatitis. www.emedicine.com.mht
6. Stefanaki I. dan Katsambas A., 2010. Theurapeutic Update on Seborrheic
Dermatitis. Skin Therapy Letter Volume 15 Number 5.
7. Shimizu Hiroshi. 2007. Eczema and Dermatitis in Shimizu’s Textbook of
Dermatology. Hokkaido. P:101-102
8. Holden C.A dan Berth-Jones J.,2004. Eczema, Lichenification, Pririgo and
Erythroderma. Rook’s Textboook of Dermatology 7th. Chapter 17.
9. Mansjoer A dkk. 2000.Dermatitis Seboroik. Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga Jilid ke dua. Penerbit Media Aesculapius., Jakarta. Hal 122-123.
10. Marwali Harahap, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit: Hipokrates, Jakarta.
Hal: 14—16.
17