Download - Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu manifestasi klinik dari infeksi
virus dengue. Masalah dari demam dengue adalah deteksi dini untuk mengetahui apakah saat
ini seseorang sedang atau pernah terkena infeksi virus dengue. Hal ini dipersulit dengan gejala
infeksi virus dengue yang seperti sakit panas atau batuk pilek biasa. Gejala spesifik dari infeksi
ini juga hampir tidak ada. Bervariasinya jenis dan serotipe dari virus dengue dengan manifestasi
klinis yang juga bervariasi membuat semakin sulitnya melakukan deteksi dini penyakit dengue
ini.
Gambaran klinis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini sering tidak
khas, dapat menyerupai penyakit flu, demam tifoid, demam chikungunya, leptospirosis, malaria
dan berbagai penyakit lain. Manifestasi klinis akibat infeksi virus dengue ini dapat
menyebabkan keadaan yang beranekaragam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam
ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue (DD) atau bentuk
yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD).
Untuk mengantisipasi agar diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan segera, diperlukan
pemahaman imunopatogenesis penyakit DBD, pemeriksaan laboratorium yang tepat dan
interpretasi yang didapat dari hasil laboratorium untuk melengkapi gejala klinis yang ada.
Permasalahan sering timbul akibat dari miskomunikasi klinisi dengan pihak laboratorium, baik
dokter spesialis patologi klinik, analis, teknisi dan pasien, di samping tahapan praanalitik,
analitik dan pascaanalitik.
Penegakkan diagnosis DBD masih menggunakan kriteria WHO, 1997, yaitu kriteria klinis
dan laboratoris berupa trombositopenia kurang dari 100.000/ul atau peningkatan hematokrit ≥
20%. Untuk mendapatkan peningkatan hematokrit sebesar ≥ 20% secara tepat, sulit dilakukan,
mengingat belum ada nilai standar hematokrit orang Indonesia anak-anak maupun dewasa. Hal
yang tak kalah penting adalah memahami kelemahan pemeriksaan laboratorium tersebut.
Pemeriksaan hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hapusan darah tepi maupun enzim hati seperti
SGOT dan SGPT, juga diperlukan di samping trombosit dan hematokrit, untuk memberi
informasi lebih, dalam menunjang diagnosis DBD.
Pemeriksaan serologis berupa IgM dan IgG antidengue diperlukan untuk membedakan
demam yang diakibatkan virus dengue ataukah demam oleh sebab lain (demam tifoid,
influenza, malaria, hepatitis dan lain-lain). Saat ini sudah ada tes yang dapat mendiagnosis DBD
dalam waktu demam 8 hari pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen
NS1. Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada
penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya antibodi.
Pemeriksaan IgM dan IgG antidengue tetap diperlukan untuk membedakan infeksi
primer atau infeksi sekunder. Hal ini penting untuk penatalaksanaan manajemen terapi di
samping epidemiologi, karena pada infeksi sekunder keadaan dapat menjadi lebih berat
(DBD/SSD= Sindrom Syok Dengue).
Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi virus dengue
pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian menunjukkan bahwa NS1 lebih unggul
sensitivitasnya dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR maupun antibodi IgM dan IgG
antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada gold standard kultur
virus maupun PCR.
Imunopatogenesis terjadinya DBD masih belum jelas diketahui, namun berbagai macam
teori masih dianut seperti hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection),
antibody dependent enhancement (ADE) hypothesis, aktivasi sel-T, teori virulensi virus yang
didasarkan pada perbedaan serotipe virus dengue DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4, juga faktor
genetik, teori autoantibodi dan teori sitokin. Semuanya dapat ditemukan pada berbagai kasus
yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Secara singkat, dikatakan
bahwa imunopatogenesis dimulai dari ADE menyebabkan peningkatan aktivasi sel-T dan
produksi sitokin, kemudian secara berurutan akan mengaktivasi sistim komplemen sehingga
menyebabkan kerusakan sel endotel. Di samping monosit dan sel-T, sel-B pun berkontribusi
dalam patogenesis ini dengan cara memproduksi antiplatelet dan anti-endothelial cell
autoantibodies dalam jumlah tinggi, terutama untuk penderita DBD dan SSD yang selanjutnya
akan menginduksi terjadinya koagulopati dan vaskulopati. Virus dengue juga menginfeksi sel
dendritik, dimana sel dendritik merupakan professional APCs (antigen presenting cells) yang
berperan di dalam respon imun primer. Antigen NS1 memiliki hubungan dengan common
epitopes pada fibrinogen dan protein integrin/adhesin pada trombosit, sehingga peranan NS1
sebagai protein yang penting dalam reaksi imunologi terjadinya komplikasi perdarahan pada
DBD.
Pemahaman patogenesis virus dengue ini masih sangatlah kurang disebabkan tidak
adanya model invitro dan invivo yang dapat digunakan untuk pembuktian penyakit akibat
infeksi virus dengue ini.
Leitmeyer membentangkan sekuens genom virus dengue dikaitkan dengan kejadian
demam dengue maupun demam berdarah dengue. Ia mendapatkan perbedaan determinan
pada DBD terletak pada protein E, bagian 5’UTR, 3’UTR , NS4b dan NS5. Saat ini patogenesis
DBD ini tidak berhenti sampai level serotipe, namun sampai genotipe/subtipenya. DEN-1
dikategorikan ke dalam 3-5 macam genotipe. DEN-2 dikategorikan ke dalam 5-6 macam
genotipe, DEN-3 ke dalam 4-5 macam genotipe sedangkan DEN-4 dikategorikan ke dalam 2
macam genotipe.
STRUKTUR ANTIGEN NS 1 VIRUS DENGUE
Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat
serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN-3 sering
menimbulkan wabah, sedangkan di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN-
2. Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang terdiri dari 10.700
basa di dalam genomnya. Virus dengue terdiri dari single-stranded positive sense RNA (ssRNA
sense +). Di dalam genomnya terdapat sebuah single Open Reading Frame (ORF) yang
mengkode 2 macam protein yaitu protein struktural dan protein nonstruktural. Protein
struktural terdiri dari C (protein inti/capsid/core), M (protein membran, termasuk
preMembrane) dan E (protein envelope) serta 7 macam protein nonstruktural yaitu NS1, NS2A,
NS2B, NS3, NS4A, NS4B, NS5 yang ditandai oleh sebuah 5’ dan 3’ nontranslated region (NTR)
pada kedua ujungnya (Yao, 2002).
Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang tidak terdapat pada
partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di dalam supernatan dan membran plasma
sel selama proses infeksi. NS1 merupakan gen esensial di dalam sel yang terinfeksi dimana
fungsinya sebagai ko-faktor untuk replikasi virus, yang terdapat bersama di dalam bentuk
replikasi RNA double-stranded. Immune recognition dari permukaan sel NS1 pada sel endotel
dihipotesiskan berperan dalam mekanisme kebocoran plasma yang terjadi selama infeksi virus
dengue yang berat. Sampai saat ini, bagaimana NS1 berhubungan dengan membran plasma,
yang tidak berisi motif sekuens membrane-spanning masih belum jelas.
NS1 terikat secara langsung pada permukaan berbagai tipe sel epitelial dan sel
mesensimal, juga menempel secara kurang lekat terhadap berbagai sel darah tepi.Lebih lanjut,
NS1 juga terikat pada biakan sel endotel mikrovaskuler manusia lebih baik daripada sel endotel
aorta atau umbilical cord. Spesifisitas ikatan ini sudah dibuktikan terdapat pada ikatan NS1 pada
endotel paru dan hati namun tidak pada usus atau otak dari jaringan tikus.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu penunjang dalam penegakan diagnosis
infeksi virus dengue juga telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Mulai dengan
pemeriksaan isolasi virus dengue, pemeriksaan PCR dengue, hingga pemeriksaan cepat seperti
IgG/IgM Dengue dan yang terbaru adalah NS1 Antigen Dengue. Masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Saat ini yang menjadi pilihan adalah IgG/IgM
Dengue dan NS1 Ag Dengue karena akurasinya yang bagus, kecepatan selesai hasil yang cepat,
mudahnya cara pemakaian serta biaya yang relatif murah dibanding pemeriksaan yang lain.
Mengingat jumlah kasus kematian akibat infeksi virus dengue, maka pemeriksaan cepat atau
rapid test ini sangat membantu tenaga medis dalam menegakkan diagnosis dengue.
Sering terjadi kerancuan dalam menegakkan diagnosis DBD hanya berdasarkan hasil
positif pemeriksaan serologi baik deteksi antibodi IgM antidengue, IgG antidengue dan IgA
antidengue serta antigen dengue NS1. Positivitas dari hasil antibodi antidengue maupun
antigen NS1 tersebut, tidak mencerminkan kepastian DBD tetapi kepastian adanya paparan
infeksi virus dengue, baik di saat ini ataupun di masa yang lalu.
IgG/IgM Dengue adalah rapid test yang muncul lebih dulu dibanding NS1 Ag Dengue,
pemeriksaan ini mendeteksi adanya antibodi terhadap virus dengue. Ada dua antibodi yang
dideteksi yaitu Imunoglobulin G dan Imunoglobulin M, dua jenis antibodi ini muncul sebagai
respon tubuh terhadap masuknya virus ke dalam tubuh penderita. Imunoglobulin G akan
muncul sekitar hari ke-4 dari awal infeksi dan akan bertahan hingga enam bulan pasca infeksi.
Atas dasar hal diatas maka antibodi ini menunjukkan kalau seseorang pernah terserang infeksi
virus dengue, setidaknya dalam enam bulan terakhir. Imunoglobulin M juga diproduksi sekitar
hari ke-4 dari infeksi dengue, tetapi antibodi jenis ini lebih cepat hilang dari tubuh. Adanya
Imunoglobulin M dalam tubuh seseorang menandakan adanya infeksi akut dengue atau dengan
kata lain menunjukkan kalau penderita sedang terkena infeksi virus dengue. Sensitivitas dan
spesifitas pemeriksaan ini cukup tinggi dalam menentukan adanya infeksi virus dengue.
Pemeriksaan IgG/IgM anti dengue meskipun cukup baik dalam mendeteksi adanya infeksi virus
dengue dalam tubuh seseorang tapi masih memiliki kekurangan dalam mendeteksi virus
dengue secara dini. Karena yang diperiksa adalah antibodi terhadap virus dengue dan antibodi
baru muncul hari keempat pasca infeksi, maka pemeriksaan ini seringkali tidak dapat
mendeteksi infeksi virus dengue pada penderita yang mengalami gejala panas hari ke-0 hingga
hari ke-4.Nah baru-baru ini telah ditemukan rapid test yang mendeteksi adanya antigen dari
protein struktural virus dengue. Untuk mempertahankan hidup, virus dengue memerlukan
dukungan dari protein yang mempertahankan tubuhnya, terutama untuk membantu masuk
dalam sel inang. Protein ini disebut sebagai protein struktural yang berfungsi sebagai enzim dan
katalis dalam upaya virus mempertahankan hidupnya.
Untuk memastikan diagnosis DBD tetap diperlukan kriteria WHO 1997 yaitu demam,
trombositopenia, minimal salah satu tanda perdarahan (misal Rumpel Leede/tes tourniket), dan
salah satu tanda kebocoran plasma (peningkatan hematokrit 20% dari basal atau penurunan
hematokrit 20% setelah terapi cairan atau efusi pleura/asites/hipoalbuminemia), ditambah
pemeriksaan serologi untuk mengkonfirmasi adanya paparan IVD tersebut. Guidelines 2009
untuk Dengue masih dalam taraf sosialisasi untuk dapat diterima secara luas di kalangan klinisi
mengingat masih banyak keterbatasan dalam penentuan diagnosis maupun tatalaksana. IgM
dan IgG antidengue diperlukan untuk membedakan jenis infeksi apakah primer atau
sekunder/tersier/dan seterusnya. Infeksi sekunder ditakutkan dapat jatuh pada keadaan yang
lebih berat seperti sindrom syok dengue.
Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan yang
mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian tubuh virus dan tidak
menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan paling baik saat
panas hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi virus
dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah hari keempat kadar NS1 antigen
ini mulai menurun dan akan hilang setelah hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan
spesifisitasnya pun juga tinggi. Bila ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau seseorang
‘hampir pasti’ terkena infeksi virus dengue. Sedangkan apabila hasil NS1 Ag dengue
menunjukkan hasil negatif tidak menghilangkan kemungkinan infeksi virus dengue dan masih
perlu dilakukan observasi serta pemeriksaan lanjutan. Ini terjadi karena untuk mendeteksi virus
dengue diperlukan kadar yang cukup dari jumlah virus dengue yang beredar, sedangkan pada
fase awal mungkin belum terbentuk cukup banyak virus dengue tetapi apabila pengambilan
dilakukan setelah munculnya antibodi maka kadar virus dengue juga akan turun.
Disinilah diperlukan ketepatan dalam pemilihan waktu dan jenis pemeriksaan. Apabila
panas masih awal pilihan pemeriksaannya adalah NS1 Ag Dengue tetapi apabila sudah melewati
hari ke-4 panas maka pilihannya adalah pemeriksaan IgG/IgM Dengue. Terkadang kedua
pemeriksaan ini dilakukan bersamaan terutama saat waktu borderline atau hari ke-3 hingga
hari ke-5 panas. Jadi apabila terdapat gejala demam berdarah seperti panas tinggi, kedua
pemeriksaan tadi dapat dilakukan disamping pemeriksaan standar seperti pemeriksaan darah
lengkap untuk melihat kadar trombosit.
Antigen NS1 memiliki keterbatasan dalam hal sensitivitasnya, namun memiliki
spesifisitas yang sangat tinggi, artinya hasil NS1 yang positif memastikan seseorang terinfeksi
virus dengue. Sebaliknya bila hasil NS1 negatif, hal ini tidak menyingkirkan seseorang terinfeksi
virus dengue. Sensitivitas diagnostik NS1 tampaknya juga tergantung pada jenis infeksi maupun
hari demam pengambilan sampel. IgA antidengue saat ini telah beredar secara komersial
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik terutama pada jenis infeksi yang sekunder,
untuk menutupi validitas NS1 yang kurang sensitif. Dengan adanya 4 macam parameter serologi
untuk infeksi virus dengue yaitu IgM, IgG, IgA antidengue maupun NS1, perlu diperhatikan
segala kelebihan maupun kelemahan berbagai tes tersebut.
Antigen NS1 (nonstructural glycoprotein 1) merupakan glikoprotein yang highly
conserved , yang tampaknya merupakan regio penting dalam viabilitas virus namun tidak
memiliki aktivitas biologis. Tidak seperti glikoprotein virus yang lain, NS1 diproduksi baik dalam
bentuk yang berhubungan dengan membran maupun dalam bentuk yang disekresikan. Antigen
NS1 terdapat baik pada infeksi primer maupun sekunder. Antigen NS1 dapat dideteksi dalam 9
hari pertama demam, yang terdapat baik pada serotipe DEN-1 (terbanyak), DEN-2, DEN-3 dan
DEN-4. Kumarasamy, meneliti sensitivitas dan spesifisitas NS1 pada 554 donor sehat dan 297
pasien terinfeksi virus dengue dimana 157 pasien PCRnya positif dan pasien diperiksa juga IgM
dan IgG antidengue. Beliau mendapatkan spesifisitas 100% dan sensitivitas 91,0 % dari 157
sampel yang positif PCR nya dengan perbedaan yang tidak signifikan untuk ke empat serotipe,
sedangkan Blacksell meneliti NS1 dan beliau mendapatkan sensitivitas NS1 63% dan spesifisitas
100% dengan memperhatikan adanya perbedaan sekresi yang bervariasi antar serotipe.
Terdapat 2 macam kit pemeriksaan antigen NS1 di Indonesia, yaitu dari Panbio dan
BioRad, keduanya memakai prinsip metode ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). Saat
ini juga sudah terdapat reagen NS1 dalam bentuk rapid test(ICT).
Persentase NS1 positif lebih besar pada hari ke-3 demam dibandingkan hari ke-2, tetapi
tidak didapatkan nilai yang bermakna secara statistik. Dussart dkk meneliti 299 pasien demam
dengue di Perancis. Didapatkan sensitivitas NS1 pada hari 0-4 demam 87,6%, dan 43,5% pada
hari 5-10 demam. Datta dkk, juga membandingkan NS1 pada fase akut dan konvalesen di India
tahun 2010, dan didapatkan NS1 positif 71,42% pada fase akut, sedangkan pada fase
konvalesen NS1 positif hanya 6,38%.
Sensitivitas NS1 yang tinggi pada fase awal demam karena protein NS1 bersirkulasi dalam
konsentrasi tinggi dalam darah pasien selama awal fase akut, baik pada infeksi primer maupun
sekunder. Kadar NS1 yang tinggi sampai hari ke-5 demam berhubungan dengan waktu
terjadinya viremia karena merupakan periode replikasi virus dan belum terdapatnya antibodi
terhadap virus. Kadar viremia dan kadar NS1 juga tergantung pada karakteristik intrinsik dari
strain virus yang menginfeksi dan status imunitas dari penderita sendiri. Hasil yang didapatkan
oleh Zainah dkk adalah sensitivitas 90,4% dan spesifisitas 99,5%. Ty Hang dkk melakukan
penelitian pada 138 pasien mendapatkan sensitivitas 83,2%, spesifisitas 100%, nilai duga positif
100%, nilai duga negatif 38,2%. Sementara itu, Osorio dkk mendapatkan sensitivitas lebih
rendah, yaitu 70,8%, spesifisitas 91,3%, nilai duga positif 95,5% dan nilai duga negatif 57,5%.
Perbedaan hasil tersebut bisa disebabkan oleh perbedaan kit yang dipakai. Kit yang
memakai antibodi monoklonal untuk mendeteksi antigen NS1 hasilnya lebih baik dari pada kit
dengan antibodi poliklonal karena antibodi monoklonal lebih spesifik dibanding l antibodi
poliklonal. McBride dkk membandingkan kit monoklonal dengan poliklonal, didapatkan
sensitivitas kit monoklonal 73,6% sedangkan sensitivitas kit poliklonal 63,7%. Dussart dkk juga
membandingkan 2 kit tersebut. Kit monoklonal lebih sensitif (87,4%) dibanding poliklonal (60,4
%). Antibodi monoklonal sebagai dasar pemeriksaan memiliki keunggulan dibanding poliklonal,
yaitu lebih mudah untuk distandarisasi pada laboratorium yang berbeda-beda. Selain itu,
terdapat juga perbedaan sensitivitas untuk masing-masing serotipe yang disebabkan adanya
perbedaan kombinasi reagen imun yang memiliki kemampuan yang rendah untuk serotipe
tertentu. Selain itu, bisa juga disebabkan perbedaan geografis dari daerah.
KESIMPULAN
Diagnosis infeksi virus dengue dapat ditegakkan berdasarkan pemahaman
imunopatogenesis, sehingga dapat dipilih dan diikuti berbagai tes laboratorium dengan tepat.
Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke delapan.
Penggunaan IgM dan IgG antidengue tetap diperlukan untuk membedakan infeksi dengue
primer atau sekunder, namun hasil positif keduanya dapat dijumpai tidak hanya pada DBD
tetapi juga pada demam dengue.
Protein nonstruktural 1 (NS1) memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai
duga negatif dan akurasi yang tinggi untuk diagnosis dini infeksi virus dengue. Pada demam hari
ke-3, NS1 positif lebih banyak, tetapi tidak didapatkan nilai yang bermakna secara statistik.
Serotipe infeksi virus dengue yang terbanyak adalah virus Den 2 dan sensitivitas NS1 lebih tinggi
pada serotipe Den 1, Den 2, dan Den 4.
Antigen NS1 dianjurkan diperiksa pada awal demam sampai hari ke delapan. Sensitivitas
antigen NS1 berkisar 63% - 93,4% dengan spesifisitas yang sama tingginya dengan spesifisitas
gold standard kultur virus. Hati-hati hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya
infeksi virus dengue, dimana variasi hasil ini diduga berkaitan dengan serotipe virus dengue
yang menginfeksi. Sehingga pemeriksaan antigen NS1 tetap perlu disertai dengan pemeriksaan
antibodi IgM dan IgG antidengue sebagai penentu infeksi primer ataupun sekunder, sekaligus
untuk mengatasi kemungkinan hasil negatif palsu pada pemeriksaan antigen NS1.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kwoon-Yong Pok, Yee-Ling Lai, Joshua Sng, and Lee-Ching Ng. Evaluation of
Nonstructural 1 Antigen Assays for the Diagnosis and Surveillance of Dengue in
Singapore. VECTOR-BORNE AND ZOONOTIC DISEASES Volume 10, Number 10, 2010
2. WHO, 1997 . Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, treatment, prevention and
control. 2nd edition. Geneva, 1-84.
3. Setiabudi D. Pemeriksaan dengue NS1 antigen. Dalam: Gunardi H, Tehuteru E, Kurniati N
dkk, penyunting. Kumpulan tips pediatri. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia;2011.h.127-8
4. Datta S, Wattal C. Dengue NS1 antigen detection : A useful tool in early diagnosis of
dengue virus infection. Indian J Med Microbiol 2010;28:107-10.
5. Dussart P, Petit L, Labeau B. Evaluation of two new commercial tests for the diagnosis of
acute dengue virus infection using NS1 antigen detection in human serum. Plos
Negleted Tropical Disease 2008;2:1-8.
6. Ty Hang V,Mihn Nguyet N, The Trung D. Diagnostic accuracy of NS1 ELISA and lateral
flow rapid tests for dengue sensitivity, specificity and relationship to viraemia and
antibody responses.Plos Negl Trop Dis 2009;3:1- 7.
7. Zainah S, Wahab A, Mariam M. Performance of a commercial rapid dengue NS1 antigen
immunochromatography test with reference to dengue NS1 antigen-capture ELISA. J
Virol Methods 2009;155:157-60.
8. Osorio L, Ramirez M, Bonelo A.Comparison of the diagnostic accuracy of commercial
NS1- based diagnostic test for early dengue infection. Virol J 2010;7:361.
9. McBride WJH. Evaluation of dengue NS1 test kits for the diagnosis of dengue fever.
Diagnostic Microbiol and Infect Dis 2009;64:31-6.