Download - Dasar Teori Kumpulan
PEMERIKSAAN 3I. JUDUL : PEMERIKSAAN TPHAII. TANGGAL PRAKTIKUM :III. METODE : TPHA dan Rapid test
: Tes hemaglutinasi untuk menentukan Antibodi terhadap Treponema pallidum secara kualitatif dan kuantitatif.
: Tes STL (Syphilis TPHA Liquid) menggunakan metode Hemaglutinasi tidak langsung (indirect hemagglutination) untuk mendeteksi antibody spesifik terhadap Treponema Pallidum.
VI. DASAR TEORISipilis merupakan penyakit menular berbahaya. Penyebabnya kuman Treponema
Palledum. Penyebaran paling banyak melalui hubungan seksual. Perkembangan penyakit di dalam tubuh melalui beberapa tahapan:
Sipilis Primer (berlangsung antara 4-6 minggu) Sipilis Sekunder Sipilis Laten, biasanya tanpa gejala. Penderita biasanya merasakan bahwa tubuhnya
sudah sehat/sembuh. Padahal kuman masih ada dalam darah Sipilis Stadium Lanjut (setelah bertahun-tahun)
Sipilis stadium lanjut dapat menginfeksi syaraf. Biasanya terjadi setelah 2-20 bulan sejak tertular. Selain syaraf, kuman juga menginfeksi pembuluh darah. Biasanya terjadi setelah 7 tahun sejak tertular. Jadi jangan kaget, sipilis juga menjadi salah satu penyebab stroke. Terjadi setelah 20 tahun sejak terserang.
Untuk mengetahui apakah Anda tertular sipilis atau tidak, Anda harus melakukanTest TPHA (Treponema Palledum Hemaglutination). Tindakan ini untuk mengetahui secara spesifik apakah ada reaksi antibodi terhadap kuman treponema. Jika di dalam tubuh ditemukan adanya kuman ini, maka hasil tes positif. Pasien dinyatakan positif tertular.
Selain Test TPHA dilakukan juga test VDRL (Venereal Desease Research Laboratory). Test VDRL dilakukan juga sebagai tindakan skrining awal. Di laboratorium petugas akan mengambil sampel cairan dari tubuh Anda. Kuman TREPONEMA PALLEDUM ini awalnya berkembang biak di tempat masuknya. Bisa dari saluran kencing atau luka infeksi. Kemudian sebagian kuman akan masuk menyerang kelenjar getah bening yang berdekatan dan peredaran darah. Maka biasanya pemeriksaan dilakukan dengan mengambil cairan jaringan dari lesi, kelainan kulit dan darah.
Jika positif dokter biasanya memberikan antibiotik. Setelah selesai pengobatan terhadap sifilis maka kembali dilakukan test VDRL yang biasanya menjadi negatif setelah setahun sembuh. VDRL biasanya dipakai untuk menilai hasil efektifitas pengobatan. Jadi seseorang yang terjena sipilis, selama pengobatan harus melakukan VDRL berulang. Tes ini akan menjadi negatif setelah 6-24 bulan setelah pengobatan. Walau pun banyak juga yang tidak berhasil sembuh setelah pengobatan. Bahayanya lagi, sipilis sering juga disertai dengan
penyakit menular seksual (PMS) lainnya. Seperti Gonoerhoe (kencing nanah). Untuk melakukan 2 test ini Anda tinggal mendatangi laboratorium klinik di kota Anda.(http://digilib.unimus.ac.id)
Treponema Pallidum Hemagglutination (TPHA) merupakan suatu pemeriksaan serologi untuk sipilis dan kurang sensitif bila digunakan sebagai skrining (tahap awal/primer) sipilis. Manfaat Pemeriksaan Pemeriksaan konfirmasi untuk penyakit sipilis dan mendeteksi respon serologis spesifik untuk Treponema pallidum pada tahap lanjut/akhir sipilis.(http://prodia.co.id/imuno-serologi/tpha)
Sifilis yang mempunyai nama lain Great pox, lues venereum, dan morbus gallicus merupakan suatu penyakit kronik dan bersifat sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dapat ditularkan melalui kontak seksual dan dari ibu ke janin. Penyakit ini juga mempunyai stadium remisi dan eksaserbasi. Di Indonesia insidensinya 0,61% dengan penderita terbanyak adalah stadium laten, disusul stadium 1 yang jarang, dan yang langka adalah sifilis stadium II. Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan akuisita (dapatan). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum 2 tahun), lanjut (setelah 2 tahun), dan stigmata. Sifilis akuisita dapat dibagi menurut 2 cara, yaitu secara klinis dan epidemiologik. Menurut klinis sifilis dibagi menjadi 3 stadium: Stadium I, stadium II, dan stadium III. Secara epidemiologik menurut WHO dibagi menjadi: Stadium dini menular (dalam dua tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium I (9-90 hari), stadium II (6 minggu-6 bulan atau 4-6 bulan setelah muncul lesi primer, dan stadium laten dini (dalam 2 tahun infeksi). Stadium lanjut tak menular (setelah dua tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut (lebih dari 2 tahun), dan stadium III (3-20 tahun).
(http://www.djamilah-najmuddin.com/sifilis-pada-wanita)
VII. PRA ANALITIKA. Persiapan pasien : Tidak ada persiapan khusus
Persiapan sampel : SerumB. ALAT
1. Mikropipet (25 µl, 75 µl, 100 µl).2. Rak tabung.3. Sentrifugasi.4. Spoid.5. Sumur TPHA.6. Tabung K3.7. Tourniqutte.C. BAHAN
1. Kapas alkohol.2. Rapid test.3. Reagen TPHA (control cell, test cell, buffer conjugate).4. Sampel darah(serum atau plasma).
VIII. ANALITIKDengan cara Kualitatif :
1. Disiapkan sumur A, B, dan C2. Ditambahkan 190 чL larutan diluent, dihomogenkan. Lalu ditambahkan 10 чL sampel
3. Dipipet kesumur B dan C sebanyak 75 чL4. Ditambahkan reagen test disumur B sebanyak 75 чL5. Dan ditambahkan reagen kontrol di sumur C sebanyak 75 чL6. Dicampur, dihomogenkan dan diinkubasi selama 45-60 menit
Dengan cara Kuantitatif :1. Dipipet sebanyak 25 чL dari sumur B pada uji kualitatif kedalam sumur A dan B2. Kemudian dipipet 25 чL larutan diluent disumur B dicampur dihomogenkan, lalu Diambil
sebanyak 25µl dari lubang B, campur lalu pindahkan ke C sebanyak 25 µl, begitu seterusnya hingga ke lubang H dan 25 µl terakhir disisihkan.
3. Ditambahkan reagen test pada sumur B – H sebanyak 75 чL.4. Dicampur, dihomogenkan lalu di inkubasi 45-60 menit.
IX. INTERPRETASI HASILHasil Posisitif : Terjadi Aglutinasi kemudian dilanjutkan untuk tingkatan titer yang lebih besarHasil Negatif : Tidak terjadi aglutinas
X. HASILNAMA : I Wayan Agus SutrimoJENIS KELAMIN : Laki-LakiUMUR : 20 thnHASIL : Negatif (tidak terjadi aglutinasi)
XI. PEMBAHASANSipilis merupakan penyakit menular berbahaya. Penyebabnya kumanTreponema
Palledum. Penyebaran paling banyak melalui hubungan seksual.Secara garis besar pemeriksaan serologis Treponema palidum dibagi menjadi 2, yaitu
pemeriksaan non treponema (uji Wassermann, Rapid Plasma Reagin, Venereal Disease Research laboratory) dan pemeriksaan treponema ( TPPA, FTA-Abs, MHA-TP / TPHA, EIA, uji Western Blot). Pemeriksaan non treponema yaitu uji yang dilakukan dengan menggunakan suspensi dari sisa jaringan yang telah terinfeksi oleh Bakteri Treponema
palidum sebelumnya. Sementara untuk uji Treponama yaitu uji yang menggunakan suspense langsung bakteri Treponema plidum.
Uji non-treponema adalah uji yang mendeteksi antibodi IgG dan IgM terhadap materi-materi lipid yang
dilepaskan dari sel-sel rusak dan terhadap antigen-mirip-lipid (lipoidal like antigen) Treponema pallidum.
Karena uji ini tidak langsung mendeteksi terhadap keberadaan Treponema pallidum itu sendiri, maka uji ini
bersifat non-spesifik. Uji ini akan menjadi negatif 1-4 minggu setelah pertama kali memberi hasil positif
(seiring dengan pengobatan atau menyembuhnya lesi), sehingga hanya digunakan untuk melihat
keberhasilan pengobatan terhadap penyakit sifilis. Uji non-treponemal meliputi VDRL (Venereal disease
research laboratory), USR (unheated serum reagin), RPR (rapid plasma reagin), dan TRUST (toluidine red
unheated serum test).
Pada praktikum kali ini dilakukan uji Treponema terhadap pasien, dan di perolah hasil negative yang ditandai dengan tidak terbentuknya aglutinasi.
XII. KESIMPULANpemeriksaan serologis Treponema palidum dibagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan non
treponema (uji Wassermann, Rapid Plasma Reagin, Venereal Disease Research laboratory) dan pemeriksaan treponema (TPPA, FTA-Abs, MHA-TP / TPHA, EIA, uji Western Blot).
Pada pemeriksaan yang di lakukan diperolah hasil negative karena tidak terjadi aglutina pada sumur uji.
antiseptik dan desinfektan
MIKROBIOLOGI (koefisien fenol)
tujuanMenentukan daya hambat suatu sediaan yang berpotensi sebagai
antiseptikaatau desinfektan, dengan membandingkan terhadap standar fenol (koefisien fenol) Prinsip pengenceran bertingkat
Dengan mengurangi konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awaldengan volume yang sama V1N1= V2N2Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula digunakan adalahsama dengan hasil kali konsentrasi senyawa tersebut dalam volume setelahpengenceranMenentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelahpercobaan dilakukan
TEORIAntiseptik ialah obat yang dapat meniadakan atau mencegah keadaan
sepsis.Antiseptik ialah zat yang digunakan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhanmikrooranisme, biasanya merupakan sediaan yang digunakan pada jaringan hidup(Paul & Batzing,1987).
Desinfektan ialah zat yang digunakan untuk mencegah infeksi denganmematikan mikroba, misalnya sterilisasi alat kedokteran. Sterilisasi ditujukan untukmembunuh semua mikroorganisme. Obat ini dapat bersifat bakterisid ataubakteriostatik. Berdasarkan sifat kimia, antiseptik digolongkan dalam golongan fenol,alkohol, aldehid asam, halogen, peroksidan dan logam berat(Paul & Batzing,1987Penyiapan media pertumbuhan mikroorganisme harus mengandung nutrisiyang dibutuhkan bakteri supaya dapat tumbuh membentuk koloni dan harus sterilsehingga tidak ada kontaminan dari lingkungan. Media pertumbuhan dasar untukbakteri adalah Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Tryptic Soy Broth (TSB), danTryptic Soy Agar (TSA) (August,2001).Cara Kerja Antimikroba,antara lain:a)MerusakDNA.Sejumlah unsur antimikroba bekerja dengan merusakDNA. Unsur inimeliputi radiasi pengion (ionisasi), sinar ultraungu, dan zat-zat kimia reaktif DNA.Pada kategori yang terakhir ini terdapat zat-zat alkilasi dan zat lain yang bereaksisecara kovalen dengan basa purin dan pirimidin sehingga bergabung denganDNAatau membentuk ikatan silang antar untai. Penyinaran merusakDNA melaluibeberapa cara, misalnya sinar ultraungu menyebabkan penyilangan diantarapirimidin yang berdekatan pada salah satu untai yang sama dari dua untaipolinukleotida, membentuk dimer pirmidin. Radiasi pengion memecahkan untaiantunggal atau ganda. KerusakanDNA yang ditimbulkan karena penyinaran atausecara kimiawi akan mematikan sel terutama karena mengganggu replikasiDNA(Jawetzet. al., 1996).b)
Denaturasi protein.Protein terdapat dalam keadaan tiga dimensi, terlipat, yang ditentukan olehpertautan disulfida kovalen intramolekul dan sejumlah pertautan nonkovalenseperti ikatan ion, ikatan hidrofob, dan ikatan hidrogen. Keadaan ini dinamakanstruktur tersier protein; struktur ini mudah terganggu oleh sejumlah unsur fisikatau kimiawi, sehingga protein tidak dapat berfungsi lagi. Kerusakan strukturtersier ini dinamakan denaturasi protein (Jawetzet. al., 1996).c)
Gangguan selaput atau dinding sel.Selaput sel berguna sebagai penghalang yang selektif, meloloskan beberapazat terlarut dan menahan zat lainnya. Beberapa zat diangkut secara aktif melaluiselaput, sehingga konsentrasinya dalam sel tinggi. Selaput sel juga merupakantempat bagi banyak enzim yang terlibat dalam biosintesis berbagai komponenpembungkus sel. Zat-zat yang terkonsentrasi pada permukaan sel mungkin
mengubah sifat-sifat fisik normalnya dan dengan demikian membunuh ataumenghambat sel.Dinding sel berlaku sebagai struktur pemberi bentuk pada sel, melindungisel terhadap lisis osmotik.Dengan demikian, zat yang merusak dinding sel(misalnya lisozim) atau menghalangi sintesis normalnya (misalnyapenisilin) akanmenyebabkan lisis sel (Jawetzet. al., 1996).a.
Pembuangan gugus sulfhidril bebas.Berbagai protein enzim yang mengandung sistein memiliki rantai sampingyang berakhir dalam gugus sulfhidril. Selain itu, paling kurang satu koenzim utma(koenzim A, diperlukan untuk transfer gugus asil) mengandung suau gugussulfhidril bebas. Enzimdan koenzim ini tidak dapat berfungsi kecuali gugussulfhidril tetap bebas dan dalam keadaan tereduksi. Zat pengoksidai mengganggumetabolisme dengan mengkat sulfhidril yang berdekatan dengan ikatan sulfida.Banyak logam, misalnya ion merkuri mengganggu pula dengan bergabungbersama sulfhidril. Ada banyak enzim sulfhidril dalam sel. Karena itu, zatpengoksida dan logam berat dapat menimbulkan kerusakan besar (Jawetzet. al.,1996).b.
Antagonisme kimiawi.Gangguan suatu unsur kimia terhadap reaksi normal antar enzim
khususdengan substratnya dikenal sebagai antagonisme kimiawi. Zat antagonis inibekerja dengan bergabung pada suatu bagian dari holoenzim (salah satu dariapoenzim protein aktivator logam, atau koenzim), dan dengan demikianmencegah penempelan substrat normal.Suatu antagonis bergabung dengan suatu enzim karena mamiliki afinitastehadap tepat penting pada enzim itu. Enzim melaksanakan fungsi katalisisnyaberdasarkan afinitas terhadap substrat alamiahnya. Karena itu, setiap zat yangstrukturnya mnyerupai suatu substrat pada bagian yang penting, akan memilikipula afinitas terhadap enzim tersebut. Bila afinitas ini cukup besar, analog akanmenggantikan substrat normal dan menghalangi reaksi yang biasa berlangsung(Jawetzet. al., 1996).Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan antiseptik atau desinfektan yangdigunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme adalah:1.Jenis organisme yang digunakan.2.Jumlah mikroorganisme yang digunakan3.Umur dan sejarah dari mikroorganisme.4.Jaringan atau unsur-unsur yang ada dalam mikrorganisme.a.Efek-efek dari zat kimia terhadap jaringanb.Efek-efek dari jaringan terhadap zat kimia.5.Jenis racun dari zat kimia (jika diambil secara internal).6.Waktu bagi zat kimia untuk bekerja dan konsentrasi yang dipakai.7.Temperatur pada zat kimia dan pada jaringan atau unsur-unsur yang terlibat(Sarleset. al., 1956).
Ciri-ciri suatu desinfektan yang ideal adalah memenuhi hal-hal berikut :
1.Aktivitas antimikrobial, pada konsentrasi rendah harus mempunyaiaktivitasantimikrobial dengan spektrum luas.2.Kelarutan, harus dapat larut dalam air atau pelarut lain sampai taraf yangdiperlukan untuk dapat digunakan secara efektif.3.Stabilitas, perubahan yang terjadi pada substansi bila dibiarkan beberapahari harus seminimal mungkin dan tidak boleh menghilangkan sifatantimikrobialnya secar nyata.4.Tidak bersifat racun5.Homogen6.Tidak bergabung dengan bahan organik7.Aktivitas antimikrobial pada suhu kamar8.Tidak menimbulkan karat dan warna
9.Kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap10.Memiliki kemampuan sebagai deterjen atau pembersihTersedia dalam jumlah yang besar dengan harga yang pantas (Eka,2006).Yang termasuk golongan fenol adalah fenol, timol, resolsinol danheksaklorofen. Fenol merupakan zat pembaku daya antiseptik obat lain sehinggadaya antiseptik dinyatakan dengan koefisien fenol. Obat ini bukan antiseptik yangkuat. Banyak obat lain yang mempunyai daya antiseptik lebih kuat.Dalam kadar0,01-1%, fenol bersifat bakteriostatik. Larutan 1,6% bersifat bakterisid, yang dapatmengadakan koagulasi protein. Ikatan fenol denga protein mudah lepas, sehingga
ALAT DAN BAHAN ALAT :1 Inkubator2 Labu ukur 100 mL3 Lampu spirtus4 Mortir dan stamper5 Ose6 Rak tabung7Stopwat8Tabung reaksi besar9Tabung reaksi kecil10 Volume pipet 1
BAHAN :1Aquades
2Fenol3NutrienBroth ( NB)4 sediaan uji5Sediaan uji (lisol)6Ssesi bakteri
PROSEDURDibuat larutan sediaan uji dengan konsentrasi 2,5% v/v.Direncanakanpengenceran dan dihitung konsentrasi larutan pada masing-masing tabung besar.Dibuat 6 pengenceran bertingkat larutan sediaan uji dan larutan standar fenoldengan air suling steril dalam tabungtabung reaksi besar, sebagai berikut :Diisi 36 tabung reaksi kecil dengan 1 ml NB.Disusun tabungtabung besardan kecil dalam rak tabung. Bar is pertama terdiri dari 6 tabung besar yang berisi hasilpengenceran, diberi tanda A, B, C,D, E, dan F. Baris kedua berisi 6 tabung kecil berisiNB, diberi tandaa1,b1,c1,d1,e1,dan f 1Baris ketiga sampai keenam masingmasingberisi 6 tabung kecil berisi NB, diberi tandaa2,b2,c2,d2,e2,dan f 2sampai a6,b6,c6,d6,e6,dan f 6Dibuat susunan ini untuk sediaan uji dan standar fenol.Dimasukkan 0 ,2 mLsuspensi bakteri uji pada masingmasing tabung besar secara berurut, denganrentang waktu 30 detik.Dimasukkan masingmasing 1 ose larutan dari tabung Asecara berurut ke tabunga1,a2,a3,a4,a5,a6 secara berurut, dengan selang waktu 30detik.Dilakukan juga untuk tabung tabung B, C,D, E, dan F
Sediaanpembanding :Fenol(2,5%)keterangan : ( - ) bening( + ) keruhVII. PERHITUNGAN Koefisienfenol= (konsentrasi bening pertama + konsentrasi bening terakhir ) sediaan uji(konsentrasi bening pertama konsentrasi bening terakhir ) standar fenol=70/140/190/150/1=0393,0031,0 =0,788VIII. PEMBAHASANPercobaan diawali dengan pengenceran desinfektan menjadi beberapamacam konsentrasi. Pengenceran dilakukan secara bertingkat hingga akhirnyadiperoleh konsentrasi tabung A = 1/40; tabung B = 1/50; tabung C = 1/60; tabungD=1/70; tabung E = 1/80; dan tabung F = 1/90. Tabung yang telah berisi desinfektandengan kadar yang berbeda-beda tersebut kemudian ditambahkan suspensi bakteriBacill ussubtilli ssebanyak 0,2 ml. Pada saat menambahkan suspensi bakteri,digunakan mikropipet agar volume suspensi bakteri yang diambil benar-benarakurat dan dilakukan dalam keadaan aseptis untuk menghindari terjadinyakontaminas
DAFTAR PUSTAKAAugust. 2001.Nut r ient Agar nutrienhttp://www.austin.cc.tx.us/microbugz/01mediaprep.html(diakses : 3 Mei 2010)Byrne. 2004. Heksaklorofen. http://medicastore.com (diakses : 3 Mei 2010)Eka. 2006 .Desinfektan dan Antiseptik http://www.medicastore.com(diakses : 3 Mei 2010)Fontana, Roberta. 2000.
�%&(p ; �@ @ ottom: 0px; margin-left: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; display: block; white-space: nowrap; border-top-style: none; border-right-style: none; border-bottom-style: none; border-left-style: none; border-width: initial; border-color: initial; border-image: initial; line-height: 1; color: rgb(0, 0, 0); font-family: arial, 'helvetica neue', helvetica, Trebuchet, sans-serif; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; orphans: 2; text-align: center; text-indent: 0px; text-transform: none; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-size-adjust: auto; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); font-size: 66px; ">
farmasi.poltekesTNI AU cimbuleuit bdg
PEMERIKSAAN VDRL
I. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mendeteksi adanya antibody non-treponema (Reagin)
II. Prinsip pemeriksaan
Pada penderita sifilis akan terbentuk antibody yang terjadi sebagai reaksi terhadap bahan-bahan yang dilepaskan karena kerusakan sel-sel antibody tersebut disebut regain
Regain dalam serum penderita akan berflokulasi bila ditambahkan kardiolipin yaitu antigen yang berasal dari ekstraksi hati sapi.
III. Alat dan Bahan Pemeriksaan
Alat:
- Objek glass
- Mikropipet 10 µl, 20 µl, 40 µl
- Pipet ukur 10 ml
- Mikroskop
- Penangas air
Bahan:
- Serum darah dan cairan otak
- Antigen VDRL
- Larutan garam buffer
- Larutan garam fisiologis (0,9%)
IV. Metode
- Slide
V. Prosedur pemeriksaan VDRL pada serum
Persiapan sampel
- Serum yang jernih dipanaskan dulu dalam penangas air pada suhu 56 °C selama 30 menit, jangan memakai serum yang keruh atau hemolisis.
- Pemanasan serum perlu diulang pada 56 °C selama 10 menit bila pemeriksaan dilakukan lebih dari 4 jam setelah pemanasan yang pertama.
- Pemeriksaan dilakukan bila suhu serum sudah sama dengan suhu kamar (23-29 °C).
Reagen
- Antigen harus tidak berwarna merupakan larutan dalam alcohol yang mengandung 0,03% kardiolipin, 0,9% kolesterol dan leucithin murni (0,21%). Antigen harus disimpan dalam ruangan gelap pada suhu 6-8 °C. bilamana terjadi presipitat, maka larutan antigen tersebut
tidak dapat dipergunakan lagi dan harus dibuang. Suspense antigen baru harus dibandingkan terlebih dahulu terhadap larutan antigen yang reaktivitasnya sudah diketahui sebelum dipergunakan dalam pemeriksaan rutin.
- Larutan garam buffer VDRL dengan pH 6,0+0,1 terdapat komersial atau dapat dibuat dengan komposisi sebagai berikut:
Formaldehyde netral : 0,5 ml
Na2HPO4 : 0,037 gr
KH2PH2PO4 : 0,170 gr
NaCl : 10.0 gr
Aquadest ad : 1000 ml
- Larutan garam fisiologis (0,9 % NaCl)
Persiapan Suspensi Antigen
- Terlebih dahulu simpan botol antigen dan larutan garam buffer VDRL pada suhu kamar selama 15 menit.
- Pipet 400 µl larutan garam buffer, masukkan kedalam botol reagen ukuran 30 ml. kemudian ditambahkan 500 µl antigen tetes demi tetes langsung diatas larutan garam buffer sambil menggerakkan botol tersebut dengan gerakan memutar pada bidang yang rata.
- Lanjutkan gerakan memutar botol selama 10 detik.
- Tambahkan 4100 µl larutan garam buffer. Kocok 30 kali dalam 10 detik.
- Suspense antigen siap untuk dipakai dan hanya tahan selama 1 hari.
Prosedur pemeriksaan kualitatif
- Simpan semua alat pemeriksaan, serum dan suspense antigen pada suhu kamar (23°C – 29°C).pemeriksaan yang dilakukan di bawah suhu kamar memberikan reaktivitas yang lebih rendah, sebaliknya bila di atas suhu kamar reaktivitasnya meningkat.
- Pipet 50 µl serum yang sudah dipanaskan ke atas permukaan slide
- Pipet 50 µl suspense antigen dan teteskan diatas setiap tetes serum dengan posisi vertical.
- Slide disimpan di atas rotator dan rotator dihidupkan selama 4 menit. Bila pemeriksaan dilakukan pada udara yang kering dan panas. Sebaiknya slide disimpan di dalam kotak yang berisi tissue/kapas basah untuk menghindari adanya penguapan yang berlebihan.
- Pembacaan dilakukan segera setelah rotator berhenti dengan menggunakan mikroskop pembessaran 100x.
Pembacaan Hasil
Laporan hasil cukup dengan menyebutkan non-reaktif, reaktif lemah atau reaktif
REAKTIF : Bila tampak gumpalan sedang atau besar
REAKTIF LEMAH : Bila tampak gumpalan kecil-kecil
NON REAKTIF : Bila tidak tampak flokulasi/gumpalan.
Prosedur pemeriksaan kuantitatif
- Letakkan serum sampel pada baris terdepan rak dan baris kedua berisi tabung dengan 700 µl larutan garam fisiologis
- Buat pengenceran 1:8 dengan menambahkan 100 mikro serum ke dalam 0,7 ml larutan garam fisiologis.
- Campur hingga homogen.
- Letakkan 40 mikro. 20 mikro dan 10 mikro serum yang sudah diencerkan pada lingkaran ke 4. 5 dan 6 dari slide keramik.
- Buang sisa serum yang sudah diencerkan tadi kedalam tabung pengenceran.
- Dengan menggunakan pipet yang sama, letakkan 40 mikro, 20 mikro dan 10 mikro serum yang tidak diencerkan pada lingkaran pertama, kedua dan ketiga.
- Tambahkan 20 mikro larutan garam fisiologis pada lingkaran ke 2 dan 5.
- Tambahkan 30 mikro larutan garam fisiologis pada lingkaran ke 3 dan 6
- Slide digoyang perlahan-lahan dengan menggunakan kedua belah tangan selama kurang lebih 15 detik untuk memperoleh campuran yang homogen.
- Tambahkan 10 mikro suspense antigen pada tiap lingkaran.
- Tahap selanjutnya dilakukan seperti pemeriksaan VDRL kualitatif.
- Hasil dilaporkan dengan menyebutkan pengenceran serum tertinggi yang masih memberikan hasil reaktif.
CONTOH:
Pengenceran serum Laporan hasil hasil
1:1 Reaktif (+) Reaktif pada pengenceran
1:2 Reaktif 1:8
1:4 Reaktif Atau
1:8 Reaktif Reaktif pada pengenceran
1:16 Non reaktif 8 kali
1:32 Non reaktif
VI. PEMERIKSAAN VDRL PADA CAIRAN OTAK
Persiapan sampel
Cairan otak disentrfifus dengan kecepatan 300-500 g selama 10 menit kemudian dituangkan kedalam tabung yang bersih. Cairan tersebut siap untuk diperiksa dan tidak perlu pemanasan terlebih dahulu. Cairan otak yang jelas terkontaminasi atau banyak mengandung eritrosit memberikan hasil yang tidak memuaskan.
Persiapan Reagen
- Antigen, larutan buffer VDRL dan larutan garam fisiologis seperti yag disebutkan pada pemeriksaan VDRL serum.
- Larutan NaCl 10%
Persiapan suspense antigen
- Buat suspense antigen VDRL seperti yang dilakukan pada pemeriksaan serum
- Tambahkan 1 bagian dari 10% larutan NaCl pada 1 bagian suspense antigen VDRL.
- Campur hingga homogen dengan gerakan memutar dan diamkan selama 5 menit. Suspense ini harus segar dan tidak boleh dipakai lebih dari 2 jam sejak penambahan larutan NaCl.
Prosedur Pemeriksaan Kualitatif
- Pipet 50 mikron cairan otak ke dalam bagian cekung dari slide
- Tambahkan 10 mikro suspense antigenpada tiap sampel cairan otak dengan menggunakan pipet mikro.
- Slide disimpan di atas rotator dan putar selama 8 menit.
- Pembacaan dan pelaporan hasil seperti pada pemeriksaan serum kualitatif.
Prosedur pemeriksaan kuantitatif
- Pemeriksaan VDRL kuantitatif pada cairan otak dilakukan bila pada pemeriksaan VDRL kualitatif menunjukkan hasil reaktif
- Lakukan pengenceran cairan otak sebagai berikut:
-pipet 200 mikro larutan garam fisiologis (0,9%) ke dalam 5 buah tabung atau lebih
-tambahkan 200 mikro cairan otak ke dalam tabung yang pertama. Campur hingga homogeny dan pindahkan 200 mikro ke dalam tabung nomor 2.
-campur hingga homogeny. Kemudian pindahkan 200 mikro cairan dari tabung nomor 2 ke dalam tabung no 3 dan seterusnya, pada tabung terakhir campuran dibuang sebanyak 200 mikro. Sehingga diperoleh pengenceran 1:2. 1:4. 1:8. 1:16 dan seterusnya.
- tabung selanjutnya dilakukan seperti pemeriksaan VDRL cairan otak kualitatif tahap 1 sampai dengan 3
- Pembacaan dan pelaporan hasil dilakukan seperti pemeriksaan serum kuantitatif.
24 FEBRUARI 2011
koefisien fenolTujuan dari praktikum uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi dan efektifitas desinfektan berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol standard yang disebut koefisien fenol.
Teori Dasar
Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai dikenal. Berbagai macam substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna menghilangkan pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati.
Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang bermacam-macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang berbeda-beda pula. Salah satu jenis anti mikroba dikenal sebagai disinfektan, merupakan suatu zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk maksud disinfeksi pada bahan-bahan tak bernyawa.
Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam membunuh kuman. Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan menurunkan tegangan
permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol dijadikan standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu disinfektan.
Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk disinfeksi harus diuji keefektifannua. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama. Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu volume tertentu biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus.
Prinsip Kerja
Pertumbuhan bakteri uji pada media yang sesuai setelah bakteri tersebut kontak dengan disinfektan dalam waktu 5, 10, dan 15 menit.Alat dan Bahan
Alat:
* Tabung reaksi* Ose/sengkelit* Pencatat waktu (stopwatch)* Mc Farland III (109 kuman/ml)* Vortex* Stiker label* Spiritus
Bahan:
* Kaldu nutrisi (Nutrient Broth)* Air suling steril* Staphylococcus aureus ATCC 25953 dalam agar nutrisi (Gram +)* Salmonella thyphosa ATCC 6539 dalam agar nutrisi (Gram -)* Larutan NaCl fisiologis 0,9%* Fenol standar* Desinfektan uji
Prosedur Kerja
1. Pembuatan media
Media kaldu nutrisi (Nutrient Broth) dimasukkan dalam 12 tabung reaksi ukuran 20 x 150 mm, volume masing-masing dibuat 5 ml. Komposisi perliter terdiri dari pepton 10 g, ekstrak daging 5 g, dan NaCl 5 g; pH akhir 6,8.
Pembuatan Inokulum
Bakteri Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus sebelumnya telah ditanam pada agar nutrisi (Nutrient Agar) miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-48 jam.Tahap pengenceran bakteri uji adalah sebagai berikut:
1. Siapkan tabung reaksi berisi 2 ml NaCl fisiologis 0,9%2. Pindahkan biakan S. thyphosa atau S. aureus tersebut (pilih salah satu) ke dalam larutan NaCl dengan ose, dan setarakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland III (109 kuman/ml)3. Suspensi kuman tersebut kini diperkirakan berisi 109 kuman/ml4. Siapkan 3 buah tabung reaksi masing-masing berisi 4,5 ml NaCl fisiologis 0,9%5. Pipet 0,5 ml dari suspensi kuman sebelumnya (109 kuman/ml), pindahkan ke salah satu tabung reaksi berisi 4,5 ml NaCl. Suspensi kuman kini berkonsentrasi 108 kuman/ml6. Lakukan pengenceran kedua dengan mengambil 0,5 ml dari suspensi kuman 108 dan memindahkannya ke dalam tabung berisi 4,5 NaCl yang kedua. Suspensi kuman kini berkonsentrasi 107 kuman/ml7. Pengenceran terakhir dilakukan dengan memindahkan 0,5 ml dari suspensi kuman 107 ke dalam tabung terakhir NaCl. Suspensi kuman telah setara dengan 106 kuman/ml. Suspensi bakteri dengan konsentrasi inilah yang akan digunakan untuk melakukan uji praktikum ini.
Pembuatan Larutan Baku Fenol
Dibuat larutan persediaan baku fenol 5% dengan cara menimbang 2,5 g fenol dalam 50 ml air suling steril. Kemudian dilakukan pengenceran konsentrasi menjadi 1:80 dengan mempipet 12,5 ml larutan fenol 5% ditambahkan dengan 37,5 ml air suling steril pada tabung steril ukuran 25 x 150 mm.
Pembuatan Larutan Disinfektan
Pengenceran larutan desinfektan dilakukan pada tabung steril berukuran 25 x 150 mm. Tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Siapkan 4 buah tabung steril berisi aquades dengan volume yang berbeda-beda di dalamnya yaitu 9 ml, 7 ml, 4,5 ml, dan 7 ml, secara berurutan2. Lakukan pengenceran pertama dengan mempipet 1 ml larutan desinfektan ke dalam 9 ml air suling sehingga konsentrasi menjadi 1:103. Pengenceran selanjutnya adalah dengan memindahkan 1 ml desinfektan 1:10 ke dalam tabung berisi 7 ml air suling. Konsentrasi desinfektan pada tabung ini adalah 1:804. Pindahkan 0,5 ml desinfektan 1:80 ke dalam 4,5 ml aquades sehingga konsentrasi kini 1:1005. Pipet 0,5 ml desinfektan 1:100 ke dalam tabung berisi 7 ml air suling sehingga konsentrasi pada tabung ini adalah 1:1506. Desinfektan yang akan dipakai selanjutnya adalah yang konsentrasinya 1:80, 1:100, dan 1:150. Oleh karena itu, samakan volumenya masing-masing menjadi 5 ml
Media, bakteri uji, larutan fenol, dan desinfektan telah disiapkan. Dengan demikian kita dapat melakukan inokulasi kuman uji dalam desinfektan dan fenol dengan memperhitungkan waktu kontak 5, 10, dan 15 menit secara akurat. Label 12 tabung berisi Nutrient both dengan menandai F5’, F10’, F15’, DES 1:80 5’, DES 1:80 10’, DES 1:80 15’, DES 1:100 5’, DES 1:100 10’, DES 1:100 15’, DES 1:150 5’, DES 1:150 10’, DES 1:150 15’.
* Uji Fenol
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke dalam larutan fenol 1:80. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung berlabel F5’. Lima menit kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung F10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung F15’.
* Uji I 1:80
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke dalam desinfektan 1:80. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:80 5’. Lima menit kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:80 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:80 15’.
* Uji II 1:100
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke dalam desinfektan 1:100. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:100 5’. Lima menit kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:100 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:100 15’.
* Uji III 1:150
Pipet inokulum berkonsentrasi 106 kuman/ml sebanyak 0,5 ml ke dalam desinfektan 1:150. Tunggu sampai 5 menit, ambil 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung berlabel DES 1:150 5’. Lima menit kemudian, ambil lagi 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:150 10’. Setelah lima menit kemudian, ambil 1 ose dari campuran tersebut ke dalam tabung DES 1:150 15’.
Tabung-tabung reaksi uji kemudian dieramkan di dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24-48 jam.Diamati ada tidaknya pertumbuhan bakteri pada setiap tabung
Pengamatan cara inokulasi kuman ke dalam disinfectan :
(+) keruh : ada pertumbuhan(-) jernih : tidak ada pertumbuhan
Hasil pengamatan
Setelah tabung reaksi diinkubasi padsa suhu 37°C selama 24 - 48 jam, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Perhitungan
Koefisien fenol adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi desinfektan dengan faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang masing-masing dapat membunuh bakteri uji dalam jangka waktu 10 menit, tetapi tidak membunuh dalam jangka waktu 5 menit.
Pembahasan
Dari pengamatan praktikum kali ini didapatkan hasil tes fenol 1:80, suatu desinfektan dengan konsentrasi 1:80, 1:100, dan 1:150. Tes fenol dengan pengenceran 1:80 pada tabel di atas menunjukkan bahwa kuman masih hidup sampai menit ke-10 namun setelah 15 menit, kuman tersebut mati. Hal ini cukup rasional oleh karena semakin lama fenol tersebut bekerja, semakin efektif pula daya disinfeksinya.
Pada pengenceran suatu desinfektan 1:80, tidak terdapat kuman sama sekali dari menit ke-5 sampai menit ke-15. Dengan hasil tersebut, asumsi kami adalah desinfektan ini memiliki kefektifitasan yang cukup bagus sehingga dapat langsung membunuh kuman dengan cepat.
Sementara pada pengenceran 1:100, tabung reaksi juga tidak menampakkan kekeruhan dan disimpulkan bahwa tidak ada bakteri yang hidup.
Namun pada pengenceran desinfektan yang terakhir, yaitu 1:150, terdapat kekeruhan di menit ke-5 tetapi tidak pada menit ke-10 dan ke-15. Kekeruhan pada pengenceran terakhir ini menimbulkan keraguan pada hasil dari pengenceran 1:100, atau pada pengenceran 1:150 ini.
Oleh karena kesalahan yang kami lakukan pada praktikum ini, kita tidak dapat melakukan perhitungan koefisien fenol.Terjadinya hal ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor kemungkinan. Faktor-faktor kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan kami antara lain adalah:
* Pengerjaan praktikum secara paralel
Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan oleh pengerjaan tabung Uji Disinfektan secara paralel yang saat itu dimaksudkan untuk mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan secara paralel tersebut telah mengakibatkan ketidakakuratan dan ketidaktelitian perhitungan waktu yang diperlukan.
* Ketidakakuratan dalam pengambilan kuman menggunakan ose
Dalam menginokulasi kuman uji terhadap desinfektan, kami memindahkan kuman tersebut hanya dengan 1 ose. Dengan penggunaan ose, terdapat kemungkinan kuman tidak terangkat
sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebab pada percobaan kami, banyak kuman yang mati. Pengambilan kuman dengan 2 ose mungkin dapat lebih akurat.
* Penggunaan spiritus yang berlebihan
Banyaknya kuman yang mati juga dapat disebabkan terlalu seringnya dilakukan flambir pada pembuatan inokulum dan pada penginokulasian kuman uji terhadap desinfektan. Kuman S. aureus dan S. thyphosa tumbuh optimum pada suhu 37°C, oleh karena itu tidak diperlukan suhu panas yang berlebihan.
* Pengenceran desinfektan yang tidak akurat
Pada percobaan kali ini, kami mungkin juga melakukan kesalahan ketika melakukan pengenceran desinfektan ke dalam 1:80, 1:100, 1:150. Pengenceran yang dilakukan tidak akurat, yaitu terlalu banyak desinfektan yang terkandung dalam 1:80 atau 1:100, sehingga desinfektan terlalu pekat dan tidak sebanding dengan jumlah kuman yang dibiakkan.
Kesimpulan
Dari percobaan yang kami lakukan tidak dapat diambil kesimpulan karena tidak ditemukan hasil yang sesuai.
sumber : http://pharzone.com/blog/50-mikrobiologi/108-uji-koefisien-fenol.html
diterbitkan oleh wadhy
Pemeriksaan Syphilis RPR Test
Web page design
Rotators
Antibody
Download Software
Pallidum Virus protection software
Free Software
Antigens
Download
Antibodi terhadap Sifilis mulai terbentuk pada akhir stadium pertama, tetapi kadarnya amat
rendah dan seringkali memberi hasil yang negative pada uji serologis. Biasanya IgM terbentuk
lebih dahulu, baru diikuti oleh IgG.
Titer antibody ini terus meningkat dan mencapai puncaknya pada stadium kedua untuk
selanjutnya menurun sedikitdemi sedikit pada stadium laten dan menunjukkan titer yang agak
rendah (tetapi masih positif) pada sifilis stadium lanjut (laten sifilis). Pada stadium lanjut ini, IgM
telah menurun, bahkan kadangkala menghilang dan hanya IgG yang masih terus bertahan>
Keadaaan semacam ini tentunya hanya terjadi pada penderita Sifilis yang tidak diobati.
Pemberian antibiotika (Penicilline) akan menurunkan titer antibody tersebut setelah waktu tertentu
yang tergantungdari stadium penyakitnya. Dalam hal ini antibodi nonspesifik (VDRL) dan IgM
spesifik dapat menurun sampai menghilang (negative) dalam waktu tertentu setelah pengobatan
sedangkan IgG-spesifik akan bertahan terus selama hayat dikandung badan walaupun telah
mendapatkan pengobatan yang intensif dan berhasil.
Dari segi imunoassai, suatu infeksi dengan T.pallida yang dikenal sebagai
pengobatan dari Sifilis akan menimbulkan 2 jenis antibody sebai berikut :
Antibodi nontreponemal atau regain sebagai akibat dari sifilis atau penyakit infeksi yang lain.
Antibodi ini baru terbentuk setelah penyakit menyebar kekelenjar limfe regional dan menyebabkan
kerusakan jaringan. Antibodi ini membrikan reaksi silang dengan beberapa antigen dari jaringan
lain seperti misalnya denganantigen lipoid dari ekstrak otot jantung.
Antibodi treponemal yang bereaksi dengan T.pallida dan closely related Strains. Dalam
golongan antibody ini dapat dibedakan 2 jenis antibody yaitu:
Group Treponemal antibody, yaitu antibody terhadap antigen somatic yang dimiliki oleh semua
Treponemal.
Antibodi terponemal yang spesifik, yaitu antibody terhadap antigen spesifik dari T.pallidum.
Pemeriksaan : Syphilis RPR Test
“Tes Cepat untuk menentukan antibodi regin dalam serum atau plasma secara kualitatif dan
kuantitatif”
Prinsip
Tes SRPR adalah sebuah tes yang berdasarkan atas reaksi flokulasi non treponemal yang
digunakan untuk mendeteksi antibody regain yang timbul pada penyakit Sypilis. Antigen RPR yang
digunakan dalam Kit ini adalah modifikasi dari antigen VDRL dimana mengandung partikel arang
khusus untuk memperbesar perbedaan antara hasil positif dengan negatif secara Visual.
Isi Kit.
AGS 1 atau 5 x 1,6 ml Suspensi Antigen RPR (tutup merah)
Suspensi Cardiolipin, mengandung Mikro arang khusus 0,3%, Na.Azide 0,095%
PC 0,5 atau 1 ml Kontrol serum positif (penetes merah)
Reaktif terhadap Antigen RPR (manusia), Na.Azide 0,095%
NC 1 ml Kontrol serum negatif (Penetes Hijau)
Tidak reaktif terhadap antigen RPR. Na.Azide 0,095%
Alat Yang Digunakan
- Kertas dengan 10 petakan
- Jarum untuk AGS (16ul)
- Botol dispensi
Spesimen/Sampel
- Plasma, serum (dipanaskan atau tidak), Bebas hemolisis dan kontaminasi
- Srum segar bisa disimpan selama 5 hari pada suhu 2-80C atau 4 minggu pada suhu –20oC
Prosedur
Tes Kualitatif
Bawa AGS,PC,NC dan sampel kesuhu ruangan. AGS campur dengan baik, suspensi harus benar-
benar homogen sebelum digunakan.
Letakkan pada petak-petak berpisah pada kertas menggunakan penetes atau penyalur serum dan
lebarkan cairan hingga memenuhi area :
Sampel 1 tetes (50 ul)
PC 1 tetes
NC 1 tetes
AGS Masing-masing 1 tetes
Miringkan kartu tes dengan lambat selama 8 menit atau letakkan diatas rotator 100 rpm selama 8
menit.
Interpretasi Hasil
- Reaktif®gumpalan besar
- Reaktif sangat lemah®Gumpalan kecil
- Non reaktif®Tidak ada gumpalan atau sangat halus
Tes Semikuantitatif
Encerkan sampel dengan NaCl 0,9% berturut-turut 1:2, 1:4, 1:8, 1:16, 1:32, Kemudian lanjutkan
seperti pada tes kualitatif.
Interpretasi Hasil
Pengenceran terakhir yang masih positif.
« Cara Menghitung Sel-sel Darah
MAKALAH IMUNOLGI »
AGU 13
IMUNOLOGI dan SEROLOGI
OLEH IWAN ANALIS PADA AGUSTUS 13, 2012
skip to main | skip to sidebar
IMUNOLOGI dan SEROLOGI
1. UJI CRP
Tujuan : untuk mendeteksi adanya infeksi kerusakan jaringan, inflamasi
Metode : kualitatif
Prinsip : aglutinasi pasif terbalik dimana latex dilapisi antibodi CRP dan yang dideteksi adalah
antigen CRP dalam serum dengan kadar tinggi, aglutinasi terlihat dalam waktu 2 menit
Alat Pemeriksaan : kaca obyek, transferpet + tip, pengaduk
Bahan : serum
Reagen : Latex (suspensi polysterin latex)
Cara Kerja : masukkan 50 mikroL serum dalam test slide, tambahkan satu tetes suspensi,
campurkan suspensi dengan cara digoyang. Putar test slide selama dua menit lihat aglutinasi
yang terjadi.
Interpretasi Hasil : hasil positif = aglitunasi kasar ; positif lemah = aglutinasi halus ; hasil negatif
= tidak ada aglutinasi
2. UJI ASO/ASTO
Tujuan : mengetahui arah Stertolysin O dalam serum secara kualitatif dimurnikan.
Prinsip : suspensi latex dicampur dengan serum dengan kadar meningkat, aglutinasi terjadi
dalam waktu 2 menit
Alat pemeriksaan : pengaduk, slide test, mikropipet
Bahan : serum
Reagen : kontrol (+) = mengandung antibodi ASO ; kontrol (–) = tidak mengandung antibodi
ASO ; reagen latex = suspensi partikel latex polysiterin yang dilapisi Streptolysin O
Cara Kerja : reagen dan seum diinkubasi dalam suhu kamar, teteskan 50 mikroL serum pasien
ke dalam lubang slide. Kocok reagen latex, kemudian teteskan ke dalam lubang dengan penetes
yang disediakan. campur tetesan menggunakan alat disposable untuk memastikan seluruh
lubang test tercampur. putar test slide, selama 2 menit lihat aglutinasi yang terjadi.
3. PENGUJIAN RF
Tujuan : mengetahui Rheumatoid Factor dalam serum secara kualitatif.
Metode : Aglutinasi Latex
Prinsip : Partikel latex yang dilapisi gamma globulin manusia yang telah dimurnikan, ketika
suspensi latex dicampur dengan serum yang kadar RF nya meningkat, aglutinasi jelas terlihat
dalam waktu 2 menit.
Alat Pemeriksaan : pengaduk, test slide, mikropipet.
Bahan : serum
Reagen : kontrol (+) = mengandung antibodi RF ; kontrol (–) = bebas antibodi RF ; latex =
suspensi latex polyesterin dilapisi fraksi FC termodifikasi dari IgG dalam buffer stabil.
Cara Kerja :reagen dan seum diinkubasi dalam suhu kamar, teteskan 50 mikroL serum pasien
ke dalam lubang slide. Kocok reagen latex, kemudian teteskan ke dalam lubang dengan penetes
yang disediakan. campur tetesan menggunakan alat disposable untuk memastikan seluruh
lubang test tercampur. putar test slide, selama 2 menit lihat aglutinasi yang terjadi.
4. PEMERIKSAAN RPR
Tujuan : digunakan untuk test flokulasi non treponemal untuk penentuan adanya reagen antibodi
dalam serum
Metode : Slide Test
Prinsip : pencampuran terjadi antara kolesterol/cardiolipin/tetrasiklin dalam reagen yang juga
terdapat partikel karbon dengan reagen antibodi dalam serum, hasil dapat dilihat secara
mikrokopis dalam bentuk gumpalan hitam.
Alat Pemeriksaan : pipet serologi, test slide, pengaduk
Bahan : serum
Reagen : RPR Ag, Kontrol (+), kontrol (–)
Cara Kerja : reagen dan seum diinkubasi dalam suhu kamar, teteskan 50 mikroL serum pasien
ke dalam lubang slide. tambahkan 1 tetes reagen antigen pada test spesimen, putar pada 100
Rpm selama 8 menit.
Nilai Normal Laboratorium Patologi Klinik
PRIA
Hematologi
Jenis Spesimen : darah
Darah Lengkap
Eritrosit : 4.5 – 5.9 (4.5 – 5.5) (juta/ul)
Haemoglobin (Hb) : 13.5 – 17.5 (13 – 16) (g/dl)
Hematokrit (Ht) : 41.0 – 53.0 (40 – 54) (%)
Trombo sit : 150.000 – 440.000 (150.000 – 400.000) (/ul)
Leukosit : 4.000 – 11.000 (5.000 – 10.000) (/ul)
Laju Endap Darah (LED) : 0 – 10 (mm/jam)
Diff count / Hitung Jenis Leukosit
Basofil : 0 – 1 (%)
Eosinofil : 1 – 3 (%)
Batang : 2 – 6 (%)
Segmen : 50 – 70 (%)
Limfosit : 20 – 40 (%)
Monosit : 2 – 8 (%)
Urinalisa
Jenis Spesimen : urine midstream / porsi tengah
Urine Lengkap
Warna : kuning
Kejernihan : jernih
Glukosa : negatif
Bilirubin : negatif
Keton : negatif
Berat jenis : 1.005 – 1.030 (1.003 – 1.030)
Darah samar : negatif
pH : 4.5 – 8.0 (5 – 8)
Protein : negatif
Urobilinogen : 0.1 – 1.0 (EU/dl)
Nitrit : negatif
Esterase leukosit : negatif
Sedimen
Leukosit : 0 – 5 (0 – 3) (/LPB)
Eritrosit : 0 – 1 (/LPB)
Silinder : negatif (/LPK)
Epitel : +1
Kristal : negatif
Lain-lain : negatif
Kimia Darah
Glukosa N : 80 – 100 (mg/dl)
Glukosa PP : 100 – 120 (mg/dl)
Glukosa S : < 150 (mg/dl)
Kolesterol total : < 200 (mg/dl)
Trigliserida : < 150 (mg/dl)
HDL – Kolesterol : > 55 (mg/dl)
LDL – kolesterol : < 150 (mg/dl)
Ureum : 15 – 40 (mg/dl)
Kreatinin : 0.5 – 1.5 (mg/dl)
Asam urat : 3.4 – 7.0 (mg/dl)
Bilirubin total : 0.2 – 1 (mg %)
Bilirubin direk : 0 – 0.2 (mg %)
Bilirubin indirek : 0.2 – 0.8 (mg %)
SGOT : 5 – 40 (u/l)
SGPT : 5 – 41 (u/l)
Alkali Fosfatase : 45 – 190 (iu/l)
Gamma GT : 6 – 28 (mu/ml)
Protein total : 6.1 – 8.2 (gr %)
Albumin : 3.8 – 5.0 (gr %)
Globulin : 2.3 – 3.2 (gr %)
Imunologi dan Serologi
Widal
Salmonella typhy
Salmonella paratyphy A
Salmonella paratyphy B
Salmonella paratyphy C
VDRL : negatif
HbSAg
Anti Hbs
RF : < 8 (lu/dl)
CRP : < 0.8 (Mg/dl)
ASTO : < 200 (lu/dl)
Wanita
Hematologi
Jenis Spesimen : darah
Darah Lengkap
Eritrosit : 4 – 5 (juta/ul)
Haemoglobin (Hb) : 12 – 15 (g/dl)
Hematokrit (Ht) : 36 – 47 (%)
Trombo sit : 150.000 – 400.000(/ul)
Leukosit : 5.000 – 10.000(/ul)
Laju Endap Darah (LED) : < 15 (mm/jam)
Diff count / Hitung Jenis Leukosit
Basofil : 0 – 1 (%)
Eosinofil : 1 – 3 (%)
Batang : 2 – 6 (%)
Segmen : 50 – 70 (%)
Limfosit : 20 – 40 (%)
Monosit : 2 – 8 (%)
Urinalisa
Jenis Spesimen : urine midstream / porsi tengah
Urine Lengkap
Warna : kuning
Kejernihan : jernih
Glukosa : negatif
Bilirubin : negatif
Keton : negatif
Berat jenis : 1.003 – 1.030
Darah samar : negatif
pH : 5 – 8
Protein : negatif
Urobilinogen : 0.1 – 1.0 (EU/dl)
Nitrit : negatif
Esterase leukosit : negatif
Sedimen
Leukosit : 0 – 3 (/LPB)
Eritrosit : 0 – 1 (/LPB)
Silinder : negatif (/LPK)
Epitel : +1
Kristal : negatif
Lain-lain : negatif
Kimia Darah
Glukosa N : 80 – 100 (mg/dl)
Glukosa PP : 100 – 120 (mg/dl)
Glukosa S : < 150 (mg/dl)
Kolesterol total : < 200 (mg/dl)
Trigliserida : < 150 (mg/dl)
HDL – Kolesterol : > 65 (mg/dl)
LDL – kolesterol : < 150 (mg/dl)
Ureum : 15 – 40 (mg/dl)
Kreatinin : 0.5 – 1.5 (mg/dl)
Asam urat : 2.4 – 5.7 (mg/dl)
Bilirubin total : 0.2 – 1 (mg %)
Bilirubin direk : 0 – 0.2 (mg %)
Bilirubin indirek : 0.2 – 0.8 (mg %)
SGOT : 5 – 40 (u/l)
SGPT : 5 – 41 (u/l)
Alkali Fosfatase : 45 – 190 (iu/l)
Gamma GT : 4 – 18 (mu/ml)
Protein total : 6.1 – 8.2 (gr %)
Albumin : 3.8 – 5.0 (gr %)
Globulin : 2.3 – 3.2 (gr %)
Imunologi dan Serologi
Widal
Salmonella typhy
Salmonella paratyphy A
Salmonella paratyphy B
Salmonella paratyphy C
VDRL : negatif
HbSAg
Anti Hbs
RF : < 8 (lu/dl)
CRP : < 0.8 (Mg/dl)
ASTO : < 200 (lu/dl)
Pemeriksaan CRP (C-reaktif protein) dan RF (rheumatoid factor)
Download Software
Virus protection software
Software Downloads
Free antivirus download
Rheumatoid Factor
Free Software
Blog Design
Pemeriksaan CRP (C-reaktif protein) dan RF (rheumatoid factor)
Prinsipnya : terjadinya koagulasi
Alat : slide hitam,mikropipet,reagen lateks
Menggunakan slide hitam karena reagen lateks berwarna putih sehingga membutuhkan
latarbelakang hitam.
Cara kerjanya:
Kualitatif
a. Masukkan 20μl sampel dan 20 μl reagen ASTO lateks
b. Lebarkan menggunakan lidi sampai bundaran slide hitam penuh
c. Goyangkan dan lakukan pengamatan aglutinasi didepan cahaya dalam waktu 2 menit dengan
menyalakan stopwacth,jika hasil positif maka lakukan pemeriksaan kwantitatif...
Jika hasil negatif maka tidak perlu pemeriksaan lanjut.
Kuantitatif
Slide 1 Slide2 pengenceran ½ x Slide 3 Pengenceran ¼ x
Kualitatif a. Masukkan 20 μl sampel + 20 μl NaCl a. Masukkan 20 μl sampel + 20 μl NaCl
b. Campur menggunakan mikropipe b. Campur menggunakan mikropipe
c. Ambil 20 ul taruh dalam slide3 c. Ambil 20 ul taruh dalam slide4
d. Tambahkan reagen lateks d. Tambahkan reagen lateks
e. Lebarkan menggunakan lidi sampai bundaran slide hitam penuh
e. Lebarkan menggunakan lidi sampai bundaran slide hitam penuh
f. Goyangkan dan lakukan pengamatan aglutinasi didepan cahaya dalam waktu 2 menit dengan menyalakan stopwatch
f. Goyangkan dan lakukan pengamatan aglutinasi didepan cahaya dalam waktu 2 menit dengan menyalakan stopwatch
Lakukan sampai slide keempat,jika pada slide kedua tidak terjadi aglutinasi maka tidak perlu
dilanjutkan.
Hasil CRP: positif dengan titer 1/8
Hasil RF : positif
Fungsi dan Analisa Berbagai Pemeriksaan Laboratorium Posted on Maret 9, 2012by GrowUp Clinic
Fungsi dan Analisa Berbagai Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi Rutin (CBC)
Penilaian dasar komponen sel darah yang dilakukan dengan menentukan
jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari setiap jenis sel darah
putih dan kandungan hemoglobin (Hb). Hematologi rutin meliputi
pemeriksaan Hb, eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, dan nilai-nilai
MC. Manfaat pemeriksaan untuk mengevaluasi anemia, leukemia, reaksi
inflamasi dan infeksi, karakteristik sel darah perifer, tingkat hidrasi dan
dehidrasi, polisitemia, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan
menentukan perlu atau tidaknya kemoterapi.
ElektrolitDi dalam tubuh manusia, kesetimbangan antara air (H2O)-elektrolit
diatur secara ketat agar sel-sel dan organ tubuh dapat berfungsi dengan
baik. Pada tubuh manusia, elektrolit-elektrolit ini akan memiliki fungsi
antara lain dalam menjaga tekanan osmotik tubuh, mengatur
pendistribusian cairan ke dalam kompartemen badan air (body’s fluid
compartement), menjaga pH tubuh dan juga akan terlibat dalam setiap
reaksi oksidasi dan reduksi serta dan ikut berperan dalam setiap proses
metabolisme.
KALIUM ( K )
Kalium (K) mempengaruhi beberapa organ tubuh utama, termasuk jantung.
Kadar kalium yang tidak normal berhubungan dengan fungsi ginjal (gagal
ginjal), muntah atau diare.
NATRIUM ( Na)
Natrium (Na) menunjukkan keseimbangan gula dan air.
Natrium juga menunjukkan baik-buruknya kerja ginjal dan kelenjar adrenal.
Kadar natrium yang tidak normal dalam darah juga menunjukkan volume
darah yang terlalu rendah, misalnya akibat dehidrasi (muntah, diare).
Keadaan ini juga bisa terjadi jika jantung tidak memompa darah
sebagaimana mestinya.
CALSIUM (Ca)
Kalsium (Ca), adalah bagian utama dari tulang dan gigi.
Kalsium juga dibutuhkan agar saraf dan otot bekerja dengan baik, serta
untuk reaksi kimia dalam sel.
Tubuh kita mengatur jumlah kalsium dalam darah.
Namun tingkat protein dalam darah dapat mempengaruhi hasil tes kalsium.
Nilai apapun di luar rentang normal, tinggi atau rendah, memerlukan
evaluasi medis.
Glukosa darah Ini adalah uji untuk mengetahui tingkat/kadar gula dalam darah.
Beberapa pemeriksaan glukosa darah, yaitu
1. glukosa sewaktu (random)
2. glukosa puasa
3. glukosa 2 jam post prandial (setelah makan).
Glukosa sewaktu (random) adalah uji glukosa darah yang dapat dilakukan
sewaktu-waktu tanpa harus puasa terlebih dulu.
Tes glukosa puasa dilakukan setelah puasa selama 8-10 jam, glukosa 2 jam
PP dilakukan dua jam setelah makan.
Uji glukosa puasa dan 2 jam pp merupakan uji untuk menegakkan diagnosis
diabetes mellitus (DM).
Kadar glukosa darah sewaktu (tanpa puasa) normalnya berkisar 80 – 140
mg/dL (milligram per desiliter).
Peningkatan kadar gula terjadi setelah makan dan mengalami penurunan
pada pagi hari bangun tidur.
Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar glukosa dalam
darahnya berada jauh di atas nilai normal.
Sebaliknya, dikatakan hypoglycemia apabila terjadi penurunan kadar
glukosa darah dibawah normal.
Kadar glukosa darah puasa normalnya berkisar 70 – 120 mg/dl dan glukosa 2
jam setelah makan normalnya berkisar 80 – 140 mg/dl.
Seseorang dikatakan diabetes jika hasil pemeriksaan pada saat puasa 126
mg/dl atau lebih, dan hasil pemeriksaan 2 jam setelah makan (post prandial)
180 mg/dl atau lebih.
Hasil glukosa darah sewaktu pada diabetes mencapai 140 – 200 mg/dl atau
lebih. OK
PEMERIKSAAN LABORATORIUM BERKAITAN DENGAN PENYAKIT GINJALBUN
Blood Urea Nitrogen (BUN) adalah produk limbah yang dihasilkan dalam
hati dan dikeluarkan oleh ginjal.
Nilai tinggi dapat berarti bahwa ginjal tidak bekerja seperti yang
diharapkan.
Blood Urea Nitrogen (BUN) juga dipengaruhi oleh diet tinggi protein
dan/atau latihan (exercise) yang keras atau kehamilan.
CREATININ
Creatinine merupakan produk limbah dari sebagian besar kerusakan otot.
Tingginya level BUN dan kreatinin dapat menunjukkan masalah pada ginjal.
ASAM URAT
Asam urat (uric acid) biasanya dikeluarkan bersama air seni.
Tingginya level asam urat biasanya terkait dengan masalah encok, arthritis,
masalah ginjal dan penggunaan beberapa diuretic.
PEMERIKSAAN FAAL FUNGSI HATIBeberapa protein enzim yang membantu semua aktivitas kimia dalam sel,
daintaranya adalah AST/SGOT, ALT/SGPT, Gamma-GT danAlkalin
Phosphatase. AST/SGOT, ALT/SGPT, Gamma-GT Alkalin Phosphatase
berada di dalam otot, hati dan jantung. Cedera pada sel dapat
menyebabkan keluarnya enzim ini ke dalam darah. Kerusakan sel akibat
alkohol dan sejumlah penyakit dapat menunjukkan tingginya nilai-nilai
enzim-enzim tersebut.
ALKALINE PHOSPHATE
Alkaline phosphatase merupakan enzim ditemukan terutama di tulang dan
hati.
Kadar yang lebih tinggi dapat dijumpai pada anak-anak dan wanita hamil
atau kerusakan pada tulang atau hati atau batu empedu.
Kadar yang rendah mungkin tidak signifikan.
GAMMA GT
Gamma GT dijumpai tinggi pada penyakit hati
terutama sumbatan pada saluran empedu.
SGOT / SGPT
Enzim transaminase (AST/SGOT, ALT/SGPT) dijumpai meninggi pada
gangguan hati
1. hepatitis
2. overdosis alkohol
3. cedera otot
4. dan serangan jantung.
LDH
LDH (Lactat dehydrogenase) adalah enzim yang ada di semua sel di dalam
tubuh.
Banyak jaringan mengandung LDH yang berfungsi mengkatalisis perubahan
reversible laktat ke piruvat.
Kadar LDH meningkat signifikan pada
1. Anemia megaloblastik
2. Metastasis Karsinoma khususnya ke hati
3. Syok dan Hipoksia
4. Hepatitis
5. Infark Ginjal
6. Infark Miokard
7. dll.
Sesuatu yang merusak sel, akan meningkatkan jumlah di dalam darah.
Jika darah tidak segera diproses dengan benar, kadar yang tinggi dapat
terjadi.
Jika semua nilai kecuali LDH berada dalam rentang yang diharapkan, itu
mungkin suatu proses kesalahan dan tidak memerlukan evaluasi lebih lanjut.
BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan sel darah
merah oleh hati. Tingginya kadar bilirubin sering dijumpai pada penyakit
hati akut (hepatitis akut), anemia hemolitik, batu empedu., Pada penyakit
hati konstitusional (Gilbert’s Syndrome), thalasemia, penyakit hati
menahun dan anemia pernisiosa, bisanya bilirubin sedikit meningkat.
Bilirubin Total
Pemeriksaan bilirubin total merupakan pengukuran jumlah total bilirubin
dalam darah, meliputi bilirubin tak terkonjugasi dan terkonjugasi.
Bilirubin dibentuk dari pemecahan haem pada sistem retikuloendotelial.
Bilirubin akan terikat dengan albumin dan bersikulasi di dalam darah,
kemudian dikonjugasi dan disekresi oleh hati. Bilirubin terkonjugasi
bersifat larut dalam air, sehingga dapat ditemukan di dalam urin.
Sementara, bilirubin tak terkonjugasi tidak dapat larut di dalam air.
Manfaat Pemeriksaan untuk mendeteksi berbagai kondisi seperti : 1)
penyakit hepatobilier, hepatitis, sirosis, dan penyakit hati lainnya; 2)
malnutrisi dan anoreksia; 3) anemia pernisiosa, anemia hemolitik,
neonatal jaundice, hematoma, dan fetal aritoblastosis; 4) pulmonary
embolism; 5) congestive heart failure (CHF).
Bilirubin direk
Pemeriksaan bilirubin direk merupakan pengukuran kadar bilirubin
terkonjugasi dalam darah. Bilirubin dibentuk dari pemecahan haem pada
sistem retikuloendotelial. Bilirubin akan terikat dengan albumin dan
bersikulasi di dalam darah, kemudian dikonjugasi dan disekresi oleh hati.
Bilirubin terkonjugasi bersifat larut dalam air, sehingga dapat ditemukan
di dalam urin. manfaat Pemeriksaan untikl mendeteksi berbagai kondisi
seperti : 1) lesi intrahepatik dan ekstrahepatik; 2) sindrom Dubin-Johnson
dan sindrom Rotor; 3) infeksi bakteri, sepsis, hepatitis B, sifilis, dan
TORCH; 4) kelainan genetik dan metabolik seperti galaktosemia,
tirosinemia dan trisomy 18.
CREATININ KINASE
CPK (creatininkinase) merupakan enzim yang sangat berguna untuk
diagnosing dari penyakit jantung dan kerangka otot.
CPK mengkatalisis pertukaran fosfat secara reversible antara kreatin dan
ATP (Adenosinetrifosfat), ia berperan penting dalam menyimpan dan
melepaskan energi dalam sel terutama dalam otot bergaris, otot jantung dan
dalam jumlah kecil dalam otak.
Enzim ini adalah yang pertama meninggi setelah serangan jantung (3 hingga
4 jam).
Kadar CPK dalam serum darah meningkat signifikan setelah terjadi
kerusakan otot
1. Dsytrophia muscularis Duchenne
2. Polimiositis
3. Infark Miokard
4. dll.
PROTEIN
Protein adalah senyawa organik kompleks yang berperan penting dalam
struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Protein diperlukan dalam
1. pembetukan dan perbaikan sel dan jaringan
2. sintesis hormon
3. pembentukan enzim
4. pembentukan antibodi (kekebalan tubuh)
5. transport substansi khusus
6. sistem koagulasi (pembekuan) darah
7. pengaturan keseimbangan kadar asam basa dalam sel.
Protein kebanyakan disintesis di hati, yaitu
1. albumin
2. globulin
3. faktor-faktor pembekuan darah.
4. mengukur jumlah dan jenis protein dalam darah.
Pemeriksaan protein untuk mengetahui indeks kesehatan dan gizi
seseorang.
Jenis pemeriksaan protein yang umum dilakukan adalah protein total
(protein secara keseluruhan), albumin dan globulin.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM BERKAITAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAHPEMERIKSAAN LEMAK DARAH Lemak darah terdiri dari trigliserid
dan kolesterol. Sedangkan kolesterol terdiri dari kolesterol HDL (High
Density Lipopretein), kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)
dankolesterol VLDL (Very Low Density Lipopretein). Semua lemak dalam
menu makanan kita akan diolah menjadi trigliserid, asam lemak bebas,
fosfolipid dan kolesterol.
Tiga unsur yang perlu diperhatikian sehubungan dengan kesehatan
adalah asam lemak bebas, trigliserid dan kolesterol.
Asam lemak bebas yang berlebihan di dalam darah akan diubah sebagai
trigliserid.
Sebagian trigliserid digunakan untuk pembentukan kolesterol.
Jika trigliserid menumpuk dalam darah, dengan sendirinya kolesterol juga
akan meninggi.
Dalam pemeriksaan laboratorium, lemak diperiksa sebagai kolesterol
total (keseluruhan kolesterol), kolesterol HDL, kolesterol LDL dan
trigliserid.
Seseorang harus puasa setidaknya 10 jam sebelum diambil darahnya.
Kolesterol total sebaiknya kurang dari 200 mg/dl, kolesterol HDL > 40
mg/dl, kolesterol LDL
Kolesterol HDL
Kolesterol HDL atau High-Density Lipoprotein merupakan lipoprotein yang
berasal dari hati, memiliki densitas tinggi dan tidak mudah menggumpal.
Disebut juga sebagai kolesterol `baik` karena membantu “membersihkan”
tumpukan kolesterol dari pembuluh darah dan mengangkutnya ke dalam hati
(proses Reserve Cholesterol Transport). Manfaat Pemeriksaan untuk
memprediksi terjadinya aterosklerosis dan risiko penyakit jantung koroner.
Kolesterol LDL
Kolesterol LDL atau Low Density Lipoprotein merupakan lipoprotein yang
berasal dari penyerapan makanan di usus, memiliki densitas rendah, mudah
menggumpal dan lengket pada dinding pembuluh darah.
Disebut juga sebagai kolesterol `jahat` karena dapat membentuk plak
aterosklerosis yang mempersempit pembuluh darah.
Manfaat pemeriksaan untuk mendeteksi gangguan metabolisme lemak,
menentukan faktor risiko penyakit jantung koroner, dan memantau terapi
penurun lipid.
Kolesterol total
Kolesterol total merupakan pemeriksaan yang menentukan jumlah kolesterol
yang terdapat di dalam semua partikel lipoprotein tubuh (semua jenis
kolesterol dan trigliserida).
Pada kondisi penyakit jantung koroner, kolesterol total adalah suatu alat
untuk menentukan risiko, bukan sebagai uji diagnostik.
Manfaat pemeriksaan untuk mendeteksi gangguan metabolisme lemak, dan
menentukan faktor risiko penyakit jantung koroner.
CRP (C-Reactive Protein)
Protein C reaktif (C-Reactive Protein).
Pemeriksaan CRP digunakan untuk menilai respon tubuh terhadap adanya
peradangan.
Sedangkan CRP sensitifitas tinggi atau hsCRP (high sensitive CRP)
berguna dalam
1. predicting penyakit pembuluh darah (vascular)
2. serangan jantung
3. stroke.
HEMOCYSTEINE
Homocysteine adalah asam amino yang biasanya ditemukan dalam jumlah
kecil di dalam darah.
Lebih tinggi terkait dengan peningkatan risiko serangan jantung dan
penyakit vascular lainnya.
Homocysteine tinggi mungkin juga karena adanya kekurangan dari asam
folat atau vitamin B12,
Karena turun temurun, usia tua, penyakit ginjal, atau obat tertentu.
Laki-laki cenderung memiliki tingkat yang lebih tinggi.
Kadar homocysteine tinggi dapat dikurangi dengan lebih banyak makan
sayur-sayuran hijau, sereal atau vitamin B-12.
LIPOPROTEIN
Lipoprotein (a) atau Lp (a).
Konsentrasi yang tinggi terkait dengan penyakit jantung koroner (PJK).
Pada orang dengan diabetes dan tinggi Lp (a) ada peningkatan risiko
penyakit asymptomatic koroner.
THYROID
Thyroid adalah kalenjar yang terletak di leher right below the adam’s apple.
Thyroid mengontrol kecepatan pembakaran energi, membangun energi
tubuh, dan mengatur tingkat sensitivitas tubuh terhadap hormon2.
Thyroid juga menghasilkan hormon
1. Thyroxine (T4)
2. Triiodothyronine (T3) yang berperan dalam metabolisme dan pertumbuhan
tubuh keseluruhan
Thyroid juga memproduksi hormon kalsitonin (calcitonin) yang berperan
dalam mengatur keseimbangan kalsium.
Pembentukan thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3) dikendalikan oleh
hormon Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) atau juga disebut thyrotropin, suatu hormon
yang diproduksi oleh kelenjar pituitary anterior.
Pemeriksaan laboratorium terhadap thyroid terdiri atas
1. T3 total,
2. T4 total,
3. T3 bebas (free T3),
4. T4 bebas (free T4)
5. TSH.
Hasil pemeriksaan thyroid berguna untuk mengetahui aktifitas thyroid.
Beberapa keadaan yang berhubungan dengan aktivitas kelenjar thyroid
adalah :
1. hyperthyroidisme/hyperactive thyroid, seperti pada penyakit graves
2. hypothyroidisme/hypoactive thyroid, seperti pada congenital juvenilis,
myxedema, dan goiter (gondok)
GLIKOHEMOGLOBIN
Hemoglobin Glikosilat sering disebut atau Glikohemoglobin
Glycohemoglobin-A1 atau hemoglobin A1c (HbA1c) berguna untuk
mengukur jumlah gula kimia yang menempel pada sel darah merah.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah seseorang penderita diabetes
terkontrol atau tidak selama 3 bulan.
HORMON INSULIN
Hormon Insulin diproduksi oleh pancreas
Hormon insulin berfungsi dalam metabolisme gula dalam tubuh.
Pada diabetes tipe 1 (turunan), kadar insulin kurang/rendah, karena itu tipe
ini sangat bergantung pada insulin (insulin dependent diabetes).
Sedangkan pada diabetes tipe 2 (didapat), kadar insulin tinggi tetapi
fungsinya kurang bagus.
Kadar insulin sangat bervariasi dari orang ke orang, tergantung individu
yang sensitifitas atau resistensi terhadap insulin.
Kadar insulin juga sangat bervariasi sesuai dengan saat terakhir makan
terjadi.
C- PEPTIDA
C-peptide. Ini adalah fragmen melekat pada insulin (pro-insulin) saat
diproduksi insulin dalam pankreas.
Kadar C-peptide biasanya berkorelasi dengan kadar insulin, kecuali bila
orang mendapat suntikan insulin.
Ketika seorang pasien hypoglycemic (gula darah rendah), tes ini mungkin
berguna untuk menentukan apakah kadar insulin yang tinggi karena
pancreas berlebihan dalam melepas insulin, atau karena suntikan insulin.
ESTRADIOL- ESTROGEN
Estradiol adalah hormon estrogen yang penting untuk menilai fungsi
reproduksi.
Pemeriksaan estradiol berguna untuk mengukur aktifitas ovarium.
Kadar estradiol pada perempuan bervariasi sesuai dengan usia, dan apakah
mereka yang memiliki siklus haid normal atau tidak. \
Kadar hormon ini juga berubah pada kehamilan, melahirkan atau
penggunaan pil KB.
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA DENGAN METODE GOD-PAP DAN CARA STRIP PADA MAHASISWA ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG
ABSTRAK
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA DENGAN METODE GOD-PAP DAN CARA STRIP PADA MAHASISWA ANALIS KESEHATAN POLTEKES KEMENKES TANJUNGKARANG
Oleh
AHMAD AKUAN
Pemeriksaan kadar glukosa sekarang sudah diisyaratkan dengan cara enzimatik, tidak lagi dengan prinsip reduksi untuk menghindari ikut terukurnya zat-zat lain yang akan memberikan hasil tinggi palsu. Cara enzimatik dapat dilakukan dengan cara otomatis seperti dengan GOD- PAP dan cara Strip. Pemeriksaan dengan metode GOD-PAP memiliki kelebihan, yaitu : presisi tinggi, akurasi tinggi, spesifik, relatif bebas dari gangguan (kadar hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel, dan suhu). Sedangkan kekurangannya adalah memiliki ketergantungan pada reagen, pemeliharaan alat dan reagen dan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Sedangkan pada cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera diketahui, hanya butuh sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis dan mudah dipergunakan jadi dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh keahlian khusus. Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki keterbatasan yang dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain (Vitamin C, lipid, bilirubin dan hemoglobin), suhu, volume sampel yang kurang, dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan hanya untuk pemantauan kadar glukosa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan kadar glukosa pada Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang dengan menggunakan metode GOD-PAP dan cara strip.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel yang digunakan adalah Mahasiswa Analis Kesehatan yang berjenis kelamin laki laki yang berjumlah 61 orang.
Hasil penelitian ini adalah kadar glukosa rata- rata yang diperiksa dengan metode GOD-PAP adalah 114 mg/dl, kadar maksimal adalah 209 mg/dl, kadar minimalnya
adalah 73 mg/dl, dan kadar glukosa rata- rata yang diperiksa dengan cara strip adalah 103 mg/dl, kadar maksimalnya adalah 198 mg/dl, kadar minimalnya adalah 70 mg/dl. Nilai standar deviasi (Sd)
dari seluruh sampel adalah 4,663. Diperoleh hasil nilai (t ) hitung sebesar 17,269 sedangkan (t) tabel sebesar 2,00. Dari hasil tersebut ( t) hitung > ( t) tabel,maka Hipotesis diterima
Kata kunci : kadar glukosa, metode GOD-PAP, cara strip.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karbohidrat adalah suatu senyawa yang terdiri atas atom–atom karbon, hidrogen, dan oksigen.
Karbohidrat memiliki rumus umum (CH2O)n. Sebagai contoh, molekul glukosa mempunyai rumus
kimia C6H12O6. Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan atau
metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah,
sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel- sel pada
jaringan otot sebagai sumber energi (Poedjiadi, 2007).
Dalam ilmu kedokteran, glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa di
dalam darah. Kadar glukosa darah, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan
melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya, kadar glukosa darah
berada pada rentang kadar (70-110 mg/dl). Kadar glukosa ini meningkat setelah makan dan biasanya
berada dikadar terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Bila kadar glukosaterlalu
terendah (<70 mg/dl), disebut hipoglikemia. Bila kadar gula darah berada pada kadar tinggi (>110
mg/dl) disebut hiperglikemia ( Price, 2005).
Dahulu, pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap darah lengkap, tetapi sekarang sebagian
besar laboratorium melakukan pengukuran kadar glukosa dalam serum. Karena eritrosit memiliki
kadar protein (hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada serum, serum memiliki kadar air yang lebih
tinggi. Sehingga bila dibandingkan dengan darah lengkap, serum melarutkan lebih banyak
glukosa.Untuk mengubah glukosa pada darah lengkap, kalikan kadar glukosa yang diperoleh dengan
1,15 untuk menghasilkan kadar glukosa serum atau plasma. Pengukuran kadar glukosa digunakan
untuk melakukan diagnosa klinis terhadap kelainan metabolisme glukosa dalam tubuh (Sacher,
2004) .
Terdapat dua metode utama yang digunakan untuk mengukur glukosa. Metode yang pertamaadalah
metode kimiawi yang memanfaatkan sifat mereduksi dari glukosa, dengan bahan indikator
yang akan berubah warna apabila tereduksi. Akan tetapi metode ini tidak spesifik karena senyawa-
senyawa lain yang ada dalam darah juga dapat mereduksi (misal : urea, yang dapat meningkat cukup
bermakna pada uremia) (Sacher, 2004). Contoh metode kimiawi yang masih digunakan untuk
pemeriksaan glukosa saat ini adalah metode toluidin, karena murah, cara kerja sederhana, dan
bahan mudah didapat (Departemen Kesehatan RI , 2005 ). Dengan metode kimiawi, kadar glukosa
dapat lebih tinggi 5 sampai 15 mg/dl dibandingkan dengan kadar glukosa yang diperoleh dengan
metode enzimatik (yang lebih spesifik untuk glukosa). Metode yang kedua adalah enzimatik yang
umumnya menggunakan kerja enzim glukosa oksidase atau heksokinase,yang bereaksi pada glukosa,
tetapi tidak pada gula lain (misal : fruktosa, galaktosa, dan lain-lain) dan pada bahan pereduksi.
Contoh metode yang menggunakan kerja enzim adalah GOD – PAP dan cara strip (Sacher, 2004).
Pemeriksaan kadar glukosa sekarang sudah diisyaratkan dengan cara enzimatik, tidak lagi dengan
prinsip reduksi untuk menghindari ikut terukurnya zat-zat lain yang akan memberikan hasil tinggi
palsu. Cara enzimatik dapat dilakukan dengan cara otomatis seperti dengan GOD- PAP dan cara Strip
(Suryaatmadja, 2003).
Berdasarkan pengamatan peneliti di laboratorium-laboratorium yang memiliki fasilitas lengkap,
pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan metode GOD-PAP. Sedangkan di puskesmas-
puskesmas yang ada di pedesaan daerah Lampung Tengah dan laboratorium-laboratorium kecil yang
berada di Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kota Bandar Lampung
menggunakan cara strip untuk mengukur kadar glukosa.
Pemeriksaan dengan metode GOD-PAP memiliki kelebihan, yaitu : presisi tinggi, akurasi tinggi,
spesifik, relatif bebas dari gangguan (kadar hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel, dan suhu).
Sedangkan kekurangannya adalah memiliki ketergantungan pada reagen, butuh sampel darah yang
banyak, pemeliharaan alat dan reagen memerlukan tempat yang khusus dan membutuhkan biaya
yang cukup mahal. Sedangkan pada cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera
diketahui, hanya butuh sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis dan mudah
dipergunakan jadi dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh keahlian khusus. Kekurangannya
adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki keterbatasan yang dipengaruhi oleh kadar
hematokrit, interfensi zat lain (Vitamin C, lipid, bilirubin dan hemoglobin), suhu, volume sampel yang
kurang, dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan hanya untuk pemantauan
kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui apakah ada perbedaan hasil yang
bermakna pada hasil pemeriksaan glukosa dengan metode GOD-PAP dan cara strip pada Mahasiswa
Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung Karang dikarenakan kedua cara ini banyak digunakan
dalam pemeriksaan kadar glukosa darah.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Berapa kadar glukosa Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung
Karangdengan menggunakan metode GOD-PAP dan cara strip?
2. Apakah terdapat perbedaan yang bermakna dari hasil pemeriksaan glukosa dengan metodeGOD–
PAP dan cara strip?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kadar glukosa Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung
Karang dengan menggunakan metode GOD-PAP dan cara strip.
2. Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan glukosa Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes
Tanjung Karang dengan menggunakan metode GOD-PAP dan cara strip.
D. Manfaat Penelitian
Untuk penderita penyakit gula yang menggunakan alat ukur glukosa pribadi atau strip agar secara
berkala memeriksa atau membandingkan pengukuran alatnya terhadap pengukuran glukosa
laboratorium klinik.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup masalah pada penelitian ini hanya pada pemeriksaan glukosa darah dengan metode
GOD–PAP dan cara strip pada Mahasiswa Analis kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung Karang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Kepustakaan
1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah suatu senyawa yang terdiri atas atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen.
Karbohidrat memiliki rumus umum (CH2O)n. Sebagai contoh, molekul glukosa mempunyai rumus
kimia C6H12O6. Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan atau
metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah,
sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada
jaringan otot sebagai sumber energi (Poedjiadi, 2007).
Ada empat macam kelompok karbohidrat, yaitu :
a. Monosakarida
Monosakarida adalah bentuk karbohidrat paling sederhana. Monosakarida hanya memiliki satu
molekul gula sederhana. Jenis monosakarida yang paling luas dikenal masyarakat adalah glukosa,
galaktosa, dan fruktosa. Dalam hal ini, istilah glukosa dalam darah sering dipertukarkan dengan gula.
b. Disakarida
Disakarida terbentuk dari dua molekul monosakarida. Kedua molekul dihubungkan dengan ikatan
kovalen. Contoh disakarida yang populer adalah sukrosa, maltosa, dan laktosa.
c. Oligosakarida
Oligosakarida disusun oleh 3-10 monosakarida. Contoh oligosakarida adalah raffinose ( glukosa-
galaktosa-fruktosa).
d. Polisakarida
Polisakarida adalah golongan karbohidrat yang tersusun oleh lebih dari sepuluh monosakarida.
Contohnya adalah amilum dan dekstrin (Murray, 2003).
Beberapa sifat kimia karbohidrat :
a. Sifat mereduksi
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam suasana
basa. Zat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun
analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas
dalam molekul karbohidrat (Poedjiadi, 2007).
b. Pembentukan furfural
Dalam larutan asam yang encer, walaupun dipanaskan monosakarida umumnya stabil. Tetapi
apabila dipanaskan dengan asam kuat yang pekat, monosakarida menghasilkan furfural atau
derivatnya. Reaksi pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari
suatu senyawa (Poedjiadi, 2007).
c. Pembentukan osazon
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas akan membentuk osazon bila
dipanaskan bersama fenilhidrazin berlebih. Osazon yang terjadi mempunyaibentuk kristal dan titik
lebur yang khas bagi masing-masing karbohidrat (Poedjiadi, 2007).
d. Pembentukan ester
Adanya gugus hidroksil pada karbohidrat memungkinkan terjadinya ester apabila direaksikan dengan
asam. Monosakarida mempunyai beberapa gugus –OH dan dengan asam fosfat dapat menghasilkan
ester asam fosfat (Poedjiadi, 2007).
e. Isomerisasi
Kalau dalam larutan asam encer monosakarida dapat stabil, tidak demikian halnya apabila
monosakarida dilarutkan dalam basa encer. Glukosa dalam larutan basa encer akan berubah
sebagian menjadi fruktosa dan maltosa. Ketiga monosakarida ini ada dalam keadaan keseimbangan.
Demikian pula apabila yang dilarutkan itu fruktosa atau maltosa, keseimbangan antara ketiga
monosakarida akan tercapai juga. Reaksi ini dikenal sebagai transformasi Lobry de Bruin Van
Eckenstein (Poedjiadi, 2007).
f. Pembentukan Glikosida
Apabila glukosa direaksikan dengan metil alkohol, menghasilkan dua senyawa. Kedua senyawa ini
dapat dipisahkan satu dari yang lain dan keduanya tidak memiliki gugusaldehida. Keadaan ini
membuktikan bahwa yang menjadi pusat reaksi adalah gugus –OH yang terikat pada atom karbon
nomor 1. Senyawa yang terbentuk adalah suatu asetal dan disebut secara umum
glikosida (Poedjiadi, 2007).
g. Karamelisasi
Dengan adanya basa kuat, karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas pada waktu
pemanasan pecah menjadi fragmen-fragmen yang terdiri dari rantai atom C 2-3-4 yang reaktif.
Jika tidak ada O2, maka fragmen-fragmen ini akan mengadakan kondensasi untuk membentuk
karamel. Jika ada O2 pada waktu pemanasan warna cokelat tidak terjadi karena fragmen yang reaktip
akan teroksidasi sempurna ( Sutadipura, 1978).
2. Metabolisme Karbohidrat
Pencernaan karbohidrat sudah dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Makanan dikunyah
agar menjadi bagian bagian kecil, sehingga jumlah permukaan makanan lebih luas dan kontak
dengan enzim pencernaan lebih banyak. Di dalam mulut, makanan bercampur dengan air ludah yang
mengandung enzim amilase. Enzim amilase bekerja memecah karbohidrat rantai panjang seperti
amilum dan dekstrin menjadi molekul yang lebih sederhana. Hanya sebagian kecil karbohidrat yang
dapat dicerna di dalam mulut karena makanan hanya berada sebentar di dalam mulut(Poedjiadi,
2007).
Pencernaan di lambung :
Proses pemecahan karbohidrat diteruskan di dalam lambung, disini kerja enzim amilase dalam air
ludah dihentikan dengan adanya asam klorida yang dikeluarkan oleh lambung. Dalam keadaan
normal bahan makanan tinggal beberapa jam di dalam lambung, sementara asam klorida dan pepsin
menguraikan protein dan karbohidrat menjadi oligopeptida dan oligosakarida. Berbeda dengan
amilase dan enzim lainnya, pepsin bekerja pada suasana sangat asam, pH 1,0- 2,5, sesuai dengan
kondisi cairan lambung (Wirahadikusuma, 1985).
Pencernaan di usus halus :
Di usus halus, maltosa, sukrosa, dan laktosa yang berasal dari makanan maupun dari hasil
penguraian karbohidrat kompleks akan diubah menjadi monosakarida dengan bantuan enzim-enzim
yang terdapat di dalam usus halus ( Poedjiadi, 2007).
Maltosa maltase
2 (dua) molekul glukosa
Laktosa laktase
galaktosa dan glukosa
Sukrosa sukrose
fruktosa dan glukosa
Absorbsi :
Semua jenis karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida, proses penyerapan ini terjadi di usus
halus. Glukosa dan galaktosa memasuki aliran darah dengan jalan transfer aktif, sedangkan fruktosa
dengan jalan difusi. Para ahli sepakat bahwa karbohidrat hanya dapat diserap dalam bentuk
disakarida. Hal ini dibuktikan dengan dijumpainya maltosa, sukrosa, dan laktosa dalam urin apabila
mengkonsumsi gula dalam jumlah banyak. Akhirnya, berbagai jenisdisakarida diubah menjadi
glukosa sebelum masuk proses metabolisme (Poedjiadi, 2007).
Gambar 1. Alur pencernaan karbohidrat(Wirahadikusuma, 1985).
Reaksi glikolisis
Reaksi pada proses glikolisis ada sepuluh. Reaksi pertama dalam jalur ini ialah fosforilasiglukosa oleh
ATP, yang dikatalisis oleh heksokinase. Enzim ini ditemukan dalam semua sel dan mempunyai daya
afinitas yang besar terhadap glukosa. Reaksi yang kedua ialah isomerasi glikosa-6-fosfat menjadi
fruktosa-6-fosfat. Reaksi ini adalah reaksi reversible yang mengkatalisis perubahan suatu
aldopiranosa (glukosa) menjadi suatu ketofuranosa (fruktosa). Enzim yang mengkatalisis reaksi ini
adalah fosfoglukoisomerase. Selanjutnya reaksi yang ketiga adalah terjadinya fosforilasi fruktosa-6-
fosfat menjadi fruktosa-1,6-fosfat oleh enzim fosfofruktokinase dan memerlukan ATP sebagai
sumber fosfat. Karena digunakan ATP, maka reaksi ini irreverssibel dalam keadaan seperti yang ada
dalam sel. Berikutnya pada reaksi yang keempat, fruktosa 1,6-difosfat dipecah menjadi 2 triosa
fosfat, yaitu gliseraldehid-3-fosfat dan dihidroksiaseton fosfat. Enzim yang mengkatalis reaksi ini
adalah suatu enzim dari kelas liase dan dinamai aldose, reaksi yang dikatalisisnya reversibel. Kedua
triosa fosfat dapat berubah oleh bantuan enzim triosa fosfat isomerase(Schumm, 1993).
Pada reaksi kelima keseimbangan reaksi isomerasi ini condong ke arah dihidroksi aseton fosfat. Akan
tetapi karena gliseraldehid -3-fosfat terus-menerus diubah, maka reksi berjalan ke arah selanjutnya.
Pada reaksi keenam terjadilah oksidasi dan fosforilasi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase, yang
menggunakan fosfat anorganik bukan ATP sebagai sumber fosfat. Produk yang tarbentuk ialah suatu
anhidrida campuran dari asam 3-fosfogliserat oleh asam fosfat. Pada reaksi yang ketujuh
fosfogliserakinase memindahkan ikatan fosfat kaya energi dari 1,3-difosogliserat ke ADP sehingga
tetrbentuklah 3-fosfogliserat dan ATP, pada reaksi ini tarjadilah peristiwa fosforilasi tingkat substrat.
Pada reaksi kedelapan enzim fosfogliseromutase memindahkan fosfat yang ada di kedudukan 3 ke
kedudukan 2 sehingga terbentuklah 2-fosfogliserat. Reaksi ini menyiapkan pembentukan senyawa
fosfat lain yang juga kaya energi dan dari sini pembentukan molekul ATP. Pada reaksi yang
kesembilan enolase mengkatalisis dahidrasi 2-fosfogliseral menjadi fosfoenolpiruvat, yang juga
suatu senyawa yang kaya energi. Pada reaksi yang terakhir, senyawa ini memindahkan fosfatnya ke
ADP menghasilkan piruvat dan ATP. Reaksi yang terakhir ini dikatalisis oleh enzim piruvat
kinase(Schumm, 1993).
Gambar 2. Alur glikolisis (Wirahadikusuma, 1985).
Daur Krebs
Daur krebs dimulai dengan pembentukan asetil KoA dari piruvat. Langkah pertama yang dilakukan
ialah membawa piruvat dari sitoplasma ke dalam matriks mitokondria. Tugas ini dilakukan oleh
suatu zat yang mengikat piruvat serta H+ dalam sitoplasma ke dalam mitokondria. Piruvat juga dapat
dibawa ke dalam mitokondria sebagai penukar ion-ion hidroksil atau sitrat. Kemudian, piruvat
dioksidasi dan dekarboksilasi untuk membentuk asetil KoA. Oleh karena itu, jumlah dari asetil KoA
langsung mempengaruhi laju keseluruhan dari Daur Krebs, maka perubahan piruvat dari asetil KoA
adalah reaksi penting yang mengatur laju Daur Krebs(Schumm, 1993).
Reaksi perubahan piruvat menjadi KoA sebagai berikut :
Piruvat + KoA + NAD+ aseti KoA + CO2 + NADH + H+
Daur Krebs ini terdiri dari 9 reaksi kimia yang mengoksidasi 2 kabon menjadi CO2. Reaksi yang
pertama, asetil KoA mengalami kondensasi dengan oksaloasetat untuk membentuk sitrat. Reaksi ini
dikatalisis oleh enzim sitrat sintase. Kemudian reaksi yang ke 2 dan 3 adalah sitrat mengalami
isomerase secara dehidrasi dan rehidrasi sehingga terbentuklah isositrat. Zat antara dari reaksi ini
ialah sis-akonitat dan pembentukan zat antara ini dikatalisis oleh enzim akonitase(Schumm, 1993).
Pada reaksi keempat, isositrat mengalami dehidrogenase dan dekarboksilasi menjadi -
ketoglutarat oleh enzim isositrat dehidrogenase. Dalam reaksi ini, NAD menerima hidrogen dan
terbentuklah NADH dan H+. Pada reaksi kelima -ketoglutarat mengalami dekarboksilasi dan
dehidrogenase membentuk suksinil KoA. Pada reaksi yang keenam terjadilah reaksi satu-satunya di
dalam Daur Krebs yang disertai fosforilasi tingkat substart. Dari suksinil KoA terbentuklah suksinat
dan bersamaan dengan itu GDP mengalami fosforilasi menjadi GTP. Enzim yang mengkatalisis reaksi
ini yaitu suksinil KoA sintetase(Schumm, 1993).
Pada reaksi yang ketujuh suksinat mengalami dehidrokenase manjadi fumarat dan reaksi ini
memerlukan enzim suksinat dehidrogenase. Koenzim yang digunakan dalm reaksi ini adalah FAD
yang terikat erat dengan apoenzimnnya dari pada bentuk bebas seperti NAD. Dan pada reaksi yang
kedelapan fumarat kemudian menngalami hidrasi membentuk malat. Penambahan air ini terjadi
secara khas sekali karena selalu hanya L-Malat yang terbentuk. Enzim yang mengkatalisis reaksi
bolak balik ini ialah fumarase(Schumm, 1993).
Reaksi yang kesembilan yaitu memulihkan oksaloasetat yang terpakai di awal daur. Untuk ini enzim
malat dehidrogenase mengubah malat menjadi oksalo asetat dengan menggunakan NAD sebagai
penerima hidrogen(Schumm, 1993).
Reaksi pada daur kreb ialah :
Asetil KoA + 3NAD+ + FAD + GDP + Pi + 2H2O
2CO2 + 3NADH + FADH2 + GTP + 2H+ + KoA
Gambar 3. Alur daur krebs(Rodwell, 2003).
3. Glukosa Darah :
Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa di
dalam darah. Kadar glukosa darah diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan
melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya, kadar glukosa darah
berada pada kadar (70-110 mg/dl) (Price, 2005).
Metabolisme glukosa yang tidak normal dapat menyebabkan :
a. Hiperglikemia
Bila kadar gula darah berada pada kadar tinggi (>110 mg/dl) disebut hiperglikemia (Price, 2005).
b. Hipoglikemia
Bila kadar glukosa terlalu terendah (< 70 mg/dl), disebut hipoglikemia (Price, 2005).
4. Metode Pengukuran Kadar Glukosa
a. Metode kimia
Sebagian besar pengukuran dengan metode kimia yang didasarkan atas kemampuan reduksi sudah
jarang dipakai karena spesifitas pemeriksaan kurang tinggi (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
Prinsip pemeriksaan, yaitu proses kondensasi glukosa dengan akromatik amin dan asam asetat
glasial pada suasana panas, sehingga terbentuk senyawa berwarna hijau kemudian diukur secara
fotometri (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
Beberapa kelemahan atau kekurangan dari metode kimia adalah memerlukan langkah pemeriksaan
yang panjang dengan pemanasan, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan besar bila
dibandingkan dengan metode enzimatik. Selain itu, reagen-reagen pada metode kimiawi ini bersifat
korosif pada alat laboratorium. Dan gula selain glukosa dapat terukur kadarnya sehingga
menyebabkan hasil tinggi palsu. Pada penderita gagal ginjal, kadar ureum tinggi akan terjadi hasil
pengukuran kadar glukosa yang lebih tinggi. Demikian juga pada bayi yang baru lahir, akan tetapi
penyebabnya kadar bilirubin yang tinggi. Peningkatan kadar glukosa pada bayi yang baru lahir karena
terbentuk biliverdin yang berwarna hijau dan pada metode kimiawi ini hasil reaksi antara glukosa
dan reagen adalah warna hijau (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
b. Metode enzimatik
Metode enzimatik pada pemeriksaan glukosa darah memberikan hasil dengan spesifitas yang tinggi,
karena hanya glukosa yang akan terukur. Cara ini adalah cara yang digunakan untuk menentukan
nilai batas. Ada 2 macam metode enzimatik yang digunakan yaitu glucose oxidase dan
metode hexokinase (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
1) Metode glucose oxidase
Metode glucose oxidase merupakan metode yang paling banyak digunakan di laboratorium yang ada
di Indonesia. Sekitar 85% dari peserta Program Nasional Pemantapan Mutu Eksternal bidang Kimia
Klinik (PNPME-K) memeriksa glukosa serum kontrol dengan metode ini (Departemen Kesehatan RI,
2005).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah enzim glucose oxidase mengkatalisis reaksi oksidasi
glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk
bereaksi dengan phenol dan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase
menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah muda dan dapat diukur dengan fotometer pada
panjang gelombang 546 nm. Intensitas warna yang terbentuk setara dengan kadar glukosa darah
yang terdapat dalam sampel (Riyani, 2009).
Digunakannya enzim glucose oxidase pada reaksi pertama menyebabkan sifat reaksi pertama
spesifik untuk glukosa (Departemen Kesehatan RI, 2005).
2) Metode hexokinase
Metode hexokinase merupakan metode pengukuran kadar glukosa darah yang dianjurkan oleh WHO
dan IFCC. Baru sekitar 10% laboratorium yang ikut PNPME-K menggunakan metode ini untuk
pemeriksaan glukosa darah (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah hexokinase akan mengkatalis reaksi fosforilasi glukosa
dengan ATP membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Enzim kedua yaitu glukosa-6-fosfat
dehidrogenase akan mengkatalisis oksidasi glukosa-6-fosfat dengan nicotinamide
adenine dinocleotide phosphate (NADP+) (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Pada metode ini digunakan dua macam enzim yang baik karena kedua enzim ini spesifik. Akan tetapi,
metode ini membutuhkan biaya yang relatif mahal (Departemen Kesehatan RI, 2005).
c. Cara Strip
Merupakan alat pemeriksaan laboratorium sederhana yang dirancang hanya untuk penggunaan
sampel darah kapiler, bukan untuk sampel serum atau plasma. Strip katalisator spesifik untuk
pengukuran glukosa dalam darah kapiler (Suryaatmadja, 2003).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah strip test diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan
pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam darah. Intensitas dari
elektron yang terbentuk dalam alat strip setara dengan konsentrasiglukosa dalam darah.
Cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera diketahui, hanya butuh sampel sedikit,
tidak membutuhkan reagen khusus, praktis, dan mudah dipergunakan, serta dapat dilakukan oleh
siapa saja tanpa butuh keahlian khusus.
Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki keterbatasan yang dipengaruhi
oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain (Vitamin C, lipid, dan hemoglobin), suhu, volume sampel
yang kurang, dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan hanya untuk pemantauan
kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).
5. Macam-macam Serum dalam Tes Glukosa
a. Glukosa sewaktu
Glukosa sewaktu adalah serum yang diambil kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan terakhir.
b. Glukosa puasa
Glukosa puasa adalah serum yang diambil ketika tidak ada asupan kalori selama paling sedikit 8 jam
(puasa).
c. Glukosa 2 jam setelah makan
Glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah makan (Sacher,
2004).
d. Oral glukosa
Oral glukosa toleransi test dilakukan dengan cara pemberian larutan glukosa pada pasien yang
dibuat 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam 150 ml air atau aquades.
Sebelum pemberian larutan glukosa pasien puasa 8- 10 jam, kemudian diambil darahnya. Pasien
kemudian diberi larutan glukosa sebanyak 75gram untuk orang dewasa ( atau 1,75 gram/KgBB untuk
anak) dilarutkan dalam 250 mL air, dan harus diminum habis dalam waktu 5 menit. Tepat 1 jam serta
2 jam setelah pemberian larutan glukosa darah diambil dan diperiksa hasilnya, dapat pula hanya
diwaktu 2 jam setelah pemberian larutan glukosa darah diambil dan diperiksa (Suryaatmadja, 2003).
Tabel 1. Tabel nilai normal kadar glukosa (DiaSys Glucose GOD FS, 2011)
Umur Kadar Glukosa (mg/dL)
Baru lahir :
Darah tali pusar 63-158
1 Hari 36-99
2 Hari 36-89
5-14 Hari 34-77
10-28 Hari 46-81
44-52 Hari 48-79
Anak- anak :
1-6 tahun 74-127
7-19 tahun 70-106
Dewasa :
Plasma vena 70-115
6. Hormon-hormon yang Berperan dalam Menaikkan dan Menurunkan Glukosa Darah
a. Insulin
Insulin adalah hormon yang terbentuk di sel beta pankreas, memiliki efek metabolik meningkatkan
masuknya glukosa ke dalam sel, meningkatkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen atau konversi
menjadi asam lemak, meningkatkan sintesis protein dan asam lemak, dan menekan perombakan
protein menjadi asam amino, jaringan lemak menjadi asam lemak bebas.
b. Somatostatin
Somatostatin adalah hormon yang terbentuk di sel D pankreas, memiliki efek metabolik menekan
pelepasan glukagon dari sel alfa (bekerja lokal), menekan pelepasan insulin, hormon-hormon tropik
gastrin dan sekretin.
c. Glukagon
Glukagon adalah hormon yang terbentuk dari sel alfa pankreas memiliki efek metabolik
meningkatkan pelepasan glukosa dari glikogen, meningkatkan sintesin glukosa dari asam amino atau
asam lemak.
d. Adrenalin
Adrenalin adalah hormon yang terbentuk di sel medulla adrenal memiliki efek metabolik
meningkatkan pelepasan glukosa dari glikogen, meningkatkan pelepasan asam lemak dari jaringan
lemak.
e. Cortisol
Cortisol adalah hormon yang terbentuk di sel cortex adrenal yang memiliki efek metabolik
meningkatkan sintesis glukosa dari asam amino atau asam lemak, dan melawan insulin.
f. ACTH
ACTH adalah hormon yang terbentuk di sel pars anterior hipofisis yang memilki efek metabolik
meningkatkan pelepasan cortisol, meningkatkan pelepasan asam lemak dari jaringan lemak.
g. Growth hormone Tiroxine
Growth hormone Tiroxine adalah hormon yang terbentuk di sel pars anterior hipofisis kelenjar tiroid
memiliki efek metabolik melawan insulin, meningkatkan pelepasan glukosa dan glikogen,
meningkatkan absorbsi gula-gula dari usus (Sacher, 2004).
B.
Karbohidrat dikonsumsi
Kerangka Teori
Gambar 4. Skema kerangka teori.
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disajikan dalam kerangka
konsep perbedaan hasil pemeriksaan glukosa dengan metode GOD- PAP dan cara strip pada
mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung Karang sebagai berikut :
Variabel penelitian
Variabel penelitian
Gambar 5. Skema kerangka konsep.
D. Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi operasional.
No Variabel penelitian
Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
1 Metode GOD – PAP
Suatu metode yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa yang menggunakan kerja enzim glucose oxidase dan peroxidase. yang digunakan untuk memeriksa kadar glukosa darah mahasiswa analis kesehatan poltekes kemenkes tanjung karang
Observasi Panca indra (mata)
Mengetahui bentuk dan cara melakukan pemeriksaan glukosa darah dengan metode GOD – PAP
Nominal
2 Cara strip Suatu perangkat observasi Panca Mengetahui Nominal
Glukosa darah
atau instrumen untuk mengukur glukosa secara analitik yang menggunakan biomolekul (enzim) yang digunakan untuk memeriksa kadar glukosa darah mahasiswa analis kesehatan poltekes kemenkes tanjung karang
indra(mat) bentuk dan cara melakukan pemeriksaan glukosa darah dengan cara strip
3 Kadar glukosa
Adalah jumlah glukosa yang ada dalam darah mahasiswa Analis kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung Karang .
Dengan menggunakan metode GOD – PAP dan cara strip
Fotometer MD 150 dan strip
mg/dl Ordinal
E. Hipotesis
Ada perbedaan hasil yang bermakna pada pemeriksaan glukosa dengan metode GOD-PAP dan cara
strip.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menjelaskan karakteristik masing-masing
variabel. Dengan dua variabel penelitian yaitu variabel penelitian yang pertama kadar glukosa
darah dan variabel penelitian yang kedua metode GOD-PAP dan cara strip.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung
Karang yang berjumlah 225 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian adalah Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang
yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu : 61 orang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Klinik Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes
Tanjung Karang mulai bulan Maret sampai Mei 2012.
D. Alat dan Bahan untuk Pemeriksaan
1. Metode GOD-PAP
a. Alat
Fotometer MD 150, mikoropipet 5µL dan 500 µL, tip kuning dan tip biru, tabung reaksi, tisue,
centrifuge, spuit 3ml, kertas label, kapas alkohol, dan kapas kering.
b. Bahan
Sampel (serum), reagen glukosa oksidase kit/GOD kit.
2. Cara strip
a. Alat
Alat cek darah strip, auto klik, lancet, kapas alkohol, dan kapas kering.
b. Bahan
Bahan hanya terdiri dari darah kapiler.
E. Cara Kerja Penelitian
1. Sampel yang digunakan adalah seluruh Mahasiswa Analis Kesehatan yang berjenis kelamin laki- laki
dengan jumlah 61 orang.
2. Cara pengambilan sampel adalah dengan mengambil jumlah keseluruhan mahasiswa yang berjenis
kelamin laki-laki dengan jumlah 61 orang.
3. Metode GOD-PAP (Glukosa Oksidase Para Amino Phenazone).
Prisip kerja metode GOD-PAP adalah glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase (GOD) membentuk
asam glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan phenol
dan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase menghasilkan quinoneimine yang
berwarna merah muda dan dapat diukur dengan fotometer pada panjang gelombang 546 nm.
Intensitas warna yang terbentuk setara dengan kadar glukosa darah yang terdapat dalam sampel.
Reaksi : Glukosa GOD asam glukonat + 4H2O2
2H2O2 + phenol + 4-Aminophenazone POD quinoneimine + 4H2O
(Riyani, 2009)
a. Cara pengambilan darah vena
1) Dibersihkan bagian tangan yang akan diambil darahnya tepat di bagian vena fossa cubiti dengan
kapas alkohol 70% dan dibiarkan hingga mengering.
2) Dipasang tourniquet tiga jari di atas lipatan siku. Pemasangan tourniquet tidak boleh lebih
dari 1 menit, hal ini menjaga terjadinya hemokonsentrasi. Untuk pengambilan darah vena pasien
diminta untuk membuka dan menutup genggaman beberapa kali.
3) Ditegangkan bagian kulit di atas vena dengan jari-jari tangan kiri supaya vena tidak bergerak.
4) Ditusuk vena dengan spuit, lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut kemiringan antara jarum
dan kulit 150.
5) Dilepaskan atau diregangkan torniquet secara perlahan dan ditarik penghisap spuit sampai didapat
jumlah darah yang dikehendaki.
6) Diletakkan kapas kering di atas jarum dan ditarik jarum secara perlahan lalu ditekan tempat bekas
penusukan jarum beberapa saat.
7) Dipindahkan darah dari dalam spuit ke dalam wadah lalu dibuang spuit (Gandasoebrata, 2007).
b. Cara pembuatan serum.
1) Diambil darah vena sebanyak 3 ml.
2) Disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
3) Dipisahkan antara sel darah merah dengan serum dan diambil serumnya.
c. Cara pemakaian Photometer.
1) Dihubungkan photometer dengan arus listrik.
2) Ditekan tombol power pada posisi ON (posisi tombol power di kanan belakang).
3) Setelah aktif, alat akan melakukan start up. Setelah selesai alat meminta untuk dihisapkan aquadest,
pada layar tampak “ Destiled Water Test. Please asprirate!”
4) Diletakkan botol aquadest pada “pipette” lalu ditekan “aspiratingkey/sipper”, aquadest akan
terhisap.
5) Alat akan membaca aquadest, setelah selesai akan muncul menu utama yang terdiri dari :
“Test”,”Records”,”System”,”power”,”Off”.
6) Dari menu dipilih “Test”
7) Lalu dipilih “Select Test” dipilih/klik/blok test yang akan dilakukan.
8) Selanjutnya akan tampak “Test Parameter”, lalu diisi semua text box yang tampak. Pengisian
disesuaikan dengan aplikasi reagensia yang dipakai.
9) Digunakan Mouse dan Virtual Keyboard yang terlihat pada layar untuk melakukan pengisian.
10) Dipilih “Test” untuk memeriksa sampel dari menu
11) Akan tampak pilihan test (menu “Select Test”) dipilih/klik/block test yang ingin diprogram
(glukosa/Glu) klik “OK”.
12) Alat akan menyesuaikan dengan program yang akan dibaca. Lalu diikuti petunjuk yang tertulis
berwarna biru di atas grafik.
13) Setelah suhu stabil photometer akan meminta membaca aquades.
14) Diklik Cal (calibrasi) untuk membaca STD (standar) dan diklik QC untuk membaca QC (Quality
Control). Untuk membaca sampel (SPL) langsung saja.
15) Setelah selesai, hasil pemeriksaan akan secara otomatis tercetak.
16) Diletakkan botol aquadest pada “Pipette” setelah selesai melakukan pemeriksaan, lalu dipilih/klik
“Rinse” selama beberapa detik untuk proses pembilasan dipilih /klik “Rinse” lagi dan diambil kembali
botol aquadest.
17) Dipilih/klik “Back” sampai muncul kembali menu utama yang terdiri dari :
“Test”,”Record”,”System”,”Power Off”
18) Dipilih/klik “Power Off”
19) Ditekan tombol power pada posisi Off. Posisi tombol power di kanan belakang (MD150 Biochemistry
Analyzer, 2009)
d. Cara pemeriksaan sampel.
Tabel 3. Tabel cara kerja
Blanko QC Standar Sampel
QC - 5 µL
Standar - - 5 µL -
Sampel - - 5 µL
Larutan kerja/reagen
500 µL 500 µL 500 µL 500 µL
Catatan : QC ( 82,8 – 114)
1) Dihomogenkan
2) Diinkubasi selama 20 menit pada suhu 20-25oC
3) Dibaca hasilnya dengan fotometer pada panjang gelombang 546 nm.
4. Cara strip
Prinsip kerjanya adalah pemeriksaan ini menggunakan prinsip dasar biosensor (enzim). Strip test
diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan
mengoksidasi glukosa dalam darah. Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara
dengan konsentrasi glukosa dalam darah (Suryaatmadja, 2003).
Cara pemeriksaan sampel :
a. Dimasukkan baterai dan diaktifkan alat.
b. Diatur jam, tanggal, dan tahun pada alat.
c. Diambil chip warna kuning dan dimasukan ke dalam alat untuk cek alat.
d. Apabila pada layar muncul “ERROR” artinya alat rusak.
e. Apabila pada layar muncul “OK” artinya alat siap dipakai.
f. Setiap botol strip pada gula darah, asam urat, dan kolestrol terdapat chip test.
g. Dimasukan chip gula dan strip gula terlebih dahulu untuk cek kadar gula darah.
h. Pada layar akan muncul angka atau kode sesuai pada botol strip.
i. Setelah itu akan muncul gambar tetes darah dan kedip-kedip .
j. Dimasukan jarum pada autoclik dan atur kedalaman jarum.
k. Dibersihkan jari menggunakan tisu alkohol.
l. Ditusukkan jarum pada jari dan ditekan supaya darah keluar.
m. Disentuhkan darah pada strip dan bukan diteteskan di atas strip alat test darah EasyTouch. Disentuh
pada bagian garis yang ada tanda panah
n. Darah akan langsung meresap sampai ujung strip dan bunyi beep.
o. Ditunggu sebentar, dan hasil akan keluar beberapa detik pada layar.
p. Dibuang jarum dan strip yang telah digunakan.
q. Disimpan kembali chip gula ke botol (Musyaffa, 2010).
F. Alur Penelitian
Pengambilan sampel darah vena
Pengambilan sampel darah kapiler
Gambar 6. Skema alur penelitian
G. Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan adalah data primer, yang diperoleh dari hasil pemeriksaan kadar glukosa
dengan metode GOD – PAP dan cara strip.
H. Analisis Data
1. Analisis univariat
Hasil yang diperoleh dikali 1,15 untuk menyetarakan hasil dari metode GOD-
PAP
Perhitungan selisih hasil pemeriksaan glukosa
Bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel, seperti rata-rata
selisih hasil pemeriksaan dan standar deviasi. Peda penelitian ini didapat data numerik sehingga
digunakan nilai rata-rata atau mean, dan standar deviasi (Notoatmodjo, 2010).
2. Analisis bivariat
Setelah dilakukan analisis univariat maka dapat dilanjutkan dengan analisis bivariat. Dalam
penelitian ini dilakukan uji statistik (t test), untuk melihat ada perbedaan yang bermakna atau tidak
dari metode GOD – PAP dan cara strip.
Tabel 4. Tabel analisa data hasil pemeriksaan glukosa.
No Kadar glukosa dengan metode
GOD-PAP
Kadar glukosa dengan cara
strip
d
( selisih dari hasil pemeriksaan dengan metode GOD- PAP)
d2
1
2
3
4
5
N
∑
Selisih rata- rata ( ) =
Standar deviasi ( Sd) =
Standar eror ( SE ) =
t hitung = (Tjokronegoro, 1981)
Pada penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 95%.
Setelah nilai t hitung didapat maka nilai tersebut dilihat pada tabel t distribusi, kemudian dilihat nilai
probabilitasnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan dari 61 sampel darah mahasiswa analis kesehatan Poltekkes
Kemenkes Tanjung Karang yang berjenis kelamin laki- laki, terdapat perbedaan hasil antara
pemeriksaan glukosa dengan metode GOD-PAP dan cara strip.
Hasil analisis data univariat untuk memperoleh kadar glukosa rata- rata, kadar glukosa maksimal,
kadar glukosa minimal, serta standar deviasi yang diperiksa dengan metode GOD-PAP dan cara strip.
Rata- rata kadar glukosa yang diperiksa dengan metode GOD-PAP adalah 114 mg/dl, kadar maksimal
adalah 209 mg/dl, kadar minimalnya adalah 73 mg/dl, dan kadar glukosa rata- rata yang diperiksa
dengan cara strip adalah 103 mg/dl, kadar maksimalnya adalah 198 mg/dl, kadar minimalnya adalah
70 mg/dl. Nilai standar deviasi (Sd) dari seluruh sampel adalah 4,663.Untuk analisis data bivariat
dihitung menggunakan uji statistik ( t) dengan tingkat selang kepercayaan 95% dan diperoleh hasil
nilai (t ) hitung sebesar 17,269 sedangkan (t ) tabel sebesar 2,00. Dari hasil tersebut ( t) hitung > (t)
tabel, maka H1 diterima yaitu ada perbedaan hasil yang bermakna pada pemeriksaan glukosa dengan
metode GOD-PAP dan cara strip.
B. Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan kadar glukosa terhadap 61 sampel mahasiswa laki- laki di jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang dengan menggunakan metode GOD-PAP dan cara
strip dapat diketahui hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan tingkat perbedaan yang bermakna ( t
hitung > t tabel).
Dari hasil ini menunjukkan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan strip tidak dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosa laboratorium, melainkan hanya untuk kontrol bagi penderita diabetes.
Cara strip bila digunakan untuk diagnosa laboratorium cendrung menunjukkan hasil yang rendah
palsu. Hasil yang rendah palsu ini dapat mempengaruhi kesimpulan diagnosis pada pasien yang
kadar glukosa berada pada batas maksimal atau minimal. Sedangkan kesimpulan dari diagnosis
tersebut sangat berpengaruh terhadap pola penanganan pasien, jadi diagnosis laboratorium harus
menggunakan metode dan alat yang dapat menghasilkan hasil yang valid.
Pada dasar nya metode yang digunakan pada strip adalah metode enzimatik sama seperti metode
GOD-PAP. Akan tetapi alat yang digunakan untuk membaca hasil reaksi yang berbeda. Pada metode
GOD-PAP alat yang digunakan adalah fotometer, pada fotometer dapat dilakukan kontrol dan
presisi, akurasinya dapat diketahui sehingga hasilnya valid. Pada strip alat yang digunakan adalah
strip, pada strip tidak dapat dilakukan kontrol, presisi dan akurasinya tidak diketahui.
Perbedaan hasil pemeriksaan kadar glukosa antara metode GOD-PAP dan cara strip dimungkinkan
karena terjadi kadar hematokrit yang ada dalam darah lengkap. Kadar hematokrit yang rendah akan
secara semu meningkatkan hasil pengukuran, begitu juga sebaliknya. Kadar hematokrit ini hanya
dapat berpengaruh pada pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah lengkap seperti pada
cara strip (Sacher, 2004).
Antara serum dan darah lengkap memiliki kadar glukosa yang berbeda. Karena pada darah lengkap
terdapat eritrosit, dan eritrosit memiliki kadar protein (hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada
serum, dan protein tersebut bersifat reduktor yang dapat mereduksi katalisator glukosa. Sedangkan
dalam serum tidak terdapat banyak eritrosit serta kadar air dalam serum lebih tinggi sehingga bila
dibandingkan dengan darah lengkap, serum lebih banyak melarutkan glukosa(Sacher, 2004).
Dalam penelitian ini kadar glukosa yang didapat dari sampel darah lengkap telah dikalikan dengan
1,15 untuk menyetarakan hasil dengan yang menggunakan sampel serum.
Akan tetapi tetap terjadi perbedaan hasil, hal ini dimungkinkan karena adanya gangguan dari zat lain
yang bersifat reduktor dalam jumlah yang banyak. Zat yang bersifat reduktor ini dapat mengganggu
reaksi glukosa oksidase karena zat tersebut mengikat H2O2 sehingga mengganggu reaksi selanjutnya
dan menyebabkan hasil rendah palsu (Suryaatmadja, 2003).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa dengan metode GOD-PAP dan cara strip pada
mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kadar glukosa rata- rata yang didapat dengan menggunakan metode GOD-PAP adalah 114 mg/dl,
sedangkan pada cara strip 103 mg/dl.
2. Ada perbedaan yang bermakna dari hasil pemeriksaan kadar glukosa antara metode GOD-PAP dan
cara strip.
B. Saran
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan:
1. Kepada pihak medis khususnya analis kesehatan agar tidak menggunakan strip sebagai alat yang
digunakan untuk melakukan diagnosa laboratorium.
2. Kepada masyarakat khusunya penderita diabetes yang menggunakan strip, agar secara berkala
memeriksakan kadar glukosanya ke laboratorium klinik untuk mengetahui kerja strip apakah masih
baik atau tidak.
3. Untuk penelitian lebih lanjut, dilakukan penelitian dengan menggunakan kriteria sampel yang
memperhatikan faktor-faktor pengganggu reaksi glukosa.
DAFTAR PUSTAKA
A.Price, Sylvia; M.Wilson, Lorraine, 2005, Patofisiologi, EGC, Jakarta.
A.Sacher, Ronald; A. Mcpherson , Richard, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penyakit Diabetes Melitus, Jakarta.
Djaeni Sediaoetama, Achmad, 1989, Ilmu Gizi, Dian Rakyat, Jakarta.
DiaSys Diagnostic System GmbH, 2011, Jerman.
MD150 Biochemistry Analyzer, 2009, Jakarta.
Gandasoebrata. R, 2007, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Jakarta.
Musyafallab. Ripani, 2010, http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/12/biosensor-glukosa-darah.html,musyaffalb.rifani,2010
Notoatmodjo. Soekidjo, 2010, Metode Penelitian Kesehatan, PT RIENEKA CIPTA, Jakarta.
Poedjiadi, Anna; Titin Supriyanti, F.M, 2007, Dasar – Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Riyani, Ani, 2009, Penuntun Praktikum Kimia Klinik II, Analis Kesehatan Bandung, Bandung.
Rodwell, Peter A, 2003, Biokimia Harper, Edisi 25, EGC, Jakarta.
Schum, Dorothy E, 1993, Intisari Biokimia, Bina Putra Aksara, Jakarta.
Suryaatmadja, Marzuki, 2003, Pendidikan Berkesinambungan Patolohi Klinik 2003, Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Sutadipura, Nugraha, 1978, penuntun praktikum biokimia, Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung.
Tjokronegoro, Arjatmo, 1981, Dasar Dasar Metodologi Riset Ilmu Kedokteran, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Konsorsium Ilmu Kedokteran, Jakarta.
Wirahadikusuma, Muhamad, 1985, Biokimia Mutu Energi, Karbohidrat, Lipid, ITB, Bandung.