Download - Darah Sultan Fdf
-
Sinopsis
Narlisa namanya, ia terlahir dari keluarga kurang mampu. Ibunya tak bisa
membiayai sekolah dan kehidupannya. Akhirnya Narlisa di asuh oleh
keluarga Ilham yang hanya memiliki satu orang putra yaitu Sultan. Siska ibu
dari Sultan meminta Ilham mengangkat anak Lisa untuk di sekolahkan dan
dibesarkan. Siapa yang mengira akan timbul benih cinta diantara mereka.
saling suka dan memendam rasa. Di saat mereka pergi ke London untuk
meneruskan sekolah Lisa, Sultan harus tegas mengambil pilihan yang
sedikit curam. Sultan berfikir mungkin dengan menikah dengan Talita
Sultan akan memperbaiki keadaan.Tapi tidak untuk Narlisa pernikahan itu
manjadi dampak negatif baginya. Ia semakin pupus dan jatuh. Penyakit
kangker darah yang selama ini Lisa sembunyikan akhirnya kebongkar juga
karena Dr. Jimy yang menanganinya adalah calon suami untuknya. Orang
yang semgaja di jodohkan oleh Dr. Leo ayah dari Jimy.
Setelah rahasia itu terbongkar dan Sultan mengetahui betapa berbahaya
penyakit yang Lisa popoh, tanpa sepengetahuan Talita yang tengah hamil
Sultan pergi ke dokter Jimy dan meminta darah Lisa di asumsi dengan darah
Sultan. Walau akhirnya akan sangat fatal. Karena darah seseorang akan
terus diberikan hingga sang pasien sembuh dan ujung kematian bagi
pendonornya.
Jimy berjanji, setelah ia menikah dengan Lisa ia akan membawa Lisa pada
kakaknya yang baru pulang dari luar negri. Dan disaat Lisa bertemu dengan
Sultan dalam keadaan yang luar biasa berbedanya. Sultan bukannya pulang
dari luar negri untuk berbulan madu namun meregang nyawa demi
menyelamatkan adik angkatnya. Ia bukan tengah bersenang-senang namun
menunggu kereta kencana yang akan membawanya menuju ilahi. Sultan
pergi dengan memberikan sekantong darah terakhirnya dan sejuta
pengorbanan untuk Narlisa walau ia tak terlahir dalam kandungan ibunya.
-
Nb; arti yang besar bukan dari seberapa besar pengorbanan yang mereka
berikan pada kita, namun seberapa berarti pengorbanan itu untuk kita. Karea
cinta itu anugrah dari sang kuasa untuk kita para hambanya.
-
Ukiran pena...
Malam yang dingin menjadi bukti bahwa Tuhan memang selalu ada
bersama kita, di sini dalam hati. Terima kasih yang pertamaku sampaikan
untuk Allah yang selalu memberikan nafas dan mengijinkanku hidup di
dunianya, yang kedua untuk orangtua terkasihku Priono dan Ety susila wati,
tanpa kalian apalah aku ini. Untuk adikku Elfitri dwi rizqia terimakasih dik
kakak jadi paham arti pengorbanan dan semua itu karena peringatan darimu.
Dan juga untuk sekolah-sekolah yang telah sudi menimangku dalam
buaiannya. SDN jugo 04, Mts stunan kali jaga dan pondok pesantren Gontor
putri yang telah mengajariku untuk menjadi seorang pemimpin dan siap di
pimpin.
Kalian adalah calon-calon pemimpin jika belum bisa maka kalian adalah
istri dari seorang pemimpin, jika belum terlaksana maka dari rahim
kalianlah akan terlahir calon-calon pemimpi.
Derekturku pernah berkata seperti itu, amien...
Novel ini menceritakan perjuangan seorang kakak yang berjuang melawan
perasaannya, mengalahkan hati nuraninya. Ia mencintai adiknya Narlisa
yang telah terikat cinta perjodohan. Tanpa Sultan ketahui juga Narlisa
menidap penyakit mematikan yang teramat parah...
Apa yang akan Sultan lakukan? Bagaimana ia bisa bersembunyi dari
perasaannya? Dan siapa yang akan terlebih dahulu meninggalakan dunia
yang fana ini? Baca cerita ini dan pahami bahwa semua akan menjadi baik
tanpa kita ketahui.
-
Selamat membaca
Daftar isi
Kaktus di musim dingin................................ 5
Lubang itu terbuka kembali........................ 40
Pilihan yang dibuat........................................ 66
Bohong................................................................ 90
Ia menjualku..................................................... 99
Inilah si pelacur.............................................. 111
Siapa dia............................................................ 128
Rahasia di balik cincin................................ 153
Pusaran hati.................................................... 175
Bimbang........................................................... 195
Hujan di Jogja................................................. 210
Berperang melawan keegoisan.............. 249
Stadium dua.................................................... 259
Oxfort university........................................... 285
Talita.................................................................. 320
Pernikahan....................................................... 333
Cahaya terang menuntunku pulang...... 365
Darah terakhir................................................ 397
-
Kaktus dimusim Dingin
Cinta bukan sesuatu yang seharusnya di takuti
justru seharusnya di segani... karena sesungguhnya cinta khakiki dan
memiliki kapasitas yang tahan lama... bila lisan harus menerangkan
bagaiman cinta itu, pastilah semua akan gambalang dan terang dan
tanpa mereka sadar bahwa cinta sudah terang tanpa lisan.
Tapi bukan begitu caranya, kamu kira pisah sama anak itu enak rasanya?
Nanti kalau ada apa-apa siapa yang di salahkan? emosi wanita itu
memuncak, keadaan semakin memanas setelah kabar keberangkatan Lisa
terdengar di telinganya. Badan wanita itu kaku, duduk di atas sofa dengan
mata menyala dengan amarah dan kehendak yang tak mampu Ia luapkan.
Bibir wanita itu bergetar, namun masih dalam keadaan terbungkam rapat,
manahan suara yang hendak keluar. Ia takut terbawa emosi, tersulut setan
yang menguasi jalan fikirannya.
Kamu jangan egois sendiri Anwar... jangan salahkan aku bila menolak.
Aku punya hak penuh untuk tetap menjaganya di tempat ini. Aku ibu
kandungnya, yang melahirkannya dan membesarkannya seorang diri,
kemana perginya kamu? Di saat aku dan lisa membutuhkanmu, kamu malah
pergi dengan alasan yang tak pasti, lelaki macam apa kamu ini...? lelaki
gagah itu tak kunjung beranjak dari tempatnya, tetap berdiri di depan pintu
dan mengikat kedua tangannya sergap di depan dada.
Wajahnya tampak bengis, seakan ingin menguasai keadaan yang ada, dan
Bella tetap mengemis minta belas kasihan darinya.
Anwar tak kunjung mengucap sesuatu,suasana semakin hening tanpa
suara. Yang terdengar hanya kicauan burung yang riang dan tak merasakan
apa yang tengah terjadi di antara keluarga ini.
-
Maafkan aku Bella... pernikahan kita kemarin tidak lebih unutk menutupi
aibmu, kamu hamil di luar nikah bukan? Dengan orang lain? Bukankah itu
sesuatu yang sangat memalukan? Dan bodohnya aku sudi menikahimu...
ujar lelaki itu tanpa beban.
Biadap... Bella berdiri dari duduk kepasrahan dan kini mencoba
membela diri. Anwar! Seharusnya kamu malu pada dirimu sendiri!
Bagaimana bisa kamu tak tahu apa yang telah kau perbuat? Dan kini
berbalik menyalahkanku, asal kamu tahu, tak ada laki-laki lain yang
bersamaku malam itu, selain kamu.
Bagaimana bisa aku percaya? Lidah berbisamu itu sudah berhasil
mencuci fikiran orang-orang tentang diriku, mereka kira aku yang
menghamilimu, mereka kira aku lelaki biadap yang menjatuhkan martabat
keluargaku. Ayah dan ibuku orang terhormat Bella, kamu harus ingat itu!
ucap Anwar menyombongkan diri.
Untuk apa jabatan tinggi kalau sifat kamu tak bisa mengimbangi, asal
kamu tahu Anwar! Aku wanita baik-baik walau keluargaku bukan orang
kaya seperti orang tuamu, aku masih mempunyai harga diri dan kejujuran,
Bella mencoba mengimbangi ucapan Anwar.
Apakah ada wanita baik-baik yang hamil diluar nikah? pertanyaan
Anwar yang langsung menyulut emosi Bella, Ia berjalan mendekati Anwar.
Bibirnya menggeram, tangan kanannya di angkat keatas. Kali ini Bella ingin
meluapkan emosinya dengan tamparan panas yang berlabuh di pipi Anwar.
Namun... sebelum tamparan itu menjadi perwakilan amarahnya, suara Lisa
terdengar dari balik pintu kamar.
Ibu.. panggilan Lisa terdengar jelas dan ringan, gadis itu mulai dewasa,
dikaruniai paras ayu dan tutur katanya yang lembut, tak lupa santun kepada
mereka yang lebih tua dibanding dengannya. Bila ada lelaki yang bertatap
langsung dengannya pasti mereka akan bertanya. Di mana rumahnya...
apalagi kalau bukan untuk berkencan dengan Lisa. Tapi sayangnya tak
-
satupun dari mereka yang Ia terima, pulangdengan tangan hampa... itu sudah
biasa.
Senyum tipis terlihat dari muka Anwar, Ia pandangi atas sampai bawah
tubuh putrinya, entah apa yang berkecamuk dalam fikirannya. Dan Bella
menghapus dengan segera butiran airmata yang menetes di wajahnya.
Ayah... kenapa ayah meninggalkan kami...? Lisa memeluk tubuh
Anwar, terasa enggan Ia meninggalkan Anwar untuk kesekian kalinya.
Lisa... kau sudah besar ternyata, ayah sampai lupa bagaimana wajah
kecilmu dulu. Dan betapa bahagianya ayah yang mendapatimu tumbuh
menjadi gadis sempurna seperti saat ini.
Ayah menyayangiku...?
Apa yang kamu ragukan Lisa? Aku ayah kandungmu... tak ada seorang
ayah yang tak sayang dengan anaknya sendiri. Entah benar atau tidak
dengan ucapan yang telah Anwar lontarkan.
Tapi kenapa ayah meninggalkan kami? Lisa mencoba menguak
kebenaran.
Suatu saat nanti kamu pasti tahu alasan kepergiaan ayah, dan ayah
berjanji tak akan meninggalkanmu lagi. Janji Anwar terucap.
Benarkah...? senyum Lisa mengembang,senyumnya yang tipis bagai
pedang tajam yang mematikan lirikan yang tersibak dari pandangan anak-
anak adam.
Asalkan kamu...
Lisa kamu tidak sekolah? pertanyaan Bella menghentikan perkataan
Anwar yang mengarak pada sebuah ajakan, dan ajakan itulah yang akan
memisahkan Bella dengan putri kesayangannya.
Aku sekolah bu... jawab lisa sembari tersenyum.
-
Kenapa tak segera berangkat...?
Tapi ayah...? tanya Lisa ragu, gadis itu masih ingin berkumpul dengan
ayahnya.
Ayahmu tak akan pergi, dia akan menunggumu sampai kamu pulang dari
sekolah. Jawab ibu.
Mata Anwar kembali menyala, menghadap kearah Bella yang memberikan
janji untuk menunggunya.
Benarkan yah...? tanya Lisa antusias.
Anwar mengahadap keputrinya dan kembali tersenyum penuh kepalsuan.
Iya... lis, ayah akan menunggumu sampai pulang.
Dan sekarang kamu harus segera berangkat kesekolah! pinta ibu.
Iya, aku berangkat dulu yah... bu, assalamualaikum.
Lisa berangkat meninggalan bibir pintu rumah, setelah mengecup
punggung tangan ayah dan ibunya. Gadis yang sangat cantik, bibirnya yang
merah bagaikan delima dimusim semi, kulitnya yang putih bersih bagaikan
salju yang turun di musim dingin. Rambutnya panjang ikal yang tak pernah
Ia ikat dan menutupi lekukutiran tubuh begiaan belakang. Tubuhnya tinggi
berisi, penuh dengan kesempurnaan yang di warisi oleh ayahnya. Irisan
matanya hitam menyala, bagaimana mungkin seorang lelaki mampu
memalingkan pandangannya disaat butiran hasrat menabrak air muka lisa.
Lisa berhenti di sebuah halte yang tepat berada di pinggir perempatan
yang tak jauh dari rumahnya. Pagi itu hembusan angin merambat begitu
cepat, tak seperti biasanya. Awan yang mulanya putih seketika berubah
menjadi abu-abu gelap. Sepertinya cuaca sedang tak bersahabat dengannya.
Bus sekolah yang biasa mengangkutnya tak kunjung datang, dan angin
semakin kencang berhembus. Bibirnya yang merah semakin membiru. Lisa
mencoba menghangatkan tubuhnya dengan mengosok-gosokakan telapak
-
tangan yang dingin dan meniupkan udara hangat yang keluar dari tubuhnya.
sejak dulu Lisa selalu takut dengan udara dingin, jika dingin menyerang
tubuhnya darah-darah yang berada di pembuluh darahnya seakan berontak
dan memaksa untuk keluar. Tak ada yang mengetahui kejadian dan rahasia
yang begitu rapi Ia simpan di dalam kehidupannya. Hingga saat ini Lisa
masih setia dengan rahasia yang Ia sembunyikan dari Bella. Gadis itu hanya
tak ingin menambah beban ibunya. Untuk bertahan hidup dan
menyekolahkan Lisa saja, Bella harus bersusah payah dengan berjualan
gorengan keliling.
Hasilnya memang tak seberapa, tak sebanding dengan kebahagiaan
duniawi yang dijanjikan Anwar bila Lisa mau hidup dengan ayahnya.
Jemari Lisa merogoh kantung tasnya, Ia amati jam tangan yang patah itu.
Jam 07:45 , ya Allah kenapa belum ada jemputan...? Lisa semakin
khawatir.
gadis itu tak juga bergeming untuk meninggalkan tempat. Matanya masih
mengarah ke ujung jalan dimana bus angkutannya akan melaju.
Narlisa... seseorang memanggil Lisa dari balik kabut tipis yang redup.
Lisa menajamkan pandangannya. Ingin mengamati lebih teliti siapa
gerangan yang menamanggilnya.
Narliasa, kamu tak mengenaliku? suara laki-laki itu menyapa.
Lisa mencoba mengingat wajah lelaki yang berdiri di hadapannya saat ini ,
wajahnya berkilau penuh dengan cahaya keimanan. Namun cahaya itu sama
sekali tak menyilaukan, justru menarik Lisa untuk terus menatapnya.
Kamu benar-benar tak mengenaliku Lisa? Ini aku kakakmu Sultan.
Mata lisa terbelalak sekan ingin jatuh kebawah, bagaimana Lisa bisa
melupakan lelaki itu? Lelaki yang selalu menjadi pelindungnya di saat Ia
dalam bahaya. Lelaki yang selalu memberikan cerita-cerita di saat Lisa
hendak terlalap. Lelaki yang terus ingin menjadi pelindung untuk Lisa.
-
Angin dingin yang mulanya mengepung tubuh Lisa kini menghilang
seketika bergantian dengan aliran darah panas dan goncangan dada yang
bergetar sangat kencang.
Ini mas Sultan? tanya Lisa bingung.
Lha siapa lagi? Ya ini mas mu Sultan.
Mas Sultan yang item, kecil, kurus, gigi ompong.... lanjut Lisa tak
percaya.
Udah jangan di terusin...! ucap Sultan memotong.
Kamu sangat berubah mas Sultan... Lisa hambir tak percaya dengan apa
yang tengah Ia alami di pagi yang dingan ini. Sultan yang sudah beberapa
tahun ini jauh darinya kini kembali dengan keadaan yang sangat berubah.
Mas, tapi hati kamu tak berubahkan? Aku selalu rindu mas Sultanku
yang dulu. Sultan tersenyum berjalan dan memeluk tubuh adiknya yang
manja itu.
Dasar anak manja... seru Sultan.
Siapa yang manja? Aku...? bagaimana bisa mas Sultan bicara seperti itu.
Mas Sultan sudah jauh dariku cukup lama, dan sejak itu mas Sultan tak
pernah tahu bagaimana keadanku kan...? Lisa seakan menyelidiki kemana
perginya Sultan saat itu.
Aku kuliah... Sultan melepas pelukannya dan kemudian duduk di kursi
panjang. Sultan mulai bercerita alasan kepergiannya.
Bagaimana Lisa tak kaget dengan keadaan sultan saat ini, wajahnya putih
bersih tanpa goresan sedikitpun, kini warna kulitnya sama dengan kulit Lisa.
Padahal dulu perbedaan di antara mereka sangatlah nyata. Dulu wajahnya
hitam legam, yang bisa dikatakan putih hanya bola mata dan giginya saja.
Badannya kurus kering persis dengan orang tak pernah di berimakan
keluarganya. Padahal kekayaan memihak kepada Sultan.
-
Kini saatnya Sultan yang tertawa lepas. Badanya yang kokoh menghantam
tubuh Lisa, di saat lisa tak sanggup menopangnya dan hendak terjatuh,
dengan segera Sultan menarik bahu Lisa dan mendekap tubuh adiknya itu.
Sekarang kamu bisa lihat Lisa! Siapa yang lebih kuat, aku? Atau kamu?
tanya Sultan mengejek.
Ya... tau deh yang sekarang badannya berisi, coba badan mas Sultan
kayak dulu, aku pengen tau siapa yang bakalan kepental... Lisa tersenyum
tipis memandangi kakaknya yang duduk tepat di sampingnya.
Sultan beranjak dan mengandeng tangan Lisa begitu saja.
Lho mas mau kemana? tanya Lisa dengan nada bingung.
Jalan-jalan... jawab Sultan dengan nada enteng.
Jalan-jalan? Mas aku mau sekolah...
Sekolah...? tumben kamu mau sekolah, dulu waktu aku masih sekolah
sama kamu, kamu yang paling sering nyuruh aku bolos dan ujung-ujungnya
maen sama kamu... wah ternyata adikku sekarang udah beda. Dengan nada
kembali mengejek.
Lebih baik kamu anterin aku ke sekolah mas, aku sudah terlambat. Pinta
Lisa.
Oke kalo itu maumu, jadi kita tak maen sekarang? Tanya Sultan
kembali mengoyahkan niat Lisa untuk tak betangkat kesekolah.
Aku bukan anak kecil lagi mas... ucap Lisa sembari melepaskan
genggaman tangan Sultan dan mengikatan kedua tangannya di dada, kesal.
Genggaman tangan Sultan memang tak kunjung di lepaskan hingga
akhirnya Lisa masuk mobil dan duduk di samping Sultan sebelah kiri.
Lelaki itu memang sosok yang tak asing lagi untuk Lisa, lebih dari dua
belas tahun setelah Anwar meninggalkannya dan memberikan tanggung
-
jawab penuh pada Bella untuk menjaganya. Tahu apa Lisa dulu tentang
perpisahan? Ia tak sadar pertanyaan yang biasa Ia lontarkan justru menjadi
geranat yang memporak porandakan hati Bella.
Ayah kemana bu...? kapan pulangnya? Kenapa ayah pergi? Kenapa ayah
meninggalkan kita? dan Bella hanya tersenyum dan membelai rambut Lisa
yang panjang. Di balik itu semua Bella selalu mencoba menutupi perasaan
yang amat menyiksanya, amat dalam dan semakin perih menyayat hatinya.
Bella sendiri tak tahu kenapa Anwar meninggalkannya, hingga saat ini
pertanyaan yang bersangkut pautan tentang kepergian Anwar tak pernah ada
ujung jawabannya. Siapa yang bisa memberikan penjelasan kalau bukan
yang melakuakannya sendiri. Yaitu Anwar.
Sepanjang perjalanan tak ada yang memulai pembicaraan antara Sultan
dan Lisa,ke dua-duanya konsen dengan jalan pikiran mereka masing-
masing. Sultan selalu konsen dengan kemudinya, Lisa sedang sibuk dengan
fikiran-fikiran tentang ayahnya. Apa yang bergelayut di fikirannya sama
dengan apa yang mengerogoti otak Bella. Lisa juga tak pernah menemukan
jawaban kenapa ayah meninggalkan ibunya. Pandangan Lisa tetap terarah ke
kaca hitam yang menghubungkannya dengan pemandangan luar.
Hei jeng mikirin apa? tanya Sultan dengannada sedikit mengejutkan.
Lisa hanya mengeser posisi duduknya dan pandangannya masih terarah
keluar jendela.
Lisa kamu kenapa sih...? Lisa yang ku kenal dulu tak pernah semurung
ini, Lisa... Sultan tak henti-hentinya menggoda. Aku lagi gak ingin bicara
mas, gak mood. Jelas Lisa dengan wajah masih terarah keluar.
AC mobil cukup dingin, Lisa melingarkan kedua tangannya di depan
dada, Ia hanya takut cairan itu keluar lagi dan membuat keadaan semakin
ricuh. Itu sebabnya Lisa tak ingin menghadapakan wajahnya kearah Sultan.
Diamnya seorang Narlisa, pasti bukan untuk melamunkan sesuatu yang
tak penting, yang memenuhi otaknya saat ini hanyalah pertanyaan-
-
pertanyaan akan keadaan. Pertanyaan yang sejak Lisa lahir sudah menjadi
misteri tentang keberadaannya.
Anak siapa Lisa sebenatnya? Kalau benar putri dari Bella dan Anwar
kenapa Anwar meninggalkannya tanpa alasan yang jelas? Kenapa
perpisahan yang menjadi pilihan dan jalan pintar untuk mengakhiri
semuanya?
Kenapa Lisa kecil harus di rawat oleh keluarga Sultan? Kenapa bukan
orang tua Lisa sendiri yang membangun kepribadiannya? Lisa tetap saja tak
berpaling dari pandanagannya. Kearah luar kaca.
O... iya mas kapan kamu pulang ke jawa...? tanya Lisa singkat namun
pandangannya tak juga terarah pada Sultan. Sultan hanya diam dan tak
segera menjawab pertanyaan singkat Lisa.
Buat apa aku menjawab pertanyaan mu, melirikku saja kamu gak mau...
ucap Sultan sinis. Lantas Lisapun geram dan mengarahkan wajah putihnya
tepat di samping Sultan. Jaraknya cukup dekat hingga Sultan bisa
merasakanhembusan nafas yang keluar dari lubang hidung Lisa.
Gak sedekat itu juga kalieee... sekarang giliran Sultan yang enggan
menghadap ke arah Lisa.
Mas Sultan... panggil Lisa dengan nada sedikit jengkel, Sultan
tersenyum puas. Keceriaan adiknya kembali, masa kecil yang begitu indah
seperti manjadi ikalan kaset yang meminta di putar lagi.
Walaupun di antara Sultan dan Lisa tak ada ikatan darah yang menjadikan
mereka saudara kandung, bagi Sultan semua sama saja. Bagi Sultan Narlisa
adalah sosok gadis yang sangat energik, menarik dan menghibur. Dan
Sultan sangat menyayanginya.
Lelaki itu melirik sedikit kearah Lisa. Lisa... teriakan Sultan lantang dan
dengan segera mobil yang mereka kendarai berhenti, suara rem terdengar
mendecit. Mobil segera Ia pinggirkan, khawatir bila ada polisi yang
melintas dan mendapati mobil Sultan terdampar di tengah jalan. Lisa kali ini
-
terlihat binggung, tak ada yang Ia lakukan kecuali mengernyitkan kening
dan menunggu penjelasan dari sang kakak.
Apakah bercandaan Lisa membuat Sultan marah? Atau mungkin....
Ada apa denganmu? Kamu sakit? Separah apa? Kenapa kamu tak cerita
padaku? Lisa jawab aku! pertanyaan Sultan memberondong seperti
petasan.
Bagaimana aku bisa menjawab mas, belum ngomong aja udah di
berondong dengan pertanyaan-pertanyanmu, beri aku waktu untuk
bernafas... Sultan tampak tak sabar dengan penjelasan yang akan Lisa
ucapkan.
Lagi-lagi Lisa hanya membenahi duduknya, dan kini kepalanya semakin
berkunang dan seakana ada cahaya biru yang dekat dengan lensa utama
mata.
dan kemudian semuanya gelap.
Lisa... lis buka matamu! Lisa... sama saja, panggilan Sultan tak dapat
menerobos alam bawah sadar Lisa yang semakin dalam, Sultan cemas.
Kenapa kedatangannya jusrtu membingkiskan petaka untuk adiknya.
Kenapa Ia harus mendapati Lisa lemah tak berdaya di hadapananya. Baju
putih Lisa kini ternoda, darah yang mengalir dari lubang hidunya tak juga
kunjung berhenti. Mata Lisa tetep tertutup rapat. Bibirnya semakin memucat
kini bukan rem yang Sultan tekan namun gas mabil yang menjadi sahabat
laju Sultan. Lelaki itu kebinggungan bukan main. Tak seperti biasanya Lisa
seperti ini. Setahu Sultan tidak ada penyakit sesepele apapun yang
menggrogoti tubuh Lisa.
Ia termasuk gadis yang kuat, tetapi lelaki itu tak tahu betapa berat Lisa
menyimpan semua penderitaan itu.
Laju mobil sultan berhenti tepat di depan rumah sakit ternama di kota
Ngawi. Dengan segera Sultan turun dari mobil dan berlari menuju bibir
rumah sakit lalu mencari dokter ataupun perawat yang dapat Ia tarik untuk
-
menolong adiknya.
kedua tangannya Ia angkat keatas, wajahnya mengisyaratkan penuh
kecemasan.
Suster adik saya... itu di mobil... iya adik saya. Ada darah... karena
saking bingungnya Sultan tak sadar dengan berita apa yang tengah Ia
sampaikan. Perawat itu hanya mengerutkan kening dan menggelengkan
kepala. Tanda ketidak fahaman akan ucapan lelaki yang berada di
hadapannya itu.
Maaf pak saya tidak faham dengan apa yang anda ucapan, bisakah
saudara memperjelas kembali!
Itu ada darah... di hidung... tanpa fikir panjang dan mambuang waktu
sia-sia Sultan segera menerik lengan kanan sang suster dan membawanya
menuju mobil.
Apa yang akan anda lakuakan? teriak perawat tak terima dengan
perlakuan Sultan.
perawat itu, seharusnya Ia segera berlari di saat pasien yang
membutuhkannya memanggil.
bukan berbalik bertanya dan membuang watu sia-sia. Siapa tahu yang
terbuang sia-sia bukan hanya waktu namun nyawa sang pasiaen.
Melihat Lisa yang terduduk tak sadarkan diri dan bajunya bersimbah
darah suster itu lantas melotot dan mengarahkan tangan kanannya ke mulut.
Suster ku mohon, apakah semua perewat indonesia seperti ini?
Memalukan. Adikku butuh perawatan intensif saat ini bukan ekspresi kasian
yang anda berikan.
Baik pak saya akan segera kembali. Perawat itu kembali masuk kedalam
ruangan. Dan kemudian menghilang di balik kerumpunan orang yang
memiliki fikiran kekhawatiran tentang keluarga mereka. Sama seperti Sultan
-
saat itu. Kebinggungannya mengalahkan segala rasa yang berkecamuk di
sanubari.
Tak berjarak waktu lama seorang dokter dan beberapa tim medis berlari
kearahnya, dengan tandu yang tersandar roda di bawahnya. Mereka segera
memindahkan Lisa di atas tandu dan mengangkutnya. Derapan kaki mereka
seirama dengan putaran roda yang menempel pada porosnya. Sultan juga tak
ingin kehilangan kesempatan untuk mendampingi Lisa.
Maaf pak anda bisa tunggu di luar. Seorang perawat menekan dada
sultan dan memintanya keluar dari pintu ruangan.
Tapi aku kakaknya, aku bukan orang lain. Pinta Sultan penuh emosi.
Kami tidak meregukan penjelasan anda, namun bila anda memaksa kami
tidak bisa melakuakan pekerjaan kami dengan maksimal. Jelas perawat.
Its ok. Aku akan tunggu di sini. Sembari ia angkat kedua tangannya
menandakan kesalahan akan perdebatan ini.
Sultan duduk di atas kursi tunggu yang besinya menempel di dinding
bawah dan melingkar. Beberapa orang berlalulalang di depannya. Tak ada
satupun di antara mereka yang memperhatikan Sultan. Beberapa orang yang
lewat tak juga meliriknya semua sibuk dengan tugas mereka masing-
masing. Sultan tak memperdulikan mereka yang berlalu dan kembali
menyangga kepala beratnya dengan telapak tangan yang hempa. Ia semakin
terbuai dalam kecemasan yang semakin dalam.
Bibir Lisa tak kunjung kembali pada warna semula, tetap biru memucat.
Tangannya tetap lemas dan tak ada tanda waktu untuk Lisa tersadar dari
tidur panjanganya. Semua berjalan begitu saja dan lelaki di luar sana juga
enggan untuk meninggalkan wanita yang tak berdaya di atas ranjangnya.
Hanya ada satu kalimat namun penuh makna yang tersembunyi. Ia sangat
menyayangi Lisa. Beberapa selang penyambung nyawa tertempel rapi di
badannya, ada yang di alirkan ke nadinya, ada juga cairan yang mengalir
-
masuk ke dalam hidung Lisa. Semua sangat rumit dan hanya dokter dan
perawat saja yang mengetahui kegunaannya.
Darah yang mengalir dari lubang hidung dan telinga lisa berhasil di
hentikan dan semua cairan itu mengembalikan zat pewarna pada tubuh Lisa.
Lisa membuka matanya perlahan, monitor di sampingnya menandakan
bahwa Lisa akan tersadar beberapa waktu yang akan datang. Lisa mulai
mengucap, namun kata-kata yang keluar dari mulutnya hampir tak
terdengar.
Dokter... pasien sudah siuman ucap suster.
Iya... aku akan mengabarkan tentang keadaan gadis ini. Jawab dokter
dan bergegas meninggalkan Lisa. Namun dengan sergap tangan Lisa
menarik pergelangan tangan dokter.
Ada apa Lisa...?
Jangan katakan pada kakak ku, aku tak ingin Ia tau. Suara Lisa hambir
tak terdengar, dokter harus menyandinagkan daun telinganya di samping
bisikan Lisa.
Tapi kenapa Lisa...? Lisa hanya menggelengankan kepalanya pelan.
Baiklah kalau itu maumu. Dokter kembali menegakkan tubuhnya.
Membenahi jas putihnya dan kemudian melangkah keluar, jalannya tegap
dan kembali menghilang di balik pintu yang mengganga.
Bagaimana keadaan adik saya dok...? belum sempat dokter memanggil,
sultan melemparkan pertanyaan kepadanya. Lisa tak apa-apa Ia hanya...
Dokter jimy belum menyelesaikan ucapannya, Jimy mencoba memutar
otaknya untuk mencari jawaban yang tepat untuk menjelaskan kedaan Lisa
di dalam sana.
Dok... kenapa? Semua baik-baik sajakan? tekan Sultan sang dokter
tersenyum tipis namun menyimpan rahasia penuh di kerutan keningnya.
-
Lisa tak papa... Ia hanya kecapekan. Jelas dokter.
Sungguh...? tanya Sultan ragu dan Jimy mengangguk tanda kepercayaan
Ia pada dirinya sendiri.
Benarkah... kalau begitu sukurlah. Sultan menghela nafas lega.
Aku sangat menyayangi adikku dok... aku tak ingin Ia terluka sedikitpun,
aku tak akan rela. Jimy menggangguk, Ia tepuk pundak pemuda di
hadapannya ini.
Berjanjilah untuk tetap untu menjaganya Ia membutuhkan kakak
sepertimu. Dan kini giliran Sultan yang mengangguk. Seandainya lelaki
ini tahu penyakit yang bersarang di tubuh adiknya, betapa Ia kecewa
padaku. Dan seandainya lelaki itu tahu bahwa aku adalah... Ucap Jimy
dalam hati.
itu semua amanah namun ini adalah tugas berat yang harus Ia emban,
penyakit yang di derita Lisa bukan hanya demam biasa atau mungkin pinsan
karena kecapekan seperti yang Jimy jabarkan. Semua butuh pemahaman
untuk mengetahuinya.
Lisa menyembunyikan semua ini hanya ingin melindungi keadaan agar
baik-baik saja. Ia tak ingin membuat keluarga khawatir apalagi menambah
beban ibunya. Ia tetap ingin menjadi wanita kuat sekokoh karang walau
badai permasalahan menerjang, keceriaan yang selalu Ia lahirkan tak akan
lekang.
Boleh aku menemui adikku sekarang...?
Lisa masih istirahat, berikan Ia waktu untuk bermimpi pagi ini.
Plis dok, l want meet my sister, l miss her. Jimy tersenyum dan
mengangguk perlahan.
Tapi berjanjilah untuk tidak mengganggunya. Jimy memperingatkan.
-
Terimakasih dok... Sultan berlari menuju ruang rawat nomor 105
sebelumnya Ia meloncat-loncat persis bocah cilik yang di beri hadiah
terindah dari orang tuanya. Sifat riang Sultan terhenti di saat memasuki
ruangan Lisa, langkahnya Ia perlambat Sultan tak ingin mengganggunya.
Lelaki itu duduk di samping Lisa menyangga kepalanya dengan punggung
kedua tangan yang di satukan. Ia amati wajah gadis di hadapannya.
Menikmati setiap cahaya yang terpancar dari kebaikan dan kecantikannya.
Tak ada satupun noda yang menempel di wajahnya. Lengkukan
hidungnya, bibirnya dan kelopak mata yang memabukkan pandangan
Sultan. Sultan sadar ia melakukan dosa besar kerena telah menikmati setiap
kerut wajah Lisa. Lisa bukan mukhrimnya.
Seandainya kamu bukan adikku. Lelaki itu tak meneruskan
perkataannya.
Kamu akan mencintaiku kan...? Lisa tersadar mulai tersenyum dan
membuka matanya.
Hei apa-apaan ini, kamu membohongiku Lisa.
Sekarang ketahuankan ternyata mas Sultan mencintaiku... sembari Lisa
berteriak dan menggoyangkan lengannya.
Idih pd.
Alaaah gak usah bohong, ciri-ciri orang munafik itu kalau bicara lain
sama hatinya lo mas... ucap Lisa menggoda.
Terserah Lis. Sultan memegang jemari adik angkatnya dan kemudian
meletakkan di pipi sebelah kanan Sultan.
Untung kamu siuman, aku khawatir dengan keadaanmu.
Iya beneran...? tanya Lisa menggoda,
Ah Lisa ini di ajak so sweet gak bisa. Sebel ah.
-
Sudah lah mas kamu sendiri yang selalu mengatakan its ok, dan sekarang
giliran aku yang mangatakan its very good. Sembari mengangkat kedua
jempolnya keatas.
Perbincangan mereka di amati Jimy dari balik kaca pintu, hatinya
bagaikan dedaunan yang meninggalkan rantingnya, bagai rerumputan
keringa yang rapuh meninggalkan tanah basah yang telah membesarkannya.
Ia pegang papan nama yang tergantung di kantongnya. Ia amati lagi
selembar foto ronsen penyakit yang ada pada tubuh gadis itu.
Lisa mengapa kau melarangku untuk mengabarkan semua ini pada
mereka, seandainya kamu tahu semua ini akan semakin membahayakanmu,
apalagi bila mereka tak menjaga apa yang menjadi pantanganmu. Keluh
Jimy dalam hati. Lisannya terasa kelu untuk menucap. Apalagi mengetahui
gadis yang tengah berbaring di ruangan itu adalah calon istrinya, Ia semakin
tak karuan bingungnya.
Jimy berjalan menuju ruang peribadinya, Ia tak tahu perasaan apa ini,
setelah melihat Lisa dan merawatnya Jimy selalu ingin berada di
sampingnya. Sang dokter tak ingin terjadi hal buruk pada gadis malang itu.
Dia tahu pertunangan telah di lakukan beberapa belas tahun yang lalu di saat
Lisa belum mengenal dunia pendidikan dan Jimy belum mengenat dunia
kenakalan.
Lisa... nama itu memang tak asing lagi untuknya. Dalam ikatan cincinlah
mereka bersatu, dalam pangkuan cintalah Jimy berharap bertemu dengannya
kembali, semua ini memang sangat sulit, Ia harus tetap sembunyi dalam
lorong kegelapan yang terkadang membuatnya ragu untuk bertahan.
Seandainya Jimy ingin berlari, kemana lagi Ia akan pergi? Sesungguhnya
Allah maha tahu jalan hidup para hambanya.
-
Pemilik jalan neraka
Embun pagi terasa enggan meninggalkan kesejukannya, namun mentari
telah beralih dan menggeseper keberadaannya.
Pagi itu musim dingin di kota Bandung. Dingin rasanya hampir-hampir
tak ada satupun orang yang berniat untuk bangun dan menantang maut di
luar sana, namun berbeda dengan wanita itu. Dengan beban di perutnya dan
di tambah barang bawaannya Ia tetap melangkah. Dingin adalah sahabatnya
dan embun adalah teman bermainnya. Wanita itu cukup kuat menahan
dingin yang menggigit, tapi bagaiman dengan bayi yang berada di
kandungannya. Apakah Ia kuat, sekuat ibunya?
apa Ia bisa memahami keadaan sulit yang harus di lewati suatu saat nanti?
Apakah Ia terima dengan takdir Tuhan yang menjadikan Ia putri dari sie
miskin? Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi suatu saat nanti. Hanya
Tuhan yang memiliki catatan skenario kehidupan.
Hanya Dia...
Wanita itu masih tetap berjalan dan sesekali membelai perutnya
mengisyaratkan untuk sabar pada sang anak. Dingin tak kunjung pergi,
lehernya Ia ikat dengan kain sarung tipis, berharap bisa mengusir dingin
yang membekukan.
Dengan menggunakan baju daster dan bakul di punggungnya wanita itu
tak juga mengakhiri langkahnya. Wajahnya cantik, namun tertutup dengan
kotoran tebal yang menutupi kecantikannya, Bella tampak tua sebelum
waktunya. Rambutnya yang panjang seakan tak pernah tersentuh oleh
tangan. Sangat kusut. Keadaanlah yang mengharuskan wanita itu tetap
bertahan dengan keadaan seperti ini.
-
Sembari melangkah Ia mulai mengingat masa lalunya yang indah, penuh
warna dan kebahagian yang beraneka ragam, siapa yang tahu semua akan
berakhir seperti ini.
Perkenalannya dengan seorang lelaki yang sempat mengepakkan sayap-
sayap cinta di hatinya yang memiliki tahta utama di kulil cinta.
Anwar... semua orang seakan mengharapkan keberuntungan dengan cara
bersanding dengannya, tahta yang pasti, ke tampanan dan nama yang
menjadi besik utama pada dirinya. Lelaki itu terkenal dengan kewibawaan
dan kedewasaan pangkat dan derajat tak pernah menghilang dari jati dirinya.
Saat itulah awal perkenalan Bella dengan Anwar, tak perlu Bella fikir
panjang untuk menerima cinta Anwar, begitu pula dengan Anwar Ia merasa
sangat beruntung mendapatkan cinta tulus dari Bella.
Semua berjalan mulus seperti yang di harapkan, kisah cinta mereka seolah
abadi seperti yang di kisahkan laila dan majnun, seperti kisah legendaris
Romeo dan Juliet tak lupa dengan Jasmin dan Aladin. Semua sangat mudah
dan berjalan dengan skenario yang sempurna.
Mereka bagaikan dua marpati yang tak dapat di pisahkan, langkah mereka
selalu beriringan, tak pernah putus kontek dan bertengkar. Saling
memahami dan mengerti satu sama lain.
Namun entah apa yang tengah terjadi. Sebuah masalah besar manghadang
hubuangan mereka, siapa yang tahu setan yang menjadi sahabat mereka
malam itu.
Kamu ingin mengajakku keman Anwar. tanya Bella bingung.
Ke suatu tempat yang pasti kau suka. Mobil tetap di lajukan Bella tak
ragu dengan keputusan yang Anwar ambil, semua selalu tepat, tapi kali ini...
Anwar ini vila...?
-
Kenapa kamu bertanya, kita sudah pasti menikah kan? Kita akan
bersenang-senang malam ini bersamaku. Bella tersenyum ragu...
Mentari menyingsing ke atas, kejadiaan tadi malam tak akan pernah Bella
lupakan. Di saat gadis lugu melepaskan keprawananya pada lelaki yang di
cintai. Anwar tak juga bangun dari tidurnya dan Bella meratapi kejadian
semalam.
Bella kamu kenapa? tanya Anwar seolah bisa mengembalikan
kesuciannya.
Apa yang kamu lakukan tadi malam? Apa kamu kira mudah menerima
kenyataan kalau aku tak...?
Hei kenapa kamu ini...? tanyan Anwar merengkuh pundak Bella dan
kemudian dan meletakkan kepala Bella di atas dada lapangnya. Tat ada
satupun wanita yang rela kesuciannya di ambil tanpa ikatan walaupun lelaki
yang merenggutnya adalah sang kekasih sendiri, siapa yang tahu takdir
masa depan. Yang Bella takuti tidak lain adalah penghianatan. Seperti yang
sering ia dengan di kalangan pasangan-pasangan di luar sana. Bella
mencoba menepis pikiran negatifnya, wanita itu tak ingin larut dalam
kecemasan yang kelu. Bagaimanapun juga lelaki yang bersamanya itu
adalah Anwar lelaki yang di cintainya.
Aku takut kau meninggalkanku setelah menikmati diriku dan mengambil
semuanya, kamu pergi dan berpaling pada wanita lain. Jelas Bella
menyusuri jalan fikir ini.
Lelaki macam apa itu? Aku bukan seorang bajingan Bella aku tulus
mencintaimu dan aku akan segera melamarmu. Tak perlu tunggu waktu
lama dan kita bisa bersenang-senang. Bella hanya tersenyum heran tak
seperti yang Ia fikirkan, Anwar memiliki nafsu setan seperti ini.
Tangan Anwar masih menjamah rambut panjangnya menyusuri setiap helai
yang melahirkan kenikmatan di setiap sentuhan. Waktu yang terbuang sia-
sia tak ada pahala justru merajut dosa. Siapa yang mendorongnya
-
melakukan perbuatan sebejat ini, ternyata bentengan iman yang di ajarkan
orang tuanya dan ilmu agama yang di imbuhi di madrasah dulu tak bisa
menyadarkan Bella di saat nafsunya tersiram dengan bejana dosa.
Kau tak akan meninggalkanku kan...? Ia ulangi pertanyaan untuk yang
kesekian kalinya.
Anwar tersenyum dan melakukan pelampiasan nafsunya untuk yang
kesekian kalinya, Bella tak kuasa menolak, hatinya terlalu lunak dan terikat
oleh kasih sayang pada lelakinya. Dua hal yang Bella takuti saat ini menolak
perlakuan Anwar padanya dan mendapatkan keraguan akan cinta. Atau
melakukannya dan mendapatkan beban penambahan dosa. Dan rangakaian
dosa yang siap tertuliskan di catatan para malaikat tentang dirinya.
Bagaimana denagan keluarganya di desa sana? Bagaimana dengan
impiannya yang ingin menjadi perawat di rumah sakit ternama. Dengan
bayi yang akan tumbuh di kandungannya? Satu hal lagi yang semakin berat
Ia fikirkan. Apakah Allah masih akan mengakuinya sebagai hambanya.
Wanita itu merasa lemah untuk melawan, pikirannya di bodohkan oleh
nafsu, di lumpuhkan oleh dosa yang telah tertulis di ayat-ayat kitabnya. Ia
tak perduli yang Ia takuti bukan Tuhan Allah melainkan amarah yang akan
terbentuk di saat Bella menolak melayaninya.
Bella perlahan membuka mata, adzan dhuhur berkumandang dan
menyadarkan Bella akan perbuatan bejat karena rayuan setan. Saat itu juga
Bella sadar betapa derajatnya sama dengan wanita-wanita yang hidup di
perempatan dan menggoda pemuda yang lewat. Derajatnya sama dengan
hewan-hewan tak berakal yang tak memakai baju dan memamerkan
pasangan mereka dengan berbuat mesum di manapun mereka mau.
Ya Allah... apa yangku lakukan?
Segera Ia kenakan baju yang tergeletak di sampingnya, air mata masih
tetap mengalir memberikan arti penyesalan yang terdalam, namun apa yang
-
bisa di lakukan? Nasi sudah menjadi bubur, anak panah sudah di luncurkan.
Bukankah semua itu tak akan bisa kembali?
Bella mengamati sekelilingnya tak ada Anwar dan waktu semakin siang.
Entah berapa puluh jam mereka mencetak dosa di tempat ini. Hanya Tuhan
dan malaikat saja yang mengitungnya, yang tahu seberapa besar dosa yang
berhasil mereka kumpulkan
Kak Anwar... kak... panggil Bella sembari menyusuri lorong-lorong
vila. Anak tanggapun Ia lalui, Bella turun dan menuju lantai bawah. Vila itu
cukup besar dan hanya ada Bella dan Anwar yang menjadi penghuni di
dalamnya. Waktu menunjukan jam satu siang, tepat di saat Bella
menginjakan kaki di halaman taman. Suasana begitu asri hampir Ia lupa
tujuan utamanya untuk turun kelantai bawah dan mencari Anwar.
Tak ada sahutan dari lelaki itu semua keadaan hening. Sedari tadi Ia
melangkah namun tak juga mengakhiri pencariannya. Begitu pula dengan
Anwar tak kunjung keluar dari lubang persembunyiannya.
Kini langkahnya berhenti bukan di bibir taman namun menjelajah di
dalamnya. Sebuah kolam renang yang berada di ujung taman,di samping
kanannya ada semacam kursi panjang untuk berjemur.Bela duduk di sana
menikmati hangatnya mentari yang menjamah ubun-ubunnya. Ia rabahkan
tubunya merasakan belaian cahaya yang memberikan penerangan di
sanubarinya. Matanya ia tutup rapat. Bayangan akan kebahagiaan mulai
berputar di atas dunia sadarnya.hati dan otaknya bersatu dan mencari
penyelesaian masalah yang merumitkan namun belum seberapa di saat
kabar ketidak prawanannya terdengar di telinga keluarga besar. Di sini
kamu ternyata.suara itu kamu menyadarkan Bela dari lamunan panjangnya.
Seolah lelaki itu tak tahu apa yang telah ia rasakan.Apa memang tak tahu?
Seorang lelaki dan perempuan itu berbeda,dari cara dan semua
kepribadiannya.ia kira air mata ini sangatlah murah, tak ada kesan
bermasalah atau meminta maaf atas kejadian semalam. ia kira bela
menikmati semuanya.
-
Darimana kamu kak...? tanya Bella menyelidiki.
Aku...sembari duduk disampingnya.
Ia kakak siapa lagi.Bela semakin emosi kenapa lelaki itu meninggalkan
Bella di saat ia tak sadar dan terbuai dalam permasalahan?
Meninggalkannya.
Aku fikir kamu lapar, karena itu aku cariakn kamu makanan di luar, apa
itu salah?
Sembari mengeluarkan bungkusan dari balik punggung bidanganya.
Makanlah...! Bella menepis bungkusan itu mengisyaratan penolakan
untuk memakannya.
Yang ku butuhkan adalah pulang kerumah, hanya itu. Mata Bella
berkaca seakan akan terjadi hujan badai di wajahnya. Anwar mengernyitkan
keningnya, berwajah bingung dengan permintaan Bella yang mengharuskan
pulang saat itu juga.
Kenapa pulang?
Kalau kak Anwar tak ingin mengantarkanku aku bisa pulang sendiri.
Yang ku butuhkan saat ini adalah bertemu dengan orang tuaku, aku hanya
ingin mereka.
Jangan bilang kamu akan menceritakan semuanya? tannya Anwar
cemas.
Ia pandang wajah Anwar kecut dan kecurigaan mulai menyergap, kenapa
Anwar harus takut, toh suatu saat nanti mereka akan menikah. Cepat atau
lambat mereka akan di satukan di perlaminan. Kenapa Anwar harus cemas?
Toh semuanya akan terbongkar. Tatapan Bella tak juga beralih. Mungkin
Anwar tak kuasa menahan, segera Ia tepis dengan menggoyangkan kedua
pipi Bella.
-
Aku hanya tak ingin kebahagian kita terusik, jelas Anwar tak masuk
akal.
Apa maksudmu terusik...? siapa yang akan mengusik, kamu yang berjanji
akan menikahikukan? Aku masih ingat betul dengan janji yang kau
ucapakan, jangan kakak kira aku lupa! Aku masih ingat... Bella terus
mengulangi kalimat terakhirnya, seperti tak kuasa memendam ketakutan itu.
Kenapa kamu sangat meragukan rasa cintaku, tanggung jawabku dan
semua janji yang ku ucap, kamu kenal betul siapa aku, kamu tahu
bagaimana kepribadianku, apakah itu semua masih kurang untuk
meyakinkanmu? Bella menunduk dalam, kata-kata Anwar membuatnya
terdiam tanpa arti. Bella tak tahu apa yang di katakannya tadi.
Kekasih macam apa Bella ini, tak memberikan pengertian justru
memojokkan.
Maafkan aku kan, aku terlalu terbawa emosi. Tangannya mengikat di
cicin perut Anwar mencoba melelehkan kegeraman Anwar atas pernyatan
Bella tentangnya. Sebenarnya bukan salah Bella bila mencemaskan kedaan
yang mungkin bisa memburuk suatu saat nanti. Mereka hanya bisa berharap
dan menetes semuanya namun jalan Ilahi yang tak dapat di curi dari langit.
Sekarang setan tak sehebat dulu, mereka bilang setan bisa mencuri semua
berita yang di bahas di langit sana. Siapa bilang...? hanya orang-orang
bodoh yang mengetahuinya. Hanya mereka yang memiliki pikiran pendek
yang memahaminya. Setan jaman sekarang tak sehebat jaman dulu.
Begitu pula dengan waktu ini, hanya Tuhan dan para malaikat yang tahu
kejadian yang akan terkuak suatu saat nanti.
********
Wanita itu menghentikan langkahnya, pasar pembelanjaan Bandung sudah
ada di depan mata.Bella menghela nafas lepas, tak Ia rasa mentari meninggi
dan membangunkan lamunannya. Semua masa lalu itu memang tak akan
-
sirna dari fikirannya, tak akan lekang dengan waktu walaupun keadaan.
Bella tetaplah Bella, wanita tegar yang memiliki pedoman hidupnya sendiri
walau keyakinannya tentang surga yang hampir saja hilang. Hanya siksaan
neraka yang menghantuinya, hanya itu...
Sekaran Ia mulai hidup dengan kemaunnya sendiri tak memikirkan masa
lalunya yang cukup kelam, semua akan menambah penderitaan dan siksaan
dalam batinnya. Setidaknya melupakan masa lalu lebih cepat dari pada
melupakan lelaki itu.
Ia lepaskan kerenjang yang terikat di punggungnya, cukup berat namun
tak menjadi beban yang lebih selain menyimpan dosa yang berat di
hidupnya. Siapa lagi yang akan mendengar ceritanya di saat Bella
membutuhkan? Teman-temannya pergi jauh entah keman, Anwar tak
tanggung jawab dan melupakan janjinya, apalagi keluarga dekat seolah
menghapus nama Bella dari data keluarga di rumahnya.
Anwar tak mencintaiku, ayah dan ibu tak memperdulikanku, bagaimana
dengan bayi ini nantinya? Apa Ia akan terima terlahir dari ratu dosa
sepertiku? Bukan dia yang haram namun akulah pelakulah pelaku
keharaman itu. Tuhan tak perlu ku pinta pastinya Dzat Mu maha tahu apa
yangku harapkan.
Lamunannya tak kunjung usai entah permasalahan manalagi yang tengah
memenuhi otaknya, matanya tak juga berkedip. Hallo mbak... halo aku
mau beli.
Telapak tangan menyebrangi lamunan tak jauh menari dari kedua
matanya, mencoba membangunkan Bella dari tidur nyatanya. Lagi-lagi Ia
tak menghiraukan bagaimana perasaan Bella.
-
Lubang itu terbuka kembali
Kenangan masa lalu tak seharusnya di kubur begitu saja dan tak
seharunya juga di lupakan begitu saja.
masih banya cara untuk membingkisnya hingga menjadi
untaian yang lebih indah...
karena, semua akan indah pada waktunya.
Jimy masih menunduk, angin dingin pagi itu tak kunjung lekang dan
meninggalakn keadaan, Jimy tahu betul penyakit yang tengah di derita Lisa,
Ia sadar betul waktu yang tersisa tak kan sudi menunggu pengembaraan
cintanya. Wanita yang dulu di cintanya adalah Ia yang tengah berbaring di
ruang itu, wanita yang berhasil memahat hatinya dengan ukuran kesetiaan,
Lisa lah orang yang berjasa memberikan penerangan di saat kegelapan
datang menghadang.
Ia lah wanita yang pernah memupuk kepemangatan pada dirinya. Itulah
dia Narlisa...
Alah kamu ini termasuk orang-orang munafik, kenapa kamu mencintai
namun tak berani mengakui? Apa itu susah...? tanya dokter Johan tak
memikirkan perasaan Jimy. Mereka berteman cukup lama, Johan lah teman
yang selalu mendengarkan cerita dan keluh kesah Jimy. Siapa lagi yang
akan setia mendengangarkan dan mau menjaga semua rahasia itu.
Enak kamu kalo bicara, perasaan ku siapa yang mau tahu? Aku
mencintainya lebih dariku mencintai diriku sendiri, kamu tahu itu? Jimy
berjalan menuju jendela ruangan menembus keadaan luar dan sinar yang
menerawang ke ruangannya.
Aku faham sobat, aku faham... tapi kalau terus-terusan diam seperti ini
saja dan tak ada usaha bagaimana cinta bisa kau dapatkan? Lisa itu
tergolong wanita tanpa pawang, ganas seperti ular namun lembut bak
merpati, seperti orang dulu bilang jinak-jinak merpati.
-
Siapa tahu akulah pawang yang bisa menaklukannya... Johan beranjak
dari sofa coklat yang bertempat di tengah ruangan berjalan mendekati Jimy
dam membuyarkan khayalannya.
Amieeen... teriakan Johan di telinga sebelah kanan Jimy, mereka larut
dalam tawa lepas.
Siapa yang sadar Jimy dan Lisa sudah di jodohkan, siapa yang tahu
mereka akan di sandingkan suatu saat nanti bahkan yang menyadarinya
hanya Jimy dan keluarganya saja. Bella pun berpesan untuk tidak
membocorkan perjodohan ini terlebih dahulu.
Bella ingin putrinya tumbuh menjadi Lisa yang di harapkan dapat di
banggakan dan mampu merubah pandangan untuk para warga atas
kelahirannya di dunia ini dengan gelar yang Ia sandang _ anak haram.
Semua akan baik dan justru semakin membaik. Yakin Jimy dalam
hatinya.
Kamu pasti bisa sobat... Johan mencengkram pundak Jimy dan
memberikan tambahan energi positif untuk menempuh citanya.
Mendapatkan cinta dari Lisa.
Aku ingin Ia mencintaiku kerena benar-benar cinta dan bukan karena
keterpaksaan yang akan membebaninya, Ia masih sekolah aku tahu itu
karena itulah aku bertahan dengan keadaan seperti saat ini, seandainya aku
boleh memilih antara berkata sekarang dan nanti, pastinya aku akan memilih
sekarang juga karena jelas aku menyukainya. Tapi aku tak ingin menjadi
lelaki yang egois di saat aku puas dan bersyukur dengan keadaan.
Bagaimana dengan perasaannya? Bagaimana dengan masa depannya nanti?
Aku tak ingin menjadi parasit di hidupnya.
Iya iya... Johan berjalan menjauh dan kali ini duduk di kursi keagungan
Jimy.
-
Yang terpenting saat ini kamu jangan pernah lupa dengan tugasmu, kamu
sudah di sumpah untuk menjadi pelantara kuasa Tuhan. Kamu seorang
dokter Jimy dan kamu seorang yang berpendidikan jangan biarkan kamu di
bodohi oleh cinta, justru kamu harus lebih pintar mengajari cinta tentang
mengasihi. Tak jarang kan cinta terkadang membuat orang gila dan
kemudian lupa segalanya, aku tak ingin hal itu terjadi padamu teman.
Jimy menyunggingkan senyumannya dan mengangkat jempol tangan
kanannya.
Lisa yang tengah terbaring tak berdaya sedikitpun tak menunjukkan
kelesuannya, Ia tetap bergerak kesana dan kemari tangannya tak pernah
berhenti untuk mengusik ketenangan Sultan. Itulah yang Sultan harapkan
sedari tadi, bukan diam dan keadaan yang dingin membuat suasana semakin
mencekam.
Mereka bukan teman lama yang baru berjumpa, mereka sepasang kakak
adik yang tak bisa di pisahkan dulunya.
Lisa... kapan kamu diam? Kata dokter kamu harus banyak istirahat!
Kamu tak mau mimisan lagikan? sembari menarik kerah baju yang di
kuasai oleh Lisa.
Kenapa aku harus istirahat? Aku rindu kakakku apa itu salah?
Tapi bukan begini kamu menunjukan kerinduanmu, enak di kamu susah
di aku dong.
Itukan urusanmu mas siapa suruh pulang?
Dasar... sultan menggerakakan semua jari tangannya untuk membuat
Lisa menggidik geli dan menghentiakan permainan tarik menarik yang
membuat leher Sultan pegal.
Mas Sultan...
-
Lisa mengerang kesakitan, kedua tangannya memegangkan tengkorak
kepalanya, darah kembali keluar melewati lubang hidungnya, suasana
kembali menegang. Sultan kembali bingung tak karuan Ia seakan payah
dalam memberikan penjagaan pada adiknya.Mas Sultan... panggilan Lisa
meminta bantuan. Kepalanya terasa sakit dari sebelumnya,darah yang
mengalir dari lubang hidungnya cukup menyulitkan nya bernafas.
ok...stay here...Sultan berlari mencari bantuan di luar sana,menyusuri
lorong-lorong rumah sakit guna menemukan Jimy sang dokter.
Suster where is Dr. Jimy room. Tanyanya masih gugup.
Ada yang bisa saya bantu...?
Aku butuh dokter Jimy sekarang bukan anda. Sultan berteraik
kecemasan mengacaukan suasana. Sultan semakin tak dapat mengatur
intonasi bicaranya, emosi keras membuat orang yang mendengarkan berfikir
bahwa Ia tengah marah.
Baiklah ikut dengan saya! ajak perawat masih sabar dan
menyunggingkan senyum tipis di bibirnya, suster itu mengajaknya turun
kelantai dasar mendekati ruang resepsionis dan memencet beberapa nomor
di atas papan telefone untuk di sambungkan ke ruangan Jimy...
Suster... bentak Sultan. Kerutan di keningnya semakin jelas
menandakan kebingungan dan kekhawatiran yang luar biasa dan menunggu.
Itulah hal yang tak pernah Ia suka.
Maaf dokter Jimy bila mengganggu di sini ada seorang lelaki yang
memaksa bertemu dengan anda.
katakan padanya aku masih ada urusan.
Sudah dok tapi...
-
Ia arahkan lirikan panas itu hingga mengenai perasaan Sultan.
Aku ingin bicara... segera Ia sahut telefone yang berada di tangan suster
itu.
Hallo dokter Jimy saya mohon anda menjadi dokter yang profesional.
Anda telah menaruhkan nyawa seseorang saat ini. Apakah kebahagian anda
lebih penting dari pada seikat nyawa?
Suara itu tak asing lagi di telinga Jimy, lelaki yang bisa berubah menjadi
pesaing di medan peperangan untuk merebutkan cinta Lisa.
Ada apa dengan Lisa...?
Kau tahu adikku jadi anda harus segera menolongnya! jawab Sultan
sinis.
Telefon seketika terputus. Lelaki itu berlari dan mengambil jas putihnya
dan membenahi penampilan yang sempat di kacaukan oleh polah Johan.
Semoga berhasil sobat... teriak Johan memberikan semangat.
Semua akan memperumit keadaan apalagi di saat seseorang tahu tentang
perjodohan Lisa dan Jimy, begitu pula dengan Sultan yang tak dapat Ia
pungkiri lagi rasa cinta itu perlahan bersemi di dirinya menjadikan hatinya
selalu tenang bila di sanding dengan Lisa. Alasan utama Sultan kembali
ketanah jawa ini adalah mengajaknya kuliah di London bersama Sultan
kakaknya.
Sultan tahu bagaimana perekonomian Bella, Ia faham betul untuk
menyekolahkan Lisa sampai lulus SMA saja Lisa harus mencari beasiswa
sendiri. Hasil yang Bella peroleh hanya cukup untuk menyambung hidup
dan bukan untuk keperluan lainnya.
Bagaimana keadaannya? tanya Jimy gugup. Keringat mengalir dari
selah pori-porinya. Lelaki gagah itu mengusap penuh di dahinya.
-
Ayo... Sultan berlari mendahului dokter Jimy. Pintu terbuka, Lisa
tergeletak tak berdaya. Darah segar masih tetap mengalir.
Apa yang kalian lakuakan sebelumnya? sembari memeriksa denyut nadi
Lisa.
Bercanda... jawab Sultan tanpa beban.
Apa bercanda...? Jimy menghentiakan kelihaian tangannya dan
kemudian melemparkan kemarahannya pada lelaki yang berada di
depannya.
Sultan, maaf bila aku lancang, penyakit yang di derita Lisa bukan
penyakit yang sembarangan.
Maksud anda apa...? tanyanya bingung, bukankah Ia sendiri yang
mengatakan penyakit yang di derita Lisa hanya karena kecapekan biasa dan
sekarang pernyataan itu berbeda lagi, Sultan menggelengkan kepala
bingung. Kerutan di keningnya semakin menambah kepanikan di harinya.
Mas Sultan... panggil Lisa pelan dan hampir suaranya tak dapat
terdengar lagi. Lidahnya kelu dan tenggorokannya tercekat. Hatinya sedikit
kesal kenapa orang yang di sebut Lisa tak lain hanya Jimy seorang, selalu
Jimy dan bukan orang yang lain. Kenapa orang yang pertama di sebut Lisa
di hari-harinya selalu Sultan kenapa Lisa tak pernah menganggap Jimy ada
di sampingnya?
Suatu saat nanti orang yang akan selalu kamu sebut adalah aku Lisa...
gumam Jimy penuh harapan di hatinya. Jimy tersadar dari lamunannya yang
berjalan beberapa waktu yang lalu.
Jimy berjalan meninggalkan lapangan hatinyapun terus berdialok dengan
penghuni relung jiwa yang hampa, tak ada senyuman yang terukur di
wajahnya. Hanya ada senyum kecut penuh kebohongan yang Jimy suguhkan
untuk memanggil Sultan yang tengah berdiri di sampingnya.
-
Sultan... Lisa memanggilmu. Dengan sergap Sultan membungkukkan
badannya, mencoba menyaring perkataan lemah yang tengah Lisa ucapkan.
Ada apa Lisa...?
Aku ingin bertemu ayah... Sultan terdiam dan berfikir sejenak, tak
segera Ia jawab ataupun memberikan kabar terhadap kedua orang tuanya.
Episod kehidupan Sultan kali ini harus berfikir semakin metang sebelum
bertindak. Apa yang akan terjadi bila Anwar berada di sini? Sultan kenal
betul siapa ayah Lisa. Lelaki tak bertanggung jawab dan hanya memiliki
keegoan yang sukar di kalahkan.
Anwar... kembali Sultan bertanya pada hatinya.
siapa lagi kalau bukan Anwar sang ayah yang sedang Lisa harapkan
kehadirannya, bagaimana bisa Lisa mencari lelaki bejat itu? Lelaki yang
selalu melimpahkan semua permasalahan pada gadis tak berdosa ini.
Matanya menerawang jauh ke sana, memikirkan apa jadinya nanti jika
Anwar datang dan memperkeruh suasana. Permasalahan baru akan
berlangsung.
Lisa terlalu lugu untuk mengetahui keadaan, yang Lisa faham ayahnya
termasuk orang bertanggung jawab dan sangat menyayanginya, ingin
melindunginya dan memberikan jaminan hidup bahagia suatu saat nanti.
Dan yang akan terjadi adalah...
Kamu ingin bertemu dengan ayahmu... tanya Sultan mengulang
keraguan yang ingin Ia dengar. Lisa mengangguk kepala pelan, seolah tak
ada sedikitpun tenaga mengucap.
Tak ada yang Sultan lakukan kecuali menunduk dan terus berfikir. Matanya
menghadap ke bawah namun fikirannya melayang entah kemana.
Ia kembali memutar memory kehidupan yang begitu sukar Ia lupakan,
sama seperti kenangan pahit yang rumit dan membelit kehidupan Bella saat
itu. Antara Sultan dan keluarga besarnya tak ada yang mengenal Bella
ataupun ada hubungan darah di antara mereka.
-
Saat itu Sultan belum bisa mengingat dengan betul keadaan yang terjadi.
Lelaki itu masih berusia 8 tahun, dan cukup manja, Sultan menjadi anak
pertama dan yang terakhir. Ibunya tak dapat lagi memiliki momongan di
sebabkan rahimnya harus di angkat karena penyakit kista yang
menggrogotinya. Tak jelas apa penyebabnya. Lagi-lagi Sultan belum bisa
memahami semuanya.
Pagi itu Sultan dan ayahnya Ilham harus pergi kerumah sakit untuk
menebus obat yang biasa istrinya konsumsi. Laju mabil sangat cepat karena
jalanan pagi itu masih cukup legang. Belum banyak orang yang keluar
untuk beraktifitas yang tampak hanya kabut putih yang mengepul dan
berhembus kesana kemari.
Ayah masih ngantuk. Keluh Sultan.
Sabar ya nak ibumu lagi sakit, kita harus menebus obat untuknya.
Sebenarnya ibu sakit apa sih yah... kok karena penyakit ibu aku tak bisa
punya adik? Trus sama siapa aku main nanti...? tak Ilham sadar bocah
seusia Sultan bisa merasakan kegundahan dalam hatinya. Membutuhkan
kekuatan penuh untuk istrinya hamil kembali, selain perutnya akan di
besarkan dengan sang jabang bayi, sang istri harus mengandung penyakit
yang semakin hari semakin menggerogoti kekuatannya. Dan yang akan
terjadi adalah kematiaan.
Ilham hanya tersenyum melirik ke arah Sultan yang duduk di sampingnya
dan manikmati suasana pagi.
Karaena waktu terus berjalan Ilham semakin mempercepat laju mobilnya,
kabut putih masih membubung di angasa, sesekali Ia arahkan pandangannya
ke arah Sultan yang menghadap ke luar jendela.
Ayah berhenti... teriak Sultan membuat Ilham segera menginjak rem
dengan segera.
Ada apa nak... suara Ilham membijaki.
-
Lihat itu ayah, kasian. Sembari Sultan arahkan telunjuk tangannya ke
luar kaca.
Tampak seorang wanita cukup muda merungkuk dan memegangi
perutnya, Ilham mengamati semakin teliti ternyata wanita itu tengah hamil.
Bella terus memegangi perutnya seakan ingin teriak namun tetap tak
mampu. Walaupun Bella berteriak siapa yang akan mendengarnya. Pagi itu
masih dingin dan menusuk tulang yang tersusun rapi di tubuhnya.
Nak wanita itu sedang hamil...
Hamil ayah? Ayah kasian... ayah ayo antarkan Ia pulang...! pinta Sultan
memaksa.
Ayo ayah... desak Sultan sekali lagi.
Iya sayang sabar...! Ilham mengarahkan mobilnya mendekati Bella.
Mobil berhenti, Bella masih duduk lemas di pinggir jalan. Kedatangan
Ilham tak Bella sadari, setelah Ilham berdiri dan perlahan mengangkat tubuh
Bella, Ia tak sadarkan diri.
Pagi itu di hari yang sama namun dalam keadaan yang berbeda. Tampak
Bella mulai membuka matanya perlahan, ruangan terasa sangat asing
untuknya. Ini bukan rumahnya ataupun pasar Bandung. Tak selang beberapa
lama Bella mulai sadar kejadian yang baru saja terjadi segera Ia amati
perutnya...
Tidak... kemana anakku... apa yang terjadi? Siapa yang mengambilnya?
Tidak... teriakan Bella persis wanita yang terkena depresi.
Rasa nyeri di perutnya belum juga sembuh namun Bella tak
memperdulikannya, rasa sakit itu seakan tak ada apa-apanya dengan rasa
sakit yang berkarang di hatinya. Mendapati anaknya hilang dan jauh dari
dirinya. Hatinya semaikin tak karuan dan tanpa arah.
Seorang dokter dan para perawat datang untuk menenangkannya.
-
Ibu Bella anda harus tenang, bayi ibu tidak apa-apa ia sedang berada di
ruanag ingkubator. Jelas dokter.
Bohong... pasti anakku meninggal dunia, Iya kan...? katakan sejujurnya
dokter jangan bohongi aku. Desak Bella, sang dokter menggelengkan
kepalanya sambil tersenyum.
Aku tak berbohong ibu, anak ibu selamat dan sekarang sedang
mendapatkan penanganan intensif di sana jangan khawatir suami anda yang
tadi mengantarkan anda kemari. Jelas Dokter meyakinkan.
Bella mengernyitkan dahinya, kata-katanya kini semakin tenang.
Suami dok... suami siapa...? tanya Bella bingung, tak mungkin Anwar
yang mengantarkannya, walaupun Ia yang menemukan Bella di pinggir
jalan yang akan di lakukannya hanya akan mencelakai Bella saja.
Maaf dok suami saya sudah meninggal... jelasnya berbohong.
Lantas lelaki itu siapa, Ia bersama seorang anak kecil yang saya kira
putra pertama anda?
Tidak dok... ini anak pertama saya. Ucap Bella sambil memikirkan
lelaki datang di kehidupannya.
Terus kemana Ia sekarang dok...?
Ia berpamitan untuk pulang sebentar...
Dokter... boleh aku bertemu dengan anakku...? pinta Bella memohon.
Dengan senang hati ibu Bella. Bellapun tak tahu dari mana Ia
mengetahui namanya, namun pertanyaan itu Ia nomor duakan. Yang
memenuhi fikiranya kali ini hanya pertanyaan siapa lelaki itu dan
bagaimana keadaan anaknya.
Dokter itu mendorong kursi roda, Bella tidak terlalu kuat untuk berjalan
sendiri. Jaitan di perutnya masih basah dan di sarankan untuk tetap berada di
-
atas kursi roda. Di tengah perjalanan mereka, dokter terus menceritakan
kejadian hingga akhirnya Ia berada di tempat ini.
Ya... siapapun lelaki itu pasti Ia memiliki hati bak malaikat bu... apalagi
melihat kecemasannya yang sangat mendalam saat mengantarkan ibu tadi.
Lelaki itu terlihat sangat cemas dan tergesa-gesa. Bapak itu sendiri lho yang
menggendong ibu hingga ke ruang ICU.
Benarkah dok... terus kapan saya bisa bertemu dengannya? tanya Bella
sopan.
Saya kurang tahu masalah itu, yang jelas Ia akan kembali, karena tadi
sebelum Ia pergi lelaki itu berpesan untuk menjaga ibu. Hati Bella terasa
berbunga-bunga mendengar penjelasan dokter muda ini. Umurnya seperti
berada sepuluh tahun di atas Bella, badannya tegap dan di selimuti ke
wibawaan dan tanggung jawab di pundaknya.
Akankah lelaki itu yang akan menemani kehidupanku suatu saat nanti,
mungkin dengan inilah Allah mempertemukanku dengan calon suamiku...
indahnya anakku akan memilki seorang ayah nantinya. Memikirkan itu
Bella jadi senyum-senyum sendiri, Ia merasa malu dengan jalan fikirannya.
Alaaah kurang bersyukur, untung-untungan udah di tolongin ke rumah
sakit, he he...
Di ruangan ini putri ibu di rawat. Bella hampir saja lupa menanyakan
laki-laki atau perempuankah bayi yang berhasil Ia lahirkan.
Ya Allah... pasti Ia sangat cantik... tanya Bella
Sangat amat cantik, ibu harus bersyukur memiliki putri sepertinya...
jawab dokter memuji.
Jelas dok aku sangat menyayanginya, siapa lagi yang ku miliki di dunia
ini kalau bukan dia... sembari tersenyum.
Ini kamarnya... dokter Leo membawa Bella memasuku ruangan, kamar
itu terasa sangat hangat mungkin ini salah satu pengkususan dengan kamar-
-
kamar yang lain. Di setiap kamar terisi empat peti kaca yang terisi oleh
bayi-bayi mungil di dalamnya. Di antara bayi-bayi mungil itu pasti ada
Narlisa nama yang sudah Bella siapkan jika terlahir bayi perempuan. Leo
terus mengarahkan kursi roda yang menjadi tumpangan Bella.
Ini... inilah putri yang telah kau kandung dan kau lahirkan, aku tak
bohongkan Ia terlihat sangat cantik. Kulitnya bersih dan tanpa noda. Bella
tersenyum Ia gerakkan kursi rodanya semakin mendekat. Ia raba Narlisa
dari balik kaca pembatas.
Bolehkah aku menggendongnya dok...? tanya Bella berinsiatif memeluk
putrinya.
Sabar dulu ya bu... dia masih lemah, bayi ibu itu selain terlahir prematur
jantungnya sangat lemah kerena itu putri ibu tetap harus berada di
tempatnya. jelas Leo panjang lebar.
Oooo... kalau itu yang terbaik untuk putriku aku tak keberatan dok...
jawab Bella menerima. Bella terus memandangi bocah cilik yang tengah
tertidur itu. Ingatannya tentang masa lalu tak juga lekang. Kekhawatirannya
untuk merawat bayi ini sendiripun sempat Ia ragukan.
Putriku tersayang ibu memberimu nama Narlisa... kamu sukakan?
Maafkan ibu ya nak karena ibu kamu harus menanggung beban dengan
terlahir tanpa seorang ayah, ibu selalu berdoa agar kamu bisa memahami
keadaan suatu saat nanti. Dan tidak berbalik membenci ibu. Ibu sangat
menyayangimu putriku.
Ucap Bella di sanubarinya yang dalam, Ia lak meneruskan dialok hatinya
memberikan isyarat pada mata untuk menahan tetesan yang hendak terjun
dan menyebrang di pipinya. Entah air mata apa ini, antara bahagia dan duka
bercampur menjadi satu.
Bella melirik ke arah Leo, tak Ia sadar dokter itu sudah berpindah tempat
dan berdiri tepat di samping ingkubator yang lain. Bella menyusul mencoba
ingin tahu dengan apa yang menarik Leo untuk mengamatinya. Kini Bella
-
berada tepat di samping dokter Leo.
Ia pandangi dengan teliti bayi yang berada di hadapannya, apa yang salah
bocah ini terlihat normat, semua tubuhnya lengap dan tak ada cacat
sedikitpun.
Maaf dok kalau lancang, siapa bayi ini...? tanya Bella ingin tahu.
Dokter Leo menarik nafas panjang dan mengeluarkan dengan segera,
mencoba mengatur emosi.
Ia sangat tampan bukan, bocah ini sama seperti putrimu. Jelas dokter
Leo namun Bella masih belum mengerti.
Maksud dokter dia prematur...? tanya Bella memperjelas.
Bukan. Ia terlahir normal tapi sejak Ia terlahir sang ibu telah pergi
meninggalkannya.
Ibu macam apa itu dok, Ia tek bersyukur dengan titipan Tuhan. Gerutu
Bella.
Dokter Leo tersenyum mendengar kesalah fahaman Bella, maklum bila
Bella sangat marah melihat bayi yang di telantarkan begitu saja.
Mengandung susah payah mengeluarkannyapun dengan bertaruh dengan
nyawa. Dan di saat sudah terlahir di dunia di anggap tak ada gunanya.
Maaf saya hanya ingin membenarkan, bayi ini bukan di tinggal ibunya
kabur namun ibunya...
Dokter Leo tak meneruskan perkataannya, lantas Ia mengeluarkan fotonya
bersama seorang wanita yang tengah hamil. Terlihat dokter Leo memegang
perut sang istri riang dengan alat dokter di telinganya. Sangat indah untuk di
lihat. Bella sedikit menunduk, berbeda sekali dengan kehidupannya saat Ia
hamil dulu. Tak ada yang memperdulikannya, justru mereka menjadikan
Bella bulan-bulanan hinaan.
Bagaimana pendapat anda ibu Bella...?
-
Maksud dokter...? tanya Bella berbalik bertanya Ia tak faham dengan
pertanyaan Leo.
Iya... wanita ini, ibu dari sang bayi. Bella terperanjat memandang wajah
dokter muda itu yang semakin memucat, bibirnya menahan tangis yang
tergantung di kedua matanya. Matanya semakin berkaca namun mencoba
terus bertahan. Bella tak juga mengimbuhi omongan Ia dengan setia
mendengar cerita sang dokter.
Tiga hari yang lalu tepatnya sebelum ibu Bella datang kemari, istriku ada
di sini bersamaku, aku yakin bisa melakukan semuanya sendiri. Karena Ia
istriku ku lakukan dengan sebaik-baiknya. Namun bodohnya aku. Suara
Leo menyalahkan dirinya sendiri.
Kenapa dok...? pertanyaan Bella yang berharap Leo meneruskan
ceritanya.
Istriku meminta persalinan di laksanakan dengan normal tanpa oprasi dan
sesar padahal aku sendiri tahu Ia memiliki jantung yang tak memungkinkan
untuk malakukannya. Bella tetapmenatap Leo yang tenagah memandangi
purtinya.
Ah... sudahlah semua akan baik-baik saja. Jika bu Bella bisa kenapa aku
tidak bisa. Ucap Leo mengakhiri ceritanya dan mendorong kembali kursi
roda yang Bella duduki. Kini Leo membawa Bella keluar ruangan dan
membawanya menuju taman rumah sakit yang tak berada jauh dari ruang
ICU.
Sekaran kita menunggu lelaki yang mengantarkanmu di sini saja ya,
katanya jam sebelas Ia mau datang. Sambil mengangkat tangan kirinya dan
melihat lingkaran jam di sana.
Iya... jawab Bella singkat.
Ia masih memikirkan kejadian tadi, betapa bersyukurnya Bella yang
mendapatkan kepercayaan Tuhan untuk menjaga titipannya. Kalau di
-
bandingan dengan kehidupan Leo Ia kembali bersyukur. Mungkin Bella
sempat sedih karena kehilangan Anwar namun semua itu sedikit terobati
dengan kehadiran Narlisa di kehidupannya.
Assalamualaiku, selamat siang dokter.... seseorang mengejutkan
lamunan masing-masing. Ternyata dokter di sini, eh... sama ibu Bella
juga. Bella hanya tersenyum tak tahu dengan siapa Ia tengah berhadapan
kali ini.
Iya bapak, tadi bu Bella ingin menjenguk putrinya. Jadi saya antarkan ke
ruang inkubator. Jelas dokter Leo.
Ahamdululah ternyata perempuan yang lahir, bagaiman bu sehat. Maaf
kalau saya lancang tadi saya yang mengantarkan ibu kerumah sakit ini, saya
dan putra saya menemukan ibu tak berdaya di pinggir jalan dan setelah saya
mengetahui keadaan semakin kritis saya segera membawa ibu ke tempat
ini. Jelas Ilham panjang lebar.
Terima kasih banyak ya pak kalau tidak ada bapak mungkin bayi saya
tidak dapat tertolong lagi. Ucap Bella memuji.
Iya bu sama-sama... jawab lelaki itu singkat.
Kalau boleh tahu suami ibu... belum sempat Ilham bertanya Sultan kecil
sudah berlari kearah Ilham.
Ayah... teriak Sultan tak terhenti sebelum mendarat di pelukan ayahnya.
Bella melihat kejadian itu, betapa bahagia keluarkanya suami yang perduli
sesama dan anak yang sangat... ah... Ia hempas jauh-jauh kembali fikirannya
untuk berontak dari keadaan. Protes dengan takdir Tuhan yang telah di
tuliskan atas namanya. Bella tersenyum manis entah bagaiman Ia bisa
mengucap dan menggambarkan kebahagiannya tentang keajaiban yang
menolongnya.
O iya sampai saya lupa... nama bapak siapa. Mengarahkan
pandangannya ke Ilham.
-
Iya ya bu... saya sampai lupa memperkenalkan diri, saya Ilham bu.
Jawab lelaki itu singkat namun tak menyodorkan tangan tanda Ilham
menjaga wudhunya.
Tak selang beberapa lama suara hend pone terdengar di antara mereka
ternyata suara itu datangnya dari dokter Leo, Leo merasa tidak enak dengan
memotong pembicaraan mereka.
Maaf saya mau menerima telefone sebentar. Ucap dokter meminta izin.
Silakan dokter terima kasih waktunya. Balas Bella.
Sekalian saya ada pertemuan dengan pasien yang lain jadi lain kali bisa
kita sambung perbincangan ini. Ilham mengangguk memaklumi. Dokter
muda itu berlalu meninggalkan mereka di taman. Bella duduk di kursi roda
dan sedangkan Ilham duduk di kursi taman.
Jangan jauh-jauh mainnya Sultan. Terikan Ilham melarang putranya
main terlalu jauh dari pengawasannya.
Merekapun kembali dalam pembicaraan...
Maaf bila saya lancang, dimanaibu... Ilham? pertanyaan Bella sempat
terputus.
Ia ada di rumah namun sedang sakit. Sakit apa kalu boleh saya
tahu...? tanya Bella melanjutkan.
Dokter memfonis istri saya terkena kista angkut yang membuatnya tidak
bisa memiliki momongan lagi, kalau penyakitnya kambuh seisi rumah pasti
kebingungan. Istri saya tipe orang yang selalu menutupi penyakitnya kalau
belum terasa sangat parah Ia tak akan cerita ke siapapun. Begitu pula
dengan saya.
Pak Ilhamkan suaminya...
Begitulah istri saya Ia tak mau merepotkan apalagi setelah kedatangan
penyakit itu istri saya tidak bisa melakukan aktifitasnya menjadi seorang
-
dosen dengan maksimal, dikit-dikit izin. Dikit-dikit izin sampai di malu
sama dosen yang lain. Ungkap Ilham.
Lha kan lagi sakit to...
Iya tapi pikiran orang siapa yang tahu? merekapun terdiam dan
memikirkan perkara di otak mereka masing-masing.
Terus ibu Bella sendiri? Kemana suaminya...? tanya Ilham tak ingin
suasana menjadi senyap. Bella terdiam tak langsung menjawab pertanyaan
Ilham, sepertinya lelaki itu faham dan segera meminta maaf akan
kelancangannya.
Aduh maaf ya bu... mungkin salah bicara, saya tidak sengaja. Ilham
mencoba meminta maaf akan kekeliruannya.
Enggak pak, mungkin sudah saatnya saya bercerita pada seseorang
sejujurnya saya tidak tahu lagi kemana akan bercerita semua orang seolah
menutup telinga mereka untuk mendengarkannya. Keluh Bella.
Kenapa bu... Ilham semakin penasaran.
Semua di ceritakannya dari awal berkenalan dengan Anwar, kehamilannya,
pengusiran orang tuanya hingga ketakutannya lagi jika sang putri yang Ia
lahirkan kembali berbalik mengutuknya. Sesekali Bella terdiam dan
mangusap air mata yang menetes dari ujung kornea.
Udah buk gak usah di terusin, saya jadi gak tega dengarnya. Sahut
Ilham mengeluh.
Tidak papa pak terima kasih sudah menjadi pendengar saya. Saya sangat
bersyukur bertemu dengan lelaki berhati melaikat seperti bapak.
Bella hanya tersenyum walau penjelasan itu membuat lukanya terbuka
kembali...
Sejak perkenalannya Lisa deangan Ilham hubungan mereka semakin dekat
Bella selalu bercerita tentang kehidupannya dan Ilham selalu menanyakan
-
keadaan bayi kecil yang Bella beri nama Narlisa itu. Tak hanya itu ternyata
Siska istri Ilham menginginkan Narlisa untuk mereka rawat.
Ya... ayah belum berani bicara lah buk, baru juga berapa bulan bapak
kenalan sama Bella masak mau meminta anaknya, nanti di kiranya ayah
mengharap balas budi lagi. Ucap Ilham di tengah pembicaraan antara
mereka, Sultan tengah belajar dan sesekali memandangi orang tuanya untuk
bertanya pelajaran yang belum Ia fahami namun Ia tak cukup berani.
Ayah... niat kita itu bukannya minta balas budi tapi menolong, kasian lo
yah mendengar cerita ayah tentang Bella ibu jadi prihati. Kejam sekali
suaminya. Siska menjelaskan maksud baiknya untuk memboyong Lisa.
Iya sambil menunggu hari biar bapak fikirkan, tapi apa anak kita
terima...? Ilham mengarahkan pandangannya ke arah Sultan.
Kamu setuju tak sep kalau kamu punya adik lagi...? suara ibu
menghentikan tangan Sultan yang tengah menulis.
Siapa buk... jadi ibu sudah sembuh...? tanya Sultan kegirangan.
Kamu masih ingat Narlisa sayang? Ayah ingin mengangkatnya untuk
menjadi adikmu, kamu mau gak?
O... putrinya tante Bella? Jangan yah dia masih bayi. Sultan memahami
Ilham dan Siska yang mendengar ucapan Sultan tersenyum malu.
Mereka malu karena ingin memisahkan antara ibu dan anak yang baru saja
di lahirkannya, mereka malu karena membahas sesuatu yang belum jelas
jadi tidaknya. Lidah Ilham terasa kelu.
Tapi kamu maukan sayang...? tanya ibu sembari menggoda.
Jelaslah bu, aku pengen punya teman. Sahut Sultan yang masih di
sibukakan dengan pensilnya.
-
Pilihan yang di buat
Malam itu masih seperti malam-malam sebelumnya, dengan kelihaian
tangannya dan jemari-jemarinya yang perlahan memasukan pisang di
penggorengan, Bella tampak serius menekuni pekerjaanya. Walau sesekali
harus meninggalkan perapian karena mendengar Lisa kecil yang tengah
menangis. Entah bagaiman keadaan Bella saat itu, bau tubuhnya yang tak
karuan ataupun tangannya yang mungkin masih di tempeli adonan tepung,
lagi-lagi Bella tak perduli. Ia berharap Lisa akan memahami keadaan saat Ia
besar nantinya.
Aduh sayangku... kenapa kamu menangis... Ia lantunkan bait-bait kata
dengan nada berirama.
Maaf ya Ndok ibumu ini bau asam... ucap Bella mengeluh.
Ia gendong bayi kecil yang tengah tergeletak di kasur, beberapa baju
berhamburan di sekitarnya. Lisa tetap menangis Bella tak tahu dengan apa
yang tengah terjadi, biasaanya Lisa akan terdiam bila Bella sudah
menyentuk kepalanya dan kali ini tangisannya semakin menjadi.
-
Kenapa to Lis, maaf ya kalau ibu sering ninggalin kamu di dapur. Keluh
Bella.
Bella terus mengendong Lisa yang tengah menangis, berjalan kesana kemari
dan mencari tempat yang mungkin bisa menenangkannya, Bella berjalan
menuju dapur Ia harus memastikan api sudah padam , sepertinya Lisa akan
lama menangis kali ini. Memang tak serti biasanya namun Bella memaklumi
mungkin tubuhnya tersentuh oleh angin yang menebus rumah petaknya
yang separuhnya terbuat dari anyaman bambu.
Lantainya masih terbuat dari tanah dan licin bila terguyur air hujan, di
sana sini ada kubangan air maklumlah bulan ini sudah masuk musim
penghujan. Banyak orang di luar sana yang memilih tidur di saat hujan
datang. Cuaca yang dingin, angin yang berhembus dan guyuran angin yang
menyapu tanah membuat nafsu akan kantuk mereka semakin meningkat.
Bila itu yang terjadi mereka akan berangkat ke tampat tidur dan merajut
mimpi di dalamnya.
Bagaiman dengan Bella? Di tempat yang memprihatinkan ini? Di setiap
jengkat rumahnya? Seakan berkutikpun Ia tak berani takut bila gubuk itu
roboh dan menimpanya dan Narlisa. Bila berjalan Bella harus melangkah
dengan hati-hati tahu jika tubuhnya terhempas dan tersungkur di tanah.
Tangisan Lisa semakin menjadi. Bella tak pernah mengeluh dengan
tangisan ataupun Lisa yang terus merengek dan ingin selalu di sandingnya.
Itu membuatnya bangga menjadi seorang ibu, kehadiran Lisa mampu
menghibur paripurlara hati Bella.
Tak selang beberapa saat di tengah kesibukannya menenangkan Lisa
sebuah mobil sedan dengan bernomorkan polisi berhenti di teras rumahnya,
mobil itu tak asing lagi untuknya, mobil yang pernah mengantarkan dan
menolong Lisa. Tak salah lagi pemilik mobil itu adalah Ilham. Lelaki yang
pernah menjadi penyelamat di kehidupannya. Kebaikannya tak akan pernah
Ia lupakan.
-
Lekas Bella menyambut lelaki yang hendak turun dari mobil itu, namun
kali ini yang pertama menginjakan kakinya di teras rumah Bella adalah
seorang wanita. Bella tersenyum menyambut.
Assalamualaikum... salam terucap dari lisan Siska.
Walaikum sallam... jawab Bella tak kalah riangnya.
Ya Allah kejutan banget bisa bertemu ibu Siska lagi, bagaiman
keadaannya bu...? tanya Bella memulai pembicaraan.
Iya alhamdulilah baik... jawab Siska.
Assalamualaikum... teriak Ilham dari balik pintu mobil.
E... pak Ilham... senyum Bella semakin lebar mendapati Ilham yang
berjalan kerahnya.
Ya Allah, ayo pak bu, masuk... saking senangnya aku jadi lupa. Bella
tersenyum malu, Ia lupa mempersilahkan pasangan suami istri itu untuk
memasuki rumahnya.
Jangan gerogi gitu dong mbak Bella, maaf ya kalau saya panggil mbak
Bella, masalahnya masih muda masak sudah di panggil ibu. Bella tersipu
malu. Kini mereka sudah berada di ruang tamu dengan kedaan seadanya.
Tanpa Bella sadari mata Siska menyapu seisi ruangan. Siska memperhatikan
dengan betul gerak-geriknya tak ingin menyinggung perasaan Bella.
Dek Lisa kenapa mbak kok kelihatannya rewel gitu... tanya Siska
berbasa-basi.
Iya nie gak tahu, dari tadi tapi sekarang udah mendingan mungkin karena
udara dingin. Papar Bella.
Hati-hati lo mbak nanti masuk angin. Jelas Ilham menimpali.
Doain aja insyaallah tak papa pak.
-
Siska melirik ke arah suaminya mengisyaratkan untuk segera megutarakan
tujuan utama kedatangan mereka datang kemari. Sesekali Siska menyenggol
kaki suaminya tak sabar. Bella tersenyum melirik kearak keduanya, tak
ingin ikut campur Bella mengalihkan pandangannya ke arah Lisa yang
sudah tertidur.
Maaf sebelumnya mbak Bella, mungkin ini semua terlalu cepat tapi kami
tidak memaksa. Jelas Ilham dan Bella mengerutkan keningnya tak faham.
Apa ini ada hubungannya dengan uang yang di gunakan Bella untuk
persalinan, kalau saja kedatangan Ilham dan Siska ke rumahnya untuk
meminta uang itu kembali jelas Bella akan mengemis untuk di perpanjang
waktunya. Karena kali ini Bella sama sekali tak memiliki tabungan.
Maksudnya apa ya pak, saja jadi bingung. Mendengar pertanyaan Bella,
Ilham hanya menggeserkan posisinya.
Mmmm begini, saja dan istri saya ingin membantu mbak Bella dengan
cara mengangkat Lisa sebagai anak kami. Papar Ilham semakin berhati-hati
dengan ucapannya.
Apa...? tanya Bella sedikit tak terima. pak buk... saya ini memang
orang miskin, tapi masih punya harga diri, kalau seandainya ini ada
hubungannya dengan uang yang saya pakai saya masih bisa
mengembalikannya walau dengan cara mencicil. Tapi kalau memberiakan
Lisa dan menjauhkannya dari saya, jujur saja menolaknya. Mendengar
ucapan Bella mata Siska berkaca. Ia pandangi Ilham yang kehabisan kata
lagi. Siska menunduk memikirkan jawaban Bella dan menyesali kebodohan
karena berani menawarkan jasanya.
Maafkan kami mbak, mungkin kami terlalu lancang dan tak memikirkan
perasaan mbak sebagai seorang ibu. Ucap Siska terbata-bata menahan air
mata yang hendak terjun payung dari kedua matanya.
Kini giliran Bella yang menunduk Ia kubur dalam-dalam emosi yang
beberapa menit lalu menguasainya. Ia ingat kembali kebaikan Ilham yang
-
telah menyelamatkannya dari maut. Ia ingat kembali dengan penyakit yang
menggerogoti kedaan Siska. Ia ingat kembali bagaimana Ilham bercerita
tentang Sultan yang selalu mendambakan seorang teman dalam
keluargaannya.
Tapi... suara Bella mengangkat tundukan Siska. Mata Ilham terarah ke
kedua mata Bella, berantusias untuk mendengarkan pernyataan yang akan di
ucapkannya.
Jika bapak dan ibu mau bersabar dan menunggu lima tahun lagi dan tidak
menghalangi hak saya sebagai ibunya, mungkin... saya bisa melakukannya.
Ucap Bella sembari tersenyum dan air mata yang berkaca tipis.
Jadi... mbak menerima tawaran saya, maksud saya tawaran kami...?
Bella tersenyum dan mengangguk.
Siska tersenyum dan menangis kegirangan, air mata menetes begitu deras
penuh makna. Bella mencoba mengangkat tubuh Siska namun Bella tak
sanggup. Ilham yang melihat Bella sedikit kesulitan mengangkat sujutan
Siska segera menarik lengan istrinya dengan sabar.
Sudah bu... bisik Ilham menenangkan.
Terima kasih banyak mbak, saya sekeluarga sangat berterima kasih
dengan kebijakan mbak Bella akan keputusan ini. Ucapan terima kasih
Ilham terdengar riang namun haru.
Ia pandangi putrinya yang tengah tertidur pulas, dalam pandanganya Lisa
bagaikan mata air jernih yang belum ternodai yang memiliki selah-selah
ruang untuk di warnai dan sedangkan dirinya bagaikan air comberan keruh
yang tak tahu bagaiman cara untuk merubahnya kembali. Ia bertanya dalam
hati, mungkinkah Ia bisa kembai bening sepertinya?
Teriama kasih ya mbak sekali lagi kami berhutang bahagia dengan
mbak. Suara Siska lagi-lagi terdengar.
-
Setelah ucapan terimakasih yang ke sekian kalinya terucap Ilham dan
Siska berpamitan, malam sekian larut dan udara semakin dingin. Bella
sudah meletakkan Lisa di ranjangnya. Bella lambaikan tangan kanan tanda