75
BAB IV
TENUN TIMOR TOLFE’U DARI PERSPEKTIF KONSELING MULTIKULTURAL
DAN KONSELING FEMINIS BERBASIS IMAJINATIF
1. Pemaknaan dan Landasan Filosofis Tenun Timor dari Perspektif Konseling
Multikultural
Di Timor sendiri penghargaan akan budaya masih sangat tinggi. Ini terlihat dari
kehidupan sehari-hari masyarakat Timor.Tidak terlepas daripada itu busana juga masih menjadi
primadona budaya orang Timor, yang kita kenal dengan tenunan Timor.Setiap manusia yang
diciptakan selalu memiliki identitas budaya dalam sebuah masyarakat.Sehingga tenun Timor
menjadi identitas yang sering dipakai oleh masyarakat Timor. Maksudnya bahwa orang lain bisa
mengenal orang Timor hanya dengan melihat kain tenun yang digunakan. Lebih menarik
daripada itu bahwa tenun Timor harus dikerjakan oleh perempuan saja sebagai bentuk
penghargaan budaya.Budaya menjadi mesin penggerak manusia untuk berinteraksi sosial dengan
sesama.Maka dari itu menurut Matsumoto, dalam budaya itu sendiri terdapat sekumpulan sikap,
nilai, keyakinan, dan perilaku yang dikomunikasi dari generasi ke generasi dengan beberapa
sarana dianut oleh setiap masyarakat.1Hal ini bisa melalui pengetahuan, kepercayaan, seni,
moral, hukum, dan kebiasaan yang dilakukan dalam sebuah masyarakat.2Melalui tradisi seni,
tenun Timor terus dikembangkan oleh perempuan.
Tenun Timor sendiri memiliki fungsi yang beragam baik dalam hal-hal yang bersifat
sekuler maupun sakral.Tenunan juga dihubungkan dengan sistem-sistem keagamaan, organisasi
politik, perkawinan, status sosial dan pertukaran yang berlaku pada masyarakat Timor.Teknik
pembuatan tenunan di wilayah Indonesia Timur tidaklah jauh berbeda dengan teknologi tenun
1 David Matsumoto, Pengantar Psikologi, 6
2 E.B. Tylor, Primitive Culture, 21
76
yang ditemukan di wilayah lainnya mulai dari pemintalan dan pencelupan seperti yang
ditemukan di wilayah Asia Tenggara lainnya.3Tetapi keunikan dan daya tarik dari setiap tenun
Timor yang disajikan dapat ditemukan gambaran perasaan perempuan dalam motif dan metode
yang dipakai si penenun dalam merajut setiap helai benang untuk dijadikan sebuah
pakaian.Ungkapan-ungkapan perasaan perempuan yang tertuang dalam motif tenun ini yang
menjadi perbandingan dengan tulisan pada umumnya.
Perempuan Timor menjadi sangat istimewa karena mereka mampu menuangkan segala
emosi dan ketidakmampuan diri (menyelesaikan masalah) dalam pekerjaan mereka yaitu
menenun.Menurut Cavanagh psychological strength adalah suatu kekuatan yang menggerakan
individu untuk menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan hidupnya.4 Maka dari itu
psychological strength perempuan Timor ada pada proses tenunan mereka.Di mana segala
kekuatan diarahkan perempuan dari dalam dirinya untuk melawan segala bentuk tantangan yang
sedang terjadi.Baik tantangan dari internal maupun eksternal.Maka dari itutenun Timor dapat
dijadikan sebagai sebuah media konseling untuk perempuan Timor.Pada hakikatnya konseling
adalah media atau cara mengeksplor kekuatan dari pada manusia dalam menghadapi
permasalahan atau mengelola konflik. Konseling juga sebagai wadah untuk memberdayakan
orang lain.
Konseling adalah sebuah media dalam membantu memperbaiki hubungan yang rusak
akibat dari perbuatan manusia terhadap sesama atau diri sendiri.Akan tetapi belakangan
konseling yang selama ini kita kenal sangat dipengaharui konteks Barat di mana konseling itu
lahir dan berkembang.Sedangkan di Indonesia terkenal dengan budaya yang bersifat komunal
3 Howard. Warp Ikat Patterned Textiles, 180-192
4Cavanagh dalam J.D. Engel, konseling pastoral dan isu-isu kontemporer, 6
77
bukan individualitis. Maka dari itu menurut McLeod, berbagai macam model konseling yang
dikembangkan di Amerika seperti model psikodinamik, person-centred, dan kognitif behavioral
sangat monokultural.5Model-model ini sangat menekankan bahwa setiap permasalahan yang
muncul baik dalam diri individu adalah bersumber daripada individu tersebut.Maka dari itu
pertolongan yang diberikan terpusat pada individu. Tentu saja model semacam ini tidak akan
cocok diterapkan di Indonesia dan Timor yang masyarakatnya sangat komunal. Masalah yang
yang dihadapi satu individu bisa jadi masalah bagi beberapa orang dalam komunitasnya.Terlebih
masyarakat Timor memiliki relasi yang sangat erat antara yang empunya kehidupan dan sesama.
Perempuan Tolfeu menganggap bahwa manusia memiliki hubungan yang sangat erat
antara Uis Neno maupun Uis Pahdan juga leluhur. Seorang perempuan penenun ketika
mengalami dukacita, dia tidak akan pergi menghabiskan waktu untuk bercerita tentang
perasaannya pada orang lain. Dia meluapkan rasa dukacitanya itu melalui menenun misalnya
dengan motif burung (lambang reinkarnasi orang Timor). Dengan menenun motif burung dia
akan mengalami perubahan pada dirinya ke arah yang lebih baik karena dia percaya rasa
dukacitanya sudah tersampaikan pada orang yang sudah meninggal. Motif burung itulah yang
menjadi bentuk ekspresi kejiwaan dengan mengandalkan imajinasi. Proses seperti inilah yang
menjadi contoh konseling imajinatif. Karena perempuan Tolfeu memberdayakan imajinasinya
untuk menyelesaikan masalah dukacitanya.Senada dengan hal itu, bagi Nuban Timo selembar
kain tenun terukir iman dan kepercayaan masyarakat.6Bahkan dalam motif-motif tenun Timor
terekonstruksi pesan-pesan spiritual tentang hidup dan mati, berkat, anugerah, persaudaraan,
kerukunan, dan kedamaian.Dalam masyarakat komunal memahami Yang Tertinggi dan sesama
menjadi sebuah kesatuan yang tak terpisahkan.Masyarakat Timur (Timor) memahami bahwa
5John Mcleod,Pengantar Konseling, 275
6Eben Nuban Timo, Sidik Jari Allah, 65
78
fisik, mental, dan spiritual sebagai sebuah realitas tunggal bukan domain yang
terpisah.7Hubungan antara dimensi-dimensi itu sangat kuat.Maka dari itu konseling
multikulturalisme adalah sarana untuk mengatasi permasalahan budaya dan keragaman sosial di
masyarakat.8Berangkat dari pandangan tersebut maka konseling yang bersifat Barat tidak cocok
diterapkan dalam masyarakat Timor.
Dalam pemahaman budaya secara umum di mana memiliki fitur-fitur atau dan makna-
makna yang spesifik dan mungkin unik, misalnya, bahasa, mitos, makna, simbol.Hal ini seperti
yang ada pada tenun Timor. Setiap kain tenun dengan beragam motif yang dihasilkan pasti selalu
mengandung makna dan simbol dari sang penenun. Baik itu menggambarkan sisi realitas
penenun ataupun realitas sekitarnya.Maka menurut Shweder, melalui budayalah manusia dapat
berpikir, merasakan, berperilaku dan mengelola realitas.9Pengelolaan diri dengan menenun oleh
perempuan Tolfeumenjadi media baru bagi dunia konseling terkhususnya
multikulturalisme.Perempuan Tolfeu sudah menunjukan eksistensi mereka dalam mengelola diri
dan konflik menggunakan kekuatan budaya.Akan tetapi menurut Uichol Kimbelakangan sering
terjadi konflik-konflik generasional akibat dari manusia sering menggunakan masa lalu untuk
memahami masa kini dan menggunakan masa lalu untuk membentuk masa depan.10
Di sini
penulis membantah argument Uichol Kim karena perempuan penenun selalu menggunakan masa
lalu seperti mitos, cerita rakyat untuk mempertahankan eksistensi mereka sebagai penenun
sampai saat ini.Semua simbol atau motif yang menghiasi tenun Timor adalah bagian dari masa
lalu masyarakat Timor. Dan sampai saat ini selalu dihidupi dengan salah satu cara adalah tenun.
7John Mcleod,Pengantar Konseling,277
8Manivong J. Ratts and Paul B Pedersen, Counseling for Multiculturalism and Social Justice:Integration,
Theory, and Application.( United States: American Counseling Association, 2014), 25.
9Shweder dalam Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, Indigenous and Cultural Psyichology, Terjemahan
Helly Prajitno Soetjipto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 57.
10Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, Indigenous,59.
79
Perempuan Nusa Tenggara Timur memiliki ciri khas dalam menampilkan motif tenun.
Kebanyakan perempuan penenun memakai motif binatang karena akan lebih mudah pesan
spiritual disampaikan. Tetapi bentuk pesan spiritual yang disampaikan didasarkan atas mitos atau
kepercayaan.Sebagai contoh di Timor sendiri buaya adalah binatang sakral.Maka dari itubuaya
paling mendominasi motif tenun Timor.Motif buaya memiliki arti bagi masyarakat Timor
sebagai pembawa kesejukan dan kesegaran ditengah iklim Timor yang gersang.Di mana musim
hujan hanya datang 4 bulan sekali dalam setahun.Dari motif yang digambarkan oleh penenun
Tolfeu adalah ungkapan perasaan atau ekspresi perempuan yang sebenarnya.Adanya harapan
untuk tanah Timor terus diberkati oleh Uis Neno.Harapan-harapan semacam ini perempuan
Timor mengungkapkan selalu lewat tenun.Perempuan Tolfeu seperti sedang bercerita melalui
tenun karena adanya harapan-harapan kepada Uis Neno.Di sini proses konseling mulai nampak
bahwa disetiap masalah selalu ada harapan untuk menjadi lebih baik. Harapan-harapan ini selalu
ditampilkan perempuan Tolfeu melalui motif yang mereka gambarkan.
Cerita rakyat selalu menjadi hal penting dalam kalangan budaya Timor. Akibatnya baik
sikap maupun perilaku masyarakat Timor dalam keseharian akan berdasarkan cerita rakyat atau
mitos. Bahkan mempengaharui relasi antara sesama.Sehingga hukumnya wajib bagi perempuan
Timor untuk menjadi seorang penenun.Karena bagi mereka menenun adalah bentuk pertanggung
jawaban kepad Uis Neno.Pemahaman-pemahaman semacam ini yang terus membuat perempuan
terkungkung dalam budaya.Berdasarkan hal tersebut Tyler11
memberikan ada empat dasar
komponen budaya: pertama, interaksi sosial ditularkan melalui enkulturalisasi. Artinya bahwa
selama proses kehidupan masyarakat Timor selalu berpatokan akan nilai-nilai budaya tersebut.
Bukan saja simbol buaya yang disegani, binatang lain juga memiliki nilai tersendiri bagi orang
11Tyler dalam Lawrence H. Gerstein, P. Paul heppner, dkk, Essential, 26
80
Timor. Misalkan saja cecak, burung dan tokek.keduaadalah pengetahuan di mana orang-orang
berbagi pengetahuan yang cukup bahwa mereka dapat berperilaku yang dapat diterima dan
berarti bagi orang lain. Ketiga di mana ada perilaku bersama atau pola keteraturan dalam budaya
tersebut dan keempat adalah adanya pengalaman kolektif dari kelompok tertentu.
Dalam budaya Timor sendiri realitas dipahami secara holistik.Ini terlihat dari pemahaman
masyarakat terhadap keberadaan Yang Maha Kuasa (Uis Neno dan Uis Pah), manusia dan alam
adalah satu. Ketika relasi antara satu dengan yang lain rusak maka akan berdampak pada
manusia itu sendiri. Pemahaman realitas secara holistik di sini juga berdampak pada penenun
Tolfeuyang notabene adalah penenun Timor.Maka dalam membangun sebuah konsep konseling
multikultural maka yang harus dilakukan adalah memahami fondasi dasar atau aspek secara
internal budaya itu tersebut.Fondasi pertama yang harus dilihat adalah konsep realitas.Realitas
penting untuk dilihat karena setiap orang dari budaya yang berbeda tentu memiliki ide yang
berbeda tentang realitas.Realitas yang dipahami misalnya dualistik atau holistik. Dalam budaya
Barat sendiri, masyarakat memahami realitas bersifat dualistik yang membagi dunia dalam dua
tipe entitas: jiwa dan tubuh. Jiwa terdiri dari ide, konsep, dan pikiran.Sedangkan tubuh bersifat
nyata, dapat diamati, dan berkembang dalam ruang.12
Inilah menjadi faktor utama mengapa
konseling berdarah Barat sulit berkembang di Timor.
Bagi perempuanTolfeu menenun adalah bentuk tanggung jawab kepada Uis Neno.Dengan
menenun mereka dapat menjaga hubungan antara Uis Nenodan alam.Hal ini dapat terlihat dari
upacara yang dilaksanakan sebelum penanaman kapas sebagai komoditi utama tenun
Tolfeu.Penulis melihat bahwa para penenun Tolfeu selain menjunjung tinggi konsep Yang
Tertinggi juga sekalian menjaga alam Timor.Tentu saja bertani dan berkebun bukanlah pekerjaan
12Mcleod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus,277
81
yang mudah dilakukan di tanah yang kering dan berbatu.Akan tetapi perempuan penenun Tolfeu
melakukan semua itu dengan segenap hati dan jiwa mereka.Semangat pantang menyerah
ditunjukan penenun Tolfeu untuk terus mempertahankan keberadaan mereka.
Fondasi kedua dalam konseling multikultural adalah memahami diri.Dalam konsep
memahami diri menjadi seseorang sangat bervariasi antarasatu budaya dengan budaya yang
lainnya. Menurut Landrine, diri adalah daerah pengalaman yang berdiri sendiri dan lengkap,
diyakini sebagai peletak dasar, pembuat, dan pengontrol perilaku.13
Dalam konsep memahami
diri terdapat dua pendekatan yaitu individualis dan pendekatan kolektif.Kedua pendekatan ini
tentunya memiliki perbedaan.Pendekatan individualis yang mendominasi budaya Barat
sedangkan pendekatan kolektif merupakan bagian dari budaya tradisional.Menurut McLeod,
orang dengan pendekatan kolektif senang menganggap dirinya sebagai anggota dari keluarga,
suku, atau kelompok sosial lain dan membuat keputusan berdasarkan kebutuhan, nilai, dan
prioritas jaringan sosial ini.14
Inilah yang menjadi konsep pemahaman perempuan Tolfeu bahwa
mereka adalah bagian dari budaya Timor. Dilain pihak budaya individualis menekankan pada
perasaan bersalah, merujuk pada pengalaman batin, dan penyalahan diri. Ditambah oleh McLeod
bahwa orang dengan budaya kolektif lebih senang berbicara mengenai rasa malu.15
Konsep pemahaman diri pada budaya kolektif semacam ini membuat penenun
Tolfeumenjadi perempuan yang tertutup.Tertutup dalam mengungkapkan perasaan.Keluar jalur
dari budaya Timor adalah kesalahan fatal bagi mereka.Menenun adalah rel utama bagi seorang
perempuan Timor. Mereka akan dianggap lemah jika tidak bisa menenun. Konsep diri semacam
ini sudah mulai ditanamkan sejak mulai umur nol tahun.Jika lahir sebagai perempuan maka
mereka disiapkan sebagai seorang penenun.Persiapan ini dimulai dengan tradisi dan upacara
13
Landrine dalam John Mcleod, Pengantar Konseling, 277-278 14
Mcleod, Pengantar Konseling, 278
15Mcleod, Pengantar Konseling, 279
82
“napoitan li ana”yang dilakukan seperti mengantungkan plasenta atau ari-ari bayi perempuan
pada pohon kapas.16
Dengan harapan bahwa anak perempuan ini akan tumbuh menjadi dewasa
sebagai penenun yang handal. Sehingga sejak awal perempuan sudah dikonsepkan untuk menjadi
seorang penenun.
Fondasi ketiga adalah membuat pilihan moral.Pilihan yang dimaksudkan di sini adalah
memutuskan yang benar dan salah dalam kehidupan kerena itu adalah inti kehidupan. Namun
bagi Mcleod membuat pilihan moral sangat dipengaruhi oleh budaya. Budaya dalam masyarakat
tersebut yang akan membentuk benar dan salah sebuah tindakan yang dilakukan. Dalam
pandangan moralitas yang dibentuk oleh dunia Barat, yakin dengan pilihan dan tanggung jawab
individu dan kemauan untuk dibimbing oleh prinsip moral yang abstrak seperti keadilan atau
kejujuran.Contohnya saja masyarakat Barat sangat menjunjung tinggi pendidikan bagi laki-laki
maupun perempuan.Sedangkan budaya tradisional seperti masyarakat Timor, isu moral sangat
ditentukan oleh takdir. Contohnya dari hasil data lapangan bahwa perempuan Timor akan lebih
memilih menenun daripada bersekolah karena itu adalah takdir. Hal ini dilakukan karena mereka
takut akan karma yang akan mereka terima jika tidak dapat menenun.
Perbedaan antara memilih (budaya Barat) dan takdir (budaya tradisional) sangat
berpengaruh dalam proses konseling. Biasanya dalam konseling nilai moral dalam budaya
individual (Barat) cenderung menghadirkan nilai seperti pencapaian atau kesuksesan, otonomi,
indenpenden, dan rasionalitas.Sedangkan budaya kolektivis lebih menekankan pada nilai
sosiabilitas, pengorbanan, dan kesesuaian.17
Demi menjaga kestabilan kehidupan masyarakat
Timor maka perempuan Tolfeu dengan pasrahnya akan menerima dirinya sebagai penenun.
16
Eben nubam timo, Sidik Jari Allah, 7 17Mcleod, Pengantar Konseling, 279
83
Tidak ada pilihan lain selain itu. Sudah tertanam dalam pikiran mereka bahwa pendidikan yang
tinggi adalah sia-sia. Karena mereka akan kembali ke rumah dan menjadi seorang penenun.
Perempuan Tolfeu menerima itu sebagai sebuah takdir yang tidak harus dihindari. Tetapi disisi
lain pengorbanan seorang penenun Tolfeu tidaklah bisa dianggap sepeleh. Karena dengan
memilih sebagai penenun mereka menjaga segala aspek dalam budaya Timor.
Selain aspek internal budaya, ada pula aspek eksternal pada suatu budaya yang
mempengaharui proses konseling. Aspek internal ini adalah bagian yang bisa kita amati dari
sebuah proses interaksi yang terjadi.Hal ini pula juga dibentuk oleh budaya yang dianut.Misalkan
saja budaya dapat diamati dari sinyal non-verbal seseorang seperti sentuhan, kontak mata, gerak
tubuh, dan kedekatan.Dalam budaya Barat tatap mata secara langsung dianggap sebagai tanda
kejujuran dan keterbukaan. Dengan menatap mata secara langsung maka akan membangun
sebuah kepercayaan dari orang didepan kita. Namun ini tidak berlaku bagi budaya tradisional
seperti Timorkarena tindakan itu dianggap kasar dan tidak sopan.Ketika menyampaikan sesuatu
orang dari budaya Barat cenderung menyampaikan cerita yang berurutan, dan logis. Sedangkan
orang dengan kultur tradisional cenderung menyampaikan cerita yang berputar dan tampak tidak
akan sampai pada titik tertentu.18
Pada budaya Timor segala pengalaman hidup selalu dikaitkan
bersama leluhur. Maka dari itu penyampaian yang disampaikan kepada audiens akan bersifat
abstrak. Sebagai pendengar (konseling) yang baik kita tidak bisa menganggap itu sebagai hal
buruk, tetapi kita harus berada dalam lingkaran budaya Timor sehingga penyampaiannya
tersampaikan. Sehingga konseling multikultural memahami itu sebagai jalan masuk untuk
memahami manusia bahwa dengan budaya manusia memiliki kebiasaan yang di satu sisi mampu
18
Mcleod, Pengantar Konseling, 180-185.
84
beradaptasi dengan manusia lainnya dan membantu membangun stigma yang baik tentang
budaya yang lain dengan caranya masing-masing.19
Kajian aspek internal dan eksternal pada budaya dalam membangun konseling
multikultural cukup sulit.Perbedaan-perbedaan mendasar sulit dipertemukan dalam konseling.
Saat ini salah satu fungsi pada konseling yaitu menyembuhkan atau memulihkan akan
dikolaborasikan bersama pengetahuan Timor yaitu menenun. Kedua hal yang cukup sulit
didialogkan tetapi penulisakan memulainya dari pada dasar proses konseling itu sendiri. Harus
diakui bahwa permasalahan dan hambatan yang sering terjadi dalam praktek konseling di
Indonesia adalah benturan-benturan aspek sosial dan budaya.Seperti pada bab sebelumnya
bahwa asal-usul pengetahuan konseling yang berasal dari dunia Barat yang terapkan di Indonesia
bersifat ahistoris. Hal ini karena pengetahuan konseling yang selama ini berkembang di
Indonesia tidak mencoba memasukan pengetahuan-pengetahuan lokal Indonesia.Pengetahuan
tersebut dapat berupa falsafah dan nilai-nilai yang dihidupi oleh masyarakat Indonesia
terkhususnya Timor.Selain itu juga masyarakat Indonesia sudah terlanjur memahami konseling
sebagai bagian dari sebuah agama (Kristen).Isu kristenisasi begitu kental hubungannya dengan
konseling karena dianggap sebagai warisan Barat.20
Menjadi fakta dilapangan bahwa pelayanan
konseling (pastoral gereja) sendiri tidak pernah perempuan Tolfeu terima atau menjadi solusi
ketika mengalami masalah.Sehingga di sini penenun Tolfeu dapat bertahan dan menyelesaikan
masalah mereka bersama dengan tenunan mereka.
Untuk lebih jelasnya penulisakan membandingkan konseling konvensional dengan
konseling dalam media tenun secara mendasar. Pertama, kebanyakan orang memahami dalam
19Bandura dalam Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, dkk, Indigenous,... 51.
20 J.D Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 14-15
85
dunia konseling selalu berkaitan dengan proses percakapan.21
Tentu saja ini akan menjadi
hambatan jika ditarik dalam konteks budaya Indonesia termasuk Timor. Dalam budaya Timor
sendiri melarang berbicara segala persoalan kepada orang lain secara sembarangan. Pemahaman
bahwa konseling adalah percakapan tentu saja akan menjadi hambatan besar dalam
menyelesaikan masalah konseli. Untuk menjadi seorang perempuan yang telah handal dalam
bidang menenun juga diikuti dalam mengelolah masalah yang baik.Tetapi tidak bisa dipungkiri
bahwa manusia membutuhkan media untuk meluapkan yang dirasakan.Tentu saja alat tenun
bukanlah media hidup untuk dijadikan bahan percakapan.Namun bagi perempuanTolfeu, dengan
menenun mereka seperti sedang bercakap dengan seseorang.Baik itu keluarga, sahabat, orang
terdekat atau siapapun sehingga tenun dijadikan sebagai media.Kedua adalah konseling dianggap
sebagai sebuah wawancara. Hal ini sangat berbahaya karena tidak semua proses konseling adalah
wawancara.22
Jika memakai prinsip ini dalam dunia konseling maka akan terjadi banyak
kerancuan. Tentu saja wawancara di sini dipahami sebagai wawancara kerja contohnya. Proses
wawancara memiliki keunggulan untuk memahami permasalahan konseli. Namun proses
wawancara bagi seorang perempuan penenun bukanlah solusi yang baik.Saya membutuhkan
kerja extra keras ketika harus mewancarai pengalaman hidup penenun Tolfeu. Mereka tidak bisa
membeberkan secara pasti apa yang terjadi dalam kehidupan mereka. Hal itu Menjadi hal yang
tabu bagi mereka. Lalu pertanyaan yang muncul bagaimana proses konseling dapat terjadi? Siapa
yang menjadi konselor dan siapa yang menjadi klien?
Secara mendasar dalam dunia konseling yang berkembang selama ini diharuskan
memiliki dua posisi utama, yaitu konselor dan konseli.Tentu saja pertemuan keduanya ini karena
alasan konseli membutuhkan konselor untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Tetapi yang
21
Totok Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral (Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia, 2014), 55 22
Totok Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral, 56
86
harus diingat bahwa ini adalah proses konseling bersifat konvensional warisan Barat. Dalam
konteks penenunTolfeu, proses awal sampai akhir sebuah tenun adalah jejak konseling bagi
mereka. Awalnya menanam kapas, memanen kapas, membuat benang, mewarnai benang, lalu
pada tahap akhir menenun adalah proses konseling bagi mereka. Motif-motif yang muncul dalam
tenunan itu menandakan bentuk ekspresi kejiwaan perempuan Tolfeu ketika merasakan dan
mengalami sesuatu. Konseli tentu saja ada pada posisi penenun Tolfeu.Tetapi yang menarik
adalah yang berperan menjadi konselor bagi penenun Tolfeu adalah penenun Tolfeu itu
sendiri.Perempuan Tolfeu melakukan otokonseling terhadap dirinya sendiri.Perempuan Tolfeu
menyembuhkan dan memberdayakan segala kemampuan dan kekuatan dalam diri untuk
menyelesaikan masalah.Media konseling yang dipakai perempuan Tolfeu adalah alam, kapas,
benang, alat tenun (nete), bahkan diri mereka sendiri.Beranjak dari hal itulah dasar lahirnya
konseling tenun berbasis imajinatif.Proses otokonseling yang dilakukan oleh perempuan Tolfeu
didasarkan pada pikiran atau imajinasi. Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa perempuan
adalah manusia yang kreatif dalam mengelola konflik, sehingga mampu menggunakan imajinasi
tepat sasaran. Imajinasi yang lahir dari perempuan Tolfeuberasal dari cara mereka memahami
kehidupan yang terdapat pada lingkungan dan alam sekitar serta budaya Timor. Hal ini membuat
tingkat imajinasi perempuan Tolfeu terus berkembang untuk menyembuhkan dan
memberdayakan diri.
PerempaunTolfeu begitu lihai dalam memadukan perasaan, pikiran dan tenun yang akan
mereka buat dengan bantuan imajinasi mereka yang terus diasa tiap saat. Sebagai konseling
individual maka imajinasi begitu memainkan peran di mana dapat membantu mengurangi
ataupun menyelesaikan masalah dengan bantuan tenunan itu sendiri.Data pada bab sebelumnya
mengatakan bahwa dengan menenun maka perempuan Tolfeu dapat merasakan ketenangan,
87
kedamaian, sejenak melupakan masalah di rumah dan bahkan terus membuat mereka
bersemangat dalam menenun. Budaya patriakal di Nusa Tenggara Timur masih begitu kental
tanpa terkecuali di Timor.Hasil dari patriakal sendiri menghasilkan kaum perempuan yang
termarginalisasi dalam masyarakat.Menurut Nuban Timor ada sebuah ungkapan di Timor yaitu
lasi nak atoni, yang diartinya laki-laki adalah kepala semua urusan.23
Dari ungkapan tersebut
adalah sumber malapetaka bagi perempuan Timor.Akan tetapi bagi Nuban Timo dari ungkapan
tersebut hanya menjadi sebuah alat untuk mengkambinghitamkan budaya patriakal di Timor. Jika
perempuan Timor memiliki jalan kehidupan berasal dari ike suti atau alat pemintal benang maka
laki-laki Timor memiliki suni auni atau pedang tombak. Menurut Nuban Timo ini bukan berarti
menjadi media kuat lemahnya budaya patriaki namun kedua alat ini adalah perkakas yang
memberi makna pada masyarakat Timor.24
Sehingga penulis sepaham dengan hal itu.Menenun
menjadikan perempuan Timor memiliki kedudukan dalam masyarakat.Perempuan tidak
dianggap lagi sebagai anggota kedua tetapi menjadi bagian penting dalam struktur masyarakat
Timor.Walaupun harus diakui bahwa setiap keputusan selalu menjadi bagian laki-laki.Jika
berbicara menenun maka kita berbicara perempuan.Maka dari itu penulis memakai Ike suti
sebagai landasan filosofis tenun Timor.
2.Nilai Spritual Pada Tenun Tolfeudari Perspektif Konseling Feminis Berbasis Imajinatif
Pada bab-bab sebelumnya, sudah saya katakan bahwa berbicara tenun Tolfeusama dengan
berbicara tentang perempuan. Hasil tenun Tolfeuyang telah jadi menggambarkan situasi penenun
saat itu.Situasi yang saya maksudkan di sini adalah berkaitan dengan faktor internal dan
23
Eben Nuban Timo, Sidik Jari, 2 24
Eben Nuban Timo, Sidik Jari, 3
88
eksternal yang penenun itu rasakan.Sehingga tenun pun menjadi life therapybagi perempuan
Tolfeu.Dengan memakai perspektif konseling feminis adanya harapan sebuah bentuk
pemberdayaan dari penenun Tolfeu.Sebelum masuk lebih mendalam tentang konseling feminis
sebaiknya harus ada uraian mendasar tentang perempuanTolfeudan juga cara mengelola
perasaan.
Penenun Tolfeu adalah tipe perempuan kreatif dalam menghadapi masalah dan tantangan.
Kreatif dalam arti bahwa mereka mampu menggunakan daya imajinasi untuk selanjutnya
ditampilkan dalam proses menenun. Ketika memiliki perasaan berduka maka perempuan
Tolfeuakan menenun dan hasil tenun itu adalah ekspresi duka mereka. kreatifitas dan imajinasi
sangat membantu mereka meluapkan apa yang dirasakan. Pengelolaan masalah dan emosi yang
dilakukan oleh perempuan Tolfeusenada dengan yang disampaikan oleh Bendelow25
dalam
studinya tentang dimensi gender dari persepsi rasa sakit. Bahwa biasanya orang menggunakan
karya seni sebagai cara untuk mengakses perasaan yang dirasakan. Kajiannya menggunakan
seperangkat karya seni seperti lukisan yang diproduksi sendiri oleh responden untuk
mengungkapkan keyakinan mereka “tentang rasa sakit” dalam perbedaan gender. Hal yang sama
juga digambarkan oleh penenun Tolfeu, bahwa setiap karya seni yang mereka ciptakan adalah
bagian dari “rasa sakit”. Dalam mekanisme tubuh manusia, sebagai motor pengerak manusia
adalah otak. Konteks penenun Tolfeu dalam mengekspresikan perasaannya melalui tenun maka
otak kanan menjadi motornya. Menurut Rossman, otak kanan jarang difungsikan secara penuh,
meski sangat cerdas karena analisis otak kiri, mengambil hal-hal yang terpisah, sementara otak
kanan mensintesis dan merangkai.26
25
Lain R. Edgar, Guide,22 26
Martin Rossman, Guided imagery for self-healing, 18
89
Perspektif "otak kanan" memungkinkan manusia untuk mengumpulkan gagasan dengan
cara baru untuk menghasilkan solusi untuk pemecahan masalah. Bagi Rossman seorang
praktikus konseling berpendapat bahwa dalam dunia medis dan konseling di Rumah Sakit otak
kanan difungsikan untuk membantu penyembuhan pasien.27
Bantuan pada proses penyembuhan
berbasis imajinasi sangat populer dalam dunia medis, seperti penggunaan musik atau
gambar/lukisan dan ini sangat mengutamakan imajinasi dari pasien. Dari sudut pandang yang
diberikan Rossman maka tidak salah sasaran jika tenun dijadikan media konseling. Maka dari itu
penulis akan menganalisis proses menenun dari tahap awal dari perspektif konseling feminis.
Stigma yang terbentuk selama ini dalam diri perempuan pada umumnya adalah
menghargai cinta(internal), komunikasi(relasi) dan kecantikan(eksternal).Di mana perempuan
menghabiskan banyak waktu untuk mendukung, membantu, dan memelihara satu sama lain
dalam komunitasnya. Tentu saja stigma semacam ini bersifat universal yang dapat dilihat dan
dirasakan secara nyata ketika berinteraksi dengan perempuan.Dalam kehidupan perempuan
Tolfeu mereka memulai kehidupan mereka dari dalam rumah lalu berlanjut pada komunitas tenun
lalu berakhir pada keluarga.Tahapan ini terus mereka jalani sepanjang hidup mereka. Dibalut
dengan rasa penuh cinta penenun Tolfeu saling mendukung satu sama lain dalam komunitasnya.
Mereka selalu berkelompok ketika mengerjakan tenunan mereka.Suatu tempat yang sudah
disediakan untuk bekerja dijadikan penenun Tolfeu untuk saling mendukung. Pada proses
menenun dari awal sampai akhir mereka salalu berkelompok. Artinya bahwa mereka adalah
sebuah komunitas perempuan.
Di sisi lain perempuan pada umumnya dianggap mengalami pemenuhan kebutuhan diri
melalui sharing dan berhubungan terhadap sesama.Sebagai contoh perempuan sangat menikmati
27
Martin Rossman, Guided imagery for self-healing, 19
90
pakaian yang berbeda setiap hari, hal ini disesuaikan dengan perasaan mereka dan juga ekspresi
pribadi.Perempuan bahkan bisa mengganti beberapa pakaian sehari saat
moodberubah.Komunikasi sangat penting bagi perempuan. Bagi perempuan untuk berbagi
perasaan pribadi jauh lebih penting daripada mencapai tujuan dan kesuksesan dalam hidup.
Berbicara dan berhubungan satu sama lain adalah sumber pemenuhan yang luar biasa bagi
perempuan.28
Hal semacam ini juga tidak terlepas dari pribadi penenun Tolfeu.Akan tetapi ada
batasan-batasan ketika mereka ingin berbagi perasaan mereka kepada sesama. Mekanisme
masyarakat Timor tidak pada aras saling berbagi pengalaman pribadi tetapi lebih pada pekerjaan
(sosial). Laki-laki posisinya di kebun dan perempuan tugasnya menenun di rumah.Konsekuensi
yang harus diterima oleh masyarakat Timor.
Sebenarnya penenun Tolfeu memiliki banyak waktu berbincang dan mengutarakan yang
dialami dan rasakan.Hal ini hanya tersedia ketika mereka bersama ke kebun untuk memanen
kapas, membersihkan kapas, dan mewarnai benang. Pada proses itu biasanya diselingi dengan
cerita-cerita ringan tentang kondisi rumah, kondisi ekonomi dan seputar hal-hal yang ringan
untuk diperbincangkan. Tetapi ini hanya bersifat sementara karena mereka harus kembali
menenun.Ketika menenun perempuan Tolfeu tidak lagi mempunyai waktu untuk saling
“curhar”.Menenun membutuhkan konsentrasi yang tinggi karena mengandalkan ingatan dan
kreatifitas penenun.
Tidak seimbang jika dalam membahas perempuan tanpa kehadiran pria.Secara umum
pria yang digambarkan oleh kebanyakan masyarakat adalah pria yang kuat, tangguh, area
kerjanya di luar rumah dan memiliki sifat tertutup. Sebagai contohnya ketika seorang pria marah,
28
John Grey, Men Are from Mars, Women Are from Venus: A Practical Guide for Improving
Communication and Getting What You Want in Your Relationships (New York: HarperCollins 1993), 14
91
dia tidak pernah membicarakan tentang apa yang mengganggunya kepada orang lain. Pria tidak
akan pernah membebani perempuan atau orang disekitarnya untuk bercerita atau melampiaskan
emosinya. Sebagai gantinya pria menjadi sangat pendiam dan pergi ke tempat yang sunyi untuk
mencari tahu tentang masalahnya, di sana pria akan merenungkannya untuk menemukan
solusinya. Dalam masyarakat modern seperti saat ini jika pria tidak bisa menemukan solusinya
maka dia melakukan sesuatu untuk melupakan masalahnya, seperti membaca koran atau bermain
game.
Menurut John Grey bahwa cara ini dipercaya dapat melepaskan pikirannya dari masalah
yang dialami, lambat laun dia bisa bersantai. Jika stresnya benar-benar hebat, dibutuhkan
keterlibatan dengan sesuatu yang lebih dari itu menantang, seperti membalap mobilnya,
berlomba dalam kontes, atau mendaki gunung.29
Sedangkan dalam analisanya John Grey
mengatakan bahwa hal yang sangat berbeda dipertunjukan oleh perempuan.Ketika seorang
perempuan menjadi marah atau tertekan oleh hari-harinya.Untuk menemukan kelegaan, maka
perempuan mencari seseorang yang dia percaya dan kemudian berbicara dengan sangat rinci
tentang masalahnya.30
Kedua hal pembeda antara perempuan dan pria ini merupakan bagian dari
konseling. Bagaimana cara kedua manusia ini mengelola emosinya secara pribadi dengan
menggunakan hobi maupun media cerita. Harus dipahami bahwa konseling dapat terjadi di mana
saja, kepada siapa saja dan dalam situasi apapun.
Dalam konteks masyarakat Tolfeu(Timor), pengelolaan emosi dipahami secara terbalik.
Penenun perempuan akan pergi ke hutan atau bawah pohon untuk menenangkan pikirannya.
Ketika ada masalah rumah tangga seperti berkonflik dengan suami maka mereka tidak akan pergi
29
John Grey, Men Are from Mars, 21 30
John Grey, Men Are from Mars, 21
92
menenun tetapi mereka akan pergi jauh untuk menenangkan pikiran mereka. Proses konseling
terjadi saat itu. Dengan berbekal doa yang dipanjatkan, suara burung berkicau, langit yang cerah
membuat penenun Tolfeu menjadi lebih baik. Mereka tidak akan mencari teman atau
melampiaskan emosi atau masalah itu kepada orang lain. Bersama alam penenun Tolfeu mencari
kedamaian. Setelah perasaan tenang itulah penenun Tolfeuakan pergi kembali menenun. Ketika
penenun memulai memasang alat tenunsampai memasukan setiap helai benang di situ terjadi
proses konseling. Penenun Tolfeuakan merasakan hati yang kembali tenang. Setiap hentakan
kayu pada alat tenun membantu penenun Tolfeu untuk melupakan sejenak apa yang mereka
alami. Proses ini adalah bagian penyembuhan secara psikis bagi penenun. Menenun adalah obat
di kala perempuan Tolfeu sedang sakit. Maka dari itu setiap tenun dari perempuan Tolfeu
menggambarkan apa yang mereka rasakan dalam tahapan itu. Setiap motif yang penenun pakai
adalah bentuk perasaan dengan mengandalkan imajinasi mereka.Menenun juga sebagai salah
satu bentuk penyembuhan bagi perempuan Timor dari masa lalu.Karena mitos yang dinarasikan
oleh masyarakat Timor selalu berkaitan dengan bentuk frustasi perempuan sehingga mereka
memilih untuk tenun.Maka dari itu menenun membantu perempuan Tolfeukeluar dari masalah
lalu yang selalu menindas mereka.
Pada awalnya gerakan feminis muncul dari realitas bahwa perempuan digambarkan
sebagai perendahan kultur perempuan.31
Pemahaman ini muncul sebagai tindakan reaksi
perempuan yang sadar akan hal itu. Tetapi dalam tulisan ini penulis tidak mengkambinghitamkan
kultur sebagai dasar gerakan feminis ini. Penulis lebih mengfokuskan tulisan ini pada konseling
feminis.Dalam prakteknya konseling feminis dibangun dari premis bahwa untuk dapat
memahami masalah konseli dengan benar, kita juga perlu memahami konteks sosial, budaya, dan
31
J.D Engel, Isu-isu, 40
93
politik yang berkontribusi pada masalah tersebut. Sehingga dari berbagai faktor pendukung
terciptanya konseling feminis ini tidak menjadikan salah satu konteks dalam masyarakat menjadi
kambing hitam tetapi konseling feminis akan melihat secara utuh. Penulis mengakui bahwa
Timor adalah salah penganut patriakal yang masih sangat kuat. Jika memahami patriakal dari
permukaan berarti kita melihat pengaruh laki-laki akan lebih besar daripada perempuan.
Budaya patriakal menjadi bom waktu yang berbahaya karena menurut Engel, dalam
sistem budaya patriakal perempuan mengalami diskriminasi, marjinalisasi, kekerasaan,
pelecehan dan lain-lain.32
Dalam konteks perempuan Tolfeu (penenun), penulis tidak bisa
mengatakan tidak terjadi diskiriminasi dan lain-lain pada konsep berpikir Engel. Data yang
didapat dalam bab sebelumnya, perempuan Tolfeu sejak usia dini lebih memilih untuk di rumah
belajar menenun daripada ke sekolah. Tentu saja pilihan ini tidak didasarkan atas kemauan
sendiri tetapi ada intervensi dari pihak orangtua.Di mana anak laki-laki lebih memiliki hak penuh
untuk merasakan bangku pendidikan.Dengan alasan ekonomi yang dibawah standar, masyarakat
Tolfeu (bukan saja penenun) lebih memilih anak laki-laki untuk bersekolah daripada anak
perempuan. Hal ini atas dasar pemikiran bahwa laki-laki adalah penerus keluarga dan perempuan
akan menjadi milik laki-laki lain pada waktu sudah menikah. Penulis dengan tegas mengatakan
bahwa ini adalah tindakan diskriminasi dan marjinalisasi terselubung terhadap
perempuan.Mengatasnamakan penerus keturunan perempuan menjadi korban. Hal semacam ini
menjadi lumrah bagi kultur Timur seperti masyarakat Tolfeu.
Perempuan Tolfeu secara sadar menganggap bahwa kultur semacam ini akan merusak
masa depan mereka. Maka dari itu penenun Tolfeu dengan segenap hati dan seluruh tenaga
dengan menggunakan komoditas tenun sebagai alat perjuangan untuk menghadapi diskriminasi
32
J.D Engel, Isu-isu kontemporer, 40
94
akibat kultur patriakal. Perempuan penenun tidak lagi menganggap bahwa adanya perbedaan
pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan.Penenun Tolfeu merasa bahwa semua anak
memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.Walaupun dengan jerih payah mereka terus
menenun sampai mendapatkan uang.Tindakan dari penenun Tolfeu perlu diapresiasi karena
hanya berbekal tenun sebagai alat budaya dapat menyamakan kedudukan antara laki-laki dan
perempuan yang selama ini dianggap biasa.Penenun Tolfeu bisa dikatakan sebagai pejuang
kesetaraan jender dalam bidang pendidikan yang dimulai dari bagian terkecil yaitu
keluarga.Perempuan Tolfeu sadar bahwa faktor pendidikan menjadi sumber masalah bagi
diskriminasi dan marjinalisasi bagi budaya Timor, sehingga mereka dengan semangat juang yang
tinggi untuk mencari uang lewat tenun.Nilai perjuangan yang dilakukan perempuan Tolfeu
adalah nilai utama konseling feminis.Di mana mereka mampu bangkit dari budaya patriakal yang
mengurung mereka dengan sumber daya diri sendiri.
Budaya patriakal sangat kental dengan isu kekerasan.Perempuan dianggap sebagai
manusia yang lemah dan laki-laki adalah manusia kuat atau biasanya perempuan adalah persona
non grata.Dalam masyarakat modern kekerasan identik dengan kontak fisik.Biasanya perempuan
adalah korban dari kontak fisik tersebut.Jika dipahami dari sisi budaya tradisional seperti Timor
maka kekerasan yang dialami tidak selalu berkaitan dengan adanya kontak fisik.Menurut penulis
peran ganda perempuan di area domestik dan area publik adalah bentuk kekerasan.Bagaimana
tidak, perempuan Tolfeu harus mengurus anak, masalah dapur, dan juga harus mencari nafkah
sedangkan suami hanya menjadi penghuni setia rumah tidak berbuat apa-apa. Dalam konteks
masyarakt Timor laki-laki memiliki peran di kebun akan tetapi ini pekerjaan periodik sedangkan
perempuan tidak mengenal akan waktu. Perempuan Tolfeu harus menenun setiap saat.Bagi
penulis ini adalah bentuk kekerasan secara halus.Akan tetapi perempuan penenun Tolfeu terus
95
dengan semangat juang yang tinggi memperlihatkan ini sebagai bentuk pengorbanan bagi
keluarga.PerempuanTolfeuberhasil keluar dari kungkungan budaya patriakal di mana mereka
adalah manusia yang lemah.Mereka berhasil membuktikan bahwa perempuan adalah manusia
yang kuat dan kreatif.Hal yang dilakukan oleh perempuan Tolfeu sejalan dengan pemikiran dari
Engel bahwa maksud dari gerakan feminis adalah merevitalisasi kesadaran perempuan di mana
mereka memiliki nilai dan kekuatan dalam diri.33
Maka dari itu menurut Ritzer perempuan akan
mampu berkonfrontasi dengan sistem patrikal dan mampu memimpin bisnis, melakukan
pekerjaan di luar rumah dan memimpin rumah tangga.34
Bentuk perjuangan oleh perempuan Tolfeu dengan memberdayakan tenun bukan
termasuk dalam kategori feminis radikal.Tentu saja prinsip feminisme radikal bukanlah tujuan
dari tulisan ini dibuat. Perempuan Tolfeu tidak memikirkan sejauh apa mereka mampu
berkontribusi untuk perubahan sosial dalam budaya Timor namun mereka hanya
memperjuangkan kehidupan mereka melalui menenun. Perempuan Tolfeu mampu berjalan keluar
dari budaya patriakal dan memberdayakan diri mereka melalui menenun.Hal ini yang perlu
dilihat oleh para pejuang feminis lainnya, bahwa budaya selain sumber patriakal namun menjadi
penambah semangat untuk hidup lebih baik.Jika dilihat sejarahnya perkembangannya teori
feminis mengambil bentuk konseling dan psikoterapi radikal, di mana teori ini menggunakan
teknik-teknik yang didesain untuk membantu perempuan agar dapat menyadari bahwa
masyarakat yang patriarkal merupakan pusat dari kebanyakan masalah mereka.Dan perubahan
tidak akan terjadi kecuali jika perempuan dapat diberdayakan, agar dapat merasa dan bertindak
sejajar dengan para pria. Para konselor dan terapis feminis radikal dengan penuh semangat akan
mengemukakan tujuan dan prinsip-prinsip feminisme dalam konseling, yang berisi di antaranya,
33
J.D Engel, Isu-isu kontemporer, 42 34
George Ritzer, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2014), 383
96
pertama, mendorong independensi finansial, kedua memandang bahwa masalah para wanita
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, dan ketiga menyarankan agar perempuan dapat terlibat
dalam aksi-aksi sosial. Konseling dan psikoterapi feminis radikal ini mendorong agar konseli
berpartisipasi aktif dalam kelompok-kelompok aksi sosial dan gerakan-gerakan keadilan sosial
lainnya untuk memperjuangkan perubahan sosial yang akhirnya akan menghasilkan keadilan
gender.35
Mulanya konseling-konseling tradisional yang menggunakan norma-norma androcentic,
di mana laki-laki menjadi sebuah ukuran, sehingga perempuan seringkali ditemukan
menyimpang dari norma tersebut. Dalam konteks tulisan ini pemahaman akan androsentisme di
wilayah Timor masih sangat kental. Sehingga perempuan Tolfeu tidak bisa melakukan pekerjaan
lain selain menenun jika berada dalam wilayahnya.Dan walaupun perempuan Tolfeu secara
pembagian kerja adalah pencari nafkah dalam keluarga akan tetapi, perempuan Tolfeu tidak bisa
menganggap dirinya lebih tinggi daripada laki-laki. Banyak teori dan penelitian psikologis yang
cenderung mengkonseptualisasikan pria dan wanita dalam pola yang sama. Menurut
Theinkaw,tujuan konseling feminis adalah untuk mengganti “kebenaran obyektif patriarkal”
dengan kesadaran feminis, yang mengakui perbedaan cara dalam memahami sesuatu. Perempuan
didorong untuk menghargai emosi dan intuisinya, serta menggunakan pengalaman pribadinya
sebagai dasar untuk menentukan “realitas”.36
Tentu saja hal ini bukan maksud dan tujuan
konseling feminis dalam diri perempuan Tolfeu, tetapi dengan memahami realitas yang dimiliki
mereka mampu bangkit dan memberdayakan diri mereka dengan menenun.Dilain sisi perempuan
Tolfeu belum sadar secara penuh realitas ditengah kebenaran yang di bawah oleh
patriarkal.Sehingga kesadaran ini dapat terlihat pada proses tenun yang ditampilkan oleh
35
Ivey, A. E, dkk, Theories of Counseling & Psychotherapy, 243 36
Theinkaw, The Effectiveness Of Postmodern Feminist, 39
97
perempuan Tolfeu. Proses menenun dari awal menanam kapas sampai pada menenun kain
menjadi media konseling feminis bagi perempuan Tolfeu.
a) Moe Tais nak’o Abas
Proses awal biasanya disebut moe tais nak’o abas yang artinya membuat selimut dari
kapas. Perempuan Tolfeudikenal sebagai penenun tradisional yang masih menggunakan
bahan alami dalam membuat tenun.Bahan utama yang digunakan adalah kapas.Mulai dari
memetik kapas menjadi pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan.Membuat benang menjadi
benang juga dilakukan oleh perempuan. Dengan segenap hati dan tanpa pengeluhan
perempuan Tolfeu menikmati proses yang ada. Tentu saja kapas yang diambil perempuan
Tolfeu harus terlebih dahulu untuk menanamnya. Proses penanaman juga bukanlah hal yang
mudah tetapi terus perempuan nikmati. Lantunan myanyian, dan doa yang dipanjatkan
mewarnai proses penanaman dan memetik kapas. Artinya bahwa perempuan memiliki
harapan untuk kapas yang mereka tanam tumbuh tanpa ada yang gagal.Keadaan cuaca di
Timor terus membuat perempuan Tolfeu menjadi sosok yang kuat.Tetapi dibalik itu mereka
ingin mengatakan bahwa segala pengorbanan yang dilakukan untuk menenun adalah dedikasi
perempuan Tolfeu bagi keluarga dan juga bagi budyaa Timor.Rasa memiliki akan tenun yang
dibuat akan lebih besar. Hal ini disebabkan karena proses dari awal yang membutuhkan
pengorbanan dan dedikasi yang tinggi untuk menanam kapas. Dibandingkan dengan tenun
yang menggunakan benang toko nilai spiritual dari bahan alam oleh perempuan Tolfeu lebih
mendalam.Maka dari itu setiap tenun yang dihasilkan menggambarkan dedikasi yang luar
biasa.Perempuan Tolfeu mengorbankan segala tenaga, pikiran, dan waktu hanya untuk
selembar kain tenun Timor.
b) Moe Tais Mau
98
Pada bagian proses kedua yang dilakukan perempuan Tolfeu adalah merekayasa motif
pada tenun yang akan dibuat. Pada bagian ini tentu saja daya kreatifitas dan imajinasi
memainkan peran paling penting.Setiap motif yang akan dibuat mengandung berbagai
makna. Dalam tenunan terselip sejumlah pesan spiritual yang menyangkut pandangan hidup
dan kepercayaan masyarakat Timor. Kepercayaan ini dijelmakan dalam lambang-lambang
dan diperindah susunannya menjadi ornament yang serasi. Kekhasan buah pikiran dan cita-
cita dilampiaskan dalam karya seni budaya yang perempuan Tolfeu terus pelihara dari
generasi ke generasi.Sehingga bagi perempuan Tolfeu saat ini menempatkan posisi tenunan
Timor sebagai karya yang layak dan patut dihargai oleh semua orang.Selain itu banyak orang
heran dan kagum bahwa budaya etnis seni tenun hidup dan berkembang di alam yang keras
tantangannya, namun telah menghasilkan kreativitas seni yang mempunyai keindahan
tersendiri.Hal ini menjadi petunjuk bahwa ternyata mutu seni yang indah dapat saja tumbuh
dan terpelihara dalam lingkungan yang keras.Melalui motif yang digambarkan, perempuan
Tolfeu ingin mengatakan bahwa budaya Timor memiliki kekhasan dalam merefleksikan
kebaikan dari Sang Pencipta dan para leluhur bagi mereka.Setiap motif yang dirancangkan
oleh perempuan Tolfeu memiliki bumbu kepercaya dan keyakinan bahwa melalui tenun
mereka terus diberkati.Melalui motif yang perempuan Tolfeu gambarkan juga ingin mereka
tampilkan nilai-nilai perjuangan dan semangat yang terus berapi-api. Bukan saja untuk
melestarikan budaya Timor tetapi melalui tenun, perempuan menggambarkan nilai
perjuangan akan kehidupan yang semakin keras tiap saatnya. Masuk dan berkembangnya
pakaian modern secara sporadis tidak padamkan semangat dan perjuangan perempuan Timor
untuk terus menenun.
c) Hau Nafu
99
Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh perempuan penenun adalah pewarnaan
benang.Pada bagian pewarnaan ini cukup memakan waktu yang lama hampir sekitar 2
minggu bahkan lebih untuk menghasilkan warna yang dapat bertahan lama.Benang harus
dimasak bersama bahan pewarna alami lalu dikeringkan lalu dimasak lagi.Setelah itu
keringkan selama 2-3 minggu lalu masak kembali dan dikeringkan dan kemudian dicuci
untuk menghilangkan bau. Proses ini sangat menyita waktu tetapi perempuan penenun sangat
menikmati ini semua. Perempuan Timor juga patut bersyukur karena Timor diberikan
anugerah cuaca yang panas sehingga benang yang mereka jemur cepat kering.Setelah warna
benang sudah sesuai dengan keinginan maka tahap terakhir adalah menenun itu sendiri.Untuk
pewarna alami sendiri perempuan Tolfeu memakai bahan dari tumbuh-tumbuhan seperti
kunyit, papaya, pohon pinang, akar mengkudu dan kapur. Bahan-bahan bisa didapatkan di
pekarangan rumah atau tumbuh di kebun.Semua sudah disediakan alam.Adapun warna-
warna yang biasa terbuat dari tumbuhan adalah merah atau tasa, putih atau muti, hijau atau
mate, biru atau molom nasif, kuning atau mol makuke, hitam atau metan, dan coklat atau mol
afu.Sungguh pekerjaan yang tidak mudah karena bahan-bahan dari alam ini harus diambil
dari tempat-tempat yang berbeda.Waktu dan tenaga harus terus dipakai dalam tahap ini.Pada
tahap pewarnaan ini mengandung nilai-nilai kesabaran dan pelestarian alam (ekologi).
Menggunakan bahan dari alam sama dengan menjagadan terus menjaga alam tidak rusak.
Karena jika menggunakan bahan pewarna kimia maka dampak negatif jauh lebih besar.Bisa
merusak kondisi tanah dan tumbuhan sekitar.Sehingga warna yang digunakan oleh
perempuan Tolfeu tidak sembarang tetapi memiliki makna semangat pelestarian lingkungan.
d) Teun
100
Bagian menenun adalah tahap paling akhir dari segala proses yang panjang. Menenun
bukanlah pekerjaan yang singkat tetapi memakan waktu yang lama.Bahkan pengerjaan bisa
berbulan-bulan lamanya. Proses menenun ini tentu saja harus terus dilakukan setiap harinya.
Karena bagi perempuan Tolfeu menenun bukan lagi pekerjaan sambilan waktu kosong.Tetapi
menenun bagi perempuan Tolfeu adalah bagian mencari nafkah. Waktu yang panjang dan
kondisi sosial yang tidak memungkinan membuat dampak stress jauh lebih besar. Dari proses
awal penanaman kapas sampai pada menenun memiliki konsekuensi tekanan psikologis jauh
lebih besar. Hidup dalam budaya patriakal membuat perempuan Tolfeu semakin dalam
ambang stress.Tetapi yang unik adalah perempuan Tolfeu dapat bertahan sampai saat
ini.Mereka terus menenun dari dulu sampai sekarang. Perempuan Tolfeu juga manusia
normal yang memiliki dampak stress yang tinggi tetapi mereka berhasil menyembuhkan diri
mereka. Menenun adalah media bagi mereka meluapkan segala emosi dan stress yang
mereka hadapi. Karya seni tenun berhasil memberdayakan perempuan Tolfeu menjadi
perempuan yang tangguh. Hasil tenun yang perempuan Tolfeu racik akan berdampak pada
lingkungan keluarga dan juga lingkungan sosial. Selain itu berdampak pula pada segi
ekonomi.Perempuan Tolfeu berhasil memberdayakan diri mereka. Pandangan inilah yang
dikatakan sebagai sebuah proses konseling. Proses konseling dikatakan berhasil jika yang
bermasalah dapat keluar dari masalahnya lalu memberdayakan dirinya.
Dari proses selembar kain tenun yang memerlukan waktu yang tidak sedikit perempuan
Tolfeu berhasil menunjukan berbagai keistimewaan. Kain tenun Timor tidak bisa lagi dipandang
sebagai bentuk pelestarian budaya semata.Akan tetapi dibalik kain tenun yang dibuat
mengandung perjuangan, dedikasi, semangat, pemberdayaan yang banyak orang tidak
tahu.Selain itu sebagai akhir analisis tulisan ini penulis ingin mengatakan bahwa dengan
101
menenun bisa dijadikan konsep konseling budaya.Karena perempuan Tolfeu berhasil
membuktikan bahwa dengan masalah dan stres yang dialami mereka mampu menyelesaikannya
sampai menemukan meaning of life atau makna hidup.Salah satu caranya adalah menenun.Tentu
saja menenun adalah media konseling.Selain tenun bagi perempuan Tolfeu alam, binatang dan
yang ada disekitar kita bisa menjadi media konseling dalam menyelesaikan masalah.Hasil dari
analisa data di atas maka penulis memiliki kurang lebih limanilai spiritual yang didapat dari
proses konseling pada olehperempuan Tolfeu.
Dari sudut pandang konseling feminis maka menenun adalah sebuah bentuk perjuangan
perempuan Tolfeu.Harus diakui bahwa menenun bukanlah pekerjaan yang mudah
dilakukan.Perempuan Tolfeu harus mampu menyembuhkan dirinya dari luka-luka yang
diakibatkan kondisi budaya.Tentu saja hal ini menjadi hal penting karena perempuan Tolfeu
berhasil keluar dari ancaman ketidakberdayaan lalu mampu memberdayakan diri mereka sebagai
kelompok masyarakat. Maka dari itu menurut penulis, proses menenun adalah bagian dari proses
konseling yang dialami oleh perempuan Tolfeu sehingga dapat melahirkan beberapa nilai
spiritual seperti gotong royong, dedikasi, perjuangan, ekologi dan hidup yang menghidupkan.
a) Meub Tabua
Tradisi yang biasa dilakukan oleh penenun Timor adalah selalu berkelompok. Dalam
komunitas yang biasa terdiri dari 5-10 perempuan akan bekerja sama untuk memetik kapas
sampai pada pewarnaan. Meub tabua jika diartikan memiliki arti bekerja sama-sama. Proses
menanaman kapas tentu saja tidak bisa dilakukan oleh satu orang saja namun harus berkelompok
sehingga adanya efisiensi waktu. Selain itu dalam proses penanaman sampai pada pewarnaan
sebagai proses konseling bagi penenun Tolfeu karena pada saat itulah komunikasi dan relasi
dengan orang lain terjalin. Penenun Tolfeu juga membuktikan bahwa proses konseling terjadi
102
tidak selalu bersifat individualistis tetapi bisa secara komunal. Dengan menanam kapas terlebih
dahulu lebih membangkitkan rasa memiliki dan menghargai bagi penenun.Karena dengan jerih
payah dan usaha yang lebih keras untuk mendapatkan kualitas tenun terbaik. Pada proses gotong
royong juga membuat penenun bisa saling menolong, menopang dan mendukung antara sesama
mereka. Hal inilah yang terdapat pada proses konseling di mana antara konselor dan klien saling
menolong, menopang dan mendukung. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses konseling sedang
terjadi ketika para penenun Tolfeu pergi ke kebun untuk menanam kapas. Nilai-nilai semacam ini
yang terus dijaga oleh penenun Tolfeu sampai saat ini.
b) An sutai
Tenun Timor adalah fakta keberadaan masyarakat Timor sampai pada saat ini.Eksistensi
masyarakat Timor tidak bisa dilepaskan pada seorang penenun.Mereka terlahir sebagai penerus
budaya Timor lewat karya seni.An sutaijika diartikan sebagai pengangkat beban. Dalam konteks
penenun Tolfeu, perempuan tidak lagi menenun untuk melestarikan budaya tetapi sebagai bentuk
dedikasi mereka kepada keluarga dan Uis Neno.Artinya bahwa penenun Tolfeu mengorbankan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mensejaterakan keluarga.Selain itu menenun juga merupakan
pertanggungjawaban penenun kepada Uis Neno.Penenun Tolfeu mengabdikan seluruh jiwa dan
raga bagi keluarga, masyarakat dan budaya.Menurut penulis ini pengorbanan yang luar biasa
yang ditunjukan oleh perempuan Tolfeu.
c) Naskeken Mepu
Menenun bukanlah perkara mudah bagi yang belum terbiasa.Menenun membutuhkan
semangat dan daya juang yang tinggi dan hal ini yang terlihat dalam diri perempuan
Tolfeu.Budaya Timor membentuk perempuan menenun sebagai pekerja yang tak kenal
lelah.Naskeken mepu jika diartikan adalah bekerja tepat pada waktunya.Untuk mencapai tenun
103
dengan kualitas yang terbaik maka harus ada semangat dalam bekerja dan ini yang selalu
ditampilkan dalam diri penenun.Walaupun mereka menenun sejak kecil sampai dewasa tetapi
perempuan Tolfeu selalu menikmati itu.Perempuan Tolfeu selalu bersemangat pergi ke kebun
untuk memetik kapas, mewarnai benang dan menenun.Perempuan Tolfeu selalu menampilkan
rasa sukacita setiap kali menenun walaupun dilanda berbagai persoalan.Semangat juang seperti
ini yang menjadikan mereka istimewa. Perempuan Tolfeu tidak akan memilih untuk istirahat jika
hari ini tenun yang mereka buat belum maksimal. Ditambah kondisi rumah yang tidak memiliki
persediaan makanan. Maka perempuan Tolfeu dengan Naskeken mepuakan terus menenun.Selain
untuk mengisi pundi-pundi dapur juga salah satu perjuangan perempuan menenun adalah untuk
terus melestarikan budaya Timor.Walaupun kondisi psikososial perempuan berada dalam
tekanan namun penenun terus berjuang untuk mempertahankan budaya Timor dalam arus budaya
modern.
d) Tabalab Pah
Jika dalam perkembangannya banyak penenun memilih untuk memakai benang yang
sudah jadi atau benang toko maka lain pula dengan perempuan Tolfeu. Benang dari kapas
menjadi ciri khas dan pembeda antara tenun Tolfeu dengan yang lain. Tentu saja penggunaan
bahan dasar kapas bukan tanpa tujuan. Selain lebih memikat dan kaya akan makna tetapi dengan
menggunakan bahan kapas penenun secara tidak langsung menjaga ekosistem lingkungan
dengan baik. Walaupun tanah di Timor terkenal dengan tanah kering atau pah meto, tidak
mengurangi semangat penenun untuk menggunakan kapas.Secara harafiah tabalah pah diartikan
104
sebagai bentuk melestarikan alam. Dalam proses tenun yang menggunakan kapas dan bahan
pewarnaan secara alami membantu masyarakat untuk tidak merusak lingkungan. Selain itu
membantu regenerasi pertumbuhan alam sekitar.Dan tentu saja membangkitkan rasa cinta
terhadap alam lebih besar karena komoditas utama tenun disediakan oleh alam.Bersama alam
sekitar perempuan Tolfeumenyembuhkan luka-luka batin yang mereka alami.Ruang konseling
pastoral nampak saat itu karena alam menyediakan segala sesuatu bagi perempuan untuk terus
menenun sebagai bentuk memberdayakan diri.
e) Naim Lalan
Jika diartikan secara lurus naim lalan adalah mencari jalan. Mencari jalan yang
dimaksudkan penulis bukan berarti penenun mencari jalan lain. Tidak! Tetapi perempuan Tolfeu
memilih naim lalan sebagai bentuk pemberdayaan diri mereka. Dengan segala keterbatasan dan
ketidakmampuan perempuan dalam masyarakat Timor mereka naim lalan dengan cara menenun.
Menenun sendiri secara tidak sadar memberdayakan perempuan Tolfeu. Memberdayakan yang
dimaksudkan oleh penulis di sini bahwa perempuan Tolfeu berhasil keluar dari masa-masa sulit
seperti mengalami permasalahan keluarga, relasi dengan orang lain dan mereka berhasil
menyelesaikan itu. Penenun Tolfeu adalah manusia yang hidup untuk menghidupkan. Artinya
bahwa hidup yang mereka jalani sebagai penun tidaklah hampa atau kosong tetapi penenun
berhasil menghidupi orang lain. Pada perspektif ini perempuan Tolfeu mau mengatakan bahwa
antara laki-laki dan perempuan sama dalam hal mencari nafkah. Laki-laki bisa mencari uang
begitu juga penenun Tolfeu.Nilai kesetaraan jender yang mau diperlihat oleh penenun
Tolfeu.Impian penenun Tolfeu adalah kualitas hidup yang baik dan ini bisa didapatkan jika
mampu merubah paradigma adrosentris di mana laki-laki selalu menjadi ukuran.Sehingga
105
penulis mau katakan bahwa konseling dengan media tenun ingin menunjukan kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan.
3. Rangkuman
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dirangkum beberapa hal yang merupakan inti
dari pembahasan ini yaitu :
1. Asal-usul dan pemaknaan tenun Timor berasal dari landasan filosofis tenun yaituIke
Suti
2. Pada proses menenun perempuan Tolfeumengandung nilai-nilai spiritual seperti
gotong royong, dedikasi, perjuangan, ekologi, dan hidup yang menghidupkan.