Download - Dampak Sosial Bendungan Cirata
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
1/83
BAB IV
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT KECAMATAN MANIIS KABUPATEN PURWAKARTA
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Maniis
4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif
Sebelum membahas kondisi Kecamatan Maniis, peneliti terlebih dahulu
mengemukakan tentang letak geografis dan administratif Kabupaten
Purwakarta pada tahun 1984-2002. Kabupaten Purwakarta adalah sebuah
Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia terletak 80 km sebelah Timur
Jakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Barat
dan sebagian wilayah Utara, Kabupaten Subang di bagian Utara dan sebagian
wilayah bagian Timur, Kabupaten Bandung di bagian Selatan, dan Kabupaten
Cianjur di bagian Barat Daya (BPS Kabupaten Purwakarta, 2002: 3).
Kabupaten Purwakarta berada pada titik temu tiga koridor utama lalu-lintas
yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan
Purwakarta-Cirebon. Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km atau
sekitar 2,81% dari luas wilayah Propinsi Jawa Barat. Sejak tahun 2001 Kabupaten
Purwakarta punya 17 Kecamatan dengan 192 desa/kelurahan. Jarak antar
Kecamatan bervariasi, jarak terdekat sepanjang 4 km terdapat antara Kecamatan
Sukatani dengan Kecamatan Plered, sementara jarak terjauh adalah 60 km yang
terdapat antara Kecamatan Bojong dan Kecamatan Sukasari. Ditinjau dari aspek
geografis, letak Kabupaten Purwakarta dapat dibagi atas beberapa wilayah, yaitu
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
2/83
bagian utara, barat, selatan, dan timur. Wilayah bagian utara mencakup
Kecamatan Campaka, Bungursari, Cibatu, Purwakarta, Babakan Cikao,
Pasawahan, Pondoksalam, Wanayasa, Kiarapedes. Wilayah barat meliputi
Kecamatan Jatiluhur dan Sukasari, sedangkan bagian selatan dan timur
wilayahnya meliputi Kecamatan Plered, Maniis, Tegalwaru, Sukatani, Darangdan,
dan Kecamatan Bojong.
Pada tahun 2002 wilayah Kabupaten Purwakarta dimekarkan dari 11
Kecamatan menjadi 17 Kecamatan, sedangkan banyaknya desa/kelurahan tetap
sebanyak 183 desa dan kelurahan, akan tetapi beberapa desa mengalami
perubahan wilayah administrasi. Sementara itu Rukun Tetangga (RT), Rukun
Warga (RW), dan dusun mengalami pemekaran sehingga terdapat 524 dusun
dengan 1.152 RW dan 3.244 RT. Berdasarkan profil desa yang dibuat setiap
tahun, desa/kelurahan dapat diklasifikasikan menjadi desa swadaya, swakarya,
atau swasembada. Menurut dinas pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Purwakarta, dari 192 desa/kelurahan, 36 diklasifikasikan sebagai desa
swadaya dan sebanyak 156 desa masuk ke dalam klasifikasi swakarya. Sampai
tahun 2002 di Kabupaten Purwakarta belum ada desa maupun kelurahan yang
masuk ke dalam klasifikasi swasembada (BPS Kabupaten Purwakarta, 2002: 4).
Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah
dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal
29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja
Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah
Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
3/83
Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada
di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered
meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan
Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan
Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati
Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Kecamatan Pasawahan,
Kecamatan Bojong, Perwakilan Kecamatan Kiarapedes, Perwakilan Kecamatan
Margasari, dan Perwakilan Kecamatan Parakansalam yang pusat kedudukan
Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Wanayasa berada di Wanayasa yang telah
diresmikan pada tanggal 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat.
Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta
tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22
tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten
Purwakarta. Jumlah Dinas menjadi 18 Dinas, 3 Badan dan 3 Kantor serta
Kecamatan berjumlah 17 buah, Kelurahan 9 buah dan desa 183 buah.
Untuk lebih memperjelas gambaran tentang Kabupaten Purwakarta,
berikut ini dapat dilihat peta Kabupaten Purwakarta.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
4/83
Peta 4.1
KEC. MANIIS
Peta Kabupaten Purwakarta
Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis. (2008: Tanpa
Halaman). Peta Wilayah Kabupaten Purwakarta Tahun
2008.Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.
Kecamatan Maniis adalah salah satu bagian dari wilayah Kabupaten
Purwakarta secara geografis terletak di sebelah selatan kota Kabupaten yang
berjarak sekitar 30 km dengan luas wilayah mencapai 5.191,629 Ha. Yang terdiri
dari luas daratan 3.238 Ha, sawah 624,660 Ha, serta waduk 1.328,602 Ha yang
meliputi delapan desa diantaranya Citamiang, Ciramahilir, Gunungkarung, Cijati,
Tegaldatar, Pasirjambu, Sinargalih, dan Sukamukti.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
5/83
Sejak tahun 1976 wilayah Maniis pengelolaannya diserahkan kepada
wilayah otonomi Kabupaten Purwakarta, kala itu Kecamatan Maniis terdiri dari
dua desa yaitu Ciramahilir dan Citamiang. Mengingat wilayah Maniis arealnya
sangat luas setelah masuk otonomi Kabupaten Purwakarta kemudian dimekarkan
menjadi 8 desa yang telah disebutkan di atas, dengan jumlah penduduk pada tahun
1999 sebesar 21.795 jiwa serta kepadatan penduduk 304,23 jiwa/km2, mata
pencaharian terbesar masyarakat berada pada sektor pertanian. Wilayah Maniis
sebelumnya merupakan sebuah kampung yang dijadikan sebagai pusat keamanan
dan pertahanan, juga sebagai tempat paniisan para kanjeng dalem atau pejabat,
oleh karena itu daerah ini diberi nama Maniis. Sebelum menjadi sebuah
Kecamatan, sebelumnya termasuk ke dalam Kecamatan Plered, maka pada
tanggal 19 September 1989 Plered di mekarkan menjadi dua bagian dengan
Maniis maka terbentuklah Kecamatan Maniis dengan camat pertama yaitu Bapak
Muhammad Rifai (wawancara dengan Bapak Asep, tanggal 14 Juli 2009).
Untuk lebih memperjelas gambaran tentang Kecamatan Maniis, berikut ini
dapat dilihat peta Kecamatan Maniis.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
6/83
Peta 4.2
KAB. BANDUNG
SUKAMUKTI
GUNUNG KARUNG
CIJATI
KANTORKEC.MANIIS
CITAMIANG
PASIR JAMBU
TEGALD ATAR
SINARGALIH
CIRAMA HILIR
GALUMPIT
KAB. CIANJUR
KEC. SUKASAR I
KEC. TEG ALWARU
WADUK CIRATA
SDN1CIRAMAHILIR
DESACIRAMAHILIR
SMPN2 MANIIS +
SDN2CIRAMAHILIR
SDNPASIRJAMBU
DESAPASIRJAMBU
SDN1TEGALDATAR
DESATEGALDATARRAAS S ALAM
SDN3TEGALDATARDESASINARGALIH
TK.P E MBINAMANIISSDN2SINARGALIH
SDN1CITAMIANG
SDN2CITAMIANG
DESACITAMIANG
KANTORUPTDKEC.MANIIS
SDNCI JATI
SMPN1 MANIIS
DESACIJATI
DESAGUNUNGKARUNG
SDN2GUNUNGAKARUNG
SDN1GUNUNGKARUNG
SMAN2MANIIS
SDN1SUKAMUKTI
SDN3SU KAMUKTI
SDN2SU KAMUKTI
SMPNSATAP SUKAMUKTI
MTS.NURULFATA
SDN1SINARGALIH
SDN3CITAMIANG +
POLSEKMANIIS
SDN2 TEGALDATAR
TK/RA.NURUSSAADAH
TK.KHAERUNNISSA
TK/ RA.AL-HIDAYAH
MI.MAMBAUL- ULUM
MTS.AL-MUTAALIMIN+MA.AL-MUTAALIMIN
TK.TAS BIQ ULKHAIR
MASJIDAGUNG
TK.SATAPCITAMIANG
DAMPLTA
CIRATA
GEDUNG PUSATPENGENDALI
PLTACIRATA
PASARPALUMBON
GUNUNG KARUNGCIRAMA HILIR
PASIR JAMBU
SUKAMUKTI
TEGAL
DATARSINAR
GALIH
CIJATI
CITAMIANG
WADUK CIRATA
N
S
EW
Peta Kecamatan Maniis
Sumber: Diolah Data Kantor Kecamatan Maniis. (2005: Tanpa
Halaman).Peta Wilayah Kecamatan Maniis Tahun 2005.
Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.
Kecamatan Maniis merupakan daerah yang terkena dampak dari
bendungan Cirata dengan intensitas curah hujan yang terbilang kecil yaitu 2000-
2500 mm/tahun dan wilayahnya diperuntukan untuk pertanian, perikanan jaring
terapung Cirata, perkebunan rakyat jati dan karet dengan pola pergerakan barang
dan orang berorientasi ke Kecamatan Plered. Sebelum adanya bendungan Cirata,
Maniis merupakan daerah yang terisolir, dalam arti pembangunan jalan tidak
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
7/83
terjangkau pada daerah ini, sementara daerah Maniis sendiri sangat strategis
karena merupakan daerah yang menghubungkan antara Cianjur dengan
Purwakarta, akan tetapi setelah adanya bendungan Cirata, daerah ini menjadi
terbuka yang diserahkan kepada Pemda setempat. Secara administratif Kecamatan
Maniis mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Tegalwaru
b. Sebelah Timur : Kabupaten Bandung
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur
d. Sebelah Barat : Kecamatan Sukasari
Jumlah penduduk Kecamatan Maniis 100% beragama Islam dan memiliki
nilai-nilai keagamaan yang cukup tinggi, kewajiban untuk menjalankan perintah
agama sangat ditaati oleh masyarakat, hal ini terlihat dari kewajiban menjalankan
sholat lima waktu, berzakat, dan menunaikan ibadah haji. Selain itu adanya
pondok pesantren pada setiap desa di Kecamatan Maniis dengan santri yang
berjumlah sekitar 60 orang, merupakan bukti bahwa pentingnya pendidikan
agama Islam yang diterapkan pada anak-anak yang tinggal di Kecamatan Maniis
(wawancara dengan kepala seksi Kecamatan Maniis, tanggal 15 Juli 2009). Di
bawah ini merupakan perkembangan jumlah sarana peribadatan di Kecamatan
Maniis pada tahun 1980-2002.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
8/83
Tabel 4.1
Jumlah sarana Peribadatan Kecamatan Maniis Tahun 1980-2002
Tahun Jumlah Sarana Peribadatan
Masjid Mushola/langgar
1980 17 20
1981 17 33
1982 21 36
1983 22 39
1984 25 41
1985 27 41
1986 29 43
1987 32 43
1988 32 43
1989 32 44
1990 34 45
1991 36 45
1992 38 47
1993 39 48
1994 39 48
1995 41 48
1996 43 49
1997 47 51
1998 48 51
1999 48 52
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
9/83
2000 54 53
2001 54 54
2002 55 55
Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980-2002:
Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta:
Kantor Kecamatan Maniis.
Tabel di atas memperlihatkan perkembangan jumlah sarana peribadatan di
wilayah Kecamatan Maniis secara kuantitas sampai dengan tahun 2002 berjumlah
55 unit, juga secara kualitas (sebagian besar lantainya telah berkeramik)
mengalami peningkatan. Hal ini menjadi gambaran bahwa nilai-nilai kesadaran
beragama khususnya agama Islam di tengah masyarakat semakin tinggi. Juga
adanya korelasi dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan yang
dimiliki pada masyarakat Kecamatan Maniis.
Dalam kehidupan keagamaan, masyarakat di Kecamatan Maniis masih ada
unsur sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan setempat. Unsur ini masih
sangat kuat, terlihat dari mayoritas masyarakat Maniis masih menggunakan
sesajen yaitu dengan menyediakan kopi pahit, teh, pisang emas, telur, ayam bakar,
bunga tujuh rupa serta yang lainnya. Sesajen tersebut digunakan masyarakat
apabila akan panen padi, kemudian acara hajatan, bahkan pertandingan bola pun
masih selalu menggunakan sesajen dengan tujuan supaya pertandingannya
menang. Hal tersebut terjadi dikarenakan penduduk yang tinggal di pedesaan
belum banyak menggunakan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modern, bahkan
pada alam pikiran petani di pedesaan, batas antara unsur Islam dan bukan Islam
sudah tidak disadari lagi (wawancara dengan Bapak Panji, tanggal 27 Juli 2009).
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
10/83
4.1.2Kondisi Demografis dan Mata Pencaharian
Penduduk pada hakikatnya merupakan sumber yang sangat penting bagi
pembangunan sebab penduduk merupakan subjek serta objek pembangunan. Salah
satu tanggung jawab utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan
penduduk serta mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan
kesejahteraan. Kesejahteraan penduduk ternyata mengalami gangguan oleh
perubahan-perubahan demografis yang sering kali tidak dirasakan. Masalah-
masalah itu perlu ditanggulangi, karena pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan rakyat harus disertai dengan pengaturan pertumbuhan jumlah
penduduk, melalui program keluarga berencana atau transmigrasi. Tujuan utama
suatu proses pembangunan adalah untuk secara bertahap meningkatkan
produktivitas dan kemakmuran penduduk secara menyeluruh. Usaha-usaha
tersebut dapat mengalami gangguan-gangguan, antara lain karena pertumbuhan
penduduk yang terlalu cepat yang disebutkan tingginya angka kelahiran. Masalah
tingginya angka kelahiran akan dapat diatasi dengan melaksanakan program
keluarga berencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan ibu-ibu dan anak-anak maupun keluarga serta bangsa secara
menyeluruh. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan kondisi kehidupan
masyarakat dengan mengurangi angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk
tidak melebihi kapasitas produksi (Soekanto, 2006: 338-339).
Masalah kependudukan merupakan masalah dasar terjadinya masalah-
masalah sosial lainnya. Artinya, masalah kependudukan inilah yang menjadi
pendorong terjadinya masalah-masalah yang lain. Pertumbuhan demografi suatu
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
11/83
kelompok penduduk diikuti oleh pertumbuhan kebutuhan hidupnya. Tidak
terpenuhinya kebutuhan hidup menyebabkan terjadinya berbagai ketimpangan,
baik ketimpangan ekonomi, ekologi, dunia pendidikan, maupun ketimpangan
sosial lainnya. Pertumbuhan penduduk menjadi pendorong terjadinya
pertumbuhan eksponensial pertanian, industrialisasi, konsumsi sumber daya alam
dan eksponensial lainnya. Penduduk merupakan faktor pendorong peningkatan
usaha manusia yang positif terhadap kesejahteraan, akan tetapi berakibat negatif
pula terhadap terjadinya berbagai ketimpangan serta masalah sosial. Berdasarkan
ciri-ciri demografi penduduk Kabupaten Daerah Tingkat II Purwakarta, masalah
yang sedang dialami dewasa ini meliputi tingkat pertumbuhan penduduk yang
masih tinggi, pengangguran, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat gizi yang
rendah, dan tingkat kesehatan yang belum memuaskan (BPS Kabupaten
Purwakarta, 1995: 8).
Kondisi demografis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terhadap perkembangan suatu wilayah. Dalam suatu proses pembangunan, pelaku
utama yang mengendalikan dan menentukan berhasil tidaknya suatu
pembangunan adalah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Pentingnya peran
serta penduduk maka berbagai upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) oleh karena itu dalam jajaran isu penting yang perlu diterapkan dalam
rencana pembangunan jangka panjang. Hasil sensus penduduk tahun 2002
memberikan gambaran bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun (1990-2002),
rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Purwakarta adalah 2,28%
pertahun. Berdasarkan hal tersebut maka penduduk Kabupaten Purwakarta tahun
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
12/83
2002 diproyeksikan menjadi 736.314 jiwa, terdiri dari laki-laki yang berjumlah
369.132 jiwa dan perempuan berjumlah 367.182 jiwa. Secara umum sex ratio
tahun 2002 adalah 100,53 yang berarti bahwa di antara 100 orang perempuan
terdapat 100 sampai 101 orang laki-laki.
Sebagian besar penduduk Kabupaten Purwakarta (18,25%) tinggal di
Kecamatan Purwakarta. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Purwakarta
merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan yang mempunyai banyak fasilitas-
fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. Adapun perkembangan penduduk
Kecamatan Maniis sebagai berikut:
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Kecamatan Maniis Tahun 1980-2002
Tahun Penduduk Jumlah
JiwaLaki-laki Perempuan
1980 6.849 6.907 13.756
1981 6.972 7.049 14.021
1982 7.098 7.224 14.322
1983 7.175 7.400 14.575
1984 7.290 7.433 14.723
1985 7.366 7.480 14.846
1986 7.521 7.554 15.075
1987 7.657 7.749 15.406
1988 7.836 7.953 15.789
1989 8.086 8.294 16.380
1990 8.352 8.375 16.727
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
13/83
1991 8.401 8.452 16.857
1992 8.506 8.607 17.113
1993 8.637 8.712 17.349
1994 8.702 8.748 17.450
1995 8.755 8.802 17.557
1996 8.792 8.842 17.634
1997 8.805 8.895 17.705
1998 8.891 8.952 17.847
1999 8.907 9.007 17.914
2000 9.117 9.152 18.269
2001 9.187 9.202 18.389
2002 9.232 9.302 18.534
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Purwakarta. (1997-2002). Kabupaten
Purwakarta dalam Angka. Purwakarta: Kantor Statistik Kabupaten
Purwakarta
Profil Kecamatan Maniis dan Kecamatan Plered
Karena Kecamatan Maniis baru dibentuk pada tahun 1989, maka untuk
memudahkan penelitian ini, jumlah penduduk dari tahun 1980-1988 peneliti
memperoleh data dari Kecamatan Plered, karena pada waktu itu wilayah Maniis
masih termasuk kemantren, maka sesuai dengan peraturan pemerintah dalam
negeri (permendagri) Kecamatan Maniis menjadi Kecamatan devinitif. Peneliti
mendapatkan data jumlah penduduk untuk tahun 1989-1996 dari kantor
Kecamatan Maniis, sedangkan dari tahun 1997-2002 dari kantor statistik
Purwakarta.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
14/83
Tabel jumlah penduduk Kecamatan Maniis yang tercantum di atas
merupakan jumlah secara keseluruhan yang di dalamnya termasuk orang-orang
produktif yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja serta penduduk tidak
produktif seperti anak-anak dan manula. Berdasarkan data penduduk pada tabel di
atas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Maniis mengalami
peningkatan setiap tahunnya, dari rentang waktu tahun 1984-2002 terjadi
pertambahan penduduk sebesar 3.811 jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata
setiap tahun sebesar 1,71%. Kondisi ini selain masih tingginya tingkat kelahiran di
wilayah kecamatan maniis juga sejalan dengan perkembangan unit-unit usaha
yang memanfaatkan keberadaan waduk seperti kolam jaring terapung, warung
lesehan, jasa transfortasi air, dari tahun ke tahun perkembanganya mengalami
peningkatan sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat dari luar Kecamatan
Maniis untuk turut berusaha dan menetap tinggal.
Dibangunnya bendungan Cirata mengakibatkan luas lahan pertanian di
Kecamatan Maniis semakin berkurang akibat sebagian tanah garapannya
terendam oleh aliran waduk Cirata. Keadaan seperti ini jelas mengurangi
kesempatan kerja di bidang pertanian, sehingga untuk mencukupi kebutuhannya,
masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai petani harus mencari
alternatif lain di luar kegiatan pertanian. Maka untuk mengantisipasi keadaan
tersebut, pemerintah dituntut untuk mengeluarkan kebijakan dalam
mengembangkan usaha di sektor lain sesuai dengan sumber daya yang tersedia.
Sehingga pemerintah memberi kesempatan secara luas kepada masyarakat untuk
membudidayakan teknik kolam jaring terapung, transfortasi air, dan mendirikan
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
15/83
warung-warung lesehan di sekitar bendungan Cirata. Kegiatan usaha tersebut di
atas memang cukup menguntungkan serta dapat menolong perekonomian
masyarakat yang tanah pertaniannya terendam oleh waduk Cirata.
Ekonomi unggulan di Kecamatan Maniis adalah kolam jaring terapung
yang menjadikan keadaan di Kecamatan Maniis berkembang pesat, selain itu daya
beli masyarakat meningkat, pola hidup masyarakat berubah, dan pengangguran
dapat diatasi sehingga lapangan kerja pun tersedia. Sayangnya, usaha kolam jaring
terapung saat ini lebih banyak dikuasai oleh penduduk dari luar, karena mereka
lebih memiliki modal yang besar juga memiliki pengetahuan untuk
membudidayakan ikan. Penduduk Kecamatan Maniis banyak yang menjadi buruh
pada para pemodal saja atau tetap menjadi petani (wawancara dengan Bapak
Asep, tanggal 14 Juli 2009).
Sebelum adanya waduk Cirata, sebagian besar masyarakat Kecamatan
Maniis bermata pencaharian sebagai petani, yang jumlahnya mencapai 80% dari
jumlah seluruh masyarakat yang ada. Sedangkan sisanya bermata pencaharian
sebagai kuli, pedagang, guru, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan yang lainnya
(wawancara dengan Bapak Irwan). Adanya proyek bendungan Cirata pada tahun
1984 mengharuskan masyarakat untuk menjual tanah garapannya kepada
pemerintah sehingga sebagian besar penduduk kehilangan mata pencaharian
utamanya yang merupakan tradisi masyarakat secara turun-temurun dan harus
mencari alternatif di luar usaha pertaniannya. Usaha yang masyarakat lakukan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan beralih menjadi buruh swasta,
pedagang, jasa, perikanan, dan peternakan.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
16/83
Kondisi masyarakat wilayah Kecamatan Maniis tahun 1980-1984,
sehubungan ketersediaan infrastruktur belum tertata dengan baik, yang
mengakibatkan keadaan masyarakatnya cenderung berada dalam mobilitas
terbuka. Sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai petani
tradisional, yaitu dengan menanam padi, mengolah hutan, berladang di tanah
milik perhutani dan milik pribadi, serta penyadap karet. Dalam menambah
penghasilannya masyarakat Kecamatan Maniis dengan beternak sapi dan domba.
Dengan adanya pembangunan proyek bendungan Cirata, terutama pada awal
pelaksanaan kegiatan proyek yang didahului dengan proses pembebasan lahan
untuk digunakan areal genangan bendungan, sebagian masyarakat menerima nilai
ganti rugi di luar perkiraan, yang mengakibatkan perubahan pada kemampuan dari
sisi financial, juga akibat perubahan-perubahan infrastruktur serta terbukanya
hubungan dengan dunia luar, semakin mendorong terhadap berubahnya sikap dan
cara pandang.
Perubahan-perubahan yang terjadi saat itu, memunculkan beragam
perilaku dilingkungan masyarakat terutama dalam memanfaatkan kompensasi
ganti rugi yang diperoleh. Kecenderungan yang terjadi pada masyarakat dalam
mensikapi perubahan secara cepat tidak diimbangi dengan sikap yang bijak,
sehingga tidak jarang ditemukan masyarakat dalam penggunaannya bersifat
mendahulukan kebutuhan sekunder semata tanpa mempertimbangkan kebutuhan-
kebutuhan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Pembangunan
bendungan Cirata memang telah memberikan peluang kepada masyarakat dalam
menuju taraf kehidupan yang lebih baik, akan tetapi cara pandang masyarakat itu
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
17/83
sendiri masih tradisional, serta kurang adanya pembinaan dari instansi terkait
secara optimal, maka dalam perkembangannya menyisakan persoalan-persoalan
pada masyarakat, diantaranya hilangnya lapangan pekerjaan akibat selesainya
kegiatan proyek bendungan Cirata, karena selama kegiatan proyek berlangsung,
penduduk Kecamatan Maniis, khususnya laki-laki, banyak yang bekerja pada
proyek tersebut. Kemudian timbulnya kecemburuan sosial pada sebagian
penduduk asli Kecamatan Maniis, karena banyak orang pendatang yang berhasil,
misalnya pada usaha kolam jaring terapung. Sebagian penduduk asli Kecamatan
Maniis kehilangan kesempatan lapangan pekerjaan, pada akhirnya banyak
penduduk asli yang bekerja sebagai kuli.
Adanya bendungan Cirata telah memberikan kesempatan-kesempatan
kepada masyarakat untuk berwirausaha, seperti kolam jaring terapung, warung
makan lesehan, jasa penyediaan transportasi air, yang tujuan awalnya untuk
peningkatan kehidupan yang lebih baik, akan tetapi tidak diimbangi dengan
pengetahuan, teknis pengelolaan, modal yang memadai, serta kurang mendapat
pembinaan dari instansi terkait mengakibatkan kendala pada kelangsungan usaha-
usaha tersebut, sehingga banyak kepemilikannya berpindah tangan pada
masyarakat luar (wawancara dengan Bapak Irwan, pada tanggal 13 Juli 2009).
Adapun mata pencaharian yang menjadi tumpuan hidup penduduk
Kecamatan Maniis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
18/83
Tabel 4.3
Jenis Pekerjaan yang ditekuni oleh Penduduk Kecamatan Maniis
Tahun 1980-2002Mata Pencaharian Tahun
1980 1985 1990 1995 2000 2002
Buruh 3143 3567 3880 4200 4787 5.582
Petani 2148 2434 2720 3006 3457 3.909
Pengusaha/wiraswasta * 584 678 787 976 1213 1.513
Karyawan Swasta 631 742 851 962 1215 1.370
TNI/Polri 2 3 3 6 6 9
PNS 32 59 75 102 115 128
Jumlah 6.540 7.489 8.316 9.252 10.793 12.511
Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980, 1985, 1990, 1995,
2000, 2002: Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta:
Kantor Kecamatan Maniis.
Keterangan: * pengusaha kolam jaring terapung, usaha perniagaan, jasa.
Tabel di atas memperlihatkan adanya kenaikan jumlah pada semua bidang
mata pencaharian di Kecamatan Maniis, hal ini terjadi adanya hubungan antara
selesainya pembangunan bendungan Cirata tahun 1989, yang banyak menarik
minat masyarakat luar untuk berusaha dan berdomisili di wilayah Kecamatan
Maniis, serta terbentuknya pemerintahan Kecamatan Maniis tahun 1989, yang
mengakibatkan pada perubahan pertambahan jenis profesi, misalnya PNS, TNI,
dan Polri. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh menduduki
jumlah yang paling banyak, yaitu berjumlah 5.582 jiwa sampai tahun 2002, hal ini
menjadi indikasi bahwa masyarakat Kecamatan Maniis belum siap menghadapi
perubahan yang terjadi akibat tingkat pendidikan yang relatif rendah serta
terbentur kepemilikan modal (wawancara dengan Kasi Kecamatan Maniis).
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
19/83
Keberadaan bendungan Cirata dengan segala pemanfaatannya, mendorong pada
pertumbuhan, baik secara ekonomi maupun jumlah kependudukan. Secara
struktural, ekonomi di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian, dan
diimbangi dengan industri manufaktur yang mengolah hasil pertanian. Demikian
juga dengan sektor perdagangan, komunikasi, pertambangan, dan jasa sebagai
implikasi perkembangan ekonomi nasional yang baik. Secara sistematik setiap
sektor ekonomi ini saling melengkapi sehingga dapat memperkuat secara ekonomi
makro.
Pendidikan juga merupakan salah satu pilar terpenting dalam
meningkatkan kualitas manusia, dimana pendidikan berperan sebagai salah satu
parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia.
Sehingga oleh karenanya pembangunan pendidikan di daerah harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, termasuk terhadap penduduk yang
tidak beruntung pada sisi ekonomi atau berkategori miskin. Hal yang banyak
menentukan dan korelasinya terhadap partisipasi warga masyarakat dalam
kegiatan ekonomi adalah pendidikan dan pengalaman seseorang. Kondisi tenaga
kerja yang berpendidikan rendah memiliki karakteristik yang tidak stabil, artinya
seringkali berubah usaha misalnya dari sektor yang satu kepada sektor yang
lainnya, atau dari desa ke kota, mana yang dianggap mereka menguntungkan. Hal
ini seringkali menunjukkan mobilitas yang cukup tinggi, karena mereka seringkali
berpindah baik secara musiman maupun permanen. Hal yang paling esensial dari
rendahnya pendidikan adalah tingkat produktifitas masyarakat yang rendah.
Penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih relatif rendah, karena kesempatan dan
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
20/83
lapangan kerja yang masih rendah, sedangkan angkatan kerja setiap tahun
bertambah cukup banyak, akibatnya daya saing untuk memperoleh pekerjaan
cukup kompetitif.
Selesainya pembangunan bendungan Cirata yang berdampak pada
perubahan, baik secara geografis maupun demografis bagi masyarakat Kecamatan
Maniis, secara tidak langsung telah memberikan kesempatan pada masyarakat
untuk dapat mengenyam dunia pendidikan yang lebih baik dari kesempatan
sebelumnya. Kondisi sosial ekonomi yang masih tetap sangat terbatas adalah
kendala utama bagi sebagian besar masyarakat untuk dapat meraihnya, walaupun
hanya sebatas meraih wajib belajar sembilan tahun saja. Untuk ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi harus menempuh perjalanan yang cukup jauh, karena
sekolah terdekat berada di luar wilayah Kecamatan Maniis. Keberadaan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas di Kecamatan Maniis sendiri baru dibangun pada tahun
2005. Pada tahun 1984 jumlah Sekolah Dasar di Kecamatan Maniis baru
berjumlah 8 buah, sedangkan Sekolah Lanjutan Pertama pada waktu itu belum
dibangun. Untuk lebih jelasnya jumlah sekolah menurut tingkat pendidikan di
Kecamatan Maniis dari tahun 1980-2002 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
21/83
Tabel 4.4
Perkembangan Jumlah Sekolah di Kecamatan Maniis Tahun 1980-
2002
Tahun Jumlah
Tingkat SD Tingkat SLTP
1980 2 -
1981 2 -
1982 2 -
1983 2 -
1984 2 -
1985 2 -
1986 6 -
1987 8 -
1988 8 -
1989 10 1
1990 12 1
1991 12 1
1992 12 1
1993 12 1
1994 14 1
1995 14 1
1996 14 1
1997 14 1
1998 15 2
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
22/83
1999 15 2
2000 15 2
2001 15 2
2002 15 2
Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980-2002:
Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta:
Kantor Kecamatan Maniis.
Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa dari tahun 1980 sampai dengan
tahun 2002, pertambahan sekolah di Kecamatan Maniis relatif tidak begitu besar.
Dari tahun 1980 sampai tahun 1985, jumlah Sekolah Dasar hanya 2 buah.
Pertambahan yang cukup banyak terjadi pada tahun 1986, yaitu sebanyak 4 buah
Sekolah Dasar, hal tersebut seiring dengan rencana persiapan dibentuknya
wilayah Kecamatan Maniis, sedangkan jumlah Sekolah lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) sampai tahun 2002 pun hanya berjumlah 2 buah.
Pada tahun 1980an hanya sekitar 8 orang siswa di Kecamatan Maniis yang
melanjutkan pada tingkat pertama, bahkan 3 orang yang bisa lulus sampai kelas
tiga SLTP, hal ini disebabkan karena pada tahun 1980 di Kecamatan Maniis
belum terdapat SLTP. Siswa yang ingin melanjutkan pada tingkat SLTP harus
berjalan kaki sejauh 8 km, dikarenakan belum adanya transportasi darat di
Kecamatan Maniis, serta sekolah yang terletak di wilayah Cianjur, tepatnya di
Kecamatan Mande, ketika bendungan Cirata dibangun, Kecamatan tersebut
terendam oleh waduk (wawancara dengan Bapak Dayat, tanggal 27 Juli 2009).
1.2
Berdirinya Bendungan Cirata dan Pengelolaannya
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
23/83
4.2.1 Berdirinya Bendungan Cirata
Daerah pengaliran sungai Citarum merupakan daerah yang subur,
bergunung-gunung, dan dianugerahi curah hujan yang tinggi. Sungai Citarum
tidak pernah kering sepanjang tahun dan airnya digunakan penduduk untuk
berbagai keperluan seperti untuk rumah tangga, pengairan, pembangkit tenaga
listrik dan sebagainya. Dalam memenuhi kebutuhan listrik yang semakin
meningkat, pemerintah menentukan kebijaksanaan penghematan penggunaan
bahan bakar minyak. Pemanfaatan potensi tenaga air sebagai sumber energi listrik
semakin bertambah penting mengingat keterbatasan sumber energi primer
disamping usaha konservasi air. Pembangunan proyek PLTA Cirata merupakan
salah satu cara pemanfaatan potensi tenaga air di sungai Citarum tersebut.
Bendungan Cirata terletak di Desa Cadas Sari, Kecamatan Tegal Waru,
Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Wilayah genangannya berada di tiga
Kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten
Purwakarta.
Lokasi bendungan dapat dicapai melalui jalan raya Bandung-Purwakarta,
berbelok ke kiri melalui jalan masuk di Cikalong Wetan. Lokasi ini dapat dicapai
dengan kendaraan bermotor kurang lebih 60 km dari Bandung ke arah barat laut.
Bendungan Cirata terletak di sungai Citarum di antara bendungan Saguling dan
bendungan Juanda (Jatiluhur), tepatnya 47 km sebelah hulu PLTA Jatiluhur dan
50 km sebelah hilir PLTA Saguling. Nama Cirata diambil dari desa tempat
bendungan Cirata terletak. Gagasan pertama pembangunan PLTA Cirata juga
berasal dari beberapa ahli pengairan Belanda mulai tahun 1922, kemudian
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
24/83
disempurnakan oleh Prof W.J. Van Blommestein pada tahun 1930-an. Bendungan
Cirata adalah salah satu dari tiga bendungan besar yang dirancang dalam rangka
memaksimalkan pemanfaatan potensi sungai Citarum. Pada waktu itu disarankan
bahwa bendungan Saguling dan bendungan Cirata harus dibangun lebih dahulu
dari bendungan Jatiluhur, tetapi kemudian bendungan Jatiluhur dan bendungan
Curug dibangun lebih dahulu dari bendungan Saguling dan bendungan Cirata.
Bendungan Cirata dibangun paling akhir di antara tiga bendungan besar tersebut
(Sinarno, 2007: 53).
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citarum, yang pada saat pembangunannya ditujukan sebagai
pembangkit tenaga listrik. Waduk yang dibangun pada tahun 1988 ini berada pada
ketinggian 221 m dari permukaan laut, mempunyai wilayah luas tangkapan air
603.200 Ha, luas 6.200 Ha, kedalaman rata-rata 34,9 m dan volume 2.165 x 106
m3. Seperti waduk-waduk lain, sejak menjadi genangan yang relatif permanen
maka waduk Cirata merupakan badan air besar yang mempunyai karakteristik
ekositem perairan umum yang memiliki berbagai potensi dibidang sosial-
ekonomi, seperti sumber pengairan sawah, sumber air bersih industri, sumber air
minum (MCK), tempat budidaya ikan, tempat rekreasi dan sarana perhubungan.
Secara umum tersirat bahwa sebagian besar dari berbagai potensi tersebut daya
gunanya sangat tergantung pada kualitas badan air waduk, jika kualitas air
menurun/memburuk/terpolusi maka potensi-potensi tersebut akan hilang dengan
sendirinya. Berkenaan dengan hal tersebut maka mempertahankan kualitas air
waduk pada kisaran kondisi yang mampu mendukung berbagai kegiatan sangat
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
25/83
diperlukan. Ini berarti bahwa segala bentuk proses perubahan kearah
pemburukan/penurunan kualitas badan air waduk Cirata harus dihindarkan. Proses
pemburukan/penurunan kualitas air inilah yang biasa dikenal sebagai pencemaran
air.
Tabel 4.5
Peristiwa Penting Selama Pembangunan Proyek Bendungan Cirata
Tahun 1984-1989
19 Mei 1984 Peledakan perdana oleh Bapak Menteri Pertambangan
dan Energi, tanda dimulainya pekerjaan utama.
1 Desember 1984 Pekerjaan pembuatan terowongan pengelak dimulai
27 Agustus 1984 Pekerjaan pembuatan terowongan tekan dimulai
7 Oktober 1985 Pengalihan aliran sungai Citarum melalui terowongan
pengelak
16 November 1985 Pekerjaan pengecoran beton pada bangunan gedung
sentral dimulai
6 Mei 1986 Peledakan batu abadi oleh Bapak Presiden Republik
Indonesia, tanda dimulainya pekerjaan penimbunan
bendungan utama.
20 Desember 1986 Penimbunan terakhir bendungan utama selesai
1 September 1987 Penggenangan waduk Cirata dimulai, ditandai dengan
penutupan terowongan pengelak oleh Bapak Gubernur
Jawa Barat.
29 Februari 1988 Unit 2 sebesar 125 MW mulai beroperasi
25 Mei 1988 Unit 1 sebesar 125 MW mulai beroperasi
10 Agustus 1988 Unit 4 sebesar 125 MW mulai beroperasi
30 September 1988 Unit 3 sebesar 125 MW mulai beroperasi
23 Maret 1989 Peresmian PLTA Cirata oleh Bapak Presiden Republik
Indonesia
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
26/83
Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata.Purwakarta:
PLTA Cirata.
Data di atas memperlihatkan bahwa pembangunan bendungan Cirata
menghabiskan waktu lima tahun, yaitu dimulai dari tahun 1984, baru selesai tahun
1989. Peledakan pertama penggalian terowongan pengelak dilakukan pada tanggal
19 Mei 1984, dan peresmian penggunaan terowongan pengelak itu, serta sekaligus
dimulainya pengurugan anak bendungan setinggi 22 m pada 7 Oktober 1985.
Pembangunan bendungan utama dimulai pada awal tahun 1986, dan
penggenangan pertama kali oleh Menteri Pertambangan dan Energi Prof. Dr.
Subroto. Mulai membangkitkan daya listrik sebesar 250 MW pada tanggal 1 April
1988, dan menghasilkan daya listrik selanjutnya sebanyak 250 MW pada tanggal
1 Oktober 1988 (selesai tahap I, 500 MW).
Pekerjaan prasarana yang dimulai pada bulan April 1983 meliputi
pembangunan jalan hantar, base camp, perbaikan dan peningkatan fasilitas jalan,
pemasangan jaringan listrik untuk konstruksi dan sebagainya. Disamping itu
terdapat pekerjaan-pekerjaan relokasi jalan, jembatan dan fasilitas umum,
diantaranya terminal air, bangunan sekolah, balai desa, MCK dan lain-lain.
Tentunya selain menghabiskan waktu yang cukup lama, pembangunan bendungan
Cirata juga menghabiskan biaya yang sangat besar. Pembangunan bendungan
Cirata selain dibiayai langsung oleh Pemerintah Indonesia melalui dana APBN
dan non APBN serta dana PLN juga mendapat bantuan pinjaman dari luar negeri.
Pembangkit Listrik Tenaga Air Cirata tahap I dengan daya terpasang
sebesar 500 MW (4x125 MW) sebagai bagian dari pembangunan bendungan
Cirata, yang mulai dibangun pada tahun 1983 dan selesai pada tahun 1988. Tahun
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
27/83
1994 dibangun tahap II, daya terpasang ditambah sebesar 500 MW (4x125 MW)
lagi, sehingga daya terpasang seluruhnya menjadi sebesar 1.000 MW, serta dapat
membangkitkan energi 1.428 GWh per tahun. Energi listrik yang dibangkitkan
disalurkan melalui saluran udara tegangan ekstra tinggi 500 kV Jawa-Bali,
sehingga dapat menambah keandalan pada system kelistrikan Jawa-Bali. Dengan
produksi energy listrik tersebut berarti PLTA Cirata dapat menghemat BBM
sebesar 428.000 ton/tahun, yang berarti menghemat devisa negara. PLTA Cirata
merupakan PLTA dengan gedung pembangkit di bawah tanah terlebar bentangnya
di dunia, yaitu selebar 35 m. Dimensi lain adalah panjang 253 m, tinggi 49,5 m.
Metode penggalian terowongan dan rumah sentral PLTA Cirata menggunakan
metode NATM (New Austrian Tunneling Method) yaitu metode penggalian
terowongan (menembus batuan) yang cukup canggih. Secara rinci pelaksanaan
pembangunan PLTA Cirata selesai tahap demi tahap, unit 1 selesai tanggal 25 Mei
1988, unit 2 selesai tanggal 29 Februari 1988, unit 3 selesai tanggal 30 September
1988, unit 4 selesai tanggal 10 Agustus 1988, unit 5 dan unit 6 selesai tanggal 15
Agustus 1997, unit 7 dan unit 8 selesai tanggal 15 April 1998. Untuk lebih
jelasnya, tahapan pembangunan PLTA Cirata dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Tahap Pelaksanaan Pembangunan PLTA Cirata
Jenis Pembangkit Mulai Beroperasi Kapasitas
PLTA Unit 1 25 Mei 1988 126 MW
PLTA Unit 2 29 Februari 1988 126 MW
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
28/83
PLTA Unit 3 30 September 1988 126 MW
PLTA Unit 4 10 Agustus 1988 126 MW
PLTA Unit 5 15 Agustus 1997 126 MW
PLTA Unit 6 15 Agustus 1997 126 MW
PLTA Unit 7 15 April 1998 126 MW
PLTA Unit 8 15 April 1998 126 MW
Jumlah 1008 MW
Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata.Purwakarta:
PLTA Cirata.
Terowongan pengelak bendungan Cirata terdiri atas dua buah terowongan
beton masing-masing bergaris tengah 10 m. Bagian hilir terowongan pengelak ini
kemudian difungsikan sebagai bagian hilir dari bangunan pelimpah. Bendungan
Cirata dilengkapi pula dengan bottom outlet yang pada saat pengisian awal waduk
Cirata dipakai untuk mengalirkan debit sungai ke dalam waduk Juanda, agar tetap
ada debit air masuk ke waduk Juanda. Di samping itu apabila diperlukan dapat
dipakai sebagai sarana untuk menurunkan muka air waduk.
Keunikan PLTA Cirata adalah penempatan generator dan turbinnya di
bawah tanah di dalam bukit Cantayan, suatu daerah yang berhutan lebat. Ini
merupakan teknologi baru (modern) dan dinilai lebih aman dibandingkan dengan
penempatan di atas permukaan tanah. Ukuran gedung pembangkit dengan panjang
253 m, lebar 35 m dan tinggi 49,5 m, terdiri atas 4 lantai yang terletak di bawah
tanah, merupakan gedung pembangkit bawah tanah dengan lebar terbesar di
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
29/83
dunia. Turbin yang dipakai adalah 8 turbin tipe Francis dengan sumbu vertical,
dengan masing-masing output129,4 MW pada kecepatan 187,5 rpm. Berat sebuah
rotor dari turbin adalah 330 ton, buatan Elin Union dari Austria. Tinggi jatuh
efektif (effective head) untuk memutar turbin adalah 112,5 m dengan debit
maksimum 135 m3/detik dan putaran 187,5 rpm.
1.2.2 Pengelolaan Bendungan Cirata
Unit pembangkit Cirata merupakan PLTA terbesar di Asia Tenggara,
dengan bangunan Power House4 lantai di bawah tanah yang pengoperasiannya
dikendalikan dari ruang kontrol Switchyard berjarak kurang lebih 2 km dari
mesin-mesin pembangkit yang terletak di Power House. Bendungan Cirata sejak
pertama dioperasikannya pada tahun 1988 dikelola oleh PLN (Persero)
Pembangkitan dan Penyaluran Jawa Bagian Barat (PLN KJB) sektor Cirata. Pada
tanggal 3 Oktober 1995 terjadi restrukturisasi di PLN (Persero) yang
mengakibatkan pembentukan 2 anak perusahaan, yaitu PT PLN Pembangkitan
Tenaga Listrik Jawa Bali I dan II yang disebut PT. PJB I dan PT. PJB II, sehingga
sektor Cirata masuk wilayah kerja PT. PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-
Bali II Unit Pembangkitan Cirata (UP. Cirata). Dengan perkembangan organisasi
sejak tanggal 3 Oktober 2000, PT. PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali II
berubah menjadi PT. Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali, unit pembangkitan
Cirata (PT. PJB UP Cirata).
Ramah lingkungan merupakan trend dunia usaha yang berkembang
dewasa ini, sehingga setiap industri dituntut untuk mengelola lingkungan dengan
baik berstandar internasional, aman serta berdampak positif bagi lingkungan
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
30/83
sekitarnya. Bendungan Cirata melakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan terhadap komponen:
a. Fisika/kimia meliputi iklim dan kualitas udara serta fisiografi dan geologi.
b. Kualitas air dengan parameter sesuai kebutuhannya.
c. Sedimentasi berupaya penelitian tingkat erosi tahunan.
d. Sosial ekonomi dan budaya yang meliputi pariwisata, pertanian pasang surut,
perikanan dan penghijauan di sekitar waduk.
Pembangunan proyek bendungan Cirata membutuhkan tanah seluas
kurang lebih 7.026 Ha, untuk daerah konstruksi dan genangan air, sehingga
menimbulkan masalah kependudukan yang cukup besar. Kecuali itu genangan air
akan menimbulkan pula perubahan lingkungan fisik dan biofisik lainnya.
Sehubungan dengan itu telah dilakukan studi analisis dampak lingkungan sejak
awal perencanaan proyek, sehingga dapat diperkirakan dan dipantau perubahan
lingkungan yang akan terjadi, serta diusahakan untuk menghilangkan atau
mengurangi dampak negatif dan memacu dampak positif pembangunan
bendungan Cirata. Dalam penanganan masalah lingkungan tersebut, telah dijalin
kerjasama dengan berbagai instansi dan lembaga penelitian antara lain:
1.
Pusat penelitian sumber daya alam dan lingkungan UNPAD untuk studi
analisis dampak lingkungan.
2. Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat dan Tingkat II Kabupaten
Bandung, Cianjur, dan Purwakarta dalam penyelesaian masalah pemindahan
penduduk dan pembebasan tanah.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
31/83
3. Pusat penelitian dan pengembangan pengairan untuk penelitian hidrologi dan
sedimentasi.
4. Pusat penelitian sumber daya alam dan lingkungan UNPAD bekerjasama
dengan ICLARM (International Center for Living Aquatic Resources
Management) Manila, untuk membantu studi pengembangan akuakultur dan
perikanan dalam rangka pemukiman kembali penduduk yang terkena proyek
PLTA Saguling dan Cirata.
5. Dinas perikanan dan propinsi Jawa Barat dengan unit pelaksanaan teknis untuk
penanganan penyaluran penduduk dalam bidang perikanan.
6. Pusat penelitian arkeologi nasional Jakarta dalam penelitian peninggalan
sejarah dan penyelamatannya.
7. Kantor wilayah VI Departemen Parpostel Jawa Barat untuk pendidikan dan
latihan pariwisata dalam penelitian pengembangan pariwisata.
Pada bendungan Cirata terdapatDam Control Centreyang berfungsi untuk
memantau secara tepat waktu tentang kondisi hidrometeorlogi, tinggi permukaan
air waduk, debit air yang masuk waduk, meramalkan banjir yang akan tiba, dan
memberikan tanda/signal bila hujan atau debit yang masuk melebihi batas
tertentu. Data tersebut bersumber dari 15 stasiun pengukur hujan dan debit yang
tersebar di Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Kemudian ditempatkan
12 buah discharge warning station yang digunakan untuk memberikan peringatan
kepada masyarakat apabila air akan dikeluarkan dari waduk maupun dari pusat
pembangkit. Bangunan bendungan dan tumpuan disekitarnya, rumah pembangkit,
dan terowongan-terowongan pelengkapnya serta tebing-tebing di sekitar PLTA,
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
32/83
dipantau stabilitasnya dengan mempergunakan instrumen-instrumen pengukur
perubahan letak, perubahan tegangan-tegangan, rembesan dan yang lainnya.
Sedimentasi yang terjadi di dalam waduk diukur secara periodik dan dipantau
perkembangannya. Usaha-usaha untuk mencegah peningkatan sedimentasi
dilakukan melalui pemantauan lingkungan hidup dan koordinasi dengan instansi-
instansi terkait. Adapun struktur organisasi PLTA Cirata dapat dilihat pada bagan
berikut:
Bagan 4.1
Struktur Organisasi PLTA Cirata
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
33/83
Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata.Purwakarta:
PLTA Cirata.
Organisasi UP Cirata, sejak 21 Oktober 1999 mengalami perubahan
mengikuti perkembangan organisasi di PLN PJB yang fleksibel dan dinamis
sehingga mampu menghadapi dan menyesuaikan situasi bisnis yang selalu
berubah. Perubahan yang mendasar dari unit pembangkit adalah dipisahkannya
fungsi operasi dan fungsi pemeliharaan, sehingga unit pembangkit menjadi
organisasi yang lean dan clean dan hanya mengoperasikan pembangkit untuk
menghasilkan GWh, seperti yang telah dipaparkan pada tabel 4.1 di atas.
Pengisian pertama waduk mulai 1 September 1987, dan direncanakan
waduk dapat penuh selama 6 bulan sampai April 1988. Sebelum pengisian
pertama dilakukan operasi penyisiran, berupa persiapan terminal air, penebangan
pepohonan, dan pembongkaran jembatan dan bangunan rumah, pos-pos
kesehatan, pemasangan rambu-rambu, serta pengosongan daerah yang akan
tergenang, dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar waduk atas terjadinya
penggenangan air di dalam waduk. Penyuluhan yang dilakukan pada masyarakat
tersebut terutama dibidang kesehatan, antara lain penyakit menular (demam
berdarah, malaria), dan penanggulangan bahaya binatang berbisa, terutama ular
dan kalajengking, yang akan naik ke daerah yang lebih tinggi dengan naiknya
permukaan air waduk (Sinarno, 2007: 63).
Di daerah sekitar waduk Cirata sudah dilakukan penghijauan berupa pohon
sengon dan angsana. Dalam pengelolaan waduk juga mengupayakan asset
biologis yang disebut asset Citarum berupa inventarisasi dan pengawetan ikan
hias Citarum (ikan patin). Upaya penghijauan juga dilakukan di atas lokasi
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
34/83
gedung pembangkit bawah tanah. Upaya ini sangat tergantung pada kerjasama
perhutani dengan masyarakat setempat, karena kerusakan hutan dapat
berpengaruh langsung pada waduk dan PLTA. Koordinasi keamanan lingkungan
dilakukan juga kerjasama dengan POLRI dan instansi terkait lainnya mengingat
Cirata adalah pembangkit vital strategis (objek vital).
4.3 Proses Adaptasi Masyarakat Terhadap Lingkungan Baru
Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan. Perubahan-
perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial,
pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan
dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya
(Soekanto, 1990: 333). Menurut Saripudin (2005: 131) perubahan sosial itu terkait
dengan lokasi, manusia, serta sisi fungsional dari unsur-unsur yang lama dan
unsur-unsur baru, serta kondisi lingkungan yang ada, sehingga akan timbul
fenomena-fenomena yang menarik dari sebuah perubahan sosial yang terjadi.
Pembangunan bendungan Cirata sebenarnya telah memberi kesempatan pada
masyarakat Kecamatan Maniis untuk melakukan perubahan dengan tersedianya
sarana dan prasarana, akan tetapi selama kurun waktu kajian, sebagain besar
masyarakat belum terlihat adanya perubahan, karena sejak keberadaan bendungan
Cirata, banyak dari pendatang yang malah mampu mengambil kesempatan,
khususnya pada sektor jaring terapung.
Tidak dapat dipungkiri, dengan adanya pembangunan bendungan Cirata
yang menghabiskan biaya dan lahan yang sangat besar, terdapat dampak yang
ditimbulkan, diantaranya:
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
35/83
1. Menghasilkan listrik dengan daya terpasang 1.008 MW dan energi per tahun
sebesar 1.428 juta kilowattjam, sehingga menambah daya dan keandalan pada
sistem kelistrikan.
2. Menghemat bahan bakar minyak.
3. Meningkatkan keandalan penyediaan air waduk Jatiluhur untuk air minum dan
irigasi.
4. Memacu perkembangan industri/perekonomian.
5. Mengembangkan usaha perikanan dan pariwisata.
6. Menyediakan lapangan kerja baru.
Dari pemaparan di atas menunjukkan beberapa konstribusi dengan adanya
pembangunan bendungan Cirata terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat
Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta, antara lain sebagai sumber pengairan
sawah, sumber air bersih industri, sumber air minum (MCK), tempat budidaya
ikan, tempat rekreasi dan sarana perhubungan, sehingga arus ekonomi semakin
lancar karena dibangunnya jalan oleh Cirata. Manfaat lainnya dari bendungan
Cirata adalah untuk pariwisata, dimana dua pertiga pantai genangan waduk Cirata
berada di Kabupaten Cianjur, dan perikanan air tawar dengan jaring terapung
(japung), pertanian (irigasi) pengendalian banjir yang akan mereduksi banjir yang
masuk ke dalam waduk Jatiluhur, juga diperoleh manfaat untuk pembukaan
pemukiman baru, pengembangan listrik pedesaan, meningkatkan taraf hidup
rakyat di daerah sekitar waduk, serta untuk konservasi air dan perbaikan
lingkungan.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
36/83
Untuk membangun waduk atau bendungan yang besar tidak saja
memerlukan biaya besar dan memerlukan lahan yang luas untuk genangannya,
namun lebih dari itu, pembangunan itu sendiri dapat menimbulkan kerawanan-
kerawanan sosial budaya dan lingkungan yang terkait dengannya, seperti
pembebasan lahan, pemindahan penduduk, keberlanjutan proyek, dan lain
sebagainya, yang dapat menyisakan masalah yang menyangkut rasa keadilan di
hati rakyat (masyarakat). Oleh karena itu penanggulangan terhadap dampak
pembangunan sangat penting, karena para pelopor pembangunan maupun
masyarakat yang sedang membangun menginginkan akibat-akibat yang positif
dari pembangunan tersebut. Pembangunan masyarakat mungkin merupakan suatu
pembaharuan yang memerlukan difusi, yakni penyebaran unsur-unsur
pembangunan tersebut sampai warga masyarakat memutuskan untuk
menerimanya (adoption), karena pembangunan waduk sekarang tidak saja
mengacu kepada aspek teknis, sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan, namun
juga aspek otonomi daerah. Pembangunan bendungan Cirata juga mengakibatkan
terjadinya hal-hal seperti di bawah ini.
1. Tergenangnya lahan
Luas lahan yang diperlukan untuk daerah genangan kurang lebih 6.334 Ha
yang meliputi Kabupaten Bandung (38%), Kabupaten Cianjur (41%), dan
Kabupaten Purwakarta (21%). Selain itu masih diperlukan kurang lebih 692 Ha
tanah yang terletak di luar daerah genangan untuk pembangunan konstruksi.
Perincian tata guna lahan daerah tergenang:
a). Tanah desa (perumahan) 219 Ha
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
37/83
b). Sawah 1.656 Ha
c). Ladang dan perkebunan 3.584 Ha
d). Kehutanan 689 Ha
e). Tanah negara (jalan, sungai dll) 186 Ha +
Jumlah 6.334 Ha
Data di atas menunjukkan bahwa pembangunan bendungan Cirata dapat
menghabiskan lahan sebesar 6.334 Ha untuk dijadikan daerah genangan. Lahan
dari sawah menghabiskan 1.656 Ha, sedangkan untuk ladang dan perkebunan
sebesar 3.584. Begitupula pada Kecamatan Maniis dapat menghabiskan lahan
yang relatif cukup besar, misalnya dari sawah, ladang, dan perkebunan, oleh
karena itu masyarakat di Kecamatan Maniis yang pada awalnya memiliki mata
pencaharian di sawah, ladang, dan perkebunan harus kehilangan mata
pencahariannya yang sudah menjadi tradisi turun-temurun, akibatnya sebagian
masyarakat Kecamatan Maniis yang telah kehilangan mata pencaharian
terdahulunya harus beralih profesi, diantaranya pada usaha kolam jaring terapung,
pengemudi perahu, dan lain sebagainya.
2. Pemindahan penduduk
Jumlah penduduk yang harus dipindahkan dari daerah genangan tercatat
6.335 KK, yang tersebar di tiga Kabupaten yaitu:
a. Kabupaten Bandung 1.652 KK
b. Kabupaten Cianjur 3.818 KK
c. Kabupaten Purwakarta 865 KK
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
38/83
Kecamatan Maniis merupakan satu-satunya wilayah yang terkena dampak
dari adanya bendungan Cirata yang termasuk pada Kabupaten Purwakarta, oleh
karena itu, data yang menunjukkan jumlah penduduk pada Kabupaten Purwakarta
yang harus dipindahkan dari daerah genangan tercatat sebesar 865, seluruhnya
merupakan penduduk yang berada di wilayah Kecamatan Maniis. Selain hal di
atas, terdapat pula 3.766 KK penduduk yang terpengaruh proyek yaitu mereka
yang bertempat tinggal di atas daerah genangan yang mempunyai lahan/tanah atau
mempunyai pekerjaan di daerah genangan, yang tersebar di tiga daerah tersebut
yaitu:
a. Kabupaten Bandung 596 KK
b. Kabupaten Cianjur 2.984 KK
c. Kabupaten Purwakarta 186 KK *
Keterangan: * Seluruhnya berasal dari wilayah Kecamatan Maniis.
Pada dasarnya sasaran kebijakan pemindahan penduduk ialah
mengusahakan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau paling tidak
mempertahankan taraf kesejahteraan hidup yang sama dengan saat sebelum
masyarakat dipindahkan. Alternatif penyaluran penduduk serta sasaran yang
digariskan Pemerintahan Daerah Tingkat I Pripinsi Jawa Barat adalah:
Alternatif Penyaluran Sasaran (KK)
1. Transmigrasi 2.500
2. Transmigrasi PIRBUN/NES di luar Jawa 900
3. Akuakultur 1.500
4. Pembangunan sekunder 600
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
39/83
5. Pilihan sendiri 4.601 +
Jumlah 10.101
Dampak negatif yang diperkirakan mempunyai potensi berkembang,
sehingga perlu dipantau/diamati:
1. Kemungkinan-kemungkinan eksplosi gulma air.
2. Kemungkinan timbulnya berbagai penyakit karena adanya genangan air.
3.
Kemungkinan meningkatnya erosi, sampah dan limbah kota yang
menyebabkan pencemaran serta mempercepat pendangkalan waduk.
Adanya para pengusaha, antara lain jaring terapung atau warung lesehan di
Kecamatan Maniis menjadikan salah seorang pengusaha ini sebagai orang kaya
baru di wilayahnya. Dampaknya pengusaha tersebut menjadi salah satu tokoh
terpandang dalam masyarakatnya. Hal ini bisa dipahami oleh sebagian kelompok
masyarakat, bahwa kekayaan merupakan suatu hal yang dihargai dan dianggap
dapat menempatkan status sosial seseorang menjadi lebih tinggi. Hal inilah yang
dialami oleh para pengusaha di Kecamatan Maniis, dengan kedudukan sebagai
orang yang terpandang ini memegang peran sosial yang cukup penting dalam
masyarakatnya, ia selalu ditempatkan menjadi salah seorang donatur pada acara-
acara tertentu seperti acara HUT RI, karena masyarakat di Kecamatan Maniis
selalu menjadikan acara tersebut menjadi acara yang penting.
Dari aspek kehidupan sosial keagamaan telah mengalami pergeseran-
pergeseran, diantaranya jika dulu di masjid tidak boleh ada pengeras suara, kini
hampir setiap mesjid memilikinya, atau olah raga sepak bola tidak boleh
dilakukan sekarang sepak bola adalah olah raga sepak bola menjadi olah raga
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
40/83
yang paling diminati. Dengan semakin mudahnya akses ke lingkungan luar juga
dengan gencarnya teknologi komunikasi dan media elektronik serta pengaruh
budaya luar baik yang dibawa masyarakat Maniis sendiri ataupun masyarakat luar
yang mengunjungi Kecamatan Maniis tak heran saat ini kehidupan masyarakat
Maniis relatif lebih dinamis.
Masalah yang ditimbulkan dari suatu kegiatan pembangunan dengan skala
besar tentu berakibat pada suatu perubahan, baik terhadap lingkungan hidup
maupun pada kehidupan sosial masyarakat secara umum. Kehadiran bendungan
Cirata di wilayah Kecamatan Maniis menjadikan masyarakat Kecamatan Maniis
dihadapkan pada perubahan-perubahan yang mau tidak mau harus dihadapi, baik
perubahan lingkungan alam sebagai sumber mata pencaharian untuk
kelangsungan hidup, maupun perubahan kehidupan sosial akibat oleh perubahan
lingkungan alam itu sendiri dan akibat pengaruh interaksi dengan kehidupan dunia
luar.
Perubahan akibat berubahnya lingkungan alam terutama bagi masyarakat
yang lahannya terkena pembebasan untuk areal genangan, dilihat dari sisi mata
pencaharianya sebagai berikut:
1.
Kelompok masyarakat yang tetap tidak berubah mata pencaharianya sebagai
petani, artinya uang hasil ganti rugi yang didapat digunakan kembali secara
utuh untuk membeli tanah garapan pertanian.
2. Kelompok masyarakat yang berubah mata pencaharianya dari petani ke sektor
usaha jaring terapung, usaha perdagangan atau usaha lainya.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
41/83
3. Kelompok masyarakat yang tetap sebagai petani tetapi juga mempunyai usaha
lainnya. Hal ini dimungkinkan karena uang hasil ganti rugi yang didapat tidak
seluruhnya digunakan kembali untuk lahan pertanian tetapi sebagian digunakan
untuk modal usaha lainnya.
4. Kelompok masyarakat yang berubah secara total dari petani menjadi kaum
pekerja. Ada beberapa penyebab dari pilihan kelompok ini, diantaranya ingin
mengubah nasib, terobsesi oleh pekerja proyek saat berlangsungnya kegiatan
pembangunan, merasa menjadi kaum pekerja lebih terhormat daripada menjadi
petani, masyarakat yang mengalami kegagalan dalam menjalani perubahan.
5. Kelompok masyarakat yang mengikuti program anjuran Pemerintah yaitu
dengan transmigrasi.
Proses kegiatan pelaksanaan pembangunan bendungan Cirata yang
melibatkan ribuan pekerja yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia serta
tenaga asing dari beberapa negara dan sarat dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam aktivitasnya sehari-hari bagi masyarakat, awalnya menjadi
tontonan yang menarik serta mengundang decak kagum. Kondisi ini lambat laun
telah menarik sebagian besar masyarakat, terutama kaum laki-laki untuk turut
berpartisipasi dalam proses pembangunan sebagai pekerja kasar/kenek di berbagai
bidang pekerjaan, kemudian mendirikan warung nasi, warung makanan,
menyewakan rumah untuk para pekerja proyek.
Proses interaksi kaum pekerja yang berasal dari berbagai daerah dengan
latar belakang etnis dan budaya berbeda dengan masyarakat wilayah Kecamatan
Maniis yang saat itu masih memegang teguh adat istiadat tradisi menjadi bagian
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
42/83
dinamika kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Perkawinan kaum pekerja
proyek pendatang dengan perempuan penduduk asli relatif banyak terjadi.
Peristiwa-peristiwa tersebut telah melahirkan perubahan-perubahan cara pandang,
pemahaman serta sikap dan cara berpikir bagi mayarakat wilayah Kecamatan
Maniis secara umumnya, khususnya pada kalangan usia muda.
Seperti yang dituturkan Bapak Dayat saat wawancara dengan peneliti pada
tanggal 28 Juli 2009 yang berkaitan perubahan-perubahan diantaranya:
1. Jenis hiburan yang biasa dipertontonkan bagi masyarakat adalah jenis hiburan
Qosidah dan kesenian tradisional sekarang lebih banyak jenis hiburan orkes
dangdut dan layar tancap.
2. Dunia pendidikan di Sekolah formal bagi anak-anak yang dulu dianggap tidak
penting, sekarang orang tua merasa bahwa sekolah formal sama pentingnya
dengan mengaji.
3. Bagi anak-anak perempuan usia 16 tahun sudah dianggap terlalu tua untuk
menikah, sekarang perkawinan usia muda sudah sangat jarang ditemui.
4. Bangunan-bangunan rumah dan masjid yang dulu dibangun hanya didasarkan
pada fungsi semata dan bergaya tradisional sekarang telah banyak berdiri
rumah yang selain didasari fungsinya juga dari sisi bentuknya.
Pada umumnya masyarakat wilayah Kecamatan Maniis dari aspek
kehidupan sosialnya sudah dapat disejajarkan dengan masyarakat Kecamatan lain
yang telah maju lebih dulu. Hanya dari sisi sosial ekonomi pada awal-awal
selesainya proses pembangunan bendungan Cirata bagi sebagian besar masyarakat
wilayah Kecamatan Maniis terutama masyarakat yang sudah terkondisikan
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
43/83
dengan mendapat penghasilan dari keberadaan proyek seperti pekerja proyek,
usaha warung nasi, makanan, menyewakan rumah kontrakan, secara tiba-tiba
harus kehilangan mata pencaharianya, situasi ini dapat dikatakan masa yang
sangat sulit bagi sebagian masyarakat di Kecamatan Maniis. Tentu peran
pemerintah daerah dan PLN (PT. PJB) melaluiprogram Community Developmen
bisa sedikit mengurangi persoalan yang dihadapi.
Adanya genangan di Kecamatan Maniis, mengakibatkan sebagian
masyarakat Kecamatan Maniis beralih mata pencaharian dari sektor pertanian ke
perikanan (40%), namun ada juga sebagian masyarakat yang kembali melanjutkan
mata pencahariannya sebagai petani (sebanyak 60%) dengan menanam tanaman
padi, sayuran, dan buah-buahan di sawah dan ladang. Hal ini dikarenakan bahwa
untuk menjadi petani ikan membutuhkan biaya yang besar (walaupun hasilnya
sangat menggiurkan), akan tetapi karena mereka terbentur modal dan terbatasnya
keterampilan, maka banyak masyarakat Kecamatan Maniis yang tidak mampu
untuk berpindah mata pencaharian menjadi petani ikan dan tetap melanjutkan
pada mata pencahariannya terdahulu yaitu sebagai petani dan buruh tani yang
bekerja di ladang atau sawah, selain itu ada juga sebagian masyarakat terutama
yang masih relatif berusia muda yang bekerja di kota kota besar Indonesia bahkan
ke luar negri dengan bekal keterampilan yang didapat pada saat mereka ikut
bekerja pada proyek (wawancara dengan Bapak Agus, tanggal 8 Juli 2009).
Komposisi usaha masyarakat Indonesia bervariasi, ada yang secara
alamiah turun temurun dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya, ada juga
yang didasarkan pada keahlian dan pengalaman mereka bekerja pada bidangnya
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
44/83
masing-masing. Namun demikian kedua sisi itu banyak yang berubah-ubah sektor
usaha yang signifikan dari sektor yang satu ke sektor lainnya, hal ini sejalan
dengan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai oleh
warga masyarakat Indonesia yang bersangkutan di daerah maupun di pusat-pusat
kota besar. Demikian juga arus informasi dan investasi yang masuk ke Indonesia
amat memberikan warna terhadap gerak usaha ekonomi masyarakat Indonesia.
Sektor usaha paling dominan adalah pertanian yang didalamnya ada kehutanan,
peladangan, peternakan, perikanan, pesawahan, dan perkebunan, hal ini didorong
oleh potensi alam yang subur, udara yang sejuk, dan iklim yang baik antara
kemarau dan penghujan di daerah tropis khatulistiwa (Danial, 2007: 35).
Sebagian masyarakat Kecamatan Maniis merasa keberatan dengan
dibangunnya bendungan Cirata, karena mereka tidak dapat meneruskan mata
pencahariannya sebagai petani karet yang sudah menjadi tradisi mereka secara
turun-temurun, oleh karena itu adanya bendungan Cirata mau tidak mau mereka
harus dihadapkan pada masalah kultur air yang menjadikan masyarakat menjadi
kuli kasar, diantaranya sebagai kuli panggul pakan, sopir perahu, dan penjaga
kolam dengan upah yang tidak menentu setiap harinya. Pada perkembangan
selanjutnya dengan adanya beberapa kontribusi yang diberikan pada masyarakat
Kecamatan Maniis maka masyarakat menjadi berpandangan positif dan
mendukung terhadap pembangunan bendungan Cirata.
Adapun peran masyarakat Kecamatan Maniis dalam menghadapi
lingkungan yang berubah yaitu mereka berusaha untuk memanfaatkan kesempatan
yang ada agar kehidupannya tetap sejahtera yaitu dengan mendirikan usaha
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
45/83
warung ikan bakar lesehan, kolam jaring terapung, dan sebagainya, karena
pembangunanbendungan Cirata menyebabkan terendamnya lahan penduduk yang
tinggal di daerah genangan, terutama lahan pertanian sehingga memberikan
dampak signifikan bagi masyarakat yang sebagian besar menggantungkan
kehidupannya dari sektor pertanian, dengan hilangnya lahan pertanian tersebut,
maka banyak warga yang kehilangan mata pencahariannya. Masyarakat
Kecamatan Maniis mau tidak mau harus berpindah pada mata pencaharian yang
baru, yang menekuni usaha dalam bidang perikanan, jasa, perdagangan dan yang
lainnya.
PembangunanWaduk Cirata menyebabkan terendamnya lahan penduduk
yang tinggal di daerah genangan, terutama lahan pertanian sehingga memberikan
dampak signifikan bagi masyarakat yang sebagian besar menggantungkan
kehidupannya dari sektor pertanian. Program Pemerintah yang dilaksanakan
terkait dengan pemindahan penduduk yang lahannya terkena genangan seperti
telah disebutkan pada bagian terdahulu, namum peneliti menemukan ada beberapa
kasus diantaranya ada kelompok masyarakat yang mampu mengikuti perubahan
dan gagal mengikuti perubahan. Untuk masyarakat di Kecamatan Maniis yang
mampu mengikuti perubahan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan
untuk mengganti lahan pengganti seluas lahan yang lama sehingga tetap tidak
kehilangan sumber penghasilanya.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
46/83
b. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan
untuk membeli lahan yang lebih luas dari lahan yang lama sehingga sumber
penghasilannya bertambah.
c. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan
untuk mengganti lahan pengganti seluas lahan yang lama tetapi sisa uang
hasil ganti ruginya dipergunakan modal usaha lain sehingga sumber
penghasilanya bertambah.
d. Masyarakat yang secara tidak langsung tanahnya tidak kena pembebasan
untuk lahan proyek tetapi mampu memanfatkan keadaan dengan melakukan
usaha berdagang untuk pekerja proyek, ikut bekerja sebagai karyawan proyek
sehingga akhirnya mereka mampu menjadi orang yang berkeahlian untuk
kasus ini sekarang mereka banyak yang bekerja di kegiatan proyek di
beberapa kota di Indonesia bahkan ada yang di luar negri. Keahlian yang
dimiliki diantaranya operator alat-alat berat, bidang konstruksi, teknisi listrik,
teknisi mesin, tukang las, supir dll (wawancara dengan Bapak Rochmat,
tanggal 25 Juli 2009).
Masyarakat di Kecamatan Maniis sebagian besar memiliki sifat konsumtif,
karena mereka selalu membeli barang-barang yang sifatnya kurang dibutuhkan,
terutama ketika mereka mendapat uang pembebasan tanah yang rata-rata
digunakan untuk membeli barang-barang yang bersifat sekunder, misalnya motor
atau mobil (wawncara dengan Bapak Dayat, tanggal 28 Juli 2009). Berikut ini
merupakan masyarakat yang gagal mengikuti perubahan/masyarakat yang
menolak perubahan setelah adanya bendungan Cirata, diantaranya:
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
47/83
a. Masyarakat yang beralih propesi dengan coba-coba dan mengalami
kegagalan, dimana uang hasil dari ganti ruginya dipergunakan untuk
kebutuhan konsumtif.
b. Masyarakat yang mengikuti program transmigrasi tetapi tidak berhasil karena
tidak mempunyai etos kerja yang baik, tidak ulet dalam bekerja, tidak sabar,
tidak mampu beradaptasi dengan kondisi baru, dan terpaksa kembali ke
daerah asal dengan bekerja sebagai pekerja serabutan.
c. Masyarakat dengan cara pandang yang kolot (selalu berpikiran negatif
terhadap segala bentuk perubahan) sehingga masyarakat ini tidak mampu
memanfaatkan keadaan serta situasi. Biasanya kelompok masyarakat ini
masih kukuh terhadap tatanan tradisi lama, kelompok ini jumlahnya tidak
banyak dan sampai saat ini diperkirakan sudah tidak ada.
Adapun gambaran kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan
Maniis hasil dari wawancara dengan Ibu Nunung pada tanggal 16 Agustus 2009
sebagai berikut:
a. Cara pandang masyarakat terhadap kebutuhan dunia pendidikan berubah.
b. Derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik ini dimungkinkan adanya
sarana kesehatan dan berubahnya cara pandang.
c. Akses transfortasi yang mudah mengakibatkan mobilisasi masyarakat
menjadi berjalan sehingga interaksi dengan dunia luar dapat terjalin.
d. Dengan masuknya jaringan listrik mendapatkan kemudahan untuk mengenal
dunia luar melalui media TV, roda perekonomian lebih meningkat.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
48/83
e. Mengundang investor (penanam modal) dari luar daerah yang berusaha dalam
bidang kolam terapung sehingga memperluas lapangan kerja bagi masyarakat
Maniis sendiri.
f. Sebagai ajang pembelajaran bagi masyarakat terhadap dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama pada saat kegiatan proyek pembangunan
berlangsung.
Ketika masyarakatmemasuki bidang ekonomi baruyang berbeda dengan
sebelumnya, maka kini terjadi proses adaptasi yang memaksa mereka untuk
mampu mengikutinya. Adanya perubahan yang besar pada mata pencaharian,
mendorong masyarakat untuk tetap berwirausaha, karena berubahnya atau
bergesernya mata pencaharian masyarakat Kecamatan Maniis dari sektor
pertanian ke sektor lain, misalnya perikanan, jasa, dan perdagangan terutama
terjadi pada masyarakat yang memiliki kemampuan modal usaha, motivasi yang
tinggi, keuletan, serta keberanian bertindak atau dengan kata lain memiliki jiwa
kewirausahaan serta mampu memanfaatkan kesempatan yang ada. Pada
lingkungan baru, masyarakat tidak bisa lagi mempertahankan sikap ataupun
prinsip yang masih tetap mempertahankan pola-pola hidup yang bersifat statis.
Mereka harus mampu bersaing dan menciptakan inovasi-inovasi baru dalam
kehidupan masyarakat, supaya mereka mampu menjalani hidup walaupun lahan
garapan mereka telah hilang akibat dibangunnya bendungan Cirata.
4.3.1 Perkembangan Jaring Terapung
Waduk sering juga disebut danau buatan yang besar, menurut Komisi Dam
Dunia Bendungan/Waduk besar adalah bila tinggi bendungan lebih dari 15 m,
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
49/83
sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami, pada waduk komponen tata
airnya umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume,
kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/out flow waktu tinggi air diketahui
dengan pasti. Waduk Cirata yang luasnya 7.026 Ha dimana 1.328,602 Ha masuk
wilayah Kecamatan Maniis menyimpan banyak potensi untuk meningkatkan
tingkat sosial-ekonomi bagi masyarakatnya, diantaranya dengan menjadi petani
kolam jaring apung (KJA). Sebagai gambaran penghasilan dari seorang petani
KJA seperti yang dituturkan Pak Bubung dalam wawancara dengan Peneliti
tanggal 10 Agustus 2009, bahwa seorang petani yang memiliki kolam terapung
ukuran 7x7 m, tingkat penyebaran ikan 1 kuintal akan menghasilkan 1,5 ton.
Biaya produksi dari mulai tanam ikan, biaya pakan dan biaya pemeliharaan
sebesar Rp 12.000.000 dan bila 1Kg ikan dijual Rp 15.000 maka sekali panen
petani akan menghasilkan Rp 22.500.000.
Tentu penghasilan tersebut akan jauh meningkat bila petani yang dalam
hal ini lebih tepat disebut sebagai pemilik yang memiliki lebih dari satu kolam
jaring terapung, tetapi kenyataanya banyak ditemui dilapangan oleh peneliti satu
orang memiliki beberapa kolam terapung terutama oleh orang kota, dimana
operasional sehari-harinya dipercayakan pada seseorang dengan sistem digaji.
Usaha kolam jaring terapung di Cirata telah menumbuhkan sektor kesempatan
kerja bagi penduduk wilayah Kecamatan Maniis dan sekitarnya yaitu usaha
pedagang di atas perahu yang melayani para pekerja di kolam jaring terapung, kuli
angkut, penunggu kolam jaring terapung, supir pengangkut ikan yang akan dijual
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
50/83
ke luar Kecamatan, keamanan, calo penjual ikan, serta usaha jasa perbaikan
jaring.
Untuk lebih jelasnya perkembangan jaring terapung dengan jumlah
kepemilikan serta jumlah KJA yang ideal dan jumlah kematian ikan yang berada
di waduk cirata yang berada di wilayah Kecamatan Maniis. Seperti yang
ditunjukan dalam Grafik dibawah.
Grafik 4.1Laju Pertumbuhan Kolam Jaring Terapung
Sumber: Diolah dari Data Pusat Informasi BPWC (2005: Tanpa Halaman).
Profil BPWC. Cirata: Kantor Badan Pengelola Waduk Cirata.
Adapun tahun yang penulis kaji adalah 1984-2002, tetapi berdasarkan
sumber pertumbuhan kolam jaring terapung dimulai dari tahun 1988, un
tuk itu disini akan dibahas dari tahun 1988-2002. Dari grafik di atas menunjukkan
bahwa dilihat dari jumlah petak yang dianjurkan untuk kolam jaring terapung di
bendungan Cirata idealnya 12.000 setiap tahunnya. Kemudian dilihat dari jumlah
0
4.000
8.000
12.000
16.000
20.000
24.000
28.000
32.000
36.00040.000
Tahun
Jumlah
Jumlah Yang Dianjurkan (Petak ) 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0
Jumlah Kolam (Petak ) 74 351 899 1.61 2.05 3.82 6.47 7.69 15.2 25.5 17.4 17.4 28.7 30.4 30.4 39.6 39.6
Pemilik (Orang) 25 80 210 358 469 936 1.49 1.71 2.47 2.47 1.60 1.60 1.63 1.67 1.67 3.89 3.89
Jumlah Kematian Ikan (Ton) 0 0 10 34 0 39 1.43 404 0 3 .88 0 0 0 1 .12 272 0 500
198
8
198
9
199
0
199
1
199
2
199
3
199
4
199
5
199
6
199
7
199
8
199
9
200
0
200
1
200
2
200
3
200
4
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
51/83
kolam (petak) tiap tahunnya, dalam grafik menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
jumlah kolam yang lambat (sedikit) terjadi dari periode 1998 ke 1999, sedangkan
yang cepat (banyak) terjadi pada periode 1999 ke 2000. Untuk laju pertumbuhan
jumlah kolam yang tetap terjadi pada periode 1998 ke 1999, dan 2001 ke 2002,
sedangkan penurunan jumlah kolam jaring terapung terjadi pada tahun 1997 ke
1998, menurut sumber yang diperoleh, hal ini disebabkan bahwa pada bulan
Agustus 1997 air di waduk Cirata turun secara drastis sehingga peternak ikan
dianjurkan untuk mengosongkan (mencuci) jaring terapungnya.
Dalam perkembanganya, kepemilikan kolam jaring terapung yang dimiliki
oleh penduduk Kecamatan Maniis banyak yang beralih pada pengusaha dari luar
Kecamatan atau disewakan, hal ini dikarenakan masalah modal dan teknik
penguasaan dibidang perikanan serta manajerial yang belum mampu dimiliki.
Pada dasarnya perubahan atau pergeseran mata pencaharian dari sektor pertanian
ke non pertanian terjadi apabila disertai kemampuan modal usaha, penguasaan
kemampuan yang aplikatip, motivasi, keuletan serta keberanian bertindak. Maka
peran pemerintah daerah serta instansi terkait tentu sangat diperlukan dalam
mengatasi persoalan persoalan diatas, baik melalui pembinaan yang berkelanjutan
melalui penyuluhan, program kredit, KUD, PIR perikanan dll.
Ancaman Kegagalan dalam usaha kolam jaring terapung juga bisa muncul
dari tingkat pencemaran pada air. Seperti informasi yang didapat dari Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, bahwa indikator
pencemaran di perairan waduk menunjukan angka yang terus meningkat.
Keberadaan tiga waduk yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur yang saling terkait
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
52/83
membuat cemaran mengalir secara berantai. Tingkat pencemaran yang terus
meningkat membuat kualitas ikan hasil budidaya menurun. Hal itu teramati pada
uji coba kandungan timbal (Pb) pada ikan, tahun 1996 ikan tercemar logam berat
itu ketika memasuki usia enam bulan dan pada tahun 2006 ikan sudah tercemar
pada usia dua bulan terutama pada usus, hati dan insang.
Menurut hasil penelitian BPWC (Badan Pengelola Waduk Cirata), pada
triwulan I 2008, kadar timbar di sejumlah lokasi penelitian mencapai 0,04
miligram/liter dan kadar tembaga mencapai 0,03 miligram/liter, padahal ambang
batas ideal untuk air minum, perikanan dan pembangkit listrik tenaga air
berdasarkan peraturan Gubernur Jabar No 39 tahun 2000 tentang baku mutu air
adalah 0,02 miligram/liter untuk tembaga dan 0,03 miligram/liter untuk timbal.
Selain kedua jenis logam berat itu, parameter biologi, fisika, dan kimia
yang diteliti sejak tahun 2005 sering melebihi ambang batas. Tingginya kadar
polutan, minimnya kadar oksigen terlarut dalam air dan rendahnya suhu air
membuat virus lebih mudah berkembang biak, kematian ikan secara masal akibat
serangan virus semakin rentan terjadi. Dalam hal ini tentu pihak-pihak terkait
perlu bekerja secara serius menangani pencemaran daerah aliran sungai Citarum
(DAS Citarum), khususnya limbah berat dari industri, tanpa ketegasan dan upaya
serius pencemaran akan menggerogoti usaha perikanan, pertanian, dan industri
sebab air dari DAS Citarum ini melalui waduk Jatiluhur juga dimanfaatkan oleh
petani, perusahaan air minum, dan industri di Jakarta, Karawang, dan Subang.
Upaya lain dalam mengurangi dampak dari maraknya usaha jaring
terapung yang berakibat dari sisa pakan yang mengendap ke dasar waduk yang
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
53/83
mengakibatkan perairan dasar waduk menjadi subur maka plankton akan
berkembang biak dengan pesat. Tingginya endapan di dasar waduk dinilai turut
memicu kematian masal, maka untuk mengatasi hal tersebut waduk cirata
membutuhkan sekitar 200 juta ekor ikan pemakan plankton. Dalam hal ini
Pemerintah Propinsi Jabar melalui Dinas perikanan setiap tahunya menebar
sebanyak 1 Juta ekor. Namun jumlah tersebut masih sangat sedikit. Kondisi ini
juga bisa menambah penghasilan bagi petani nelayan tangkap di seputar waduk.
Jenis ikan pemakan plankton yang rutin disebar pada waduk Cirata tersebut
diantaranya adalah ikan nilem, ikan mola, ikan tawes, ikan grasscarp, ikan nila
dan ikan nirwana. Untuk lebih mempertegas pemaparan diatas dapat dilihat pada
grafik berikut.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
54/83
Grafik 4.2
Sumber:Diolah dari Data Pusat Informasi BPWC (2005: Tanpa Halaman). Profil
BPWC. Cirata: Kantor Badan Pengelola Waduk Cirata.
Permasalahan yang muncul dilapangan terkait dengan pencemaran air
adalah sebagai berikut:
1. Kualitas air danau pada umumnya masih baik, kecuali di lokasi DAS (Daerah
Aliran Sungai) yang telah rusak, misalnya tutupan hutannya kurang dari 15%,
sistem pertanian tidak memperhatikan konservasi air dan tanah, dan
pemanfaatan air yang tidak memperhatikan water balance.
2. Aktivitas keramba jaring terapung yang tidak memperhatikan daya dukung
lingkungannya.
3. Kualitas air (parameter kimia-biologi) waduk yang di DAS-nya banyak
industri, penduduk mengalami pencemaran yang sangat berat.
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
55/83
4. Kualitas air (parameter fisika) waduk pada umumnya sudah tercemar berat
oleh sedimen, kecuali waduk yang dilengkapi check dam atau terdapat
penampungan di bagian hulunya.
4.3.2 Perkembangan Warung Lesehan dan Pedagang Musiman
Kehadiran waduk Cirata dengan segala keindahan alamnya mampu
menjadi daya tarik orang untuk berkunjung ke areal waduk Cirata dan sekitarnya,
tentu kondisi ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk menjadi lahan penghasilan
dengan mendirikan warung-warung lesehan khas Cirata yang menyajikan nasi
liwet dan ikan bakarnya, yang menjadi kekhasanya adalah cara penyajianya, yaitu
istilah botram/mayoran dimana nasi liwet beserta lauk pauknya plus sambal
disatukan diatas daun pisang dan dimakan secara bersama-sama. Kekhasan yang
lain sebagai tempat jajanan makanan di lokasi sekitar waduk adalah sate maranggi
yaitu sate khas Plered yang menjadi perbedaan dengan sate dari daerah lainnya
yaitu dari bumbunya hanya kecap, tetapi kecap yang telah ditambah campuran
bumbu dapur sehingga menghasilkan citarasa yang lain.
Perkembangan warung lesehan yang ada di areal waduk Cirata sesuai hasil
wawancara dengan Bapak Yanto pada tanggal 1 Agustus 2009 sebagai pemilik
warung lesehan, pada awal-awal diresmikanya waduk Cirata sekitar tahun 1988
s/d tahun 2000 memang warung lesehan di sekitar waduk Cirata banyak
bermunculan seiring dengan banyaknya pengunjung yang datang ke Cirata
terutama pada hari minggu dan hari libur lainnya. Menurut ingatanya saat itu
mungkin lebih dari seratusan belum ditambah dengan warung yang hanya buka
pada hari-hari tertentu saja (warung musiman), namun sejalan dengan
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
56/83
perkembangan waktu, dimana tingkat jumlah pengunjung yang datang terus
berkurang, dengan sendirinya jumlah warung lesehan pun berkurang.
Dari tingkat pendapatan dalam satu bulan dengan modal sebanyak Rp
7.500.000,00 mendapatkan keuntungan perbulan berkisar antara Rp 750.000 s/d
1.000.000 dan dapat menghidupi keluarga satu istri dengan empat anak. Menurut
pengakuanya, sebelum ada waduk Cirata, dia adalah sebagai buruh tani, dan pada
saat proyek pembangunan waduk Cirata ikut sebagai buruh proyek. Lain dengan
sodara Apud yang diwawancarai peneliti pada tanggal 1 Agustus 2009, yang
berdagang mainan anak diareal waduk dia hanya menjajakan daganganya pada
hari minggu atau hari libur saja, alasanya pada hari-hari biasa/hari kerja
pengunjung yang menjadi sasaran daganganya yaitu anak-anak tidak ada, di luar
hari itu, Apud berjualan di pasar tradisional Kecamatan. Penghasilan yang
diperoleh dari hasil berjualan di areal waduk yaitu sekitar Rp 30.000 s/d Rp
50.000 per setiap sekali kesempatan berjualan, dan bila sehari-hari di pasar
tradisional Kecamatan perharinya hanya mendapat keuntungan antara Rp 10.000
s/d Rp 20.000.
Dari hasil pengamatan peneliti dan dengan melalui wawancara yang
dilakukan secara random/acak terhadap beberapa responden yang aktifitas
usahanya di areal sekitar waduk Cirata dilihat dari jenis usaha dan profesinya,
diantaranya pedagang murni, pedagang musiman, dan pedagang sewaktu-waktu.
Pedagang murni disini adalah pedagang yang mengandalkan penghasilanya utuh
dari hasil usaha berdagang. Biasanya jenis daganganya berupa warung lesehan,
sate maranggi, warung makanan minuman. warung baso, dan warung kopi,
-
7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata
57/83
dimana untuk tempat jualanya tetap disatu lokasi dan permanen. Adapun
pedagang musiman yaitu pedagang yang aktivitas usahanya menjual hasil
pertanian yang digarap. Penghasilanya diperoleh dari aktivitas berdagang sebagai
tambahan selain dari pendapatan sebagai petani. Jenis daganganya berupa jagung
bakar, buah-buahan dan hasil pertanian lainya dimana tempat jualanya tidak
permanen dan tidak tetap di satu lokasi, sedangkan pedagang sewaktu waktu yaitu
pedagang yang aktivitas usahanya melihat dari orang yang berkunjung ke waduk
Cirata. Hal itu dilakukan oleh penduduk yang memanfaatkan hari libur kerja
untuk mendapatkan pendapatan tambahan. Untuk jenis daganganya berupa
mainan anak, cindera mata, minuman dan makanan kecil, cara penjualanya
dengan asongan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Usaha Perdagangan di Kecamatan Maniis
Jenis Usaha Banyaknya Biaya Perbulan Kondisi
LokasiModal Penghasilan Bersih
Pe