perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI
KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH
(Tinjauan Folklor)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh SHANTI DYAH PUSPA RATRI
C0106047
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI
KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH
(Tinjauan Folklor)
Disusun oleh:
Shanti Dyah Puspa Ratri C0106047
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum Siti Muslifah, SS, M.Hum NIP 196302121988031002 NIP 197311032005012001
Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutarjo, M.Hum NIP 196001011987031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG OBOR DI DESA TEGALSAMBI
KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH
(Tinjauan Folklor)
Disusun Oleh:
Shanti Dyah Puspa Ratri C0106047
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua : Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum NIP. 195710231986012001
…………………………
Sekretaris : Dra. Sundari, M.Hum NIP. 195610031981032002
…………………………
Penguji I : Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum NIP. 196302121988031002
…………………………
Penguji II : Siti Muslifah, SS, M.Hum NIP. 197311032005012001 …………………………
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A NIP. 195303141985061001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Waktu memang tak terbatas, namun waktu kita terbatas.”
Anonim
“Sesuatu yang belum kita kerjakan, seringkali nampak mustahil, kita baru yakin
kalau kita telah melakukannya dengan baik.”
Evelyn Underhill
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
1. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendo’akan saya
2. Kakak dan adik saya tersayang
3. Seseorang yang selalu memberi semangat, Taufiq Herdyawan
4. Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul : “CERITA RAKYAT DAN UPACARA TRADISIONAL PERANG
OBOR DI DESA TEGALSAMBI KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN
JEPARA PROPINSI JAWA TENGAH” (Tinjauan Folklor).
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan
untuk mendapatkan gelar Sarjana Sastra jurusan Sastra Daerah di Fakultas Sastra
dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Menyadari bahwa penulisan ini mengalami banyak hambatan, namun
berkat bantuan dari beberapa pihak, maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada :
1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra beserta staf yang
telah mengijinkan penulis mengakhiri studi dengan pembuatan skripsi
ini.
2. Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus selaku Pembimbing
Akademik, yang senantiasa memberi motivasi dan dorongan dalam
menempuh perkuliahan hingga menyelesaikan studi.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra
Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberi motivasi
untuk segera menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
4. Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum selaku pembimbing pertama, dengan
penuh kesabaran mengarahkan dan memberi petunjuk yang sangat
berguna dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai.
5. Ibu Siti Muslifah, S.S, M.Hum selaku pembimbing kedua, dengan
penuh kesabaran telah membimbing dan memberi motivasi kepada
penulis dalam menyusun skripsi in sampai selesai.
6. Dra. Sundari, M.Hum selaku koordinator Bidang Sastra yang telah
memberi banyak pengetahuan bermanfaat bagi penulis.
7. Bapak dan Ibu dosen jurusan Sastra Daerah yang telah memberi bekal
pengetahuan yang sangat berharga dan berguna bagi penulis.
8. Staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun Pusat
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
kemudahan dalam pelayanan kepada penulis.
9. Bapak Sumarno, SH selaku Kepala Desa Tegalsambi beserta para
informan dengan keramahannya telah bersedia membantu dalam
penulisan skripsi ini.
10. Keluarga besar di Jepara yang telah membantu penulis dalam
menyusun skripsi serta memberikan tempat singgah yang nyaman
ketika penelitian di Jepara.
11. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2006. Terima kasih untuk cerita
yang telah kalian goreskan di buku hidupku. Terlalu banyak kenangan
yang terukir bersama kalian, dan akan selalu tersimpan manis
diingatanku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
dengan tulus telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan serta bantuan yang
telah diberikan kepada penulis.
“Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, penulis menyadari sepenuh hati akan
makna peribahasa itu, bahwa tak ada sesuatu yang tak sempurna. Untuk itu, segala
saran dan kritik yang membangun dengan senang hati penulis harapkan demi
kesempurnaan karya-karya selanjutnya.
Surakarta, Agustus 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………… iv
HALAMAN MOTTO………………………………………………………. v
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………. vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. x
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. xii
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xv
ABSTRAK……………………………………………………………......... xvi
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………. 1
B. Batasan Masalah………………………………………………..... 6
C. Permasalahan…………………………………………………….. 7
D. Tujuan Permasalahan…………………………………………….. 7
E. Manfaat Penelitian………………………………………………... 8
F. Sistematika Penulisan…………………………………………...... 9
BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………… 10
A. Tradisi Lisan……………………………………………………… 10
B. Folklor…………………………………………………………….. 11
C. Cerita Rakyat……………………………………………………… 17
D. Bentuk Cerita Rakyat…………………………………………….. 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
E. Nilai Guna Folklor……………………………………………….. 19
F. Upacara Tradisional……………………………………………… 19
G. Makna Simbolik………………………………………………….. 21
H. Fungsi Mitos……………………………………………………… 22
I. Pendekatan Folklor……………………………………………..... 24
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………. 26
A. Metode Penelitian Sastra Lisan………………………………….. 26
B. Lokasi Penelitian………………………………………………..... 26
C. Bentuk Penelitian………………………………………………… 26
D. Sumber Data dan Data Penelitian……………………………..… 27
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………. 28
F. Teknik Analisis Data……………………….……………………. 29
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………. 31
A. Profil Masyarakat Desa Tegalsambi……………………….…….. 31
1. Kondisi Geografis………………………………………….... 31
2. Kondisi Demografis…………………………………………. 32
3. Kondisi Sosial Budaya……………………………………….. 35
4. Tradisi Masyarakat……………………………………………. 37
B. Bentuk dan Asal-usul Cerita……………………………………… 38
1. Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor…………………………… 38
2. Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor………………………… 40
3. Analisis Fungsi Pelaku Cerita Rakyat Perang Obor………… 49
4. Pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor……………… 53
5. Pelaku dalam Upacara Tradisional Perang Obor……………. 61
C. Fungsi Mitos……………………………………………………… 64
1. Menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
dunia…………………………………………………… 66
2. Memberikan Jaminan Masa Kini……………………………... 68
3. Memberikan Pengetahuan Tentang Dunia…………………… 68
D. Makna Simbolik Sesaji…………………………………………… 69
E. Nilai Guna Cerita Rakyat………………………………………… 75
1. Fungsi Cerita Rakyat Perang Obor…………………………… 75
2. Fungsi Upacara Tradisional Perang Obor…………………… 78
3. Nilai Yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat Perang Obor… 79
BAB V PENUTUP………………………………………………………… 84
A. Kesimpulan……………………………………………………..... 84
B. Saran……………………………………………………………… 86
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 88
LAMPIRAN…………………………………………………………..…… 90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Komposisi penduduk menurut usia
Tabel 2 : Komposisi penduduk menurut mata pencaharian
Tabel 3 : Komposisi jumlah sekolah beserta jumlah muridnya
Tabel 4 : Jumlah pemeluk agama beserta tempat peribadatannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR SINGKATAN
CRPO : Cerita Rakyat Perang Obor
ha : Hekto are/hektar
km : Kilometer
m : Meter
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
s/d : Sampai dengan
swt : Subhanahu Wa Ta’ala
UTPO : Upacara Tradisional Perang Obor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sinopsis…………………………………………………….. 91
Lampiran 2. Peta Kabupaten Jepara……………………………………... 95
Lampiran 3. Surat Penelitian…………………………………………….. 96
Lampiran 4. Data Informan dan Narasumber…………………………… 98
Lampiran 5. Daftar Pertanyaan Informan atau Narasumber……………. 103
Lampiran 6. Foto-foto…………………………………………………… 119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRAK
Shanti Dyah Puspa Ratri. C 0106047. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah berangkat dari suatu kondisi warisan budaya yang dapat punah apabila tidak dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan, karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.
Disamping cerita rakyat Perang Obor sarat dengan nilai moral, juga terdapat upacara tradisional Perang Obor sebagai realisasi adanya cerita rakyat tersebut yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pemiliknya. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana profil masyarakat Desa Tegalsambi? (2) Bagaimana bentuk dan asal-usul serta analisis fungsi pelaku dalam cerita rakyat perang obor? (3) Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (4) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (5) Fungsi apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya? Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4) Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.
Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang berbentuk lisan, dan upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan. Penelitian terhadap cerita rakyat Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggunakan Tinjauan Folklor.
Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor, bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan atau narasumber, sumber data sekunder berupa Upacara Tradisional Perang Obor, sumber tertulis mengenai teks Cerita Rakyat Perang Obor dari Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. Data primer yaitu Cerita Rakyat Perang Obor, dan data sekunder yaitu informan serta hasil pengamatan dari tradisi Upacara Tradisional Perang Obor. Teknik dengan pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan data kepada para informan, kemudian menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk, isi, mitos,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
serta nilai guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi pelaku berdasarkan teori Vladimir Propp.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan,. (2) Cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong yang saling berperang menggunakan obor kemudian dampak dari peperangan mereka dijadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi pada saat itu. (3) Akibat adanya peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Masyarakat menganggap bahwa semua itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. (4) Dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji yang kemudian diletakkan di tempat-tempat yang diyakini sebagai tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (5) Nilai guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah
(Tinjauan Folklor)
Shanti Dyah Puspa Ratri1 Drs. Aloysius Indratmo, M.Hum2
Siti Muslifah, S.S, M.Hum3
ABSTRAK 2010. Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah (Tinjauan Folklor). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Alasan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah berangkat dari suatu kondisi warisan budaya yang dapat punah apabila tidak dilestarikan. Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari kelenyapan, karena setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.
Disamping cerita rakyat Perang Obor sarat dengan nilai moral, juga terdapat upacara tradisional Perang Obor sebagai realisasi adanya cerita rakyat tersebut yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pemiliknya. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana profil masyarakat Desa Tegalsambi? (2) Bagaimana bentuk dan asal-usul serta analisis fungsi
1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C0106047 2 Dosen Pembimbing I 3 Dosen Pembimbing II
pelaku dalam cerita rakyat perang obor? (3) Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (4) Apa makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor? (5) Fungsi apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya? Penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4) Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.
Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Dikatakan sebagian lisan karena dalam penelitian ini terdapat cerita rakyat yang berbentuk lisan, dan upacara tradisional yang berbentuk bukan lisan. Penelitian terhadap cerita rakyat Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menggunakan Tinjauan Folklor.
Metode penelitian yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang berada di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jenis penelitian ini adalah penelitian folklor, bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer yaitu informan atau narasumber, sumber data sekunder berupa Upacara Tradisional Perang Obor, sumber tertulis mengenai teks Cerita Rakyat Perang Obor dari Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan kamera. Data primer yaitu Cerita Rakyat Perang Obor, dan data sekunder yaitu informan serta hasil pengamatan dari tradisi Upacara Tradisional Perang Obor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Teknik dengan pengumpulan data dengan observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan data kepada para informan, kemudian menggunakan analisis folklor untuk mendeskripsikan bentuk, isi, mitos, serta nilai guna dari folklor yang diteliti. Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis fungsi pelaku berdasarkan teori Vladimir Propp.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, (1) Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir, dan lain-lain. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan,. (2) Cerita rakyat Perang Obor ini merupakan mite karena ditokohi oleh dua orang manusia yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong yang saling berperang menggunakan obor kemudian dampak dari peperangan mereka dijadikan suatu kepercayaan oleh warga Tegalsambi pada saat itu. (3) Akibat adanya peristiwa perang obor, muncul kepercayaan / mitos yang dijadikan landasan warga setempat untuk tidak melanggar larangan-larangan dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor. Masyarakat menganggap bahwa semua itu adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. (4) Dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor menggunakan sesaji yang kemudian diletakkan di tempat-tempat yang diyakini sebagai tempat persinggahan arwah leluhur mereka. Tiap-tiap sesaji memiliki makna simbolik yang mengandung tentang pesan kebaikan sebagai
pedoman dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. (5) Nilai guna yang terkandung dalam Cerita Rakyat Perang Obor yaitu sebagai cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup di zaman globalisasi seperti sekarang ini menuntut manusia untuk
hidup modern. Namun sebagai makhluk yang berkebudayaan, manusia modern
pun tidak bisa melepaskan tradisi atau kebudayaan yang melekat pada dirinya
begitu saja. Mereka tetap memegang teguh warisan leluhur yang sudah turun
temurun dan menjadi suatu tradisi yang bernilai tinggi. Tradisi warisan leluhur
dalam hal ini adalah folklor.
Folklor merupakan bagian dari kebudayaan berupa karya sastra yang lahir
dan berkembang dalam masyarakat tradisional. Karya sastra merupakan hasil dari
kreativitas manusia baik secara tertulis maupun secara lisan berisi tentang
permasalahan yang melingkupi kehidupan sosial. Karya sastra yang tertulis
misalnya prosa, cerita pendek, cerita bersambung, novel dan lain-lain, sedangkan
karya sastra lisan adalah karya sastra yang diwariskan turun-temurun secara lisan,
dan salah satu jenis karya sastra lisan adalah cerita rakyat.
Setiap daerah di Indonesia memiliki ragam kebudayaan, misalnya di
daerah Jepara. Jepara merupakan salah satu kabupaten provinsi Jawa Tengah yang
berada di bagian utara. Di wilayah Jepara terdapat banyak kebudayaan berupa
cerita rakyat yang tersebar di pelosok-pelosok pedesaan, salah satunya adalah
cerita rakyat Perang Obor. Cerita rakyat Perang Obor masih relevan dan
dilestarikan oleh masyarakat pemiliknya di Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan
Kabupaten Jepara. Cerita rakyat Perang Obor adalah objek dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang penyebarannya dilakukan secara
lisan dari mulut ke mulut. Sastra lisan berfungsi sebagai alat untuk menghibur dan
sebagai karya yang mengandung hal yang berguna. Horace (dalam Depdikbud, 7 :
1996) mengatakan bahwa sastra lisan berfungsi dulce et utile (sweet and useful).
Sastra lisan sebagai alat dulce berfungsi menghibur, memberi kenikmatan,
kegembiraan, kepuasan, atau kelegaan pada hati pendengar. Sastra lisan sebagai
utile berfungsi untuk mendidik, memberi nasihat, memberi pengetahuan,
membimbing bermoral, memberi gambaran kebiasaan tata cara kehidupan, atau
memberi pengetahuan tentang asal-usul, peristiwa, atau jasa masyarakat lama.
Orientasi penyebaran cerita rakyat terbatas pada daerah tertentu dan
merupakan muatan lokal yang menyatu sekaligus sebagai kebanggaan daerah
yang bersangkutan. Cerita rakyat bersifat anonim. Maksudnya, dalam cerita rakyat
tidak diketahui pengarangnya secara pasti.
Pada dasarnya cerita rakyat senantiasa mengalami perubahan dari masa ke
masa, bahkan dari penuturan satu ke penuturan lain dalam waktu yang berbeda,
meski dari kelompok atau individu yang sama. Hal tersebut disebabkan karena
penuturnya tidak mampu mengingat seluruh isi cerita secara urut dan lengkap
seperti yang didengarnya dari penutur sebelumnya. Karena lupa bagian-bagian
cerita yang dituturkannya itu, lalu diganti atau diubahnya dengan bagian hasil
rekamannya sendiri.
Menurut cerita yang berkembang, asal mula cerita rakyat Perang Obor
terjadi karena keteledoran seorang penggembala yang menelantarkan kerbau-
kerbau yang digembalanya. Di desa Tegalsambi terdapat seorang petani kaya raya
bernama Kiai Babadan. Beliau mempunyai banyak binatang piaraan terutama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kerbau dan sapi. Namun karena tidak bisa mengurusnya, maka Kiai Babadan
meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk mengurus ternaknya. Pada awalnya,
Ki Gemblong sangat tekun dalam memelihara ternak-ternak tersebut, sehingga
binatang peliharaan tersebut tampak gemuk dan sehat.
Ki Gemblong yang menggembala ternak di tepi sungai Kembangan asyik
menyaksikan ikan-ikan yang ada di sungai tersebut. Tanpa menyia-nyiakan waktu,
ia langsung menangkap ikan tersebut, kemudian hasil tangkapannya dibakar dan
dimakan di kandang. Setelah kejadian itu, setiap hari Ki Gemblong selalu
menangkap ikan, sehingga ia lupa akan tugas sebagai penggembala. Akhirnya
kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan sakit, bahkan mulai ada yang mati.
Keadaan ini menyebabkan Kiai Babadan menjadi bingung. Lama-kelamaan Kiai
Babadan mengetahui apa yang menyebabkan ternaknya menjadi sakit, tak lain
karena Ki Gemblong yang tidak mengurus ternak-ternaknya lagi. Melihat hal
semacam itu Kiai Babadan marah besar. Kiai Babadan menemui Ki Gemblong
yang sedang asyik membakar ikan. Lalu menghajar Ki Gemblong dengan
menggunakan obor dari pelepah kelapa yang dibawanya. Kebetulan di sekitar
sungai ada banyak blarak. Mendapat perlakuan yang tidak menguntungkan, Ki
Gemblong tidak tinggal diam. Dia merampas obor yang dibawa Kiai Babadan
untuk balas memukul Kiai Babadan, sehingga terjadilah Perang Obor yang apinya
berserakan kemana-mana. Percikan-percikan api tersebut membakar tumpukan
jerami di dekat kandang ternak. Kobaran api tersebut mengakibatkan ternak yang
berada di kandang lari tunggang langgang dan tanpa diduga ternak yang tadinya
sakit akhirnya menjadi sembuh. Mereka heran dengan keadaan tersebut, bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
ternak yang semula sakit tiba-tiba menjadi sembuh. Mengetahui kenyataan seperti
itu, akhirnya mereka berdua mengakhiri peperangan.
Cerita rakyat sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang edukatif, karena di
dalamnya terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan contoh dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang paling menonjol dalam cerita rakyat
Perang Obor adalah pentingnya sikap tanggungjawab. Hal ini terutama yang
berhubungan dengan pelaksanaan sebuah amanah.
Cerita rakyat Perang Obor yang dimiliki masyarakat Tegalsambi tersebut
berperan sebagai kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra lisan. Sampai
sekarang masyarakat Tegalsambi masih mempertahankan dan melestarikan tradisi
yang dimilikinya tersebut. Mereka percaya bahwa Perang Obor dapat
menghindarkan masyarakat dari musibah. Misalnya, sejak peristiwa perang obor
antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong anak-cucu mereka melakukan upacara
Perang Obor. Upacara tersebut dimaksudkan untuk mengusir segala ruh jahat
yang mendatangkan penyakit. Pada saat sekarang upacara tradisional Perang Obor
digunakan sebagai sarana sedekah bumi, untuk ungkapan rasa syukur warga Desa
Tegalsambi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara tradisional ini diadakan
setahun sekali, yaitu Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Besar
(Dzulhijah), diadakan atas dasar kepercayaan masyarakat desa. Semua berkaitan
erat dengan kepercayaan yang sulit dilepaskan dan dilupakan begitu saja oleh
masyarakat setempat.
Budaya warisan lisan akan punah apabila tidak dijaga dan dilestarikan.
Maka diperlukan adanya penggalian terhadap budaya tersebut guna menghindari
kelenyapan. Berangkat dari kondisi itulah penulis tertarik untuk mengangkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
cerita rakyat dan upacara tradisional Perang Obor dalam penelitian ini. Karena
setiap cerita rakyat mengandung pemahaman yang bisa memberikan manfaat
dalam kehidupan manusia.
Masyarakat Tegalsambi dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang
Obor selalu menyiapkan makanan sesaji sebagai persyaratan. Di dalam sesaji
tersebut terkandung maksud tertentu antara lain sebagai upaya untuk lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan.
Penulisan penelitian cerita Rakyat Perang Obor ini, diharapkan agar lebih
memasyarakat atau dikenal lebih luas. Jadi, bukan hanya dikenal masyarakat
Jepara atau Jawa Tengah saja. Upacara tradisional Perang Obor merupakan tradisi
masyarakat Desa Tegalsambi yang sangat unik dan memiliki ciri khas. Cara
permainannya yaitu, para pemain saling memukul dengan menggunakan dua atau
tiga bendel pelepah kelapa kering yang bagian dalamnya diisi dengan daun
pisang. Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan / digunakan
sebagai alat saling menyerang sehingga sering terjadi benturan–benturan obor
yang dapat mengakibatkan pijaran–pijaran api yang besar. Upacara tradisional
Perang Obor diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur warga terhadap
Tuhan yang Maha Esa.
Masyarakat Desa Tegalsambi mayoritas beragama Islam, mereka taat
menjalankan perintah agama. Namun bukan berarti ketaatan mereka dalam
beragama menghapus ajaran budaya dan adat istiadat yang ada kaitannya dengan
cerita rakyat dan upacara tradisional Perang Obor. Hal tersebut merupakan bukti
bahwa terjadi percampuran antarbudaya, yaitu adat istiadat masyarakat dengan
ajaran agama Islam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Tanggapan positif dapat dilihat dari adanya tradisi upacara tradisional Perang
Obor. Warga saling gotong royong mempersiapkan acara tersebut hingga selesai
acara. Selain itu, rasa kebersamaan pun juga terlihat ketika warga berkumpul di
punden-punden untuk selamatan. Adapun tanggapan negatifnya adalah adanya
masyarakat yang masih percaya dengan hal-hal mistis.
Tradisi adiluhung tersebut unik karena hanya satu-satunya di Jawa
Tengah. Nilai-nilai tradisi yang hidup dan berkembang di masyarakat harus
dilestarikan agar tidak punah terkikis oleh budaya modern. Penelitian ini
merupakan salah satu langkah dalam upaya menelusuri dan melestarikan
kebudayaan daerah.
B. Batasan Masalah
Sebuah penelitian akan banyak menimbulkan permasalahan yang sangat
komplek, yang akan mengakibatkan hasil penelitian kurang terfokus. Penelitian
ini membatasi masalah isi, fungsi mitos, makna simbolik, serta nilai guna dalam
Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor. Langkah awal yakni dengan
mengkaji bentuk, isi, serta analisis fungsi pelaku cerita rakyat Perang Obor.
Langkah kedua yaitu menganalisis fungsi mitos dalam Cerita Rakyat dan Upacara
Tradisional Perang Obor. Langkah selanjutnya menganalisis makna simbolik
sesaji-sesaji yang terdapat dalam Upacara Tradisional Perang Obor. Batasan
masalah selanjutnya yakni menelaah nilai guna yang terdapat dalam Cerita Rakyat
dan Upacara Tradisional Perang Obor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
C. Permasalahan
Supaya penelitian ini terfokus, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah profil masyarakat Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan
Kabupaten Jepara?
2. Bagaimanakah bentuk dan asal-usul, serta analisis fungsi pelaku cerita rakyat
Perang Obor?
3. Mitos apa saja yang terkandung di dalam pelaksanaan Upacara Tradisional
Perang Obor?
4. Apa makna simbolik dari sesaji dalam pelaksanaan Upacara Tradisional
Perang Obor?
5. Nilai guna apa saja yang terdapat pada Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional
Perang Obor bagi masyarakat pemiliknya?
D. Tujuan Penelitian
Merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena
dengan tujuan itulah dapat diketahui apa yang hendak dicapai atau diharapkan.
Penulis mengadakan penelitian tentang Cerita Rakyat dan Upacara
Tradisional Perang Obor memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan profil masyarakat Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan
Kabupaten Jepara.
2. Mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor, serta
menganalisis struktur fungsi pelaku dalam Cerita Rakyat Perang Obor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
3. Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja yang terdapat dalam pelaksanaan
Upacara Tradisional Perang Obor.
4. Mendeskripsikan makna simbolik sesajen dalam pelaksanaan Upacara
Tradisional Perang Obor.
5. Mendeskripsikan nilai guna Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang
Obor bagi warga desa pemiliknya.
E. Manfaat Penelitian
Dalam hal manfaat yang berkaitan dengan penelitian ini dilihat dari obyek
kajian, batasan masalah, serta tujuan yang dicapai, hasil yang hendak dicapai
dalam penelitian adalah sebuah laporan penelitian yang berisi deskripsi tentang
cerita rakyat Perang Obor di desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten
Jepara. Oleh sebab itu, manfaat penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang dicapai dari penelitian ini adalah (a) secara
teoritis, penelitian ini mampu menggunakan dan memanfaatkan teori folklor
untuk dapat mengetahui bentuk dan isi yang terkandung dalam Cerita Rakyat
dan Upacara Tradisional Perang Obor, (b) sebagai ajaran dan fungsi bagi
masyarakat pendukungnya. (c) penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan dapat dijadikan sebagai sumber ilmu bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
(a) dapat mendokumentasikan Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Obor sebagai salah satu aset lisan dan tradisi Nusantara, (b) untuk kesempatan
lain dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan ini meliputi lima bab. Kelima bab tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori. Dalam penelitian ini berisi teori-teori yang berupa
pengertian-pengertian pokok meliputi pengertian Tradisi lisan, pengertian folklor,
analisis fungsi pelaku oleh Valdimir Propp, pengertian cerita rakyat, bentuk cerita
rakyat, nilai guna folklor, penegrtian upacara tradisional, makna simbolik, fungsi
mitos, dan pendekatan folklor.
Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi Metode penelitian sastra lisan,
lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab IV Pembahasan. Bab ini berisi profil masyarakat Desa Tegalsambi,
bentuk dan asal-usul cerita rakyat Perang Obor, analisis fungsi pelaku, fungsi
mitos, makna simbolik sesaji, dan nilai guna cerita rakyat Perang Obor.
Bab V Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran. Pada akhir tulisan ini
disertakan daftar pustaka dan lampiran penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Landasan teori dalam suatu penelitian akan membantu penulis dalam
menganalisis permasalahan yang ada dalam penelitian. Mengingat hal tersebut
maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegangan pada suatu paham atau teori
tertentu, sehingga arah dan tujuan dari penelitian akan lebih jelas dan mudah
untuk dikaji.
A. Tradisi Lisan
Tradisi merupakan bentuk warisan panjang. Lisan adalah bentuk
pewarisan yang khas. Tradisi lisan adalah warisan leluhur Jawa yang abadi.
Sebuah mutiara kultur leluhur yang hampir terlupakan oleh banyak orang, namun
tetap bertahan. Tradisi itu ada, lestari, hidup, berkembang, tanpa paksaan dan
tekanan (Endraswara, 2005 : 1)
Masyarakat Jawa pada awalnya kurang mengenal tradisi tulis, hikmahnya
justru tradisi lisan berkembang pesat. Selanjutnya pada saat mesin cetak
berkembang, tradisi lisan menjadi lebih dikenal, terdokumentasi, dan berkembang.
Tradisi lisan yang mengandalkan tradisi oral dinamakan tradisi lisan
primer. Yakni, tradisi lisan yang belum bersentuhan dengan tradisi lain. Tradisi ini
dapat dikatakan masih murni pada akar kolektif. Namun, tradisi lisan primer pun
tetap rentan terhadap perubahan, khususnya yang disebabkan oleh penangkapan si
pendengar. Ketidakhadiran pengarang tradisi lisan menjadikan si penutur boleh
menyuarakan apa saja, menurut sepengetahuan mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Cakupan tradisi lisan meliputi adanya kesaksian lisan yang
mengungkapkan masa lalu. Dalam kaitan ini unsur kesejarahan memang
ditekankan. Tradisi lisan dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek proses dan
produk. Sebagai produk, tradisi lisan merupakan pesan lisan yang didasarkan pada
pesan generasi sebelumnya. Tradisi lisan sebagai proses, berupa pewarisan pesan
melalui mulut ke mulut sepanjang waktu hingga hilangnya pesan itu. Pesan tradisi
memang sangat beragam. Pesan itu berkaitan dengan karakteristik tradisi lisan.
Dari sini muncul sekurang-kurangnya tiga hal, yang berhubungan dengan ciri
tradisi lisan (Endraswara, 2005 : 4) yaitu : (1) tak reliabel, artinya tradisi lisan itu
cenderung berubah-ubah, tak ajeg, dan rentan perubahan, (2) berisi kebenaran
terbatas, tradisi lisan hanya memuat kebenaran intern, dan tak harus bersifat
universal, (3) memuat aspek-aspek historis masa lalu. Dengan kata lain, tradisi
lisan akan terjadi apabila ada kesaksian seseorang secara lisan terhadap peristiwa.
Kesaksian itu diteruskan orang lain secara lisan pula, sehingga menyebar kemana
saja. Keterulangan kesaksian peristiwa inilah yang menciptakan sebuah tradisi
lisan.
B. Folklor
Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan
diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat / alat pembantu pengingat. Folklor bukan terbatas pada
tradisi (lore-nya) saja, melainkan juga manusianya (folk-nya). (James Danandjaja,
1997 : 2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Pada umumnya, folklor merupakan sebagian kebudayaan yang
penyebarannya melalui tutur kata atau lisan. Oleh sebab itu ada yang
menyebutnya sebagai tradisi lisan (oral tradition).
Fungsi folklor menurut James Danandjaja adalah sebagai berikut :
1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yaitu
disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh
yang disertai dengan gerak isyarat dan alat bantu pengingat).
2. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda.
3. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau
dalam bentuk standar disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu
yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).
4. Folklor bersifat anonym, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa cerita rakyat telah menjadi milik
masyarakat pendukungnya.
5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola yaitu
menggunakan kata-kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-
ulangan dan mempunyai pembukuan dan penutupan yang baku. Gaya ini
berlatar belakang kultus terhadap peristiwa dan tokoh utamanya.
6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu sebagao
sarana pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan
terpendam.
7. Folklor mempunyai sifat-sifat pralogis, dalam arti mempunyai logika
tersendiri, yaitu tentu saja lain dengan logika umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
8. Folklor menjadi milik bersama dari suatu kolektif tertentu. Dasar anggapan
inilah yang digunakan sebagai akibat sifatnya yang anonym.
9. Folklor bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatan kasar, terlalu
spontan (James Danandjaja, 1984 : 4)
Berdasarkan ciri di atas, secara sederhana dapat dipilahkan mana karya
folklor dan mana yang bukan. Apabila karya budaya memenuhi sebagian ciri di
atas, maka karya tersebut masuk kategori folklor. Jan Harold Brunvand, seorang
ahli folklor dari Amerika Serikat menggolongkan folklor ke dalam tiga kelompok
besar berdasarkan tipenya: (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian
lisan (partly verbal folklore), (3) folklor bukan lisan (non verbal folklore). (dalam
James Danandjaja, 1997 : 21)
Teori mengenai folklor sebagai bagian dari tradisi lisan dikemukakan oleh
banyak ahli. Vladimir Propp adalah seorang peneliti sastra yang berasal dari
Jerman., objek penelitian Propp adalah cerita rakyat. Propp (1987: 93-98)
menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama.
Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi
perbuatan dan peran-perannya sama. Propp lebih mengedepankan pada struktur
cerita, khususnya struktur naratif. Struktur naratif lebih berhubungan dengan
fungsi-fungsi yang ada pada cerita rakyat, yang maksimal memiliki 31 fungsi.
Sebelum memasuki persoalan asal-usul cerita rakyat, terlebih dulu harus dapat
mencari jawaban pada persoalan apakah yang digambarkan oleh cerita rakyat itu
sendiri.
Vladimir Propp menyatakan bahwa dalam setiap cerita rakyat maksimal
memiliki 31 fungsi pelaku, untuk mengklasifikasikan cerita rakyat agar sistematis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Fungsi-fungsi pelaku tersebut mengikuti susunan cerita dalam cerita rakyat. Untuk
setiap fungsi diberi: (1) ringkasan isinya; (2) definisi ringkas di dalam satu
perkataan; (3) lambangnya yang konvensional. Kemudian diikuti contohnya.
(1987 : 28)
Adapun tiga puluh satu fungsi tersebut meliputi:
1. Seorang dari anggota keluarga meninggalkan rumah (definisi: ketidakhadiran/
ketiadaan, lambang: β).
2. Larangan yang diberlakukan untuk pahlawan (definisi: larangan, lambang: γ).
3. Melanggar larangan (definisi: pelanggaran, lambang: δ).
4. Penjahat melakukan pengintaian untuk mendapatkan informasi (definisi:
pengintaian, lambang: ε).
5. Penjahat mendapatkan informasi tentang calon korbannya (definisi:
penyampaian informasi, lambang: ζ).
6. Penjahat menipu korbannya dengan tujuan dapat memiliki dirinya atau
memiliki kepunyaannya (definisi: penipuan, lambang: η).
7. Korban terpedaya dengan tipuan itu dan tanpa sadar membantu musuhnya
(definisi: muslihat, lambang: θ).
8. Penjahat menyebabkan timbulnya kesusahan atau melukai salah seorang
anggota keluarga (definisi: kejahatan, lambang: A).
8.a. Seorang anggota keluarga kekurangan sesuatu atau ingin memiliki sesuatu
(definisi: kekurangan, lambang: a).
9. Ketidakberuntungan atau kekurangan membuat pahlawan dikenal, pahlawan
diminta atau diperintah, diizinkan untuk pergi atau menjadi utusan (definisi:
perantara, peristiwa penghubung, lambang: B).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
10. Pahlawan (pencari) sepakat untuk mengadakan tindakan balasan (definisi:
permulaan tindak balas, lambang: C).
11. Pahlawan meninggalkan rumah (definisi: keberangkatan / kepergian, lambang:
↑).
12. Pahlawan diuji, ditanya, diserang, dan lain-lain, yang membuka jalan untuk
memperoleh alat sakti yang berfungsi sebagai penolongnya (definisi: fungsi
pertama donor, lambang: D).
13. Pahlawan bereaksi terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan pemberi /
donor (definisi: reaksi pahlawan, lambang: E). reaksi pahlawan bisa positif,
tetap juga bisa negatif.
14. Pahlawan menerima alat sakti (definisi: penerimaan alat sakti, lambang: F).
15. Pahlawan dipindahkan, dan diantar ke tempat terdapatnya objek yang dicari
(definisi: perpindahan di antara ruang, dua lokasi, petunjuk, lambang: G).
16. Pahlawan dan penjahat terlibat dalam perkelahian langsung (definisi:
pertarungan, lambang: H).
17. Pahlawan diberi tanda (definisi: penandaan, lambang: J).
18. Penjahat dikalahkan (definisi: kemenangan, lambang: I).
19. Kemalangan atau kekurangan awal dapat diatasi (definisi: kekurangan
terpenuhi, lambang: K).
20. Pahlawan pulang / kembali (definisi: kepulangan, lambang: ↓).
21. Pahlawan dikejar (definisi: pengejaran, lambang: Pr).
22. Pahlawan diselamatkan (definisi: penyelamatan, lambang: Rs).
23. Pahlawan yang tidak dikenali tiba di rumah / di negerinya atau di negeri lain
(definisi: kepulangan tidak dikenali, lambang: O).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
24. Pahlawan palsu menyampaikan tuntutan yang tidak berdasar (definisi:
tuntutan yang tidak berdasar, lambang: L).
25. Pahlawan diserahi tugas sulit (definisi: tugas sulit, lambang: M).
26. Tugas diselesaikan (definisi: penyelesaian tugas, lambang: N).
27. Pahlawan dikenali / diakui (definisi: pengakuan, lambang: Q).
28. Pahlawan palsu atau penjahat terungkap (definisi: pengungkapan, lambang,
Ex).
29. Pahlawan menjelma ke dalam wajah yang baru (definisi: penjelmaan,
lambang: T).
30. Penjahat dihukum (definisi: hukuman, lambang: U).
31. Pahlawan menikah dan naik tahta (definisi: pernikahan, lambang: W).
Untuk mempermudah mengetahui tiga puluh satu fungsi, maka dapat
dibuat kerangka urutan fungsi dan variasi tindakannya. Fungsi yang dimaksud di
atas didistribusikan ke dalam 7 macam peran (lingkungan tindakan), yaitu:
1. Lingkungan aksi penjahat
2. Lingkungan peran donor
3. Lingkungan pembantu/penolong
4. Lingkungan putri raja
5. Lingkungan orang yang disuruh (utusan)
6. Lingkungan hero
7. Lingkungan hero palsu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
C. Cerita rakyat
Elli Konggas Maranda (dalam Yus Rusyana, 1981 : 10) berpendapat
bahwa cerita rakyat adalah cerita lisan sebagai bagian dari folklor dan merupakan
bagian persediaan cerita yang telah mengenal huruf maupun belum. Di dalam
bahasa Inggris, cerita rakyat disebut dengan istilah folktale adalah sangat inklusif.
Secara singkat dikatakan bahwa cerita rakyat merupakan jenis cerita yang hidup di
kalangan masyarakat, yang ditularkan dari mulut ke mulut. (Supanto, 1981:48).
Cerita rakyat sebagai bagian dari folklor merupakan bagian dari persediaan
cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat. Cerita rakyat itu
merupakan cerita yang telah diceritakan kembali di antara orang-orang yang
berada dalam beberapa generasi, berkenaan dengan masa lalu. Selain itu pula
mengandung survival, yaitu sesuatu yang masih terdapat dalam budaya masa kini
sebagai peninggalan dari masa-masa sebelumnya. (Winick dalam Yus Rusyana,
1981 : 17).
Pada dasarnya cerita rakyat disampaikan secara lisan. Tokoh-tokoh cerita
atau peristiwa-peristiwa yang diungkapkan dianggap pernah terjadi di masa lalu,
atau merupakan suatu hasil rekaman semata yang terdorong oleh keinginan untuk
menyampaikan pesan atau amanat tertentu, atau merupakan suatu upaya anggota
masyarakat untuk memberi atau mendapatkan hiburan atau sebagai pelipur lara
(Atar Semi, 1993 : 79).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian cerita
rakyat adalah salah satu peninggalan atau warisan budaya yang diturunkan dari
generasi satu ke generasi lainnya berupa cerita di daerah setempat yang
disebarkan dari mulut ke mulut dalam bentuk bahasa prosa. cerita berfungsi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada
generasi berikutnya. Tanpa cerita, tanpa adanya kekuatan wacana, kebudayaan
pun tidak ada.
D. Bentuk Cerita Rakyat
Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam tiga
golongan besar, yaitu:
1. Mite (myth)
Mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi
serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh para Dewa
atau makhluk setengah Dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia
yang bukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau.
2. Legenda (legend)
Legenda (Latin: legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh
yang empunya cerita sebagai “sejarah” kolektif (folk history). Legenda
dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Ditokohi
manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering
juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia yang
seperti kita kenal, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau.
3. Dongeng (folktale)
Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi
oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun
tempat. Dongeng juga merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran
fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
moral, yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk
lainnya. (dalam James Danandjaja, 1997:50)
E. Nilai Guna Folklor
Pada dasarnya folklor akan bernilai guna untuk memantapkan identitas
serta meningkatkan integritas sosial. Secara simbolis, folklor mampu
mempengaruhi masyarakat, dalam hal ini berpengaruh terhadap pembentukan tata
nilai yang berupa sikap dan perilaku.
Bascom (dalam Suwardi Endraswara, 2009 : 125), membeberkan nilai guna
folklor sebagai berikut:
1. Cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya.
2. Alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan.
3. Alat pendidikan.
4. Alat penekan atau pemaksa berlakunya tata nilai masyarakat
Dari fungsi di atas berarti mengarahkan bahwa folklor memang penting bagi
kehidupan.
F. Upacara Tradisional
Manusia selalu berusaha menyelamatkan atau membebaskan dirinya dari
segala ancaman yang datang dari lingkungan hidupnya. Untuk itu, manusia secara
perorangan atau berkelompok mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia
lain, atau dengan kekuatan-kekuatan gaib di luar dirinya, melalui upacara.
(Syamsuddin, 1985 : 1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Menurut Supanto (1992:5), upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang
melibatkan para warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan
bersama. Upacara tradisional itu merupakan bagian yang integral dari kebudayaan
masyarakat pendukungnya, dan kelestarian hidup upacara tradisional tersebut
dimungkinkan oleh fungsinya bagi kehidupan masyarakat pendukungnya, dan
dapat mengalami kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali dalam
kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional penuh dengan simbol-
simbol yang berperan sebagai alat komunikasi antar manusia, dan juga menjadi
penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib. (Boestami, 1985 : 1)
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa upacara
tradisional adalah kegiatan sosial yang integral dalam kehidupan kulturalnya
untuk mencapai keselamatan bersama.
Pelaksanaannya upacara tradisional mengandung berbagai aturan yang
wajib dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Aturan itu tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat secara turun-temurun, untuk
melestarikan ketertiban kehidupan bermasyarakat. Biasanya kepatuhan setiap
anggota masyarakat terhadap aturan dalam bentuk upacara tradisional itu disertai
keseganan atau ketakutan mereka terhadap sanksi yang bersifat sakral magis.
Dengan demikian upacara tradisional dapat dianggap sebagai bentuk pranata
sosial yang tidak tertulis. Upacara tradisional wajib dikenal dan diketahui oleh
masyarakat pendukungnya, untuk mengatur sikap dan perilaku agar tidak
melanggar atau menyimpang dari adat kebiasaan yang berlaku di dalam
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
G. Makna Simbolik
Manusia adalah makhluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan
simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai dengan unsur-
unsur simbolik. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, symbolos yang berarti
tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Simbol atau
lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan pengantara pemahaman
terhadap obyek (Herusatoto, 2008 : 18).
Sesungguhnya simbol-simbol yang dikembangkan oleh manusia itu tidak
hanya mempunyai arti sebagaimana terkandung di dalamnya, tetapi yang lebih
penting ialah dayanya. Simbol / lambang itu tidak hanya menunjukkan sesuatu
idea, melainkan mempunyai kekuatan sebagai perangsang. Jadi simbol / lambang
bagi manusia pendukungnya tidak sekedar makna, tetapi ia mengandung arti apa
yang dilakukan orang dengan makna termaksud (Depdikbud, 1992 : 2)
Simbol-simbol ritual ada juga yang berupa sesaji (dalam penelitian ini).
Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku agar
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui sesaji
sesungguhnya merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak. Sesaji
juga merupakan sarana untuk “negosiasi” spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini
dilakukan agar makhluk-makhluk halus di atas kekuatan manusia tidak
mengganggu. Dengan pemberian makanan secara simbolis kepada ruh halus,
diharapkan ruh tersebut akan jinak, dan mau membantu hidup manusia (Suwardi
Endraswara, 2006 : 247)
Segala bentuk dan macam kegiatan simbolik dalam masyarakat tradisional
itu merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
menciptakan, menurunkannya ke dunia, memelihara hidup, dan menentukan
kematian manusia. Simbolisme dalam masyarakat tradisional membawakan
pesan-pesan kepada generasi berikutnya.
H. Fungsi Mitos
Salah satu dari semua gejala kebudayaan, yang paling sulit didekati
dengan analisis logis semata-mata adalah mitos. Mitos lebih terjelma dalam
tindakan, daripada dalam pikiran atau khayalan (Cassirer, 1987 : 119).
Kepercayaan masyarakat terhadap cerita yang mereka ketahui sangat besar,
sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku mereka, yaitu taat kepada larangan
atau suruhan yang berhubungan erat dengan cerita-cerita itu. Pada dasarnya mitos
adalah anggapan atau kepercayaan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan
kehidupan manusia (Nuraidar Agus, 2010 : 115)
Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu
kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat dituturkan, tetapi juga dapat
diungkapkan lewat tari-tarian atau pementasan wayang misalnya (Van Peursen,
2007 : 37). Melalui mitos, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam
kejadian-kejadian sekitarnya, dan dapat menanggapi daya-daya kekuatan alam.
Adapun fungsi mitos menurut Van Peursen, yaitu:
1. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos
itu tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan itu,
tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai
suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan
sukunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2. Mitos memberi jaminan bagi masa kini. Pada musim semi misalnya bila
ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng. Namun juga dapat
diperagakan dalam sebuah tarian, bagaimana pada jaman dulu para dewa
juga mulai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah.
Cerita itu seolah-olah mementaskan kembali suatu peristiwa yang dulu
pernah terjadi. Dengan demikian dijamin keberhasilan usaha serupa
dewasa ini.
3. Mitos memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya, fungsi ini mirip
dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran modern,
misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi. (Peursen, 1988 : 37)
Mitos yang diyakini oleh suatu masyarakat, hidup dalam alam pikiran
manusia sebagai konsep yang abstrak dan sebagai persepsi atau imajinasi manusia
terhadap segala fenomena kehidupannya. Mitos merupakan objek kultural dan
bagian dari kehidupan manusia, sehingga mitos secara sadar akan terefleksi ke
dalam hasil karya budaya manusianya, khususnya pada karya sastra masyarakat
yang bersangkutan.
Dapat diambil kesimpulan, bahwa mitos adalah suatu kepercayaan yang
telah mendarahdaging bagi masyarakat pemiliknya, dan menjadi pedoman dalam
bertingkah laku. Tujuan mitos untuk mendidik anak-cucu yang mendengarnya,
khususnya tentang kepercayaan kepada kekuatan yang mutlak (Tuhan), kejujuran,
keberanian, sopan santun, dan lain-lain. Mitos merupakan suatu cerita yang dapat
memberikan pedoman bagi masyarakat di tiap daerahnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
I. Pendekatan Folklor
Penelitian folklor terdiri dari tiga tahap, antara lain: pengumpulan,
penggolongan, dan penganalisaan. Dalam hal ini akan diterapkan mengenai
tahapan-tahapan dalam penelitian folklor.
Ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh seorang peneliti dari objek
penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Pra Penelitian di Tempat.
Sebelum memulai suatu penelitian, yaitu terjun ke tempat atau daerah
yang hendak dilakukan penelitian suatu bentuk folklor, harus diadakan
persiapan yang matang. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka usaha
penelitian akan mengalami banyak hambatan yang seharusnya tidak
terjadi. Rancangan penelitian paling sedikit harus mengandung beberapa
keterangan pokok. Cara memperoleh data melalui wawancara dengan
menggunakan alat perekam, yaitu hp, tape recorder, dan menggunakan
kamera untuk memperoleh gambarnya.
2. Penelitian di Tempat.
Setibanya di tempat penelitian, harus mengusahakan suatu hubungan
rapport, hubungan harmoni saling mempercayai dengan koletif yang
hendak diteliti atau paling sedikit dengan para informan. Tahap ini
dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan informan,
maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati, dan tidak bersikap
menggurui. Sikap yang demikian dapat menerima dan memberikan smua
keterangan yang diperlukan. Cara yang digunakan untuk memperoleh
bahan folklor di tempat adalah wawancara dan pengamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Cara Pembuatan Naskah Folklor Bagi Kearsipan.
Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam bahan:
a. Teks bentuk folklor yang dikumpulkan
b. Konteks teks yang bersangkutan
c. Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan folklor.
(James Danandjaja, 1997:193)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Sastra Lisan
Aspek-aspek yang diangkat dalam penelitian sastra lisan meliputi tiga hal:
(1) mengkaji asal-usul sastra lisan, yang mengungkap dari mana sastra itu lahir,
apakah berhasil merefleksikan keadaan masyarakat, dan bagaimana proses
transformasinya; (2) mengkaji pesan dan makna sastra lisan, yaitu nilai-nilai apa
yang hendak disampaikan, simbol-simbol apa yang digunakan untuk
membungkus pesan, apakah masih relevan bagi masyarakat sekarang; dan
(3) mengkaji fungsi sastra lisan, antara lain untuk kontrol sosial politik, mendidik
masyarakat, menyindir, dan sebagainya. (Endraswara, 2003 : 154)
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan, yang
berjarak 4 km dari pusat kota. Di desa tersebut terdapat tradisi upacara tradisional
yang sangat unik, yaitu upacara tradisional Perang Obor yang selalu dinanti-nanti
oleh warga Desa Tegalsambi khususnya, dan masyarakat Jepara pada umumnya.
C. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data
terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar, bukan dalam bentuk angka-angka.
Data pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
memoranda, atau catatan-catatan resmi lainnya. (Bogdan, R. C. dan S. K. Biklen
dalam Atar Semi, 1990 : 24)
Kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan demikian dibatasi oleh
hakikat fakta-fakta sosial, artinya fakta sosial adalah fakta-fakta sebagaimana
ditafsirkan oleh subjek (Nyoman Kutha Ratna, 2004 : 47). Dalam penelitian
kualitatif folklor yang diutamakan adalah penyajian hasil melalui kata-kata atau
kalimat dalam suatu struktur logis, sehingga mampu menjelaskan sebuah
fenomena budaya.
D. Sumber Data dan Data Penelitian
a. Sumber Data
Sumber data terdiri atas dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber
data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data penelitian yang dalam hal
ini adalah informan, yaitu warga terpilih yang mengetahui cerita tersebut. Sumber
data sekunder adalah sumber data penunjang penelitian yang dalam hal ini adalah
upacara tradisional, artikel oleh Dinas Pariwisata Jepara, alat perekam, dan
kamera.
b. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah Cerita Rakyat dan Upacara
Tradisional Perang Obor hasil wawancara dengan informan. Data sekunder berupa
keterangan atau data yang terambil dari artikel oleh Dinas Pariwisata Jepara,
rekaman, dan foto-foto.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Berikut adalah daftar narasumber:
1. Kamitua (Sesepuh desa)
2. Petinggi Tegalsambi (Kepala Desa Tegalsambi)
3. Carik Desa Tegalsambi
4. Modin (pemuka agama)
5. Perangkat Desa
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi langsung
Penelitian diketahui oleh informan dan sebaliknya para informan dengan
sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa
yang terjadi.
b. Wawancara
Pada metode ini, pertanyaan diajukan secara lisan (pengumpul data
bertatap muka dengan responden). (Sanapiah Faisal, 2008 : 52).
Jenis wawancara ada dua, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara
tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dalam pencarian data
sehubungan dengan instansi yang terkait, yang dapat memberikan informasi
sehubungan dengan penelitian. Pewawancara menetapkan sendiri masalah dan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara terstruktur ini bertujuan
untuk mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Wawancara tidak terstruktur
digunakan dalam pencarian informasi dalam masyarakat untuk mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
pemahaman dalam masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode wawancara
tidak terstruktur, yang dilakukan dengan suasana akrab dan terbuka, pelaksanaan
tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. (Lexy J. Moleong,
2007:190)
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan baik tertulis maupun dalam bentuk
gambar lainnya yang dapat digunakan untuk memperkuat data yang ada. Alat-alat
yang digunakan untuk memperoleh dokumen dalam penelitian ini adalah kamera
foto, tape recorder dan buku catatan.
d. Content Analysis
Teknik content analysis merupakan metodologi penelitian yang
memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku
atau dokumen (Lexy J. Moleong, 2001 : 163)
Melalui content analysis data yang diperoleh secara cermat untuk dapat
diambil kesimpulan mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini, serta hal-
hal penting yang menjadi pokok persoalan penelitian. Dengan demikian analisis
tersebut mengacu pada beberapa dokumen yang relevan dengan penelitian, di
samping melakukan wawancara dengan para informan.
F. Teknik Analisis Data
Pengumpulan data pada penelitian ini adalah hasil wawancara dengan
informan, sedangkan sajian datanya menggunakan analisis folklor untuk
mendeskripsikan bentuk dan isi, mitos, serta fungsi dari folklor yang diteliti.
Analisis simboliknya menggunakan analisis budaya, untuk mencari makna dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
simbol-simbol yang ada pada penelitian. Peneliti juga menggunakan analisis
fungsi berdasarkan teori Vladimir Propp dalam buku Morfologi Cerita Rakyat
yang dialih bahasakan oleh Noriah Taslim. Teori Vladimir Propp ini terdiri dari
tiga puluh satu fungsi.
Setelah memperoleh data dalam penelitian, kemudian langkah selanjutnya
adalah mengolah data dan menganalisa data. Di dalam penelitian ini pengolahan
data dipergunakan metode komparatif, yaitu membandingkan antara data yang
diperoleh dari hasil wawancara dengan hasil observasi. Sedangkan dalam
menganalisa data dipergunakan teknik analisis kualitatif, yaitu suatu analisis yang
berdasarkan pada hubungan sebab akibat dari fenomena sejarah dalam waktu dan
situasi tertentu. Dari analisis data itu akan dihasilkan suatu tulisan yang bersifat
deskriptif analisis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Profil Masyarakat Desa Tegalsambi
1. Kondisi Geografis
Penelitian ini dilakukan terletak di desa Tegalsambi. Berdasarkan letak
geografis wilayah, desa Tegalsambi berada di sebelah selatan Ibu kota Kabupaten
Jepara. Desa Tegalsambi merupakan salah satu desa di Kecamatan Tahunan
Kabupaten Jepara, dengan jarak tempuh ke Ibu Kota Kecamatan 6 Km, dan ke Ibu
kota Kabupaten 4 Km/mil laut. Untuk menuju desa Tegalsambi dapat ditempuh
dengan kendaraan sekitar 20 menit dari Ibu kota Kabupaten.
Luas wilayah daratan Desa Tegalsambi adalah 251 Ha dengan panjang
pantai 500 m. Luas lahan yang ada terbagi dalam beberapa peruntukan, dapat
dikelompokan seperti untuk fasilitas umum, pemukiman, pertanian, kegiatan
ekonomi, dan lain-lain. Desa Tegalsambi berdampingan atau dibatasi oleh desa
atau kelurahan yang lain. Adapun batas-batas Desa Tegalsambi, yaitu:
Sebelah Utara : Kelurahan Karangkebagusan
Sebelah Timur : Desa Mantingan
Sebelah Selatan : Desa Demangan
Sebelah Barat : Desa Teluk Awur dan Pantai Utara Bagian Barat
Di dalam pembagian wilayahnya, Desa Tegalsambi terbagi menjadi 8
dusun dengan 12 RT dan 2 RW. Adapun dusun-dusun tersebut adalah dusun
Bejagan, Mororejo, Gegunung Olo, Gegunung Bagus, Tegal, Bendo, Kauman,
dan Jrakah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Secara topografi, Desa Tegalsambi dapat dibagi dalam dua wilayah, yaitu
wilayah pantai dan wilayah dataran rendah di bagian barat dan wilayah dataran
tinggi di bagian timur. Dengan kondisi topografi demikian, Desa Tegalsambi
memiliki variasi ketinggian antara 1 m sampai dengan 20 m dari permukaan laut.
Daerah terendah adalah di wilayah dukuh lembah yang meliputi RT 01 RW 01,
RT 09 RW 02, RT 10 RW 02, RT 11 RW 02, dan daerah yang tertinggi adalah di
wilayah dukuh gegunung RT 05 RW 01, RT 06 RW 02, dan RT 12 RW 02.
2. Kondisi Demografis
Berdasarkan data monografi desa tahun 2009, jumlah penduduk Desa
Tegalsambi yang tercatat secara administrasi berjumlah 4283 jiwa yang terdiri
dari 2183 laki-laki (51 %) dan 2100 perempuan (49 %). Dengan demikian jumlah
penduduk laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah penduduk
perempuan.
a. Komposisi penduduk menurut usia
Komposisi penduduk di suatu daerah merupakan hal penting yang dapat
dijadikan sebagai landasan atau dasar kebijakan di daerah yang bersangkutan.
Disamping itu komposisi penduduk juga berpengaruh sekali apabila dilihat dari
aspek demografis maupun sosial ekonomi dan budaya. Komposisi penduduk
menurut usia dapat untuk melihat berapa besar usia penduduk yang termasuk usia
sekolah, usia muda, serta usia tua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Tabel 1
Komposisi Penduduk Menurut Usia
No. Kelompok Usia Jumlah Prosentase (%)
1 0-4 335 7.8 %
2 5-9 320 7.6 %
3 10-14 396 9.3 %
4 15-19 420 9.8 %
5 20-24 385 9 %
6 >25 2427 56.5 %
Jumlah 4283 100 %
Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember
b. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat digunakan untuk
mengetahui jenis mata pencaharian penduduk dominan, perbandingan antara
jumlah penduduk yang bermatapencaharian tertentu dengan yang
bermatapencaharian lainnya, serta gambaran struktur ekonomi daerah.
Masyarakat Desa Tegalsambi memiliki aktifitas ekonomi di sektor
pertanian maupun non pertanian. Matapencaharian yang paling dominan di Desa
Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah adalah tukang
kayu / ukir, yaitu 754 jiwa. Kegiatan di sektor pertanian dilakukan penduduk
terutama di lahan sawah, tegalan, serta pekarangan. Usaha tanaman padi
dilakukan penduduk pada saat musim penghujan. Sedangkan untuk lahan tegalan
diupayakan dengan ditanami jagung dan ketela pohon, yang pada umumnya hasil
produktivitasnya dikonsumsi sendiri. Kemudian untuk lahan pekarangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
umumnya masyarakat menanam tanaman berupa buah-buahan seperti mangga,
jambu, dan rambutan.
Berikut adalah tabel komposisi penduduk menurut mata pencaharian.
Tabel 2
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No. Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 214
2 Buruh tani 43
3 Peternakan 204
4 Pedagang 151
5 Wirausaha 258
6 Karyawan Swasta 156
7 PNS/POLRI dan TNI 51
8 Pensiunan 9
9 Tukang bangunan 8
10 Tukang kayu/ukir 754
11 Lain-lain/Tidak Tetap 102
12 Nelayan 65
13 Montir 19
14 Guru 51
JUMLAH 2060
Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember
Faktor pendorong penduduk melakukan kegiatan pertanian maupun non
pertanian karena adanya sarana ekonomi perdagangan di daerah tersebut. Sarana
yang paling menonjol adalah berupa toko-toko hasil kerajinan industri ukiran
kayu yang bisa dijumpai di sepanjang jalan desa, toko-toko, dan pasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3. Kondisi Sosial Budaya
a. Pendidikan
Sarana pendidikan merupakan unsur yang terpenting guna menunjang
kemajuan dan perkembangan bagi suatu daerah, karena hal tersebut sangat
berhubungan erat dengan sikap tingkah laku masyarakat di suatu daerah. Melalui
pendidikan, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, ketrampilan serta
pengalaman. Dengan demikian seseorang yang mempunyai potensi serta
kemampuan diharapkan dapat mengembangkan segala sumber daya yang tersedia
di daerahnya untuk mewujudkan kesejahteraan penduduk.
Tingkat pendidikan seseorang dapat digunakan sebagai petunjuk yang
mencerminka status sosial dan dalam mencari pekerjaan, walaupun pendidikan
bukan tolak ukur kualitas tenaga kerja. Tingginya tingkat pendidikan penduduk di
Desa Tegalsambi tidak terlepas dari keadaan ekonomi masyarakat, sehingga
penghasilan penduduk mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Dengan demikian, kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang
sesuai dengan kemampuannya dapat terpenuhi, sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat.
Berikut adalah jumlah sekolah dan siswa menurut jenjang pendidikan:
Tabel 3
Komposisi jumlah sekolah beserta siswanya
No. Sekolah Jumlah Siswa
1 TK 1 101
2 SD/MI 3 476
3 SMP/MTs 1 268
Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
b. Agama dan Kepercayaan
Mayoritas penduduk Tegalsambi memeluk agama islam. Pembinaan
keagamaan masyarakat dengan jalan mengadakan pengajian-pengajian. Adapun
sarana peribadatan berupa masjid dan mushalla yang tersebar hampir di semua
RT. Meskipun ada yang berlainan agama, namun mereka hidup rukun dan
berdampingan, tidak memaksakan kehendaknya untuk memeluk agama yang
dianutnya. Berikut ini tabel jumlah penduduk Tegalsambi berdasarkan agama
yang dianutnya beserta tempat peribadatannya:
Tabel 4
Jumlah Pemeluk Agama dan Tempat Ibadah
No. Agama Pemeluk Tempat Ibadah
1 Islam 4279 22
2 Kristen 4 -
Sumber : Monografi Desa Tegalsambi Tahun 2009 s/d Desember
Sekian banyak penduduk yang memeluk agama islam, ada sebagian yang
masih menjalankan sesaji beserta kelengkapannya. Di samping itu, masyarakat
Desa Tegalsambi juga masih percaya akan adanya kekuatan supranatural dan
tempat-tempat yang dianggap keramat. Oleh karena itu, masyarakat masih
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang dahulu juga dilakukan oleh nenek
moyangnya. Kebiasaan itu antara lain selamatan atau upacara seperti diwujudkan
dalam selamatan daur hidup manusia yang meliputi kelahiran sampai kematian.
Masyarakat Desa Tegalsambi masih menghormati dan percaya terhadap
makhluk halus, kekuatan gaib, kekuatan sakti, dan sebagainya. Kepercayaan yang
berkembang di dalam masyarakat Tegalsambi selain percaya kepada roh nenek
moyang juga percaya terhadap roh-roh lain atau danyang penunggu suatu tempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Hal itu diwujudkan dengan cara setiap malam jumat Petinggi Tegalsambi
memberi sesaji dengan membakar kemenyan pada pusaka desa “Kisi
Sanggabuana”. Petinggi berdo’a memohon keselamatan untuk para warga
masyarakat Desa Tegalsambi.
4. Tradisi Masyarakat
Masyarakat Jawa tradisional banyak memilki tradisi ritual yang berkaitan
dengan kepercayaan religiusnya, meskipun secara formal umumnya mereka
panganut agama Islam. Masyarakat Tegalsambi dalam kehidupannya masih
diwarnai oleh berbagai ragam tradisi yang berbeda-beda. Masyarakat Desa
Tegalsambi dalam mewujudkan hubungan antara masyarakat dengan Tuhan,
masyarakat dengan sesamanya, maupun masyarakat dengan alam lingkungannya
diliputi simbol-simbol.
Masyarakat Tegalsambi memiliki tradisi nenek moyang seperti selamatan
dan mengikuti tata cara yang selalu dilakukan setiap tahunnya tetap dilaksanakan,
maka masyarakat Desa Tegalsambi akan dijaga keselamatannya serta diberi rizki
yang melimpah. Beberapa ritual yang dilakukan oleh masyarakat Tegalsambi
ialah Ngapati (4 bulan), Tujuh Bulanan, Kendurian, Pitung Dinan, Petang
Puluhan, Nyatus, Nyewu, Methil Padi, Selamatan Sedekah Bumi (Perang Obor),
dan sebagainya.
Selamatan methil padi biasanya dilaksanakan sehari sebelum panen padi
dilaksanakan. Upacara methil padi ini dilaksanakan pada sore hari menjelang
maghrib dengan membawa nasi tumpeng beserta ingkung ke sawah. Setelah
selamatan selesai ditutup dengan do’a, maka tumpeng beserta ingkung ditinggal di
sawah sebagai persembahan dan ungkapan terima kasih kepada Dewi Sri yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
telah menjaga dan memelihara tanaman padi mereka. Keesokan harinya panen
sudah dapat dimulai.
Upacara-upacara adat istiadat masyarakat Tegalsambi mengadakan
upacara tradisional Perang Obor pada setiap tahunnya serta tradisi ziarah yang
tujuannya untuk mendoakan arwah para leluhur. Masyarakat Tegalsambi masih
melakukan hal semacam itu karena merupakan warisan nenek moyangnya.
Masyarakat Tegalsambi juga menganggap bahwa upacara-upacara yang mereka
lakukan mengandung maksud untuk membina kerukunan antar anggota
masyarakat.
B. Bentuk dan Asal-usul Cerita Rakyat
1. Bentuk Cerita Rakyat Perang Obor
Cerita rakyat memiliki bentuk-bentuk antara lain: mite, legenda, dan
dongeng. Untuk mengetahui bentuk Cerita Rakyat Perang Obor, maka perlu
dijelaskan dari ketiga bentuk tersebut.
Mite memiliki ciri cerita yang dianggap benar-benar terjadi dan kemudian
disakralkan oleh pendukungnya, mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah
dewa, tempat terjadinya di tempat lain jauh dari masa purba. Legenda ditokohi
manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali
juga dibantu makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti
yang kita kenal kini, karena waktunya belum terlalu lampau. Sedangkan dongeng
adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh
ketentuan tentang pelaku atau tokoh, waktu, dan tempat suci.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Berdasarkan ciri-ciri yang diuraikan di atas, maka Cerita Rakyat Perang
Obor berbentuk mitos, karena berdasarkan cerita tersebut menjadikan suatu
kepercayaan oleh warga Tegalsambi. Bahwa percikan api dari peperangan
merekalah yang membuat ternak-ternak sehat kembali. Dari peristiwa tersebut,
warga selalu mengadakan upacara tradisional Perang Obor untuk menolak bala
yang sekarang ini digunakan sebagai sedekah bumi.
Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi
Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Jawa Tengah merupakan folklor sebagian
lisan. Dikatakan sebagian lisan karena terdapat Cerita Rakyat Perang Obor yang
penyampaiannya dilakukan secara lisan. Sedangkan Upacara Tradisional Perang
Obor dikatakan folklor bukan lisan, karena dalam upacara tersebut disertai
dengan serangkaian perbuatan, yang berbentuk upacara tradisional. Upacara
Tradisional Perang Obor merupakan upacara tradisi masyarakat Desa Tegalsambi
yang diadakan setiap satu tahun sekali. Tujuan diadakannya Upacara Tradisional
Perang Obor adalah sebagai sarana untuk memohon kepada Allah SWT agar
warga Desa Tegalsambi diberi keselamatan, ketentraman, serta terhindar dari
marabahaya. Dengan kata lain, Upacara Tradisional Perang Obor bertujuan untuk
sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur warga kepada Allah SWT.
Perayaan Upacara Tradisional Perang Obor (selanjutnya disingkat menjadi
UTPO) diadakan atas dasar kesepakatan warga Desa Tegalsambi. Dahulu, UTPO
diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon di bulan Dzulhijah. Untuk
sekarang ini UTPO tetap diadakan pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon,
namun bulannya disesuaikan dengan musim panen, karena UTPO dirayakan untuk
sedekah bumi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2. Asal-usul Cerita Rakyat Perang Obor
Cerita Rakyat Perang Obor (selanjutnya disingkat menjadi CRPO) di Desa
Tegalsambi merupakan cerita lisan yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat Desa Tegalsambi secara turun temurun. CRPO dipercaya oleh
masyarakat Desa Tegalsambi berkembang dari mulut ke mulut dan diwariskan
dari generasi ke generasi berikutnya. CRPO dianggap benar oleh masyarakat Desa
Tegalsambi.
Berkenaan dengan cerita rakyat Perang Obor, berikut adalah hasil
wawancara dengan para informan:
1. Informan 1
“Cerita Rakyat Perang Obor itu warisan leluhur-leluhur Desa Tegalsambi.
Di sini ada tokoh Mbah Kiai Babadan dan Kiai Gemblong. Mbah Babadan adalah
pendatang yang berasal dari Madura, dengan nama Pangeran Sindura. Sedangkan
Ki Gemblong saya kurang tahu profilnya, kenapa bisa disebut dengan sebutan
“Gemblong”. Namun menurut cerita yang ada, Ki Gemblong itu orangnya tinggi
besar berkulit putih. Mereka adalah murid-murid Mbah Dasuki. Mereka sedang
dilanda keprihatinan. Mereka sedih karena ternak-ternak dilanda penyakit. Lalu
Kiai Babadan berkonsultasi kepada Mbah Dasuki atas kejadian yang menimpa
ternak-ternaknya. Ternyata penyebab dari bencana tersebut adalah karena
keteledoran Mbah Gemblong yang lalai. Mbah Babadan yang marah akibat ulah
Mbah Gemblong, lalu memukulkan obor kepada Mbah Gemblong. Pijaran api
tersebut membakar jerami kandang ternak.
Kalau kita ukur dengan logika, kerbau-kerbau yang tadinya lemas menjadi
lari tunggang langgang. Kerbaunya banyak banget yang lari. Ketika kandang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sudah terbakar habis, kerbau-kerbau kembali pulang dan sudah sembuh. Sejarah
itu menjadi pijakan kami untuk menjalankan obor-oboran”. (wawancara dengan
Bapak Sumarno)
2. Informan 2
“Kiai Babadan nggoleki pangone karo obor. Bareng ketemu iku Kiai
Gemblong jik sibuk nggolek iwak neng kali Kembangan. “lhawong kene wong
tuwa nggoleki kok sek setengah mati”. Lha terus obore dikebyokake neng Kiai
gemblong. Terus obore Kiai Babadan diroyok Kiai Gemblong ngge ngebyok Kiai
Babadan. Dadi kebyok-kebyokan iku asal mulane Kiai Babadan nggoleki Kiai
Gemblong iku ketemu. Dadi timbulnya Perang Obor iku asale ndok kana.. Fokuse
ndok kana..” (wawancara dengan Bapak H. M. Muchsin)
Terjemahan:
Kiai Babadan mencari penggembalanya dengan membawa obor. Setelah
Kiai Babadan telah menemukannya, Ki Gemblong masih sibuk mencari ikan di
sungan Kembangan. “saya itu orang tua kok mencari kamu sampai capek”.
Kemudian obor yang dibawa Kiai Babadan dipukulkannya kepada Ki Gemblong.
Ki Gemblong merebut obor tersebut dan balas memukul Kiai Babadan. Pukul
memukul itu asal mulanya Kiai Babadan yang menemukan Ki Gemblong. Jadi,
asal munculnya perang obor terletak di sana.
3. Informan 3
“Asal-usule Perang Obor, konon jaman dahulu kala… Mboh tahun pira…
Pada jaman dahulu kala ada seorang juragan namanya Kiai Babadan, karo
pangone Kiai Gemblong, ngono… Pada suatu hari, Kiai Gemblong punya
kesibukan, menggembala ternak nganti bengi. Kesibukane mbakar iwak kali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Pada waktu itu juragane kan ngamuk-ngamuk. Sampe larut malam tidak pulang-
pulang. Kiai Babadan pada waktu itu nggoleki Kiai Gemblong karo gawa obor.
Obor pada jaman semana kan ndak pakai minyak tanah, yaiku nganggo blarak.
Lha Kiai Babadan mbuktikake Ki Gemblong sedang sibuk mbakar iwak kali. Lha
niku juragane nesu. Terus Kiai Gemblong dikebyok. Kali pertama sing dikebyok
Kiai Gemblong, terus Kiai Gemblong ganti ngebyok Kiai Babadan, akhire
kebyok-kebyokan antara juragan karo pangone. Lha niku asal mulane Perang
Obor. Mboh tahun pira-pira bapak ndak tahu…” (wawancara dengan Bapak H.
Nur Salim)
Terjemahan:
Asal asul Perang Obor, konon zaman dahulu kala, entah tahun berapa.
Pada zaman dahulu kala ada seorang juragan yang bernama Kiai Babadan, dengan
penggembalanya yang bernama Ki Gemblong. Pada suatu hari, Kiai Gemblong
memiliki kesibukan, menggembala ternak sampai malam. Kesibukannya
membakar ikan yang ada di sungai. Pada waktu itu majikannya marah-marah,
karena Ki Gemblong sampai larut malam belum pulang-pulang. Kiai Babadan
pada waktu itu mencari Kiai Gemblong dengan membawa obor. Obor pada saat
itu tidak memakai minyak tanah, tapi menggunakan blarak. Kemudian Kiai
Babadan membuktikan bahwa Ki Gemblong sedang sibuk membakar ikan.
Marahlah sang juragan. Lalu Kiai Babadan memukul Ki Gemblong. Pertama kali
yang dipukul adalah Ki Gemblong, kemudian Kiai Gemblong balas memukul Kiai
Babadan, akhirnya terjadi pukul-memukul antara majikan dan penggembala.
Itulah asal usul Perang Obor. “Untuk tahun kejadiannya bapak tidak
mengetahui…”.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
4. Informan 4
”Awal mula cerita ini di mulai dari perselisihan dua orang, yaitu Kiai
Babadan sebagai juragan kaya yang punya ternak banyak dan Kiai Gemblong
seorang penggembala ternak yang dipercaya menggembalakan ternaknya. Pada
suatu hari Kiai Babadan mencari Gemblong karena sampai sore belum pulang
membawa ternaknya, dan terus mencari dan baru ketemu di ladang sedang
membakar ikan. Lalu Kiai Babadan marah dan kebetulan di ladang tersebut
banyak blarak (daun kelapa kering yang jatuh). Lalu blarak tersebut dipukulkan
pada Gemblong yang pada waktu itu ngligo. Tidak terima Gemblung dipukuli,
maka teman-temannya ikut ribut pukul memukuli. Dalam mencari Gemblung,
Kiai Babadan membawa obor, karena hari sudah mulai gelap, dengan blarak yang
dibakar yang digunakan juga untuk memukul.” (wawancara dengan Bapak Hadi)
5. Informan 5
”asal mulanipun Perang Obor, ing Tegalsambi niki wonten tokoh Kiai
Babadan ingkang nggadhahi pangon asmanipun Ki Gemblong. Ternak-ternak
Kiai Babadan digembalakake Ki Gemblong. Kiai Babadan lan Ki Gemblong
menika kanca. Lha awal-awalipun Ki Gemblong menika sek sregep ngurus
ternak. Nanging dangu-dangu kok Ki Gemblong sek mbeler, balike angon dalu.
Kiai Babadan iku mulai curiga, kok ternak-ternake dados kurus lan penyakitan.
Lajeng Kiai Babadan mbuktikake kecurigaanipun. Eh, lha kok leres... Ki
Gemblong malah asik mbakar iwak ing pinggir kali. Kiai Babadan mboten nrima
ternakipun kok mboten dirumati. Kiai Babadan jelas nesu, he’e ra? Menika pas
wayah dalu, Kiai Babadan nggoleki Ki Gemblong mbetha obor. Sangking
kecewane, Ki Gemblong dikebyok saking wingking ngenani gegeripun. Ki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Gemblong kaget lan mboten nrima. Direbut obor saking tanganipun Kiai
Babadan, trus ganti dikebyokake marang Kiai Babadan. Akhire dados perang-
perangan obor antara Kiai Babadan kalian Ki Gemblong.” (wawancara dengan
Bapak Kamidi)
Terjemahan:
Asal mula Perang Obor, di Desa Tegalsambi ada tokoh bernama Kiai
Babadan yang mempunyai penggembala bernama Ki Gemblong. Ternak-ternak
Kiai Babadan digembalakan oleh Ki Gemblong. Kiai Babadan dan Ki Gemblong
itu berteman. Awal mulanya Ki Gemblong rajin dalam mengurus ternak. Tapi
lam- kelamaan Ki Gemblong menjadi malas, selalu pulang malam. Kiai Babadan
mulai curiga dengan kebiasaan tersebut, karena ternak-ternaknya menjadi kurus
dan sakit-sakitan. Lalu Kiai Babadan membuktikan kecurigaanya. Ternyata benar,
Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan di pinggir sungai. Kiai Babadan tidak
terima karena ternaknya ditelantarkan. Hal tersebut membuat Kiai Babadan
marah. Kiai Babadan mencari Ki Gemblong saat malam hari dengan membawa
obor. Kiai Babadan yang terlanjur kecewa memukul Ki Gemblong dari belakang
dengan obor yang dibawanya. Ki Gemblong kaget tidak terima. Direbut obor dari
tangan Kiai Babadan, kemudian balas memukul Kiai Babadan. Akhirnya
terjadilah Perang Obor antara Kiai Babadan dan Ki Gemblong
6. Suntingan teks:
Pada abad XVI Masehi. Pada waktu di desa Tegalsambi ada seorang
petani yang sangat kaya raya dengan sebutan “Mbah Kiai Babadan”. Beliau
mempunyai banyak binatang piaraan terutama kerbau dan sapi. Untuk
mengembalakannya sendiri jelas tak mungkin, sehingga beliau mencari dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
mendapatkan pengembala dengan sebuatan Ki Gemblong. Ki Gemblong ini
sangat tekun dalam memelihara binatang – binatang tersebut, setiap pagi dan sore
Ki Gemblong selalu memandikanya di sungai, sehingga binatang peliharaannya
tersebut tampak gemuk – gemuk dan sehat. Tentu saja Kiai Babadan merasa
senang dan memuji Ki Gemblong, atas ketekunan dan kepatuhannya dalam
memelihara binatang tersebut.
Konon suatu ketika, Ki Gemblong menggembala di tepi sungai
Kembangan sambil asyik menyaksikan banyak ikan dan udang yang ada di sungai
tersebut, dan tanpa menyia-nyiakan waktu ia langsung menangkap ikan dan udang
tersebut yang hasil tangkapannya lalu di bakar dan dimakan dikandang. Setelah
kejadian ini hampir setiap hari Ki Gemblong selalu menangkap ikan dan udang,
sehingga ia lupa akan tugas / kewajibannya sebagai penggembala. Akhirnya
kerbau dan sapinya menjadi kurus-kurus dan akhirnya jatuh sakit bahkan mulai
ada yang mati. Keadaan ini menyebabkan Kiai Babadan menjadi bingung, tidak
kurang –kurangnya dicarikan jampi – jampi demi kesembuhan binatang –binatang
piaraannya tetap tidak sembuh juga. Akhirnya Kiai Babadan mengetahui
penyebab binatang piaraannya menjadi kurus –kurus dan akhirnya jatuh sakit,
tidak lain dikarenakan Ki Gemblong tidak lagi mau mengurus binatang – binatang
tersebut namun lebih asyik menangkap ikan dan udang untuk dibakar dan
dimakannya.
Melihat hal semacam itu Kiai Babadan marah besar, disaat ditemui Ki
Gemblong sedang asyik membakar ikan hasil tangkapannya. Kiai Babadan
langsung menghajar Ki Gemblong dengan menggunakan obor dari pelepah
kelapa. Melihat gelagat yang tidak menguntungkan Ki Gemblong tidak tinggal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
diam, dengan mengambil sebuah obor yang sama untuk menghadapi Kiai
Babadan sehingga terjadilah “ Perang Obor “ yang apinya berserakan kemana
mana dan sempat membakar tumpukan jerami yang terdapat disebelah kandang.
Kobaran api tersebut mengakibatkan sapi dan kerbau yang berada di kandang lari
tunggang langgang dan tanpa diduga binatang yang tadinya sakit akhirnya
menjadi sembuh bahkan binatang tersebut mampu berdiri dengan tegak sambil
memakan rumput di ladang. (artikel dari Dinas Pariwisata Jepara)
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan dan suntingan
teks dari artikel Dinas Pariwisata Jepara, CRPO menceritakan tentang dua tokoh,
yaitu seorang petani kaya raya yang bernama Kiai Babadan dan penggembala
bernama Ki Gemblong. Meski Kiai Babadan sebagai seorang pendatang, namun
mereka berdua berteman baik. Ketika Kiai Babadan tidak bisa mengurus
ternaknya yang banyak, Ki Gemblong menyanggupi permintaan Kiai Babadan
untuk mengurus ternak-ternaknya. Pada awalnya Ki Gemblong sangat rajin
mengurus, tapi lama-kelamaan Ki Gemblong menjadi malas dan menelantarkan
ternak-ternak Kiai Babadan. Kemalasan Ki Gemblong berimbas pada ternak-
ternak yang menjadi kurus-kurus dan sakit. Pada mulanya Kiai Babadan masih
menganggap wajar hal itu, namun keadaan semakin parah. Kemudian Kiai
Babadan mencari tahu penyebab yang melanda ternaknya. Setelah diselidiki,
ternyata penyebabnya adalah Ki Gemblong yang lebih memilih menangkap ikan
daripada mengurus ternak. Kiai Babadan yang mengetahui hal tersebut marah
besar dan memukul Ki Gemblong dengan sebuah obor yang dibawanya ketika
mencari Ki Gemblong. Ki Gemblong tidak terima atas perlakuan tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
kemudian merampas obor dari tangan Kiai Babadan dan balas memukul dengan
obor. Sehingga terjadilah Perang Obor.
Pertarungan mereka berhenti ketika percikan-percikan api dari pertarungan
mereka mengenai kandang. Ternak yang tadinya sakit-sakitan tiba-tiba bisa
berdiri kemudian berlarian keluar kandang yang terbakar. Dari peristiwa
pertarungan mereka, muncul suatu kepercayaan yang menjadi pedoman warga
Tegalsambi untuk melaksanakan UTPO sebagai sedekah bumi. Berikut deskripsi
isi CRPO:
1. Identitas Kiai Babadan
a) Nama aslinya Pangeran Sindura
b) Seorang petani kaya
c) Seorang pendatang dari Madura
2. Identitas Ki Gemblong
a) Seorang penggembala
b) Berasal dari Tegalsambi
3. Kiai Babadan meminta pertolongan Ki Gemblong
a) Kiai Babadan tidak sanggup mengurus ternak-ternaknya kemudian
meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk menggembalakannya.
b) Ki Gemblong menyanggupi permintaan Kiai Babadan.
4. Kinerja Ki Gemblong
a) Ki Gemblong sangat tekun dalam mengurus ternak
b) Kiai Babadan senang dengan kinerja Ki Gemblong.
c) Hewan ternak nampak gemuk dan sehat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
5. Keanehan mulai nampak
a) Ternak Kiai Babadan tiba-tiba menjadi kurus dan sakit
b) Ki Gemblong selalu pulang larut malam saat menggembala
6. Usaha masing-masing pihak
a) Kiai Babadan yang cemas dengan keadaan ternaknya mencarikan
jampi-jampi demi kesembuhan ternaknya, namun gagal.
b) Ki Gemblong sebagai dalang sakitnya ternak hanya diam saja dan
menutupi kesalahannya.
7. Penyebab ternak sakit
a) Ki Gemblong asyik menangkap dan membakar ikan di pinggir sungai
Kembangan sampai larut malam.
b) Ki Gemblong tidak mau lagi mengurus ternak.
8. Kecurigaan Kiai Babadan
a) Kiai Babadan merasa aneh dengan kebiasaan Ki Gemblong yang selalu
pulang larut malam.
b) Kiai Babadan mencari tahu penyebab ternaknya sakit.
9. Pertarungan Kiai Babadan dan Ki Gemblong
a) Kiai Babadan memergoki Ki Gemblong sedang asyik memakan ikan
dan menelantarkan ternak
b) Kiai Babadan tidak terima dengan perilaku Ki Gemblong
c) Kiai Babadan memukulkan sebuah obor ke punggung Ki Gemblong
d) Ki Gemblong merasa dirinya terancam, kemudian balas memukul Ki
Gemblong dengan merebut obor yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
e) Kiai Babadan dan Ki Gemblong terlibat dalam pertarungan dengan
saling memukulkan obor.
10. Pertarungan berhenti
a) Percikan api dari obor mereka mengenai kandang ternak.
b) Ternak yang tadinya lemas menjadi lari tunggang langgang.
c) Melihat kejadian aneh yang menimpa ternak, Kiai Babadan dan Ki
Gemblong mengakhiri pertarungan mereka.
3. Analisis Fungsi Pelaku
Berdasarkan penjelasan mengenai CRPO, umumnya suatu cerita rakyat
memiliki versinya sendiri baik dalam hal nama-nama tokoh, perwatakan, latar
cerita, dan alur cerita. Apabila struktur cerita rakyat Perang Obor dikaji dengan
teori fungsi pelaku dari Vladimir Propp, maka akan menghasilkan bentuk cerita
berdasarkan klasifikasi komponen-komponen dan hubungan di antara komponen-
komponen tersebut dalam keseluruhan cerita. Menurut Vladimir Propp, dalam
struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh
yang selanjutnya disebut fungsi.
Fungsi pelaku yang ada di dalam CRPO antara lain:
1. Ketidakhadiran / ketiadaan, lambang : β
Kiai Babadan adalah seorang petani kaya raya di Desa Tegalsambi
yang meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk menggembala ternaknya.
Setiap harinya Ki Gemblong pergi menggembalakan ternak. Namun lama
kelamaan Ki Gemblong selalu terlambat pulang saat menggembala. Hal ini
membuat Kiai Babadan khawatir, karena tidak tahu kemana Ki Gemblong
menggembalakan ternaknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
2. Pelanggaran, lambang: δ
Sebagai seorang penggembala yang diberi tugas majikannya untuk
menjaga ternak dengan baik, Ki Gemblong seharusnya menjalankan amanah
tersebut. Pada awalnya Ki Gemblong memang rajin dalam mengurus ternak,
sehingga membuat Kiai Babadan senang dengan kinerja Ki Gemblong.
Namun, lama kelamaan Ki Gemblong telah lalai dalam menjalankan tugas.
Hewan yang tadinya gemuk-gemuk menjadi kurus dan sakit-sakitan, hal itu
dikarenakan Ki Gemblong yang lama kelamaan malas mengurus ternak dan
lebih senang membakar ikan di sungai tanpa mempedulikan ternak. Kelalaian
Ki Gemblong yang disengaja merupakan suatu bentuk pelanggaran atas
amanat yang diembannya.
3. Kejahatan, lambang: A
Ki Gemblong menelantarkan ternak dan asyik membakar ikan hasil
tangkapannya. Sikap Ki Gemblong yang lepas tanggungjawab membuat
ternak-ternak Kiai Babadan menjadi tak terurus dan sakit. Tentu saja hal itu
sangat merugikan Kiai Babadan. Ki Gemblong yang telah menyanggupi
tugasnya sebagai penggembala ternyata lalai dalam menjalankan tugas dan
menutup-nutupi kesalahannya. Namun akhirnya keburukan Ki Gemblong
diketahui oleh Kiai Babadan.
4. Penipuan, lambang: η
Dampak dari sikap Ki Gemblong yang tidak mau mengurus ternak
menjadikan ternak-ternak tersebut sakit. Tentu saja Kiai Babadan selaku
pemilik ternak bingung dengan keadaan ternaknya. Tak kurang-kurangnya
dibacakan jampi-jampi demi kesembuhan ternaknya, namun sia-sia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Sedangkan Ki Gemblong yang menjadi dalang penyebab sakitnya ternak
tidak mau mengakui kesalahannya, dan membuat Kiai Babadan tertipu.
5. Muslihat, lambang: θ
Kiai Babadan tidak menyalahkan Ki Gemblong, justru
mengkhawatirkan Ki Gemblong yang sering terlambat pulang. Kiai Babadan
tidak mengetahui kejadian sebenarnya bahwa Ki Gemblong telah
merugikannya.
6. Permulaan tindak balas, lambang: C
Kiai Babadan memergoki Ki Gemblong yang sedang asyik membakar
ikan, lalu memukul dengan menggunakan obor yang dibawanya. Kemarahan
Kiai Babadan dipicu karena kelalaian Ki Gemblong dalam mengurus hewan
ternak. Ternak-ternak Kiai Babadan yang tadinya gemuk-gemuk menjadi
kurus dan ada yang mati, karena Ki Gemblong tidak mau mengurusnya lagi.
Sebagai pemilik ternak, Kiai Babadan tidak terima atas apa yang terjadi pada
ternak-ternaknya dan mencari Ki Gemblong yang sedang menggembala
ternak. Kiai Babadan mendapati Ki Gemblong sedang asyik membakar ikan,
kemudian Kiai Babadan langsung memukulkan obor pada Ki Gemblong. Ki
Gemblong yang tidak terima dengan perlakuan tersebut balas memukul Kiai
Babadan, sehingga terjadi balas membalas antara Kiai Babadan dengan Ki
Gemblong.
7. Pertarungan, lambang: H
Ki Gemblong tidak terima atas perlakuan Kiai Babadan. Ki Gemblong
yang merasa terancam jiwanya merebut obor yang dibawa Kiai Babadan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
untuk ganti memukulnya. Akhirnya mereka saling berebut obor dan pukul
memukul demi keselamatan diri.
8. Hukuman, lambang: U
Kiai Babadan yang kecewa dengan kemalasan Ki Gemblong,
menghukumnya dengan memukulkan sebuah obor ke punggung Ki
Gemblong. Kiai Babadan melakukan hal tersebut karena ingin memberi
pelajaran / hukuman kepada Ki Gemblong yang lalai menjalankan tugas
sebagai penggembala agar jera dan tidak malas lagi.
9. Pengakuan, lambang : Q
Sejak adanya peristiwa pertarungan obor antara Kiai Babadan dan Ki
Gemblong, warga Tegalsambi percaya bahwa perang obor dapat menjauhkan
bencana. Kemudian warga Tegalsambi mengadakan UTPO sebagai tolak bala
dan sedekah bumi.
Dari kesembilan fungsi di atas masing-masing didistribusikan ke dalam
beberapa lingkungan tindakan. Setiap lingkungan tindakan dapat mencakupi satu
atau beberapa fungsi. Namun dari kesembilan fungsi pelaku dalam CRPO hanya
dapat didistribusikan ke dalam satu lingkungan tindakan saja. Lingkungan
tersebut yaitu lingkungan aksi penjarah, dimana peristiwa dalam CRPO terjadi di
tempat Ki Gemblong menggembala ternak.
Hasil analisis fungsi pelaku yang terdapat dalam CRPO berjumlah
sembilan fungsi. Namun, dalam CRPO tidak menggunakan unsur penjahat dan
pahlawan. Pelaku dalam CRPO diibaratkan sebagai seorang bawahan dan
majikan. Sang majikan mencari bawahannya yang belum pulang juga saat
menggembala ternaknya. Ketika sang majikan mencari, ternyata pangonnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
sedang asyik membakar ikan di pinggir sungai. Kiai Babadan selaku majikan
kecewa dengan sikap Ki Gemblong, pangonnya, yang lalai menjalankan tugasnya
sebagai penggembala. Kemudian Kiai Babadan menghukum Ki Gemblong dengan
memukulkan obor ke tubuh Ki Gemblong.
4. Pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor
UTPO dalam pelaksanaannya masih melestarikan tradisi leluhur. Upacara
ini diselenggarakan erat kaitannya dengan kegiatan penduduk sehari-hari,
terutama kegiatan petani dalam mengolah tanah. Upacara tersebut dilaksanakan
pada hari Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Dzulhijah, namun untuk
pelaksanaan sekarang ini disesuaikan dengan masa panen. Dalam pola berpikir
orang Jawa yang menganut tradisi warisan dari leluhur, ada keyakinan atau
kepercayaan terhadap apa yang dianggap hari keramat dan suci. Warga
Tegalsambi meyakini bahwa pada hari tesebut merupakan hari hilangnya wabah
penyakit yang menimpa Desa Tegalsambi.
Menurut keyakinan yang ada, UTPO akan memperkuat dugaan hilangnya
wabah penyakit. Tanpa upacara tersebut, warga percaya ada kemungkinan
datangnya wabah penyakit dan malapetaka, sehingga akan mengakibatkan
bencana bagi penduduk yang bersangkutan.
Sehubungan dengan pelaksanaan UTPO terdapat beberapa kegiatan ritual
yang harus dilaksanakan oleh warga Desa Tegalsambi. Kegiatan tersebut antara
lain:
a. Selamatan di punden-punden
Sebelum melaksanakan UTPO, penduduk Tegalsambi terlebih dulu
mengadakan selamatan (kenduri) di punden-punden yang diyakini sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
makam para leluhur dan sesepuh pendiri Desa Tegalsambi. Selamatan ini
tidak terpisahkan dari kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti
maupun makhluk-makhluk halus. Sebab, hampir semua selamatan ditujukan
untuk memperoleh keselamatan hidup. Selamatan ini dilaksanakan beberapa
kali di tempat yang berbeda-beda dengan perincian sebagai berikut :
a.1. Senin Pahing (tiga puluh lima hari sebelum pelaksanaan UPTO), pada
waktu setelah Shalat Dhuhur atau kurang lebih pukul 12.30 WIB,
diadakan selamatan di punden Tegal (makam Kiai Dasuki). Kiai Dasuki
merupakan tokoh paling penting di Desa Tegalsambi, karena beliau yang
memberi nama Desa Tegalsambi. Kiai Dasuki adalah seorang petani
yang juga mengelola Pondok Pesantren. Di samping mengajarkan ilmu
agama, Kiai Dasuki juga berusaha membuka hutan untuk dijadikan
sawah ataupun tegalan. Pada saat itu, daerah tersebut belum mempunyai
nama, maka diambillah kehidupan masyarakat sehari-hari yang bekerja
pengukir, nelayan, peternak juga mempunyai pekerjaan sambilan
(samben) di tegalan (sawah) sebagai petani. Oleh karena itu nama
Tegalsambi dianggap paling tepat untuk nama daerah tersebut.
Saat pelaksanaannya, Kepala desa beserta perangkatnya dan
warga masyarakat datang ke punden untuk mengadakan selamatan dan
doa bersama. Para perangkat desa dan warga datang ke punden sambil
membawa nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Jika semua sudah
berkumpul, Kepala desa sebagai wakil desa segera membakar kemenyan.
Kemudian Modin memimpin tahlilan dan diakhiri dengan doa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
arwah leluhur yang dimakamkan di tempat tersebut. Setelah selesai
berdoa, diadakan tukar menukar makanan dan kemudian makan bersama.
Selamatan di punden-punden dilaksanakan beberapa kali pada
waktu dan tempat yang berbeda. Pelaksanaan pada punden yang satu
dengan yang lain tidak jauh berbeda.
a.2. Jum’at Legi, pada waktu setelah Shalat Maghrib atau kurang lebih pukul
18.00 WIB, diadakan selamatan di perempatan Desa Tegalsambi yaitu
punden prapatan, makam Ki Gemblong. Ki gemblong merupakan tokoh
dalam Cerita Rakyat Perang Obor sebagai penggembala. Uniknya,
punden ini hanya berupa perempatan saja, tidak ada nisannya. Untuk
orang awam tidak akan ada yang tahu bahwa di perempatan tersebut
adalah makam Ki Gemblong. Namun untuk warga Tegalsambi percaya
dan mengetahui bahwa di perempatan tersebut adalah makam Ki
Gemblong.
Pelaksanaan selamatannya, warga beserta perangkat desa
berkumpul di perempatan kemudian melakukan doa bersama dan makan
bersama seperti di makam sebelumnya.
a.3. Senin Wage, pada waktu setelah Shalat Dhuhur atau kurang lebih pukul
12.30 WIB, diadakan selamatan di masjid barat Desa Tegalsambi, tempat
makam Kiai Rofi’i.
a.4. Jum’at Pon, setelah Shalat Dhuhur diadakan selamatan di tiga tempat
sekaligus, dan warga desa yang memiliki tanah di sekitar punden akan
mendatangi punden tersebut. Adapun ketiga punden tersebut adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
punden Doromanis (makam Kiai Surgimanis), punden Gambiran (makam
Kiai Babadan), dan punden Bendo (makam Kiai Tunggul Wulung).
Kiai Surgimanis adalah seorang Kiai yang mempunyai kebiasaan
bertapa atau menyepi, dan biasanya dilakukan di Doromanis. Kiai
Babadan adalah tokoh dalam Cerita Rakyat Perang Obor yang memiliki
banyak ternak dan meminta tolong pada Ki Gemblong untuk mengurus
ternaknya. Sedangkan Kiai Tunggul Wulung adalah seorang Kiai yang
sangat disukai oleh masyarakat karena sifat rendah hatinya. Meskipun
memiliki kesaktian, namun Kiai Tunggul Wulung tidak mau
menunjukkan kesaktiannya dihadapan murid-murid dan masyarakat.
a.5. Jum’at Pahing, setelah Shalat Dhuhur diadakan selamatan di punden
Sorogaten, makam Kiai Sorogaten. Kiai Sorogaten juga merupakan
leluhur di Desa Tegalsambi. Maksud dari selamatan ini adalah
memohonkan ampun untuk para leluhur Desa Tegalsambi, supaya
mereka mendapatkan ampunan dan mendapatkan tempat yang layak di
sisi-Nya.
b. Penyembelihan Hewan Kurban Untuk Sesaji
Pada pukul 07.00 sampai pukul 08.00 WIB diadakan penyembelihan
hewan kurban berupa kerbau jantan untuk perlengkapan sesaji.
Penyembelihan kerbau dilakukan oleh modin dan dibantu oleh para perangkat
desa. Saat penyembelihan, darah yang mengalir dari leher kerbau ditampung
pada sebuah kuali kecil yang akan digunakan untuk perlengkapan sesaji.
Hasil penyembelihan yang digunakan untuk sesaji yaitu daging dan darahnya.
Khusus darah kerbau, hanya digunakan untuk sesaji di rumah Petinggi saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Setelah menyembelih kerbau, kerbau dikuliti dan dibersihkan,
selanjutnya dilanjutkan dengan pembuatan sesaji. Namun tidak semua sesaji
menggunakan daging kerbau. Daging kerbau hanya digunakan untuk sesaji di
rumah Petinggi dan makam-makam leluhur yang dianggap penting di Desa
Tegalsambi.
Hewan kurban yang digunakan adalah kerbau jantan yang belum
pernah dipakai untuk bekerja. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat Desa
Tegalsambi dihindarkan dari segala macam kebodohan.
Sesaji diletakkan di perempatan Desa Tegalsambi, semua perbatasan
Desa Tegalsambi, jembatan di Desa Tegalsambi, makam para leluhur, rumah
Petinggi, ruang penyimpanan pusaka desa, serta untuk acara wayang. Warga
percaya bahwa di setiap tempat tersebut terdapat penunggu Desa Tegalsambi
yang dapat menjaga kelancaran acara UTPO, serta untuk menghormati para
leluhur.
c. Pementasan Wayang Kulit
Pementasan wayang kulit diadakan selama sehari semalam di hari
pelaksanaan UTPO. Pementasan wayang kulit bukan hanya sebagai hiburan
semata, namun merupakan salah satu prosesi pelaksanaan Upacara
Tradisional Perang Obor.
Pada waktu penyelenggaraan wayang kulit biasanya dimulai pukul
09.00 dengan dilantunkan gamelan “Kebo Giro”. Kemudian kurang lebih
pukul 11.00 dilanjutkan dengan permainan wayang kulit. Sehubungan dengan
pelaksanaan sedekah bumi, maka tema yang digunakan dalam pementasan
wayang kulit tersebut adalah lakon Sri Sadana. Lakon Sri Sadana dimainkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
pada siang hari, dan itu merupakan tema wajib yang sudah ditentukan dan
merupakan tradisi warisan leluhur. Dikatakan tema wajib karena Sri Sadana
melambangkan kemakmuran panen, yang memiliki tujuan untuk memuliakan
Dewi Sri, yaitu Dewi Padi yang dipercaya mampu menjadikan tanah
pertanian menjadi subur. Cerita wayang di siang hari selalu menyajikan kisah
Sri Sadana, yang menceritakan kembalinya Dewi Sri ke tanah Jawa dan
diharapkan bisa melestarikan kesuburan tanah pertanian. Maksud dari
pertunjukan ini sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen dan sebagai
rasa terima kasih kepada Dewi Sri (Dewi Padi) yang telah menjaga dan
merawat tanaman mereka. Pada malam hari setelah perang obor selesai
dilaksanakan, masyarakat kembali dihibur dengan pementasan wayang kulit
dengan lakon yang baru dan biasanya menyesuaikan dengan permintaan
masyarakat, karena sebagai hiburan saja. Penyelenggaraan wayang kulit ini
biasanya dilaksanakan di balai desa.
d. Barikan / Selamatan di Masjid
Siang hari pada waktu ba’da dhuhur, warga Tegalsambi berkumpul di
masjid desa, masjid Baituz Zakirin. Mereka membawa nasi lengkap dengan
lauk pauknya utnuk menggelar kenduri dan doa bersama. Warga duduk
membentuk lingkaran, dan di tengahnya tersedia berbagai macam makanan
untuk disantap bersama-sama. Setelah selesai berdoa, warga memakan
hidangan yang telah tersedia bersama-sama.
Selamatan ini agak berbeda sedikit dengan selamatan di punden-
punden. Selamatan di sini lebih ditujukan sebagai permohonan selamat untuk
para warga Desa Tegalsambi dari segala musibah dan malapetaka, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
supaya dalam pelaksanaan UTPO dapat berjalan lancar tanpa adanya suatu
halangan apapun.
e. Acara puncak Upacara Tradisional Perang Obor
Pada malam harinya, puncak dari serangkaian kegiatan yang
dilaksanakan oleh warga dari pagi hingga malam adalah UTPO. Upacara
dimulai sekitar pukul 20.00 WIB sampai selesai. Sebelum melaksanakan
permainan perang obor, para peserta dikumpulkan terlebih dahulu untuk
diberi pengarahan. Setelah mendapat pengarahan dari panitia, dan semuanya
telah siap maka UPTO siap dimulai. Kepala desa dengan memakai pakaian
adat Jawa berjalan menuju perempatan desa dengan didampingi oleh para
perangkat desa dan bayan leger yang membawa pusaka desa. Sedangkan para
pemain perang obor berjalan beriringan di belakang para perangkat Desa
Tegalsambi menuju perempatan desa, sedangkan para perangkat desa naik ke
panggung kehormatan.
Upacara dimulai dengan pembacaan doa oleh modin / pemuka agama
desa, dilanjutkan acara sambutan dari Kepala Desa Tegalsambi, Camat, dan
Bupati Jepara. Setelah acara sambutan, Kamitua membacakan doa-doa Jawa
(mantra) pada kemenyan di perempatan desa agar acara berjalan dengan
lancar. Tujuan membacakan doa di perempatan desa karena di perempatan
tersebut merupakan tempat bersemayam leluhur Tegalsambi, Ki Gemblong.
Selesai membacakan mantra, obor mulai dinyalakan oleh tamu kehormatan
(misalnya Bupati Jepara) dengan obor kecil. Dinyalakannya obor pertama,
menandakan bahwa perang obor sudah bisa dimulai. Sesaat kemudian para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
peserta menyulutkan senjata mereka masing-masing, dan dimulailah
peperangan.
Peralatan obor yang dibutuhkan dalam upacara tersebut adalah
pelepah daun kelapa kering (blarak). Selain itu juga dibutuhkan daun pisang
kering sebagai campuran bahan pembakar daun kelapa tersebut. Campuran
pelepah daun kelapa kering dengan daun pisang kemudian ditata dengan
bentuk tertentu, sehingga bisa digunakan untuk memukul lawan. Peserta
Perang Obor dibagi menjadi empat bagian yang menyebar di empat penjuru
desa / perempatan, kemudian berlarian untuk saling menyerang.
Suasana semakin memanas ketika para peserta saling mengejar untuk
memukul lawannya. Apabila obornya mati, peserta segera menyalakan
obornya dan kembali menyerang sampai obornya habis.
Untuk menjaga agar tidak terlalu panas jika terkena pijaran api, para
peserta mengenakan pelindung seperti jaket, caping, penutup wajah, helm,
kaos tangan, dan sebagainya.
Selain sebagai penolak bahaya, adapun makna dari api obor tersebut
bahwa api merupakan lambang dari semangat. Api yang menyala membakar
obor adalah lambang sebuah semangat yang menyala. Diharapkan, warga
Tegalsambi selalu memiliki semangat yang menyala dalam belajar untuk
memberantas kebodohan, bekerja keras, tekun beribadah, serta membangun
daerahnya agar maju sehingga terhindar dari bencana.
f. Penutup acara UTPO
Setelah UTPO selesai, maka selesai sudah pelaksanaan kegiatan
tersebut. Para pemain dan perangkat desa berkumpul di rumah Petinggi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
berdoa bersama sebagai ungkapan rasa syukur bahwa segala kegiatan yang
berhubungan dengan UTPO telah selesai dilaksanakan dengan lancar.
Kemudian para peserta dipersilahkan untuk mengobati luka-luka akibat
terkena percikan api dengan menggunakan minyak kelapa yang diramu
khusus oleh ibu petinggi. Para penonton yang mengalami luka bakar dari
percikan api tersebut juga bisa mengobati lukanya. Obat tersebut sangat
ampuh mengobati luka bakar akibat percikan api perang obor.
5. Pelaku Dalam Upacara Tradisional Perang Obor
UTPO merupakan upacara tradisi yang harus dilaksanakan bagi warga
Desa Tegalsambi. Untuk itu, warga bertanggung jawab atas segala pelaksanaan
upacara tersebut. Dalam pelaksanaan upacara tradisional tersebut, warga yang
terlibat yaitu Kepala Desa beserta perangkatnya, tokoh agama, serta organisasi
kepemudaan (Karang Taruna). Mereka inilah yang mengadakan musyawarah desa
untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut persiapan, seperti penentuan
hari pelaksanaan, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Yang terlibat dalam tahap
Upacara Tradisional Perang Obor antara lain:
a. Pada Waktu Selamatan di Punden-punden
Selamatan yang dilaksanakan selama selapan hari sebelum acara
puncak Perang Obor ini melibatkan:
1. Kepala desa dan perangkat desa sebagai sesepuh yang membakar
kemenyan
2. Modin sebagai pemimpin doa
3. Beberapa warga desa yang ikut dalam selamatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
b. Pada Waktu Penyembelihan Hewan
Penyembelihan hewan yang dilaksanakan pada pagi hari di hari
pelaksanaan UTPO ini melibatkan:
1. Modin sebagai pemimpin penyembelihan
2. Para perangkat desa membantu
3. Ibu-ibu istri perangkat desa dan warga yang ikut membantu
4. Beberapa warga yang menyaksikan
c. Pada Waktu Penyelenggaraan Wayang Kulit
Pementasan wayang kulit diselenggarakan sebagai ungkapan rasa
terima kasih warga kepada Dewi Sri (Dewi Padi) yang telah menjaga padi
dan tanaman mereka. Yang terlibat dalam penyelenggaraan ini antara lain:
1. Kepala desa dan perangkatnya
2. Dalang beserta rombongannya
3. Beberapa warga yang menyaksikan
d. Pada Waktu Selamatan di Masjid
Selamatan yang diselenggarakan setelah Shalat Dhuhur ini melibatkan:
1. Kepala desa beserta perangkat desa yang memimpin sesaji
2. Modin sebagai pemimpin doa
3. Beberapa warga yang ikut selamatan.
e. Pada Waktu Perang Obor
Pelaksanaan perang obor merupakan acara puncak dalam Upacara
Tradisional Perang Obor. Yang terlibat dalam pelaksanaan ini antara lain:
1. Kepala Desa yang memimpin upacara
2. Istri Kepala Desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
3. Bupati Jepara yang memberi sambutan
4. Para perangkat desa yang mendampingi dan membantu kepala desa
5. Modin sebagai pemimpin doa
6. Kamitua sebagai pembaca doa khusus di perempatan
7. Para pemain yang telah mendaftarkan diri
8. Para penonton yang menyaksikan dan ikut menyemarakkan UPTO.
f. Penutupan Acara UTPO
Setelah pelaksanaan perang obor selesai para pemain dan perangkat
desa berkumpul di rumah kepala desa untuk melakukan doa bersama dan
menyembuhkan luka bakar para pemain, serta dilanjutkan acara makan
bersama. Yang terlibat dalam acara penutupan ini adalah semua warga yang
terlibat dari tahap awal upacara hingga puncak acara, antara lain:
1. Kepala Desa sebagai tuan rumah
2. Para perangkat desa
3. Bupati Jepara
4. Modin
5. Para pemain perang obor
6. Istri Kepala Desa yang menyiapkan obat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
C. Fungsi Mitos
Mitos itu sendiri perwujudannya berupa cerita-cerita (gaib) yang
memberikan pedoman dan arah tertentu kepada masyarakat yang bersangkutan.
Cerita-cerita mitos diturunkan secara lisan dari satu generasi kepada generasi
berikutnya dengan cara-cara tertentu, sehingga membentuk sebuah dunia
tersendiri dan orang menjadi yakin adanya.
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari mitos, meskipun
kebenaran suatu mitos belum tentu memberikan jaminan dan bisa
dipertanggungjawabkan. Warga desa Tegalsambi percaya dengan mitos-mitos
yang ada, sehubungan dengan pelaksanaan UTPO. Mereka sadar bahwa ada
kekuatan gaib di sekitar mereka dan masih menjalankan mitos-mitos tersebut.
Warga Desa Tegalsambi percaya bahwa dengan adanya pelaksanaan UTPO, maka
warga bisa terhindar dari segala mara bahaya. Mitos-mitos yang dipercaya oleh
masyarakat desa Tegalsambi antara lain:
1. Mitos Auman Harimau Jika Terlambat Dalam Pemberian Sesaji
Salah satu mitos yang dipercaya warga Tegalsambi, bahwa di desa tersebut
ada sejenis makhluk ghaib berupa harimau. Harimau tersebut diakui sebagai
“sesepuh” Desa Tegalsambi. Menurut cerita warga, warga pernah mendengar
suara seperti auman harimau yang meminta sesajen. Warga menyebutnya Macan
Bumi. Jika sudah titi wancinya namun sesaji belum disiapkan, maka macan
tersebut akan mengeluarkan suara auman pertanda meminta makan.
Makhluk gaib juga membutuhkan makanan seperti halnya manusia.
Namun pemberian makan pada macan bumi hanya di saat ritual Perang Obor saja,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
jadi tidak setiap hari. Apabila pemberian makan pada macan bumi terlupakan,
hampir bisa dipastikan ada warga yang mendengar suara aumannya.
2. Mitos Timbulnya Bencana Apabila Tidak Diselenggarakan UPTO.
Upacara Tradisional Perang Obor sudah menjadi bagian dari kegiatan
Desa Tegalsambi, maka upacara tersebut tidak bisa dipisahkan dari agenda
masyarakat Tegalsambi. Untuk itu siapapun yang menjadi Petinggi Desa
Tegalsambi tidak boleh sekali-kali menghapus atau meniadakan UPTO. Sekitar
tahun 1955 terjadi peristiwa petinggi Desa Tegalsambi yang berkuasa pada saat
itu bermaksud menghapus ritual tersebut. Menurut beliau UTPO dianggap syirik,
dan tidak mempercayai kepercayaan-kepercayaan yang ada. Sehingga upacara
ritual yang sudah melekat dengan sengaja tidak dilaksanakan. Seketika itu, istri
dari Petinggi tersebut tiba-tiba menjadi gila seperti orang kesurupan.
Setelah menelusuri sebab akibat terjadinya kejadian aneh tersebut,
akhirnya setahun berikutnya atas saran para sesepuh desa, petinggi tersebut
mengadakan UPTO. Seketika itu juga istri petinggi yang mendadak gila menjadi
sehat kembali. Semenjak kejadian tersebut, sampai sekarang tidak ada lagi
petinggi yang meninggalkan UTPO.
3. Mitos Minyak Penyembuh Luka Bakar
UTPO tidak bisa dilepaskan dengan api. Dalam ritual tersebut, kedua kubu
saling menyerang dengan menggunakan obor. Tentu saja akibat yang ditimbulkan
adalah luka bakar. Setelah para peserta melaksanakan perang obor, luka-luka
bakar yang diderita para pemain segera diolesi dengan minyak. Minyak oles yang
digunakan merupakan hasil ramuan ibu Petinggi Tegalsambi. Sudah menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
ketentuan bahwa peramu minyak haruslah ibu Petinggi sendiri, tidak boleh
diwakilkan oleh siapapun.
Bahan yang digunakan untuk meramu obat adalah minyak kelapa yang
dicampur dengan bunga bekas doa selama satu tahun. Bunga bekas doa yang
dimaksud adalah bunga layon, yaitu bunga sisa dari pusaka desa yang selalu diberi
sesaji dengan membakar kemenyan dan bunga telon pada tiap-tiap malam Jum’at
oleh Kepala desa, seraya memohon keselamatan untuk warga Desa Tegalsambi.
Bunga tersebut dikumpulkan menjadi satu, setelah satu tahun / pada hari
pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor hasil kumpulan bunga yang telah
layu tersebut dijadikan sebagai bahan dasar minyak penyembuh luka bakar.
4. Mitos Peserta Perang Obor Haruslah Pemuda Dari Desa Tegalsambi.
Peserta Perang Obor haruslah pemuda Tegalsambi asli. Masyarakat
percaya, jika warga dari desa lain menjadi peserta, maka akan mengancam
keselamatan warga dari luar tersebut. Kepercayaan warga tersebut didasarkan
pada peristiwa yang pernah terjadi. Ada seorang warga luar desa Tegalsambi yang
nekat ingin menjadi peserta Perang Obor. Kemudian terjadilah hal yang tak
diinginkan, warga luar desa tersebut kesakitan karena terkena percikan api.
Dari beberapa mitos di atas, maka mitos memiliki nilai guna, antara lain:
1. Menyadarkan manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di dunia.
Alam dan seisinya menyimpan suatu kekuatan gaib yang secara
sadar atau tidak sadar kehadirannya dapat dirasakan atau diketahui oleh
manusia. Terkait dengan mitos yang ada dalam UTPO, kekuatan gaib
tersebut berhubungan dengan adanya peristiwa yang terjadi dan dialami
oleh masyarakat Desa Tegalsambi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Mitos memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan
gaib, serta membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya gaib
sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam
kehidupan. Masyarakat Desa Tegalsambi percaya bahwa dengan
menyelenggarakan UTPO untuk sedekah bumi, maka warga Desa
Tegalsambi dapat terhindar dari bencana.
Sebelum melaksanakan UTPO pada pagi hari, warga memberi sesaji
di tiap perbatasan Desa yang dianggap “dihuni” oleh para leluhur Desa
Tegalsambi. Warga percaya bahwa ada makhluk gaib yang menjaga
keamanan Desa di tiap perbatasan. Dengan menghormati makhluk-
makhluk tersebut, maka makhluk-makhluk itu tidak akan mengganggu
ketenangan Desa Tegalsambi.
Selain menghormati para leluhur dengan memberikan sesaji,
masyarakat juga percaya bahwa UTPO sangatlah sakral, sehingga tidak
boleh sembarangan dalam mempersiapkan upacara. Keyakinan tersebut
masih bersemayam di hati dan pikiran, serta menjadikan suatu pantangan
bagi masyarakat untuk tidak melanggarnya.
Mitos tidak hanya memberikan semacam informasi mengenai
kekuatan gaib, tetapi mitos turut menghayati daya-daya tersebut sebagai
kekuatan yang berpengaruh terhadap alam atau kehidupan masyarakat.
Mitos memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena-
fenomena yang terjadi di alam semesta. Fenomena alam yang terjadi pada
dasarnya dapat membawa pengertian kepada manusia bahwa ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
kekuatan-kekuatan alam yang menjalankan dan mengendalikan fenomena
tersebut.
2. Memberikan Jaminan Masa Kini
Dapat dikatakan bahwa jaminan keselamatan warga Desa
Tegalsambi adalah dengan menyelenggarakan sedekah bumi yang berupa
UTPO. Upacara tersebut diadakan satu tahun sekali, yaitu pada hari Senin
Pahing malam Selasa Pon.
Bagi warga Desa Tegalsambi, ritual tersebut sebagai tolak bala dan
juga sebagai syukuran warga Desa setelah panen padi, agar tahun-tahun
mendatang semua warga masih mendapatkan rejeki dari Yang Maha
Kuasa. Tradisi itu tetap dilestarikan, sebab melalui tradisi tersebut
masyarakat bisa guyub dengan memanjatkan doa bersama agar terhindar
dari marabahaya. Hal ini menjadikan mitos sebagai suatu perantara antara
manusia dengan kekuatan-kekuatan alam.
3. Memberikan Pengetahuan Tentang Dunia
Mitos memberikan sumbangan pada manusia berupa ilmu yang
bermanfaat bagi manusia. Ilmu pengetahuan yang didapat dari cerita
rakyat bisa menjadi suatu ilmu yang berharga bahkan ajaran-ajaran di
dalamnya membantu manusia menemukan karakter manusia mana yang
baik dan mana yang buruk, serta mendidiknya untuk menjadi lebih baik.
Pengetahuan yang didapat dari CRPO adalah pengetahuan-
pengetahuan asal-usul adanya pelaksanaan UTPO, serta pengetahuan
tentang adanya kekuatan gaib dalam kehidupan dengan tidak melanggar
pantangan-pantangan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Bagi masyarakat yang mempercayai mitos, mitos berarti sesuatu
yang benar dan menjadi milik mereka yang berharga, karena merupakan
sesuatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh model bagi kehidupan
manusia. Itulah sebabnya mitos dianggap memberi petuah bagi kehidupan
manusia.
D. Makna Simbolik Sesaji
Di dalam suatu upacara tradisional terkandung banyak lambang, dan
lambang tersebut memiliki makna tertentu. Melalui lambang terdapat berbagai
pesan terselubung yang memberikan petunjuk tentang apa yang boleh dan dan
tidak boleh dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, sering
dijumpai baik disengaja atau tidak, masyarakat sering melanggar aturan yang
seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu, melalui lambang disampaikan pesan agar
masyarakat selalu ingat apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan.
UPTO di dalamnya kaya akan lambang-lambang yang terwujud dalam
bentuk sesaji. Selain memiliki pesan tentang baik dan buruk, sesaji juga
digunakan sebagai sarana komunikasi kepada makhluk-makhluk gaib untuk
menghormati keberadaan mereka. Sesaji dalam UTPO meliputi:
1. Daging Kerbau
Daging yang digunakan untuk sesaji dalam pelaksanaan UTPO adalah
daging kerbau jantan muda, belum kawin, dan belum pernah digunakan untuk
bekerja. Kerbau oleh orang Jawa pada umumnya merupakan lambang
kebodohan. Penyembelihan kerbau pada pagi hari mempunyai maksud bahwa
kebodohan harus dihilangkan sejak manusia berusia dini. Makna dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
penyembelihan kerbau yaitu bahwa sebagai pemuda desa harus rela
mengorbankan jiwa raganya demi daerahnya, yaitu Desa Tegalsambi.
2. Darah kerbau
Sesaji darah kerbau khusus ditaruh di rumah petinggi Tegalsambi.
Maksud dari darah tersebut adalah, bahwa sebagai seorang pemimpin
hendaknya rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk rakyat hingga titik
darah penghabisan.
3. Pisang raja
Pisang raja setangkep sebagai lambang bahwa sebagai manusia harus
bersatu, manunggal antara pekerjaan dengan penyuwunan. Pisang raja juga
bisa bermakna agar pemimpin didukung oleh seluruh rakyatnya. Masyarakat
akan hidup tentram dan bahagia jika antara pemimpin dan rakyatnya saling
mendukung dan melengkapi. Pemimpin tidak semena-mena pada rakyatnya
tetapi mengayomi rakyatnya, sehingga kehidupan akan tentram, makmur, dan
bahagia.
4. Jajan pasar
Jajan pasar terdiri dari berbagai macam makanan yang biasanya
dijual di pasar. Jajan pasar merupakan suatu pengharapan dari masyarakat
agar hidupnya selalu mendapatkan limpahan dalam mengerjakan sawah, agar
semua yang ditanam menghasilkan panen yang baik dan melimpah sehingga
hidupnya tidak akan kekurangan. Dengan kata lain, jajan pasar
melambangkan kemakmuran masyarakat setempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
5. Kembang telon
Kembang telon terdiri dari bunga mawar, bunga kenanga, dan bunga
melati yang dianggap sebagai kesenangan yang mbahureksa Desa
Tegalsambi. Telon berasal dari kata telu (tiga), dengan harapan agar meraih
tiga kesempurnaan dan kemuliaan hidup (tri tunggal jaya sampurna). Sugih
banda, sugih ngelmu, sugih kuasa.
6. Kemenyan
Kemenyan merupakan salah satu kesukaan makhluk halus, sehingga
dengan diberi kesukaannya maka makhluk halus itu akan memberikan
perlindungan pada masyarakat dan menghormati arwah leluhur. Selain
sebagai kesukaan makhluk halus, asap kemenyan yang berlika-liku
menandakan bahwa untuk menuju jalan Tuhan tidaklah mudah.
7. Degan
Degan sebagai lambang air suci dari surga. Hal ini mempunyai makna
bahwa tidak ada manusia yang suci di dunia ini kecuali Tuhan Sang Pencipta
alam semesta.
8. Sega golong
Sega golong adalah nasi putih yang dikepal-kepal hingga berbentuk
bulat. Nasi ini melambangkan lumakuning kebulatan tekad, rasa, karsa, dan
cipta seluruh warga.
9. Telur
Telur merupakan lambang wiji dadi (benih) terjadinya manusia.
Manusia terbentuk dari sperma dan ovum. Kemudian berbentuk janin dalam
rahim ibu. Rahim ibu sebagai perumpamaan cangkang telur. Ibu memegang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
kehidupan sang bayi. Maka tersirat pesan supaya kita berbakti pada orang tua,
terutama kepada ibu yang melahirkan kita.
10. Brambang (bawang merah)
Brambang mempunyai makna tentang perbuatan yang penuh
pertimbangan.
11. Kemiri
Kemiri merupakan lambang kebahagiaan karena doanya dikabulkan
Tuhan. Adanya kemiri dalam sesaji diharapkan agar permohonan warga akan
terkabul, sehingga warga bahagia.
12. Gemblong
Gemblong sering disebut dengan jadah. Jadah terbentuk dari bahasa
Arab, yaitu hajat yang artinya keperluan. Maksudnya, persyaratan-
persyaratan UTPO sudah terpenuhi, sehingga diharapkan dapat berjalan
dengan baik tanpa halangan apapun. Selain itu, jadah mempunyai makna
sesuai dengan cara pembuatannya, yaitu ditumbuk sampai halus. Dalam
menumbuk harus sungguh-sungguh supaya hasilnya lembut, begitu pula
dalam memohon harus bersungguh-sungguh supaya keinginannya terkabul.
13. Ketan
Ketan berasal dari bahasa Arab khatha’an yaitu kesalahan. Ketan
mengandung makna pengiriman doa kepada arwah leluhurnya agar selalu
dekat dengan Tuhan dan diampuni segala dosa dan kesalahannya. Ketan
berwarna putih melambangkan kesucian hati yang mengirim doa. Jadi,
maksud disajikannya ketan adalah sebagai lambang kesucian hati orang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
mengirim doa kepada arwah leluhurnya, agar selalu dekat dengan Tuhan dan
diampuni dosanya.
14. Lombok abang
Lombok abang merupakan lambang dari munculnya keberanian dan
tekad untuk manunggal dengan Tuhan.
15. Sisir
Sisir bermakna untuk meluruskan keburukan agar menjadi suatu
kebaikan.
16. Kaca
Kaca mempunyai makna sebagai pangilon, agar manusia berkaca pada
diri sendiri apakah dirinya sudah baik atau belum.
17. Klasa Bangka
Klasa bangka adalah tikar kecil yang terbuat dari daun pandan yang
dianyam. Klasa bangka biasanya digunakan untuk alas orang yang sudah
meninggal. Dalam UTPO memiliki makna agar masyarakat selalu ingat
bahwa kehidupan di dunia ini tidak abadi. Semua manusia pada akhirnya
akan meninggal.
18. Kupat dan lepet
Kupat merupakan akronim Jawa dari ngaku lepat (mengakui
kekhilafan, kesalahan atau kekeliruan), mengakui kesalahan merupakan dasar
pokok dari taubat disamping meminta maaf dan menyesali perbuatan. Dengan
kupat, diharapkan akan ringan dan mudah bagi kita untuk mengakui
kesalahan. Sedangkan lepet diartikan lekat (lengket), dimaksudkan sebagai
penyadaran bahwa manusia memang tidak terlepas dari kesalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
19. Air putih dalam kendi
Air putih dalam kendi yang terbuat dari tanah, ini mempunyai maksud
selain untuk membersihkan / keweningan agar seseorang berbuat bersih.
20. Tumpeng
Tumpeng mengingatkan bahwa Tuhan menguasai seluruh isi alam ini,
karena tumpeng selalu berbentuk kerucut, semakin ke atas semakin
meruncing. Tumpeng sebagai simbol keyakinan dan keteguhan iman kepada
Tuhan. Dengan keyakinan, maka akan berhasil dan sukses. Begitu pula
dengan UTPO, dengan keteguhan iman dan yakin maka upacara tersebut akan
berjalan sebagai mana mestinya tanpa suatu halangan apapun, dan paling
penting permohonan dapat dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
21. Jenang abang putih
Jenang abang putih merupakan perlambang dari bapa-biyung.
Maksudnya dalam jenang ini terdapat dua warna yaitu abang dan putih.
Jenang abang adalah simbol benih dari ibu (biyung) dan jenang putih dari
ayah (bapa). Jenang abang putih merupakan lambang dari percampuran raga
antara Bapa dan Ibu. Percampuran ragawi yang diikat oleh rasa sejati, dan
jiwa yang penuh cinta kasih yang mulia, sebagai pasangan hidup yang seiring
dan sejalan. Perpaduan ini diharapkan menghasilkan bibit regenerasi yang
berkwalitas unggul. Melahirkan suatu negeri yang tiada musibah dan
bencana, subur makmur, gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta
raharja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
22. Rujak degan
Supaya hatinya legan, legowo. Seger sumringah, segar bugar dengan
hati yang selalu sumeleh, lega lila lan legawa. Hatinya selalu berserah diri
pada Tuhan, selalu sabar, dan tulus.
23. Ingkung
Ingkung melambangkan bayi yang masih suci belum mempunyai
kesalahan. Ingkung juga melambangkan kepasrahan pada Tuhan.
24. Cengkaruk
Cengkaruk bermakna ngaruki rejeki. Dengan adanya cengkaruk dalam
sesaji diharapkan agar warga setempat mendapat rejeki yang melimpah.
E. Nilai Guna Cerita Rakyat Perang Obor
1. Fungsi Cerita Rakyat
Pada dasarnya cerita rakyat mampu mempengaruhi masyarakatnya
terhadap pembentukan tata nilai yang berupa sikap dan perilaku.
Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk cerita yang hidup dalam
masyarakat, sehingga memiliki fungsi tertentu bagi masyarakat
pendukungnya. Adapun fungsi-fungsi CRPO adalah sebagai berikut:
a. Sistem proyeksi
Cerita Rakyat Perang Obor mencerminkan gambaran tentang
pentingnya sikap tanggungjawab yang ditampilkan dalam cerita melalui
tokoh. CRPO yang menggambarkan tentang tanggungjawab seorang
pekerja terhadap majikannya atas tugas yang telah dibebankan padanya
dan telah disanggupinya, yaitu menggembala ternak. Seharusnya pekerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
tersebut menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin, namun dalam
kenyataannya, sang pangon telah gagal / melalaikan dalam menjalankan
tugasnya, sehingga ternak yang digembalakannya tidak terawat dengan
baik bahkan sebagian besar sakit.
Dari kejadian tersebut, Kiai Babadan sebagai sang majikan telah
dikecewakan oleh Ki Gemblong yang bertugas sebagai bawahan / pangon.
Sehingga dengan terjadinya perang obor yang diawali dengan kekecewaan
seorang majikan terhadap bawahannya, masyarakat dapat mengambil
hikmah tentang petingnya sebuah tanggungjawab.
b. Alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan
Cerita Rakyat berfungsi mengontrol kelangsungan budaya suatu
masyarakat dalam cerita ini, yaitu CRPO di Desa Tegalsambi dari generasi
ke generasi melalui peraturan dan pendidikannya dengan menekankan
pada nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh
bahwa cerita rakyat menjaga stabilitas budaya di Desa Tegalsambi ialah
masih adanya kepercayaan terhadap kekuatan gaib, tradisi UTPO, mitos-
mitos yang ada, dan sebagainya. Meskipun sebetulnya masyarakat desa
tegalsambi pada umumnya dalam kehidupan agamnya bisa dikatakan
sangat kuat, namun demikian mereka bisa membedakan antara tradisi,
budaya, dan agama. Mereka memandang tradisi adalah suatu ritual sebagai
warisan budaya turun temurun yang bisa diingat oleh anak cucu. Namun
tidak sampai membuat mereka melupakan bahwa kekuasaan tertinggi ada
di tangan Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
c. Alat pendidikan
Di dalam CRPO mengandung nilai-nilai pendidikan bagi anak,
antara lain:
1. Pentingnya sikap tanggung jawab. Dalam kehidupan, sikap tanggung
jawab sangatlah penting. Sedari kecil, remaja, dewasa, hingga tua,
manusia akan terus menerus melakukan aktivitas-aktivitas kecil
maupun besar sebagai bentuk kewajiban yang diembannya. Apabila
mengabaikannya, dampak negatif akan dirasakan. Begitu pula dengan
nilai pendidikan yang terkandung dalam CRPO, apabila telah
menyanggupi suatu pekerjaan, hendaknya bertanggung jawab atas
kesanggupannya tersebut.
2. Nilai religius. Tujuan pelaksanaan UTPO yaitu sebagai sedekah bumi,
media bentuk rasa syukur warga Desa Tegalsambi atas limpahan
karunia Allah SWT. Dalam pelaksanaan Upacara tersebut selalu
mengedepankan syariat islam.
3. Hukuman untuk orang yang bersalah. Orang yang bersalah harus
dihukum agar jera dan tidak melakukan kesalahan yang sama lagi.
Itulah yang terkandung dalam CRPO. Kiai Babadan menggunakan
obor untuk menghukum Ki Gemblong.
4. Menghormati antarsesama, maupun dengan makhluk halus. Manusia
hidup di dunia memerlukan bantuan orang lain. Pelaksanaan UPTO
membutuhkan banyak tenaga kerja agar kondusif. Selain antarsesama,
juga terdapat makhluk kasat mata yang ada dalam kehidupan
manusia. Mereka bisa mengganggu jika manusia mengganggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
mereka. Namun mereka juga bisa ramah apabila manusia
menghormati keberadaan mereka, yaitu dengan tidak mengusik
kehidupan mereka. Dalam tradisi UTPO, warga menghormati
keberadaan mereka dengan memberi sesaji kepada mereka, dengan
tujuan agar mereka ikut membantu kelancaran pelaksanaan UTPO.
d. Alat pemaksa dan pengawas
CRPO berfungsi pula sebagai media penuangan nilai-nilai tentang
perilaku, aturan, serta moral yang dapat diterima oleh masyarakatnya.
Dalam CRPO tersirat adanya larangan dan aturan tentang yang harus
dijalani manusia, dan anjuran kepada manusia hanya memohon kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Fungsi Upacara Tradisional Perang Obor
CRPO yang tergolong dalam folklor sebagian lisan juga terdapat bentuk
upacara sebagai tradisi yang merupakan bagian folklor bukan lisannya. UTPO
merupakan suatu upacara tradisi yang mempunyai pengaruh positif sehingga
masih dilestarikan oleh warga Desa Tegalsambi. UTPO memiliki fungsi kaitannya
dengan penyelenggaraan tradisi upacara, yaitu nilai gotong royong. Dalam
penyelenggaraannya terdapat nilai kerjasama dan gotong royong dengan rasa rela
karena mereka yakin bahwa proyek pekerjaan tersebut bermanfaat bagi mereka.
Disamping mempunyai nilai gotong royong, UTPO juga mengandung nilai
solidaritas yang tinggi antar umat beragama. Sebagai contoh, dalam proses
pembacaan doa lebih banyak menggunakan doa-doa yang bersifat islami, serta
dilaksanakan di tempat peribadatan kaum muslim (masjid). Namun demikian
masyarakat yang beragama non muslimpun tidak ada yang protes. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
menghargai proses tersebut sebagaimana adanya, seperti yang telah dilakukan
oleh nenek moyang mereka.
UTPO juga memiliki fungsi sebagai suatu hiburan bagi masyarakat.
Pelaksanaan UTPO dengan segala ritualnya memakan waktu kurang lebih satu
bulan sebelum acara puncak perang obor, yang dimulai dengan selamatan di
punden-punden, penyembelihan hewan kurban, pembagian sesaji, pementasan
wayang, selamatan di masjid, dan acara puncak yaitu perang obor. Merupakan
suatu wahana hiburan yang sangat dinantikan oleh masyarakat setempat, selalin
sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga sebagai
penghilang kejenuhan rutinitas warga Desa Tegalsambi, bahkan masyarakat luar
Desa Tegalsambi.
3. Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Cerita Rakyat Perang Obor
Dalam setiap cerita rakyat, terkandung nilai-nilai luhur yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia, termasuk dalam hal ini masyarakat
Tegalsambi sebagai pemilik CRPO. Hal ini diharapkan membawa dampak positif
bagi perilaku masyarakat yang bersangkutan.
Adapun nilai-nilai moral yang terkandung di dalam CRPO, antara lain:
a. Manusia Saling Membutuhkan.
Kiai Babadan yang memiliki banyak ternak tidak mampu
mengurusinya, maka Kiai Babadan meminta tolong bantuan Ki
Gemblong untuk mengurus ternak-ternaknya. Ki Gemblongpun
menyanggupinya, sehingga ternak-ternak Kiai Babadan akhirnya
digembalakan oleh Ki Gemblong.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan bantuan
orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial. Tolong-menolong
menjadi sebuah keharusan karena apapun yang kita kerjakan
membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang
pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang
lain. Menolong seseorang yang dalam kesulitan adalah perbuatan
terpuji. Oleh karena itu, sikap tersebut perlu dilestarikan, karena sangat
relevan dengan nilai budaya bangsa Indonesia.
b. Pentingnya Sikap Tanggungjawab
Ki Gemblong yang menyanggupi permintaan Kiai Babadan
untuk mengurus ternak-ternaknya sangat rajin dalam menjalankan
tugasnya. Ternak-ternak Kiai Babadan menjadi sehat dan gemuk-
gemuk. Kiai Babadan selaku pemilik ternak sangat senang atas kinerja
Ki Gemblong yang bertanggung jawab dalam mengurus ternaknya.
Namun itu hanya di awalnya saja, lama-kelamaan ternak Kiai Babadan
menjadi sakit-sakitan dan kurus. Hal itu dikarenakan Ki Gemblong
yang tidak lagi memperdulikan ternak-ternak tersebut, akhirnya hewan-
hewan ternak pun menjadi sakit dan ada yang mati.
Tanggungjawab adalah siap menerima kewajiban atau tugas.
Rasa tanggungjawab atas suatu tugas yang sudah diterima dan
disepakati oleh seseorang haruslah disertai dengan loyalitas penerima
tugas terhadap atasannya, dalam hal ini, tanggungjawab moral sangatlah
penting. Sebagai seorang penggembala ternak yang memelihara ternak-
ternak majikannya. Ki Gemblong yang keasyikan menangkap ikan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
sungai akhirnya lupa akan tugasnya. Di sinilah tanggungjawab Ki
Gemblong mulai disangsikan dan akhirnya membuat sang majikan
(Kiai Babadan) marah.
Makna dari sebuah tanggungjawab adalah siap menjalankan
tugas yang telah disepakati dengan penuh kesadaran. Sadar akan resiko
dari tugas yang diterima, karena biasanya dalam menjalankan
tanggungjawab tersebut akan dijumpai beberapa kendala yang dapat
menguji loyalitas atas sebuah kepercayaan, dan tidak jarang ujian
tersebut lebih menguntungkan dibanding tugas yang dijalaninya.
c. Tidak Boleh Malas
Ki Gemblong yang mendapat kegemaran baru, yaitu menangkap
ikan, menjadi malas untuk mengurus ternak. Kemalasannya berdampak
pada hewan-hewan ternak yang kemudian menjadi sakit-sakitan.
Kemalasan hanya akan menimbulkan dampak buruk terhadap
pelakunya. Seorang yang malas bekerja tidak akan mendapatkan hasil
yang diinginkan. Dalam istilah Jawa ada peribahasa “wong obah
mamah”, tidak ada hasil positif yang diambil dari seorang pemalas. Jika
ingin mendapatkan hasil yang baik, harus rajin bekerja.
d. Jangan Mudah Terkecoh Dengan Sesuatu Yang Menggiurkan
Sesuatu yang berkilauan itu belum tentu emas. Bisa jadi itu
hanya fatamorgana, dan akhirnya keburukan yang didapat. Seorang Ki
Gemblong, buruh yang mendapat kepercayaan penuh dari majikannya
untuk menggembalakan ternak-ternaknya. Ternyata Ki Gemblong
terkecoh dan tidak kuasa menahan nafsunya untuk lebih fokus mencari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
ikan daripada mengurus ternak. Tanpa dia sadari, dia telah lalai dengan
amanah yang diberikan majikannya.
e. Jangan Merugikan Orang Lain
Dalam menjalankan suatu pekerjaan terkadang karena terlalu
senang, seringkali lupa apakah ada pihak-pihak yang dirugikan. Dalam
cerita ini, pihak yang paling merasa dirugikan adalah Kiai Babadan
sebagai majikan yang telah meminta tolong kepada Ki Gemblong untuk
mengurus ternak, karena banyak ternak Kiai Babadan yang sakit-
sakitan dan mati.
Sebetulnya hal ini bisa dihindari apabila kedua belah pihak
saling menyadari kewajibannya masing-masing. Seorang guru tidak sia-
sia mengajarkan ilmunya bila sang murid tekun mempelajarinya.
Seorang dokter bisa maksimal menyembuhkan pasiennya jika obat yang
diberikan pada pasiennya diminum sesuai anjurannya.
f. Patuh Pada Perintah
Seseorang yang amanah adala orang yang patuh menjalankan
perintah. Dengan menyadari posisi masing-masing, maka akan timbul
suatu hubungan yang harmonis. Seorang hamba haruslah patuh pada
Tuhannya, seorang pangon mentaati perintah majikannya. Adanya rasa
patuh, maka akan timbul rasa sayang, rasa kasih yang ikhlas. Tuhan
pasti akan ridho mencurahkan cinta kasih-Nya pada hamba yang patuh
dan mentaati perintah serta laranganNya. Seorang majikanpun akan
lebih menyayangi anak buahnya karena selalu patuh menjalankan tugas
yang dibebankan. Akhirnya yang akan memetik hasil lebih banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
adalah buruh itu sendiri, karena berbagai hadiah atau pemberian-
pemberian lain akan mengalir sebagai bonus atas kepatuhannya.
g. Kebusukan Akan Tercium Juga
Sepandai-pandai dan serapat-rapat seseorang menyimpan
bangkai, bau busuknya akan tercium juga. Pada awalnya Ki Gemblong
masih bisa menutupi kesalahannya atas kelalaian tugasnya. Namun Kiai
Babadan heran dengan perilaku Ki Gemblong yang semakin tidak jelas
dan ternaknya sakit-sakitan, karena selalu pulang terlambat saat
menggembala. Kiai Babadan mencari tahu apa penyebab ternaknya
menjadi kurus dan sakit-sakitan. Tak lain adalah karena ulah Ki
Gemblong yang menelantarkan ternak-ternak. Akhirnya Kiai
Babadanpun tahu apa penyebabnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi geografis Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara
jawa Tengah ini termasuk wilayah bagian utara. Daerah ini digunakan
masyarakat sebagai tempat pemukiman, pertanian, tegalan, industri kayu ukir,
dan lain-lain. Masyarakat Tegalsambi mempunyai pekerjaan dominan di
bidang perkayuan/ukir. Pendidikan masyarakat Tegalsambi terbilang masih
rendah kualitas dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, terbatasnya
sarana dan prasarana pendidikan, rendahnya kualitas tenaga pengajar.
2. Desa Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara memiliki warisan
kebudayaan yang berupa cerita rakyat beserta tradisi Upacara Tradisional
Perang Obor. Cerita Rakyat Perang Obor masuk ke dalam golongan folklor
sebagian lisan. Dikatakan sebagian lisan karena memiliki cerita yang
berbentuk mite, yang dianggap oleh sang empunya cerita sebagai suatu
kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi dan percaya dengan tokoh
yang ada dalam cerita, yaitu Kiai Babadan dan Ki Gemblong. Sedangkan
dikatakan bukan lisan karena dalam Cerita Rakyat Perang Obor terdapat
sebuah pelaksanaan upacara tradisional sebagai tindak lanjut atas cerita yang
terjadi. Upacara Tradisional Perang Obor dilaksanakan sebagai ungkapan rasa
syukur warga Desa Tegalsambi kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
nikmat dan karunianya, sehingga warga Desa Tegalsambi selalu dalam
lindungan-Nya dan terhindar dari segala marabahaya.
3. Di dalam Cerita Rakyat dan pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor
muncul beberapa kepercayaan / mitos yang dipercaya oleh warga Desa
Tegalsambi, antara lain mitos auman macan bumi / siluman penunggu Desa
Tegalsambi, mitos terjadinya bencana apabila tidak melaksanakan upacara
perang obor, mitos minyak obat penyembuh luka bakar, dan lain-lain. Adanya
mitos tersebut sebagai dampak munculnya legenda Perang Obor antara Kiai
Babadan dan Ki Gemblong. Mitos-mitos tersebut merupakan kepercayaan
yang sudah melekat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor,
dan tidak warga yang berani melanggarnya. Berkaitan dengan adanya
beberapa mitos tersebut, mitos memiliki fungsi sebagai: a. menyadarkan
manusia tentang adanya kekuatan ghaib yang ada di dunia, b. memberikan
jaminan pada masa kini, c. memberikan pengetahuan tentang dunia.
4. Pada pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor terdapat beberapa sesaji
yang digunakan sebagai perlambang untuk menggambarkan hal-hal yang baik
dan hal-hal yang buruk, serta bermakna untuk meminta permohonan kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain sebagai lambang memohon kepada Tuhan,
sesaji juga digunakan sebagai sarana komunikasi kepada makhluk-makhluk
gaib yang bersemayam di Desa Tegalsambi agar pelaksanaan Upacara
Tradisional Perang Obor berjalan lancar tanpa ada suatu halangan apapun.
5. Nilai Guna dari adanya Cerita Rakyat Perang Obor mampu memberikan hal-
hal yang bermanfaat bagi masyarakat, antara lain sebagai sistem proyeksi,
alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
B. Saran
Cerita Rakyat Perang Obor merupakan salah satu dari sekian banyak
kebudayaan di Indonesia yang harus dilestarikan, karena kebudayaan merupakan
warisan leluhur yang harus dijaga. Cerita rakyat Perang Obor mengandung nilai
moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak. Begitu pula dengan
tradisi Upacara Tradisional Perang Obor yang merupakan warisan adat istiadat ini
seyogyanya dipertahankan dan dilestarikan agar tidak musnah.
Masyarakat Desa Tegalsambi sebagai pewaris Cerita Rakyat serta tradisi
Upacara Tradisional Perang Obor hendaknya merawat, menjaga, serta
melestarikan keberadaannya. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan menceritakan
kembali Cerita Rakyat Perang Obor kepada generasi berikutnya melalui cerita
sebelum tidur kepada anak-anak mereka, atau melalui pengetahuan di sekolah-
sekolah Desa Tegalsambi. Serta tetap melaksanakan upacara tradisional dengan
tradisi sesajinya sebagai wujud hubungan dengan para leluhur terdahulunya.
Jika kita melihat kenyataan dalam perkembangan zaman teknologi yang
berpangkal pada kehidupan modern, maka adat istiadat bangsa Indonesia ini akan
menghadapi tantangan berupa pergeseran nilai. Tidak mustahil pergeseran nilai
dapat mendangkalkan adat istiadat leluhur, terlebih pada generasi muda yang
masih belum kuat dan belum mampu mengantisipasi kedatangan budaya asing
yang serba modern, yang mendasarkan pada kemampuan teknologi dan
melupakan sumber nilai-nilai luhur yang mengakar pada adat istiadat kebudayaan
bangsa kita. Apabila pergeseran nilai dibiarkan berlarut-larut, maka tidak mustahil
tradisi Upacara Tradisional Perang Obor akan dilupakan dan bahkan tidak dikenal
oleh generasi muda dan akhirnya akan hilang sama sekali. Oleh karena itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
sangatlah bermanfaat apabila mengadakan penelitian/ pendokumentasian
mengenai cerita rakyat di suatu daerah yang mendukung khasanah budaya
nasional, serta untuk menunjang budaya nasional.