Download - Case- Tb Paru
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-
mediated hypersensitivity). Penyakit ini biasanya terletak di paru tetapi dapat juga
mengenai organ lain.1
Insidensi tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada
dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini
biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat
sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit
infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas)
tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup
lama.2
Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke
posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara
dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika
Selatan, Nigeria dan Indonesia. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima
negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus
adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000
kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian
per tahunnya.1
Menurut Survey Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 per
kabupaten/ Kota dapat dilihat menunjukkan bahwa dibandingkan tahun 2008,
pada tahun 2009 Terjadi penurunan CDR TB paru BTA+ diprovinsi Sumatera
Selatan dari 46,57% menjadi 44,62%, dan CDR TB paru BTA+ belum mencapai
target (70%). Hal ini disebabkan karena belum semua RS dan DPS melaksanakan
strategi DOTS. penjaringan suspek di sebagian kab/kota masih ketat, dan mutasi
petugas masih tinggi. Oleh sebab itu maka diperlukan pelatihan P2TB bagi tim
1
2
DOTS di rumah sakit, memperluas jejaring untuk menemukan dan mengobati os
TB dengan ekspansi ke rumah sakit dan lapas/ rutan serta meningkatkan
kemitraan dengan Lembaga Sosial Masyarakat.2 Baik di Indonesia maupun di
dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama, Di
Indonesia, angka morbiditas dan mortalitas tuberkulosis masih begitu tinggi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan menyajikan
masalah ini dalam bentuk sebuah laporan kasus TB Paru yang didapatkan melalui
hasil kunjungan rumah agar dapat menjadi bahan masukan kepada diri penulis dan
petugas kesehatan dalam memberantas penyakit Tuberkulosis paru.
1.2. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti
Kepanitraan Klinik bagian Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
B. Tujuan Khusus
Mahasiswa belajar menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran
keluarga dalam mengatasi masalah tidak hanya pada penyakit pasien,
tetapi juga faktor psikososial dari keluarga yang mempengaruhi
timbulnya penyakit serta peran serta keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan.
1.3. Manfaat Penulisan
A. Manfaat untuk Puskesmas
Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan
mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka
mengoptimalisasi peran puskesmas.
B. Manfaat untuk Mahasiswa
Sebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan
kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru tetapi
dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meningeal, ginjal,
tulang, kelenjar limfe.3
2.2. Epidemiologi
Sepertiga populasi di dunia terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis,
terdapat 30 juta kasus TB aktif di dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap
tahun dan 3 juta orang meninggal akibat TB setiap tahun. TB menyebabkan
kematian 6% dari seluruh kematian di dunia.2
Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007)
angka prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipe kasus TB dan Kasus
baru TB Paru BTA Positif dan kematian kasus TB dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 2.1. Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia tahun 1990 dan 2009
4
Sumber: Global Report TB, WHO, 2009 (data tahun 2007)2.3. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Mycobacterium tuberculosis, berbentuk
batang, dengan panjang bervariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3 – 0,6
mikron, bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik – manik
atau bersegmen. tidak membentuk spora dan basil yang bersifat parasit
intraselular, tahan terhadap asam (BTA), hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin, aerob, tetapi tidak tahan terhadap sinar ultraviolet.4
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga pada saat diberikan pewarnaan gram,
maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan oleh asam. Oleh karena itu, maka
mikobakteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Kuman batang tahan
asam ini merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini
berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.4
Mycobacterium tuberculosis juga bersifat aerob, berarti kuman ini lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, yaitu bagian apikal
paru-paru, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yaitu
dalam sitoplasma makrofag. Makrofag semula yang memfagositosis malah
kemudian ditempati karena banyak mengandung lipid.4
2.4. Faktor Resiko
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.2
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama
satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi
setiap tahun. Berarti sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita
TB. 2
5
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Maka diantara 100.000
penduduk rata-rata menjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang)
akan menjadi sakit TB (BTA positif) setiap tahun. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi Pasien TB daya tahan tubuh yang rendah,
diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi.5
Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan
lingkungan (environment).6
A. Agent
Agent (A) adalah penyebab yang esensial yang harus ada. Agent
memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent
yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman
Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi. Pathogenitas adalah
daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.
Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host
dan berkembangbiak di dalmnya. Berdasarkan sumber yang sama
infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah.
Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber
yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.
B. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup. Beberapa faktor
host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :
1. Usia
Berdasarkan hasil penelitian WHO, penyakit tuberkulosis paru paling
sering ditemukan pada usia produktif (15-50 tahun) (Suswati, 2007).
Sebagian besar dari kasus TB (98%) terjadi di Negara-negara yang
sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada usia produktif
yaitu 20-49 tahun (Ilmu Penyakit Dalam FK UI). Dewasa ini, dengan
terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia
6
menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih dari 55 tahun system
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk penyakit TB paru.5
2. Jenis Kelamin
Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Data dari India (2008) penemuan pasien laki-
laki 3x lebih banyak dari pasien perempuan TB. Di Indonesia, tahun
2007 ditemukan 94.614 os laki-laki dan 65.642 os TB perempuan dengan
BTA (+). Untuk pasien dengan BTA (-) jumlah yang ditemukan tahun
2007 di negara kita 56.758 pasien laki-laki dan 45.572 pasien perempuan
(Yoga, 2008). Sedangkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Surakarta
menyatakan bahwa proporsi kasus pada laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan tetapi tidak ada perbedaan yang
bermakna. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penyakit TB paru tidak
memilih jenis kelamin tertentu.5
3. Parut BCG (Bacillis Calmette Guerin)
Tidak ada parut BCG pada lengan penderita merupakan tanda bahwa
penderita belum atau tidak pernah mendapatkan vaksin BCG yang
merupakan pencegahan penyakit TB sehingga kemungkinan untuk
tertular TB paru lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat yang
pernah divaksinasi.6
Hasil penelitian dalam jurnal kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa
risiko orang yang tidak mendapat imunisasi BCG untuk terjadinya TB
paru sebesar 2.855 kali lebih besar dibandingkan orang yang mendapat
imunisasi BCG.6
4. Tingkat pendidikan
WHO (1999) menyatakan bahwa selain menyerang pada kelompok
usia produktif, tuberkulosis juga menyerang pada masyarakat
berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan ini
memungkinkan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat pengetahuan seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan
7
dengan tuberkulosis. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Jember
menyatakan bahwa tingkat pendidikan paling banyak pada penderita TB
adalah Sekolah Dasar (43%).4
5. Pekerjaan
Penelitian WHO menyatakan bahwa penyakit TB paru mudah
menyerang pada kelompok masyarakat dengan status sosial ekonomi
rendah. Kemungkinan berhubungan dengan status gizi, imun, hygiene
sanitasi dan kemampuan menjalani pengobatan dengan benar. Penelitian
yang dilakukan H.A Gani di Surakarta yang menyatakan bahwa
pekerjaan penderita tuberkulosis paru terbanyak adalah buruh tani.3
Penderita TB paru sebagian besar adalah kelompok usia produktif dan
sebagian besar sosial ekonomi lemah (Ditjen PPM & PLP, 1999).
Dengan makin memburuknya keadaan ekonomi Indonesia, kelompok
miskin bertambah banyak, daya beli menurun, dan dikhawatirkan
keadaan ini akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat khususnya
penderita TB paru. disamping program pemerintah untuk mengentaskan
kemiskinan, penderita TB paru juga perlu disembuhkan.3
6. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan
resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,
bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok
meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Prevalensi
merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi
pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%.
Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya
infeksi TB paru.5
7. Status Gizi
Penelitian Etjang (1991) bahwa penyakit tuberkulosis disebabkan oleh
adanya sumber penularan (penderita) dan adanya orang-orang yang
rentan dalam masyarakat. Kerentanan akan tuberkulosis ini terjadi karena
daya tahan tubuh yang rendah yang disebabkan oleh gizi yang buruk,
8
terlalu lelah, kedinginan, dan cara hidup yang tidak teratur. Gizi buruk
akan menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menjadi rendah sehingga
rentan terhadap penularan penyakit.6
Menurut David Ovedoff (1991), yang dapat mencegah terjadinya
peyakit TB adalah perbaikan gizi dan lingkungan rumah untuk
mengurangi insidensi dan prevalensi penyakit TB.6
8. Infeksi HIV
Sekitar 10% individu yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis
akan berkembang menjadi TB klinis seumur hidup mereka. Namun,
resiko yang lebih besar adalah pada individu yang imunosupresif,
khususnya bagi mereka yang terkena infeksi HIV. HIV akan merusak
limfosit dan monosit, yang keduanya merupakan sel pertahanan primer
untuk melawan infeksi TB.4
Gledovic, dkk menyampaikan beberapa masalah yang membuat TB
masih sulit dieradikasi, meliputi kurangnya perhatian pada tuberkulosis dari
berbagai pihak terkait, adanya resistensi terhadap obat TB, migrasi
penduduk dan daerah berprevalensi tinggi serta epidemi infeksi human
immunodeficiency virus (HIV).4
C. Environment (Lingkungan)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu).
1. Kepadatan penghuni dalam satu rumah
Seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang
anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Mengurangi kepadatan
penghuni dalam satu rumah merupakan salah satu tindakan yang dapat
menurunkan risiko penularan tuberkulosis paru yang berkaitan dengan
hygiene dan sanitasi lingkungan. Menurut APHA (American Public
Health Assosiation), salah satu syarat lingkungan rumah yang sehat yaitu
jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan
jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari
lima tahun minimal 4,5 m³, artinya dalam satu ruangan anak yang
berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume
9
ruangan 4,5 m³ (1,5 x 1 x3 m³) dan diatas lima tahun menggunakan
ruangan 9 m³ (3 x 1 x 3 m³). Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3
m²/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk
suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga
yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur
dengan anggota keluarga lainnya.5
2. Pencahayaan
Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.
Dengan begitu cahaya matahari perlu dapat masuk ke dalam ruangan.
Untuk mendapatkan cahaya matahari pagi secara optimal, sebaiknya
jendela kamar menghadap ke cahaya matahari terbit dan luas jendela
paling sedikit 10-20% dari luas lantai. Kebutuhan standar cahaya alam
yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan menurut
Depkes RI khusus untuk pencahayaan dalam rumah adalah 60-120 Lux.5
Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman mycobacterium
tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh
tinctura iodii selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2-
10 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Rumah yang
tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7
kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.3
3. Ventilasi
Ventilasi rumah merupakan sarana untuk menjaga agar udara ruangan
selalu segar dengan mengganti udara yang sudah terpakai dengan udara
baru dari luar. Luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
10% dari luas lantai ruangan dan tetap ditambah 5% dari ventilasi yang
dibuka dan ditutup (jendela). Menurut Sanropie, kelembaban udara agar
dipertahankan antara 40-60%.5
4. Jenis Lantai
10
Lantai rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB Paru.
Risiko untuk menderita TB Paru 3 - 4 kali lebih tinggi pada penduduk
yang tinggal pada rumah yang lantainya tidak memenuhi syarat
kesehatan. Lantai dari tanah perlu dilapisi dengan satu lapisan semen
yang kedap air. Rumah dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi
lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa viabilitas atau daya
tahan hidup kuman TBC dalam lingkungan. Pada akhirnya akan
meyebabkan potensi penularan TBC menjadi lebih besar.6
5. Jenis Dinding
Dinding rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB.
Risiko untuk menderita TB Paru 6 - 7 kali lebih tinggi pada penduduk
yang tinggal pada rumah yang dindingnya tidak memenuhi syarat
kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil survei kesehatan lingkungan Dinas
Kesehatan Kabupaten Gunung kidul tahun 2004 yang menyatakan bahwa
dinding rumah yang tidak memenuhi syarat 70,65%. Dinding rumah
sebaiknya kering agar ruangan tidak menjadi lembab.6
6. Kelembaban udara
Menurut Sanropie, kelembaban udara agar dapat dipertahankan antara
40-60% dengan temperature kamar 22o -30o C. kuman TB paru akan cepat
mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.5
Bakteri mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain, akan
tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena
air membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri dan merupakan hal
yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.
Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang
meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen
termasuk bakteri tuberculosis.3
2.5. Cara Penularan
11
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman tuberkulosis. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pasien ini
disebut BTA positif bila pada tiga kali pemeriksaan sputum dengan pewarnaan
asam, menghasilkan sedikitnya dua sediaan yang terlihat BTA nya.
Pada waktu batuk atau bersin, os menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Jumlah nuclei dapat mencapai 3000 buah
tiap kali batuk, dengan jumlah basil dapat mencapai 100.000 kuman/ml sputum.
Droplet yang besar segera jatuh ke tanah, basil yang ada dapat berpindah ke debu
rumah, tetapi secara umum tidak dianggap sebagai sumber penularan. Droplet
berukuran medium bila diinhalasi akan terjebak dalam saluran pernafasan atas,
dan akan dibersihkan tanpa menyebabkan infeksi. Droplet kecil dengan diameter
kurang dari 25 mikron, langsung menguap, meninggalkan intinya yang disebut
droplet nucleus yang berisi basil. Droplet nucleus yang berukuran 1-5 mikron ini
bila diinhalasi akan melewati atau menembus system mukosilier saluran nafas,
sehingga dapat mencapai dan bersarang dibronkiolus dan alveolus, dimana satu
organisme saja dapat menyebabkan infeksi. Umumnya penularan terjadi dalam
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.5
2.6. Gambaran Klinis Penderita Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis sering dijuluki “The Great Imitator” yaitu suatu penyakit
yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti demam dan lemah. Gejala-gejala pada tuberkulosis paru
datang perlahan selama beberapa minggu/bulan, khususnya pada gejala sistemik.2
A. Gejala Respiratorik, meliputi:
1. Batuk > 3 minggu / batuk darah
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk
mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan
12
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan lebih lanjut adalah
batuk darah (hemoptysis) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
2. Sesak nafas
Pada tahap awal belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru-paru. TB paru dengan efusi pleura yang massif atau
TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang mendasarinya.
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan
pleura yang kaya akan persarafan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura saat inspirasi/ekspirasi.
B. Gejala Sistemik
1. Demam
Biasanya subfebris dan menyerupai demam influenza, tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-410. Serangan demam pertama
dapat sembuh kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
ini, sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza.
2. Keringat di malam hari
Penderita TB paru berkeringat pada waktu malam hari tanpa disertai
aktivitas.
2.7. Patogenesis
A. Tuberkulosis Primer
Port de’entri kuman M.Tuberkulosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis
terjadi melalui udara, yaitu inhalasi droplet nuclei berukuran 1-5 mikron
yang mengandung basil-basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi saat orang tersebut batuk atau bersin. Penyakit dapat menyebar
13
melalui kelenjar getah bening atau pembuluh darah. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer, basil yang lebih besar tertahan
di saluran pernapasan atas atau jatuh ke tanah. Pada partikel yang berukuran
lebih besar, kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh
makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia
dengan sekretnya. Namun, pada partikel kecil, karena ukuran yang sangat
kecil menyebabkan mudahnya melewati atau menembus system mukosilier,
akhirnya basil tuberkel mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus.3
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di bagian
bawah lobus atas paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru makrofag, kemudian makrofag akan melakukan 3
fungsi penting:
1. Menghasilkan enzim proteolitik dan metabolit lain yang mempunyai efek
mikrobakterisidal
2. Menghasilkan mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap
M.tuberkulosis berupa IL-1, IL-6, TNF-α (Tumor Necrosis Faktor Alfa),
TGF-β (Transforming Growth Factor Beta)
3. Memproses dan mempresentasikan antigen mikobakteri pada limfosit T.
Sitokin yang dihasilkan makrofag mempunyai potensi untuk menekan
efek imunoregulator dan menyebabkan manifestasi klinis terhadap
tuberkulosis. IL-1 merupakan pirogen endogen menyebabkan demam. IL-6
akan meningkatkan produksi immunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi,
menyebabkan hiperglobulinemia yang banyak dijumpai pada pasien
tuberkulosis. TGF berfungsi sama dengan IFN untuk meningkatkan
metabolit nitrit oksida dan membunuh bakteri serta diperlukan untuk
pembentukan granuloma untuk mengatasi infeksi mikobakteri. Selain itu,
TNF dapat menyebabkan efek pathogenesis seperti demam dan nekrosis
jaringan yang merupakan ciri khas tuberkulosis. Sedangkan TGF menekan
proliferasi sel T dan menghambat fungsi efektor makrofag (Martin, 2008).
14
Karbohidrat dan komponen glikolipid pada dinding sel mikobakteri sama
fungsinya dengan protein yang disekresikan yaitu akan meningkatkan efek
imunosupresi makrofag pada pasien TB. Lipoarabinoman, suatu kompleks
heteropolisakarida yang terletak didalam membrane sel mikobakteri akan
menekan respon proliferasi terhadap M.tuberkulosis melalui rangsangan
terhadap makrofag oleh IFN dan akan mengambil radikal bebas oksigen
serta menghambat kerusakan oleh pathogen intraseluler. Dengan
menghindari aktivasi makrofag, lipoarabinoman yang berasal dari strain
M.tuberkulosis virulen berperan sebagai faktor virulen yang menyebabkan
organism terlepas dari mekanisme eliminasi sitokin.5
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau sarang (focus)
Ghon. Dimana alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan akan
mengalami gejala pneumonia akut. Semua proses ini berjalan 3-8 minggu.
Kompleks primer ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada
sisa yang tertinggal dan pada orang dengan system imun baik, bentuk
dormant akan akan tetap sepanjang hidup.5
B. Tuberkulosis Sekunder
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun sebagai infeksi endogen. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior
lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru.
Pada orang dengan system imun yang buruk, bakteri terus berkembang biak
sehingga tuberkel bertambah banyak. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10-20 hari.4
15
Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan
jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi
lembek membentuk seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Bila jaringan keju
dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding
tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast
dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Terjadinya
perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam
nukleat oleh enzim yang diproduksi makrofag, dan proses yang berlebihan
oleh sitokin dengan TNF-nya.2
2.8. Penegakan Diagnosis TB
A. Diagnosis TB paru1
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi -sewaktu (SPS).
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA) pada pemeriksaan dahak secara
mikroskopik. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya
2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif.
B. Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis, TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB.
16
Gambar 2.1. Alur Diagnosis TB paru
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2006)
1. Reaksi Hipersensitivitas
Uji ini menggunakan dasar hipersensitivitas untuk menilai pajanan
pathogen TB. Respon peradangan itu ditimbulkan oleh Tuberkuloprotein
yang berasal dari basil (Derivat protein tuberkulin yang telah dimurnikan
(PPD) disuntikkan ke dalam kulit individu yang limfositnya sensitive
akan mengadakan reaksi dengan ekstrak tersebut dan menarik makrofag
ke daerah tersebut), beberapa tes yang menggunakan dasar reaksi
hipersensitivitas.2
17
2. Tes Tuberkulin Intradermal (Tes Mantoux)
Teknik dasar Mantoux adalah dengan menyuntikkan Tuberkulin
(PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit T.U.(Intermediate
strength) tuberkulin secara intrakutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan berdiameter
6-10 mm, seperti gigitan nyamuk yakni merupakan reaksi antara antibodi
selular dan antigen tuberkulin yang juga dipengaruhi antibodi humoral.
Makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang
ditimbulkan.
3. Tes Anergi
Tes Anergi dapat dilakukan bila penderita TB suspect memberikan
hasil (-) atau hasil yang tidak seharusnya dalam tes Mantoux. Anergi
adalah tidak adanya respon hipersensitivitas tipe lambat terhadap pajanan
antigen dahulu, seperti tuberkulin. Anergi spesifik adalah tidak adanya
reaksi antigen seseorang; anergi nonspesifik secara keseluruhan adalah
ketidakmampuan untuk bereaksi terhadap berbagai antigen.
Penyebab Anergi dapat berasal dari infeksi HIV, sakit berat atau
demam, campak, dan pemberian obat kortikosteroid atau obat
immunosupresive. Tidak adanya standarisasi dari hasil data, membatasi
evaluasi keefektifan tes anergi. Karena alasan ini CDC (2000) tidak lagi
menyarankan tes anergi untuk penapisan rutin TB diantara penderita
AIDS.
4. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk diagnosis TB
adalah pemeriksaan sputum untuk menentukan BTA +/-. Kriteria sputum
BTA+ adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml
sputum. Sediaan yang telah difiksasi diwarnai dengan larutan pewarna
Ziehl Neelson. Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan pada
pemeriksaan mikroskopis yaitu berbentuk batang berwarna merah.
18
Kultur merupakan golden diagnostic untuk kasus TB, hanya saja
peralatan yang dibutuhkan sangat mahal jika dibandingkan dengan CXR,
dibutuhkan keterampilan tinggi dari praktisi yang melakukan, serta
dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendapatkan hasil (1-2
bulan).5
5. Gambaran foto Thoraks
Pemeriksaan foto thoraks standar untuk menilai kelainan pada paru
ialah foto thoraks PA dan Lateral.1
Crofton mengemukakan beberapa karakteristik radiologik pada TB paru:
Bayangan lesi terutama pada lapangan atas paru
Bayangan berawan atau berbercak
Terdapat kavitas tunggal atau banyak
Terdapat kalsifikasi
Lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru
Letak lesi pada orang dewasa biasanya pada segmen apikal dan
posterior lobus atas, segmen posterior lobus bawah, meskipun juga dapat
mengenai semua segmen.
2.9. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Os dalam Pedoman Penanggulangan
Tuberkulosis Nasional
A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru).
2. Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
19
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
1. Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Tabel 2.2. Klasifikasi TB berdasarkan aspek kesehatan masyarakat Klasifikasi 0 Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak (-), tes tuberkulin (-)
Klasifikasi I Terpajan, tapi tidak terbukti ada infeksi. Ada riwayat
kontak (+), tes tuberkulin (-)
Klasifikasi II Terinfeksi TBC, tapi tidak sakit. Tes tuberkulin (+),
radiologis dan sputum (-).
Klasifikasi III Terinfeksi TBC dan sakit
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Indonesia, 2006.
C. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe os yaitu:4
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
20
2. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus Kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
menyelesaikan pengobatan ulangan dibawah pengawasan.
2.10. Prinsip Dasar Tatalaksana Pasien Tuberkulosis
Penatalaksanaan TB meliputi penemuan os dan pengobatan yang dikelola
dengan menggunakan strategi DOTS.5
A. Penemuan Pasien TB
Kegiatan penemuan os terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe os. Penemuan os merupakan langkah
pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.
B. Strategi penemuan
1. Penemuan os TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif yang
dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan
secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat.
2. Pemeriksaan terhadap kontak os TB, terutama mereka yang BTA
positif, yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
21
C. Gejala klinis Pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan.6
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang “Suspek tuberkulosis” atau
tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
D. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Sewaktu
yaitu dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. Dahak pagi dikumpulkan di
rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan
diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. Dahak sewaktu berikutnya
dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2.11. Pengobatan
Tujuan Pengobatan6
1. untuk menyembuhkan os,
2. mencegah kematian
3. mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap OAT
4. memutuskan rantai penularan
22
Tabel 2.3. Jenis, Sifat dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Jenis OAT Sifat Sediaan DosisDosis yang
direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x semingguIsoniazid
(H)Bakterisid Tablet
100 mg, 300 mg
5(4-6)
10( 8-12)
Rifampicin (R)
Bakterisid Tablet/Kapsul150 mg, 300
mg10
(8-12)10
(8-12)
Pyrazinamide (Z)
Bakterisid Tablet 400 mg25
(20-30)35
(30-40)
Streptomisin (S)
BakterisidPowder dalam
vial1 g
15(12-18)
15(12-18)
Ethambutol (E)
Bakteriostatik Tablet100 mg, 400
mg15
(15-20)30
(20-35)
Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2006)
A. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
2. Untuk menjamin kepatuhan os menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
23
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
B. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia (WHO):
1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a. Pasien baru TB paru BTA (+)
b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks (+)
c. Pasien TB ekstra paru
2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
3. Kategori -3 ( 2H3R3Z3/ 2H3R3)
Panduan OAT ini diberikan kepada:
a. Pasien TB paru BTA (-)
b. Pasien TB ekstra paru
2.12. Komplikasi
A. Komplikasi dini: Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.
B. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafasSOFT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim beratSOPT/Fibrosis paru,
kor pulmonal,amilodosis, karsinoma paru.
24
2.13. Prognosis
Prognosis jangka panjang buruk. Akan tetapi, pengobatan untuk
tuberkulosis pada pasien tersebut biasanya memberikan perbaikan kesehatan
kepadanya untuk waktu yang lebih lama dan cukup bermanfaat. Selain itu,
pengobatan akan menghentikan penyebaran tuberkulosis kepada orang lain.5
Pasien yang tidak diobati setelah 5 tahun akan:
1. 50% Pasien meninggal
2. 25% sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3. 25% menjadi kasus kronik yang tetap menular
2.14. Pencegahan
a. Program-program kesehatan masyarakat serta penyuluhan dari UPK
sengaja dirancang untuk deteksi dini dan pengobatan kasus dan sumber
infeksi secara dini. Tujuannya untuk mendeteksi dini seseorang dengan
infeksi TB adalah untuk mengidentifikasi siapa saja yang harus
mendapat terapi pengobatan terutama bagi populasi yang berisiko
tinggi sekaligus untuk memutuskan rantai penyebaran TB.
b. Meningkatkan daya tahan tubuh
c. Memperbaiki standar hidup
d. Mendapatkan imunisasi BCG yang diberikan dibawah usia 2 bulan,
jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes mantoux
dahulu. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes tersebut negatif.
2.15. Dokter Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan
mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang
generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran
tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula
bahwa dokter keluarga adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari
keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut. Tanpa membedakan
25
ras, budaya, dan tingkatan sosial. Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk
menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memerhatikan
latar belakang budaya, sosioekonomi, dan psikologis pasien. Dokter ini
bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan
berkesinambungan bagi pasiennya7.
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh
yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, di mana
tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan
umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh organ tubuh atau jenis
penyakit tertentu saja7.
Adapun ciri – ciri profesi dokter keluarga sebagai berikut.8
a. Mengikuti pendidikan dokter sesuai standar nasional;
b. pekerjaannya berlandaskan etik profesi;
c. mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan;
d. pekerjaannya legal melalui perizinan;
e. anggota – anggotanya belajar sepanjang hayat;
f. anggota – anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi;
g. melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang, melainkan sebagai
anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya;
h. memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan
perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah
keseluruhan keluhan yang di sampaikan;
i. mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat seoptimal
mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati sedini
mungkin;
j. mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha
memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya; dan
k. menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.
Kompetensi sebagai dokter layanan primer sebatas yang diperoleh selama
pendidikan, terbatas pada kedokteran dasar (basic medical knowledge and skills)
26
artinya belum seluruh cakupan ilmu dan keterampilan dokter layanan primer
dikuasai dan dimahir. Gelar profesional yang dapat digunakan adalah “dokter”
sesuai dengan peringkat kompetensi, kewenangan, dan cakupan layanannya.
Dokter keluarga juga merupakan dokter yang melayani masyarakat sebagai
kontak pertama yang merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatan,
menilai kebutuhan kesehatan total os dan menyelenggarakan pelayanan
kedokteran perseorangan dalam satu atau beberapa cabang ilmu kedokteran serta
merujuk os ke tempat pelayanan lain yang tersedia sementara tetap menjaga
kesinambungan pelayanan, mengembangkan tanggung jawab untuk pelayanan
kesehatan menyeluruh dan berkesinambungan serta bertindak sebagai koordinator
pelayanan kesehatan, menerima tanggung jawab untuk perawatan total os
termasuk konsultasi sesuai dengan keadaan lingkungan os yakni keluarga serta
masyarakat.9
Dalam penyelenggaraan praktik dokter keluarga, biasanya dokter keluarga
memiliki Klinik Dokter Keluarga (KDK) yang merupaka klinik yang
menyelenggarkan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK). Sebuah klinik
dokter keluarga layaknya memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.
a. Mudah untuk dicapai dengan kendaraan umum atau berada di tempat yang
strategis;
b. memiliki bangunan yang memadai, dilengkapi dengan sarana komunikasi;
c. memiliki sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK;
d. mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis yang lulus dengan
pelatihan khusus pembantu KDK;
e. bentuk praktik mandiri atau berkelompok;
f. memiliki izin berorientasi wilayah;
g. penyelenggaraan berupa pelayanan bersifat paripurna, holistik, terpadu, dan
berkesinambungan;
h. melayanai semua jenis penyakit dan golongan umur; dan
i. mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik yang
bersangkutan.
27
A. Hak dan Kewajiban Dokter Keluarga
1. Hak Dokter Keluarga
Dokter keluarga memiliki hak atau wewenang dalam menjalankan
praktik kedokterannya. Adapun hak atau wewenang dokter keluarga sebagai
berikut.9
a. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard;
b. melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat;
c. melaksanakan tindakan pencegahan penyakit;
d. mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer;
e. mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal;
f. melakukan tindakan prabedah, bedah minor, rawat pascabedah di unit
pelayanan primer;
g. melakukan perawatan sementara;
h. menerbitkan surat keterangan medis;
i. memberikan masukan untuk keperluan os rawat inap; dan
j. memberikan perawatan di rumah untuk keadaan khusus.
2. Kewajiban Dokter Keluarga
Di samping hak atau wewenang yang dimiliki oleh dokter keluarga,
seorang dokter keluarga juga memiliki kewajiban yang harus
diselenggarakan dengan baik. Adapun kewajiban dokter keluarga sebagai
berikut.9
a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna, menyeluruh, dan
bermutu guna penampisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan;
b. mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat;
c. memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada os pada saat sehat
dan sakit;
d. memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya;
e. membina keluarga os untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi;
f. menangangi penyakit akut dan kronik
28
g. melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah
sakit;
h. tetap bertanggungjawab atas os yang dirujuk ke dokter spesialis atau di
rawat di rumah sakit;
i. memantau os yang telah dirujuk atau dikonsultasikan;
j. bertindak sebagai mitra, penasikat, dan konsultan bagi osnya;
k. mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan osnya;
l. menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard; dan
m. melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara
umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.
B. Jenis Pelayanan Dokter Keluarga
Pelayan kedokteran keluarga adalah pelayanan dengan pendekatan
menyeluruh (holistik), terpadu dan berkesinambungan. Batasan pelayanan
dokter keluarga (lebih menunjukkan kepada ciri pelayanan) adalah pelayanan
kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga
sebagai suatu unit, tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak
dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin os, juga tidak oleh organ tubuh
atau jenis penyakit tertentu saja.8
Adapun 9 prinsip pelayanan kesehatan oleh dokter keluarga, yaitu :
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif;
2. pelayanan yang kontinyu;
3. pelayanan yang mengutamakan pencegahan;
4. pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif;
5. penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya;
6. pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya;
7. pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum;
8. pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu; dan
9. pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan.
29
C. Kompetensi Dokter Keluarga
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari
lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi inilah yang perlu
dilatihkan melalui program pelatihan. Secara garis besar, kompetensi yang
harus dimiliki oleh dokter keluarga adalah sebagai berikut.9
1. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran
keluarga.
2. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan keterampilan klinik dalam
pelayanan kedokteran keluarga.
3. Menguasai keterampilan berkomunikasi.
4. Menyelenggarakan hubungan profesional dokter-pasien yang berguna untuk
sebagai berikut.
a. Secara efektif berkomunikasi dengan os dan semua anggota keluarga
dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga;
b. secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk bekerja sama
menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan
dan penyembuhan penyakit serta pengawasan dan pemantauan risiko
kesehatan keluarga; dan
c. dapat bekerja sama secara profesional secara harmonis dalam satu tim
pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.
5. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan klinis.
6. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spiritual.
a. Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan
memperhitungkan potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk
menyelesaikan masalahnya; dan
b. Menyelenggarakan pelayanan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai
dengan standard yang ditetapkan.
7. Memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pengelolaan pelayanan
kesehatan termasuk sistem pembiayaan (asuransi kesehatan atau Jaminan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat/JPKM).
30
Untuk semua memiliki kompetensi tersebut, dokter keluarga setidaknya
telah menjalani standard pendidikan dokter keluarga sebagai berikut.
a. Paket A : konsep kedokteran keluarga;
b. Paket B : manajemen klinik DK;
c. Paket C : keterampilan klinis; dan
d. Paket D : keluasan wawasan ilmu dan penerapannya.
D. Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga / Dokter Layanan Primer
Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat maupun di kala
sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga menyediakan
program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat, dan program
pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh sakit. Program ini
harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya. Hal
ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada pendekatan
Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4 kegiatan
(assessment – targeting – intervention – monitoring) yang membentuk satu
siklus pelayanan terpadu7.
1) Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)
Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan
melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi
kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari
mitranya.7
2) Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting)
Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada dokter
keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki mitranya,
sehingga dokter keluarga dapat menyusun program kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan spesifik setiap mitra.7
3) Intervensi proaktif (Intervention)
Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat,
menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak mengikuti
31
program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan kebutuhannya.
Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang sehat dapat tetap sehat,
yang saat ini menyandang faktor risiko dapat dikurangi kemungkinan jatuh
sakit berat di kemudian hari, dan yang saat ini menderita suatu penyakit
dapat segera pulih, dicegah terjadinya komplikasi, atau diupayakan agar
kecacatan seminimal mungkin. Bila diperlukan si mitra akan dirujuk ke
spesialis7
4) Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring)
Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan
dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga untuk
meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya (monitoring).7
Tabel 2.4. Monitoring
32
Upaya pemeliharaan yang sinambung ini dapat dilakukan berkat
penerapan teknologi informasi yang tepat sebagai alat kerja dokter
keluarga.7
2.16. Bentuk dan Fungsi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-sitri,
atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu dengan anak7. Bentuk
keluarga dibagi menjadi 9 macam menurut Goldenberg (1980) sebagai berikut8.
a) Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung.
b) Keluarga besar (extended family)
Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak kandung,
juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu,
bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun menurut garis
horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari pihak suami atau istri.
c) Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak tiri.
d) Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
e) Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah bercerai,
berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-
anak mereka tinggal bersama.
f) Keluarga hidup bersama (commune family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal bersama,
berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.
g) Keluarga serial (serial family)
33
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan mungkin
telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing
menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing,
semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
h) Keluarga gabungan (composite family)
Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya
atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup bersama.
i) Keluarga tinggal bersama (whabilation family)
Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.
Sedangkan Sussman (1970) membagi bentuk keluarga menjadi 2, yaitu
keluarga tradisional dan keluarga non tradisional. Bentuk keluarga yang dimiliki
seseorang dapat mempengaruhi keadaan kesehatannya, sebaliknya bentuk
keluarga juga dapat dipengaruhi oleh keadaan kesehatan anggota keluarganya8.
Fungsi keluarga harus dipahami oleh dokter keluarga untuk membantu
menegakkan diagnosis masalah kesehatan yang dihadapi oleh para anggota
keluarga dan juga dalam mengatasi masalah kesehatan setiap anggota keluarga
tersebut. Fungsi keluarga di Indonesia menurut PP No. 21 tahun 1994 sebagai
berikut9ungsi keagamaan :
a. Fungsi budaya
b. Fungsi cinta kasih
c. Fungsi melindungi
d. Fungsi reproduksi
e. Fungsi sosialisasi dan pendidikan
f. Fungsi ekonomi
g. Fungsi pembinaan lingkungan
Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan menurut BKKBN
(2011) sebagai berikut.
A. Keluarga pra sejahtera
34
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya secara
minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan
keluarga berencana.
B. Keluarga sejahtera tahap I
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal
tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya,
seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi
dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
C. Keluarga sejahtera tahap II
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan sosial-
psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan informasi.
D. Keluarga sejahtera tahap III
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan fisik,
sosial-psikologis, dan pengembangan, namun belum dapat memberikan
sumbangan secara teratur kepada masyarakat sekitarnya, misalnya dalam
bentuk sumbangan materil dan keuangan, serta secara aktif menjadi
pengurus lembaga di masyarakat yang ada.
E. Keluarga sejahtera tahap III plus
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya serta
memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi dalam meningkatkan
kesejahteraan keluarga disekitarnya.
Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR)
Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan APGAR keluarga.
APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur
sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rosen, Geyman, dan
Leyton. Lima fungsi pokok yang dinilai dalam tingkat kesehatan keluarga sebagai
berikut8.
a. Adaptasi (Adaptation)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
diperlukannya dan anggota keluarga lainnya.
b. Kemitraan (Partnership)
35
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi, turun
rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah
yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
c. Pertumbuhan (Growth)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan
setiap anggota keluarga.
d. Kasih sayang (Affection)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
e. Kebersamaan (Resolve)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.
Keluarga dan Kesehatan
Kesehatan dan penyakit selalu berhubungan dengan keempat hal berikut8.
a. Kepribadian
b. Gaya hidup
c. Lingkungan fisik
d. Hubungan antar manusia
Dalam hal ini, keluarga adalah tempat pembentukan individu,
sehingga keempat hal tersebut dimulai dalam keluarga. Menurut Freeman
(1970), arti dan kedudukan keluarga sebagai berikut8.
a. Merupakan unit terkecil dalam masyarakat.
b. Sebagai suatu kelompok yang berperan penting dalam masalah
kesehatan.
c. Masalah kesehatan keluarga paling terkait dengan berbagai masalah
keluarga lainnya.
d. Sebagai pusat pengambilan keputusan kesehatan yang terpenting.
e. Sebagai wadah paling efektif untuk berbagai upaya atau penyampaian
pesan-pesan kesehatan.
36
Arti dan kedudukan keluarga adalah sebagai tempat bertanya pertama
(reference group) dan mempunyai pengaruh yang amat besar dalam
berbagai tindakan kedokteran seperti diagnosis, pencegahan, pengobatan,
dan perawatan8.
Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan
A. Penyakit keturunan
1. Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor lingkungan
(fungsi-fungsi keluarga lainnya).
2. Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan keluarga).
3. Perlu marriage counseling dan screening
B. Perkembangan bayi dan anak
Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-fungsi yang sakit
akan mengganggu perkembangan fisik dan perilaku.
C. Penyebaran penyakit
1. Penyakit infeksi
2. Penyakit neurosis
D. Pola penyakit dan kematian
Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan dan
kematian.
E. Proses penyembuhan penyakit
Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga dengan fungsi
keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada keluarga dengan fungsi
keluarga sakit.
37
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama : Usman Sidin
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Nama KK : Usman Sidin
Nomor KK : 1671032509060011
Alamat : JL. Telaga Swidak Lrng.Rukun 4 , No.963 A
RT/RW 032/006 14 ULU. Plaju
Tanggal berobat : 10 Oktober 2013
Tanggal kunjungan : 12 Oktober 2013, 18 Oktober 2013 dan 25 0ktober
2013
3.2. Subjektif
Anamnesis dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2013
Keluhan utama : Batuk berdahak sejak ± 2 bulan yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk berdahak, jumlah dahak ± 1
sendok makan tiap kali batuk, dahak berwarna putih, darah tidak ada. Sesak nafas
38
disangkal. Demam terutama pada malam hari dan tidak terlalu tinggi. Menggigil
tidak ada. Keringat malam hari ada. Mual dan muntah tidak ada, nafsu makan
seperti biasa, BAK dan BAB seperti biasa.
± 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk berdahak dirasakan tidak
berkurang. Demam pada malam hari masih dirasakan. Menggigil tidak ada.
Keringat malam hari ada. Mual muntah tidak ada, nafsu makan seperti biasa, BAK
dan BAB seperti biasa. Terdapat benjolan pada bagian tubuh disangkal.
± 2 minggu yang lalu, pasien masih mengeluh batuk berdahak disertai lendir
bewarna merah. Sesak nafas disangkal. Demam terutama pada malam hari dan
tidak terlalu tinggi. Menggigil tidak ada. Keringat malam hari ada. Mual dan
muntah tidak ada, nafsu makan seperti biasa, BAK dan BAB seperti biasa. Pasien
tidak merasa kalau badannya semakin kurus. Kemudian pasien berobat ke Rumah
Sakit Khusus Paru dan dianjurkan untuk rontgen. Hasilnya menunjukkan TB Paru
dan disarankan untuk mengambil obat OAT di Puskesmas.
Pasien datang ke Puskesmas untuk pertama kalinya dan belum mendapatkan
OAT sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit TB disangkal
- Riwayat minum obat yang diminum selama 6 bulan disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit kuning disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat penyakit paru dalam keluarga disangkal
- Riwayat penyakit kuning disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok disangkal
39
Riwayat Nutrisi
Pasien biasa makan 3x sehari sebanyak ± 1 piring setiap kali makan. Ikan,
tahu, telur dan sayur merupakan lauk pauk yang paling sering dikonsumsi oleh
pasien dan keluarga. Pasien mengkonsumsi daging dan ayam kurang lebih setiap 1
minggu satu sampai dua kali.
Riwayat Sosioekonomi
Pasien merupakan kepala keluarga. Pasien merupakan pegawai swasta.
Istri pasien seorang ibu rumah tangga.
3.3. Objektif
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 87 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 24x/menit, thoracoabdominal, reguler
Suhu : 37,0° C
Gizi : cukup, BB = 55kg, TB=171 cm
Keadaan spesifik
1. Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis
(-), scar (-), keringat umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak
tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
2. KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah leher, axilla, leher, inguinal dan
submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.
3. Kepala
Bentuk oval, simetris, deformasi (-).
4. Mata
Anophthalmia (+), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-).
40
5. Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan
cuping hidung (-).
6. Telinga
Nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.
7. Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi
berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-), faring
tidak ada kelainan.
8. Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk (-).
9. Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan = kiri.
P : Stem fremitus kanan normal, stemfremitus kiri melemah
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler (+) menurun pada paru kiri, vesikuler (+) normal pada
paru kanan, ronkhi basah sedang pada apex paru kiri, wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tidak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan LS dextra, batas jantung
kiri LMC sinistra
A: HR = 87 x/menit, murmur (-), gallop (-)
10. Perut
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas ,nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : BU(+) normal
41
11. Genitalia
Tidak diperiksa
12. Extremitas atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-),
jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor
kembali cepat, clubbing finger (-).
13. Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema
pretibial (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, akral hangat, clubbing
finger (-), turgor kembali cepat.
3.4. Diagnosis Banding
a. TB Paru Kasus Baru
b. Pneumonia
c. PPOK
3.5. Diagnosis Kerja
Tuberkulosis Paru Kasus Baru
3.6. Planning
Medikamentosa
A. OAT Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)
dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama
4 bulan (4 H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru TBC Paru BTA Positif
- Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan
- Penderita TBC Ekstra Paru berat.
42
Tabel 3.1. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 1
Tabel 3.2. Paduan OAT kategori 1
B. Nonmedikamentosa
Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyakit yang
dideritanya merupakan penyakit yang menular sehingga pasien perlu
menjaga hubungan dengan keluarga serata masyarakat sekitar.
Memberikan penjelasan bahwa penyakit yang diderita bisa
disembuhkan dengan pengobatan yang lama (minum obat selama 6
bulan).
menjelaskan kepada pasien tentang efek samping dari obat OAT
seperti kencing bewarna kemerahan untuk menghindari ketakutan
pasien dalam mengkonsumsi obat OAT
43
Menjelaskan efek dari pasien yang lupa minum obat ataupun lupa
mengambil obat ke puskesmas terdekat.
C. Promotif dan Preventif
a. Agar Penderita tidak menularkan kepada orang lain ;
Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan
atau tissu.
Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah yang
kemudian dikubur ke dalam tanah.
Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari.
Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat udara
bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga kuman
tuberkulosis paru dapat mati.
Konsumsi makanan yang bergizi (4 sehat 5 sempurna)
Teratur dalam pengkonsumsian obat OAT sesuai dengan petunjuk
petugas dan rutin melakukan pengontrolan ke pusat pelayanan
kesehatan.
b. Keluarga dan masyarakat sekitar tidak tertular dari penderita
tuberkulosis paru ;
Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan-
makanan yang bergizi (4 sehat 5 sempurna)
Tidur dan istirahat yang cukup
Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung
alkohol.
Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke
ruang tidur dan ruangan lainnya.
Imunisasi BCG pada bayi.
Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.
Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
3.7. Implementasi
44
A. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia
B. Faktor yang Mendukung Prognosis
1. Penderita berkeinginan untuk minum obat
2. Dukungan keluarga untuk kesembuhan penderita
3.8. Pemantauan dan Evaluasi
Pada tanggal 12 Oktober 2013, dilakukan home visite pertama ke rumah
pasien di Jl. Telaga Swidak Lrng.Rukun 4 , No.963 A RT/RW 032/006 14 ULU.
Plaju pada pukul 16.00 WIB. Pada saat home visite pertama, dilakukan pendataan
identitas dari pasien beserta pengisian well check up anggota keluarganya (well
check up dapat dilihat pada lampiran).
A. Karakteristik Demografi Keluarga
Nama Kepala Keluarga: Usman Sidin
Alamat Lengkap : JL. Telaga Swidak Lrng.Rukun 4, No.963 A
RT/RW 032/006 14 ULU. Plaju
Bentuk Keluarga : Nuclear Family (Keluarga Inti)
Tabel 3.3. Daftar nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumahNo. Nama Kedudukan L/P Umur
(Tahun)
Pendidikan Pekerjaan Ket.
1. Usman Sidin Kepala Keluarga
L 36 th Tamat SMP Pegawai Swasta
TB Paru
2. Dewi Arita Istri P 36 th Tamat SMP IRT -3. Novi Safitri Anak L 17 th SMP Pelajar -4. Novri Safitri Anak P 11 th SMP Pelajar -5. M.Melki
SaputraAnak L 6 th - Pelajar -
6. Ayu W Anak P 2 th - Pelajar -
B. Identifikasi Fungsi Keluarga
1. Fungsi fisiologis (APGAR) dalam keluarga
Tabel 3.4. APGAR Score Tn. Usman Sidin terhadap keluarga
45
APGAR Score Tn. Usman Sidin terhadap keluargaSering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/ tidak
ASaya puas dengan keluarga saya karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya.
PSaya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi.
GSaya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki.
ASaya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga saya.
RSaya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan
Total 8
Tabel 3.5. APGAR Score Ny. Dewi Arita terhadap keluarga
APGAR Score Ny. Dewi Arita terhadap keluargaSering/selalu
Kadang-kadang
Jarang/ tidak
ASaya puas dengan keluarga saya karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya.
PSaya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi.
GSaya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki.
ASaya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga saya.
RSaya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan
Total 8
APGAR SCORE Keluarga Tn. Usman Sidin dinilai dari 2 anggota keluarga,
Anggota keluarga yang lain tidak dapat dilakukan penilaian APGAR score karena
2 anggota keluarga tidak ada ditempat dan 2 anggota keluarga yang lain tidak
dapat dinilai .
46
APGAR score keseluruhan = (8+8)
2=8
Kesimpulan : Keluarga dapat dinilai baik.
Fungsi fisiologis keluarga dapat dikatakan sehat. Walaupun waktu untuk
berkumpul dengan anggota keluarga lainnya masih kurang, akan tetapi
komunikasi tetap terjaga. Anggota keluarga lain juga siap untuk membantu
apabila salah satu dari anggota keluarga mengalami masalah.
2. Fungsi patologis (SCREEM) dalam keluarga
Tabel 3.6. SCREEM keluarga Tn. Usman Sidin
Sumber Patologis
Social
Membina hubungan yang baik dengan
tetangga sekitarnya. Keluarga Tn. Usman
Sidin aktif dalam kegiatan kemasyarakatan
seperti kerja bakti, dll.
-
Culture
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih
diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang
bersifat kondangan, sunatan, dan lain-lain.
-
Religious
Dalam keluarga ini pemahaman agama baik.
Keluarga ini melakukan shalat 5 waktu dan
sering mengikuti pengajian.
-
Economic
Status ekonomi keluarga ini tergolong
menengah. Kebutuhan primer dan sekunder
dapat tercukupi.
-
Educational
Latar belakang pendidikan tergolong rerata.
Namun, keluarga tidak berlangganan koran,
biasanya melihat berita dari acara TV
maupun radio.
-
Medical Bila ada anggota keluarga yang sakit, segera -
47
dibawa ke puskesmas. Keluarga
menggunakan Jamkesmas untuk pembiayaan
kesehatan.
Kesimpulan :
Keluarga Tn. Usman Sidin tidak memiliki fungsi patologis.
C. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran lingkungan rumah
Ukuran rumah keluarga Tn. Usman Sidin adalah 5 x 10 m2.
Lingkungan tempat tinggal merupakan suatu pemukiman padat dengan
jalan setapak di depan rumah dari aspal. Atap rumah terbuat dari seng,
dinding terbuat dari batu bata, dan lantai terbuat dari keramik. Ventilasi
rumah berukuran kurang dari 25% dari luas ruangan, pencahayaan yang
masuk ke dalam rumah dan tingkat kelembapannya cukup.
Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga
sekaligus ruang makan, 1 dapur dan 1 kamar mandi yang berada di dalam
rumah. Pencahayaan matahari dan ventilasi udara cukup, sehingga udara
dapat mengalir cukup dan cahaya matahari masuk cukup banyak. Sumber
air bersih adalah PDAM dan sumur.
2. Denah Rumah
WCDapur
5 m
4 m
3m
K. Tidur
R.Keluarga/R.Makan
Jln.Telaga Swidak
RSMP
Kuburan
Kuburan
Puskesmas
Dem
po
Ampera
SMP Daarul Aitam
48
Gambar 3.1. Skema gambar denah rumah keluarga Tn. Usman Sidin
Peta Petunjuk Rumah
Gambar 3.1. Skema gambar peta petunjuk rumah Tn. Usman Sidin
D. Rencana pembinaan keluarga
1. Edukasi terhadap pasien
a. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi dan
edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala,
dampak, faktor penyebab, cara pengobatan, prognosis, dan risiko
kekambuhan agar pasien tetap taat meminum obat dan segera
R.Tamu3 m K. Tidur
49
datang ke dokter bila timbul gejala serupa dikemudian hari. Selain
itu, harus dijelaskan pula bahwa pengobatan akan berlangsung
lama, adanya efek samping obat dan pengaturan dosis obat hanya
boleh diatur oleh dokter.
b. Memberikan psikoterapi suportif dengan memotivasi penderita
untuk terus minum obat secara teratur, serta memiliki semangat
untuk sembuh, sehingga pasien dapat kembali melakukan aktivitas
seperti biasa.
2. Terhadap keluarga
a. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien,
gejala, kemungkinan penyebab, dampak, faktor-faktor pemicu
kekambuhan, dan prognosis sehingga keluarga dapat memberikan
dukungan kepada penderita.
b. Meminta keluarga untuk mendukung penderita, mengajak penderita
berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial
penderita.
c. Meminta keluarga untuk selalu mengingatkan penderita untuk
kontrol rutin dan minum obat secara teratur.
d. Menginformasikan bahwa penyakit ini bersifat jangka panjang
sehingga dibutuhkan kesabaran dan perhatian keluarga.
e. Memberikan pengertian pada keluarga agar menjaga suasana
hubungan sosial dan keluarga dalam suasana yang harmonis dan
mengurangi timbulnya konflik dengan penderita yang memacu
terjadinya stres pada penderita.
f. Ajarkan pada keluarga agar tetap memperhatikan penderita dan
membuat penderita tetap merasa dihargai dengan cara tetap
melibatkan penderita dalam kegiatan sehari-hari sesuai dengan
kemampuan.
g. Membina hubungan kasih sayang dan keharmonisan dalam
keluarga, sering mengajak penderita berbincang dan bersenda
gurau.
50
E. Daftar Masalah dan Pembinaan Keluarga
1. Masalah organobiologik
Ditemukan faktor keturunan sama seperti penderita2. Masalah psikologik
Tidak ditemukan masalah psikologik pada penderita3. Masalah dalam keluarga
Tidak ditemukan masalah keluarga pada penderita
F. Saran dan masukan yang diberikan untuk pasien dan keluarga
1. Usahakan adanya pertukaran sirkulasi udara yang baik di dalam
rumah dengan cara membuka jedela dan juga dengan membuka pintu
rumah.
2. Usahakan matahari dapat masuk ke dalam rumah dan jangan
menjemur pakaian yang lembab di dalam rumah.
3. Menganjurkan untuk menjemur bantal dan kasur setiap pagi guna
membunuh kuman kuman yang menempel pada bantal dan kasur.
4. Makan yang teratur dan makan makanan yang bergizi 4 sehat 5
sempurna.
5. Periksakan anak dan keluarga segera jika mengalami gejala batuk
yang tidak sembuh sembuh > 3 minggu.
G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada home visite ke 3 pada tanggal 25 Oktober 2013.
Pada saat kunjungan, kondisi rumah terlihat lebih rapi dan pasien lebih
bersemangat. Menurut penderita, penderita mulai merasa lebih baik dan
berkeinginan minum obat dengan teratur. Penderita mengaku ingin cepat
sembuh.