BUDIDAYA DAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum)
DI BREBES, JAWA TENGAH
MAIZUL HUSNA TANJUNG
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Budidaya dan
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Bawang Merah (Allium
ascalonicum) di Brebes, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Maizul Husna Tanjung
NIM A34120070
ABSTRAK
MAIZUL HUSNA TANJUNG. Budidaya dan Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) di Brebes, Jawa
Tengah. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas penting yang banyak
dikonsumsi masyarakat di Indonesia. Produksi bawang merah yang berfluktuasi di
pengaruhi oleh teknik budidaya dan serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara budidaya dan pengendalian
OPT bawang merah oleh petani di Desa Pagejugan, Kedunguter, dan Kaliwlingi,
Brebes, Jawa Tengah. Penelitian dilaksanakan pada Februari sampai April 2016.
Pengamatan di masing-masing desa dilakukan pada 4 hamparan sebanyak 20
petak tanaman contoh diamati setiap minggu selama 1 bulan. Informasi mengenai
cara budidaya diperoleh melalui wawancara terhadap 20 petani pada setiap desa.
Data yang terkumpul diolah secara deskriptif. Petani umumnya menanam benih
tidak bersertifikasi, menanam dengan jarak tanam rapat, sangat tergantung pada
penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Petani menyemprot setiap dua hari sekali
selama masa tanam. Terdapat 16 bahan aktif insektisida dan 9 bahan aktif
fungisida yang digunakan oleh petani. Akan tetapi, serangan OPT tetap tinggi.
Intensitas serangan hama ulat bawang Spodoptera spp. di Desa Pagejugan, Desa
Kedunguter, dan Desa Kaliwlingi berturut-turut sebesar 37%, 35% dan 3%.
Penyakit mati pucuk Phytophthora ditemukan hanya pada lahan pengamatan di
Desa Pagejugan dengan intensitas infeksi mencapai 41%.
Kata kunci: bawang merah, budidaya, pengendalian, OPT.
ABSTRACT
MAIZUL HUSNA TANJUNG. Shallots (Allium ascalonicum) Cultivation and
Pests Management Practices in Brebes, Central Java. Supervised by HERMANU
TRIWIDODO.
Shallot is one of the important commodity that is widely consumed by
people in Indonesia. Fluctuation of shallot production is influenced by cultivation
techniques, pest and disease problems. The aims of the research were to determine
shallots cultivation techniques and pests control methodsapplied by farmers on
Pagejugan, Kedunguter, and Kaliwlingi Villages in Brebes, Central Java.These
researches wereconducted from February until April 2016. The observations every
week in one month at 20 samples plots of 4 cultivation areas in each village.
Information about cultivation practices were also collected by interviewing 20
farmers in each village. The collected data were processed descriptively. The
farmers usually planted non-certified seed with dense plant space,were heavily
depended on the usage of chemical fertilizers and pesticides. Farmers sprayed
every otherdays. There were 16 active ingredientsof insecticides and 9 active
ingredients of fungicides used by the farmers. However, the pests infestations
were still quite high. The Spodoptera spp. infested 37%, 35%, and 3% plantation
in Pagejugan, Kedunguter, and Kaliwlingi respectively. White tip disease of
Phytophthorasp.werefound on Pagejugan with 41% intensity.
Keywords: control, cultivation,pests, shallot.
©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
BUDIDAYA DAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum)
DI BREBES, JAWA TENGAH
MAIZUL HUSNA TANJUNG
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Budidaya dan Pengendalian Organisme Pengganggu
Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum) di Brebes, Jawa Tengah” dengan
baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepadaDr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc,
selaku dosen pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc,selaku
dosen penguji yang telah memberikan pengetahuan, arahan, saran serta motivasi
dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Mashadi, Ibu Muryati
beserta keluarga dan seluruh petani bawang merah di Kecamatan Brebes yang
telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Terima kasih kepada kedua
orang tua Bapak Junaidi Tanjung, Ibu Bagak Saraan, saudara kandung
Muhammad Irsyad, Yulia Mursyida, Nur Islami, Muhammad Abrar Arief serta
sanak keluarga yang telah banyak memberikan dukungan dan pengorbanan baik
secara moril maupun materil. Terima kasih kepada teman teman seperjuangan
angkatan 49 Departemen Proteksi Tanaman yang telah banyak memberikan
bantuan, dorongan serta motivasi. Semoga kebaikan dan perhatian yang telah
diberikan memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis juga
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
semua pembaca.
Bogor, Desember2016
Maizul Husna Tanjung
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 3 Waktu dan Tempat Penelitian 3 Metode Penelitian 3
Penentuan Lahan Pengamatan dan Petak Contoh 3 Pengamatan Hama 3 Pengamatan Penyakit 4 Wawancara Petani 4 Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Kondisi Umum Lokasi 5 Karakteristik Umum Petani 6 Cara Budidaya 7
Pemilihan Benih 7 Pengolahan Lahan 8 Penanaman 8 Pemupukan 9 Penyiraman 11
Pemeliharaan Tanaman 11 Pengendalian OPT 12 Panen 14 Pasca panen 14 Pendistribusian bawang merah 15
Permasalahan Hama dan Penyakit 15 Tindakan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman 18 Hubungan Luas lahan, Kehilangan Hasil, dan Pengeluaran untuk Pestisida 20
Hubungan Luas Lahan dengan Kehilangan Hasil 20 Hubungan Luas Lahan dengan Pengeluaran untuk Pestisida 20
Hubungan Kehilangan Hasil dengan Pengeluaran untuk Pestisida 20 SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 22
Saran 22 DAFTAR PUSTAKA 23 LAMPIRAN 27 RIWAYAT HIDUP 33
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakteristik petani bawang merah pada masing-masing desa 6 2 Asal benih bawang merah yang digunakan petani pada masing–masing desa
dalam penanaman benih bawang merah 7 3 Jarak tanam yang digunakan petani pada masing-masing desa dalam
penanaman benih bawang merah 9 4 Jenis dan dosis pupuk yang digunakan secara umum 10 5 Tingkat intensitas serangan ulat bawang Spodoptera spp. di tiga desa 16 6 Tindakan Pengendalian OPT dan alasan penggunaan pestisida kimia pada
tanaman bawang merah 19 7 Nama bahan aktif insektisida dan fungisida yang digunakan oleh petani 19 8 Hubungan luas lahan dengan kehilangan hasil 20 9 Hubungan luas lahan dengan pengeluaran untuk pestisida 20
10 Hubungan kehilangan hasil dengan pengeluaran untuk pestisida 21 11 Hubungan luas lahan, kehilangan hasil, dan pengeluaran untuk pestisida
menggunakan uji Spearman 21
1 Peta Kecamatan Brebes dengan tiga desa lokasi penelitian 5 2 Pemilihan benihbawang merah 7 3 Pengolahan lahan 8 4 Penanaman benih bawang merah 8 5 Pemupukan 10 6 Penyiraman 11 7 Pemeliharaan tanaman 11 8 Pengendalian hama ulat bawang menggunakan light trap 13 9 Pengendalian OPT 14
10 Penanganan pasca panen 14 11 Hama ulat bawang pada daun 15 12 Hama lain yang ditemukan yaitu pada light trap 16 13 Penyakit mati pucuk pada daun 17 14 Kejadian dan intensitas penyakit Phytophthora sp. 17 15 Konidia cendawan Alternaria sp. 18
1 Kuisioner penelitian 28
2 Deskripsi benih bawang merah varieatas bima 30
3 Skoring kerusakan oleh hama Spodoptera spp. pada daun 31
4 Hasil SPSS sebaran koefisien korelasi Spearman dengan variabel luas
lahan, kehilangan hasil, dan pengeluaran untuk pestisida 31
5 Daftar nama dagang, bahan aktif, dan penggunaan pestisida 32
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum)merupakan salah satu komoditas
pertanian yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai bumbu
masakan sehari-hari. Permintaan masyarakat terhadap bawang merah di Indonesia
dalam kurun waktu tahun 2007 hingga tahun 2010 mengalami peningkatan dari
901 102 ton menjadi 1 116 275 ton (KEMENTAN 2015), yang diikuti oleh
peningkatan produksi bawang merah dari 802 827 ton menjadi 1 046 325 ton
(BPS 2015). Peningkatan produksi bawang merah belum mampu mengimbangi
peningkatan permintaan masyarakat. Produksi bawang merah di Indonesia yang
diperoleh kurang lebih 80% dari Pulau Jawa, dan kurang lebih 50% terkonsentrasi
di Jawa Tengah. Kabupaten Brebes sebagai sentra produksi bawang merah di
Jawa Tengah (Rachmat et al. 2012). Rata-rata Produksi bawang merah di
Kabupaten Brebes mampu mencapai 12.14 ton per hektar diperoleh dari 12
kecamatan salah satunya dari Kecamatan Brebes dengan rata-rata produksi
mampu mencapai 11.69 ton per hektar (BPS Kabupaten Brebes 2016).
Peningkatan produksi bawang merah masih belum mampu memenuhi
permintaan masyarakat sehingga pemerintah mengambil kebijakan untuk impor.
Impor bawang merah pada tahun 2012, mencapai 122 190 ton dengan nilai 54.7
juta dollar AS. Impor bawang merah terbesar berasal dari negara Thailand,
kemudian Vietnam dan India (BPS 2016). Rendahnya produksi bawang merah
disebabkan oleh beberapa kendala, diantaranya cara budidayadan serangan OPT
(organisme pengganggu tanaman). Cara budidaya bawang merah meliputi
pemilihan lokasi, persiapan benih, penentuan waktu tanam, persiapan lahan,
penanaman, pemupukan, pengairan, pemeliharaan, pengendalianOPT, panen,
pasca panen, penyimpanan, dan pengemasan, serta pendistribusian (Iriani 2013).
Potensi kehilangan hasil oleh OPT pada stadia tanaman tua dan muda dapat
mencapai 20-100% tergantung pengelolaan budidaya bawang merah (Adiyogaet
al. 2004). Hama yang dapat menyerang tanaman bawang merah diantaranya
orong–orongGryllotalpa spp. (Orthoptera: Gryllotalpidae), ulat bawang
Spodoptera exigua (Lepidopera: Noctuidae), ulat grayak Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae),lalat pengorok daun Liriomyza chinensis (Diptera:
Agromyzidae), dan thrips Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae).Penyakit yang
dapat menyerang tanaman bawang merah diantaranya bercak ungu(Alternaria
porri), downy mildew (Peronospora destructor),bercak daun Cercospora
(Cercospora duddiae),antraknosa(Colletotrichum gloeosporiodes), layu Fusarium
(Fusarium oxysporum), dan nematoda (Dytylenchus dissaci) (Udiarto et al.
2005).Tindakan dalam cara budidaya bawang merah akan memengaruhi
keberhasilan dalam upaya pengendalian OPT sehingga perlu dilakukan penelitian
untuk memperoleh informasi mengenai cara budidaya dan pengendalian terhadap
OPT pada tanaman bawang merah khususnya oleh petani di Kecamatan Brebes
sebagai salah satu sentra penghasil bawang merah. Informasi tersebut sangat
penting untuk menentukan langkah pengelolaan tanaman dan pengendalian OPT
tanaman bawang merah.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara budidaya dan pengendalian
terhadap OPT bawang merah oleh petani di Kecamatan Brebes,Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenaicara
budidaya dan pengendalian OPTbawang merah oleh petani di Kecamatan Brebes,
Jawa Tengah.
3
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari sampai April 2016di Desa
Pagejugan, Desa Kedunguter, dan Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes, Jawa
Tengah. Identifikasi OPT dilakukan di Laboratorium Klinik Tanaman,
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian
Penentuan Lahan Pengamatan dan Petak Contoh
Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung pada
lahan petani di Desa Pagejugan, Kedunguter, dan Kaliwlingi, Kecamatan Brebes,
Jawa Tengah. Setiap desa dipilih 4 hamparan lahan tanaman bawang merah,
diamati setiap minggu sebanyak empat kali. Masing-masing hamparan lahan
diambil 5 petak contoh dan setiap petak contoh diambil 5 rumpun tanaman contoh.
Pengambilan petak contoh dilakukan secara acak. Bedengan pada lahan dijadikan
sebagai petak contoh (Daikhwa 2010).
Pengamatan Hama
Pengamatan hama dilakukan secara langsung pada setiap tanaman contoh
dengan mengidentifikasi jenis hama dan menghitung tingkat kerusakan tanaman
berdasarkan gejala serangan pada tiap tanaman contoh. Hama yang tidak dapat
diidentifikasi di lapangan dimasukkan kedalam wadah berisi alkohol 70% untuk
diidentifikasi di laboratorium. Intensitas serangan hama dihitung menggunakan
acuan rumus (Rivai 2006):
ni x vi
x x 100
IS= intensitas serangan (%)
ni= jumlah tanaman yang terserang dengan kategori tertentu
vi= nilai skala tiap kategori serangan
N= jumlah tanaman yang diamati
V= nilai skala serangan tertinggi
Nilai skala serangan (vi) ditentukan mengacu pada nilai skala dari
Febrianasariet al. 2014 yang telah dimodifikasisebagai berikut (Lampiran 3):
0: bila tidak ada gejala serangan
1: bila gejala serangan 1-20%
2: bila gejala serangan 21-40%
3: bila gejala serangan 41-60%
4: bila gejala serangan 61-80%
5: bila gejalaserangan 81-100%
4
Pengamatan Penyakit
Pengamatan penyakit dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
gejala yang terdapat pada tanaman contoh. Tanaman contoh yang menunjukkan
gejala kemudian diidentifikasi lebih lanjut di laboratoriumuntuk mengetahui
patogen penyebab penyakit tersebut. Kejadian penyakit dihitung berdasarkan
proporsi tanaman yang terinfeksi dalam satu pertanaman, tanpa memperhitungkan
berat atau ringannya serangan dengan acuan rumus:
P n
x 100
KP = kejadian penyakit
n= jumlah tanaman yang terinfeksi
N= jumlah tanaman yang diamati
Penentuan keparahan penyakitdidasarkan pada acuan rumus Townsend dan
Heuberger (1943):
P ni x vi
x x 100
IP = intensitas penyakit
ni= jumlah tanaman yang terinfeksi pada kategori ke-i
vi= nilai skala keparahan ke-i
N= total tanaman contoh
V= nilai skala keparahan tertinggi
Nilai skala keparahan (vi) ditentukan sebagai berikut :
0: bila tidak ada infeksi
1: bila bagian tanaman terinfeksi 1-20%
2: bila bagian tanaman terinfeksi21-40%
3: bila bagian tanaman terinfeksi41-60%
4: bila bagian tanaman terinfeksi61-80%
5: bila bagian tanaman terinfeksi81-100%
Wawancara Petani
Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai cara budidaya,
serangan OPT, serta pengendalian yang dilakukan masing-masing petani dalam
mengelola tanaman bawang merah. Jumlah petani responden masing-masing desa
adalah 20 orang. Wawancara dengan petani dilakukan dengan menggunakan
kuisioner. (Lampiran 1).
Analisis Data
Data disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik serta diolah dengan
menggunakan program Microsoft Office Excel. Perbedaan intensitas serangan
yang disebabkan oleh hama pada setiap desa diolah dengan uji Tukey pada taraf
nyata 5% menggunakan program SAS versi 9.1.3. Selain itu, untuk melihat
hubungan beberapa variabel dalam karakteristik, budidaya dan pengendalian OPT
dilakukan uji hubungan Spearman dengan menggunakan program SPSS 16.0 pada
taraf α 0.05.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi
Kecamatan Brebes merupakan wilayah potensial penanaman bawang merah,
karena terletak di dataran rendah, beriklim tropis dengan curah hujan 1.536
mmdan suhu udara rata-rata 25-32 ᵒC (BPS Kabupaten Brebes 2016). Kecamatan
Brebes terdiri atas 23 desa, tiga diantaranya adalah Desa Pagejugan, Desa
Kedunguter dan Desa Kaliwlingi dengan ketinggian tempat masing-masing desa
yaitu 4 m, 6 m, dan 5 m. Ketiga desa tersebut merupakan tiga wilayah terbesar
dalam pemanfaatan lahan sawah untuk budidaya bawang merah (Gambar 1). Desa
Pagejugan dengan luas lahan mencapai 20 ha, Desa Kedunguter 25 ha dan Desa
Kaliwlingi 50 ha (Laporan monografi desa Kecamatan Brebes).
Gambar 1 Peta Kecamatan Brebes dengan tiga desa lokasi penelitian:Desa
Pagejugan, Desa Kedunguter dan Desa Kaliwlingi.
http://waesalqorny.blogspot.co.id/2015/10/peta-indeks-kecamatan-brebes-kabupaten.html
6
Karakteristik Umum Petani
Pendidikan formal tertinggi petani responden di tiga desa Kecamatan Brebes
adalah lulusan SLTA sebanyak 11.6%, didominasi oleh petani di Desa Pagejugan
(20% petani) dan pendidikan formal terendah adalah tidak tamat SD sebanyak
31.6% di dominasi oleh petani di Desa Kedunguter (35% petani). Sebagian besar
petani responden berusia diatas 50 tahun dan memiliki pengalaman dalam bertani
diatas 15 tahun. Petani dengan usia diatas 50 tahun paling banyak di Desa
Pagejugan. Petani yang berusia 30-50 tahun mendominasi di Desa Kedunguter
sedangkan di Desa Kaliwlingi paling banyak berusia diatas 40 tahun. Petani
dengan kategori usia muda 20-30 tahun sangat rendah hanya 10% di Desa
Pagejugan dan Kedunguter, 5% di Desa Kaliwlingi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa minat generasi muda kurang di bidang pertanian. Petani responden di Desa
Pagejugan dan Desa Kaliwlingi sebagian besar adalah petani penggarap dengan
luas lahan garapanberkisar antara kurang dari 0.5 ha hingga 1 ha. Petani
responden di Desa Kedunguter sebagian besar adalah petani yang bertani pada
lahan sendiri dengan luas lahan di bawah 0.5 ha (Tabel 1).
Tabel 1 Karakteristik petani bawang merah pada masing-masing desa
Karakteristik petani Persentase petani (%)
Pagejugan Kedunguter Kaliwlingi
Tingkat pendidikan
Tidak tamat SD 30 35 30
SD 25 45 40
SMP 25 10 25
SLTA 20 10 5
S1 0 0 0
Usia
<20 th 0 0 0
21-30 th 10 10 5
31-40 th 15 30 25
41-50 th 20 35 40
>50 th 55 25 30
Pengalaman bertani
1-5 th 5 10 0
6-10 th 20 30 25
11-15 th 20 30 35
>15 th 55 30 40
Kepemilikan lahan
Lahan sendiri 20 50 25
Sewa 20 5 15
Penggarap 60 45 60
Luas lahan
<0.5 ha 35 60 90
0.5-1 ha 65 35 10
>1-5 ha 0 5 0
7
Cara Budidaya
Pemilihan Benih
Benih bawang merah yang ditanam petani di Kecamatan Brebes yaitu
varietas Bima yang merupakan varietas lokal Brebes. Benih bawang merah
berasal dari pembibitan sendiri atau membeli dari petani lain. Sebagian besar
petani di tiga desa lebih memilih melakukan pembibitan sendiri (Tabel 2).
Tabel 2 Asal benih bawang merah yang digunakan petani pada masing masing
desa dalam penanaman benih bawang merah
Asal benih Persentase petani (%)
Pagejugan Kedunguter Kaliwlingi
Pembibitan sendiri 80 55 60
Membeli dari petani lain 20 45 40
Pembibitan sendiri dilakukan dengan menyeleksi benih dari tanaman yang berasal
dari tanaman sehat, tidak cacat, dan tidak terserang hama dan penyakit.Benih hasil
seleksi kemudian dikeringkan atau disimpan. Pemilihan benih kembali dilakukan
sebelum penanaman dan dilakukan pemotongan bagian ujung bawang merah
untuk mempercepat pertumbuhan karena dapat merangsang tumbuhnya tunas dan
umbi samping/anakan sehingga umbi tumbuh merata (Gambar 2).
Gambar 2 Pemilihan benih bawang merah: (a) pemilihan benih sebelum tanam,
(b) pemotongan bagian ujung benih bawang merah.
Harga benih bawang merah yang tinggi menjadi alasan sebagian besar
petani lebih memilih melakukan pembibitan sendiri atau menyisakan bawang hasil
panen untuk dijadikan sebagai benih. Penggunaan benih bawang merah dengan
cara tersebut berpotensi menurunkan kualitas umbi dan kuantitas hasil panen
karena benih bawang merah yang sebaiknya ditanam adalah benih bermutu yang
varietasnya sudah terdaftar untuk peredaran dan diperbanyak melalui sertifikasi
benih, mempunyai mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik serta status kesehatan
yang sesuai dengan standar mutu atau persyaratan teknis minimal. Persyaratan
teknis minimal mempunyai parameter benih yang bermutu seperti benih yang
tumbuh pada tanaman sehat tidak terserang hamapenyakit, kadar air minimum,
kemurnian fisik maksimal (kebersihan umbi, keseragaman bentuk, ukuran dan
warna umbi), dan daya kecambah tinggi (Ditbenih Holtikultura 2015).
a b
8
Kebutuhan benih bawang merah dalam 1 hektar lahan mencapai 1-1.2 ton
tergantung ukuran umbi benih.Penggunaan umbi benih yang kecil akan
menghasilkan anakan daun yang sedikit sementara penggunaan umbi benih yang
besar akan tumbuh lebih baik dengan anakan daun yang lebih banyak. Biaya
produksi untuk benih berbanding lurus dengan ukuran benih dan kebutuhan umbi
benih per hektar (Azmiet al. 2011).
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan untuk menggemburkan tanah, memperbaiki
drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma
(Sumarni dan Hidayat 2005). Pengolahan lahan di tiga desa dilakukan dengan
sistem surjan yaitu pengolahan lahan dengan membuat bedengan atau guludan
dengan bentuk yang searah dan ukuran bedengan disesuaikan dengan luas lahan.
Bedengan umumnya berukuran 2 m x 16 m, parit dibuat dengan lebar 0.6 m dan
kedalaman parit 0.5 m. Pembuatan parit diantara bedengan bertujuan untuk
menampung air sehingga tanah mendapat kandungan air yang cukup (Gambar 3).
Gambar 3 Pengolahanlahan: (a) pembuatan bedengan dan pembuatan parit
diantara bedengan, (b) lahan siap tanam.
Penanaman
Penanaman benih bawang merah sering disebut „manja‟ (bahasa daerah
Brebes). Penanaman dilakukan dengan membenamkan 2/3 bagian umbi kedalam
tanah sedangkan 1/3 mata tunas menghadap ke atas (Gambar 4).
Gambar 4 Penananam benih bawang merah: (a) penanaman pada lubang tanam
(manja), (b) lahan yang sudah ditanam benih bawang merah.
b a
a b
9
Jarak tanam yang biasa digunakan untuk menanam bawang merah
diantaranya berukuran 15 cm x 15 cm, 15 cm x 7 cm, 10 cm x 10cm dan 7 cm x 7
cm (Tabel 3), Petani menanam dengan jarak tanam yang rapat bertujuan untuk
meminimalkan biaya produksi dan memperoleh hasil yang melimpah.
Tabel 3 Jarak tanam yang digunakan petani masing masing desa dalam
penanaman benih bawang merah
Jarak tanam (cm) Persentase petani (%)
Pagejugan Kedunguter Kaliwlingi
15x15 20 35 45
15x7 25 35 30
10x10 55 20 5
7 x7 0 10 20
Pengaturan jarak tanam dapat berpengaruh terhadap hasil panen umbi
bawang merah (Sumarni dan Hidayat 2005). Menurut Erythrina (2013) jarak
tanam yang dianjurkan dalam budidaya bawang merah yaitu 20 cm x 15 cm untuk
umbi benih sedang dan 20 cm x 20 cm untuk umbi benih besar.
Pola tanam bawang merah di tiga desa dibedakan menjadi pola tanam
monokultur (31% petani) dan polikultur (41% petani). Pola monokultur adalah
pola yang hanya menanam satu komoditas yaitu bawang merah, sedangkan pola
polikultur biasanya dilakukan dengan tumpang gilir. Sebanyak 28% petani juga
melakukan pola tanam monokultur dengan rotasi tanaman. Petani dengan pola
tanam polikultur tumpang gilir menanam bawang merah dengan tanaman jenis
lain seperti tanaman cabai dan terong dalam satu lahan, dan ditanam diwaktu yang
berbeda, biasanya ketika umur tanaman bawang merah memasuki dua minggu
atau mendekati panen. Tumpang gilir dilakukan petani untuk menekan biaya
modal tanam dan memperoleh hasil panen yang melimpah. Rotasi tanaman adalah
cara petani untuk tetap memperoleh keuntungan saat harga bawang merah turun,
dengan memilih menanam dengan komoditas lain seperti tanaman padi dan
palawija. Penanaman bawang merah dimulai dari Januari sampai dengan
Desember. Panen raya pada Mei hingga Juni dan Agustus hingga September.
Pemupukan
Jenis pupuk yang dianjurkan untuk tanaman bawang merah adalah pupuk
kandang dan pupuk kimia. Petani di tiga desa lebih menyukai penggunaan pupuk
kimia dibandingkan pupuk kandang karena dianggap lebih mudah dan efisien
(Gambar 5). Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus tanpa diimbangi oleh
pupuk kandang menyebabkan menurunnya tingkat kesuburan tanah, yang
berdampak pada defisiensi unsur hara mikro, menurunkan aktivitas
mikroorganisme tanah, pemadatan tanah, tanah kurang mampu menyimpan air,
dan pencemaran lingkungan (Bangun et al. 2000).
Pemupukan dengan mengombinasikan pupuk kandang dan pupuk kimia
sangat penting dalam budidaya bawang merah untuk hasil optimal dan
berkelanjutan. Aplikasi pupuk kandang yang dikombinasikan dengan pupuk kimia
dapat menghemat biaya pemupukan, meningkatkan hasil produksi dan mengatasi
10
pencemaran tanah.(Saraswati 2012). Berdasarkan hasil penelitian Latarang dan
Syakur (2006), pupuk kandang memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
jumlah daun, anakan, umbi, dan berat basah umbi bawang merah. Pemberian
pupuk kandang sebanyak 25 ton/ha memberikan hasil lebih baik dengan
produktivitas rata-rata 6.30 ton/ha atau dapat meningkatkan hasil 2.2 ton
dibanding dengan tanpa pemberian pupuk kandang.
.
Gambar 5 Pemupukan: pemupukan dengan pupuk kimia pada 30 HST.
Aplikasi pupuk setiap lahan berbeda baik dosis maupun frekuensi
aplikasinya sesuai dengan kebutuhan dan luas lahan petani. Pupuk yang umumnya
digunakan petani adalah SP 36, Urea, NPK, DAP, ZA, dan KCL, dengan masing-
masing dosis terdapat di Tabel 4. Beberapa petani menggunakan pupuk dengan
frekuensi aplikasi hingga 4 kali sementara aplikasi pupuk yang dianjurkan dalam
budidaya bawang merah sebanyak 3 kali selama masa tanam. Pemupukan pertama
dilakukan pada saat tanam atau sebelum tanam, pemupukan kedua, pada saat 15
hari setelah tanam dan pemupukan ketiga,pada saat 25-30 hari setelah tanam
(Tabel 4).
Tabel 4 Jenis dan dosis pupuk yang secara umum digunakan
Pemupukan Jenis pupuk Dosis pupuk (kg/ha)
Pemupukan I
(pada saat tanam/sebelum tanam)
SP 36 300
Urea 60
NPK 200
Pemupukan II
(15 hari setelah tanam)
Urea 60
Kamas 100-120
DAP 60-80
ZA
NPK
60-100
200
Pemupukan III
(25-30 hari setelah tanam)
KCL 120
DAP 120
ZA 120
11
Proses pemupukan dilakukan dengan mencampur pupuk yang satu dengan
jenis pupuk yang lain lalu menaburkan pupuk ke lahan secara merata. Salah satu
jenis pupuk anorganik yang banyak digunakan adalah pupuk NPK (NPK Mutiara,
NPK Kujang, NPK Holland, NPK Grower, NPK Phonska).
Penyiraman
Tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhan
sehingga perlu dilakukan penyiraman pada lahan bawang merah. Petani biasanya
melakukan penyiraman satu kali dalam sehari saat musim hujan, pagi atau sore
hari dan saat musim kemarau, petani melakukan penyiraman dua kali dalam sehari,
pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan secara manual dengan menyiramkan air
secara merata ke tanaman dengan menggunakan alat penyiraman yang disebut
gembor (Gambar 6).
Gambar 6 Penyiraman: (a) penyiraman yang dilakukan petani pada pagi hari,
(b) alatpenyiraman yang digunakan disebut gembor.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan petani bawang merah pada masing-
masing desa meliputi kegiatan penyiangan dan pembumbunan. Kegiatan
penyiangan merupakan pengendalian gulma secara mekanis dengan tidak
menggunakan bahan kimia (Gambar 7a), membersihkan areal pertanaman dari
gulma yang tumbuh agar tidak mengganggu tanaman (Gafur et al. 2013).
Penyiangan atau sering disebut dengan istilah „matun‟ (bahasa daerah Brebes) di
tiga desa dilakukan secara mekanis dan secara kimia menggunakan herbisida.
Gambar 7 Pemeliharaan tanaman: pengendalian gulma secara mekanis(matun) (a),
pembumbunantepi bedengan (malem) (b).
Tanah bedengan seringkali longsor pada musim hujan, sehingga perlu
dilakukan pembumbunan atau sering disebut dengan istilah „malem‟ (bahasa
daerah Brebes) bertujuan untuk memperbaiki bedengan dan meninggikan tanah
a
A
b
A
a
A
b
A
12
pada bedengan yang longsor dengan menempelkan tanah di tepi bedengan
(Gambar 7b). Pembumbunan dapat dilakukan dari umur tanaman 4 MST sampai 7
MST bertujuan untuk menjaga tanaman agar tidak mudah rebah dan menciptakan
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan umbi (Anisyah et al.2014).
Pengendalian OPT
Pengendalian OPT yang dilakukan oleh petani di masing masing desa
adalah secara mekanis dan secara kimia. Pengendalian OPT secara mekanis
dilakukan dengan pengambilan langsung bagian tanaman terserang dan
pemasangan perangkap. Pengambilan langsung bagian tanaman terserang atau
nguler (bahasa daerah Brebes) dilakukan dengan cara memetik bagian yang
menunjukkan tanda dan gejala serangan OPT, dan biasanya dilakukan rutin
dengan interval 2 hari sekali sejak tanaman berumur 7 HST. Menurut Moeksan et
al. (2012) bahwa memetik daun bawang merah yang ditempeli kelompok telur
ulat bawang dan daun-daun yang terserang ulat bawang sudah menjadi kebiasaan
petani di Brebes, Jawa Tengah. Kegiatan memetik daun yang terserang untuk
mengurangi populasi hama tersebut.
Daun yang terserang hama ulat atau penyakit tersebut diambil dan
dikumpulkan kemudian di buang ke pematang lahan yang jaraknya dekat dengan
lahan tanaman. Hal ini dikhawatirkan ulat dan patogen penyebab penyakit
berkembang biak sehingga populasi hama dan patogen semakin banyak, patogen
tular tanah semakin mudah menginfeksi dan kembali menyerang lahan tanaman.
Daun yang terserang hama dan penyakit sebaiknya dikumpulkan kemudian
dilakukan pembakaran dan kalau pun memilih untuk membuang, membuang di
tempat yang jauh dari lahan tanam.
Pemasangan lampu perangkap (light trap). Pengendaliaan hama utama ulat
bawangbawang merah dengan penggunaan light trap. Pengendalian dengan
penggunaan light trap hanya dilakukan petani di Desa Kaliwlingi. Sebagian besar
petani Desa Kaliwlingimemilih menggunakan light trap karena harga pestisida
untuk pengendalian ulat bawangtidak terjangkau oleh petani. Penggunaan light
trap menurut petani mampu mengurangi pengeluaran insektisida untuk ulat
bawang sebesar 50% dari pengeluaran tanpa menggunakan light trap.
Light trap dibuat langsung oleh petani dengan penggunaan lampu listrik,
digantungkan tegak pada tiang bambu dengan ketinggian kurang lebih 50cm
sebagai penyangga. Light trapdipasang dengan jarak 5-10 m di antara bedengan
tanaman, di bawah lampu terdapat wadah plastik bertujuan untuk menampung
hama yang terperangkap (Gambar 8). Wadah plastik berisi campuran bahan aktif
insektisida kurang lebih 1.5 liter dan air kurang lebih 1 liter yang berfungsi untuk
meracuni dan mematikan serangga yang terperangkap. Larutan insektisida dalam
wadah diganti setiap satu kali dalam seminggu, namun tidak dilakukan untuk
semua petani responden. Penggunaan larutan insektisida dalam jangka waktu
beberapa minggu dimungkinkan dapat menurunkan efektivitas racundalam bahan
aktif sehingga belum mampu menekan serangan hama ulat bawang pada
pertanaman bawang merah.
Light trapdinyalakan selama kurang lebih 12 jam yaitu mulai pukul 18.00
sampai pukul 06.00 WIB. Seranggatertarik karena ada cahaya lampu dan akan
jatuh ke dalam wadah yang sudah berisi insektisida, serangga yang terperangkap
13
dalam wadah plastik akan mati. Petani tetap menggunakan insektisida dalam
pengendalian walaupun sudah menggunakan perangkap.
Gambar 8 Pengendalian hama ulat bawang menggunakan light trap.
Data hasil surveidi lapangan, dalam penggunaan pestisida petani di tiga desa
tidak mengetahui tentang konsep lima tepat aplikasi pestisida, yaitu tepat jenis,
tepat cara, tepat dosis, tepat sasaran dan tepat waktu. Petani menggunakan aplikasi
campuran pestisida antara insektisida dengan fungisida, tidak memperhatikan
perlengkapan keselamatan dan arah angin bahkan beberapa petani merokok saat
aplikasi pestisida, tidak memperhatikan dosis atau konsentrasi formula pestisida
yang digunakan hanya menggunakan takaran tutup botol/wadah pestisida tidak
melakukan pembacaan label dan dosis dalam kemasan terlebih dahulu, tidak
sesuai dengan jenis OPT yang menyerang pertanaman bawang merah dan tidak
memperhatikan interval waktu penyemprotan bahkan sampai 25 kali
penyemprotan dalam 50 hari masa tanam atau bahkan 3-5 hari sebelum panen.
Latar belakang pendidikan petani merupakan salah satu faktor yang dapat
memengaruhi sikap dan tindakan pengendalian OPT, terutama dalam penggunaan
pestisida secara bijaksana. Rendahnya pengetahuan yang dimiliki petani membuat
sikap petani tidak memperhatikan aturan dalam penggunaan pestisida (Nuryana
2005). Sebagian besar petani dengan tingkat pendidikan SD dan tidak tamat SD.
Peningkatan pengetahuan petani mengenai penggunaan pestisida dalam
pengendalian OPT dapat diperoleh dari kegiatan penyuluhan pertanian atau
kegiatan pelatihan seperti pelatihan dalam sekolah lapang pengendalian hama
Terpadu (SLPHT). Pelatihan SLPHT merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam pengendalian OPT
secara bijaksana sesuai konsep PHT yang menggunakan pendekatan ekologi.
Berdasarkan hasil penelitian Harahap (2012), konsep PHT adalah konsep
pengendalian yang memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi,
penurunan biaya produksi, dan peningkatan pendapatan petani.
Pengendalian gulma dilakukan secara mekanis dengan cara mencabut gulma
secara langsung menggunakan tangan dan secara kimia menggunakan herbisida
(Gambar 9). Herbisida yang digunakan petani di tiga desa adalah herbisida dengan
nama dagang Goal 240 EC dengan bahan aktif oksifluorfen 240 g/l penggunaan
pra tumbuh untuk gulma berdaun besar, Rumpas 120 EW dengan bahan aktif
fenolsaprop-p-etil 120 g/l penggunaan saat gulma sudah tumbuh untuk berdaun
lebar, berdaun sempit dan Roundup 486 SL dengan bahan aktif isoproponil amina
glifosat 486 g/l pada lahan tanpa tanaman, penggunaan sistemik, untuk gulma
alang-alang (Ditsarpras 2014).
14
Gambar 9 Pengendalian OPT: (a) pengendalian hama dan penyakit dengan
pestisida, (b) pengendalian gulma denganherbisida.
Panen
Waktu panen bawang merah saat musim hujan pada umur tanaman 50 hari
karena petani khawatir cuaca yang kurang baik menyebabkan semakin besar
kehilangan hasil dan saat musim kemarau pada umur tanaman 60 hari. Tanaman
bawang merah siap dipanen ketika daun 60-70% sudah menguning dan rebah serta
sebagian besar umbi sudah muncul di atas permukaan tanah. Pemanenan
sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk
mencegah seragan penyakit busuk umbi di tempat penyimpanan (Sumarni dan
Hidayat 2005). Sebagian besar petani responden tidak ikut turun langsung dalam
proses pemanenan karena sebagian besar proses pemanenan dilakukan oleh
pedagang pengepul yang sudah membeli secara tunai hasil panen dari lahan petani
dengan sistem tebas. Lahan petani yang sudah siap panen dibeli oleh pedagang
pengepul dengan hargayang sudah ditetapkan melalui proses tawar menawar
antara petani dan pedagang pengepul.
Pasca panen
Penanganan pasca panen bawang merah diantaranya proses pengangkutan,
penjemuran, pemisahan umbi dari daun, dan penyimpanan. Proses pengangkutan
dilakukan setelah umbi bawang merah diikat dalam ikatan kecil (1-1.5 kg/ikat),
kemudian dijemur selama 5-7 hari sampai daun bawang merah mengering. Ketika
daun sudah mengering, umbi dipisahkan dari daunnya dan 3-4 ikatan kecil
bawang merah diikat kembali menjadi satu ikatan besar kemudian umbi dijemur
kembaliselama 3-4 hari. Apabila umbi sudah kering, umbi bawang merah
dipasarkan atau disimpan. Sebagian besar petani responden masih melakukan
penyimpanan secara tradisional dengan menggantungkan benih bawang merah di
atas tungku perapian atau diruangan berventilasi (Gambar 10).
Gambar 10 Penanganan pasca panen: (a) pengangkutan, (b) penjemuran,(c)
pemisahan umbi dari daun, (d)penyimpanan.
a A
d
A
c
A
b
A
a b
15
Pendistribusian bawang merah
Secara umum pola distribusi dan pemasaran bawang merah di Kecamatan
Brebessering disebut dengan sistem tebas yaitu petani menjual bawang merah ke
pedagang pengepul tingkat desa kemudian pedagang pengepul menjualkan
kembali ke pedagang pengepul tingkat kecamatan/kabupaten dan kemudian dijual
kembali ke pedagang besar/bandar. Pedagang besar/bandar yang akan
mendistribusikan ke pedagang berbagai pasar di luar daerah, pulau maupun
ekportir ke beberapa negara tetangga dan terakhir ke konsumen. Pola distribusi
pemasaran bawang merah yang panjang salah satu penyebab bagian harga yang
diperoleh petani menjadi kecil sementara bagian harga yang sampai kepada
konsumen/masyarakat menjadi besar atau biaya pemasaran menjadi tidak efisien
(Mayrowani dan Valeriana 2007).
Pola distribusi seperti ini dirasa sangat menguntungkan petani karena petani
tidak perlu mengeluarkan biaya panen dan biaya pasca panen. Ketika mendekati
panen pedagang pengepul membeli dengan harga tunai ke rumah petani langsung
atau membeli di ladang petani (tebasan) setelah melihat langsung bagaimana
kualitas umbi bawang merah. Penentuan harga petani dengan tawar menawar,
petani bebas menentukan menjual dengan harga penawaran yang tinggi. Biaya
panen dan pasca panen sepenuhnya di tanggung oleh pedagang pengepul.Harga
bawang merah yang menjadi sangat berfluktuasi terjadi ketika pedagang pengepul
menjual kepada pedagang besar/bandar. Penentuan harga masih didominasi oleh
pedagang besar sehingga ketika sampai kepada konsumen, selisih harga bawang
merah dari petani ke konsumen/masyarakat menjadi tinggi.
Permasalahan Hama dan Penyakit
Hama yang ditemukan di seluruh lahan pengamatan tanaman bawang merah
pada masing masing desa hanya ulat bawang Spodoptera spp. Hama ulat bawang
Spodotera spp menjadi salah satu OPT penting yang mengakibatkan petani tidak
memperoleh hasil produksi maksimal (Febrianasari et.al 2014). Larva Spodoptera
spp. memakan daging daun atau permukaan bagian dalam daun dan meninggalkan
epidermis daun (Gambar 11). Akibatnya timbul bercak-bercak putih transparan
pada daun, daun berlubang, terkulai, mengering dan pada serangan berat seluruh
daun habis dimakan (Moeksan et al. 2013).
Gambar 11 Hama ulat bawang pada daun: (a) gejala daun berlubang oleh ulat
bawang Spodoptera spp.,(b) larva ulat bawangSpodoptera spp.
a b 6 mm
16
Intensitas serangan Spodoptera spp. paling tinggi terjadi di Desa Pagejugan
kemudian diikuti di Desa Kedunguter dan Kaliwlingi. Intensitas serangan di Desa
Pagejugan dan Kedunguter terlihat berbeda nyata dengan di Desa Kaliwlingi.
Desa Kaliwlingi dengan intensitas serangan terendah dari Desa Pagejugan dan
Kedunguter hanya 3.1% (Tabel 5). Hasil ini menunjukkan bahwa pengendalian
hama ulat bawang di Desa Kaliwlingi menggunakan light trap dapat mengurangi
serangan ulat bawang.
Tabel 5 Tingkat intensitas serangan ulat bawangSpodoptera spp. pada lahan
pengamatan masing-masing desa
Desa Intensitas serangan (%) pada waktu pengamatan (HST
*)
21 28 35 49
Pagejugan 17.0 28.1a 30.7a 37.0a Kedunguter 2.0 16.8a 21.1ab 35.4a Kaliwlingi 0.0 0.0b 2.5b 3.1b
*HST = Hari Setelah Tanam. Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (α>0.05)
Hama lain yang ditemukan pada light trap adalah orong-orong Gryllotalpa
sp. (Orthophera : Gryllotalpidae). Imago orong-orong ditemukan pada setiap
wadah penampungan serangga yang terperangkap (Gambar 12). Menurut Udiarto
et al. (2005) orong-orong adalah salah satu hama yang juga menyerang bawang
merah pada tanaman muda antara umur 1-2 minggu setelah tanam. Gejala
serangan ditandai dengan layunya tanaman karena akar tanaman rusak.
Gambar 12 Hama lain yang ditemukan yaitu pada light trap:(a) imago orong-
orong, (b) imago orong-orong dalam Rentz 1991.
Penyakit yang ditemukan di lahan pengamatan tanaman bawang merah yaitu
penyakit mati pucuk yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora sp. Penyakit
mati pucuk menginfeksi daun dan menimbulkan gejala busuk basah pada
pemukaan ujung daun, jika udara lembap akan terbentuk masa cendawan seperti
beludru (Gambar 13). Masa cendawan semakin lama akan menyebar pada
permukaan daun, serangan berat terjadi pada lahan tanaman lembap dan akhirnya
tanaman akan mati dengan daun melilit seperti dipilin (Wibowo 2005).
b
A
a
A
17
Gambar 13 Penyakit mati pucuk pada daun: (a) gejala mati pucuk oleh
Phytophthorasp.,(b) bentuk mikroskopis cendawan Phytopthora sp.
dengan perbesaran 40x10, (c) bentuk mikroskopis cendawan
Phytopthora sp. dalam Watanabe 1994.
Hasil pengamatan kejadian dan intensitas penyakit Phytophthora sp.
menujukkan bahwa pada minggu pertama sampai minggu keempat pengamatan
mengalami peningkatan. Kejadian penyakit mencapai 83% dan intensitas penyakit
mencapai 40.8% (Gambar 14).
Gambar 14 Kejadian dan intensitas penyakit Phytophthorasp.
Serangan penyakit mati pucuk Phytophthora sp. muncul dikarenakan selama
pengamatan berlangsung musim hujan, siang sampai malam hari hujan turun
hingga suhu dingin dan kelembapan udara menjadi tinggi menyebabkan cendawan
penyakit mampu tumbuh berkembang. Cendawan Phytophthora sp. dapat
bertahan dalam tanah membentuk sporangium dan dapat membentuk spora
kembara (zoospora) yang mudah dipencarkan oleh air hujan dan air pengairan
yang mengalir di atas permukaan tanah (Semangun 2007). Berkembangnya
penyakit ini diduga berasal dari benih yang ditanam berasal dari tanaman bawang
merah sebelumnya. Desa Pagejugan dengan jumlah petani terbanyak yang
melakukan pembibitan sendiri. Berdasarkan SK Menteri Pertanianmengenai
deskripsi varietas (Lampiran 2) menyatakan bahwa benih bawang merah varietas
Bima Brebes merupakan benih yang peka terhadap penyakit mati pucuk
Phytophthorasp. sehingga benih yang digunakan diduga sudah terinfeksi
46
61
76
83
22 26,8
33,8
40,8
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
21 28 35 49
Has
il p
engam
atan
(%
)
Waktu pengamatan (HST)
a
A
b
A
c
A
Kejadian
Intensitas
18
Phytophthora sp. dan saat benih tersebut ditanam di lahan dengan lingkungan
tumbuh patogen yang sesuai,akan mendukung patogen untuk berkembang dan
menunjukkan gejala.
Tanaman contohyang diamati di Desa Kedunguter dan Kaliwlingi selama
pengamatan tidak menunjukkan tanda adanya gejala penyakit secara spesifik
hanya menunjukkan gejala kuning pada ujung daun. Hasil pengamatan
mikroskopis ditemukan cendawan Alternaria sp. dengan kondia yang mempunyai
sekat melintang dan membujur (Gambar 15), hanya saja gejala infeksi awal pada
daun belum terlihat di lahan pengamatan. Gejala infeksi akibat cendawan
Alternaria sp. ditunjukkan berupa adanya bercak berukuran kecil, melekuk ke
dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu), bercak akan
berkembang menyerupai cincin dengan bagian tengah yang berwarna ungu.Tepi
cincin berwarna kemerahan dikelilingi warna kuning yang dapat meluas ke bagian
atas maupun bawah bercak (Udiarto et al. 2005). Konidia cendawan diduga
disebarkan oleh angin atau air dan hanya menempel pada daun tetapi belum
menimbulkan infeksi hanya menyebabkan perubahan warna daun menjadi kuning.
Gambar 15 Konidia cendawan Alternaria sp.: (a) bentukmikroskopis pada
perbesaran40x10,(b) bentukmikroskopis dalam Barnett dan Hunter
1998.
Tindakan Pengendalian OPT
Pengendalian OPT di seluruh lahan pengamatan100% menggunakan
pestisida dan melakukan tindakan aplikasi campuran pestisida. Penggunaan
pestisida dalam pengendalian OPT diantaranya karena efektif, mudah didapatkan,
praktis dalam aplikasi, harga murah dan merupakan saran dari orang lain.
Persentase alasan terbesar petani responden dalam penggunaan pestisida adalah
praktis dalam aplikasi karena hanya dengan menyemprot menggunakan hand
sprayer yang sudah diisi dengan pestisida (Tabel 6).
Tindakan petani melakukan pencampuran pestisida disebabkan oleh
pertanaman bawang merah diserang berbagai jenis OPT secara bersamaan dan
bagi petani semakin banyak jenis pestisida yang digunakan maka akan semakin
efektif dalam pengendalian OPT. Frekuensi penggunaan pestisida oleh petani
lebih intensif pada saat musim hujan dibandingkan musim kemarau karena petani
beranggapan bahwa pestisida yang telah diaplikasikan pada tanaman tercuci oleh
air hujan sehingga aplikasi harus dilakukan lebih intensif agar tetap efektif dalam
mengendalikan OPT.
a
A
b
A
19
Tabel 6 Tindakan pengendalian OPT dan alasan penggunaan pestisida kimia pada
tanaman bawang merah
Indikator Persentase petani (%)
Pagejugan Kedunguter Pandansari
Tindakan dalam pengendalian OPT
Pestisida 100 100 100
Tindakan lain 0 0 0
Alasan penggunaan pestisida
Efektif 65 35 50
Mudah didapatkan 25 15 35
Praktis dalam aplikasi 75 85 80
Harga murah 20 0 30
Saran dari orang lain 15 15 15
Bahan aktif insektisida dan fungisida yang digunakan petani berturut-turut
sebanyak 16 bahan aktif insektisida dan 9 bahan aktif fungisida (Tabel 7).
Tabel 7 Nama bahan aktif insektisida dan fungisida yang digunakan oleh petani
Insektisida Fungisida
Klorpirifos Spinoteram Propineb
Siromazin Profenofos Azoksistrobin
Klorfenapir Metomil Mankozeb
Sipermetrin Betasiflutrin Metil tiofanat
Abamektin Klorantraniliprol Klorotalonil
Asefat Siantraniliprol Difenokonazol
Karbosulfan Flubendiamida Heksakonazol
Permetrin Propikonazol
Emamektin benzoat Iprodion
Sebagian besar penggunaan 16 bahan aktif insektisida untuk mengendalikan
hama ulat bawang. Bahan aktif insektisida yang sering digunakan diantaranya
klorfenapir, emamektin benzoat, abamektin, klorpirifos, dan siromazin.
Insektisida dengan bahan aktif klorpirifos, siromazin, abamektin, karbosulfan, dan
betasiflutrin terindikasi sudah tidak efektif untuk pengendalian ulat bawang
karena ulat bawang sudah resisten terhadap bahan aktif insektisida tersebut.
(Moeksan dan Basuki 2007). Penggunaan insektisida yang berulang dalam jangka
waktu lama dapat menimbulkan resistensi. Bahan aktif fungisida yang paling
banyak digunakan adalah mankozeb, klorotalonil, dan propineb. Fungisida yang
tergolong efektif dalam pengendalian penyakit bercak ungu Alternaria, layu
Fusarium, dan mati pucuk Phytophthora karena dalam pengamatan penyakit di
tiga desa ditemukan penyakit mati pucuk Phytophthora hanya di Desa Pagejugan.
20
Hubungan Luas lahan, Kehilangan Hasil, dan Pengeluaran untuk Pestisida
Hubungan Luas Lahan dengan Kehilangan Hasil
Budidaya bawang merah pada lahan dengan luas yang semakin besar jika
tidak dikelola dengan baik akan memengaruhi kehilangan hasil, karena OPT
mampu dengan mudah menyebar dari tanaman yang satu ke tanaman lain jika
lingkungan disekitarnya mendukung OPT tersebut untuk berkembang. Hasil
wawancara dengan petani responden pada tabel 8 menunjukkan bahwa luas lahan
tidak memengaruhi kehilangan hasil karena luas lahan <0.5 ha saja mampu
kehilangan hasil >80%. Sebagian besar petani pernah mengalami kehilangan hasil
dari 20% sampai dengan >80% pada luasan lahan <0.5 ha sebanyak 61.7% petani.
Tabel 8 Hubungan luas lahan dengan kehilangan hasil
Luas lahan Persentasi petani
dengan luas lahan (%)
Persentasi petani dengan kehilangan hasil (%)
20-40 40-60 60-80 >80
<0.5 ha 61.7 1.6 28.3 16.6 13.3
0.5-1 ha 36.7 0.0 11.6 20.0 6.6
>1-5 ha 1.7 0.0 0.0 0.0 1.6
Hubungan Luas Lahan dengan Pengeluaran untuk Pestisida
Kebutuhan akan pestisida semakin besar dengan semakin luas lahan dalam
budidaya bawang merah. Luas lahan akan memengaruhi pengeluaran untuk
pestisida. Hasil wawancara dengan petani responden pada tabel 9 menunjukkan
bawah luas lahan tidak memengaruhi pengeluaran untuk pestisida karena
pengeluaran untuk pestisida terus meningkat tanpa melihat luas lahan yang
dimiliki. Petani yang memiliki luas lahan <0.5 sampai 1 ha mengeluarkan biaya
untuk pestisida sampai 7.5 juta sampai 10 juta, sementara petani lain dengan
dengan luasan lahan yang sama bahkan pada luasan yang lebih besar >1 ha
sampai 5 ha hanya mengeluarkan biaya untuk pestisida sebesar 2.5 juta sampai 5
juta saja.
Tabel 9 Hubungan luas lahan dengan pengeluaran untuk pestisida
Luas lahan Persentasi petani dengan pengeluaran untuk pestisida (juta)
0-2.5 2.5-5 5-7.5 7.5-10
<0.5 ha 41.6 15.0 3.3 0.0
0.5-1 ha 15.0 16.7 1.7 5.0
>1-5 ha 0.0 1.7 0.0 0.0
Hubungan Kehilangan Hasil dengan Pengeluaran untuk Pestisida
Kehilangan hasil oleh OPTpada budidaya tanaman bawang merah akan
memengaruhi petani mengeluarkan biaya yang lebih untuk kebutuhan pestisida.
Hasil wawancara dengan petani responden pada tabel 10 menunjukkan bahwa
kehilangan hasil tidak mempengaruhi petani dalam penggunaan pestisida. Petani
cenderung tetap menggunakan pestisida pada lahan budidaya tanaman tanpa
melihat seberapa besar kehilangan hasil yang telah ditimbulkan oleh OPT. Biaya
yang dikeluarkan petani untuk pestisida dalam mengatasi kehilangan hasil 20%
sampai 80% sampai 10 juta sementara beberapa petani hanya mengeluarkan biaya
21
2.5 juta saja (Tabel 10).Petani responden sangat tergantung pada penggunaan
pestisida, biaya pestisida seharusnya dapat dimimalisir kalau kehilangan hasil
menjadi dasar pertimbangan petani dalam menggunakan pestisida.
Tabel 10 Hubungan kehilangan hasil dengan pengeluaran untuk pestisida
Kehilangan hasi (%) Persentase petani dengan pengeluaran untuk pestisida (juta)
0-2.5 2.5-5 5-7.5 7.5-10
20-40 1.6 0.0 0.0 0.0
40-60 20.0 16.7 1.7 1.7
60-80 18.3 11.0 1.7 3.3
>80 13.3 5.0 1.7 1.7
Hubungan antara luas lahan, kehilangan hasil dan pengeluaran untuk
pestisida pada masing-masing tabel tidak menunjukkan hubungan yang
berbanding lurus karena antara luas lahan, kehilangan dan pengeluaran untuk
pestisida tidak saling memengaruhi. Data pada masing-masing tabel tersebut
kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan uji Spearman dan hasil yang
didapatkan juga tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata. Nilai signifikan
yang didapatkan lebih besar dari α=0.05 (Tabel 11). Analisis hubungan luas lahan
dan kehilangan hasil (0.285>0.05), hubungan luas lahan dengan pengeluaran
untuk pestisida (0.196>0.05), dan hubungan kehilangan hasil dengan pengeluaran
untuk pestisida (0.592>0.05) (Lampiran 4).
Tabel 11 Hubungan luas lahan, kehilangan hasil dan pengeluaran untuk pestisida
menggunakan uji Spearman
Kategori hubungan Nilai siginifikansia
Luas lahan dan kehilangan hasil 0.285 Luas lahan dan pengeluaran untuk pestisida 0.196 Kehilangan hasil dan pengeluaran untuk pestisida 0.592
aHasil Uji Spearman pada taraf α 0.05
22
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Budidaya bawang merah oleh petani Kecamatan Brebes secara umum yaitu
penanaman menggunakan benih tidak bersertifikat dengan jarak tanam yang rapat,
pengolahan lahan dengan membuat bedengan, pemupukan dengan menggunakan
pupuk kimia, pemeliharaan tanaman dengan penyiangan dan pembumbunan, dan
pengendalian OPT menggunakan pestisida dan light trap. Petani sangat
tergantung terhadap penggunaan pestisida sehingga menimbulkan dampak
resistensi. Hama yang ditemukan di lahan pengamatan yaitu ulat bawang
Spodoptera spp. dengan intensitas serangan mencapai 37% di Desa Pagejugan,
35% di Desa Kedunguter dan 3% di Desa Kaliwlingi. Light trap yang digunakan
pada lahan pengamatan di Desa Kaliwlingi menunjukkan dapat mengurangi
serangan ulat bawang. Penyakit mati pucuk oleh Phytophthora sp. ditemukan
hanya pada lahan pengamatan di Desa Pagejugan dengan intensitas serangan
mencapai 41% diduga akibat penanaman dengan benih yang tidak bersertifikat.
Saran
Kegiatan penyuluhan budidaya dan pengendalian OPT perlu dilakukan di
Kecamatan Brebes khususnya untuk petani di tiga desa tersebut. Informasi
mengenai budidaya bawang merah yang baik dan pengendalian OPT yang sesuai
dengan konsep PHT sangat penting, diharapkan dapat memberikan pengetahuan
yang lebih baik sehingga petani dapat mengoptimalkan hasil budidaya bawang
merah di Kecamatan Brebes.
23
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga W, Laksanawati A, Soetiarso TA, Hidayat A. 2001. Persepsi petani
terhadap status dan prospek penggunaan SeMNPV pada usahatani bawang
merah.J Hort. 11(1):58-70. Anisyah F, Sipayung R, Hanum C. 2014. Pertumbuhan dan produksi bawang merah
dengan pemberian berbagai pupuk organik. J Online Agro. 2(2):482-496
Azmi C,Hidayat IM,Wiguna G, 2011. Pengaruh varietas dan ukuran umbi terhadap
produktivitas bawangmerah.J Hort. 21(3):206-213.
BangunE, Nur M,Silalahi FH, dan Ali J. 2000. Pengkajian Teknologi pemupukan
bawang merah di Sumatera Utara.Seminar Nasional Teknologi Spesifik
Lokasi Menuju Desentralisasi Pembangunan Pertanian; 2000 Maret 13-14;
Medan, Indonesia. Medan(ID):hlm. 338-342
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illusturad Genera of Imperfect Fungi.4th
ed.
Minnesota (US): APS Press.
[BPS Kabupaten Brebes] Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes. 2016.
Banyaknya curah hujan di Kabupaten Brebes tahun 2008-2014. [Internet].
[diunduh 2016 Agst 05]. Tersedia pada:
https://brebeskab.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/23
[BPS Kabupaten Brebes] Badan Pusat Statistika Kabupaten Brebes. 2016. Luas
panen, produksi dan rata-rata produksi bawang merah di Kabupaten Brebes
2012-2014. [Internet]. [diunduh 2016 Agst 05]. Tersedia pada: https://
brebeskab.bps.go.id/ linkTableDinamis/view/id/21
[BPS] Badan Pusat Statistik 2015. Produktivitas bawang merah2006-2011
[Internet]. [diunduh 2015 Mei 29]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/site/resultTab.
Daikhwa Y. 2010. Pengelolaan tanaman dan organisme pengganggu tanaman
(OPT) bawang merah (Alliumascalonicum Linn.) di Kecamatan Lembah
Gumanti,Kabupaten Solok, Sumatera Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2015. Pedoman teknis sertifikasi
benih tanaman hortikultura. Direktorat Jendral Holtikultura. Jakarta (ID) :
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
[Ditsarpras] Direktorat Sarana dan Prasarana. 2014. Pestisida Pertanian dan
Kehutanan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Erythrina, 2013.Pembenihan dan budidaya bawang merah.Seminar Nasional.
Inovasi Teknologi Pertanian: mendukung ketahanan pangan dan
swasembada beras berkelanjutan di Sulawesi Utara; [Waktu pertemuan
tidak diketahui]. Bogor, Indonesia. Bogor(ID): hlm. 74-84.
Febrianasari R, Tarno H, Afandhi A. 2014. Efektivitas klorantraniliprol dan
flubendiamid pada ulat bawang merah (Spodoptera exigua Hubner.)
(Lepidoptera:Noctuidae). J PHT. 2(4):103-109.
Gafur WA, Pembengo W, Zakaria F. 2013. Pertumbuhan dan hasil kacang tanah
(Arachis hypogeal L.) berdasarkan waktu penyiangan dan jarak tanam yang
berbeda [skripsi]. Gorontalo (ID): Fakultas Pertanian Universitas Negeri
Gorontalo.
24
Harahap KB. 2012. Dampak sebelum dan setelah penerapan sekolah lapang
pengendalian hama terpadu (SLPHT) terhadap biaya produksi, produksi,
dan pendapatan petani padi sawah di Kabupaten Serdang Bedagai [tesis].
Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Iriani E. 2013. Prospek pengembangan inovasi teknologi bawang merah di lahan
sub optimal (lahan pasir) dalam upaya peningkatan pendapatan
petani.JLitbang Prov Jateng.11(2):231-243.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2016. Impor komiditi pertanian subsektor
holtikultura tahun 2012. [Internet]. [diunduh 2016 Agst 06]. Tersedia pada:
https://aplikasi.pertanian.go.id/eksim2012/imporSubsek.asp
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2016. Konsumsi per kapita dalam rumah
tangga setahun menurut hasil Susenas. [Internet]. [diunduh 2016 Sept 05].
Tersedia pada: https://aplikasi2.pertanian.go.id/ konsumsi/tampil_susenas_
kom2_th.php
Latarang B, Syakur A. 2006. Pertumbuhan hasil bawang merah (Allium
ascalonicum L.) pada berbagai dosis pupuk kandang. J Agroland.
13(3):265-269.
Mayrowani H, Valeriana D. 2007. Perspektif pemasaran bawang merah di
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Seminar Nasional Peningkatan Daya
Saing Aribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani;2009 Oktober 14; Bogor,
Indonesia. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm
1-16.
Moeksan TK, Setiawati W, Hasan F, Runa R, Soemantri A. 2013. Penerapan
ambang pengendalian Spodotera exigua pada tanaman bawang merah
menggunakan feromonoid seks. J Hort. 23(1):80-90
Moeksan TK, Basuki RS, Prabaningrum L. 2012. Penerapan ambang
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan pada budidaya bawang
merah dalam upaya mengurangi penggunaan pestisida. JHort. 22(1):47-56.
Moeksan TK dan Basuki RS. 2007. Status Resistensi Spodoptera exigua Hubn.
pada tanaman bawang merah asal Kabupaten Cirebon, Brebes, dan Tegal
terhadap insektisida yang umum digunakan petani di daerah tersebut. J Hort.
17(4):343-354.
Nuryana E. 2005. Dampak penggunaan pestisida terhadap penurunan aktivitas
enzim asetilkolinesterase pada petani bawang merah [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Rachmat M, Sayaka B, Muslim C. 2012. Produksi, perdagangan, dan harga
bawang merah. [Internet]. [diunduh 2016 Agst 23]. Tersedia pada:
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2012_09.pdf
Rentz DCF. 1991. Orthoptera. Di dalam : Nauman ID, Carne PB, Lawrence JF,
Nielsen ES, Spraddbery JP, Taylor RW, Whitten MJ, Littlejohn MJ, editor.
The Insect of Australia : A Textbook for Students and Research Workers.
Volume 1. Victoria (AU) : Common wealth scientific and industrial
Research organisation. hlm 369-393.
RivaiF. 2006. Kehilangan Hasil Akibat Penyakit Tanaman. PADANG (ID):
Andalas Universiti Press.
Saraswati, Rasti. 2012. Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi Pemupukan dan
Keberlanjutan Sistem Produksi Pertanian. Bogor (ID) : Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian.
25
Semangun H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Holtikultura di Indonesia.
Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press Yogyakarta.
Sumarni N, Hidayat A. 2005. Budidaya Bawang merah. Panduan Teknis PTT
Bawang Merah No.3. Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA).
Townsend GR, Heuberger JV. 1943. Methods for estimating losses caused by
diseases in fungicide expreminent. Plant Disease Report.27(17): 340-343
Udiarto B, Setiawati W,Suryaningsih E. 2005. Pengenalan Hama dan Penyakit
pada Tanaman Bawang Merah dan Pengendaliannya. Panduan Teknis PTT
Bawang Merah No.2. Bandung (ID) : Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA).
Watanabe T. 1994. Pictorial Atlas of Soil and Fungi Morphologies of Cultured
Fungi and Key to Species. 2nd
ed. Boca Raton (USA). CRC Press.
Wibowo S. 2005. Budidaya Bawang Merah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
26
27
LAMPIRAN
28
Lampiran 1Kuisioner Penelitian
KUISIONER WAWANCARA PETANI
BUDIDAYA DAN PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN BAWANG MERAH DI BREBES, JAWA TENGAH
KABUPATEN : Brebes Pewawancara : Maizul Husna
KECAMATAN : Brebes Tgl. Wawancara :…………….....
DE A : ………………… Tempat : [ ] Di Lahan
[ ] Di Rumah
RT/RW : ………………… Waktu : ……………..W B
KARAKTERISTIK PETANI
1. Nama :
Umur : [ ] < 20 th [ ] 21-30 th [ ] 31-40 th [ ] 41-50 th [ ] > 50 th
2. Pendidikan :[ ] SD [ ] SMP [ ] SMA [ ] PT [ ] Tidak tamat SD
3. Pekerjaan :
[ ] Petani
[ ] Pedagang
[ ] Butuh bangunan
[ ] Pegawai Negeri
[ ] Pegawai Swasta
[ ] …………………………….
4. Jumlah tanggungan keluarga : [ ] < 2orang [ ] 3-5 orang [ ] 6-8 orang [ ] >8 orang
5. Status kepemilikan lahan
[ ] Lahan sendiri [ ] Penggarap
[ ] Sewa [ ] Lainya:……………………...
6. Luas lahan yang dikelola dan penghasilan per bulan :……………………........
BUDIDAYA
7. Varietas bawang yang digunakan...............................
8. Asal bibit
[ ] membibitkan sendiri
[ ] membeli dari perusahaan pembibitan
[ ] diberikan oleh dinas atau instansi pemerintah
[ ] membeli dari petani lain
[ ] membeli dari kios petani
[ ] lainnya …………………………
9. Umur tanaman bawang saat ini...........................
10. Jarak tanaman bawang merah
11. Apakah melakukan pengguludan ?
[ ] tidak
[ ] ya, lebar guludan .......... dan panjang guludan........
12. Pupuk kandang yang digunakan
a. kotoran sapi…………………………………. g
b.kotoran ayam ………………………………….kg
c. Pupuk kompos………………………………...kg
d. lainnya………………………………………. g
13. Apakah menggunakan pupuk kimia ?
[ ] tidak
[ ] ya, jenis pupuk kimia yang digunakan ..............
berapa dosis ........
14. Pemberian pupuk sintetik
29
Jenis pupuk Frekuensi/ tanam Waktu pemupukan Dosis/ha
Urea
TSP
NPK
Lainnya.......
15. Bagaimana pola tanam yang digunakan
[ ] Satu macam secara terus menerus (setiap musim)
Alasan……………………………………………..
[ ] Satu macam (rotasi tiap musim) (sebutkan tanaman)
Alasan………………………………………………
[ ] Tumpangsari (sebutkan tanamannya)
Alasan………………………………………………
16. Masalah yang sering dihadapi dalam usaha tani
[ ] Hama dan Penyakit
[ ] Modal
[ ] Air / Irigasi
[ ] Cuaca (Kabut)
[ ] Lainnya: ………………………………………………
17. Dari serangan hama atau penyakit tersebut, kira-kira berapa kehilangan hasil
panen:…..
[ ] < 20% [ ] 20-40% [ ] > 40-60% [ ] > 60-80% [ ] > 80% [ ]lainnya
PENGENDALIAN OPT
18. Bagaimana cara pengendalian hama dan penyakit :
[ ] secara mekanis, dengan ......................
[ ] secara fisik, dengan ............................
[ ] secara hayati, dengan ..........................
[ ] secara kimia
a. Jenis pestisida ...................................
b. dosis ................./ha
c. waktu aplikasi ..................................
d. frekuensi aplikasi .............................
19. Mengapa menggunakan pestisida untuk pengendalian
[ ] Efektif terhadap serangan hama dan penyakit
[ ] Mudah didapatkan
[ ] Praktis dalam aplikasi
[ ] Harga murah
[ ] Saran dari orang lain
[ ] Lainnya………………………….
20. Pestisida apa saja yang digunakan……….
a. e.
b. f.
c. g.
d. h.
21. Apakah bapak mengendalikan gulma?
[ ] ya [ ] tidak
22. Bagaimana cara mengendalikan gulma
[ ] Menggunakan plastik mulsa
[ ] Mencabut dengan tangan
[ ] Menggunakan herbisida
[ ] lainya…………………..
23. ejak kapan menggunakan mulsa plastik…………………………..
30
SIKAP PETANI
24. Pernah mengikuti SLPHT atau Pelatihan lain [ ] Ya [ ] Tidak
( ebutkan:…………………………………berapa lama…………….)
25. Jika menggunakan pestisida kapan diputuskan untuk melakukan penyemprotan
[ ] saat menyemprot telah tiba
[ ] serangan hama/penyakit tingkat membahayakan
[ ] adanya gejala pada tanaman
[ ] saat cuaca kurang baik
[ ] lainnya…………………………………
26. Apa yang dilakukan jika hama dan penyakit tidak dapat dikendalikan
[ ] dibiarkan saja
[ ] penyemprotan lagi dengan konsentrasi sama
[ ] meningktkan konsentrasi
[ ] mengganti dengan pestisida baru
ANALISIS USAHA TANI 27. Di atas telah disebutkan bahwa luas lahan bawang merah …….. ha.
Berdasarkan luas lahan tersebut itu mohon dijelaskan biaya yang dikeluarkan
untuk perawatan selama 1 musim tanam.
Rincian Biaya (Rp)
Pupuk Urea
Pupuk TSP
Pupuk KCL
Pupuk Kandang
Pupuk lainnya...............
Insektisida
Herbisida
Fungisida
Benih
Upah
Pengolah tanah
Penanaman
Pemupukan
Penyiangan lahan
Penyemprotan insektisida
Penyemprotan herbisida
Penyemprotan fungisida
Sewa lahan
Mulsa plastik
Lainnya..............
28. Berapa banayak hasil panen bawang merah (kg)?............................................
Lampiran 2 Deskripsi benih bawang merah varietas bima
Nama varietas : Bima Brebes
Deskripsi varietas : SK Menteri Pertanian No. 594/Kpts/TP290/1984
Varietas ini berasal dari daerah lokal Brebes.Umur tanaman 60 hari setelah
tanam.Tanaman berbunga pada umur 50 hari.Tinggi tanaman 25-44 cm. Tanaman agak
sukar berbunga.Banyaknya anakan 7-12 umbi per rumpun.Bentuk daun berbentuk silinder
berlubang.Warna daun hijau, jumlah daun berkisar 14-50 helai.Bentuk bunga seperti
payung.Warna bunga berwarna putih.Banyak buah per tangkai 60-100 (83).Banyaknya
31
bunga per tangkai 120-160 (143).Banyaknya tangkai bunga per rumpun 2-4.Bentuk biji
bulat, gepeng dan berkeriput.Warna biji hitam.Bentuk umbi lonjong bercincin kecil pada
leher cakram.Warna umbi merah muda.Produksi umbi 9.9 ton/ha.Susut bobot umbi
(basah-kering) 21.5%.Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis alli).Peka
terhadap penyakit busuk ujung daun (Phytophthora porri).Baik untuk dataran rendah.Para
penelitinya adalah Hendro Sunarjono, Prasodjo, Darliah dan Nasrun Harizon Arbain.
Lampiran 3 Skoring kerusakan oleh hama ulat bawang Spodotera sp. pada daun
Skor 0
Skor 1
Skor 2
Skor 3
Skor 4
Skor 5
Lampiran 4 HasilSPSS sebaran koefisien korelasi Spearman dengan variabel luas
lahan, kehilangan hasil dan pengeluaran untuk pestisida.
Luas lahan Kehilangan
hasil
Pengeluaran
Luas lahan Koefisien
korelasi
1.000 .140 .169
Sig. (2-tailed) .285*
.196*
N 60 60 60
Kehilangan
hasil
Koefisien
korelasi
.140 1.000 .071
Sig. (2-tailed) .285*
.592*
N 60 60 60
Pengeluaran
terhadap
pestisida
Koefisien
korelasi
.169 .071 1.000
Sig. (2-tailed) .196*
.592*
N 60 60 60 *Korelasi signifikasi pada p<0.05
32
Lampiran 5 Daftar nama dagang, bahan aktif, dan penggunaan pestisida
Nama dagang Bahan aktif Penggunaan
Insektisida
Boxer 200 EC Klorpirifos 200 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Trigard 75 WP Siromazin 75% Racun kontak, penggerek daun Liriomyza sp.
Arjuna 200 EC Klorfenapir 200 g/l Racun kontak, lambung S. litura
Bestfast 250 EC Klorfenapir 250 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Rizotin 40 WP Sipermetrin 40% Racun kontak, lambung S. litura
Tumagon 100 EC Klorfenapir 100 g/l Racun kontak, pernafasanS. Exigua
Abacyper 30 EC Abamektin 30 g Racun kontak, lambung S. exigua
Dursban 200 EC Klorpirifos 200 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Manthene 75 SP Asefat 75 % Sistemik S. exigua
Marshal 200 EC Karbosulfan 200 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Krakatau 100 EC Sipermetrin 100 g/l Racun kontak, lambung S. litura
Guntur 75 WP Siromazin 75% Racun kontak, lambung S. exigua
Axon 100 EC Permetrin 100 g/l Racun kontak, lambung S. litura
Denim Fit 50 WG Emamektin benzoat 50% Racun kontak, lambung S. exigua
Bakti 10 ME Emamektin benzoat 10 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Endur 120 EC Spinoteram 120 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Curacron 500 EC Profenofos 500 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Metindo 25 WP Metomil 25% Racun kontak, lambung S. exigua
Demolish 18 EC Abamektin 18 g/l Racun kontak, lambung Liriomyza sp.
Buldok 25 EC Betasiflutrin 25 g/l Racun kontak, lambung S. litura
Abenz 22 EC Emamektin benzoat 22 g/l Racun kontak, lambung H. armigera (tomat)
Tripas 250 EC Klorfenapir 250 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Detacron 500 EC Profenofos 500 g/l Racun kontak, lambung P.xylostella, C.pavonana
Prevathon 50 SC Klorantraniliprol 50 g/l Sistemik, racun kontak, lambung S. exigua
Preza 100 OD Siantraniliprol 100 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Anta 50 EC Emamektin benzoat 50% Racun kontak, lambung S. exigua
Ludo 310 EC Klorfenapir 310 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Amezo 18 EC Abamektin 18 g/l Thrips
Takumi 20 WG Flubendiamida 20% Racun kontak, lambung S. exigua
Abacel 18 EC Abamektin 18 g/l Racun kontak, lambung S. exigua
Fungisida
Antrakol 70 WP Propineb 70% Penyakit Bercak Ungu A. Allii
Amistar 250 EC Azoksistrobin 250 g/l Penyakit Bercak Ungu A. Porri
Dithane 430 SC Mankozeb 430 g/l Penyakit Bercak Ungu A. Porri
Dense 70 WP Metil tiofanat 70% Penyakit Bercak Ungu A. Porri
Supermil 75WP Klorotalonil 75% Phytophthora infestans
Daconil 500 SC Klorotalonil 500 g/l Penyakit Bercak Ungu A. Porri
Tamicore250EC Difenokonazol 250 g/l Penyakit Bercak Ungu A. Porri
Tridex 80 WP Mankozeb 80% Penyakit layu Fusarium
Amcozeb 80 WP Mankozeb 80% Penyakit Bercak Ungu A. Porri
Arytop 300 SC Difenokonazol 300 g/l Penyakit Bercak Ungu A. Porri
Anvil 50 SC Heksakonazol 50 g/l Penyakit Bercak Ungu A. Porri
Bion 48 WP Mankozeb 48% Phytophthora infestans
Golex 250 EC Propikonazol 250 g/l Cercospora capsici
Herbisida
Goal 240 EC
Oksifluorfen 240 g/l
Kontak, pra tumbuh, gulma berdaun lebar,
berdaun sempit
Rumpas 120EW
Fenolsaprop-p-etil 120 g/l
Sistemik, kontak, tumbuh, gulma berdaun lebar,
berdaun sempit
Roundup 486 SL
Isopropil amina glifosat 486 g/l
Sistemik, purna tumbuh, lahan tanpa tanaman,
alang alang
33
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Maizul Husna Tanjung, lahir pada tanggal 29 Mei
1994, anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis lahir dari pasangan suami istri
Bapak Junaidi Tanjung dan Ibu Bagak Saraan. Penulis bertempat tinggal di kota
Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di SD Negeri INPRES lulus pada tahun 2006, SMP
Negeri 1 Sidikalang lulus pada tahun 2009, SMA Negeri 1 Sidikalang lulus pada
tahun 2012 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor melalui jalur undangan dan diterima di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama perkuliahan penulis menjadi Asisten Praktikum Matakuliah
Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat pada tahun ajaran 2015/2016 dan
Pengendalian Hama Terpadu pada tahun ajaran 2016/2017. Pada tahun 2016,
penulis mengikuti kegiatan Program Kegiatan Mahasiswa (PKM) dalam bidang
penelitian (PKMP) dengan judul Efektivitas Buah Maja sebagai Losion Anti
Nyamuk dan penelitian didanai oleh DIKTI IPB.
Selama perkuliahan penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan dalam acara
kampus dan di beberapa organisasi kemahasiswaan di IPB, pada tahun 2013
sampai tahun 2016 aktif di Rohis Departemen Proteksi Tanaman, Lembaga
Dakwah Kampus Al Hurriyyah IPB dan Lembaga Dakwah Fakultas Pertanian
(Forum Komunikasi Rohis Departemen), serta aktif di komunitas Future Leader
Anti Coruption (FLAC) regional Bogor.
Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa Sunrise pada tahun 2013,
beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2013, beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode Januari-Juni pada tahun 2015 dan
beasiswa Yayasan Goodwill Internasional pada tahun 2015-2016.