Transcript

Surat Kabar1. Harian Kompas2. Tribun Pekanbaru3. Bangka Pos4. Banjarmasin pos

5. Surya6. Sriwijaya Pos7. Serambi Indonesia8. Pos Kupang9. Warta Kota10. Tribun Batam11. Tribun Jabar12. Tribun Kaltim13. Tribun Timur

Majalah dan Tabloid

1. National Geographic

2. Bobo3. Hai4. Kawanku5. Nova6. Info Komputer

7. Angkasa8. Kontan9. PC Plus10. Bola11. Soccer12. Motorplus

13. Otomotif Net

14. Idea15. Sinyal16. Nakita17. Gaya Hidup Sehat

Penerbit1. Elex Media Komputindo2. Gramedia Majalah3. Gramedia Pustaka Utama4. Grasindo5. Kepustakaan Populer Gramedia

1. KOMPAS.COM2. Sonora3. Motion FM

Media Elektronik

Industri1. Bentara Budaya2. Dyandra Promosindo 3. PT Gramedia Printing Group4. PT Graha Kerindo Utama5. Toko Buku Gramedia

Pendidikan

UniversitasMultimediaNusantara

Ket: data dikutip dari www.kompas.com dan wikipedia

ediaedia

Kelompok Usaha Kompas Gramedia

BISNIS/ILHAM NESABANA

Hotel:

1. Amaris Hotel2. Santika

Indonesia3. The Kanaya4. The Samaya

OLEH SETYARDI WIDODOWartawan Bisnis Indonesia

“Saya ini hanya seorangguru yang belajarsejarah dan belajar jur-nalistik sehingga

akhirnya, karena berkat, dapatmembawa dan mengorganisasirekan-rekan untuk bekerja dalamsebuah media massa sampaisekarang ini.”

Begitulah cara Jakob Oetama,pendiri Kompas Gramedia, dalammenggambarkan dirinya, sepertidikutip Kompas.com bulan lalu.Jakob Oetama menyampaikan halitu dalam sambutannya di suatuacara yang dihadiri Wakil PresidenBoediono.

Ada nada rendah hati dan se-derhana di sana. Tidak tampakkesan jumawa. Siapa pun yangberkesempatan berbicara langsungdengan Jakob Oetama hampir pastiakan mendapatkan kesan serupatentang sosok wartawan sekaliguspengusaha senior itu.

Begitu pula kesan yang kamitangkap ketika mewawancaraipendiri Kompas Gramedia itu. Diruang kerjanya, Jakob Oetama men-jawab pertanyaan Bisnis dengandidampingi Agung Adiprasetyo,CEO Kompas Gramedia.

Jakob menyebut apa yang di-hasilkannya di Kompas Gramediadengan kata “lumayan”. Namun,“lumayan” dalam konteks ini ter-nyata sulit untuk sekadar dikatakanlumayan oleh orang lain. Lumayandi sini agaknya bisa pula dimaknaisebagai luar biasa.

Dalam grup yang disebutnya lu-mayan itu ada koran terbesar diIndonesia dengan oplag di atas400.000 eksemplar, ada toko bukuGramedia (singkatan dari GrahaMedia) yang kini jum-lahnya 98 buah dantersebar di seluruhIndonesia.

Selain itu, grup inijuga mengelola belasan

koran

lokal serta 70 majalah dan tabloid(lihat ilustrasi).

Kompas Gramedia juga memilikipenerbitan, di antaranya Elex MediaKomputindo, Gramedia Majalah,Gramedia Pustaka Utama, Grasindo,dan Kepustakaan Populer Gramedia.Grup ini juga mengelola sekitar 26hotel dan vila, antara lain AmarisHotel, Santika Indonesia, TheKanaya, serta The Samaya.

Di sektor lainnya ada BentaraBudaya, Dyandra Promosindo, PTGramedia Printing Group, PT GrahaKerindo Utama, dan di bidang pen-didikan kini Grup KompasGramedia memiliki UniversitasMedia Nusantara.

Pada 2012, kelompok usaha itumenargetkan penambahan hotelhingga 62, toko buku 120dan koran menjadi 26.

Begitulah “lumayan” versirendah hati Jakob Oetama.Namun, rendah hati bukanberarti tidak percaya diri.Sepeninggal sohibnya, PetrusKanisius Ojong pada 1980, JakobOetama seolah menjadi tumpuanutama bagi biduk konglomerasiyang sedang tumbuh itu, dan men-jadi tumpuan semacam itu tentumemerlukan kepercayaan diri yangkuat.

“Saya nggak tahu bisnis. Tapisaya tahu diri kalau saya nggaktahu. Cuma barangkali otak sayadikaruniai kecerdasan yangmemadai sehingga dengankemauan belajar ya bisamenangkap apa yang diperlukan,”

katanya menggam-barkan apa yangdilakukannya sepen-inggal mitranyadalam membangunKompas Gramedia.

Dengan merendahdia mengaku basisbagi pembangunan

grup sudah cukup kokoh ketika di-tinggal oleh mitranya itu. “Sayamelanjutkan saja,” paparnya.

Gayanya yang lembut, rendahhati, dan santun itu selalu dikaitkandengan gaya seorang guru. Priakelahiran Borobudur, 27 September1931, agaknya tidak ingin melepas-kan diri dari sosoknya sebagai se-orang (mantan) guru. Sebelum ter-jun ke dunia jurnalistik, Jakob

muda memang per-nah menjadi seorang guru.

Dia pernah menjadi guru SMPMardiyuana di Cipanas pada 1952dan guru SMP Van Lith di Jakartapada 1953, sebelum bergabungmenjadi redaktur mingguanPenabur di Jakarta sejak 1955. Darisanalah kariernya sebagai wartawanbermula.

Pada 1963 Jakob Oetama diper-caya menjadi Pemimpin RedaksiIntisari, majalah yang polanyameniru Reader’s Digest. Duatahun kemudiandimulailah kiprah-nya sebagai

pemimpin

Redaksi Kompas. Dari titik itulahnamanya kemudian melambung kejagat media di Indonesia serta men-jadi seorang pengusaha yang diakuikonglomerasinya.

Jakob menempuh pendidikansebagian besar di Yogyakarta. DariSD hingga SMA (seminari) dilalui-nya di Kota Gudeg itu. Kemudiandia melanjutkan pendidikan ke BIIlmu Sejarah P & K, di Jakarta pada1956, serta Perguruan TinggiPublisistik, Jakarta.

Pada 1961, Jakob masuk keFakultas Sosial Politik Universitas

Gadjah Mada. Empat puluh duatahun kemudian, perguruantinggi itu memberinya gelarDoktor Honoris Causa karenapencapaiannya yang dianggapluar biasa di bidang jurnalistikIndonesia.

Sulastomo pernah menulisbahwa semula Jakob Oetamaragu-ragu untuk menerimagelar dari almamaternya itu.”Jakob Oetama tidak silau oleh

pujian yang diberikan kepadanya,”begitu komentarnya dalam sebuahartikel tentang gelar Dr (HC) untukJakob Oetama.

Organik dan organisJakob Oetama merumuskan apa

yang dibangunnya di Kompas de-ngan istilah “organik sekaligusorganis”. Lembaga pers, katanya,haruslah organik sekaligus organis.

Dia menggambarkan lembagayang organik itu seperti tubuhmanusia yang terdiri dari macam-macam bagian, tetapi merupakankesatuan. Ada tangan, kaki, mata,tapi semua merupakan kesatuandan kesatuan yang organik ini

lalu karena bersatusaling tergantungmenjadi or-ganis.

“Organik itu

ya lebih ke sosoknya yang tampak,yang lahiriah. Organis itu kesatuan-nya, yang lalu mempunyai fungsi,mempunyai peran. Organik ben-tuknya konkret, organis menjadisatu karena mempunyai fungsibersama. Sesuatu yang berbedatetapi bersama,” begitu paparnya.

Lembaga pers seperti Kompas,terdiri atas bagian redaksi, bagianpercetakan, ada distribusi yang me-ngedarkan, ada keuangan, ada yangberhubungan dengan agen. “Ba-gian-bagian redaksi dengan perce-takan, dengan bagian manajemen,bisnis, harus kerja sama. Kalau ti-dak, omong kosong bisa maju. Yaitulah organik yang organis.”

Lembaga organik yang tidakorganis, katanya, tidak bisa berjalanserempak. Dia memberikan contohmedia yang dari sisi redaksinyahebat, tapi distribusinya tidak karu-an, percetakannya jelek dan tidaktepat waktu, akan sulit untuk suk-ses. Keseimbangan ini, katanya,tidak mudah terwujud mengingatwartawan umumnya ‘cerewet’.

Lalu apa yang dianggap sebagaikunci keberhasilan yang harus adadalam individu-individu? MenurutJakob, salah satu yang terpentingadalah semangat untuk bekerjadengan all out alias tidak setengah-setengah.

Berkali-kali Jakob Oetamamenekankan perlunya all outdalam bekerja baik oleh wartawan,pemasaran, bagian yang berurusandengan agen, maupun bagian lain-nya.

Semangat kerja all out ini, menu-rut dia, kurang ada pada bangsa

Indonesia. “Kita iniperlu mengubah

karakterbangsakitayang

baik,

rajin, tapi kurang all out dankurang konsisten,” begitulah diamenggambarkan peran all outdalam kesuksesan.

Khusus untuk pengelolaan bagiankeuangan, Jakob Oetama punyaresep tambahan. Orang yang diper-caya mengelola uang, selain cakapdan andal juga harus pandai menja-ga mulut, harus tutup mulut.

“Misalnya orang yang pegang bis-nis ya orang yang tahu bisnis. Sayaambil contoh, yang pegang uangbukan hanya perlu jujur, perlututup mulut. Kelihatannya sepeleya. Tapi coba orang yang peganguang itu tidak tutup mulut. Nah itukeliatannya sepele, tapi itu etikaprofesi yang sangat diperlukan.”

PenyesalanBerdasarkan pengalamannya

lebih dari 4 dekade mengelolamedia, Jakob Oetama percayabahwa koran tak akan mati kendatiserbuan dari medium lain sepertitelevisi dan Internet kian gencar.

Dia menyebut apa yang disajikantelevisi dan Internet itu sebagai ton-tonan. Dan itu tak cukup. Suratkabarlah yang mengisi kekosonganitu dengan sajian yang lebih men-dalam, tetapi juga dengan formulayang tetap menghibur.

Kendati begitu, Jakob mengakuiperan penting televisi. Dia jugamengaku menyesal telahmelepaskan TV7, yang awalnyadimiliki Kompas Gramedia, terlalucepat. Pada masa kini, katanya, un-tuk menjangkau seluruh masya-rakat mau tak mau harus melaluitelevisi.

Dalam soal Internet, Kompastelah mengembangkan KompasCyber Media. Belakangan, layananblog Kompasiana semakin populer.

Grup itu bahkan mengantisipasihadirnya era multimedia denganmembangun Universitas Multime-dia Nusantara. Agaknya, meskipunJakob Oetama percaya koran tidakakan mati, grup tersebut juga allout dalam menyongsong era multi-media. ([email protected])

Apa yang membuat GrupKompas Gramedia begitu dinamis?

Yang pertama dan faktual betul,menang umur, atau menurut saya, kitaini ada falsafah, punya pandanganyang kami rumuskan sebagai kemanu-siaan yang beriman.

Iman terserah masing-masing. Kitajustru tegaskan kemanusiaan itu kare-na yang kita layani adalah persoalankita, persoalan manusia. Ini barangkaliyang menyebabkan kita mencoba, de-ngan demikian maka lembaga inimenjadi terbuka.

Keterbukaanlah yang bisa menghim-pun segala macam potensi dan sukubangsa dan agama dalam bangsa ini ru-panya merupakan potensi kemampuanyang sangat kreatif. Ini yang sayasyukuri karena ini lalu ingin kita reflek-sikan bangsa ini yang majemuk.

Ini terus terang ya, saya refleksi, inisuatu kontribusi yang besar dari grupini. Bahwa kalau kita bersatu, ya kitapunya paham yang sama dan falsafah.Kemudian kita terjemahkan lebih lanjutkerja sama itu, sinergi itu, falsafah itu,ke dalam semangat bekerja.

Semangat bekerja yang kita alami,yang sejak Pak Ojong [pendiri Kompasbersama Jakob Oetama] kembangkan,bekerja itu jangan setengah-setengah.Bekerja itu all out. Apalagi wartawan.Wartawan itu pekerjaan yang menun-tut, keseluruhan tenaga, daya, pikiran,ndak kenal jam.

Melihat dinamika industri mediayang begitu pesat, apakah media diIndonesia on the right track?

Yang kita cemaskan dengan timbul-nya multimedia, televisi, dan mediayang lain, kita bertanya apakah mediacetak itu masih punya hak hidup. Ataudia tidak hanya disaingi oleh lembaga

media elektronik yang sekarang marakdi negeri ini atau dia akan bertahan.Empiris di beberapa negara di Eropaitu surut, tapi di Asia, seperti ditun-jukkan oleh India dan China, masihsubur.

Saya pribadi berpendapat masaorang cari pengetahuan, cari beritayang benar, lengkap, itu hanya dengannonton? Atau per-lu membaca?Nonton itu istilahsaya carriedaway, kita ter-bawa arus. Pe-ngetahuan sehari-hari, informasisehari-hari yangbermanfaat, yangmemiliki keda-laman, yang memiliki dimensi lebihlengkap masih perlu dibaca tidak ha-nya dengan ditonton.

Saya termasuk yang tadi: masa sihorang hanya nonton dan membacasingkat-singkat. Ya, menurut saya tetapperlu membaca koran. Tapi saya jugasuka menggugat diri, wah ini menghi-bur diri (tertawa).

Bagaimana selaraskan idealismemedia dengan bisnis?

Katanya ada satu dua koran yanggratis, tapi even that toh dia perluorang yang mendistribusikan. Demi-kian pula medium yang lain. Itu perluorganisasi, perlu pembagian tugas.Karena misalnya di Eropa Utara mulaiada koran yang dibagikan gratis tohtetap dia harus hidup dari iklan, tetapada yang ngurus, dan tetap terikatoleh aturan, kode etik perilaku.

Saingan memang akan makinkeras, seperti yang kita alamisekarang di Indonesia. Kombinasisuatu lembaga yang punya sikap,kepribadian, tapi juga menarik danmemberi manfaat. Media apa punpilihan kita, seperti Anda, mediabisnis, pasti harus melakukan itu.

Kalau isinya hanya serius membo-sankan, yah bagaimanapun seriusnya,media itu melekat secara inheren fung-si entertainment, fungsi yang menarikdan menghibur. Tentu bentuknya dise-suaikan dengan sosok dari koran itumasing-masing.

Kalau mengenai values sebuah me-dia itu kan hidup di masyarakatnya. Di

Indonesia, Kompassebagai koran ter-besar memiliki pe-ran untuk me-nyumbangkan se-suatu values kepadamasyarakat demikebaikan padamasa depan.

Bagaimanamempertahankan Kompas hinggaberusia 45 tahun sekarang ini?

Saya rasa yang penting manajemen.Sebagai orang beriman, apa pun imankita, ini rahmat dari atas. Tapi rakhmatitu juga turun karena ada usaha manu-sia, usaha yang all out, ikhlas, dansejauh mungkin lurus. Lalu manpowerpenting.

Pak Ojong me-mahami betul danpekerja keras, ju-jur, do care, peduliterhadap sesama dankaryawan. Saya rasaini mengendap menjadisalah satu butir strategiyang kita usahakan.

Lalu kita berusaha,

sekalipun asal mula Partai Katolik, ti-dak mungkin koran tidak untukumum, sekalipun editorial policy-nyaberbeda-beda.

Saya nggak tahu bisnis, tapi sayatahu diri kalau saya nggak tahu. Cumabarang kali otak saya dikaruniai kecer-dasan memadai, sehingga dengankemauan belajar ya bisa menangkapapa yang diperlukan. Misalnya, orangyang pegang bisnis ya harus tahu bis-nis. Saya ambil contoh, yang peganguang bukan hanya perlu jujur, perlututup mulut. Itu etika profesi yang sa-ngat diperlukan.

Bapak mengenal filosofi orangkepercayaan?

Ya, artinya orangkepercayaan yangdidasarkan padakriteria. Misalnyauntuk saya, ka-rena di sini ada-lah kelemahankita padaumumnya,[orang] yang pe-gang duit. Ke-cuali jujur dancerdas, ya itutadi [bisa

tutup mulut]. Jadi kita berusaha the right man on

the right place, tidak hanya skill-nyaatau pengetahuan tapi karakter. Ba-rangkali di sini karakter itu merupa-kan salah satu unsur yang menyebab-kan kita lumayan. Karakter kuat tapijuga bisa bekerja sama. Itu juga pen-ting, memegang etik dari profesinya.

Peran keluarga?Contoh saja, saya suka menyesal kok

anak saya dan anak Pak Ojong nggakada yang disekolahkan dalam jurusanjurnalistik. Baru sekarang ini saya ka-dang-kadang menyesal. Karena waktuitu kita tidak merasakan ini harusmenjadi perusahaan keluarga.

Anak-anak tidak terlibat?Saya itu tetap (percaya) profesional.

Itu tulang punggung. Tapi anak ya bo-leh saja. Lalu kalau anak juga profesio-nal, itu pengalaman kita di sini. Kecua-li skill dan ilmu, tidak kalah pentingkarakter, kepribadian. Itu penting.

Jadi tidak menyiapkan putramahkota?

Tidak. Tidak. Tetapi ya ada yang yasaya nggak mau sebut. Tapi kelihatan-

nya ada yang bisa, karena juga punyakepribadian yang diterima. Hoteltuh kebetulan anak saya. Tapi kokmenurut saya tetap nggak bisameninggalkan [sikap] profesional.

Pewawancara: RATNA ARIYANTI/

SETYARDI WIDODO/NENENG

HERBAWATI/LINDA

TANGDIALLA/

ARIEF BUDISUSILO

Jakob Oetama:Bekerja itu all out!

Lahir di Borobudur, Magelang, 27 September 1931

PPeennddiiddiikkaann• SMA Seminari Yogyakarta

• Sekolah Guru Sejarah B1 (1956)

• Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta (1959)

• Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gadjah Mada (1961)

PPeekkeerrjjaaaann• Guru SMP Mardiyuana (1952)

• Guru SMA Van Lith Jakarta (1953)

• Editor Majalah Penabur (1955)

• Mengelola Majalah Intisari (1963)

• Mendirikan Harian Kompas (1965)

Bisnis Indonesia,dalam rangka

HUT ke-25, me-nampilkan sejum-

lah tokoh bisnisyang inspiratif.

Tulisan pertamatentang Jakob

Oetama, pendiriKompas Grame-dia, pemain uta-

ma di industrimedia yang ke-mudian meram-

bah ke bidanglain. Berikut pe-nuturannya me-ngenai kiat dan

prinsip-prinsipdalam berbisnis.

“...Kompas sebagai koranterbesar memiliki peranuntuk menyumbangkansesuatu values kepada

masyarakat demi kebaikanpada masa depan.”

Biogra f i

JJaakkoobb OOeettaammaa

FOTO-FOTO: BISNIS/YAYUS YUSWOPRIHANTO

INSPIRASI BISNIS6 Bisnis Indonesia, Rabu, 18 Agustus 2010

Merajai bisnis media tanpa jumawa

Top Related