i
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015
BERJALAN KAKI vs BERSEPEDA :
Kajian Aktivitas di Jalan Setapak Sanur, Denpasar
Tim Pengusul :
1. Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT. NIP. 195809261987021001
2. Ir. I Gusti Bagus Budjana, MT. NIP. 195410061986011001
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA
SEPTEMBER 2015
No. SPK : 2231.1/UN14.1.31/PN/2015 Tanggal 8 Juni 2015
No. SP.DIPA-042.04.2.400107/2015 Tanggal 15 April 2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015
Judul Penelitian : BERJALAN KAKI vs BERSEPEDA :
Kajian Aktivitas di Jalan Setapak Sanur, Denpasar
Ketua Tim Peneliti : a. Nama Lengkap : Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT.
b. NIDN / NIP : 0026095801 / 195809261987021001
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Nomor HP / e-mail : (+62) 8123632538 / [email protected]
Anggota Peneliti : a. Nama Lengkap : Ir. I Gusti Bagus Budjana, MT.
b. NIDN / NIP : 0006105404 / 195410061986011001
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Nomor HP / e-mail : (+62) 8123679904 / [email protected]
Biaya Penelitian : - diusulkan ke Jurusan Rp. 10.000.000,- - dana institusi lain Rp. 0
- inkind sebutkan -
Bukit Jimbaran, 03 September 2015
Menyetujui,
Ketua Jurusan Arsitektur FT-UNUD Ketua Tim Peneliti
Ir. I Made Suarya, MT.
NIP. 195610151986011001
Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT.
NIP. 195809261987021001
iii
RINGKASAN
Kota Denpasar saat ini tengah gencar berupaya meningkatkan kunjungan wisatawan
melalui penataan kawasan wisata yang sudah ada maupun pengembangan destinasi/objek
wisata baru. Salah satu daya tarik wisata (DTW) yang terus ditata dan dikembangkan
adalah Pantai Sanur. Hal ini sejalan dengan ditetapkannya Kawasan Sanur menjadi salah
satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Bali.
KSPN Sanur memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan perekonomian Kota
Denpasar. Kawasan ini terletak di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas
wilayah 1.057 Ha yang terdiri atas daratan dengan sisi bagian timur dan selatan berbatasan
langsung dengan Selat Badung. Sebagai kawasan yang memiliki wilayah pantai yang
bernilai rekreasi/pariwisata, maka pengembangan wilayah di sepanjang pantai adalah untuk
zona akomodasi wisata skala menengah dan besar, sesuai dengan rencana tata ruang yang
sudah ada.
Keseriusan Pemerintah Kota Denpasar dalam menata Kawasan Sanur terlihat dengan telah
terbitnya Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 6 Tahun 2013, tentang Peraturan Zonasi
Kawasan Strategis Sanur. Berbagai fasilitas dan utilitas telah disediakan, untuk mendukung
kegiatan pariwisata seperti fasilitas jalan setapak di sepanjang pantai. Jalan setapak yang
sudah ada, selama ini dimanfaatkan sebagai akses untuk kegiatan jogging, bersepeda
maupun akses untuk upaya pengamanan wilayah pantai. Namun kondisinya saat ini belum
mampu menjamin kenyamanan bagi pejalan kaki. Hal ini disebabkan kegiatan untuk
berjalan kaki dan bersepeda masih berada dalam satu jalur, serta minim tempat-tempat
untuk beristirahat sementara. Aktivitas wisatawan dan masyarakat yang berjalan kaki
menyusuri jalan setapak di pinggir pantai harus ‘beradu fisik’ dengan aktivitas bersepeda.
Demikian juga di beberapa segmen, para pejalan kaki harus rela mengalah ke luar jalur
karena jalan setapak juga dipakai untuk parkir sepeda bahkan sepeda motor.
Merujuk kepada paparan potensi dan permasalahan di atas, proposal penelitian ini akan
mengkaji aktivitas yang terjadi di jalan setapak Sanur. Kajian akan difokuskan pada
konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan aktivitas bersepeda. Keluarannya diharapkan
dapat menjadi studi awal dalam menentukan bagaimana sebaiknya jalan setapak Sanur
ditata dan dikembangkan agar mampu mendukung fungsi Kawasan Sanur menjadi salah
satu DTW andalan di Kota Denpasar.
Penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian menggunakan metode kualitatif.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi ke jalan setapak Sanur, Denpasar
dengan pengukuran dan dokumentasi (foto). Data-data sekunder diperoleh melalui
literatur/buku-buku kepustakaan, dokumen tata ruang terkait, dan internet. Kegiatan
klasifikasi dan kompilasi data dilakukan untuk memudahkan dalam menyusun hasil
penelitian. Keluaran penelitian ini adalah visi penataan, konsep rencana penataan, konsep
rute jalur jalan setapak, pendekatan perencanaan, serta rencana makro dan mikro
pengembangan jalan setapak Sanur, untuk meningkatkan potensi dan DTW Sanur dalam
menarik minat kunjungan wisatawan.
iv
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat karunia-
Nyalah Laporan Akhir Penelitian yang berjudul Berjalan Kaki vs Bersepeda : Kajian
Aktivitas di Jalan Setapak Sanur, Denpasar dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
pada waktunya.
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengidentifikasi kondisi dan aktivitas
yang terjadi di jalan setapak Sanur. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengkaji konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan bersepeda di jalan setapak Sanur,
yang diharapkan menjadi studi awal dalam menentukan arah penataan jalan setapak Sanur
guna mendukung pengembangan DTW Sanur ke depan. Kegiatan penelitian ini dibiayai
dari dana PNBP Universitas Udayana Tahun 2015.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu memberikan informasi dan kesempatan untuk melaksanakan
kegiatan penelitian ini.
Sangat disadari, bahwa Laporan Akhir Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
segala bentuk saran, kritik, dan masukan sangat diharapkan demi kesempurnaannya.
Semoga Laporan Penelitian ini dapat memenuhi tujuan yang diharapkan dan bermanfaat
bagi para pembaca.
Bukit Jimbaran, 03 September 2015
Ketua Tim Peneliti
Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT.
NIP. 195809261987021001
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................................ i
Lembar Pengesahan ........................................................................................................ ii
Ringkasan ....................................................................................................................... iii
Prakata ............................................................................................................................ iv
Daftar Isi ......................................................................................................................... v
Daftar Gambar................................................................................................................. vi
Daftar Tabel..................................................................................................................... vii
BAB 1 Pendahuluan................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Permasalahan .................................................................................... 2
1.3. Tujuan ............................................................................................... 4
1.4. Target dan Luaran ............................................................................ 4
BAB 2 Tinjauan Pustaka........................................................................................ 6
2.1. Jalan Setapak dalam Sejarah Pembangunan Jalan............................ 6
2.2. Sistem Penghubung (Linkage System).............................................. 7
2.3. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)......................................................... 8
2.4. Ruang Terbuka Hijau dan Landscape............................................... 10
2.5. Perabot Jalan (Street Furniture)........................................................ 13
2.6. Sistem Petanda (Signage).................................................................. 13
2.7. Visi dan Misi Pembangunan Kota Denpasar..................................... 14
2.8. Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur....................................... 16
BAB 3 Metode Penelitian........................................................................................ 24
3.1. Pendekatan Penelitian........................................................................ 24
3.2. Metode Kegiatan Penelitian.............................................................. 25
BAB 4 Hasil dan Pembahasan ............................................................................... 26
4.1. Kondisi Umum Jalan Setapak Sanur................................................. 26
4.2. Analisis Kebutuhan Penanganan....................................................... 41
4.3. Visi Penataan..................................................................................... 47
4.4. Konsep Rencana Penataan................................................................. 50
4.5. Konsep Rute Jalur Jalan Setapak....................................................... 53
4.6. Pendekatan Perencanaan................................................................... 56
4.7. Rencana Makro.................................................................................. 58
4.8. Rencana Mikro.................................................................................. 60
BAB 5 Kesimpulan dan Saran............................................................................... 65
5.1. Kesimpulan........................................................................................ 65
5.2. Saran.................................................................................................. 66
Daftar Pustaka............................................................................................................... 67
Lampiran 1. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas.............................. 69
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Kondisi Terkini Jalan Setapak Sanur............................................................... 1
Gambar 1.2. Pejalan Kaki Harus Mengalah pada Pesepeda dan Parkir Sepeda Motor..... 3
Gambar 1.3. Jalan Setapak Juga Dipakai Parkir Sepeda Motor............................................ 3
Gambar 1.4. Lingkup Wilayah Penelitian............................................................................. 4
Gambar 4.1. Batas Kawasan Penelitian................................................................................ 26
Gambar 4.2. Peta Jalur Jalan Setapak Sanur......................................................................... 27
Gambar 4.3. Eksisting Pantai Padanggalak........................................................................... 28
Gambar 4.4. Eksisting Pantai Matahari Terbit...................................................................... 29
Gambar 4.5. Eksisting Pantai Sanur...................................................................................... 30
Gambar 4.6. Eksisting Pantai Segara Ayu............................................................................ 31
Gambar 4.7. Eksisting Pantai Sindhu.................................................................................... 32
Gambar 4.8. Eksisting Pantai Karang................................................................................... 33
Gambar 4.9. Eksisting Pantai Semawang............................................................................. 34
Gambar 4.10. Eksisting Pantai Mertasari................................................................................ 35
Gambar 4.11. Eksisting TAHURA......................................................................................... 36
Gambar 4.12. Eksisting Jalan Tukad Balian........................................................................... 37
Gambar 4.13. Eksisting Jalan Tukad Bilok-Tukad Nyali……………………………….. 38
Gambar 4.14. Eksisting Jalan Sedap Malam........................................................................... 39
Gambar 4.15. Eksisting Jalan Waribang................................................................................. 40
Gambar 4.16. Eksisting Jalan Padanggalak............................................................................ 41
Gambar 4.17. Jalur Pejalan Kaki Menyatu dengan Pengguna Sepeda................................... 42
Gambar 4.18. Penataan Parkir pada Kawasan Penelitian....................................................... 42
Gambar 4.19. Area Pejalan Kaki yang Minim dengan Aktivitas Pendukung......................... 43
Gambar 4.20. Area Pejalan Kaki yang Penuh dengan Aktivitas Pendukung.......................... 43
Gambar 4.21. Jalur Pejalan Kaki Diserobot Parkir, Bungkusan Sampah dan Jemuran.......... 44
Gambar 4.22. Trotoar yang Berlubang................................................................................... 44
Gambar 4.23. Jalan yang Belum Memiliki Jalur Pejalan Kaki............................................... 44
Gambar 4.24. Tampilan RTH dan Landscape yang Dapat Dikembangkan............................ 45
Gambar 4.25. Area Pejalan Kaki Dibuat secara Pribadi dan Perlu Ditata Lebih Baik........... 45
Gambar 4.26. Lampu Penerangan dan Rambu yang Perlu di-Redesign................................. 46
Gambar 4.27. Pos Jaga dan Tempat Pembuangan Sampah yang Perlu Ditata....................... 46
Gambar 4.28. Papan Nama Jalan, Petunjuk Arah dan Papan Informasi yang Perlu di-
Redesign………………………………………………………………………
47
Gambar 4.29. Konsep Pengembangan Rute Jalur Jalan Setapak............................................ 55
Gambar 4.30. Rencana Makro Pengembangan Rute Jalur Pejalan Kaki dan Rute Jalur
Sepeda..............................................................................................................
60
Gambar 4.31. Potongan Rencana 2 Jalur................................................................................ 61
Gambar 4.32. Potongan Rencana 2 Jalur dengan Peninggian 1 Meter................................... 61
Gambar 4.33. Potongan Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki)...................................... 62
Gambar 4.34. Potongan Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan 1 Jalur Sepeda....... 62
Gambar 4.35. Potongan Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di
Jalan Raya 3 Meter...........................................................................................
63
Gambar 4.36. Potongan Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di
Jalan Raya 3,5 Meter........................................................................................
63
Gambar 4.37. Potongan Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di
Gang 2 Meter....................................................................................................
64
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Lebar Standar Jalan.................................................................................................. 7
Tabel 2.2. Standar Desain Trotoar Berdasarkan Jumlah Pejalan Kaki..................................... 9
Tabel 2.3. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki..................................................................... 10
Tabel 4.1. Konsep Pembagian Segmen dan Panjang Rute Jalur Jalan Setapak........................ 54
Tabel 4.2. Konsep Pembagian Jarak Rute Jalur Jalan Setapak................................................. 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seperti halnya daerah lain di Bali, Kota Denpasar juga tengah gencar mengembangkan
dunia pariwisata. Tidak hanya membangun destinasi/objek wisata baru, Denpasar juga
berupaya meningkatkan potensi objek wisata yang sudah ada guna menarik lebih banyak
kunjungan wisatawan. Salah satu daya tarik wisata (DTW) yang terus ditata dan
dikembangkan adalah Pantai Sanur. Hal ini sejalan dengan ditetapkannya Kawasan Sanur
menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang ada di Bali.
Kawasan Sanur merupakan kawasan strategis yang memiliki pengaruh signifikan dalam
perkembangan perekonomian Kota Denpasar. Kawasan ini terletak di wilayah Kecamatan
Denpasar Selatan dengan luas wilayah 1.057 Ha yang terdiri atas daratan dan di bagian
timur serta selatannya berbatasan langsung dengan Selat Badung. Sebagai kawasan yang
memiliki wilayah pantai yang bernilai rekreasi/pariwisata, maka pengembangan wilayah di
sepanjang pantai adalah untuk zona akomodasi wisata skala menengah dan besar sesuai
dengan rencana tata ruang yang sudah ada.
Gambar 1.1. Kondisi Terkini Jalan Setapak Sanur
Berbagai fasilitas dan utilitas telah disediakan, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta
untuk mendukung kegiatan pariwisata, salah satunya adalah dengan membangun fasilitas
jalan setapak di sepanjang pantai. Jalan setapak yang sudah ada selama ini dimanfaatkan
sebagai akses untuk kegiatan jogging, bersepeda maupun akses untuk upaya pengamanan
wilayah pantai. Namun jalan setapak yang sudah ada dirasa belum memadai karena
kondisinya saat ini belum menjamin kenyamanan bagi pejalan kaki. Hal ini disebabkan
2
kegiatan untuk berjalan kaki dan bersepeda masih terdapat dalam satu jalur serta minim
tempat-tempat untuk beristirahat sementara. Selain itu, pada jalan setapak juga kurang
memberikan akses bagi masyarakat maupun wisatawan yang berkebutuhan khusus
(disable).
Keseriusan Pemerintah Kota Denpasar dalam menata Kawasan Sanur terlihat dengan telah
diterbitkannya Peraturan Walikota (Perwali) No. 6 Tahun 2013 tentang Peraturan Zonasi
Kawasan Strategis Sanur. Namun demikian, dari pengamatan sepintas nampak bahwa
kondisi jalan setapak sebagai salah satu komponen penting dalam mendukung aktivitas
wisata di sepanjang Pantai Sanur kondisinya masih sangat jauh dari ideal. Oleh karena itu,
usulan penelitian ini mencoba mengkaji aktivitas yang terjadi di jalan setapak Sanur.
Kajian akan difokuskan pada konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan aktivitas
bersepeda. Keluarannya diharapkan dapat menjadi studi awal dalam menentukan
bagaimana sebaiknya jalan setapak Sanur ditata dan dikembangkan agar mampu
mendukung fungsi Kawasan Sanur menjadi salah satu KSPN di Bali.
1.2. Permasalahan
Wisata dapat diartikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi
dalam jangka waktu sementara.
Istilah wisata oleh Warpani (2007 : 7) kemudian disimpulkan menjadi perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang mengunjungi tempat tertentu secara
sukarela dan bersifat sementara dengan tujuan berlibur atau tujuan lainnya bukan untuk
mencari nafkah.
Kegiatan wisata memiliki karakteristik-karakteristik antara lain :
1) bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan kembali ke
tempat asalnya;
2) melibatkan komponen-komponen wisata, misalnya sarana transportasi, akomodasi,
restoran, objek wisata, toko cinderamata dan lain-lain;
3) umumnya dilakukan dengan mengunjungi objek wisata dan atraksi wisata;
4) memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan, dan
3
5) tidak untuk mencari nafkah ditempat tujuan, bahkan keberadaannya dapat memberikan
kontribusi pendapatan bagi masyarakat atau daerah yang dikunjungi (Suyitno, 2001).
Beberapa pengertian wisata dan kegiatan wisata di atas, mengindikasikan bahwa
seharusnya jalan setapak sebagai salah satu komponen pendukung kegiatan pariwisata di
Pantai Sanur mampu mewujudkan tujuan kegiatan wisata yang intinya adalah untuk
mendapatkan kesenangan.
Pada sub bab 1.1. telah dipaparkan pengamatan
sepintas tentang kondisi terkini jalan setapak Sanur,
khususnya yang terkait dengan aktivitas yang
berlangsung di dalamnya. Aktivitas wisatawan dan
masyarakat yang berjalan kaki menyusuri jalan
setapak di pinggir pantai harus „beradu fisik‟ dengan
aktivitas bersepeda. Demikian juga di beberapa
segmen jalan, para pejalan kaki harus rela mengalah
ke luar jalur karena jalan setapak juga dipakai untuk
parkir sepeda bahkan sepeda motor.
Gambar 1.2. Pejalan Kaki Harus
Mengalah pada Pesepeda dan
Parkir Sepeda Motor
Gambar 1.3. Jalan Setapak Juga Dipakai Parkir Sepeda Motor
Merujuk kepada permasalahan di atas, maka kegiatan penelitian ini akan mencoba
mengkaji konflik aktivitas berjalan kaki dan bersepeda yang terjadi di jalan setapak Sanur,
guna menjawab permasalahan bagaimana sebaiknya jalan setapak Sanur ditata dan
dikembangkan untuk mengakomodasi kedua aktivitas tersebut. Hal ini diharapkan dapat
menjadi salah satu alternatif solusi bagi pemerintah untuk meningkatkan potensi dan DTW
Sanur dalam menarik minat kunjungan wisatawan.
4
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengidentifikasi kondisi dan aktivitas
yang terjadi di jalan setapak Sanur. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengkaji konflik antara aktivitas berjalan kaki dengan bersepeda di jalan setapak Sanur,
yang diharapkan menjadi studi awal dalam menentukan arah penataan jalan setapak Sanur
guna mendukung pengembangan DTW Sanur ke depan.
1.4. Target dan Luaran
Target yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah identifikasi kondisi dan aktivitas di
jalan setapak Pantai Sanur dengan batasan wilayah penelitian dari Pantai Matahari Terbit
hingga hutan mangrove di kawasan Taman Hutan Rakyat seperti pada Gambar 1.4.
Luaran sebagai hasil penelitian ini adalah identifikasi kondisi dan aktivitas serta visi
penataan jalan setapak Sanur.
a. Identifikasi kondisi dan aktivitas, terdiri atas komponen :
1) Sistem Penghubung (Linkage System).
2) Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way).
3) Ruang Terbuka Hijau dan Landscape.
Peta Pulau Bali
Gambar 1.4. Lingkup Wilayah Penelitian
5
4) Perabot Jalan (Street Furniture).
5) Petanda (Signage).
b. Analisis Kebutuhan Penanganan.
c. Visi Penataan.
d. Konsep Rencana Penataan.
e. Konsep Rute Jalur Jalan Setapak.
f. Pendekatan Perencanaan.
g. Rencana Makro.
h. Rencana Mikro.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jalan Setapak dalam Sejarah Pembangunan Jalan
Menurut Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, secara umum disebutkan
bahwa Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan rel.
Secara khusus, pengertian tentang Jalan Setapak tidak disebutkan dalam Undang-undang di
atas. Hal yang terkait dengan Jalan Setapak akan dapat disimak dari sejarah pembangunan
jalan yang menyebutkan bahwa setelah manusia berkembang biak dan hidup berkelompok,
maka mereka membutuhkan tempat berdiam meskipun hanya sementara. Umumnya
mereka berpindah-pindah tempat secara musiman, bila tempat-tempat di sekitarnya sudah
tidak ada bahan makanan yang mereka butuhkan. Pada waktu itu jejak-jejak tersebut
menjadi jalan setapak atau bila di hutan terkadang disebut “lorong-lorong tikus”. Jalan ini
merupakan jalan musiman (seasonal-road). Orang-orang nomaden mempergunakan jalan
ini untuk berburu pada musim berburu dan untuk mencari ikan (Modul Ajar, Jurusan
Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang).
Jalan setapak/jalan orang menurut Departemen PU, 1986 (Kriteria Perencanaan bagian
Bangunan KP-04) termasuk ke dalam jalan inspeksi, di mana semua jalan inspeksi
digolongkan sebagai jalan kelas III atau lebih rendah lagi menurut standar Bina Marga
No.13/1970 (BINA MARGA,1970b) dan merupakan jalan satu jalur. Untuk jalan-jalan
yang berada di bawah wewenang Direktorat Irigasi, Standar Bina Marga telah diperluas
lagi menjadi :
Kelas I; Jalan nasional (Standar Bina Marga).
Kelas II; Jalan Provinsi (Standar Bina Marga).
Kelas III; Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan inspeksi utama (Standar Bina Marga).
Kelas IV; Jalan penghubung, jalan inspeksi sekunder (Standar Bina Marga).
Kelas V; Jalan setapak/jalan orang.
7
Jalan kelas III dengan perkerasan, jalan kelas IV boleh dengan perkerasan ( untuk yang
lebih penting) atau tanpa perkerasan. Kelas V umumnya tanpa perkerasan. Lebar jalan dan
perkerasan untuk jalan-jalan kelas III, IV, dan V (yang punya arti penting dalam suatu
proyek irigasi) disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Lebar Standar Jalan Sumber : Dept. PU., 1986
Kelas Jalan Lebar Total Jalan Lebar Perkerasan
Kelas III 5 m 3 m
Kelas IV 5 m 3 m
Kelas V 1,5 m
Dalam perkembangannya, perencanaan sebuah Jalan Setapak di kawasan perkotaan tidak
akan dapat dipisahkan dari elemen-elemen pembentuk kota khususnya yang terkait dengan
sistem sirkulasi dan pergerakan dan fasilitas pendukungnya. Untuk itu, pemahaman
terhadap pengertian elemen dan fasilitas pendukung di atas sangat dibutuhkan sebagai
pedoman dalam kegiatan penelitian ini.
2.2. Sistem Penghubung (Linkage System)
Sistem Linkage merupakan sistem yang menghubungkan berbagai jenis peruntukan lahan,
baik secara makro maupun mikro. Sistem penghubung ini sangat vital untuk membuat
fungsi kawasan bekerja secara efisien. Sistem penghubung merupakan jalur-jalur sirkulasi,
baik kendaraan bermotor maupun pejalan kaki. Pada sistem penghubung inilah semua
aktivitas masyarakat berlangsung (Danisworo, 1980).
Dari uraian di atas, maka sistem penghubung memiliki beberapa pengertian dasar, yaitu :
a. Organisasi dari jalur-jalur yang menghubungkan bagian-bagian dalam kota.
b. Perekat kota yang menyatukan seluruh lapisan aktivitas dan menghasilkan bentuk fisik
dari kota.
c. Merupakan bagian dari sistem transportasi dalam perencanaan makro yang timbul
karena kebutuhan pergerakan manusia.
Elemen-elemen dari komponen sistem linkage adalah :
a. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking).
b. Area Pejalan Kaki (Pedestrian Ways).
c. Kegiatan Pendukung (Activity Support).
8
2.3. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)
Menurut Danisworo (1980), jalur/area pejalan kaki adalah elemen penting dalam
perancangan kota, karena berperan sebagai sistem kenyamanan dan sistem pendukung
vitalitas ruang-ruang kota. Sistem pedestrianisasi yang baik dapat mereduksi
ketergantungan terhadap kendaraan di daerah pusat kota, meningkatkan daya tarik ke pusat
kota, mendukung peningkatan kualitas lingkungan dengan sistem skala manusiawi,
mendorong kegiatan komersial dan membantu memperbaiki kualitas udara. Elemen
pedestrian harus membantu :
1) interaksi antara elemen urban design
2) berhubungan erat dengan lingkungan binaan dan pola aktivitas
3) sesuai dengan perubahan fisik masa mendatang dari kota.
Area pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah perkotaan,
sehingga kebutuhan para pejalan kaki merupakan suatu bagian integral/terpadu dalam
sistem transportasi jalan. Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka
bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas. Oleh
karena itu salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk
memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan
yang besar terhadap aksesibilitas.
Secara umum, kebutuhan fasilitas pejalan kaki di Kawasan Perkotaan adalah :
a. Pada daerah-daerah perkotaan secara umum yang jumlah penduduknya tinggi.
b. Pada jalan-jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap.
c. Pada daerah-daerah yang memiliki aktifitas kontinyu yang tinggi, seperti misalnya
jalan-jalan pasar dan perkotaan.
d. Pada lokasi-lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode
yang pendek, seperti sekolah dan lapangan olah raga.
e. Pada lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya
prasarana persembahyangan umat.
Pergerakan pejalan kaki dapat dikelompokkan menjadi pergerakan menyusuri jalan,
memotong jalan, dan pergerakan di persimpangan. Fasilitas pejalan kaki dapat berupa :
1. Fasilitas Menyusuri Jalan berupa Trotoar
Sebagian besar dari jalan-jalan di daerah perkotaan mempunyai volume pejalan kaki
yang besar dan harus mempunyai trotoar, perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan
oleh : volume pejalan kaki, tingkat kecelakaan, pengaduan/permintaan masyarakat. Bila
9
jumlah pejalan kaki yang melalui suatu jalan tinggi, lebar trotoar yang dianjurkan dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Standar Desain Trotoar Berdasarkan Jumlah Pejalan Kaki Sumber : Direktorat Perhubungan Darat, Dephub
No. Jumlah Pejalan Kaki/Detik/Meter Lebar Trotoar
(Meter)
1 6 orang 2,3 – 5,0
2 3 orang 1,5 – 2,3
3 2 orang 0,9 – 1,5
4 1 orang 0,6 – 0,9
2. Fasilitas Menyeberang Jalan
Secara hirarkhi terdiri dari pulau pelindung (refuge island), zebra cross, penyeberangan
dengan lampu pengatur (pelican crossing) dan jembatan atau penyeberangan bawah
tanah.
Menurut Departemen PU, 1997 (Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Perkotaan),
beberapa hal yang ditetapkan tentang jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut :
a. Lebar efektif minimum ruang pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah 60 cm
ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga kebutuhan total
minimal untuk 2 orang pejalan kaki bergoyang tanpa membawa barang atau 2 orang
pejalan kaki berpapasan tanpa terjadi berpapasan menjadi 150 cm.
b. Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum Jalur Pejalan Kaki (W)
dipakai rumus sebagai berikut :
w = p + 1,5
35
Keterangan:
P = volume pejalan kaki (orang/menit/meter).
W = lebar Jalur Pejalan Kaki.
c. Lebar Jalur Pejalan Kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapat perlengkapan
jalan (road furniture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak surat, pohon peneduh atau
fasilitas umum lainnya.
d. Penambahan lebar Jalur Pejalan Kaki apabila dilengkapi fasilitas dapat dilihat seperti
pada Tabel 2.3.
10
Tabel 2.3. Penambahan Lebar Jalur Pejalan Kaki Sumber : Dept. PU., 1997
No. Jenis Fasilitas Lebar Tambahan
(cm)
1 Kursi roda 100 – 200
2 Tiang lampu penerang 75 – 100
3 Tiang lampu lalu lintas 100 – 120
4 Rambu lalu lintas 75 – 100
5 Kotak surat 100 – 120
6 Keranjang sampah 100
7 Tanaman peneduh 60 – 120
8 Pot bunga 150
e. Jalur Pejalan Kaki harus diperkeras dan apabila mempunyai perbedaan tinggi dengan
sekitarnya harus diberi pembatas yang dapat berupa kerb atau batas penghalang.
f. Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran.
g. Permukaan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2-3 % supaya tidak terjadi
genangan air. Kemiringan memanjang disesuaikan dengan kemiringan memanjang
jalan, yaitu maksimum7 %.
2.4. Ruang Terbuka Hijau dan Landscape
Ruang terbuka (open space) meliputi landsekap, hardscape (jalan, trotoar, dsb) taman dan
tempat rekreasi dalam kota. Ruang kosong yang disebut super holes tidak termasuk open
space. Elemen ruang terbuka adalah taman dan plasa (square), ruang terbuka hijau kota,
termasuk pepohonan, semak-semak, tumbuh-tumbuhan, badan air, penerangan, perkerasan,
kios, pembuangan sampah, air mancur/minum, patung jam dan sebagainya yang terdapat di
dalamnya. Area pejalan kaki, rambu dan tanda termasuk elemen ruang terbuka (Shirvani,
1985).
Menurut Undang-Undang RI Nomor : 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan
Peraturan Menteri PU Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Undang-Undang RI Nomor : 26
11
Tahun 2007, secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari
luas wilayah kota.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 01 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa RTH Kawasan Perkotaan adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna
mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika.
Berdasarkan Peraturan Menteri di atas, klasifikasi RTH yang ada sesuai dengan tipologi
adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan Fisik :
RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional;
RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan lahraga, makam, dan
jalur-jalur hijau jalan.
b. Berdasarkan Struktur Ruang :
RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengelompok,
memanjang, tersebar;
RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki pola mengikuti hirarki
dan struktur ruang perkotaan.
c. Berdasarkan Segi Kepemilikan :
RTH Publik;
RTH Privat.
d. Berdasarkan Fungsi :
Fungsi Ekologis;
Fungsi Sosial Budaya;
Fungsi Arsitektural/Estetika;
Fungsi Ekonomi.
Jenis-jenis RTH menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 01 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan terdiri atas :
Taman Kota;
Taman Wisata Alam;
Taman Rekreasi;
Taman Lingkungan Perumahan dan Permukiman;
Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial;
12
Taman Hutan Raya;
Hutan Kota;
.Hutan Lindung;
Bentang Alam seperti Gunung, Bukit, Lereng dan Lembah;
Cagar Alam;
Kebun Raya;
Kebun Binatang;
Pemakaman Umum;
Lapangan Olah Raga;
Lapangan Upacara;
Parkir Terbuka;
Lahan Pertanian Perkotaan;
Jalur di Bawah Tegangan Tinggi (SUTT dan SUTET);
Sempadan Sungai, Pantai, Bangunan, Situ dan Rawa;
Pengaman Jalan, Median Jalan, Rel Kereta Api, Pipa Gas dan Pedestrian;
Kawasan dan Jalur Hijau ;
Daerah Penyangga (Buffer Zone) Lapangan Udara;
Taman Atap.
Klasifikasi RTH menurut Peraturan Menteri PU Nomor : 05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan terdiri
atas :
RTH Pekarangan;
RTH Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha;
RTH dalam Bentuk Taman Atap Bangunan (Roof Garden);
RTH Taman Rukun Tetangga;
RTH Taman Rukun Warga;
RTH Kelurahan;
RTH Kecamatan;
RTH Taman Kota;
Hutan Kota;
Sabuk Hijau;
Jalur Hijau Jalan;
RTH Ruang Pejalan Kaki;
13
RTH di Bawah Jalan Layang;
RTH Fungsi Tertentu.
2.5. Perabot Jalan (Street Furniture)
Secara umum, elemen perabot jalan (street furniture) terdiri atas lampu penerangan jalan,
lampu taman, lampu parkir dan pedestrian, tempat sampah, papan informasi, bangku
taman, halte, rambu lalu lintas, dan pos keamanan.
Dalam perencanaannya harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut, yaitu :
a. Bahan yang dipergunakan mampu mendukung keawetan, daya tahan, dan kemudahan
perawatan.
b. Pemilihan bahan, warna, bentuk, skala, dan tata letak memungkinkan
pengintegrasiannya dengan lingkungan sekitar.
c. Peran dan fungsinya terhadap pembentukan citra dan wajah kawasan serta manfaatnya
harus bisa dirasakan langsung oleh pemakai dan masyarakat.
d. Mampu mengantisipasi dan mencegah kemungkinan terjadinya tindakan vandalisme
(perusakan).
2.6. Sistem Petanda (Signage)
Sebuah kawasan tidaklah lengkap apabila tidak terdapat sistem petanda (signage) seperti
papan iklan yang menghiasi sudut-sudut jalan maupun papan identitas toko-toko dan
bangunan komersial. Semakin berkembang suatu kawasan, maka kuantitas dan kualitas
petanda pun akan ikut berkembang.
Sebagai alat komunikasi, petanda merupakan elemen visual yang menggunakan media
ruang luar. Munculnya coreng moreng dan kekacauan wajah suatu kawasan akibat
pemasangan papan reklame yang tidak terkendali, sampai saat ini masih merupakan suatu
permasalahan yang cukup pelik dan dilematis. Karena tidak dapat dipungkiri Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak reklame memang cukup signifikan dalam
mendukung kelanjutan program pembangunan suatu wilayah.
Perencanaan sistem petanda, baik yang bersifat komersial (reklame/iklan) maupun non
komersial harus didasarkan atas ketentuan umum sebagai berikut, yaitu :
a. Pengaturan skala, dimensi (ukuran), dan konstruksi.
14
b. Mampu mencerminkan karakter khas lingkungan, kawasan, bahkan kota.
c. Pengaturan kualitas dan desain guna mencegah adanya saling mendominasi yang
memicu munculnya company image.
d. Memperhatikan jarak pandang terkait dengan lokasi, standard, bahan yang
memantulkan, dan yang mudah dibaca.
e. Pemilihan background warna.
f. Jarak antar reklame, rambu, dan spanduk yang memadai.
g. Keselarasan dengan arsitektur gedung tempat pemasangan.
h. Tidak mengganggu pandangan pejalan kaki.
i. Penataan cahaya yang tepat.
j. Pemasangan petanda harus pada lokasi/tempat yang mudah dipantau.
2.7. Visi dan Misi Pembangunan Kota Denpasar
a. Visi Pembangunan Kota Denpasar
Visi pembangunan Kota Denpasar adalah :
“DENPASAR KREATIF BERWAWASAN BUDAYA DALAM KESEIMBANGAN
MENUJU KEHARMONISAN”
Visi Pembangunan Pemerintah Daerah Tahun 2011-2031 ini mengarah pada tantangan-
tantangan yang dihadapi dalan kurun waktu 20 tahun ke depan. Visi Pembangunan Daerah
tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat berbudaya dan keharmonisan
dalam pengembangan implementasi Tri Hita Karana.
Upaya untuk menjadikan Denpasar sebagai Kota berbudaya dilandasi Tri Hita Karana
bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana. Karena pada awalnya Kota Denpasar
dibentuk berdasarkan desa-desa tradisional pusat kerajaan, dan kemudian format
pembangunan Kota Denpasar yang lebih mengacu pada aspek Urban Development.
Sehingga, sarana, dan prasarana yang tersedia, cenderung berfungsi sebagai elemen
kebutuhan dari aspek urban-nya. Manajemen Tata Ruang lebih mempertimbangkan obyek
utility (kegunaan) dan kurang memperhatikan resistensi (daya tahan) dan representasi
Budaya Bali. Sehingga, banyak terjadi penyimpangan terutama kalau di kaji dari aspek Tri
Hita Karana.
15
Tatanan palemahan yang terkait dengan tata ruang sangat memerlukan penanganan yang
serius karena satu saja gagal dari hubungan-hubungan tadi, akan memberikan dampak
negatif terhadap aspek lainnya, seperti hubungan manusia dengan Hyang Pencipta
(Prahyangan) yang menyangkut kehidupan religius (banyak kawasan suci menjadi sasaran
investasi), hubungan manusia dengan manusia (pawongan) terjadi pembelaan kepentingan
investor dari pada kepentingan masyarakat Bali.
Untuk mentrasformasi Denpasar menjadi Kota Berbudaya sesuai Visi, dibutuhkan suatu
konsep yang jelas, kemudian dituangkan dalam rencana menyeluruh (konprehensive plan)
yang dapat memberikan ruang gerak dan dapat mendukung terhadap resistensi Budaya
Bali.
Di samping visi, penataan ruang Kota Denpasar juga memiliki slogan atau moto: nyaman
dan produktif, dan berkeadilan. Tata ruang Kota Denpasar merupakan salah satu faktor
kenyamanan bagi penduduk yang tinggal maupun beraktivitas di Kota Denpasar.
Kenyamanan ini ditentukan oleh elemen-elemen tata ruang seperti cukupnya ruang terbuka
hijau baik publik maupun privat, fasilitas umum yang memadai, kualitas udara yang baik,
prasarana mencukupi kebutuhan, lalu lintas tidak macet, dan keamanan di jalan umum.
Kenyamanan erat kaitannya dengan produktivitas. Kenyamanan merupakan pangkal
produktivitas. Tambah nyaman lingkungan kota, maka penduduknya juga akan tambah
produktif. Lahan yang ditata melalui rencana tata ruang perlu diprduktifkan bagi lahan
terlantar dan perlu ditingkatkan produktivitasnya melalui berbagai cara seperti:
terjaminnya air irigasi yang tidak tercemar, penerepan teknologi pertanian yang akrab
lingkungan, diversifikasi tanaman sehingga pertanian lebih menjanjikan, dan tumpang sari
kegiatan untuk meningkatkan penghasilan.
Dari visi dan slogan ini dapat disimpulkan bahwa keadaan yang diinginkan melalui
penataan ruang Kota Denpasar adalah berwawasan budaya Bali, harmonis, seimbang,
nyaman, produktif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
b. Misi Pembangunan Kota Denpasar
Dalam mewujudkan Visi Pembangunan Daerah tersebut ditempuh melalui 5 (lima) Misi
Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar sebagai berikut :
1. Menumbuh kembangkan jati diri masyarakat Kota Denpasar berdasarkan budaya Bali.
2. Memberdayakan masyarakat Kota Denpasar berlandasakan kearifan lokal melalui
budaya kreatif.
16
3. Mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governance) melalui penegakan
supremasi hukum (law enforcement).
4. Meningkatkan pelayanan publik menuju kesejahteraan masyarakat (welfare society).
5. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat melalui
sistem ekonomi kerakyatan.
Selanjutnya untuk mewujudkan visi dan misi di atas, maka arahan penataan ruang wilayah
akan ditujukan untuk melaksanakan Misi :
a. Menyediakan RTRW sebagai acuan dalam penataan struktur ruang dan pola ruang
wilayah.
b. Meningkatkan keterkaitan fungsi dan orientasi antar kota, dalam Kawasan Metropolitan
Sarbagita maupun di dalam wilayah Kota Denpasar melalui strategi pengembangan tata
ruang yang didukung sistem sarana dan prasarana yang terintegrasi dan saling
mendukung.
c. Mengembangkan sistem operasionalisasi pemanfaatan rencana tata ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang melalui pengembangan Rencana Rinci Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi di seluruh Kawasan yang akan ditindaklanjuti dengan Peraturan
Daerah.
d. Menata distribusi fungsi kegiatan perkotaan sehingga Kota Denpasar merupakan
hunian yang nyaman, mengakomodasi potensi ekonomi perkotaan dan mampu
mempertahankan kebudayaan dengan tetap mempertahankan ruang terbuka hijau kota
minimal 35%.
e. Mengembangkan partisipasi antara pemerintah pusat, Provinsi Bali, Kota Denpasar,
masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan penataan ruang.
2.8. Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur
Peraturan Walikota (Perwali) Denpasar No. 6 Tahun 2013 tentang Peraturan Zonasi
Kawasan Strategis Sanur berfungsi sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan. Peraturan zonasi dalam Perwali yang menjadi rujukan utama untuk penyusunan
penelitian ini adalah Peraturan Zonasi Kawasan Perlindungan Setempat, serta Peraturan
Zonasi Zona Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya.
17
a. Peraturan Zonasi Kawasan Perlindungan Setempat
1) Zona Sempadan Pantai
a) Pengaturan kegiatan zona sempadan pantai, meliputi :
kegiatan dan bangunan yang diperbolehkan di zona sempadan pantai sepanjang
tidak berdampak negatif terhadap fungsi lindungnya meliputi: tempat Suci (Pura)
dan kegiatan ritual keagamaan pada lokasi yang telah ditetapkan; tempat
penambatan perahu pada lokasi yang telah ditetapkan; bangunan pengaman
pantai, prasarana navigasi dan keselamatan pelayaran (mercu suar), jalan inspeksi
serta gardu pandang; pengembangan vegetasi yang mendukung konservasi
kawasan pesisir; kegiatan rekreasi aktif secara terbatas (berenang, berselancar,
berolahraga); kegiatan rekreasi pasif; kegiatan berjualan dengan persyaratan
khusus; dermaga pelabuhan umum dan pariwisata, ruang terbuka hijau;
bangunan-bangunan yang telah ada serta tidak sesuai dengan ketentuan, namun
dapat dibuktikan tidak mengggangu menimbulkan dampak negatif dapat
dilanjutkan dan apabila memiliki dampak negatif ditata kembali untuk
menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku;
pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan; dan
kegiatan rekreasi aktif seperti berenang, kano, wisata air, berselancar, berolahraga
lainnya disesuaikan dengan petunjuk petugas pengamanan pantai.
b) Ketentuan teknis zona sempadan pantai, meliputi :
pengelolaan pengaturan sempadan pantai terdiri atas daratan sepanjang tepian laut
dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi
ke arah darat;
pada ruang sempadan pantai yang memiliki jalan setapak (pedestrian), atau akan
dikembangkan jalan setapak, pengaturan sempadan pantai mengikuti pengaturan
sempadan bangunan khusus di tepi pantai yang memiliki jalan setapak yaitu :
- bangunan diatas 2 (dua) lantai, sempadan bangunan ditetapkan 75 meter dari
jalan setapak;
- bangunan 2 (dua) lantai, sempadan bangunan ditetapkan 50 meter dari jalan
setapak;
- bangunan tidak bertingkat memakai dinding tembok, sempadan bangunan
ditetapkan 25 meter dari jalan setapak;
- bangunan tidak bertingkat dan terbuka, sempadan bangunan ditetapkan 5 meter
dari jalan setapak; dan
18
- pagar halaman dibangun dengan jarak 1,50 meter dari jalan setapak yang
dipergunakan sebagai telajakan.
c) Prasarana dan sarana minimal di zona sempadan pantai, meliputi:
tersedia pedestrian sebagai jalan melingkar bila memungkinkan;
tersedia ruang publik untuk melakukan kegiatan rekreasi dan upacara keagamaan;
tersedia pengaturan tentang jalur-jalur dan ruang evakuasi bencana; dan
tersedia sistem pengamanan kegiatan kegiatan rekreasi pantai.
d) ketentuan lain yang dibutuhkan.
terdapat langkah-langkah penyelamatan fisik pantai melalui pengembangan
struktur alami maupun struktur buatan untuk mencegah abrasi; dan
aturan khusus terkait daerah rawan bencana adalah adanya monitor peringatan
bahaya rawan bencana gelombang tinggi dan tsunami, adanya jalur evakuasi dan
adanya area perlindungan.
2) Zona Sempadan Sungai
a) Pengaturan kegiatan zona sempadan sungai, meliputi :
ruang terbuka hijau, kegiatan pertanian yang mendukung fungsi konservasi, dan
kegiatan rekreasi terbatas;
bangunan yang diijinkan adalah bangunan untuk pengendalian badan air dan
banjir, bangunan untuk menunjang fungsi taman rekreasi terbuka dan fungsi
pengamanan sempadan; prasarana-sarana keairan (irigasi), instalasi pengolahan
air minum (intake), bangunan penangkap sampah, dan instalasi pembangkit listrik
tenaga air;
penyediaan jalan inspeksi, jembatan penyeberangan dan jaringan drainase;
pembangunan fasilitas umum yang dimaksud harus dilengkapi ijin pemanfaatan
ruang dan kajian teknis dari instansi yang berwenang; dan
ketentuan lebih lengkap tentang penggunaan ruang dan kegiatan di zona
sempadan sungai baik yang diijinkan, diijinkan bersyarat, diijinkan terbatas serta
yang tidak diijinkan tercantum pada Tabel aturan zonasi Kawasan Lindung, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
b) Ketentuan teknis zona sempadan sungai adalah :
3 (tiga) meter untuk sungai bertanggul;
10 (sepuluh) meter untuk sungai tidak bertanggul;
50 (lima puluh) meter untuk sungai yang terpengaruh pasang-surut air laut; dan
19
garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah
mengikuti ketentuan garis sempadan jalan, dengan ketentuan kontruksi dan
penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta
bangunan sungai.
c) Ketentuan lain yang dibutuhkan.
kepemilikan lahan yang berbatasan dengan sungai diwajibkan menyediakan ruang
terbuka publik sekurang-kurangnya 3 m (tiga meter) sepanjang sungai untuk jalan
inspeksi dan/atau taman telajakan; dan
pembuatan jalan penyebrangan diatas sungai dan saluran drainase harus mendapat
rekomendasi dari instansi terkait.
3) Zona Suci
a) Aturan umum kegiatan di sekitar kawasan suci adalah :
pemanfaatan kawasan suci sebagai kawasan konservasi;
pelarangan pendirian bangunan kecuali untuk menunjang kegiatan keagamaan dan
penelitian; dan
pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan
nilai-nilai kesucian.
b) Ketentuan Teknis kawasan suci dan kawasan tempat suci adalah :
kawasan suci campuhan ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter dari tepi
campuhan;
kawasan sekitar mata air ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter terkecuali bagi
bangunan yang telah ada dan bangunan yang terkait dengan pengamanan dan
pemanfaatan mata air dapat kurang dari 50 meter; dan
kawasan suci pantai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 meter.
c) Ketentuan lebih lengkap tentang penggunaan ruang dan kegiatan di zona kawasan
suci baik yang diijinkan, diijinkan bersyarat, diijinkan terbatas serta yang tidak
diijinkan tercantum pada tabel aturan zonasi kawasan lindung, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
4) Zona Tempat Suci
a) Pengaturan zona tempat suci Pura Kahyangan Jagat dengan konsep tiga zona,
meliputi :
Zona inti (maha wana) adalah penyengker pura;
Zona penyangga (tapa wana) adalah kawasan sekitar pura di luar zona inti yang
diperuntukan untuk penunjang aktivitas peribadatan seperti tempat parkir, fasilitas
20
makan-minum, permukiman pengempon dan fasilitas penunjang lainnya dengan
jarak disesuaikan dengan kondisi fisik setempat; dan
Zona pemanfaatan (sri wana) adalah zona di luar zona inti dan zona penyangga di
pura yang diperuntukan untuk permukiman penduduk beserta fasilitas penunjang
permukiman dan melarang aktivitas yang dapat berpotensi mengganggu nilai-nilai
kesucian dengan jarak berdasarkan kesepakatan stakeholder setempat.
b) Pengaturan zona tempat suci Pura Kahyangan Tiga dan Pura Lainnya dengan konsep
tiga zona adalah penyengker pura, dan sampai batas tertentu merupakan zona
pemanfaatan yang disepakati stakeholder setempat, dengan ketentuan :
Untuk bangunan akomodasi pariwisata 1 lantai minimal 30 dari penyengker pura;
Untuk bangunan akomodasi pariwisata 2 lantai minimal 50 dari penyengker pura.
c) Prasarana dan sarana minimum yang dibutuhkan:
aksesibilitas yang baik menuju zona tempat suci;
tersedia fasilitas tempat parkir yang cukup;
tersedia fasilitas makan dan minum;
tersedia fasilitas sanitasi yang baik;
tersedia sarana pembuangan sampah, baik tersebar dalam bentuk bak-bak sampah
maupun ketersediaan tempat pembuangan sementara;
tersedia jaringan sanitasi, drainase, air bersih, listrik, dan telekomunikasi; dan
tiap 100 m2 ruang terbuka, minimal ada 1 pohon perindang.
d) Ketentuan lain yang dibutuhkan.
pengembangan perarem pengendalian kegiatan yang mengganggu nilai kesucian
di dalam radius kawasan tempat suci;
pura-pura yang ditetapkan sebagai obyek wisata wajib menjaga kenyamanan
aktivitas upacara keagamaan dan menyediakan persyaratan tatalaku wisatawan
agar tidak menganggu nilai kesucian;
pura-pura yang ditetapkan sebagai obyek kawasan cagar budaya mengikuti
ketentuan pengaturan benda cagar budaya;
pelataran tempat suci sebagian tetap terbuka (tidak diperkeras) untuk media
penyerapan air dan sebagian tetap dipertahankan untuk ruang terbuka non hijau;
pemanfaatan bangun-bangunan yang telah ada dan tidak sesuai dengan fungsi
peruntukan yang diijinkan pada radius kawasan tempat suci, namun telah
mendapat ijin dari pemerintah daerah dapat dilanjutkan sampai umur teknis
bangunan berakhir, yang dinilai oleh Tim Penilai Bangunan;
21
menyediakan sarana dan prasarana minimal bagi penyandang cacat dan kaum
livable lainnya; dan
tidak dijijnkan adanya pemasangan papan reklame atau informasi yang bersifat
komersial di sepanjang jalan dan halaman bangun-bangunan pada zona radius
kawasan tempat suci.
5) Zona Setra dan Makam
a) Aturan ketersediaan prasarana minimum :
tersedia tempat parkir yang memadai terkait kegiatan pembakaran atau
penguburan mayat; dan
tidak diijinkan menebang pohon perindang dan pohon-pohon peneduh dalam zona
setra dan kuburan.
b) Aturan Khusus yang diterapkan adalah :
pemanfaatan kegiatan di dalam zona setra pemeluk Hindu diatur dalam awig-awig
atau perarem desa pakraman setempat;
pembangunan makam dan perluasannya harus mendapatkan persetujuan
pemerintah daerah, masyarakat dan desa pakraman setempat; dan
lingkungan areal setra dan makam dikembangkan dalam bentuk taman setra atau
makam dengan lansekap teratur, rapi yang ditata sesuai dengan fungsinya, dengan
pemanfaatan area mengutamakan ruang terbuka hijau yang cukup luas.
b. Peraturan Zonasi Zona Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
1) Ketentuan peraturan zonasi kawasan taman hutan raya, meliputi:
pemanfaatan ruang untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang
memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam dengan ciri khas baik asli maupun
buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang
ekosistemnya sudah berubah;
penataan kawasan taman hutan raya dilakukan dengan menetapkan blok pengelolaan
meliputi blok perlindungan, blok pemanfaatan dan blok lainnya;
pemanfaatan ruang kawasan untuk kepentingan lain melalui proses pinjam pakai
sesuai peraturan perundang-undangan;
blok pemanfaatan dan blok lainnya, digunakan sesuai kepentingan tertentu; dan
telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kehutanan.
22
2) Pengaturan zonasi kawasan taman hutan raya, meliputi :
jenis kegiatan yang diperbolehkan pada semua blok pengelolaan meliputi
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas,
dan angin serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan
peningkatan kesadartahuan konservasi alam, pemanfaatan sumber plasma nutfah
untuk penunjang budidaya, spriritual dan keagamaan, pembinaan populasi dalam
rangka penetasan telur dan/atau pembesaran anakan yang diambil dari alam, dan
pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat yang dapat berupa kegiatan
pemungutan hasil hutan bukan kayu, budi daya tradisional, serta perburuan
tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi, dan kegiatan lain yang tidak
mengganggu fungsi taman hutan raya sebagai kawasan pelestarian alam.
jenis kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan pengusahaan
pariwisata alam hanya pada blok pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan
mengunjungi, melihat, menikmati keindahan alam, keanekaragaman tumbuhan dan
satwa, serta dapat dilakukan kegiatan membangun sarana kepariwisataan, meliputi :
- usaha pengusahaan jasa wisata alam terdiri atas informasi pariwisata,
pramuwisata, transportasi, perjalanan wisata, cinderamata dan makanan dan
minuman;
- usaha sarana wisata alam terdiri atas: wisata tirta, transportasi, dan wisata
petualangan; dan
- jenis kegiatan beserta syarat pemanfaatan ruang dan kegiatan diatur dengan
ketentuan.
jenis kegiatan yang tidak diperbolehkan mencakup kegiatan pendirian bangunan
selain bangunan penunjang kegiatan penelitian, pendidikan, keagamaan, dan kegiatan
yang mengganggu fungsi taman hutan raya sebagai kawasan pelestarian alam.
intensitas pemanfaatan ruang pada blok pemanfaatan untuk kegiatan pengusahaan
wisata alam, mencakup :
- koefisien wilayah terbangun (KWT) untuk kegiatan pengusahaan wisata alam
pada blok pemanfaatan paling banyak 10% dari luas blok pemanfaatan; dan
- luas areal yang diizinkan untuk dibangun sarana wisata alam paling banyak 10%
(sepuluh per seratus) dari luas areal yang ditetapkan dalam izin.
ketentuan lain yang dibutuhkan dalam pemanfaatan taman hutan raya, meliputi :
- hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari Gubernur atau Walikota
sesuai dengan kewenangannya atau pejabat yang ditunjuk;
23
- menyusun dan menyampaikan dokumen Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal) sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- menggunakan jenis tumbuhan asli setempat atau yang pernah tumbuh/tersebar
secara alami di wilayah tersebut untuk kegiatan tanam menanam;
- tidak merusak bentang alam;
- tidak menebang pohon;
- tidak melakukan kegiatan yang berdampak pada hilangnya keunikan kawasan
taman wisata alam;
- mendapat persetujuan pemangku kepentingan wilayah setempat; dan
- sarana wisata alam yang dibangun untuk wisata tirta harus semi permanen dan
gaya bangunannya disesuaikan dengan arsitektur budaya setempat.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini pada hakekatnya merupakan sebuah studi tentang konflik antara aktivitas
berjalan kaki dengan bersepeda di jalan setapak Sanur. Berdasarkan permasalahan yang
telah diuraikan pada sub bab 1.2 di depan, penelitian ini dirancang sebagai sebuah
penelitian menggunakan metode kualitatif.
Menurut Darmawan (2005), penelitian kualitatif berfokus pada berbagai metode yag
melibatkan interprestasi dan pendekatan naturalistic ke dalam permasalahan yang diambil.
Ini berarti bahwa seorang peneliti kualitatif belajar banyak hal dalam setting alaminya,
mencoba untuk dapat mempertimbangkan, atau menginterpretasikan fenomena-fenomena
yang bermakna. Penelitian kualitatif melibatkan pemanfaatan dan pengumpulan materi-
materi empiris.
Dalam penelitian kualitatif, penentuan variabel dari obyek penelitian itu tidak bersifat
tunggal dan parsial, tetapi bersifat holistik, dimana variabel penelitian tersebut harus
melihat keseluruhan situasi obyek penelitian yang diteliti yang meliputi aspek tempat
(place), aspek pelaku (actor) dan aspek aktivitas (activity) yang berinteraksi scara signergis
(Sugiyono, 2008).
Dari ketiga aspek tersebut, batasan variabel dapat ditentukan dengan melihat fokus
permasalahan yang akan diteliti. Selanjutnya Sugiyono (2008), menyatakan bahwa fokus
(batasan masalah) yang sebenarnya dalam penelitian kualitatif ini diperoleh setelah peneliti
melakukan grand tour observation dan grand tour question atau yang disebut dengan
penjelajahan umum. Dari penjelajahan umum ini peneliti akan memperoleh gambaran
umum menyeluruh yang masih pada tahap permukaan tentang situasi penelitian. Untuk
dapat memahami secara lebih luas dan mendalam, maka diperlukan pemilihan fokus
penelitian dan batasan-batasan variabel pengujinya, agar dalam penyusunan instrumen
penelitiannya sinkronisasi dan tetap terkontrol.
25
3.2. Metode Kegiatan Penelitian
Untuk mencapai tujuan, target, dan luaran yang diharapkan dalam penelitian ini dilakukan
langkah dan metode kegiatan sebagai berikut, yaitu :
1) Melakukan studi literatur terhadap pemahaman tentang pengertian jalan setapak, sistem
penghubung, jalur pejalan kaki, ruang terbuka hijau dan sistem petanda, kebijakan tata
ruang Kota Denpasar, kebijakan pengembangan pariwisata KSPN Sanur dari
sumber/pustaka berupa buku-buku dan dokumen tata ruang terkait serta oleh peneliti
terdahulu.
2) Melakukan survey lapangan untuk mendapatkan kondisi terkini jalan setapak Sanur dan
selanjutnya dilakukan pengukuran dan dokumentasi untuk mendapatkan data fisik dan
non fisik wilayah penelitian.
3) Melakukan wawancara dengan pemegang kebijakan, masyarakat, wisatawan, dan
pelaku pariwisata untuk mengetahui kecenderungan pembangunan dan kebutuhan
penataan.
4) Melakukan strukturisasi, klasifikasi, dan kompilasi data merujuk kepada data hasil studi
literatur, survey lapangan maupun wawancara yang dilakukan.
5) Melakukan identifikasi dan kajian terhadap kondisi komponen pembentuk jalan setapak
Sanur dan konflik yang terjadi antara aktivitas berjalan kaki dengan bersepeda.
6) Merumuskan hasil kajian berupa visi penataan jalan setapak Sanur, terdiri atas : i) dasar
pertimbangan; ii) konsep dasar; dan iii) konsep pengembangan.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Jalan Setapak Sanur
Kawasan penelitian mencakup Desa Kesiman Petilan, Desa Sanur Kaja, Kelurahan Sanur,
Desa Sanur Kauh, Desa Sidakarya, Kelurahan Renon, dan Kelurahan Kesiman seperti pada
peta berikut :
Jika dilihat dari batas kawasan penelitian di atas, maka rute jalan setapak Sanur adalah
meliputi Pantai Padanggalak - Pantai Matahari Terbit - Pantai Mertasari - Tahura - Jalan
Tukad Balian - Jalan Sedap Malam - Pantai Padanggalak seperti pada peta berikut :
Gambar 4.1. Batas Kawasan Penelitian
27
Gambar 4.2. Peta Jalur Jalan Setapak Sanur
a. Pantai Padanggalak
Pantai Padanggalak terletak tidak jauh dari pantai Sanur. Pantainya berpasir hitam pekat
dan banyak pengunjung memanfaatkan pasirnya untuk mengubur diri karena konon
memiliki manfaat bagi kesehatan. Seperti kebanyakan pantai Bali yang menghadap timur,
ombaknya cukup besar, sehingga biasanya pengunjung hanya berani berenang ketika air
surut. Di sepanjang bibir pantai dibangun benteng penahan gelombang dari tumpukan batu-
batu besar yang diatasnya dipasangi jalan setapak yang dipaving. Pantai ini memiliki
28
pemandangan matahari terbit yang cantik, tidak kalah dengan Pantai Sanur. Pada saat
bulan purnama, bulan di pantai ini juga terlihat besar dan terang.
b. Pantai Matahari Terbit
Pantai Matahari terbit yang berada beberapa puluh meter di utara Pantai Sanur berpasir
hitam. Selain itu pada saat laut pasang, biasanya hanya tersisa sedikit luasan berpasir,
sehingga kurang menyenangkan untuk bersantai, berjemur, bermain pasir, atau berenang
dibandingkan pantai Sanur. Popularitas Pantai Matahari Terbit mungkin kalah dibanding
Pantai Sanur, lain halnya soal fasilitas yang tersedia. Selain lapangan parkir yang luas
bahkan terdapat halte bis Trans Sarbagita yang menghubungkan Sanur dengan Terminal
Batubulan di utara Denpasar dan Nusadua di semenanjung selatan Bali, ada juga
Gambar 4.3. Eksisting Pantai Padanggalak
29
“wantilan” terbuka yang cukup luas, toilet, restoran, jejeran warung, dan fasilitas lainnya.
Sama dengan Pantai Sanur, kawasan seputar Pantai Matahari Terbit juga teduh dengan
lindungan pohon-pohon besar.
c. Pantai Sanur
Pantai Sanur merupakan salah satu pantai di Pulau Bali yang menarik untuk dikunjungi.
Keindahan panorama alamnya membuat Pantai Sanur terkenal bahkan sejak jaman dahulu.
Dalam sejarah Bali kuno, Pantai Sanur telah dikenal sebagai pantai yang indah, hal itu
nampak dalam Prasasti Raja Kasari Warmadewa, seorang raja yang berkeraton di
Singhadwala pada tahun 917 M. Pantai Sanur berjarak sekitar 6 km dari pusat kota
Denpasar dan dapat dicapai dengan kendaraan pribadi seperti mobil atau sepeda motor.
Jika ingin menggunakan kendaran umum, wisatawan tak perlu khawatir karena kendaraan
Gambar 4.4. Eksisting Pantai Matahari Terbit
30
umum sangat ramai mondar-mandir antara Sanur-Denpasar seperti bemo, bahkan sekarang
telah di operasikan Bus Trans Sarbagita.
d. Pantai Segara Ayu
Pantai Segara Ayu bersebelahan dengan pantai Shindu. Seperti pantai Sanur, pasir pantai
ini juga berwarna putih dengan gelombang yang tidak terlalu besar. Pantai ini selalu ramai
dikunjungi baik wisatawan lokal maupun asing. Dari pantai ini pengunjung yang datang
dapat menyaksikan indahnya matahari terbit dari cakrawala. Aktifitas yang dapat
dilakukan di Pantai Segara Ayu ini antara lain : swimming, fishing, bersantai, surving,
diving, snorkling dan bersantai. Fasilitas yang terdapat di Pantai Segara Ayu antara lain :
penyewaan boat dan kano, hotel dan restaurant, café, art shop serta warung penjual
Gambar 4.5. Eksisting Pantai Sanur
31
makanan dan minuman. Bagi pengunjung yang ingin datang ke Pantai Segara Ayu ini
diperlukan waktu kira-kira 20 menit dengan jarak tempuh lebih kurang 8 km dari Kota
Denpasar.
e. Pantai Sindhu
Berbatasan langsung dengan Pantai Segara di sisi Utara, pantai Sindhu juga menawarkan
pesona pantai pesisir timur dengan ombak yang pecah di tengah laut lalu bergulung tenang
dan dangkal menuju bibir pantai yang berpasir putih. Pantai Sindhu merupakan pantai yang
selalu ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara, pantai ini berpasir
putih dengan ombak yang tidak begitu besar. Garis pantai ini sama dengan pantai Sanur.
Banyak wisatawan datang untuk menikmati makanan dan minuman yang disajikan
disepanjang pantai ini. Aktifitas yang bisa dilakukan di pantai ini antara lain: berenang,
memancing, berjemur dan bersantai. Fasilitas yang terdapat di pantai ini Art shop, mini
Gambar 4.6. Eksisting Pantai Segara Ayu
32
market, hotel dan restaurant, café, spa, rental motor boat serta area parkir yang cukup
memadai.
f. Pantai Karang
Pantai Karang berpasir putih dengan ombak yang relatif tenang, pantai ini cukup nyaman
dengan panorama yang indah menawan, di pantai ini banyak terdapat batu karang.
Keunikan lain di pantai ini adalah terdapat sebuah pura yang akan terlihat saat air laut
surut. Di pantai ini dibangun semacam sanderan yang berisi pondok-pondok kecil yang
bisa dijadikan tempat duduk-duduk menunggu matahari terbit (sunrise). Selain itu terdapat
jalan setapak yang diperuntukan bagi pejalan kaki dan sering dipergunakan sebagai arena
jogging. Banyak wisatawan asing dan domestik datang kesini untuk menikmati keadaan
sekitar pantai ini. Aktifitas yang bisa dilakukan di pantai ini antara lain : snorkling,
memancing, berjemur dan bersantai. Sejarah awal pantai ini dinamakan pantai karang,
Gambar 4.7. Eksisting Pantai Sindhu
33
karena posisi pantai ini banyak terdapat batu karang, agar lebih mudah untuk diingat lalu
pantai ini dinamakan Pantai Karang.
g. Pantai Semawang
Pantai Semawang adalah sebuah tempat pelancongan pariwisata yang terkenal di pulau
Bali. Tak jauh dari Pantai Semawang terdapat juga lokasi wisata selam dan snorkling.
Karena lokasinya yang berada di sebelah timur pulau Bali, maka pantai Bali ini menjadi
lokasi yang tepat untuk menikmati sunrise atau Matahari terbit. Selain itu, ombak di pantai
ini relatif lebih tenang sehingga sangat cocok untuk ajang rekreasi pantai anak-anak dan
tidak berbahaya. Selain itu, pengunjung bisa melihat Matahari terbit dengan berenang di
pantai. Sebagian kawasan pantai ini mempunyai pasir berwarna putih yang eksotis.
Dilengkapi dengan pohon pelindung, pengunjung bisa duduk-duduk sambil menikmati
jagung bakar ataupun lumpia yang banyak dijajakan pedagang kaki lima.
Gambar 4.8. Eksisting Pantai Karang
34
h. Pantai Mertasari
Pantai Mertasari ini terletak menghadap ke utara, berbeda dengan Pantai Sanur yang
menghadap ke barat. Jadi untuk melihat matahari terbit posisi matahari tidak berada seperti
di tengah pantai, namun terlihat muncul dari sebelah pesisir pantai. Pantai ini berlokasi di
Jalan Tirta Empul Sanur, atau dapat juga melalui Jalan Pengembak Sanur. Untuk mencapai
lokasi pantai dapat melalui Jalan Danau Poso Sanur kemudian belok ke selatan menuju
Jalan Pengembak dan langsung tembus ke pantai. Namun orang-orang lebih sering
melaluinya dari Jalan Danau Poso belok ke selatan menuju Jalan Sekar Waru kemudian
belok kanan lalu ketemu pertigaan dengan pohon beringin besar di tengahnya lalu belok ke
kiri dan sampailah di Pantai Mertasari. Pantai Mertasari pantai yang cocok untuk bersantai
ria, sambil mandi, berenang, berendam atau berjemur di pasir yang putih.
Gambar 4.9. Eksisting Pantai Semawang
35
i. TAHURA
Tahura (Taman Hutan Rakyat) Hutan Magrove di kawasan Suwung Desa Pemogan
Denpasar Selatan. Hutan seluas 736 Ha ini dikembangkan menjadi objek wisata yang
cukup menarik dan menantang untuk dikunjungi. Tahura menjadi tempat pembibitan dan
melestarikan mangrove ini agar terjaga, karena menjadi penguat pantai yang berada di
Bali. Pesona Tahura juga disebabkan panorama khas mangrove serta telah terbangunnya
jogging track sepanjang kurang lebih 1.400 meter, bangunan menara (tower), dan shelter.
Satwa khas Tahura seperti burung, ikan, kepiting dan biawak menambah daya tarik
kawasan ini. Jogging track dimanfaatkan untuk jalan santai pengunjung. Menara (tower)
dimanfaatkan untuk melihat pemandangan di sekitar hutan mangrove dari atas. Di kawasan
ini juga ada pondok peristirahatan pada jalur jogging track sebagai tempat bersantai dan
beristirahat pengunjung guna menikmati keindahan mangrove dan satwa air.
Gambar 4.10. Eksisting Pantai Mertasari
36
j. Jalan Tukad Balian
Jalan Tukad Balian termasuk kedalam wilayah Kecamatan Denpasar Selatan. Kawasan ini
merupakan kawasan yang berkembang dan mulai dipadati permukiman penduduk. Masih
terdapat lahan hijau pada kawasan yang mendukung perencanaan jalan setapak sebagai
view bagi para pejalan kaki maupun pengguna sepeda. Selain itu dapat ditemui juga para
pedagang semangka yang merupakan perwujudan pengembangan ekonomi kreatif
kerakyatan.
Gambar 4.11. Eksisting TAHURA
37
k. Jalan Tukad Bilok - Tukad Nyali
Jalur jalan ini merupakan jalur jalan dengan kepaadatan penduduk yang tinggi. Jalur jalan
ini banyak dilalui kendaraan karena termasuk jalan alternative menuju pusat kota. Jalur ini
memiliki kondisi yang bervariasi. Lebar jalan berukuran antara 3 (tiga) hingga 6 (enam)
meter, dan tidak keseluruhan memiliki jalur pedestrian.
Gambar 4.12. Eksisting Jalan Tukad Balian
38
l. Jalan Sedap Malam
Jalur ini merupakan jalur lanjutan dari jalan Tukad Nyali yang nantinya akan terhubung ke
Jalan Padanggalak melalui Jalan Waribang. Jalur ini merupakan jalur yang tingkat
kepadatannya cukup berkembang. Belum terdapat jalur pedestrian pada jalur ini.
Gambar 4.13. Eksisting Jalan Tukad Bilok-
Tukad Nyali
39
m. Jalan Waribang
Jenis penggunaan lahan pada kawasan ini merupakan lahan pertanian yang ditanami
tumbuhan padi oleh masyarakat. Saat ini lahan telah digunakan sebagai perumahan
penduduk, gedung pertunjukan, dan hotel. Pada kawasan ini masih banyak dapat ditemui
ruang terbuka hijau yang nantinya dapat menunjang aktivitas pada jalan setapak bagi
pejalan kaki maupun pengguna sepeda.
Gambar 4.14. Eksisting Jalan Sedap Malam
40
n. Jalan Padanggalak
Pada kawasan ini masih banyak dapat ditemui ruang terbuka hijau. Terdapat permukiman
penduduk pada kawasan ini, sebagian bangunan merupakan bangunan semi permanen.
Kawasan ini sedang berkembang, hal ini dapat dilihat dari mulai dibangunnya perumahan
oleh developer. Karena jalan ini merupakan jalur menuju lokasi pariwisata Pantai
Padanggalak banyak juga ditemui restoran atau rumah makan sebagai aktivitas pendukung
kegiatan pariwisata.
Gambar 4.15. Eksisting Jalan Waribang
41
4.2. Analisis Kebutuhan Penanganan
a. Sistem Penghubung (Linkage System)
Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan pada
sistem penghubung di jalur perencanaan jalan setapak. Sistem penghubung adalah sistem
yang menghubungkan berbagai jenis peruntukan lahan baik secara makro maupun mikro.
Pada sistem penghubung inilah semua aktivitas masyarakat berlangsung (Danisworo,
1980). Pada kawasan perencanaan, permasalahan yang timbul antara lain :
1) Sirkulasi yang bercampur antara pejalan kaki dengan pengguna sepeda
Hal ini sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilihat utamanya pada kawasan perencanaan
yang terletak di tepi pantai. Fasilitas yang disediakan untuk pejalan kaki menjadi
Gambar 4.16. Eksisting Jalan Padanggalak
42
tercampur penggunaannya dengan pengguna sepeda. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri
karena memang tidak disediakan pembatas antara pengguna sepeda dengan pejalan kaki
dan tidak ada regulasi yang mendukung pembedaan penggunaan fasilitas tersebut.
Gambar 4.17. Jalur Pejalan Kaki Menyatu dengan Pengguna Sepeda
2) Penataan parkir yang kurang optimal
Padatnya pengunjung dan minimnya lahan yang digunakan untuk parkir mengakibatkan
parkir memanfaatkan area-area yang ada termasuk area pejalan kaki. Tidak jarang parkir
kendaraan semrawut pada areal parkir yang telah disediakan. Hal tersebut tentunya
dapat mengganggu sirkulasi orang yang melalui area tersebut.
Gambar 4.18. Penataan Parkir pada Kawasan Penelitian
3) Kurangnya aktivitas pendukung pada area pejalan kaki
Pada beberapa lokasi di kawasan perencanaan, area pejalan kaki terlihat tampak terlalu
“polos” dalam pengertian tidak terdapat aktivitas pendukung sedikit pun. Berbeda
dengan lokasi seperti di pantai Sanur dan Sindhu yang area pejalan kakinya penuh dengan
berbagai aktivitas pendukung.
43
Perlu dilakukan penyeimbangan keberadaan aktivitas pendukung di semua
lokasi yang direncanakan. Di samping dapat mendukung aktivitas yang ada di
dalamnya, juga dapat mendorong kemajuan ekonomi kreatif masyarakat.
b. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way)
Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan pada
jalur pejalan kaki di jalur perencanaan jalan setapak. Menurut Danisworo (1980),
jalur/area pejalan kaki adalah elemen penting dalam perancangan kota, karena berperan
sebagai sistem kenyamanan dan sistem pendukung vitalitas ruang-ruang kota. Sistem
pedestrianisasi yang baik dapat mereduksi ketergantungan terhadap kendaraan di daerah
pusat kota, meningkatkan daya tarik ke pusat kota, mendukung peningkatan kualitas
lingkungan dengan sistem skala manusiawi, mendorong kegiatan komersial dan membantu
memperbaiki kualitas udara. Pada kawasan perencanaan, permasalahan yang timbul antara
lain :
1) Penggunaan jalur pejalan kaki yang tidak sesuai dengan fungsinya
Gambar 4.19. Area Pejalan Kaki yang
Minim dengan Aktivitas Pendukung
Gambar 4.20. Area Pejalan Kaki yang
Penuh dengan Aktivitas Pendukung
44
Hal ini sangat umum terjadi tidak hanya pada
kawasan perencanaan. Pemanfaatan jalur pejalan
kaki diluar fungsinya sering dilakukan oleh
masyarakat. Jalur pejalan kaki selain digunakan
untuk berjalan juga dimanfaatkan sebagai lahan
parkir, tempat penampungan sampah, hingga untuk
menjemur pakaian. Pemanfaatan di luar fungsinya
sebagai suatu jalur pejalan kaki, selain
mengganggu bagi para pejalan kaki tentunya akan
merusak tampilan dari jalur pejalan kaki dan
lingkungan di sekitarnya.
2) Jalur pejalan kaki yang perlu ditata kembali
Banyak jalur pejalan kaki yang
memerlukan penataan kembali, karena
rusak, terputus dan berlubang, bahkan
pada beberapa lokasi tidak terdapat jalur
pejalan kaki.
Gambar 4.23. Jalan yang Belum Memiliki Jalur
Pejalan Kaki
Gambar 4.21. Jalur Pejalan Kaki Diserobot Parkir, Bungkusan Sampah dan Jemuran
Gambar 4.22. Trotoar yang Berlubang
45
c. Ruang Terbuka Hijau dan Landscape
Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan pada
ruang terbuka hijau dan landscape di jalur perencanaan jalan setapak. Menurut Shirvani
(1985) ruang terbuka (open space) meliputi landsekap, hardscape (jalan, trotoar, dsb)
taman dan tempat rekreasi dalam kota. Ruang kosong yang disebut super holes tidak
termasuk open space. Elemen ruang terbuka adalah taman dan plasa (square), ruang
terbuka hijau kota, termasuk pepohonan, semak-semak, tumbuh-tumbuhan, badan air,
penerangan, perkerasan, kios, pembuangan sampah, air mancur/minum, patung jam dan
sebagainya yang terdapat di dalamnya. Area pejalan kaki, rambu dan tanda termasuk
elemen ruang terbuka.
Pada kawasan perencanaan beberapa area sudah tertata dengan baik, karena terkait dengan
perdagangan tanaman hias dan aktivitas pariwisata. Akan tetapi pada beberapa area yang
khususnya terkait dengan permukiman penduduk, jalur pejalan kaki masih memerlukan
penataan dengan elemen landscape untuk menciptakan tampilan yang lebih baik dan
menarik guna menambah estetika visual ruang jalan.
d. Perabot Jalan (Street Furniture)
Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan
perabot jalan (street furniture) di jalur perencanaan jalan setapak. Secara umum, elemen
perabot jalan (street furniture) terdiri atas lampu penerangan jalan, lampu taman, lampu
parkir dan pedestrian, tempat sampah, papan informasi, bangku taman, halte, rambu lalu
lintas, dan pos keamanan. Pada kawasan perencanaan permasalahan yang timbul adalah
perlunya penataan kembali terhadap papan informasi, lampu penerangan jalan dan lampu
taman, dan tempat sampah.
Gambar 4.24. Tampilan RTH dan Landscape
yang Dapat Dikembangkan
Gambar 4.25. Area Pejalan Kaki Dibuat
secara Pribadi dan Perlu Ditata Lebih Baik
46
e. Petanda (Signage)
Sub bab ini akan membahas mengenai kebutuhan penanganan terhadap permasalahan
petanda (signage) di jalur perencanaan jalan setapak. Dari segi perencanaan, papan
nama/reklame/informasi perlu diatur agar terjalin kecocokan lingkungan, pengurangan
dampak visual negatif, mengurangi kebingungan dan kompetisi antara papan informasi
publik dan papan reklame. Papan nama/reklame yang dirancang baik akan menambah
kualitas tampilan bangunan dan memberi kejelasan informasi usaha. Pada kawasan
perencanaan permasalahan yang timbul adalah papan informasi serta papan nama jalan dan
petunjuk arah yang perlu di-redesign kembali agar dapat lebih jelas dan informatif.
Gambar 4.26. Lampu Penerangan dan Rambu yang Perlu di-Redesign
Gambar 4.27. Pos Jaga dan Tempat Pembuangan Sampah yang Perlu Ditata
47
Sedangkan untuk papan reklame perlu ditata agar tidak mengganggu tampilan lingkungan
sekitarnya.
4.3. Visi Penataan
a. Dasar Pertimbangan
Dasar pertimbangan dalam menentukan rumusan konsep dasar penataan Jalan Setapak
Sanur adalah :
1) Visi dan Misi Pembangunan Kota Denpasar
Tata ruang Kota Denpasar merupakan salah satu faktor kenyamanan bagi penduduk
yang tinggal maupun beraktivitas di Kota Denpasar. Kenyamanan ini ditentukan oleh
elemen-elemen tata ruang seperti cukupnya ruang terbuka hijau baik publik maupun
privat, fasilitas umum yang memadai, kualitas udara yang baik, prasarana mencukupi
kebutuhan, lalu lintas tidak macet, dan keamanan di jalan umum. Berdasarkan visi dan
misi pembangunan Kota Denpasar dalam kaitannya dengan perencanaan Kawasan Jalan
Setapak Sanur sangat penting dilakukan upaya penyelasarasan antara fungsi-fungsi
kegiatan pariwisata, pertanian, dan industri kecil unggulan serta adanya upaya
peningkatan sarana dan prasarana pendukung untuk mendorong pengembangan
ekonomi kerakyatan.
2) Fungsi Strategis Kawasan Sanur
Wilayah kawasan strategis Sanur mencakup 3 (tiga) desa/kelurahan yaitu Desa Sanur
Kaja, Kelurahan Sanur dan Desa Sanur Kauh. Ragam variasi kegiatan yang ada
Gambar 4.28. Papan Nama Jalan, Petunjuk Arah dan Papan Informasi yang Perlu di-
Redesign
48
utamanya pariwisata sangat strategis dalam upaya pengembangan tingkat perekonomian
kawasan ini pada khususnya. Pariwisata memiliki peran sentral dalam menciptakan
kualitas hidup masyarakat yang tidak hanya terbatas pada perekonomian, tetapi juga
kesejahteraan secara luas. Sanur yang solid menjaga sinergitas pariwisata, potensi
alam, seni budaya dan kreativitas warganya telah mampu menjadikan kawasan itu
sebagai desa pariwisata terkenal di mata dunia.
3) Koneksitas Kawasan Pariwisata Sanur dengan Kawasan Sekitar
Beragam aktivitas yang terjadi di Kawasan Sanur sedikit tidaknya akan berdampak
terhadap kawasan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena kawasan sekitarnya
berfungsi sebagai penghubung untuk mencapai Kawasan Sanur. Dalam kaitannya
sebagai penghubung tentunya akan bertumbuh berbagai fasilitas pendukung kegiatan
utama di Kawasan Sanur. Sehubungan dengan perencanaan Penataan Kawasan Jalan
Setapak Sanur, maka kawasan sekitar yang digunakan sebagai jalur jalan setapak
tentunya adalah kawasan yang mendukung terciptanya fasilitas yang dapat
dimanfaatkan secara baik dan berfungsi maksimal.
4) Kebutuhan Rekreasi dan Olahraga Masyarakat dan Wisatawan
Seperti diketahui, Kota Denpasar adalah kota yang padat penduduk dan cukup minim
tempat rekreasi apabila dibandingkan dengan Kabupaten Badung yang memiliki sangat
banyak tempat rekreasi strategis. Kawasan Sanur sebagai salah satu tempat pariwisata
favorit dan terkenal hingga ke manca negara, saat ini akan dioptimalkan
pemanfaatannya dengan perencanaan suatu sarana rekreasi sekaligus olahraga bagi
masyarakat dan wisatawan
5) Isu Perbaikan dan Penyelamatan Lingkungan
Perubahan iklim yang drastis dewasa ini berdampak negatif terhadap kondisi
lingkungan hidup. Selain itu aktivitas masyarakat perkotaan juga berdampak kepada
lingkungan. Berdasarkan hal tersebut harus dilakukan tindakan nyata yang mampu
menyelamatkan dan memperbaiki lingkungan meskipun secara bertahap. Sehingga
kedepannya lingkungan dapat kembali menjadi bersahabat dan dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan.
6) Mencegah Pembukaan Kawasan Baru
Ibarat pepatah “ada gula ada semut”, maka setiap pembukaan jalan baru sudah dapat
dipastikan akan berkembang menjadi sebuah kawasan hunian baru. Guna mencegah hal
49
tersebut, dalam kegiatan Penataan Kawasan Jalan Setapak Sanur sangat dihindari
adanya pembebasan lahan untuk pembuatan jalan baru. Pengembangan jalan setapak
untuk kegiatan bersepeda dan berjalan kaki, seoptimal mungkin akan memanfaatkan
jaringan jalan yang sudah ada. Untuk jalan yang kondisinya tidak memungkinkan
ditambahkan jalur bersepeda, dapat ditata melalui pemasangan signage (petanda) dan
rambu lalu lintas pendukung kelancaran pergerakan. Dengan demikian, kemungkinan
konflik yang timbul akibat pembebasan lahan dapat dihindari.
b. Konsep Dasar
Penentuan konsep dasar dalam perencanaan Penataan Kawasan Jalan Setapak Sanur
didasarkan pada pertimbangan berbagai isu dan permasalahan terkait kepariwisataan dan
lingkungan, serta kebutuhan masyarakat akan kegiatan rekreasi dan olahraga. Di samping
itu, rumusan visi dan misi Kota Denpasar juga merupakan landasan dalam menetapkan
konsep dasar dalam kegiatan perencanaan Penataan Kawasan Jalan Setapak Sanur ini.
Untuk memadukan kegiatan olahraga dan rekreasi, maka konsep dasar dalam kegiatan ini
dapat ditetapkan sebagai berikut, yaitu :
”Membangun linkage system antara Kawasan Pariwisata Sanur dengan
lingkungan sekitar melalui pengembangan jalan setapak (jogging track) dan
jalur bersepeda sebagai wahana olahraga, rekreasi, dan pengenalan
lingkungan”.
c. Konsep Pengembangan
Sama halnya dengan konsep dasar, penentuan konsep pengembangan terkait perencanaan
Penataan Kawasan Jalan Setapak Sanur ini juga didasarkan atas berbagai permasalahan
bidang pariwisata, lingkungan serta kebutuhan masyarakat akan suatu fasilitas rekreasi dan
olahraga yang cukup minim di Kota Denpasar. Berdasarkan hal tersebut maka kemudian
ditentukan bahwa konsep pengembangan dari perencanaan Penataan Kawasan Jalan
Setapak Sanur ini adalah “Jalan Setapak yang HUMANIS, DINAMIS dan
BERKELANJUTAN”.
Konsep pengembangan ini kemudian dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu :
1) Humanis
Pengertian humanis dalam konsep pengembangan tersebut adalah bahwa dalam
perencanaan Penataan Kawasan Jalan Setapak Sanur ini manusia diposisikan sebagai
50
“raja” dalam aktivitasnya bersirkulasi. Karena seperti diketahui, keberadaan jalur
pejalan kaki saat ini, kenyataannya tidak hanya berfungsi untuk pejalan kaki tetapi juga
untuk berbagai aktifitas yang tidak seharusnya, seperti parkir kendaraan, penampungan
sampah, tempat pedagang kaki lima berjualan bahkan sering digunakan sebagai jalur
kendaraan bermotor ketika terjadi kemacetan. Menilik hal tersebut, dengan menjadikan
manusia sebagai raja, maka manusia akan bertindak sebagai pelaku utama pada jalan
setapak tersebut. Untuk mendukung hal tersebut maka juga diperlukan regulasi
pendukung. Selain itu juga humanis memiliki pengertian desain dari perencanaannya
bersifat alami dan manusiawi.
2) Dinamis
Dinamis memiliki pengertian bahwa jalan setapak ini dapat melewati beragam
peruntukan sepanjang masih memiliki keterkaitan dan saling mendukung untuk
pengoptimalan fungsi tersebut. Dinamis disini juga memiliki pengertian bahwa
perencanaan jalan setapak ini melalui beragam karakter bentang alam terkait deliniasi
lokasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
3) Berkelanjutan
Berkelanjutan memiliki pengertian dilihat dari rute jalur jalan setapak yang menerus,
melingkar dan kembali bertemu di titik awal dimulainya rute tersebut. Berkelanjutan
juga bermakna bahwa perencanaan ini tetap berusaha untuk mengenal dan menjada
kelestarian lingkungan yang ada.
4.4. Konsep Rencana Penataan
Konsep rencana penataan akan terbagi dalam beberapa sub bab yang akan dijabarkan
sebagai berikut :
a. Sistem Penghubung (Linkage System)
Konsep rencana penataan sistem penghubung (linkage system) dapat diterjemahkan
sebagai berikut :
1) Mendukung visi penataan kawasan.
2) Menjamin keterkaitan sistem sirkulasi antar fungsi, antar wilayah (segmen) dan
kelancaran pergerakan sepanjang rute jalan setapak.
3) Saling mendukung antara sirkulasi eksternal (jalan raya) dengan internal jalan setapak,
terutama dalam mengakses angkutan umum dan Trans Sarbagita.
51
4) Memberikan pencapaian yang mudah dan jelas.
5) Mengupayakan pemisahan/pengaturan antara sirkulasi pejalan kaki, sepeda dan
kendaraan bermotor.
6) Sirkulasi jalan setapak memungkinkan pencapaian bagi kendaraan darurat, kebutuhan
pemeliharaan, dan pelayanan.
7) Mengupayakan keterpaduan sistem dan sarana parkir.
8) Sirkulasi yang dilengkapi dengan elemen signage dan street furniture.
b. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way)
Konsep rencana penataan jalur pejalan kaki (pedestrian way) dapat diterjemahkan sebagai
berikut :
1) Memisahkan jalur berjalan kaki (jogging track) dengan bersepeda (perbedaan level,
material, warna, petanda, dan lain-lain).
2) Menjaga hubungan yang harmonis dan serasi antar fungsi peruntukan guna mendukung
pengembangan lingkungan dan kawasan.
3) Menjaga kontinyuitas pergerakan sepanjang jalan setapak yang direncanakan.
4) Mengakomodasi jalur pejalan kaki yang sudah ada termasuk beberapa rencana usulan
pengembangan jalan setapak yang sudah ada di wilayah perencanaan.
5) Memanfaatkan lampu pengatur lalu lintas (traffic light) yang sudah ada, untuk kegiatan
menyeberang di Jalan Bypass Ngurah Rai.
6) Terintegrasi dengan penataan ruang terbuka hijau dan landscape, perabot jalan dan
petanda.
c. Ruang Terbuka Hijau dan Landscape
Konsep rencana penataan ruang terbuka hijau dan landscape dapat diterjemahkan sebagai
berikut :
1) Akomodatif terhadap rencana kebutuhan dan kemungkinan pengembangan.
2) Menghadirkan ruang-ruang publik yang manusiawi dalam khasanah budaya Bali.
3) Mampu menampung pertumbuhan kegiatan kawasan yang bervariasi seperti olahraga
dan rekreasi.
4) Menunjang keberlangsungan proses ekologis ekosistem kawasan.
5) Konservasi landscape bersifat khusus.
6) Mendukung terjadinya interaksi.
52
d. Perabot Jalan (Street Furniture)
Konsep rencana penataan perabot jalan (street furniture) dapat diterjemahkan sebagai
berikut :
1) Lampu jalan, lampu pedestrian, lampu taman dan parkir
Menambah daya tarik kawasan, pendukung kegiatan, pendukung ketertiban kawasan,
membantu kelancaran pergerakan dan memperkuat citra kawasan.
2) Tempat sampah
Menampung sampah dari sumber timbulan pertama dalam skala kecil, menjaga
kebersihan kawasan secara keseluruhan , menanamkan budaya bersih.
3) Papan informasi
Sebagai media yang bersifat informasi mengenai ketentuan-ketentuan yang berlaku
pada kawasan serta informasi kegiatan pariwisata, dan salah satu media untuk
mensosialisasikan rencana tata ruang.
4) Bangku taman
Mendukung kegiatan di wilayah perencanaan, dan sebagai tempat beristirahat sejenak
setelah beraktivitas.
5) Rambu lalu lintas
Memberikan kejelasan dan ketegasan bagi pengguna jalan tentang arah, peringatan, dan
larangan, serta memberikan informasi awal bagi pengguna jalan untuk mempersiapkan
diri tentang keadaan yang akan dilalui atau memudahkan memahami situasi.
6) Pos keamanan
Menciptakan rasa aman dan nyaman di wilayah perencanaan, elemen pendukung
ketertiban kawasan, pendukung kegiatan, dan memperkuat citra kawasan.
e. Petanda (Signage)
Konsep rencana penataan petanda (signage) dapat diterjemahkan sebagai berikut :
1) Pengaturan petanda secara umum
Penetapan dimensi (ukuran) maksimal.
Penyeragaman dimensi (ukuran).
Petanda berukuran “raksasa” penempatannya harus ditetapkan melalui berbagai
pertimbangan dan kajian teknis.
53
Desain mampu menampilkan karakter khas lingkungan bernuansa Bali.
Desain tidak memunculkan kesan persaingan dan saling mendominasi dengan rambu
lalu lintas.
Bahan dasar mampu mencegah dan mengurangi efek silau sehingga lebih informatif.
Background mampu menciptakan kesan harmoni dan adanya suatu unity (kesatuan).
2) Pengaturan petanda pada Lingkungan
Pengaturan jarak memadai untuk memudahkan para pengendara menangkap
informasi yang disampaikan.
Tidak mengganggu pandangan visual, keamanan, dan kenyamanan para pejalan kaki.
Mudah terbaca dan informatif serta terintegrasi dengan elemen fisik di sekitarnya.
Fleksibel terhadap perubahan dan penambahan sehingga biaya perombakan dapat
ditekan.
Ukuran dan perletakan tidak menghalangi pandangan ke arah panorama alam.
Awet dan tahan terhadap pengaruh cuaca serta mudah dan murah dalam
pemeliharaan.
Dihindari kemungkinan terjadinya vandalisme/perusakan.
3) Pengaturan petanda pada Bangunan
Penempatan tidak menutupi lebih dari setengah fasade (wajah/muka) bangunan.
Rancangan desain harus mempertimbangkan faktor skala, proporsi, unity (kesatuan),
dan harmoni dengan arsitektur bangunannya.
Penggunaan lampu yang berwarna-warni dan berkedap-kedip harus diupayakan
dapat mencegah efek silau.
4.5. Konsep Rute Jalur Jalan Setapak
a. Dasar Pertimbangan
1) Seoptimal mungkin mengikuti jalur jalan setapak, baik untuk pejalan kaki dan kegiatan
bersepeda yang sudah ada di wilayah perencanaan.
2) Terintegrasi dengan program dan rencana pengembangan jalur sepeda yang sudah
diusulkan oleh Eco-Sanur dan Yayasan Pembangunan Sanur melalui program “Sanur
Desa Sepeda” dan pihak-pihak lain yang berkompeten.
3) Memanfaatkan lampu pengatur lalu lintas (traffic light) yang sudah ada, untuk kegiatan
menyeberang di Jalan Bypass Ngurah Rai.
4) Mampu mewadahi kebutuhan para stakeholder.
54
b. Konsep Pembagian Segmen
Mengingat panjangnya rute yang harus dilalui, konsep rute jalur jalan setapak selanjutnya
akan membagi wilayah penelitian menjadi 18 segmen dengan kriteria sebagai berikut :
1) Karakteristik fisik, visual, dan aktivitas yang menjadi ciri di masing-masing kawasan.
2) Adanya peralihan atau perubahan yang terjadi, baik karena perbedaan karakter, adanya
persimpangan jalan termasuk perbedaan identitas/nama jalan.
3) Memudahkan dalam penataan dan pengembangan jalur jalan setapak termasuk
menyiapkan fasilitas pendukung.
Konsep rute jalur jalan setapak yang dibagi atas 18 segmen disajikan pada Tabel 4.1 dan
Gambar 4.29.
Tabel 4.1. Konsep Pembagian Segmen dan Panjang Rute Jalur Jalan Setapak
No Nama Segmen Panjang
(Km)
Segmen 1 Pantai Padanggalak 1,64
Segmen 2 Pantai Matahari Terbit - Pantai Sanur 1,15
Segmen 3 Pantai Segara - Pantai Sindhu - Pantai Karang 2,31
Segmen 4 Pantai Semawang - Pantai Kusumasari 1,56
Segmen 5 Pantai Mertasari - TAHURA 1,38
Segmen 6 Jalan Pengembak - Jalan Mertasari 0,67
Segmen 7 Jalan Sekarwaru - Jalan Danau Poso 0,44
Segmen 8 Jalan Tirtanadi I - Jalan Bypass Ngurah Rai - Jalan Tirtanadi II 0,78
Segmen 9 Jalan Kutat Lestari - Gang VI 0,77
Segmen 10 Jalan di Pinggir Sungai 0,40
Segmen 11 Jembatan - Jalan Danau Tempe I - Jalan Danau Tempe 1,24
Segmen 12 Jalan Tukad Balian 2,96
Segmen 13 Jalan Tukad Bilok 1,13
Segmen 14 Jalan Tukad Nyali 0,90
Segmen 15 Jalan Sedap Malam 2,88
Segmen 16 Rurung Bangke 0,22
Segmen 17 Jalan Waribang 1,20
Segmen 18 Jalan Padanggalak 1,35
Total Panjang Rute 22,98
55
c. Konsep Klasifikasi Rute
Panjang rute jalur jalan setapak secara keseluruhan adalah 22,98 Km. Melalui
pertimbangan kondisi fisik dan usia para pelaku kegiatan bersepeda dan berjalan kaki yang
berbeda-beda, kiranya perlu juga dipersiapkan pembagian rute jalur jalan setapak dengan
perbedaan klasifikasi jarak, yaitu rute jarak pendek, rute jarak menengah (sedang), dan rute
jarak jauh.
Pembagian lokasi (segmen) dan jarak masing-masing klasifikasi rute jalur jalan setapak
disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Konsep Pembagian Jarak Rute Jalur Jalan Setapak
No Klasifikasi Rute Segmen Panjang
(Km)
1 Rute Jarak Pendek 1. Pantai Padanggalak 1,64
(Bervariasi antara 2. Pantai Matahari Terbit - Pantai Sanur 1,15
1,15 Km s/d 2,31 Km) 3. Pantai Segara - Pantai Sindhu - Pantai Karang 2,31
4. Pantai Semawang - Pantai Kusumasari 1,56
5. Pantai Mertasari - TAHURA 1,38
Gambar 4.29. Konsep Pengembangan
Rute Jalur Jalan Setapak
56
2 Rute Jarak Menengah Segmen 1 : Pantai Padanggalak sampai dengan 10,70
Segmen 9 : Jalan Kutat Lestari - Gang VI
3 Rute Jarak Jauh Segmen 1 : Pantai Padanggalak sampai dengan 22,98
Segmen 18 : Jalan Padanggalak
4.6. Pendekatan Perencanaan
a.Elemen Penataan
Untuk memudahkan menyusun rencana Penataan Kawasan Jalan Setapak Sanur, maka
elemen penataan jalan setapak akan dibagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu :
1) Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way)
Merupakan area bagi para pejalan kaki yang seharusnya terpisah dengan jalur sepeda
dan kendaraan bermotor.
2) Jalur/Trek Sepeda
Merupakan area khusus untuk kegiatan bersepeda yang seharusnya dipisahkan dengan
kegiatan para pejalan kaki dan jalur kendaran bermotor.
3) Elemen dan Fasilitas Pendukung
Merupakan unsur-unsur dari sistem penghubung (linkage system) berupa elemen dan
fasilitas pendukung yang membantu kegiatan berjalan kaki dan bersepeda agar dapat
berlangsung dengan tertib, aman, nyaman, lancar, dan menyenangkan yang terdiri atas :
a) Elemen pendukung, yaitu :
Ruang terbuka hijau dan landscape.
Perabot jalan (street furniture), berupa :
- Lampu penerangan jalan, lampu pedestrian, lampu parkir dan lampu taman.
- Tempat sampah.
- Papan informasi.
- Bangku taman.
- Rambu lalu lintas.
- Cermin tikungan (convex mirror)/ safety mirror.
- Pos keamanan.
Petanda (signage), berupa :
- Nama jalan.
- Penunjuk arah.
- Signboard (papan nama).
57
- Reklame/iklan.
b) Fasilitas pendukung, yaitu :
Area parkir sepeda.
Tempat istirahat (rest area).
Bale bengong.
Toilet umum.
b. Dasar Pertimbangan
Perencanaan jalur pejalan kaki, jalur bersepeda, elemen dan fasilitas pendukung tentunya
harus berpijak pada kondisi riil di Wilayah Penelitian. Untuk itu, dasar pertimbangan yang
digunakan dalam menentukan program penataan adalah :
1) Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way)
a) Hanya terdapat di segmen 1 : Pantai Padanggalak sampai dengan segmen 5 : Pantai
Mertasari-TAHURA dengan dimensi dan kondisi yang beragam.
b) Dari segmen 6 : Jalan Pengembak-Jalan Mertasari hingga segmen 18 : Jalan
Padanggalak, hanya beberapa segmen (ruas jalan) yang memiliki trotoar sebagai jalur
untuk pejalan kaki dengan kondisi yang tidak representatif.
2) Jalur/Trek Sepeda
a) Tersedia jalur sepeda secara parsial dari segmen 1 : Pantai Padanggalak hingga
Pantai Segara yang masih menyatu dengan jalur pejalan kaki.
b) Sudah ada rencana jalur sepeda yang mencakup Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional (KSPN) Sanur oleh Yayasan Pembangunan Sanur dan Eco-Sanur melalui
program “Sanur Desa Sepeda”.
c) Kegiatan bersepeda di segmen yang lain memanfaatkan jalan umum dan berbaur
dengan lalu lintas kendaraan bermotor.
3) Elemen dan Fasilitas Pendukung
Saat ini elemen dan fasilitas pendukung kegiatan berjalan kaki dan bersepeda baru
tersedia secara parsial di beberapa segmen dan belum mencakup seluruh segmen di
Wilayah Perencanaan. Kondisinya juga sangat beragam sehingga perlu penataan
kembali (re-design) fasilitas yang sudah ada dan pengembangan fasilitas baru.
c. Program Penataan
Berpijak pada kondisi riil di Wilayah Penelitian dan dasar pertimbangan yang digunakan,
program penataan Kawasan Jalan Setapak Sanur dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu :
58
1) Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way)
a) Re-design jalur pejalan kaki yang sudah ada dan semaksimal mungkin memisahkan
dengan jalur bersepeda.
b) Merencanakan pembangunan jalur pejalan kaki dan trotoar di sisi ruas jalan umum
yang terintegrasi dengan saluran drainase.
c) Melengkapi kegiatan re-design dan pembangunan baru jalur pejalan kaki (trotoar)
dengan elemen dan fasilitas pendukung.
2) Jalur/Trek Sepeda
a) Re-design jalur bersepeda yang sudah ada dan semaksimal mungkin memisahkan
dengan jalur pejalan kaki.
b) Merencanakan pembangunan baru jalur bersepeda di pinggir pantai sesuai dengan
ketentuan dan rekomendas dari Balai Wilayah Sungai.
c) Memanfaatkan jalan umum pada segmen tertentu yang tidak memungkinkan untuk
membangun jalur khusus bersepeda, dilengkapi dengan tanda pembagian jalur dan
elemen pendukung lainnya.
d) Menggunakan jalur-jalur sepeda yang sudah ada dan usulan pengembangan jalur
sepeda oleh Yayasan Pembangunan Sanur dan Eco-Sanur melalui program “Sanur
Desa Sepeda”
e) Melengkapi kegiatan re-design dan pembangunan baru jalur pejalan bersepeda
dengan elemen dan fasilitas pendukung.
3) Elemen dan Fasilitas Pendukung
Penataan, pengembangan, dan pembangunan baru elemen dan fasilitas pendukung yang
dibutuhkan, agar kegiatan berjalan kaki dan bersepeda dapat berlangsung tertib, aman,
nyaman, lancar, dan menyenangkan
4.7. Rencana Makro
a. Dasar Pertimbangan
Rencana makro pengembangan jalan setapak telah membagi Wilayah Penelitian menjadi
18 segmen dengan karakteristik fisik dan kegiatan masing-masing. Namun demikian,
berdasarkan pertimbangan yang telah diuraikan pada pendekatan perencanaan, nampak
bahwa kondisi elemen penataan di masing-masing segmen sangat beragam, baik dimensi,
material maupun kemungkinan dalam pengembangan.
59
Untuk itu, rencana makro pengembangan jalur pejalan kaki dan jalur bersepeda di Wilayah
Penelitian didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut, yaitu :
1) Jalur bersepeda saat ini secara parsial hanya terdapat dari segmen 1 : Pantai
Padanggalak hingga Pantai Segara dan masih menyatu dengan jalur pejalan kaki.
2) Rekomendasi dari Balai Wilayah Sungai hanya mengijinkan pembangunan jalur
bersepeda sepanjang pinggir pantai berada di sisi dalam dari jalur pejalan kaki yang
sudah ada, artinya hanya direkomendasikan untuk membangun jalur sepeda di area
property milik private (pribadi).
3) Usulan masyarakat melalui Yayasan Pembangunan Sanur dan Eco-Sanur mengharapkan
agar kegiatan bersepeda tidak melewati atau tidak melalui Pantai Sindhu.
b. Rencana Rute Jalur Pejalan Kaki
Dasar pertimbangan di atas mengindikasikan, bahwa di semua segmen Wilayah Penelitian
tidak dijumpai adanya masalah dalam pengembangan jalur pejalan kaki. Sehingga rute
jalur pejalan kaki direncanakan melalui seluruh (18) segmen yang ada, yaitu mulai dari
segmen 1 : Pantai Padanggalak terus berlanjut hingga ke segmen 18 : Jalan Padanggalak
sepanjang +22,98 Km. Rencana rute jalur pejalan kaki ini dapat dilihat pada Gambar 4.30.
c. Rencana Rute Jalur Sepeda
Adanya beberapa pertimbangan yang terkait dengan kondisi riil di lapangan, kendala
teknis, rekomendasi dari institusi yang berwenang, usulan masyarakat, dan lain-lain,
tentunya akan menyulitkan dalam merencanakan rute jalur sepeda sesuai dengan konsep
yaitu melalui 18 segmen yang telah ditetapkan. Untuk mengakomodasi kebutuhan
pengembangan jalur sepeda dengan tetap berpijak pada dasar pertimbangan yang ada,
maka rencana rute jalur sepeda adalah : segmen 1 (pantai Padanggalak) - Pantai Segara -
Jalan Segara Ayu - Jalan Danau Toba - Jalan Danau Tamblingan - Jalan Cemara - Jalan
Mertasari -Pantai Mertasari - Segmen 5 (Pantai Mertasari-TAHURA) sampai dengan
segmen 18 (Jalan Padanggalak).
Panjang rute jalur sepeda direncanakan +24,36 Km dan dapat dilihat pada Gambar 4.30.
60
4.8. Rencana Mikro
a. Rencana 2 Jalur (Jalur Pejalan Kaki dan Jalur Sepeda)
1) Jalur pejalan kaki terpisah dengan jalur sepeda.
2) Lokasi penataan : Segmen 1 (Pantai Padanggalak), Segmen 2 (Pantai Sanur),
sebagian Segmen 3 (Pantai Segara-Pantai Sindhu-Pantai Karang) dan sebagian
Segmen 5 (Pantai Mertasari-TAHURA).
Gambar 4.30. Rencana Makro Pengembangan Rute Jalur Pejalan
Kaki dan Rute Jalur Sepeda
Rute Jalur Sepeda
Rute Jalur Pejalan Kaki
61
b. Rencana 2 Jalur (Jalur Pejalan Kaki dan Jalur Sepeda); Peninggian 1 Meter
1) Jalur pejalan kaki terpisah dengan jalur sepeda.
2) Lokasi penataan : Segmen 2 (Pantai Matahari Terbit).
c. Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki)
1) Khusus jalur pedestrian (pejalan kaki).
2) Lokasi penataan : Segmen 3 (Pantai Segara-Pantai Sindhu-Pantai Karang) dan
Segmen 4 (Pantai Semawang - Pantai Kusumasari).
Gambar 4.31. Potongan Rencana 2 Jalur
Gambar 4.32. Potongan Rencana 2 Jalur dengan Peninggian 1 Meter
62
d. Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan 1 Jalur Sepeda
1) Jalur pedestrian (pejalan kaki) menggunakan trotoar dan jalur sepeda menggunakan
jalan umum dengan pengaturan penanda dan kelengkapan rambu lalu lintas.
2) Lokasi penataan : Segmen 6 (Jalan Pengembak-Jalan Mertasari), Segmen 7 (Jalan
Sekarwaru-Jalan Danau Poso), Segmen 8 (Jalan Tirtanadi I-Jalan Bypass Ngurah
Rai-Jalan Tirtanadi II), Segmen 9 (Jalan Kutat Lestari), Segmen 11 (Jembatan-Jalan
Danau Tempe I Jalan Danau Tempe), Segmen 12 (Jalan Tukad Balian), Segmen 13
(Jalan Tukad Bilok), Segmen 14 (sebagian Jalan Tukad Nyali), Segmen 15 (Jalan
Sedap Malam), Segmen 17 (Jalan Waribang), dan Segmen 18 (Jalan Padanggalak).
Gambar 4.33. Potongan Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki)
Gambar 4.34. Potongan Rencana 1 Jalur
Pedestrian (Pejalan Kaki) dan 1 Jalur Sepeda
63
e. Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 3 M)
1) Jalur pedestrian (pejalan kaki) dan jalur sepeda menggunakan jalan umum (lebar 3
meter) dengan pengaturan penanda dan kelengkapan rambu lalu lintas.
2) Lokasi penataan : Segmen 9 (Jalan Kutat Lestari Gang VI) dan Segmen 10 (jalan di
Pinggir Sungai).
f. Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 3,5 M)
1) Jalur pedestrian (pejalan kaki) dan jalur sepeda menggunakan jalan umum (lebar 3,5
meter) dengan pengaturan penanda dan kelengkapan rambu lalu lintas.
2) Lokasi penataan : Segmen 11 (Jalan Danau Tempe I) dan Segmen 14 (sebagian Jalan
Tukad Nyali).
Gambar 4.35. Potongan Rencana Jalur Pedestrian
(Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di Jalan Raya 3 Meter
Gambar 4.36. Potongan Rencana Jalur Pedestrian
(Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di Jalan Raya 3,5 Meter
64
g. Rencana Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 2 M)
1) Jalur pedestrian (pejalan kaki) dan jalur sepeda menggunakan jalan umum/gang
(lebar 2 meter) dengan pengaturan penanda dan kelengkapan rambu lalu lintas.
2) Lokasi penataan : Segmen 16 (Rurung Bangke).
Gambar 4.37. Potongan Rencana Jalur Pedestrian
(Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda di Gang 2 Meter
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka beberapa hal yang dapat
disimpulkan dari penelitian ini antara lain :
a. Visi penataan Jalan Setapak Sanur didasarkan atas pertimbangan, yaitu : 1) Visi dan
Misi Pembangunan Kota Denpasar; 2) Fungsi Strategis Kawasan Sanur; 3) Koneksitas
Kawasan Pariwisata Sanur dengan Kawasan Sekitar; 4) Kebutuhan Rekreasi dan
Olahraga Masyarakat dan Wisatawan; 5) Isu Perbaikan dan Penyelamatan Lingkungan;
dan 6) Mencegah Pembukaan Kawasan Baru.
b. Konsep dasar penataan Jalan Setapak Sanur adalah membangun linkage system antara
Kawasan Pariwisata Sanur dengan lingkungan sekitar melalui pengembangan jalan
setapak (jogging track) dan jalur bersepeda sebagai wahana olahraga, rekreasi, dan
pengenalan lingkungan.
c. Konsep pengembangan Jalan Setapak Sanur adalah mewujudkan Jalan Setapak yang
Humanis, Dinamis dan Berkelanjutan.
d. Panjang rute jalur jalan setapak secara keseluruhan adalah 22,98 Km dibagi menjadi 18
segmen.
e. Melalui pertimbangan kondisi fisik dan usia para pelaku kegiatan bersepeda dan
berjalan kaki yang berbeda-beda, maka dipersiapkan juga pembagian rute jalur jalan
setapak dengan perbedaan klasifikasi jarak, yaitu rute jarak pendek, rute jarak
menengah (sedang), dan rute jarak jauh.
f. Elemen penataan Jalan Setapak Sanur terdiri atas Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Way),
Jalur/Trek Sepeda, serta Elemen dan Fasilitas Pendukung.
g. Rencana makro penataan Jalan Setapak Sanur mencakup Rencana Rute Jalur Pejalan
Kaki dan Rencana Rute Jalur Sepeda.
h. Rencana mikro penataan Jalan Setapak Sanur secara teknis terdiri atas : i) Rencana 2
Jalur (Jalur Pejalan Kaki dan Jalur Sepeda); ii) Rencana 2 Jalur (Jalur Pejalan Kaki dan
66
Jalur Sepeda); Peninggian 1 Meter; iii) Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki); iv)
Rencana 1 Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan 1 Jalur Sepeda; v) Rencana Jalur
Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 3 M); vi) Rencana Jalur
Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 3,5 M); dan vii) Rencana
Jalur Pedestrian (Pejalan Kaki) dan Jalur Sepeda (Jalan Lebar 2 M)
5.2. Saran
Sejalan dengan ditetapkannya Kawasan Sanur menjadi salah satu Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional (KSPN) yang ada di Bali, maka kawasan ini memiliki pengaruh
signifikan dalam perkembangan perekonomian Kota Denpasar. Sebagai kawasan yang
memiliki wilayah pantai yang bernilai rekreasi/pariwisata, maka pengembangan jalan
setapak di sepanjang Pantai Sanur harus terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya.
Untuk itu, beberapa saran yang dapat diusulkan adalah sebagai berikut :
a. Penataan dan pengembangan Jalan Setapak Sanur wajib memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi para pejalan kaki dari gangguan aktivitas bersepeda.
b. Pengembangan Jalan Setapak Sanur wajib dirancang terintegrasi dengan sistem
pergerakan yang terdapat di KSPN Sanur.
c. Pengembangan Jalan Setapak Sanur wajib disertai dengan penyiapan sarana, prasarana,
infrastruktur, dan fasilitas pendukung seperti RTH dan landscape, street furniture
(perabot jalan), dan elemen signage (penanda).
d. Rencana penataan dan pengembangan Jalan Setapak Sanur harus dilakukan secara
komprehensif dan menyeluruh dengan melibatkan para stakeholder yang mempunyai
kepentingan terhadap KSPN Sanur.
e. Pemerintah Kota Denpasar melalui dinas/instansi terkait wajib memberikan dukungan
penuh bagi pengembangan KSPN Sanur termasuk penataan dan pengembangan jalan
setapak di sepanjang wilayah pantai.
67
DAFTAR PUSTAKA
Danisworo, Muhammad, 1980, Konseptualisasi Gagasan dan Upaya Penanganan Proyek
Peremajaan Kota; Pembangunan Kembali (Redevelopment) sebagai Fokus, Jurusan
Arsitektur, ITB, Bandung.
Darmawan, Edy, 2005, Analisa Ruang Publik Arsitektur Kota, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Departemen Pekerjaan Umum, 1986, Kriteria Perencanaan bagian Bangunan KP-04, CV.
Galang Persada, Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum, 1997, Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Perkotaan.
Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2005, tentang Peraturan Pelaksanaan Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006, tentang Jalan.
Peraturan Pemerintah RI No. 26 Tahun 2008, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional.
Peraturan Pemerintah RI No. 15 Tahun 2010, tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Peraturan Pemerintah RI No. 79 Tahun 2013, tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Peraturan Presiden RI No. 51 Tahun 2014, tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI
No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar,
Badung, Gianyar, dan Tabanan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 01 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006, tentang Persyaratan Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008, tentang Pedoman Penyediaan
dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 5 Tahun 2005, tentang Arsitektur Bangunan Gedung.
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali.
Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 27 Tahun 2011, tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031.
68
Peraturan Walikota Denpasar No. 6 Tahun 2013 tentang Peraturan Zonasi Kawasan
Strategis Sanur.
Peraturan Walikota Denpasar No. 12 Tahun 2014 tentang Peraturan Zonasi Kecamatan
Denpasar Selatan.
Peraturan Walikota Denpasar No. 15 Tahun 2014 tentang Peraturan Zonasi Kecamatan
Denpasar Timur.
Shirvani, Hamid, 1985, Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Co, New York.
Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung.
Suyitno, 2001, Perencanaan Wisata, Kanisius, Yogyakarta.
Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997, tentang Lingkungan Hidup.
Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Warpani, Suwardjoko P. dan Warpani, Indira P., 2007, Pariwisata dalam Tata Ruang
Wilayah, ITB, Bandung.
69
LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran 1. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Ir. I Ketut Muliawan Salain, MT.
b. Jenis Kelamin : L
c. NIP : 195809261987021001
d. Disiplin Ilmu : Arsitektur-Perancangan Kota
e. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I / IIId
f. Jabatan fungsional/struktural : Lektor
g. Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur
h. Waktu penelitian : 16 jam/minggu
2. Anggota Peneliti :
a. Nama Lengkap : Ir. I Gusti Bagus Budjana, MT.
b. Jenis Kelamin : L
c. NIP : 195410061986011001
d. Disiplin Ilmu : Arsitektur-Perancangan Kota
e. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I / IIId
f. Jabatan fungsional/struktural : Lektor
g. Fakultas/Jurusan : Fakultas Teknik /Jurusan Arsitektur
h. Waktu penelitian : 14 jam/minggu
3. Tenaga Laboran/Teknisi :
a. Nama Lengkap : Tjok Istri Praganingrum, ST., MT.
b. Keahlian : Arsitek/Auto-Cad
4. Pekerja Lapangan/Pencacah : Desak Made Sukma Widiyani, ST., MT.
5. Tenaga Administrasi : Made Ratna Witari, ST.