Download - Benigna Prostat Hiperplasi.doc
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna
pada populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum
dalam bidang bedah urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu
masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan berperan dalam
penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa
sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia
prostat.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan
kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30%
penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas
prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahan-
perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini,
dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian
bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan
kemudian baru manifes dengan gejala klinik.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat
ditemukan pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus
berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun
angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar
50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.1
Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih
dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai
dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif)
sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.
1
Maka praktikan memilih kasus Post Operasi Prostatectomy pada pasien yang
menderita Benigna Prostat Hiperplasi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk dapat menerapkan teori keperawatan medikal bedah yang
didapatkan di bangku kuliah untuk diterapkan di Ruang C Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada kasus post prostatectomy
pada penderita benigna prostat hiperplasi.
b. Menentukan masalah dan prioritas masalah yang akan di tindak lanjuti
dalam perencanaan keperawatan pada kasus post prostatektomy pada
penderita benigna prostat hiperplasi.
c. Melakukan perencanaan keperawatan medikal bedah pada kasus
prostatektomy pada penderita benigna prostat hiperplasi.
d. Menerapkan Asuhan Keperawatan medikal bedah pada kasus post
prostatectomy pada pennderita benigna prostat hiperplasi di Ruang C
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada kasus post
prostatectomy pada pennderita benigna prostat hiperplasi di Ruang C
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
C. Sistematika Penulisan
1. BAB I
Berisi latar belekang yang memnuat alasan mengambil kasus kelolaan,
tujuan memilih kasus keolaan dan sistematika penulisan asuhan
keperawatan.
2. BAB II
Berisi landasan teori baik itu dari segi medis dan keperawatan.
3. BAB III
2
Berisi pengelolaan kasus, dari pengkajian, perumusan masalah, rencana
asuhan keperawatan, implementasi sampai evaluasi.
4. BAB IV
Berisi pembahasan, yaitu membandingkan konsep atau teori dengan
asuhan keperawatan yang diterapkan.
5. BAB V
Berisi kesimpulan dan saran.
D. Pendekatan Metode.
a. Wawancara
Sumber data wawancara didapat melalui pasien sendiri atau autoanamneses
dan juga berasal dari keluarga pasien atau aloanamnese.
b. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Observasi dilakukan langsung pada pasien dan dilakukan juga pemeriksaan
fisik secara keseluruhan.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan melihat buku-buku reverensi dan juga
berasal dari status pasien.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. MEDIS
1. Pengertian
Benigna Prostate Hypertrofia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan
dimana kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah
(Mansjuoer, 2000).
Benigna Prostate Hypertrofia (BPH) merupakan pembesaran dari kelenjar
prostate, menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius (Doengoes,1999).
2. Anatomi dan Fisiologi
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh
kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria,
mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada
disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat
normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke
apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :
a. lobus medius
b. lobus lateralis (2 lobus)
c. lobus anterior
d. lobus posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior
akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus
medius kadang-kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain
tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan
seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
4
Kelenjar prostat di bagi dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan
zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona
transisional yang letaknya proximal dari spincter externus di kedua sisi
dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya
merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara dikanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Disebelah
depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, disebelah bawah
ligamentum triangulare inferior dan disebelah belakang didapatkan fascia
denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat
dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat
secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan
rektum.
Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan
jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesika.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :
a. Kapsul anatomi
b. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan
muskuler
c. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga
sebagai adenomatous zone.
3) Disekitar uretra disebut periurethral gland
Pada BPH kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
a. Kapsul anatomis
b. Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat
yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul
5
c. Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian
dalam (innerzone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena
mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran
pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang
merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan
prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena
sedikit mengandung jaringan kelenjar (Sabiston, 1994).
3. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong (1996), memgungkapkan beberapa teori
atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
a. Teori Hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka
tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi.
Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk
terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan
keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon
estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul
dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan
6
potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh
kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin
hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang
akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya
usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)
yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi
androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat
merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari
fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral
sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang
tidak bereaksi terhadap estrogen.
b. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan). Peranan dari growth factor
ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat
empat peptic growth factor yaitu; basic transforming 2, dan 1,
transforming growth factor growth factor, transforming growth factor
epidermal growth factor.
c. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya
Sel yang Mati
d. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis).
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”,
antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini
disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat
yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada
keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi
proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel
epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
7
e. Teori Dihydro Testosteron (DHT).
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan
sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah
dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding
globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas.
Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu
sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma,
di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase
menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor
sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”. Kemudian
“hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor,
menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian
melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA
ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kelenjar prostat.
f. Teori Reawakening Lesi pertama bukan pembesaran stroma pada
kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme
“glandular budding” kemudian bercabang yang menyebabkan
timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding
dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan
perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya
“reawakening” yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada
masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh
lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan
nama teori reawakening of embryonic induction potential of prostatic
stroma during adult hood.
Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan
tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial
dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori
yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan
8
kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas
hubungan sebab-akibatnya.
4. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan
pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom
(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke
dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang
semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal
ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya
gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen
mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra
yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan
aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik
meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha
adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus.
9
Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang
juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik
(Mansjuoer, 2000).
5. Tanda dan Gejala
a. Gejala
Gejala hiperplasia prostat dalam buku Seri Ilmu Bedah, Staf Pengajar,
UNPAD (1999), dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif.
Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan
otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama
saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
1) Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)
2) Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)
3) Miksi terputus (Intermittency)
4) Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5) Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder
emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat
masih tergantung tiga faktor yaitu :
1) Volume kelenjar periuretral
2) Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3) Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala
obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah
membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul
prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan
daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.
Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan
dengan cara mengukur :
a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi
spontan. Sisa urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung
10
yaitu dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi spontan
atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi,
dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada
waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya
kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi
kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya
dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada
penderita prostat hipertrofi.
b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu
dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk dapat
melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah
urin minimal di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka normal
untuk flow rata-rata (average flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan
flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan
flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8 ml/detik,
sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan
pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan
detrusor dengan obstruksi infravesikal.
Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi
dan urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab
obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus
dilakukan secara teratur.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris
yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena
hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :
1) Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
11
2) Nokturia
3) Miksi sulit ditahan (Urgency)
4) Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus.
Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih
bagian atas + sisa urin > 150 ml 7
Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk
menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak
selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang
sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya
lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari
disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan
kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan
uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena
prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi
dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini
menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini
berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga
penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan
terus terjadi maka pada suatu saat vesica tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan
apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan
spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow
incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya refluk
vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem
pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang
diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi
12
gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada
infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat
dari obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu
miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi meningkat dan
lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid.
Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat
terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat
menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping
pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan
terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk
dapat terjadi juga pielonefritis.
b. Tanda
Dalam buku Seri Ilmu Bedah, Staf Pengajar, UNPAD (1999),
menunjukkan bahwa tanda dapat diketahui melalui :
1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE)
sangat penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan
gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek bulbo
cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan
pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat.
Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
a) Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya
kenyal)
b) Adakah asimetris
c) Adakah nodul pada prostate
d) Apakah batas atas dapat diraba
e) Sulcus medianus prostate
f) Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri
simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma
13
prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara
lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan
teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus
urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila
sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri
ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah
terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk
mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa
untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau
uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah
meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang
terisi penuh dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra simfisis.
6. Komplikasi
Menurut Sabiston (1994), dilihat dari sudut pandang perjalanan
penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai
berikut :
a. Inkontinensia Paradoks
b. Batu Kandung Kemih
c. Hematuria
d. Sistitis
e. Pielonefritis
f. Retensi Urin Akut Atau Kronik
g. Refluks Vesiko-Ureter
h. Hidroureter
i. Hidronefrosis
j. Gagal Ginjal 2
14
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjuoer, 2000. Pemeriksaan diagnostic diantaranya adalah.
Pemeriksaan Laborat
a. Darah :Ureum dan Kreatinin, Elektrolit, Blood urea nitrogen, Prostate
Specific Antigen (PSA), Gula darah
b. Urin : Kultur urin + sensitifitas test, Urinalisis dan pemeriksaan
mikroskopik, Sedimen
c. Pemeriksaan pencitraan
1) Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan
misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel
kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis
ke tulang dari carsinoma prostat.
2) Pielografi Intravena (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras
(filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau
ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail
(hooked fish). Mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun
ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang
terjadi pada buli – buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau
sakulasi buli – buli. Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu
urin.
3) Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin,
maka sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
4) Transrektal Ultrasonografi (TRUS).
Deteksi pembesaran prostat mengukur volume residu urin.
5) MRI atau CT jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat
pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam potongan.
15
d. Pemeriksaan lain
1) Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi.Laju pancaran urin
ditentukan oleh: Daya kontraksi otot detrusor, tekanan intravesica,
resistensi uretra.
Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak
laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju
pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya
sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi semakin
lemah pancaran urin yang dihasilkan.
2) Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan
uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah
obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk
membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan
pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.
Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju
pancaran urin dapat diukur.
3) Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan
cara sangat sederhana dengan memasang kateter uretra dan
mengukur berapa volume urin yang masih tinggal. Pemeriksaan
sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat) dengan
membuat foto post voiding atau USG.
4) Pemeriksaan pencitraan : pada pielografi intravena terlihat adanya
lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih atau ujung distal
ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail. Dengan trans
rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat prostat yang
membesar.
5) Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.
16
6) Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat
volume residu urin yang meningkat sesuai dengan beratnya
obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap sebagai batas indikasi untuk
melakukan intervensi).
8. Penatalaksanaan Medik Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan
klinik biasanya akan menyebabkan penderita datang kepada dokter.
Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan
penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Derajat satu, apabila
ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan
prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. Derajat
dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu,
prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih
dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Derajat tiga, seperti derajat dua,
hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml,
sedangkan derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk
menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO prostate
symptom score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan
pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS
tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan
menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke
atas atau bila timbul obstruksi. Di dalam praktek pembagian derajat
beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara
penanganan. Pada penderita dengan derajat satu biasanya belum
memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan
secara konservatif. Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah
ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai
sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection
(TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan
operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan
konservatif. Pada derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli
17
urologi yang cukup berpengalaman melakukan TUR oleh karena biasanya
pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai
dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada
hiperplasia prostat derajat empat tindakan pertama yang harus segera
dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan
jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik,
kemudian terapi definitif dapat dengan TUR P atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala,
meningkatkan kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi
yang berkepanjangan. Tindakan bedah masih merupakan terapi utama
untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun demikian pada
dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang
mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah.
Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu
pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan
berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik ditujukan
untuk :
a. Menghilangkan atau mengurangi volume prostate
b. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul
prostate
c. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan
hiperplasia prostat benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan
tindakan, yaitu :
a. Observasi (Watchful waiting)
b. Medikamentosa
c. Operatif
d. Invasif minimal
18
B. KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Doenges, 1999 ;
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada
lingkunga bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas
sehubungan kondisi sebelumnya.
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit
hangat dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi
vesica urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih.
d. Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan.
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus ,
muntah.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu,
nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan
perubahan posisi atau tindakan lain
Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen
f. Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil.
g. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK,
paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium
bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium
dan vitamin.
19
h. Pemeriksaan diagnostic
Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto Rontgen,
IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG.
2. Diagnosa
Menurut Doenges, 1999:
a. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi b/d tidak mengenal sumber
informasi
b. Nyeri (akut), berhubungan dengan proses inflamasi
c. Ansietas berhubungan dengan, retensi urine.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan, pasca
pembedahan.
e. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran
prostat
Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap paasca obstruksi
diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara
kronis.
20
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NoDIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA
HASILINTERVENSI RASIONALISASI
1. Kurang pengetahuan
mengenai penyakitnya
berhubungan dengan,
kurangnya informasi,
ditandai :
Setelah dilakukan tindakan
keperawtan pasien diharapkan
dapat menunjukkan
meningkatnya penegetahuan,
dibuktikan :
- Pasien menyatakan
pemahaman kondisi/proses
penyakit dan tindakan.
1. Jelaskan/kuatkan
penjelasan proses
penyakit.
2. Diskusikan mengenai
pengobatan, efek samping
dan reaksinya.
3. Tekankan pentingnya
perawatan oral/kebersihan
gigi.
4. Berikan informasi
mengenai pembatasan
aktivitas.
5. Kaji kebutuhan/dosis
oksigen saat aktivitas
maupun tidak.
- Dapat menurunkan ansietas dan
dapat menimbulkan perbaikan
partisipasi.
- Agar pasien mengetahui
kegunaan, waktu minum obat,
serta efek samping obat.
- Tindakan ini dapat menurunkan
pertumbuhan bakteri di mulut.
- Hal ini dapat membantu pasien
untuk memberikan pilihan dalam
beraktivitas.
- Pasien dan orang terdekat dapat
memberikan sewaktu-waktu
diperlukan.
21
6. Rujuk untuk evaluasi
perawatan di rumah bila
diindikasikan.
- Memberikan kelanjutan
perawatan dapat mmembantu
menurunkan frekuensi perawatan
di rumah.
2. Nyeri (akut), berhubungan
dengan proses inflamasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan , maka pasien
diharapkan menunjukkan
kemampuan untuk
memenejemen nyeri,dibuktikan
dengan:
- Pasien mengungkapkan nyeri
yang dirasakan berkurang atau
hilang, baik skala, maupun
durasinya.
- Pasien mampu menerapkan
menejemen nyeri, seperi teknik
napas dalam, relaksasi maupun
distraksi.
- Tekanan darah stabil 120/80
1. Kaji nyeri pasien
setiap 6 jam sekali, baik
skala, intensitas, lokasi,
frekuensi maupun
durasinya.
2. Ajarkan teknik
relaksasi untuk
mengurangi nyeri,
anjurkan agar pasien
memilih teknik yang
disukai dan yang mampu
diterapkan.
3. Kaji tanda-tanda
vital.
4. Anjurkan pasien
- Untuk mengetahui
derajat/tingkat yang dialami
pasien.
- Untuk mengalihkan perhatian
pasien pada nyerinya, sehingga
nyei berkurang.
- Mengetahui tanda-tanda vital.
- Untuk mengurangi nyeri dan
22
mmHg.
- Pernafasan stabil
16-20x/menit.
- Wajah pasien rileks.
- Tidak ada posisi tubuh yang
melindungi daerah yang nyeri.
- Tidak terjadi kegelisahan atau
ketegangan otot.
untuk menigkatkan
istirahat tirah baring dan
melatih mobilisasi sedikit
demi sedikit.
5. Kolaborasiakan dengan
dokter dalam pemberian
analgetika.
memberikan posisi yang
nyaman.
- Analgetika dapat membantu
dalam menurunkan nyeri.
3. Ansietas berhubungan
dengan, retensi urine,
ditandai :
Do:kegelisahan, kecemasan,
ketidaknyamanan.
Ds:pengungkapan secara
verbal mengenai
kecemasan.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan pasien diharapkan
mampu mengkontrol
ansietasnya, dibuktikan dengan:
- Ansietas berkurang,
menurunnya control agresi.
- Pasien menunjukkan control
terhadap ansietasnya.
- Mengkomunikasikan
kebutuhan dan perasaan
negatif secara tepat.
1. Kaji dan dokumentasi
tingkat keemasan
2. Libatkan keluarga dalam
memberikan support
system.
3. Tawarkan pengalihan
ansietas dengan aktivitas
lain.
4. Dorong pasien untuk
mengungkapkan pikiran
- Untuk mengetahui seberapa
tingkat kecemasan.
- Keluarga sebagai orang terdekat
dapat sebagai tempat
berkeluhkesah.
- Dengan menawarkan kesibukan
lain diharapkan pasien dapat
mengalihkan perhatian dan
ansietas berkurang.
- Mengurangi ansietas dengan
berbagai cerita dengan orang
23
dan perasaan kepeda
orang yang dipercayai.
yang dipercayai.
4. Resiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan
berhubungan dengan diuresis
pasca obstruksi.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
kekurangan resiko volume
cairan tidak terjadi, dibuktikan
dengan:
- Keseimbangan elektrolit dan
asam basa.
- Haemogloin dan Hct dalam
batas normal.
- Tidak mengalami haus yang
abnormal.
- Menampilkan hidrasi yang
baik.
- Memiliki asupan cairan oral
dan intravena yang adekuat.
1. Pantau warna, jumlah dan
frekuensi haluaran urine.
2. Pantau perdarahan.
3. Pantau hasil laboratorium,
elektrolit, haemoglobin
dan hematokrit.
4. Pantau haluaran dan
masukan cairan.
5. Anjurkan untuk
menigkatkan masukan
oral.
- Untuk mengetahui seberapa
jumlah kehilangan cairan melelui
urine.
- Apa bila ada pantau
karakteristiknya.
- Hasil laboratorium ini
merupakan indikator dalam
keseimbangan cairan dalam
tubuh.
- Untuk mengetahui
keseimbanagn cairan dalam
tubuh.
- Sebagai rehidrasi pada pasien
dehidrasi.
24
5. Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan,
pasca pembedahan.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan tidak ditemukan
adanya infeksi, dibuktikan :
- Menyatakan pemahaman
penyebab/faktor resiko
individu.
- Mengidentifikasi intervensi
untuk mencegah/menurunkan
resiko infeksi.
- Tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi:
Suhu tubuh diatas 37,5 0C.
Kemerahan.
Masa atau pembengkakan.
Nyeri dibagian tubuh
manapun.
Perubahan fungsi.
1. Observasi suhu setiap 6
jam sekali.
2. Kaji pentingnya latihan
napas dalam, batuk
efektif, perubahan posisi
sering.
3. Observasi warna dan
karakteristik sputum.
4. Dorong adanya
keseimbangan antara
aktivitas dan istirahat.
5. Periksa sputum ke
laboratorium.
6. Berikan anti microbial
atau antibiotic sesuai
indikasi
- Demam dapat terjadi karena
infeksi.
- Sangat berpengaruh, sehingga
dapat meningkatkan mobilitas
sputum, sehingga tidak beku.
- Apabila berwarna hijau dan bau
menunjukkan infeksi.
- Apabila terjadi keseimbangan
maka dapat menurunkan
kebutuhan oksigen.
- Untuk mengidentifikasi
mikroorganisme penyebab.
- Merupakan penatalaksanaan
medik, dapat diberikan untuk
organism khusus yang
teridentifikasi.
6. Retensi urine (akut/kronik)
b/d obstruksi mekanik
Setelah dilakukan tindakan
keperawata, di harapkan pasien
1. Dorong klien untuk
berkemih setiap 2-4 jam
- Agar kandung kencing tidak
penuh dan melatih klien untuk
25
pembesaran prostat
Tanda : frekuensi, keragu-
raguan, ketidakmampuan
mengosongkan kandung
kemih, inkontinensia,
distensi kandung kemih,
residu, urine.
dapat menunjukkan:
- berkemih dengan jumlah yang
cukup, tak teraba distensi
kandung kemih, menunjukkan
residu paaska berkemih kurang
dari 50 ml, dengan tidak
adanya tetesan/kelebihan
aliran.
dan bila tiba-tiba
dirasakan.
2. Tanyakan pada klien
tentang inkontinensia
stress.
3. Observasi aliran urine,
perhatikan ukuran dan
kekuatan.
4. Awasi dan catat waktu dan
jumlah setiap berkemih.
5. Perkusi area supra pubik.
6. Dorong masukkan cairan
sampai 3000 ml / hari.
7. Berikan perawaatan
kateter dan perineal.
berkemih segera.
- Untuk mengetahui apakah stress
yang menjadi pemicu susah
BAK>
- Untuk mengetahui aliran dan
kekuatan pancaran urin.
- Sebagai observasi dan sebagai
data.
- Untuk mengetahui apakah
kandung kemih penuh atau tidak.
- Untuk memperlancar produksi
urin.
- Agar tidak terjadi infeksi akibat
alat-alat infasif.
26
BAB III
PENGELOLAAN KASUS
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal Pengkajian : 5 Januari 2009 Jam : 11.00 WIB Oleh : Mita
1. IDENTITAS
A. Pasien
Nama : Bp.B
Usia : 65 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gedompol, Donorejo, Pacitan
Agama : Islam
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal masuk : 31 Desember 2008
NO RM : 08123130
Ruang : C
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
B. Keluarga / penanggung jawab
Nama : Ny. P
Hubungan : Anak
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Gedompol, Donorejo, Pacitan
27
2. RIWAYAT KESEHATAN
A. Kesehatah Pasien
Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, bekas operasi, nyeri
seperti teriris, skala nyeri 6.
Alasan masuk RS
Pada tanggal 31 Desember 2008 pasien sakit saat kencing, kencing
sering tapi hanya sedikit-sedikit. Lalu pasien dirujuk dari RS terdekat
untuk dioprasi di RS. Bethesda Yogyakarta.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan kurang lebih 2 tahun yang lalu susah kencing, buang
air kecil sering namun hanya sedikit-sedikit dan saat kencing sakit
pasien tidak lamias saat kencing. Pasien sudah pergi ke Rumah Sakit dan
berobat jalan. Pada tanggal 30 Desember 2008, pasien kambuh lalu
periksa ke Rumah Sakit terdekat. Lalu dari Rumah Sakit tersebut
merujuk pasien untuk dioprasi di Rumah Sakit Bethesda. Lalu dengan
dukungan keluarga, pasien pada tanggal 31 Desember 2008 dibawa ke
RS. Bethesda untuk dioprasi. Sampai di RS. Bethesda pasien diterima di
IGD dan dilakukan pemeriksaan dilakukan pemeriksaan laboratorium,
baik CT BT, ureum Creatinin, Elektrolit, Albumin, Globulin. Serta
dilakukan Rontgen Thorak, serta EKG dan dianjurkan untuk opname di
ruang C RS. Bethesda Yogyakarta.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah di rawat di rumah sakit.
Pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi apapun sebelumnya.
Pasien mengatakan belum pernah mengalami gangguan dalam buang air
kecil sebelum penyakit ini terjadi.
Alergi
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat, maupun
makanan.
28
B. Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan ibu dari pasien juga mempunyai riwayat darah
tinggi. Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ditemukan penyakit
menurun seperti diabetes mellitus, hemophilia,dll.
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola Nutrisi – Metabolis
Sebelum Sakit
Frekuensi : 3x Sehari
Jenis Makanan : Nasi,sayur,lauk
Makanan Pantang : Tidak ada
Kebiasaan Makan : Dirumah
Nafsu Makan : Baik
Minum : 800 cc /Hari
Jenis Minuman : Air putih dan teh
Minuman Pantang : Minuman Beralkohol
Selama Sakit
Jenis Makanan : Nasi, lauk, sayur dan
buah.
Frekuensi : 3 x Sehari
Porsi Yang Dihasilkan : Pasien menghabiskan porsi yang
diberikan.
Banyaknya Minum : 400 cc / Hari, pasien post op hari ke
2
Jenis Minuman
: Air putih
Keluhan : Pasien mengatakan
tidak ada keluhan.
b. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit
29
BAB = Frekuensi : Tidak tentu kadang 2 hari sekali.
Waktu : Tidak tentu.
Warna : Kuning
Konsistensi : Lembek
Posisi Bab : Jongkok.
Keluhan : Pasien mengatakan BAB tidak
teratur.
Upaya yang dilakukan : Pasien mengatakan makan pepaya
tiap hari.
BAK = Frekuensi : 6-8x Sehari
Warna : Kuning keruh
BAU : Khas urin.
Keluhan : Pasien mengatakan saat kencing
sakit dan urin hanya menetes.
Selama Sakit
BAB = Frekuensi : Pasien mengatakan setelah oprasi
belum BAB. ( 6 hari )
Waktu : -
Warna : -
Konsistensi : -
Keluhan : -
BAK = Frekuen : Memakai DC sudah 2 hari, dower
chateter no 24.
Warna : Merah
Jumlah : 500 cc dalam satu hari.
Keluhan : Pasien mengatakan belum terasa
akan kencing.
c. Pola aktivitas istirahat dan tidur
1. Keadaan aktivitas sehari
a. Sebelum sakit
30
Kebiasaan di rumah dan aktif di masyarakat.
Lingkungan rumah luas dan tidak terdapat tangga.
Sebelum sakit kegiatan dan aktivitas serta kebutuhan dapat
dipenuhi sendiri tanpa bantuan orang lain.
b. Selama sakit
Pasien bed rest total karena masih terpasang drain, post operasi
prostatectomy.
Pasien mengatakan tidak mampu makan sendiri, membutuhkan
bantuan orang lain.
Pasien mengatkan tidak mampu mandi sendiri, membutuhkan
bantuan orang lain.
Hampir semua kebutuhan pasien di bantu oleh orang lain,
pasien membutuhkan bantuan orang lain.
2. Kebutuhan tidur
a. Sebelum sakit
Jumlah jam tidur sehari : 7 jam.
Tidur siang : 1 jam
Tidur malam : 22.00-04.00 ( diutamakan
tidur malam )
Kebiasaan pengantar tidur : Pasien mengatakan tidak
memakai penghantar tidur.
Keluhan dalam hal tidur : Pasien mengatakan tidak
ada gangguan tidur.
b. Selama Sakit
1. Kebutuhan Tidur
Tidur Siang : 3 jam perhari
Tidur Malam : 5 jam perhari
Ada Kesulitan Tidur : Pasien sering terbangun karena
nyeri luka bekas operasi.
31
Penghantar Untuk Tidur : Pasien tidak memakai penghantar
tidur.
Klien Kesakitan : Pasien merasa nyeri pada luka
bekas operasi.
2. Kebutuhan Istirahat
Klien mengungkapkan perasaan bosan & kurang
istirahat.
e. Pola Kebersihan Diri
Setelah sakit
1. Kebersihan Kulit
Kebiasaan mandi pada pagi dan sore.
Klien mandi menggunakan sabun.
Pasien membutuhkan batuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan kebersihan diri.
2. Kebersihan Rambut
Kebiasaan mencuci rambut menggunakan shampo.
Pasien mengatakan selama di rumah sakit belum keramas.
3. Kebersihan Telinga
Merawat / membersihkan telinga saat mandi dan jika telinga terasa
kotor.
4.Kebersihan Mata
Pasien mengatakan membersihkan mata saat mandi.
5. Kebersihan Mulut
Menggosok gigi 1 x sehari, pagi waktu mandi
Menggosok gigi menggunakan pasta gigi
Klien tidak menggunakan gigi palsu.
Pasien membutuhkan bantuan saat mrnggosok gigi.
32
6. Kebersihan kuku
Memotong kuku, bila sudah panjang & kotor.
Klien tidak mengalami gangguan pada kuku.
e. Pola persepsi- sensori
Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
Persepsi diri : hal yang difikirkan oleh pasien saat
ini adalah cepat sembuh.
f. Aspek Mental,Intelektual,sosial,spiritual
1. Intelektual :Pengetahuan tentang penyakit yang diderita cukup.
Pasien mengatakan bahwa ternyata penyakit yang
diderita sudah lama yaitu 6 bulan, dengan tanda dan
gejala kencing keluar sedikit-sedikit dan kadang menetes
serta sakit saat dipakai kencing.
2. Psikologi
Konsep diri : Pasien dapat menyebutkan nama, identitas saat
ditanya.
Ideal diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh.
Harga diri : Pasien senang dijenguk oleh keluarga / orang
lain.
Peran diri : Klien mengatakan, saya belum bisa beraktivitas
seperti biasa, aktif dalam organisasi di
masyarakat.
Gambaran diri : Pasien mengatakan dirinya lebih lega setelah
dioperasi.
3. Pola Reproduksi – Seksualitas
Pasien mengatakan mempunyai 4 orang anak.
33
4. Emosional
Emosianal stabil, klien tenang
5. Komunikasi
Pasien suka bercerita, memakai bahasa jawa.
6. Pola Koping
Pengambilan keputusan dibantu oleh keluarga.
7. Pola Hubungan-Pekerjaan
Hubungan dengan keluarga dan perawat terjalin baik dan akrab.
8. Spiritual
Dalam keadaan sakit klien tidak beribadah.
Pasien mengatakan setiap puasa, dia selalu puasa.
3. PEMERIKSAAN FISIK
1.
Pengukuran tanda vital :Suhu :370 C
Pernafasan :24 x / menit
Nadi :84 x / menit
Tekanan darah :130 / 80 mmHg
Tingkat kesadaran : Compos metis
Keadaan umum : Pasien terbaring diatas tempat tidur
nampak sakit sedang, terpasang
infus di tangan kiri RL 20 tetes per
menit, terpasang drain, terpasang
spoel dengan cairan steril,
terpasang dower catheter. Spoel
berwarna merah.
2. Kepala leher
Bentuk kepala :Bulat
Keadaan rambut :Rambut warna hitam, agak apek,
tidak ada ketombe, tidak rontok,
tdk ada lesi, tidak ada bekas luka,
34
tidak ada cikatrik, rambut sudah
putih.
Tidak ditemukan adanya finger print.
Mata
Palpebrae : Tampak hitam.
Konjungtiva : Tidak ditemukan adanya radang,
anemi, warna merah muda.
Bola Mata : Tidak ada protusis bola mata,
gerakan bola mata 8 arah. TIO
mata kiri = mata kanan dan kiri
sama.
Kelopak Mata : Dapat menutup sempurna, tidak
ditemukan ptosis, maupun
laopgotalmus.
Ukuran&Bentuk Pupil : Isokar, Bulat, Diameter 3 mm,
Mengecil jika terkena cahaya,
reflek cahaya kanan +, kiri +.
Hidung
Bentuk Hidung : Lubang simetris, septum
ditengah, tidak ada benda asing,
tidak keluar cairan.
Telinga
Tidak ditemukan serumen, pasien dapat mendengar detikan jam
tangan dari jarak 30 cm, tidak ada lesi dan massa, membrane
tympani menimbulkan efek politser.
Mulut
Lidah : Berwarna kemerahan.
Pharix: Tidak dtemukan radang, berwarna merah muda.
35
Tonsil: T I
Uvula : Simetris
Bibir : Pucat
Leher
Bentuk : Pendek besar, warna coklat, tidak ada massa tidak
terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, tidak terjadi
pembengkakan kelenjar limfe, reflek menelen +.
3. Dada
Inspeksi : Tidak terdapat, lesi, cikatrik,
Palpasi : Tidak terdapat masa, simetris saat bernafas, tidak
terdapat nyeri tekan.
Perekusi : - Batas jantung atas ICS 2 dan bawah 5
- Jantung tidak mengalami pembesaran
- Batas kanan linea sternalis dextra dan batas kiri
media clavikularis sinistra.
- Paru-paru kiri dan kanan terdengar sonor,dan
Jantung terdengar dullness
4. Abdomen
Inspeksi : Terdapat luka bekas jahitan, sepanjang 10 cm
ditutup memakai hepavix. Terpasang drain, tidak
ditemukan cairan yang keluar melalui drain.
Auskultrasi : Peristaltik usus 13x / menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan maupun nyeri lepas.
Perkusi :Tidak terdapat massa, perut tidak kembung.
5. Anus dan rectum
Tidak ditemukan haemoroid.
6. Genetalia
Tidak terdapat kelainan pada genetalia, terpasang D. Cateter 3 hari.
Genetalia bersih.
36
7. Ekstrimitas
Atas:
Anggota gerak atas lengakap, tidak ditemukan polidaktili,
maupun sindaktili.
Terpasang infus RL di tangan kiri 500 ml 20 tts/ menit.
Kekuatan otot baik tangan kanan maupun kiri 5.
Tidak ditemukan oedema.
Bawah:
Anggota gerak bawah lengakap, tidak ditemukan
polodaktili maupun sindaktili.
Kekuatan otot baik tangan kanan maupun kiri 5.
Tidak tedapat oedem.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Darah Tgl 31-12-2008
Jenis Hasil Nilai Normal
Hemoglobin
Leukosit
Eosinofil
Basofil
Segmen
Limfosit
Monosit
Laju endap darah
LED 1 jam
LED 2 jam
Urine
Urine rutin
Warna
BJ
pH
14,80 gr%
10,0 (H) ribu/mmk
9,6 (H) ribu/mmk
0,9 %
60,2%
22,7 %
6,6 %
37,0 (H) mm
70,0 mm
Merah
1-020
6,00
13.50-17.50
4,10-10,9
0-5,0
0.0-2.0
47.0-80.0
13.0-40.0
2.0-11.0
1,0-10,0
-
Kuning
37
Protein
Sedimen :
Leukosit pucat
Leukosit gelap
Eritrosit
Epitel
Ca oxalat
+
5-8 Lp
1-2 Lp
++
Sedikit
+
-
-
-
-
-
-
Tanggal 4 Januari 2009
Jenis Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 10,10 (L) gr% 13,5-17,5
Hematokrit
Leukosit
42,3 %
11,0 (H) ribu/mmk
41-53
4,10-10,9
Radiologi
Tanggal 31 Desember 2008
Thoraks foto
Pulmo dan cor normal.
9. Program pengobatan
Injeksi
1. Ceftazidim 1 gr (1x1)
Antibiotika.
2. Ketorolac 3 cc (2x1)
Analgetika.
38
Analisa Data
Nama : Bp B
Ruang : Ruang C/4
Tanggal : 5 Januari 2009
No Data Masalah Penyebab
1. DS :
- Pasien mengatakan luka bekas operasi
nyeri.
- pasien mengatakan malam hari sering
terbangun karena nyeri bekas operasi.
- Pasien mengatakan nyeri pada perut
bagian bawah, bekas operasi, nyeri seperti
teriris, skala nyeri 6.
Do:
- Pasien post
operasi hari 5.
Nyeri akut
di abdomen
Terputusnya
kontinuitas
jaringan post
prostatektomy
.
2. Ds :
Do :
- Terdapat luka
bekas operasi pada perut bagian bawah
sepanjang 10 cm, terdapat jahitan dan
ditutup dengan kasa hepavix.
- Terpasang
drain.
- Tangan kiri
terpasang infus RL 20 tetes/menit.
- Suhu 370C.
Risiko
infeksi
Masuknya
mikroorganis
me sekunder
akibat
tindakan
invasif.
39
- Hasil
pemeriksaan leukosit tanggal 4-01-2009
11,00 ribu/mmk
3. Ds :
- Pasien
mengatakan membutuhkan bantuan orang
lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
makan.
- Pasien
mengatakan membutuhkan bantuan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan toileting.
- Pasein
mengatakan membutuhkan bantuan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan
kebersihan diri, mandi.
Do :
- Pasien belum
biperbolehkan turun dari tempat tidur,
karena masih terpasang drainage.
- Pasien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi
kebutuhan kebersihan diri, nutrisi dan
toileting.
- Pasien tidak
bisa makan, mandi dan toileting sendiri.
Syndrom
devisit
perawatan
diri
Intoleransi
aktivitas
40
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut di abdomen berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan post prostatektomy, ditandai dengan:
DS :
- Pasien mengatakan luka bekas operasi nyeri.
- Pasien mengatakan malam hari sering terbangun karena nyeri bekas
operasi.
- Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, bekas operasi, nyeri
seperti teriris, skala nyeri 6.
Do:
- Pasien post operasi hari 2.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya
mikroorganisme akibat pembedahan, ditandai dengan :
Ds :
Do :
- Terdapat luka bekas operasi pada perut bagian
bawah sepanjang 10 cm, terdapat jahitan dan ditutup dengan kasa
hepavix.
- Terpasang drainage.
- Tangan kiri terpasang infus asering 20 tetes/menit.
- Suhu 370C.
- Hasil pemeriksaan leukosit tanggal 4-01-2009 11,00 ribu/mmk.
3. Syndrom devisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas,
ditandai dengan :
Ds :
41
- Pasien mengatakan membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi makan.
- Pasien mengatakan membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan toileting.
- Pasein mengatakan membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan kebersihan diri, mandi.
Do :
- Pasien belum biperbolehkan turun dari tempat tidur,
karena masih terpasang darin.
- Pasien membutuhkan bantuan dalam memenuhi
kebutuhan kebersihan diri, nutrisi dan toileting.
- Pasien tidak bisa makan, mandi dan toileting sendiri.
42
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Bp. B
Rang : C/4
Tanggal 06 Januari 2009
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi
1. 6-01-2009, jam : 12.00
Nyeri akut di abdomen
berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan post
prostatektomy, ditandai dengan:
DS :
- Pasien mengatakan luka bekas
operasi nyeri.
- pasien mengatakan malam hari
sering terbangun karena nyeri
bekas operasi.
- Pasien mengatakan nyeri pada
perut bagian bawah, bekas
operasi, nyeri seperti teriris,
6-01-2009, jam : 12.00
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam,
maka pasien diharapkan
menunjukkan kemampuan untuk
memenejemen nyeri,dibuktikan
dengan:
- Pasien mengungkapkan nyeri
yang dirasakan berkurang atau
hilang, baik skala 0-2, maupun
durasinya.
- Pasien mampu menerapkan
menejemen nyeri, seperi teknik
napas dalam, relaksasi maupun
6-01-2009, jam : 12.00
1. Kaji nyeri pasien
setiap 6 jam sekali, baik
skala, intensitas, lokasi,
frekuensi maupun
durasinya.
2. Ajarkan teknik
relaksasi untuk
mengurangi nyeri,
anjurkan agar pasien
nafas dalam.
3. Kaji tanda-tanda
vital.
6-01-2009, jam : 12.00
- Untuk mengetahui
derajat/tingkat yang
dialami pasien.
- Untuk mengalihkan
perhatian pasien pada
nyerinya, sehingga nyei
berkurang.
- Mengetahui tanda-tanda
vital.
- Untuk mengurangi
43
skala nyeri 6.
Do:
- Pasi
en post operasi hari 5.
distraksi.
- Tekanan darah stabil 120/80
mmHg.
- Pernafasan stabil 16-20x/menit.
- Wajah pasien rileks.
- Tidak ada posisi tubuh yang
melindungi daerah yang nyeri.
- Tidak terjadi kegelisahan atau
ketegangan otot.
4. Anjurkan pasien
untuk menigkatkan
istirahat tirah baring dan
melatih mobilisasi
sedikit demi sedikit.
5. Kolaborasiakan
dengan dokter dalam
pemberian analgetika
Cetorolac 3 cc 2X1.
nyeri dan memberikan
posisi yang nyaman.
- Analgetika dapat
membantu dalam
menurunkan nyeri.
2. Resiko infeksi berhubungan
dengan masuknya mikroorganisme
sekunder akibat tindakan infasive
ditandai dengan :
Ds :
Do :
- Terd
Setelah diakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan infeksi tidak terjadi,
ditandai:
- Suhu tubuh stabil 36,5’ C-
37,5’C.
- Nyeri yang berlebih tidak
1. Obervasi tanda-tanda
inveksi tiap 6 jam
sekali.
2. Observasi vital sign
tiap 6 jam sekali.
- Menetahui apabila
terjadi radang, dapat
dilakukan tindakan
selanjutnya.
- Untuk mengetahui
perubahan tanda-tanda
vital, untuk dapat
44
apat luka bekas operasi pada
perut bagian bawah sepanjang
10 cm, terdapat jahitan dan
ditutup dengan kasa hepavix.
- Terp
asang drain.
- Tang
an kiri terpasang infus RL 20
tetes/menit.
- Suhu
370C.
- Hasi
l pemeriksaan leukosit tanggal 4-
12-2008 adalah tinggi 11,00
ribu/mmk. (4,10-10,9 ribu/mmk)
terjadi.
- Tidak terjadi pembengkakan di
daerah bekas operasi.
- Tidak terjadi kemerahan pada
daerah bekas luka operasi.
- Tidak terjadi perubahan fungsi.
- Tidak ditemuka adanaya nanah
di luka bekas operasi.
- Angka leukosit dalam batas
normal 4,10-10,9 ribu/mmk.
3. Observasi keluaran
drain setiap hari.
4. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
antibiotika Ceftazidim
1x1 gr.
melakukan tindakan
selanjutnya.
- Keluaran Lokhea
dapat sebagai deteksi
apakah terjadi inveksi
atau tidak. Lihat baik
warna, bau,
kekentalannya.
- Antibiotika dapat
bekerja sebagai
antisipasi infeksi.
3. Syndrom devisit perawatan diri
berhubungan dengan intoleransi
aktivitas, ditandai dengan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
diharapakan semua kebutuhan
1. Kaji pemenuhan nutrisi
pasien.
- Mengetahui apakah
kebutuhan nutrisi sudah
terpenuhi atau belum.
45
Ds :
- Pasi
en mengatakan membutuhkan
bantuan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
makan.
- Pasi
en mengatakan membutuhkan
bantuan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan toileting.
- Pase
in mengatakan membutuhkan
bantuan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan kebersihan
diri, mandi.
Do :
- Pasi
en belum biperbolehkan turun
pasien dapat terpenuhi dengan
kriteria:
- Pasien mengatakan semua
kebutuhan dapat terpenuhi
dengan bantuan orang lain.
- Kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
- Kebutuhan kebersihan diri
pasien dapat terpenuhi.
- Kebutuhan toileting pasien
dapat terpenuhi.
2. Bantu pasien untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi.
3. Kaji pemenuhan
kebutuhan kebersihan diri
pasien.
4. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan
kebersihan diri.
5. Kaji pemenuhan
kebutuhan toileting
pasien.
6. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan
toileting.
7. Libatkan keluarga
- Bantuan diberikan
supaya kebutuhan nutisi
paien dapat terpenuhi
dengan baik.
- Mengetahui apakah
kebutuhan kebersihan
diri sudah terpenuhi.
- Bantuan diberikan
supaya kebutuhan
kebersihan diri dapat
terpenuhi dengan baik.
- Mengetahui apakah
kebutuhan toileting
telah terpenuhi.
- Bantuan diberikan
supaya kebuthan
toileting pasien dapat
terpenuhi dengan baik.
- Keluarga sebagai orang
46
dari tempat tidur, karena masih
terpasang darin.
- Pasi
en membutuhkan bantuan dalam
memenuhi kebutuhan kebersihan
diri, nutrisi dan toileting
membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan
pasien
terdekat diharapakn
selalu mendampingi
dan membantu pasien
dalam memenuhi
kebutuhan pasien.
47
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Bp. B
Rang : C/4
Tanggal : 7 Januari 2009
NoDiagnosa
Keperawatan
Waktu
tanggal/jamPerkembangan Ttd
1 Nyeri akut di
abdomen
berhubungan
dengan terputusnya
kontinuitas jaringan
post postatektomy,
ditandai dengan:
DS :
- Pasien
mengatakan luka
bekas operasi
nyeri.
- Pasien
mengatakan
malam hari
sering terbangun
karena nyeri
bekas operasi.
- Pasien
mengatakan
nyeri pada perut
bagian bawah,
bekas operasi,
nyeri seperti
teriris, skala
07/01/09
12.00
12.30
13.00
1330
14.00
13.00
I:
1. Mengajarkan teknik relaksasi
kepada pasien.
- pasien memilih teknik
napas dalam dan pasien
mampu menirukannya.
2. Menganjukan pasien untuk
beristirahat dan melatih
mobilisasi sedikit demi
sedikit.
- Pasien mengikuti
anjuran.
- Pasien sudah mampu
miring kanan dan kiri.
3. Mengukur tanda-tanda vital.
- Nadi : 82x/menit
- Respirasi 25x/menit.
- Tekanan darah: 150/90
mmHg.
4. Mengobservasi tingkat nyeri
pasien.
- Pasien mengatakan nyeri
masih tetap skala 6, seperti
teriris, namun sudah merasa
lebih nyaman dibanding
48
2.
nyeri 6.
Do:
Pasien post operasi
hari 2.
Resiko infeksi
berhubungan
dengan masuknya
mikroorganisme
sekunder akibat
tindakan invasife,
ditandai dengan :
Ds :
Do :
-
bekas operasi
pada perut
bagian bawah
sepanjang 10 cm,
terdapat jahitan
dan ditutup
dengan kasa
hepavix.
-
-
terpasang infus
14.00
05/01/09
11.30
12.30
14.00
tadi malam.
E :
- S: Pasien mengatakan nyeri
masih tetap skala 6, seperti
teriris, namun sudah merasa
lebih nyaman dibanding
tadi malam.
- O: Pasien sudah mampu
miring kanan dan kiri.
I :
1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.
- tidak ditemukan adanya
peningkatan suhu, tidak
terjadi gangguan fungsi, tidak
terdapat masa.
Mengobservasi tanda-tanda
vital.
- suhu : 36,50 C
2. Mengkaji tanda-tanda infeksi.
- tidak ditemukan adanya
kenaikan suhu, tidak
ditemukan adanya kelainan
fungsi, tidak ditemukan
adanya masa dan kemerahan
pada bekas infus.
E:
-S : Pasien mengatakan daerah
bekas operasi tidak sakit saat
49
RL 20
tetes/menit.
-
-
leukosit tanggal
4-12-2008 adalah
tinggi 11,00
ribu/mmk. (4,10-
10,9 ribu/mmk).
ditekan
- O : tidak ditemukan
tanda-tanda radang,
seperti kenaikan suhu
tubuh, kemerahan, masa,
gangguan fungsi,
maupun push atau nanah
di bekas infuse. Dower
Catheter masih
terpasang. Jumlah
leukosit tinggi : 10,09
ribu/mmk.
3. Syndrom devisit
perawatan diri
berhubungan
dengan intoleransi
aktivitas, ditandai
dengan :
Ds :
-
mengatakan
membutuhkan
bantuan orang
lain untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi
makan.
-
mengatakan
membutuhkan
05/01/09
12.00
12.20
12.30
13.00
I.
1. Mengobservasi pemenuhan
nutrisi pasien.
- Pasien belum makan.
2. Membantu pasien untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi/menyuapi.
- Pasien mau makan, porsi
yang diberikan dapat
dihabiskan.
3. Mengobservasi pemenuhan
kebutuhan kebersihan diri
pasien.
- Pasien mengatakan tadi
pagi sudah mandi, dengan
di lap oleh perawat.
4. Mengobservasi pemenuhan
kebutuhan toileting pasien.
- Pasien mengatakan dari
50
bantuan orang
lain dalam
memenuhi
kebutuhan
toileting, BAB.
-
mengatakan
membutuhkan
bantuan orang
lain dalam
memenuhi
kebutuhan
kebersihan diri,
mandi.
Do :
-
biperbolehkan
turun dari tempat
tidur, karena
masih terpasang
darin.
- Pasien
membutuhkan
bantuan dalam
memenuhi
kebutuhan
kebersihan diri,
nutrisi dan
toileting
14.00
kemerin belum BAB.
E.
S : pasien mengatakan
mendapatkan batuan dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi,
toileting dan aktivitas lain.
O : kebutuhan nutrisi, toileting
dan merubah posisi tidur
terpenuhi dengan bantuan
orang lain.
51
Nama : Bp. B
Rang : C/4
Tanggal : 08 Januari 2009
No Diagnosa Keperawatan Waktu
tanggal/jam
Perkembangan Ttd
1. Nyeri akut di abdomen
berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas
jaringan post
prostatektomy, ditandai
dengan:
DS :
- Pasien mengatakan
luka bekas operasi
nyeri.
- pasien mengatakan
malam hari sering
terbangun karena
nyeri bekas operasi.
- Pasien mengatakan
nyeri pada perut
bagian bawah, bekas
operasi, nyeri seperti
teriris, skala nyeri 4.
- Nyeri bertambah saat
pasien batuk. Nyeri
berkurang saat
pasien tiduran dan
tidak batuk.
08/01/09
07.30
S: Pasien mengatakan
nyeri perut bawah
bekas operasi
berkurang skala 4.
O: Pasien sudah terlihat
lebih rileks dan dapat
miring kekanan dan
kekiri.
A: Nyeri akut pada
abdomen,
berhubungan dengan
terputusnya
kontinuitas jaringan
post postatektomy.
Belum teratasi.
P: lanjutkan intervensi 1-
4!
1. Kaji nyeri pasien setiap
6 jam sekali, baik
skala, intensitas, lokasi,
frekuensi maupun
durasinya.
2. Ajarkan teknik
relaksasi untuk
mengurangi nyeri,
52
Do:
Pasien post operasi hari
2.
08.00
anjurkan agar pasien
memilih teknik yang
disukai dan yang
mampu diterapkan.
3. Observasi tanda-tanda
vital.
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan istirahat
tirah baring dan melatih
mobilisasi sedikit demi
sedikit.
5. Kolaborasiakan
dengan dokter dalam
pemberian analgetika
Ketorolac.
I:
1. Mengkaji tingkat nyeri
pasien.
- Pasien mengatakan
perut bagian bawah
nyeri seperti diiris-
iris.
- Pasien mengatakan
nyeri skala 4,
lokasinya diperut
bagian bawah dibekas
operasi. Nyeri
berkurang dibanding
hari kemarin.
- Pasien mengatakan
semalam sudah bisa
53
09.00
10.00
11.10
13.00
13.30
tidur nyenyak.
2. Berkolaborasi dengan
dokter dalam
memberikan analgetika
Ketorolac
3. Mengobservasi
penerapan teknik
relaksasi kepada
pasien.
- Pasien mampu
menerapkan teknik
relaksasi yang
diajarkan.
4. Menganjurkan pasien
untuk beristirahat dan
melatih mobilisasi
sedikit demi sedikit.
- Pasien mengikuti
anjuran.
5. Mengukur tanda-tanda
vital.
- Nadi : 82 kali/menit.
- Napas : 20
kali/menit.
6. Mengobservasi tingkat
nyeri pasien.
- Pasien mengatakan
nyeri berkurang skala
4, pasien mengatakan
merasa sudah lebih
nyaman.
54
14.00 E :
- S: Pasien mengatakan
nyeri perut bawah
bekas operasi
berkurang skala 4,
pasein mengatakan
lebih nyaman.
- O:. Pasien sudah terlihat
lebih rileks dan dapat
miring kekanan dan
kekiri.
2. Resiko infeksi
berhubungan dengan
masuknya
mikroorganisme
sekunder akibat
tindakan invasife,
ditandai dengan :
Ds :
Do :
-
operasi pada perut
bagian bawah
sepanjang 10 cm,
terdapat jahitan dan
ditutup dengan kasa
hepavix.
-
-
infus RL 20
tetes/menit.
06/01/09
07.30
S: Pasien mengatakan
tidak sakit saat
didaerah bekas operasi
ditekan.
O: tidak ditemukan tanda-
tanda radang, seperti
kenaikan suhu tubuh,
kemerahan, masa,
gangguan fungsi,
maupun push atau
nanah baik di luka
maupun bekas drain.
Dower catheter masih
terpasang. Leukosit
tinggi 10,09ribu/mmk.
A: Resiko infeksi,
berubungan dengan
masuknya
mikroorganisme akibat
pembedahan dan
55
-
-
leukosit tanggal 4-12-
2008 adalah tinggi
11,00 ribu/mmk.
(4,10-10,9 ribu/mmk).
08.45
09.00
tinadakan invasif
(terpasang dower
chateter dan infus).
P: lanjutkan Intervensi 1-
4!
1. Obervasi tanda-tanda
inveksi tiap 6 jam
sekali.
2. Observasi vital sign
tiap 6 jam sekali.
3. Observasi luka dan
bekas drain.
4. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian antibiotika
Ciprofloxacin 2x1
tablet.
I:
1. Mengkaji tanda-tanda
infeksi.
- tidak ditemukan
adanya peningkatan
suhu, tidak terjadi
gangguan fungsi, tidak
terdapat masa.
Mengobservasi tanda-
tanda vital.
- suhu : 36,50 C
2. Berkolaborasi dengan
dokter dengan
pemberian antibiotika
56
13.30
14.00
yaitu Ceftizidime 1 gr.
3. Mengkaji tanda-tanda
infeksi.
- tidak ditemukan
adanya kenaikan suhu,
tidak ditemukan
adanya kelainan fungsi,
tidak ditemukan
adanya masa dan
kemerahan pada bekas
infus.
E:
-S : pasien mengatakan
daerah bekas operasi
tidak sakit saat ditekan
- O : tidak ditemukan
tanda-tanda radang,
seperti kenaikan suhu
tubuh, kemerahan,
masa, gangguan fungsi,
maupun push atau
nanah di bekas infuse.
Dower Catheter masih
terpasang. Jumlah
leukosit tinggi : 10,09
ribu/mmk.
3. Syndrom devisit
perawatan diri
berhubungan dengan
intoleransi aktivitas,
ditandai dengan :
06/01/09
07.30
S : pasein mengatakan
masih lemah dan ADL
dibantu oleh perawat
dan keluarga.
O : pasien terlihat lemah,
57
Ds :
-
membutuhkan
bantuan orang lain
untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
makan.
-
membutuhkan
bantuan orang lain
dalam memenuhi
kebutuhan toileting,
BAB.
-
membutuhkan
bantuan orang lain
dalam memenuhi
kebutuhan kebersihan
diri, mandi.
Do :
-
biperbolehkan turun
dari tempat tidur,
karena masih
terpasang darin.
Pasien membutuhkan
bantuan dalam
memenuhi kebutuhan
kebersihan diri, nutrisi
dan toileting
terpasang DC dan
infus.
A : sindrom devisit
perawatan diri
berhubngan dengan
intoleransi
aktivitas,dapat teratasi.
P : lanjutkan intervensi 1-
7!
1. Kaji pemenuhan
nutrisi pasien.
2. Bantu pasien untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi.
3. Kaji pemenuhan
kebutuhan
kebersihan diri
pasien.
4. Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhan
kebersihan diri.
5. Kaji pemenuhan
kebutuhan toileting
pasien.
6. Bantu pasien
dalam memenuhi
kebutuhan toileting.
7. Libatkan keluarga
membantu pasien
dalam memenuhi
58
08.00
09.00
10.30
11.00
12.00
kebutuhan pasien.
I.
1. Mengobservasi
pemenuhan nutrisi
pasien.
2. Mengobservasi
pemenuhan kebutuhan
kebersihan diri pasien.
- Pasien mengatakan
tadi pagi sudah
mandi.
3. Mengobservasi
pemenuhan kebutuhan
toileting pasien.
- Pasien mengatakan
belum terasa BAB.
4. Melibatkan keluarga
membantu pasien
dalam memenuhi
kebutuhan pasien
- Keluarga terutama
istri selalu
membantu dalam
memenuhi
kebutuhan pasien.
5. Mengobservasi
penuhan kebutuhan
nutrisi pasien.
- Pasien belum makan
siang.
- Menyuapi pasien
59
14.00
diatas tempat tidur.
E.
S : pasien mengatakan
mendapatkan batuan
dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi,
toileting dan aktivitas
lain.
O : kebutuhan nutrisi,
toileting dan
kebersihan diri
dibantuan keluarga
dan perawat.
60
Nama : Bp. B
Rang :C/4
Tanggal :9 Januari 2009
No Diagnosa
Keperawatan
Waktu
tanggal/jam
Perkembangan Ttd
1. Nyeri akut di
abdomen
berhubungan dengan
terputusnya
kontinuitas jaringan
post prostatektomy,
ditandai dengan:
DS :
- Pasien mengatakan
luka bekas operasi
nyeri.
- pasien mengatakan
malam hari sering
terbangun karena
nyeri bekas
operasi.
- Pasien mengatakan
nyeri pada perut
bagian bawah,
bekas operasi,
nyeri seperti teriris,
skala nyeri 3.
- Nyeri bertambah
saat pasien batuk.
Nyeri berkurang
saat pasien tiduran
09/01/09
14.00
S: Pasien mengatakan nyeri perut
bawah bekas operasi berkurang
skala 3, pasien sudah mampu
duduk.
O: Pasien sudah mampu duduk.
A: Nyeri akut pada abdomen,
berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas
jaringan post postatektomy.
Dapat teratasi.
P: lanjutkan intervensi 1-4!
1. Kaji nyeri pasien setiap 6 jam
sekali, baik skala, intensitas,
lokasi, frekuensi maupun
durasinya.
2. Ajarkan teknik relaksasi
untuk mengurangi nyeri,
anjurkan agar pasien memilih
teknik yang disukai dan yang
mampu diterapkan.
3. Observasi tanda-tanda vital.
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan istirahat tirah
baring dan melatih
mobilisasi sedikit demi
sedikit.
61
dan tidak batuk.
Do:
Pasien post operasi
hari 2.
14.15
15.00
18.00
18.15
20.00
I:
1. Mengkaji tingkat nyeri pasien.
- Pasien mengatakan perut
bagian bawah nyeri seperti
diiris-iris.
- Pasien mengatakan nyeri
skala 3, lokasinya diperut
bagian bawah dibekas operasi.
Nyeri berkurang dibanding
hari kemarin.
- Pasien mengatakan sudah
bisa tidur nyenyak.
2. Mengobservasi penerapan
teknik relaksasi kepada
pasien.
- Pasien mampu menerapkan
teknik relaksasi yang
diajarkan.
3. Menganjurkan pasien
untuk beristirahat dan melatih
mobilisasi sedikit demi sedikit.
- Pasien mengikuti anjuran.
4. Mengukur tanda-tanda
vital.
- Nadi : 82 kali/menit.
- Napas : 20 kali/menit.
5. Mengobservasi tingkat nyeri
pasien.
- Pasien mengatakan nyeri
berkurang skala 3, pasien
mengatakan merasa sudah
62
21.00 lebih nyaman.
E :
- S: Pasien mengatakan nyeri
perut bawah bekas operasi
berkurang skala 3, pasein
mengatakan lebih nyaman.
- O: Pasien sudah mampu duduk.
-A : Nyeri akut pada abdomen,
berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas
jaringan post postatektomy.
Dapat teratasi.
- P : therapy tetap di lanjutkan dan
dan intervensi di lanjutkan
sampai pasien pulang.
2. Resiko infeksi
berhubungan dengan
masuknya
mikroorganisme
sekunder akibat
tindakan invasive,
ditandai dengan :
Ds :
Do :
-
operasi pada perut
bagian bawah
sepanjang 10 cm,
terdapat jahitan dan
ditutup dengan
kasa hepavix.
07/01/09
14.00
S: Pasien mengatakan tidak sakit
saat didaerah bekas operasi
ditekan.
O: tidak ditemukan tanda-tanda
radang, seperti kenaikan suhu
tubuh, kemerahan, masa,
gangguan fungsi, maupun push
atau nanah baik di luka maupun
bekas drain. Dower catheter
masih terpasang. Leukosit
tinggi 11,00 ribu/mmk.
A: Resiko infeksi, berubungan
dengan masuknya
mikroorganisme akibat
pembedahan dan tindakan
invasif (terpasang dower
63
-
-
terpasang Infus
asering 20
tetes/menit.
-
-
leukosit tanggal 4-
12-2008 adalah
tinggi 11,00
ribu/mmk. (4,10-
10,9 ribu/mmk).
14.15
14.25
19.15
14.00
chateter dan infus).
P: lanjutkan Intervensi 1-4!
1. Obervasi tanda-tanda inveksi
tiap 6 jam sekali.
2. Observasi vital sign tiap 6 jam
sekali.
3. Observasi luka dan bekas
drain.
I.
1. Mengobservasi tanda-tanda
infeksi.
- tidak ditemukan adanya
peningkatan suhu, tidak terjadi
gangguan fungsi, tidak terdapat
masa.
2. Mengobservasi tanda-tanda
vital.
- suhu : 36,50 C.
3. Mengobservasi tanda-tanda
infeksi.
- tidak ditemukan adanya
kenaikan suhu, tidak ditemukan
adanya kelainan fungsi, tidak
ditemukan adanya kemerahan
dan masa di bekas infus.
8. Memantau hasil leukosit.
- Pemeriksaan Laboratorium
tanggal 4-12-2008= 11,00
ribu/mmk (tinggi).
E:
-S : Pasien mengatakan daerah
64
bekas opersi saat ditekan tidak
sakit.
- O : tidak ditemukan tanda-tanda
radang, seperti kenaikan suhu
tubuh, kemerahan, masa,
gangguan fungsi, maupun
push atau nanah baik di luka
maupun di sekitar
pemasangan infus. Namun
leukosit tinggi yaitu 11,00
ribu/mmk.
-A: resiko infeksi berhubungan
dengan masuknya
mikroorganisme akibat
pembedahan, dapat teratasi.
- P : therapy dilanjutkan dan
intervensi di lanjutkan sampai
pasien pulang.
3. Syndrom devisit
perawatan diri
berhubungan dengan
intoleransi aktivitas,
ditandai dengan :
Ds :
-
membutuhkan
bantuan orang lain
untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
07/01/09
14.00
S : pasein mengatakan sudah
mampu makan sendiri.
O : pasien mengatakan tadi pagi
sudah mandi,dimandikan
anaknya.
A : sindrom devisit perawatan diri
berhubngan dengan intoleransi
aktivitas,dapat teratasi.
P : lanjutkan intervensi 1-7!
1. Kaji pemenuhan nutrisi
pasien.
2. Bantu pasien untuk
65
makan.
-
membutuhkan
bantuan orang lain
dalam memenuhi
kebutuhan
toileting, BAB.
-
membutuhkan
bantuan orang lain
dalam memenuhi
kebutuhan
kebersihan diri,
mandi.
Do :
-
biperbolehkan
turun dari tempat
tidur, karena masih
terpasang cateter.
Pasien membutuhkan
bantuan dalam
memenuhi kebutuhan
kebersihan diri,
nutrisi dan toileting
14.15
16.00
18.30
memenuhi kebutuhan nutrisi.
3. Kaji pemenuhan kebutuhan
kebersihan diri pasien.
4. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan
kebersihan diri.
5. Kaji pemenuhan kebutuhan
toileting pasien.
6. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan
toileting.
7. Libatkan keluarga membantu
pasien dalam memenuhi
kebutuhan pasien.
I.
1.Mengobservasi pemenuhan
kebutuhan kebersihan diri pasien,
pasien dimandikan oleh anaknya.
Mengobservasi pemenuhan nutrisi
pasien.
- Pasien belum makan.
- Pasien mengatakan sudah
mampu untuk makan sendiri.
- .
2. Mengobservasi pemenuhan
kebutuhan toileting pasien.
- Pasien mengatakan belum
bisa BAB.
3. Melibatkan keluarga membantu
pasien dalam memenuhi
kebutuhan pasien
66
14.00
- Keluarga terutama anak
selalu membantu dalam
memenuhi kebutuhan pasien.
E.
S : pasien mengatakan sudah
mampu untuk makan sendiri.
O : kebutuhan nutrisi dapat
dipenuhi sendiri, namun
kebutuhan kebersihan diri
masih mendapatkan bantuan
sebagian.
A : syndrome devisit perawatan
diri berhubungan dengan
intoleransi aktivitas, dapat
teratasi.
P : Apa bila pasien masih
membutuhkan bantuan maka
lanjutkan intervensi. Apabila
blader trining berhasil, maka
chateter dapat dilepas.
67
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan Laporan pendahuluan dengan Asuhan Keperawatan yang dibuat
sesuai kasus yang diterima.
1. Pada teori diagnosa yang didapatkan
a. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi b/d tidak mengenal sumber
informasi
b. Nyeri (akut), berhubungan dengan proses inflamasi
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diuresis pasca obstruksi.
d. Ansietas berhubungan dengan, retensi urine.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan, pasca pembedahan.
f. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostat.
Diagnosa pada kasus yang didapatkan:
a. Nyeri akut pada abdomen, berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan post prostatectomy.
b. Resiko infeksi, berubungan dengan masuknya mikroorganisme akibat
pembedahan dan tindakan invasive (terpasang dower chateter dan infus).
c. Syndrome devisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
2. Diagnosa keperawatan pada teori yang tidak ada pada kasus:
a. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi b/d tidak mengenal sumber
informasi
b. Nyeri (akut), berhubungan dengan proses inflamasi
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diuresis pasca obstruksi.
68
d. Resistensi uretra yang meningkat berhubungan dengan hiperplasia prostat
jinak atau ganas.
e. Ansietas berhubungan dengan, retensi urine.
Diagnosa ini tidak muncul dalam kasus karena pada kasus pasien sudah
menjalani operasi prostatectomy, sedangkan dalam teori adalah diagnosa pre
operasi.
3. Diagnosa keperawatan pada kasus yang tidak ada pada teori:
a. Nyeri akut pada abdomen, berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan post prostatectomy.
b. Resiko infeksi, berubungan dengan masuknya mikroorganisme akibat
pembedahan dan tindakan infasiv (terpasang dower chateter dan infus).
c. Syndrome devisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
a. Nyeri akut pada abdomen, berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan post prostatektomy.
Diagnosa ini dapat teratasi dengan terapi pengobatan analgetika
Ketorolac injeksi dan. Dan teknik napas dalam yang dapat pasien
terapkan.
b. Resiko infeksi, berubungan dengan masuknya mikroorganisme akibat
pembedahan tindakan infasif .
Suhu dalam batas normal 36,50C, namun hasil leukosit masih tinggi
yaitu 11,00 ribu/mmk, dengan terapi Ceftazidime injeksi 2x1 gr. Tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi, yaitu dolor, tumor, kalor, rubor dan
fungsiolaesa.
c. Syndrom devisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi
aktivitas.
Dapat teratasi, karena pasien sudah mampu untuk duduk setelah drain
dilepas. Serta keluarga sanagat membantu dalam membantu pasien
untuk mencukupi kebutuhannya.
B. Saran
Untuk masalah yang belum teratasi
Dari ke tiga diagnosa semua dapat teratasi, namun perlu dilanjutkan di
rumah yaitu menjaga kebersihan, terutama di daerah luka harus selalu
diperhatikan supaya tidak terjadi infeksi setelah pasien pulang.
70
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylin, E. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran, 3rd edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI,
R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong .1996. Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Sabiston, David C. 1994.Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2,
EGC,.Jakarta
Seri Ilmu Bedah, Staf Pengajar, 1999. UNPAD, Materi Kuliah Bedah, Edisi I,
Bandung Ofsset. Bandung
71