Download - Batu Ureter
BAB IITINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR MEDIS
Dalam penulisan landasan teori tentang Batu Ureter banyak referensi-
referensi yang dapat diambil untuk dapat memudahkan pemahaman dalam
pemberian asuhan keperawatan, adapun konsep dasar ini terdiri dari: Pengertian,
anatomi fisiologi, Pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan komplikasi.
Untuk klien dengan Batu Ureter.
1. Anatomi dan Fisiologi
a. Ginjal
Suatu kelenjar yang terletak dibagian belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebral lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang
abdomen. Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada dua kiri dan
kanan.
Fungsi ginjal terdiri dari:
Memegang peranan penting dalam mengeluarkan zat-zat toksis atau
racun..
Mempertahankan keseimbangan cairan.
Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh.
Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein, ureum,
kreatinin amoniak.
b. Ureter
Ureter terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal kekandung kemih vesika urinaria panjangnya ± 25-30 cm, dengan
penampang ± 0,5 cm. ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan
sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
5
Lapisa tengah lapisan otot polos.
Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap
5x/menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk kedalam kandung
kemih.
Ureter berjalan hampir pertikal dibawah sepanjang fasia muskulus
psoa dan dilapisi oleh peritoneum. Penyempitan ureter terjadi pada tempat
ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh
limfe berasal dari pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
c. Vesika urinaria (kandung kemih)
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon
karet, terletak dibelakang simfisis pubis didalam rongga panggul. Bentuk
kandung kemih seprti kerucut dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikus medius.
d. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih
dan berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki berjalan
berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus
lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjangnya ±
20 cm. uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan
miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm (Syafudin,1992).
2. Definisi
Batu ureter adalah keadaan dimana terdapat batu saluran kencing, batu
yang terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalium, oksalat,
kalium fosfat, dan asam urat meningkat (Sudarth & Brunner, 1997).
Batu ureter adalah suatu keadaan terdapatnya batu disaluran kemih
(Manjoer, 2000).
Batu ureter adalah bentuk deposit mineral paling umum oksalat kalsium
dan oksalat fosfat, namun asam urat dan lainya juga penyebab pembentukan
batu (Doenges,2000)
6
Definisi operasional; batu ureter adalah terdapat batu disaluran ureter.
3. Etiologi
a) Imobilisasi terlalu lama
b) Dehidrasi
c) Nefrolitiasis
d) Kerusakan efitel ginjal
e) Obstruksi aliran limfe ginjal
f) Hiferkasemia
g) Hiperkalsiura
h) Penyakit mieloproliferatif, yang menyebabkan
priliferasi abnornormal sel darah merah dari sum-sum tulang.
i) Perubahan ph urine (Sudarth & Brunner, 1997).
4. Patofisiologi
Batu terbentuk ditraktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga
dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang
secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang
memperlaju pembentukan batu mencakup ph urin dan status cairan pasien
(batu cenderung terjadi pada pasien (dehidrasi).
Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kekandungvkemih,
faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu mencakup infeksi,
statis urine, periode imobilitas.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa, akut dan kolik yang menyebar kepaha dan genetalia. Pasien sering
merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasive batu (kolik uriteral). Umumnya,
pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara
spontan. Batu dengan diameter lebih dari cm biasanya harus diangkat atau
dikeluarkan secara spontan (Sudarth & Brunner, 1997)
7
(Sumber: Brunner & sudarth, 1997)
GGA
Infeksi
Infeksi
Insisi bedah
Obtruksi
Refluk diginjal
Menekan syaraf sekitar
Batu ureter
info yang adekuat
Salah persepsi tentang penyakit
kurang imformasiGangguan rasa nyaman
Kristalisasi
Kerusakan efitel Imobilisasi lama
Nyeri
Dehidrasi
Kerusakan intergritaskulit
Kurang haluaran urine
Gangguan pola eliminasi
Batu terjebak di ureter
Formasi batu di ginjal
8
8
5. Manifestasi Klinis
Gelombang nyeri yang luar biasa, kolik, akut, yang menyebar kepaha dan genetalia.
Rasa panas dan terbakar dipinggang.
Nyeri ketok ginjal.
Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
Hematuria (Suddarth & Brunner, 1997).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Terjadi hematuria secara makroskopik atau mikroskopik.
Sendimen urine mengandung eritrosit dan leokosit.
Proteinuria ringan.
b. Radiologi
Foto polos abdomen untuk melihat batu radiopak, pielografi intravena untuk
melihat batu radiolusen dan menilai sekresi ginjal..
c. Ultrasonografi/ USG (Suddarth & Brunner, 1997).
7. Penatalaksanaan Medis
a. Atasi nyeri, mandi hangat diarea panggul dapat bermanfaat.
b. Terapi nutrisi dan medikasi, masukan cairan yang adekuat dan menghindari
makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentukan batu (mis:
Kalsium)
c. Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakarpareal, merupakan prosedur non invasif
yang digunakan untuk menghancurkan batu dan kaliks ginjal. Setelah batu tersebut
pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan
secara spontan.
d. Ureterolitotomi, pembedahan pengangkatan batu.
e. Penyuluhan, karena resiko kambuh yang tinggi, perawat harus memberikan
pelajaran mengenai batu ureter dan mencegah kekambuhan (Suddarth & Brunner,
1997).
8. Komplikasi
Hidronefrosis
Pionefrosis
9
Uremia
Gagal ginjal (Mansjoer,2000).
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2000).
Sumber data diperoleh dari pasien sendiri, dari keluarga dan orang terdekat,
status pasien/catatan kondisi pasien dan informasi dari tim kesehatan yang merawat
pasien (Nursalam, 2001)
Dalam tahap pengkajian dilakukan pengumpulan data dengan cara wawancara,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan dengan cara membaca ststus kesehatan
klien (Taylor et all, 1996)
Setelah pengumpulan data langkah berikutnya dalam pengkajian adalah
pengelompokan data yang terdiri dari: data fisiologi, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data akan memudahkan perawat dalam pengelompokan masalah
keperawatan klien. Untuk kasus post Op Batu ureter pengkajian yang dilakukan adalah:
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku, pendidikan,
pekerjaan dan jumlah anak.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Kaji mengenai perkembangan penyakit dari tanda dan gejala pertama sampai
sekarang termasuk upaya mencari pertolongan
2) Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit yang pernah diderita, pengalaman operasi yang pernah
dialami ataupun riwayat cidera yang pernah dialami.
c. Pengkajian fisik
1) Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas atau kerja
sehubungan dengan efek pembedahan.
10
2) Sirkulasi
Tanda: takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan
nyeri). Tekanan darah hipotensi/termasuk Postural.
3) Integritas kulit
Peka terhadap tanda-tanda dan gejala komplikasi.
4) Eliminasi
Gejala: Ketidakmampuan defekasi atau flatus
Tanda: Distensi abdomen, penurunan haluaran urine, penurunan atau tidak
adanya bising usus (ileus), kekacauan abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala: Haus
Tanda: : Membran mukosa kering, turgor kulit buruk
6) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: nyeri abdomen,
Tanda: nyeri tekan, otot tegang (abdomen),
7) Pernafasan
Tanda: Takipnea.
d. Pemeriksaan diagnostik
Urinalisa, warna kuning, coklat gelap, berdarah: secara umum menunjukan
SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat ), sepihan, mineral,
bakteri, pus; ph mungkin asam meningkatkan sistin dan asam urat ) atau alkalin
( meningkatkan magnesium, fosfat, amonium, atau batu kalsium fosfat ).
Hb/Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau politemia terjadi (mendorong
prepitasi pemadatan ) atau anemia ( pendarahan, disfungsi/gagal ginjal).
Foto Rongsent KUB, menunjukan adanya kalkuli dan/perubahan anatomik pada
area ginjal dan sepanjang ureter.
Sistoureterokopi, visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan/atau efek obstruksi.
Scan CT, mengidentifikasi/mengambarkan kalkuli dan masa lain: ginjal, ureter,
distensi kandung kemih.
Ultarasound ginjal, untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu
(Doenges, 2000).
11
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
dari kelompok atau individu dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2000).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan atau kesimpulan yang diambil dari
pengkajian tentang status kesehatan klien atau pasien (Effendy Nasrul,1995).
Sedangkan yang dikutif dari Gordon, 1976 (Nursalam, 2001) mendefinisikan
bahwa diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang potensial dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, diagnosa mampu dan mempunyai
wewenang untuk memberikan tindakan keperawatan. Pernyataan diagnosa keperawatan
aktual terdiri dari tiga bagian yang meliputi PES (problem, etiologi, dan symptom).
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan kanker
kolon adalah sebagai berikut:
1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
2. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas: Penurunan
kekuatan dan ketahanan nyeri / ketidaknyamanan.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) kondisi dan prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang imformasi yang adekuat
(Doenges, 2000).
3. Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah
menentukan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi perkembangan strategi
desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai setelah
menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi
(Nursalam, 2001).
Tahap perencanaan keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa
keperawatan, penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan. Dikutip dari iyer, et al, 1996 dalam (Nursalam, 2001).
12
Terdapat tiga rencana tindakan dalam tahap perencanaan yaitu rencana tindakan
perawat, rencana tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lain) dan program
medis untuk klien yang dalam pelaksanaannya dibantu perawat (Capernito, 2000).
Untuk menentukan prioritas kebutuhan dalam intervensi keperawatan, ada dua hirarki
yang ada digunakan, yaitu:
a. Hirarki “ Maslow “ (1960) dalam (Nursalam, 2001) membagi kebutuhan dalam
lima tahap yaitu: kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial dan harga diri
Contoh hirarki yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas diagnosa
keperawatan adalah:
Keterangan:
a. Kebutuhan Fisiologis
Contoh: udara segar, air, cairan elektrolit, makanan, dan sex
b. Rasa aman dan nyaman
Contoh: terhindar dari penyakit, pencurian dan perlindungan hukum
c. Mencintai dan Dicintai
Contoh: kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima kelompok
d. Harga Diri
Contoh: dihargai, menghargai (respek dan toleransi)
e. Aktualisasi Diri
Contoh: ingin diakui, berhasil dan menonjol.
Aktualisasi Diri
Harga Diri
Mencintai dan Dicintai
Rasa aman dan nyaman
Kebutuhan Fisiologis O2, H2O, Elektrolit, Makanan, Sex
13
b. Hirarki “Kalish” (1983), menjelaskan kebutuhan maslow lebih mendalam dengan
membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan
stimulasi. Dikutip dari iyet, et al, 1996 dalam (Nursalam, 2000)
Setelah penyusunan prioritas perencanaan diatas maka makalah selanjutnya
adalah penyusunan rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada
klien dengan Batu Ureter adalah sebagai berikut:
14
NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Gangguan rasa nyaman:
Nyeri berhubungan
dengan insisi bedah
Tujuan: Menyatakan/
menunjukan nyeri hilang.
Kriteria hasil:
- Menunjukan
kenyamanan.
- Mampu untuk
tidur/istirahat.
.
Mandiri:
1. Kaji skala nyeri,
misalnya lokasi, frekwensi,
durasi, dan intensitas (skala 0-
10)
2. Jelaskan penyebab nyeri.
3. Dorong pasien menyatakan
masalah, mendengar dengan
aktif pada masalah ini dan
berikan dukungan dengan
menerima, tinggal dengan
pasien berikan imformasi
yang tepat.
4. Dorong penggunaan tehnik
relaksasi, (imajinasi,
visualisasi, aktivitas
terapeutik).
5. Berikan tindakan kenyamanan
contoh pijat punggung,
penguatan posisi (penggunaan
tindakan dukungan sesuai
kebutuhan)
1.
derajat ketidakanyaman dan keefektifan
analgesik atau menyatakan terjadinya
komplikasi, (nyeri abdomen biasanya
ada secara bertahap pada hari ke-3 atau
ke-4 pasca operasi (Doenges, 2000)
2.
data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan dan keefektifan intervensi.
(Doenges, 2000)
3.
takut meningkatkan relaksasi
kenyamanan. (Doenges, 2000)
4. Menurunkan tegangan otot,
meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping,
menurunkan nyeri dan
ketidakanyamanan. (Doenges, 2000)
5.
meningkatkan kenyamanan dan
meningkatkan istirahat. membantu klien
dalam mengatasi kecemasan terhadap
nyeri. (Doenges, 2000)
15
Kolaborasi:
6. Berikan obat sesuai indikasi,
contoh analgesik.
6.
meningkatkan kenyamanan dan
meningkatkan istirahat. (Doenges, 2000)
2 Gangguan mobilisasi
fisik berhubungan
dengan kelemahan.
Tujuan:
Mempertahankan
mobilitas/fungsi optimal.
Kriteria hasil:
- Menunjukan peningkatan
kekuatan dan bebas dari
komplikasi (kontraktur,
dekubitus)
Mandiri:
1. Kaji keterbatasan aktivitas,
perhatikan
adanya/derajat/keterbatasan/
kemampuan.
2. Jelaskan penyebab kelemahan.
3. Ubah posisi setiap 2 jam
bila tirah baring: dukung bagian
tubuh yang sakit/sendi dengan
bantal, gulungan, kulit domba,
bantalan siku/tumit sesuai
indikasi.
4. Bantu dalam latihan
rentang gerak aktif/pasif.
5. Berikan pijatan kulit,
pertahankan kebersihan dan
kekeringan kulit. pertahankan
linen kering dan bebas kerutan.
6. Berikan tempat tidur
busa/kapuk.
1.
intervensi.(Doenges. 2000)
2.
meningkatkan perubahan perilaku
(Doenges, 2000)
3.
ketidaknyamanan, mempertahankan
kekuatan otot/mobilitas sendi,
meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
kerusakan kulit. (Doenges, 2000).
4.
sendi, mencegah kontraktur, dan
membantu dalam menurunkan
ketegangan otot. (Doenges, 2000)
5.
mencegah iritasi kulit. (Doenges,
2000).
6.
jaringan dan dapat meningkatkan
16
sirkulasi, sehingga menurunkan resiko
iskemia/kerusakan dermal. (Doenges,
2000)
3 Kurang perawatan diri
berhubungan dengan
intoleransi aktifitas:
Penurunan kekuatan dan
ketahanan nyeri /
kenyamanan.
Tujuan:
Berpartisipasi pada aktivitas
sehari-hari dalam tingkat
perawatan diri.
Kriteria hasil:
- Penampilan rapi.
- Tidak bau badan
Mandiri:
1. Kaji
kemampuan klien untuk
berpartisipasi dalam aktivitas
perawatan diri.
2. Jelaskan
pentingnya higiene personal.
Buat tujuan aktivitas realitas
dengan klien.
3. Dorong
atau gunakan tehnik
penghemat energi, contoh
duduk, tidak berdiri, mandi
duduk; melakukan tugas
dalam peningkatan bertahap.
4. Anjurkan
untuk perawatan mandi
ditempat tidur.
5. Jadwalkan aktivitas yang
memungkinkan pasien cukup
waktu untuk menyelesaikan
tugas pada kemampuan paling
baik.
1. kondisi dasar akan menentukan tingkat
kekurangan / kebutuhan. (Doenges,
2000).
2. Meningkatkan kemampuan klien
melakukan tugas. (Doenges, 2000)
3. Menghemat energi, menurunkan kelehan,
dan meningkatkan kemampuan pasien
untuk melakukan tugas. (Doenges, 2000)
4. Mempertahankan higiene personal.
(Doenges, 2000)
5. Pendekatan yang tenang menurunkan
frustasi, meningkatkan partisipasi
pasien, meningkatkan harga diri.
(Doenges, 2000)
4 Kurang pengetahuan
tentang kondisi,
prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan
dengan kurang
imformasi adekuat.
Tujuan: Mengutarakan
pemahaman proses penyakit.
Kriteria hasil:
- Melakukan prosedur yang
diperlukan.
- Memulai perubahan gaya
Mandiri:
1. Kaji pengetahuan klien
tentang penyakit dan harapan
masa datang.
1. Memberikan pengetahuan dimana klien
dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi dan kesempatan untuk
menjelaskan kesalahan konsepsi
mengenai situasi individu. (Doenges,
17
.
hidup.
- Ikut serta dalam proses
keperawatan. 2. Kaji program diet sesuai
individual.
3. Jelaskan secara singkat dan
sederhana mengenai:
- Pengertian batu ureter
- Penyebab batu ureter
- Tanda dan gejala
- Penanganan batu ureter
- Pencegahan batu ureter
4. Diskusikan program obat
obatan hindari obat yang dijual
bebas dan membaca semua
label produk/kandungan dalam
makanan.
5. Diet rendah oksalat, contoh
pembatasan coklat, minuman
mengandung kafein, bit dan
bayam.
2000)
2. Pembilasan sistem ginjal menurunkan
kesempatan statis ginjal dan pembentukan
batu. meningkatkan kehilang
cairan/dehidrasi memerlukan pemasukan
tambahan dalam kebutuhan sehari-hari.
(Doenges, 2000)
3. Imformasi yang jelas dapat meningkatkan
kerjasama klien dan keluarga dalam
proses keperawatan (Doenges, 2000)
4. Obat-obatan diberikan untuk mengasamkan
atau mengalkaliskan urine, tergantung
pada penyebab dasar pembentukan batu,
makanan produk dikontraindikasikan
secara individu. (kalsium dan posfat).
(Doenges, 2000)
5. Menurunkan pembentukan batu kalsium
oksalat.
(Doenges, 2000)
18
19
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2000). Implementasi sebaiknya dibuat sesuai
dengan situasi klien dan peralatan rumah sakit
Pelaksanaan atau implementasi merupakan aplikasi keperawatan oleh perawat dan
klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah
intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validitas,
pengasahan keterampilan interpersonal, intelektual, dan psikologi individu. Terakhir
melakukan pendokumentasian keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan
(Nursalam, 2001).
Dalam tahap implementasi ini, perawat berperan sebagai pelaksana keperawatan,
memberi support, pendidik, advokasi, dan pencatatan/penghimpunan data
(Carpenito,1999).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan yang intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam,2001).
Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu Formatif dan Sumatif:
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau
evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan
keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif biasanya disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka
panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna
dilakukan dan menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi
tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format
“SOAP” (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana
keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil
perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
20
Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam tahap evaluasi ini, yaitu:
masalah teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi, dan
masalah baru.
6. Perencanaan Pulang
a. Nyeri hilang/terkontrol
b. Keseimbangan cairan elektrolit dipertahankan
c. Komplikasi dicegah/minimal
d. Proses penyakit prognosis dan program terapi dipahami (Doenges, 2000).
21