Transcript

Analisis Pelanggaran Etika Akuntansi Manajemen Pada Olympus Corporate

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Manajemen

Disusun Oleh :

Raditya Eka Nugraha(8335128441)Yulia Farida

(8335128458)

Yulius Permata

(8335128459)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA2014BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDi Indonesia perkembangan profesi akuntansi manajemen tidak secepat perkembangan profesi akuntan publik. Hal ini tampak pada perhatian Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang berfungsi sebagai organisasi tunggal para akuntan Indonesia, terhadap perkembangan akuntansi manajemen yang masih kurang. Sub organisasi bidang akuntansi manajemen baru dibentuk pada akhir 1986 dengan nama IAI Seksi Akuntan Manajemen (IAI-SAM).Hal ini didukung oleh pendapat salah seorang akademisi yang pernah aktif di IAI, yaitu Ersa Tri Wahyuni. Menurut pendapat Ersa Tri Wahyuni, yang juga merupakan salah seorang dosen akuntansi di Universitas Padjajaran, Bandung yang kini tengah menyelesaikan kuliah S3 di Manchester, UK mengatakan bahwa Akuntan manajemen di Indonesia belum melihat dirinya sebagai profesional yang memiliki kode etik, dan masih memandang dirinya sebagai karyawan. Seorang akuntan manajemen harus setia pada kode etik profesinya, sebagai contoh adalah kasus yang terjadi pada produsen kamera asal Jepang, Olympus. Mantan CFO Olympus yaitu Michael Woodford menjadi seorangwhistle blowerketika mengetahui bahwa perusahaan yang sudah berumur 92 tahun ini mengaku telah menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun sejak era 1980-an. Selama kurun waktu dua dekade, Olympus membuat laporan palsu seolah-olah perusahaan ini dalam keadaan sehat.

Untuk mengoperasikan sebuah organisasi yang kompleks dengan efisien dan efektif,manajemen membutuhkan informasi terinci tentang operasi perusahaan. Informasi itu dapat berupa jumlah bahan yang harus disediakan, darimana bahan diperoleh, berapajumlah peralatan yang terpakai, berapa karyawan yang layak diperkerjakan, dan informasi operasi perusahaan lainnya.

Manajemen dapat mengoperasikan perusahaan dengan baik apabila manajemen memperoleh informasi yang tepat untuk digunakan sebagai dasar kebijakan. Manajemen harus memperoleh informasi tentang masukan dan keluaran operasi atau perusahaan untuk dasar operasinya. Tanpa informasi tentang masukan dan keluaran, maka tidak mungkin manajemen dapat mengambil keputusan dengan tepat.

1.2 Tujuan PenulisanKarya tulis ini mempunyai tujuan umum untuk menggambarkan penyimpangan akuntansi manajemen yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan menganalisis dampak dari penyimpangan tersebut. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah akuntasi manajemen.1.3 Perumusan MasalahKarya tulis ini berusaha mengungkapkan kasus mengenai penyimpangan akuntansi manajemen yang terjadi pada perusahaan. Oleh sebab itu rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :

1. Bagaimana penyimpangan akuntansi manajemen yang terjadi pada perusahaan Olympus ?2. Bagaimana dampak penyimpangan akuntansi manajemen pada Olympus ?

BAB 2LANDASAN TEORI2.1 Pengertian Akuntansi ManajemenAkuntansi Manajemen menurut Mulyadi (2001:2)adalah proses pengolahan data keuangan untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan memungkinkan pengambilan keputusan melakukan pertimbangan berdasarkan informasi dalam pengambilan keputusan.Akuntansi manajemen adalah salah satu bidang akuntansi yang tujuan utamanya untuk menyajikan laporan-laporan suatu satuan usaha atau organisasi tertentu untuk kepentingan pihak internal dalam rangka melaksanakan proses manajemen yang meliputi perencanaan, pembuatan keputusan, pengorganisasian dan pengarahan serta pengendalian. (Supriyono, 1987)Managerial Accounting adalah bagian dari akuntansi yang berhubungan dengan identifikasi, pengukuran dan komunikasi informasi akuntansi kepada internal manajemen yang bertujuan guna perencanaan, proses informasi, pengendalian dan pengambilan keputusan. (Ronald M.Copeland dan Paul E.Dascher : 1978)2.2 Sistem Informasi Akuntansi ManajemenSistem informasi akuntansi manajemen adalah suatu mekanisme pengendalian organisasi, serta merupakan alat yang efektif dalam menyediakan informasi yang bermanfaat guna memprediksi konsekuensi yang mungkin terjadi dari aktivitas yang dilakukan (Hansiadi, 2002). Hansen dan Mowen (2006:4) menjelaskan sistem informasi akuntansi manajemen sebagai sistem informasi yang menghasilkan output dengan menggunakan input dan berbagai proses yang diperlukan untuk memenuhi tujuan manajemen.2.3 Etika dalam Akuntansi ManajemenIkatan Akuntan Manajemen (Institute of Management Accountant IMA) di Amerika Serikat telah mengembangkan kode etik yang disebut Standar Kode Etik untuk Praktisi Akuntan Manajemen dan Manajemen Keuangan (Standards of Ethical Conduct for Practitioners of Management Accounting and Financial Management). Ada empat standar etika untuk akuntan manajemen yaitu :1. KompetensiArtinya, akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan.Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:1. Menjaga tingkat kompetensi profesional sesuai dengan pembangunan berkelanjutan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.2. Melakukan tugas sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis yang berlaku.3. Mampu menyiapkan laporan yang lengkap, jelas, dengan informasi yang relevan serta dapat diandalkan.2. Kerahasiaan (Confidentiality)Mengharuskan seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali ada otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:1. Mampu menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan, kecuali ada izin dari atasan atau atas dasar kewajiban hukum.2. Menginformasikan kepada bawahan mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh, agar dapat menghindari bocornya rahasia perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga pemeliharaan kerahasiaan.3. Menghindari diri dari mengungkapkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi maupun kelompok secara ilegal melalui pihak ketiga.

3. Integritas (Integrity)Mengharuskan untuk menghindari conflicts of interest, menghindari kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika. Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk :1. Menghindari adanya konflik akrual dan menyarankan semua pihak agar terhindar dari potensi konflik.

2. Menahan diri dari agar tidak terlibat dalam kegiatan apapun yang akan mengurangi kemampuan mereka dalam menjalankan tigas secara etis.

3. Menolak berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk sogokan lain yang dapat mempengaruhi tindakan mereka.

4. Menahan diri dari aktivitas negati yang dapat menghalangi dalam pencapaian tujuan organisasi.

5. Mampu mengenali dan mengatasi keterbatasan profesional atau kendala lain yang dapat menghalagi penilaian tanggung jawab kinerja dari suatu kegiatan.

6. Mengkomunikasikan informasi yang tidak menguntungkan serta yang menguntungkan dalam penilaian profesional.

7. Menahan diri agar tidak terlibat dalam aktivitas apapun yang akan mendiskreditkan profesi.4. Objektivitas (Objectifity)Mengharuskan para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif, mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan rekomendasi yang ditampilkan. Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk :1. Mengkomunikasikan atau menyebarkan informasi yang cukup dan objektif.

2. Mengungkapkan semua informasi relevan yang diharapkan dapat memberikan pemahaman akan laporan atau rekomendasi yang disampaikan.

BAB 3PEMBAHASAN3.1 Sejarah OlympusKetika pertama kali dibuka untuk bisnis pada tahun 1919 dengan nama Takachiho Seisakusho, Olympus Corporation tidak dikenal untuk peralatan fotografi. Sebaliknya, perusahaan dirancang untuk memproduksi mikroskop, dan masih sampai hari ini Olympus Corporation adalah pemimpin dunia dalam pembuatan mikroskop medis dan peralatan pencitraan serta instrumen medis - endoskopi pada khususnya. Olympus meluncurkan baris pertama kamera pada tahun 1936, dan berperan penting sebagai pendiri dalam revolusi fotografi digital. Berkantor pusat di Tokyo, Olympus memiliki penjualan tahunan perkiraan $ 10 miliar dan mempekerjakan 35.000 orang (Hoovers, 2012).Struktur manajemen Olympus tentang praktek tata kelola perusahaan (CG) (Olympus, 2011), tidak drastis berbeda dari perusahaan-perusahaan multinasional Barat (MNCs), tetapi ada beberapa perbedaan penting berdasarkan tema independensi, objektivitas dan pengawasan. "Olympus mengadopsi struktur perusahaan dengan sistem auditor berdasarkan Hukum Perusahaan Jepang (Olympus, 2011)." Di perusahaan multinasional Barat, hirarki diatur sedemikian rupa sehingga selain dari pemegang saham umum (yang seolah-olah memegang kekuasaan tertinggi), maka disisi lain ada Dewan Direksi (BOD) yang memegang kekuasaan tertinggi, dengan Komite Audit memiliki tanggungjawab untuk memberikan laporan kepada mereka. Sebaliknya, Hukum Perusahaan Jepang Dewan Audit berada pada tingkat yang sama dengan Dewan Direksi, sekalipun memiliki kewenangan audit di atasnya. Dewan Direksi Olympus memiliki 15 anggota, termasuk tiga direksi luar. Fakta bahwa BOD secara internal memberikan laporan yang bias nantinya akan terbukti menjadi sumber kemarahan investor asing. Menariknya, biasanya pada perusahaan publik rasio outsiders pada insiders seharusnya lebih besar, tapi tidak di perusahaan Jepang, bahkan banyak di perusahaan Jepang tidak memiliki non-eksekutif independen (outsiders) pada BOD nya.3.2 Kronologi Penyimpangan Akuntansi Manajemen Perusahaan Olympus

Berawal dari tuntutan mantan CEO Olympus Michael Woodford, skandal busuk yang sudah disimpan rapat selama 20 tahun mulai terlihat. Bahkan bukan hanya di Jepang, bau anyirnya menyebar ke banyak tempat, memancing rasa mual melihat rakusnya segelintir orang-orang terhormat di pucuk korporasi.

Pemicu terkuaknya borok ini bermula dari permintaan Woodford terhadap perusahaan berumur 92 tahun ini untuk menjelaskan transaksi akuisisi sebesar US$ 1,3 miliar (Rp 11 triliun) yang menurutnya janggal. Woodford mencium bau busuk. Ada yang salah dari kebijakan yang diambil. Dia curiga dana tersebut mengalir ke pos yang salah.

Awalnya seperti lazimnya skandal yang harus ditutup rapat-rapat , manajemen Olympus menyangkal mati-matian. Namun, lewat jalan berliku, akhirnya produsen kamera asal Jepang itu mengakui telah menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama 20 tahun, sejak era 1980-an.

Kasus ini bermula dari akuisisi Olympus atas produsen peralatan medis asal Inggris, Gyrus, pada tahun 2008. Transaksi senilai US$ 2,2 miliar (Rp 18,7 triliun) ini juga melibatkan biaya-biaya lain, yakni ongkos penasihat yang mencapai US$ 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal senilai US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun).

Belakangan terungkap, biaya-biaya lain tersebut (ongkos penasihat dan perusahaan investasi lokal) adalah akal-akalan. Dana-dana itu digunakan untuk menutupi kerugian investasi di dua dekade lalu. Modus ini pun terlihat terang-benderang lantaran pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal itu dihapusbukukan.

Presiden direktur Tsuyoshi Kikukawa, mantan wakil presiden eksekutif Hisashi Mori, dan mantan auditor Hideo Yamada, mantan bankir Akio Nakagawa dan Nobumasa Yokoo dan dua orang lainnya dicurigai membantu menyembunyikan kerugian investasi besar melalui kesepakatan M&A yang kompleks, kata laporan Reuters yang bersumber dari para pejabat di Jepang.Tiga mantan eksekutif, telah diidentifikasi oleh panel investigasi yang ditugaskan oleh Olympus, sebagai yang berperan utama dalam penipuan, berusaha menunda penghitungan dari investasi berisiko yang dilakukan pada akhir 1980-an. Menurut kantor Kejaksaan, ketujuh orang itu dianggap berkonspirasi menyembunyikan kerugian di neraca keuangan Olympus. Mereka melaporkan aset netto Olympus secara konsolidasi mencapai 344,871 miliar yen (US$ 4,4 miliar) untuk tahun fiskal 2006, padahal mestinya hanya 233,737 miliar yen. Mereka juga membuat laporan palsu untuk keuangan tahun 2007, dengan melaporkan aset netto sebesar 367,876 miliar yen, menutupi nilai sesungguhnya yang hanya 254,246 miliar yen.a. Skema TOBASHI

Apa itu skema tobashi ? Tobashi dalam bahasa Jepang berarti "to make fly away : untuk membuatnya hilang" - mengacu pada teknik akuntansi yang digunakan oleh perusahaan untuk menyembunyikan kerugian investasi, biasanya dengan mentransfer kerugian menjadi aset untuk perusahaan sekutu atau perusahaan anak (Soble, 2011). Meskipun tobashi skema muncul di Jepang, perilaku seperti itu tidak asing lagi bagi skandal yang dialami perusahaan lainnya, termasuk Enron dan Lehman Brothers. Dalam menyembunyikan kredit macet, skema tobashi membuat perusahaan terlihat lebih baik. Dengan menjual aktiva bermasalah atau pinjaman ke perusahaan dummy, kerugian dapat dicegah untuk muncul di laporan keuangan (WSJ, 2011). Tobashi itu sah di Jepang sampai akhir 1990-an, dan tidak diizinkan untuk dipraktekan lagi ketika aturan diperketat.Dalam kasus Olympus, tobashi dipraktekkan dari 1990-an, mengabaikan aturan Jepang terhadap skema tersebut. Dengan cara yang berbelit-belit, Olympus memberikan pinjaman kepada bank investasi asing, yang kemudian melanjutkan untuk membeli produk yang paling tidak menguntungkan dari produksi dari mereka. Pinjaman tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menyembunyikan sekuritas Olympus atas kerugian investasi terkait. "Produk tobashi itu tidak merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum Jepang pada waktu itu, tapi perilaku itu tetap dianggap tidak pantas (Jiji, 2011)."Praktik Olympus terlibat dalam tobashi seharusnya sudah menjadi tanda red flag dan indikator bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Kecuali jika kepemimpinan keuangan seluruh perusahaan berkolusi dengan satu sama lain, tidak mungkin bahwa semua transaksi mencurigakan bisa luput di bawah pengawasan auditor internal Olympus. Ironisnya, hal ini terutama berlaku dalam kasus struktur tata kelola perusahaan Olympus, di mana Dewan Audit tidak hanya pada tingkat hirarki yang sama dengan Direksi, tetapi juga dibebani oleh audit Direksi (yaitu pengamat yang diawasi). Olympus bahkan memiliki komite manajemen risiko. Selain itu, dari sudut pandang seorang investor, fakta bahwa investasi Olympus itu telah memburuk (sebelum skema tobashi) harus telah melayani sebagai peringatan dan pendukung untuk menyelidiki lebih lanjut. Olympus bukanlah satu-satunya perusahaan Jepang yang terlibat dalam skema tobashi, skema tersebut digunakan oleh banyak perusahaan pada tahun 1990. Namun pelanggaran Olympus yang paling mengerikan, dan telah menyebabkan pengurangan hampir 75% nilai pasar perusahaan pada tahun 2011-2012.

b. Hubungan dengan Kejahatan TerorganisasiSkandal-skandal yang disembunyikan Olympus masih terungkap satu persatu sampai sekarang ini, meskipun pada Oktober 2012 Sony secara sah telah membeli pemilik Olympus dengan memiliki 51% saham di Olympus. Tapi walaupun sudah ada kejelasan akan nasib Olympus, sampai sekarang tidak ada penghitungan lengkap tentang sampai dimana sebenarnya lingkup kerugian yang terjadi. Apa yang diketahui pasti adalah bahwa disamping akusisi bernilai besar yang dipertanyakan dipertanyakan, Olympus juga membeli pembuat peralatan medis untuk harga $ 2 miliar, ditambah sekitar $ 670 juta dengan akun "biaya konsultasi", pembelian tersebut dibayarkan kepada pihak yang tidak disebutkan namanya di Kepulauan Cayman. Skandal itu tidak berakhir di sana. Di mata banyak kritikus, ini hanya awal, dan beberapa perkiraan kerugian keseluruhan telah berada di kisaran $ 5 miliar. Seiring dengan pemeriksaan oleh panel luar berkembang, wartawan investigatif semakin menyebutkan adanya hubungan yang mungkin dilakukan Olympus untuk kejahatan terorganisir.Tepat sebelum Olympus secara otomatis dihapuskan dari Bursa Efek Tokyo (TSE), mereka mengungkapkan lebih dari dua dekade kejanggalan keuangan. Olympus mengatakan bahwa semua akuisisi dipertanyakan adalah untuk menutupi kerugian. Olympus kemudian menyangkal bahwa mereka meminta bantuan sindikat terorganisir Jepang kejahatan, yang dikenal sebagai Yakuza, untuk membantu mengatur menutup-nutupi (Tabuchi, 2011). Namun, peneliti menyimpulkan bahwa Olympus dibayar jauh lebih banyak daripada kerugian mereka mencoba untuk menyembunyikan. Peneliti menganggap bahwa banyak dari pembayaran pergi ke sindikat kejahatan terorganisir. Per Tabuchi (2011) :Olympus membayar total dari 481 miliar, atau $ 6.25 miliar, melalui pembayaran akuisisi yang dipertanyakan, untuk pembayaran biaya investasi dan biaya penasehat dari 2000 hingga 2009, menurut memo itu, tetapi hanya 105 miliar yang telah atau dicatat dalam laporan keuangannya. Itu menyisakan 376 miliar, atau $ 4.9 miliar, yang belum ditemukan, menurut memo itu.Menurut memo tersebut, peneliti percaya bahwa lebih dari setengah dari kerugian yang luar biasa pergi ke kejahatan terorganisir. Sindikat kejahatan terbesar Jepang adalah Gummi Yamaguchi. Hal ini tidak jelas dalam memo jika Olympus mengetahui selama ini tentang koneksi tersebut. Jika ternyata dugaan itu benar, maka Olympus bisa dihapuskan dari Tokyo Stock Exchange.3.3 Pelanggaran Kode Etis Akuntansi Manajemen Olympus

Skandal Olympus merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah korporasi di Jepang, dimana kasus manipulasi laporang keuangan yang mereka lakukan benar-benar merugikan bukan hanya perusahaan Olympus, tapi merusak citra perusahaan-perusahaan di Jepang. Loyalitas dan ultrakorporasism justru memberikan dampak negative terhadap kondisi keuangan perusahaan.

Seperti yang diketahui, Jepang memiliki budaya yang sangat kental akan kecintaan terhadap bangsa sendiri, budaya tersebut juga mengakar kepada perusahaan asli Jepang seperti Olympus, Samsung, Toshiba, dll. Kebanyakan pegawai atau bagian dari manajemen perusahaan memiliki loyalitas dan kecintaan yang tinggi terhadap perusahaan. Tetapi loyalitas tersebut disalah artikan dengan menutup-nutupi kebobrokan perusahaan.Berikut pelanggaran kode etis akuntansi manajemen yang dilakukan oleh Olympus :

a. Tata Kelola Perusahaan yang Buruk

Berbeda dengan perusahaan Barat (MNCs), Olympus dalam struktur tata kelola perusahaannya menempatkan Komite Audit pada level yang sama dengan Dewan Direksi, dimana Dewan Direksi juga memiliki wewenang untuk mengamati kinerja Komite Audit, padahal seharusnya Komite Audit dan Dewan Direksi merupakan bagian yang terpisah, dan Komite Audit bekerja secara independen untuk mengamati dan mengawasi kinerja Dewan Direksi beserta manajemen apakah sudah sesuai dengan kontrol internal perusahaan atau tidak, bukan malah sebaliknya diawasi oleh Dewan Direksi.

Olympus juga tidak menempatkan eksekutif maupun non-eksekutif independen dalam jajaran direksinya, dalam hal ini bukan hanya Olympus tapi hampir semua perusahaan di Jepang tidak bisa menerima perubahan dengan menempatkan eksekutif atau non-eksekutif asing dalam jajaran direksinya. Khusus dalam kasus Olympus, ex-direktur Michael Woodford dipecat dengan tidak hormat tak lama setelah ia mempertanyakan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di Olympus, independensi Woodford dan keterbukaan atas informasi yang dimilikinya tidak dapat diterima oleh jajaran direksi Olympus yang semuanya adalah orang Jepang.

b. Manipulasi Laporan Keuangan Teroganisir

Dengan skema Tobashi, Olympus telah melakukan penipuan atas laporan keuangan perusahaan selama 20 tahun. Sekalipun skema Tobashi sebenarnya dilegalkan di Jepang sampai akhir 1990-an, tapi dalam praktik manajemen hal ini seharusnya tidak pantas dilakukan oleh manajemen sekalipun tidak melanggar hukum

Melalui praktek merger dan akuisisi yang kompleks, Olympus telah memanipulasi laporan keuangannya dan menyembunyikan kerugian investasi mereka. Padahal seharusnya, harus ada transparansi atas kinerja manajemen yang dilaporkan atau dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan.Hal ini bukan dilakukan perindividu melainkan teroganisir secara keseluruhan dalam badan organisasi Olympus. Baik dari manajemen level atas sampai level bawah telah bekerjasama dengan sangat baik selama hampir 20 tahun untuk menutupi kerugian tersebut. Kepemimpinan keuangan seluruh perusahaan berkolusi dengan satu sama lain, memungkinkan bahwa semua transaksi mencurigakan bisa luput di bawah pengawasan auditor internal Olympus. Auditer Internal Olympus, Hideo Yamada secara sengaja membantu menutup-nutupi kerugian investasi yang dialami oleh Olympus dan memberikan opini wajar atas kondisi internal Olympus. Bahkan dalam salah satu catatan investigasi atas Olympus disebutkan, salah satu mantan Direktur Operasional Olympus secara sengaja menyarankan penggantinya untuk tidak membuka mulut dan menutupi manipulasi yang dilakukan oleh Olympus.

Ini menunjukkan kinerja manajemen yang tidak independen dan terlalu kolektif.

a. Dampak Manipulasi Olympus

Skandal manipulasi yang dilakukan oleh manajemen Olympus, membuat Olympus hampir dihapuskan dari Tokyo Stock Exchange, Olympus telah mendapat ancaman akan dihapuskan dari STE, jika mereka tidak memberikan penjelasan tertulis atas kondisi perusahaan.

Laporan pertanggungjawaban Olympus yang tertuang dalam Report for 144th Term akhirnya menjelaskan kondisi Olympus yang sebenarnya kepada pihak yang berkepentingan pada April 2012. Pada laporan keuangan yang telah diaduit tersebut, terjadi penurunan nilai asset dari 966 miliar menjadi tersisa hanya 605 miliar, sebagai akibat kerugian investasi yang tidak dilaporkan oleh Olympus.

Report for 144th Terms seperti pengakuan dosa Olympus terhadap khalayak ramai akan penipuan besar yang telah mereka lakukan, memecat 7 jajaran direksi, dan menata ulang manajemen perusahaan dengan memasukkan orang-orang baru untuk mengisi BoD Olympus.

Nilai perusahaan juga turun drastis yaitu hampir 75% dari nilai sebelumnya sebagai dampak penurunan kepercayaan investor terhadap manajemen Olympus, akhirnya Olympus harus menjual sahamnya kepada Sony agar tidak gukung tikar. Sony kini menjadi pemilik Olympus atas kepemilikan saham sebesar 51%.LAMPIRAN

Skandal Penipuan Korporasi Terbesar Jepang Oleh OlympusTokyo -Olympus, produsen kamera asal Jepang mengaku telah menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun atau sejak era 1980-an. Selama ini, Olympus menutupi kerugiannya dengan menyelewengkan dana akuisisi.

Pengumuman ini merupakan buntut dari tuntutan mantan CEO Olympus Michael Woodford yang dipecat pada 14 Oktober silam. Woodford meminta perusahaan yang berumur 92 tahun ini menjelaskan transaksi mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 11 triliun.

Presiden Direktur Olympus Shuichi Takayama menuding Tsuyoshi Kikukawa, yang mundur dari jabatan Presiden dan Komisaris Olympus pada 26 Oktober lalu, sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Sementara Wakil Presiden Direktur Hisashi Mori dan auditor internal Hideo Yamada bertanggung jawab sebagai pihak yang menutup-nutupi. Keduanya menyatakan siap jika dituntut hukuman pidana.

"Saya benar-benar tidak mengetahui kebenaran tentang semua ini," kata Takayama, yang mengaku tidak mengetahui kasus ini sejak jabatan Presiden Direktur diserahkan oleh Kikukawa kepadanya, dalam jumpa pers bersama sekitar 200 wartawan, dikutip dari Reuters, Selasa (8/11/2011).

Pihak Olympus menemukan sejumlah dana mencurigakan terkait akuisisi produsen peralatan medis asal Inggris, Gyrus, pada tahun 2008 lalu senilai US$ 2,2 miliar (Rp 18,7 triliun), yang juga melibatkan biaya penasihat US 687 juta (Rp 5,83 triliun) dan pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal US$ 773 juta (Rp 6,57 triliun).

Dana-dana tersebut ternyata digunakan untuk menutupi kerugian investasi di masa lalu tersebut. Hal itu terlihat sangat gamblang ketika dalam beberapa bulan kemudian, pembayaran kepada tiga perusahaan investasi lokal itu dihapus dari buku Kasus ini dipastikan akan menyeret Olympus, beserta para direksi dan akuntannya kena tuntutan pidana untuk pasal manipulasi laporan keuangan dari para pemegang sahamnya. Banyak analis yang kini mempertanyakan masa depan perusahaan yang dibentuk pada 1919 sebagai produsen mikroskop itu.

"Ini sangat serius. Olympus sudah mengaku mengisi data palsu (di laporan keuangan) untuk menutupi kerugian selama 20 tahun. Semua pihak yang terlibat selama 20 tahun harus ikut bertanggung jawab," kata Ryosuke Okazaki, Kepala Investasi ITC Investment Partners. "Ada kemungkinan terburuk saham Olympus bisa dikeluarkan dari bursa. Masa depan perusahaan ini menjadi sangat suram," jelas Okazaki.Pengumuman yang mengejutkan ini juga membuat saham Olympus jatuh 29% ke posisi terendahnya dalam 16 tahun terakhir. Perusahaan ini sudah kehilangan 70% nilai pasarnya, setara Rp 5,1 triliun, sejak ditinggal Woodford, yang terus mempertanyakan investasi bodong tersebut.

Pihak Olympus mengaku masih akan menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut sebelum menyatakan apakah ada pihak lain yang ikut terlibat. Mori sudah dipecat pada hari yang sama, sementara auditor internal sudah meminta pengunduran diri.

Kasus yang menimpa Olympus ini langsung menjadi perhatian media lokal karena merupakan skandal penipuan perusahaan terbesar di Jepang sejak serangkaian skandal broker di era 1990-an, salah satunya adalah broker terbesar keempat di Jepang, Yamaichi Securities pada 1997.

Olympus mengaku menyelewengkan sejumlah dana akuisisi tersebut dengan disalurkan ke banyak perusahaan investasi supaya tidak mudah terdekteksi. Praktik yang lazim dilakukan perusahaan-perusahaan Jepang setelah krisis ekonomi Jepang tahun 1990 lalu.

Nippon Life Insurance, salah satu pemegang saham terbesar di Olympus, mendesak produsen kamera itu lebih transparan dalam membeberkan kasus tersebut.

DAFTAR PUSTAKA http://finance.detik.com/read/2011/11/08/153440/1763010/4/2/skandal-penipuan-korporasi-terbesar-jepang-oleh-olympusHansen, Don R and Maryanne M Mowen,Akuntansi Manajemen, Edisi 7, Salemba Empat, Jakarta, 2004Kasus Olympus (http://finance.detik.com/read/2011/11/08/153440/1763010/4/skandal-penipuan-korporasi-terbesar-jepang-oleh-olympus)Lukluk Fuadah. Analisa Transaksi-transaksi yang Terjadi dalam Masalah Transfer Pricing pada Kasus PT. Asian Agri di Indonesia.Jurnal Keuangan dan Bisnis, Vol. 2 No. 2 (108-129), Oktober 2008. (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208108129.pdf)

Simamora, Hendry. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.

Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

http://www.cimaglobal.com/Thought-leadership/Newsletters/Insight-e-magazine/Insight-2009/Insight-June-2009/What-is-CIMAs-definition-of-management-accounting/http://budhanandamunidewi.blogspot.com/2014/07/seputar-akuntansi-manajemen-praktik-dan.html


Top Related