Download - Bahan Galian Di Pulau Bintan
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 1
BAHAN GALIAN DI PULU BINTAN (2005)
Oleh : Abdul Fatah Yusuf 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kabupaten Kepulauan Riau adalah salah satu kabupaten di Provinsi yang baru
dibentuk, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, dengan ibukotanya Tanjungpinang, yang
juga ibukota provinsi baru itu. Dalam rangka pengembangan potensi sumber daya
alamnya, perlu dilakukan inventarisasi dan penyelidikan potensi sumber daya
alam tersebut, salah satu dari sumber daya alam itu adalah bahan galian mineral
non logam, dimana data bahan galian tersebut masih kurang.
1.2 . Maksud dan Tujuan
Pelaksanaan inventarisasi dan penyelidikan bahan galian mineral non logam di
daerah ini dimaksudkan agar diperoleh data yang lebih optimal mengenai potensi
bahan galian serta prospek pemanfaatan dan pengembangannya disamping
pemutakhiran data dalam rangka pengembangan Bank data Sumberdaya Mineral
Nasional.
Dan diharapkan dari kegiatan ini akan tersedianya data dan informasi potensi
bahan galian non logam di daerah ini, dengan harapan dapat bermanfaat bagi
Pemerintah Daerah setempat sebagai :
a. bahan penyusunan master plan pengelolaan bahan galian non logam;
b. bahan masukan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi
(RTRWP), yang akan menjadi acuan penyusunan rencana tata ruang
wilayah kabupaten (RTRWK).
1.3. Lokasi Penyelidikan Kepulauan Riau dapat dijangkau dengan pesawat udara dari kota-kota besar
Indonesia maupun seluruh dunia, melalui bandara udara Batam dan dilajutkan
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 2
dengan kapal Ferry menuju ke Pulau Bintan. Dengan Ferry atau Kapal Laut dari
Singapura, Johor dan Jakarta menuju ke Pulau Bintan yang hanya ditempuh
dengan beberapa jam atau sehari semalam. Dengan jarak yang begitu dekat
dengan Singapura dengan menggunakan alat transportasi kapal cepat adalah
cara yang sangat mudah ditempuh dari Singapura.
Kepulauan Riau terletak pada 0 ° 40' - 1° 15' Lintang Utara dan 104°07' Bujur
Timur di sebelah Barat dan 108° Bujur Timur di sebelah Timur, dimana daratannya
terdiri dari daerah berbukit-bukit dengan ketinggian maksimal 325 meter di atas
permukaan laut. Kepulauan Riau memiliki letak geografis strategis, dimana
wilayahnya terdiri dari lautan yang luas dan pulau-pulau yang tersebar dan
sebagian berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura.
Terdiri tidak kurang dari 200 pulau, tersebar di perairan Selat Malaka dan Laut
Cina Selatan. Secara praktis dapat disebutkan wilayah Kabupaten Kepulauan
Riau berbatasan pada :
− Sebelah Utara dengan Kabupaten Natuna dan Malaysia Timur;
− Sebelah Selatan dengan Kabupaten Singkep;
− Sebelah Barat dengan Kabupaten Karimun, Pulau Batam, dan Singapura;
− Sebelah Timur dengan Propinsi Kalimantan Barat.
Luas daratan dan lautannya mencapai kurang lebih 101.147,3 kilometer
persegi, berarti wilayah Kabupaten Kepulauan Riau sesungguhnya lebih luas dari
daratan Propinsi Riau yang berada di Pulau Sumatera. Luas daratan hanya 4,3%
dari keseluruhan wilayah atau sekitar 4.063,85 kilometer persegi. Dengan
demikian, Kepulauan Riau memiliki potensi kelautan yang dapat diandalkan
(Gambar 1).
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 4
Gambar 1: Peta Lokasi Daerah Penyelidikan
1.4. Keadaan Lingkungan Iklim
Pada urnumnya daerah Kepulauan Riau beriklim tropis, dengan rata-rata suhu
udara berkisar antara 23 sampai 30 derajat Celcius. Kelembaban udara berkisar
dari 84% sampai 88%. Secara umum seluruh daerah, akan mengalami musim
hujan dari bulan Agustus sampai Januari dan musim kemarau dari Pebruari
sampai Juni. Rata-rata curah hujan setiap tahunnya adalah 2.000 mm.
Penduduk
Meskipun budaya Melayu lebih banyak mendominasi penduduk Kepri, akan tetapi
populasinya secara budaya dan etnis cukup beragam yang datang dari seluruh
Indonesia bahkan luar negeri. Jumlah penduduk pada akhir tahun 2000 adalah
181.166 jiwa. Dimana sebagian besar berada di Pulau Bintan dan sisanya
tersebar di berbagai pulau.
Jika penduduk Kota Tanjungpinang yang berjumlah 137.400 jiwa dapat dihitung
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 5
sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan, maka sesungguhnya Kabupaten
Kepulauan Riau memiliki Sumber Daya Manusia maupun potensi pasar yang
cukup tinggi.
Laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu 1980 hingga 2000, pernah
kencapai 2,93 persen per tahun, dan diperkirakan akan mengalami kenaikan pada
tahun-tahun mendatang sebesar 3,1 persen per tahun. Hal ini mencerminkan, jika
pengelolaan Sumber Daya Manusia di Kabupaten Kepulauan Riau dilakukan
dengan tepat maka potensi Sumber Daya Manusia yang ada akan mencukupi
kebutuhan tenaga kerja di masa-masa yang akan datang.
Administrasi Pemerintahan Guna mempermudah pelayanan terhadap masyarakat dan dunia usaha maka
pada tahun 2001, wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Kepulauan Riau
dimekarkan menjadi 5 kecamatan, yaitu : Kecamatan Bintan Timur, Bintan Utara,
Gunung Kijang, Teluk Bintan, dan Teluk Sebong.
Tenaga Kerja Tenaga kerja baik terlatih yang biasa cukup banyak tersedia di Kepulauan Riau
dan dapat ditambah dari wilayah Indonesia lainnya. Di akhir tahun 2000, terdapat
141.232 jiwa tenaga kerja yang terserap. Para tenaga kerja ini terus meningkat
dan menjadi lebih terlatih dan telah berpengalaman bertahun-tahun. Kepulauan
Riau memiliki tenaga kerja dengan ratio yang cukup baik. Dari jumlah
penduduk318.56 jiwa, jumlah tenaga kerja adalah 130.308 jiwa. Secara rata-rata
adalah setengah dari jumlah penduduk di Kepulauan Riau adalah para pekerja.
Penanaman Modal Aplikasi penanaman modal baik dari lokal maupun luar negeri diproses dengan
suatu kebijakan di Kepulauan Riau dan hanya memerlukan waktu tidak lebih dari
14 hari untuk mendapat persetujuan. Semua perizinan yang diperlukan untuk
memulai sebuah pembangunan juga diproses "di bawah satu atap" oleh Badan
Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) / Board Of Capital Investment
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 6
And Promotion (BOCIAP) yang berkantor di Kantor Bupati Kepulauan Riau
Tanjungpinang dengan prosedur yang baik.
Proses dalam pemanfaatan tenaga kerja asing dilalui dengan perpendekan
prosedural yang selama ini ditangani di Pusat/Propinsi dan saat ini sudah dapat
diproses di BPMPD dengan instansi terkait. Semua pembagian ini mencerminkan
komitmen pemerintah Indonesia untuk secara penuh mendukung pembangunan
Kepulauan Riau. Sektor swasta sangat didukung oleh pemerintah untuk
mensukseskan pembangunan di daerah ini.
Kawasan Lindung dan Wisata Daerah Kabupaten Kepulauan Riau mempunyai kawasan wisata yang cukup luas
diantaranya kawasan wisata Bintan Beach International Resort seluas 20.990 ha
dan sepanjang pantai timur P. Bintan (Trikora) 3.098 ha, kawasan wisata ini
merupakan penyumbang terbesar PAD Kabupaten KEPRI, serta kawasan lindung
seluas 1.813,6 ha yang terbagi dalam 5 tempat (Tabel 1 dan Gambar 3),
merupakan kawasan hutan yang berguna sebagai penyangga (penyimpan) air.
Tabel 1. Luas Kawasan Wisata Dan Lindung Di Daerah Kabupaten Kepulauan Riau
NO NAMA LUAS (ha) KETERANGAN
1 G. Bintan Kecil 76,90 Kawasan Lindung 2 G. Bintan Besar 327,40 Kawasan Lindung 3 G. Kijang 529,90 Kawasan Lindung 4 G. Lengkuas 695,20 Kawasan Lindung 5 G. Sejolong 184,20 Kawasan Lindung
JUMLAH 1.813,60 Kawasan Lindung 6 BINTAN BEACH
INTERNATIONAL RESORT 20.990,00 Kawasan Wisata 7 Pantai TRIKORA 3.098,00 Kawasan Wisata
JUMLAH 24.088,00 Kawasan Wisata
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 8
Gambar 2. Wilayah administrasi daerah KEPRI.
Gambar 3. Peta Kawasan Lindung dan Wisata di daerah Kabupaten KEPRI.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 9
2. GEOLOGI UMUM 2.1. Stratigrafi
Geologi umum daerah Kabupaten Kepulauan Riau menurut Kusnama, dkk. (1994)
dalam Peta Geologi Lembar Tanjungpinang skala 1 : 250.000 dapat
dikelompokkan menurut jenis dan umur batuan dari tua ke muda sebagai berikut :
Granit Trias (TRg) berumur Trias, granit berwarna kelabu kemerahan sampai
kehijauan, berbutir kasar, berkomposisi felspar, kuarsa, horblenda dan biotit,
mineral umumnya bertekstur primer, membentuk suatu pluton batolit, yang
tersingkap luas terutama di Pulau Batam dan Bintan. Intrusi Andesit (Tma) berumur Miosen, berwarna kelabu, berkomposisi
plagioklas, hornblenda dan biotit, bertekstur porfiritik dengan masa dasar mikro
kristal felspar, agak terkekarkan umumnya segar, berumur Miosen Akhir.
Formasi Goungon (QTg) berumur Plio-Plistosen, berupa batupasir tufaan ,
keputih-putihan, berbutir halus menengah, laminasi sejajar, batulanau umum
dijumpai, tuf andesitan dan tuf litik felspatik berwarna putih, halus, setempat
berselingan dengan batupasir tuf, memperlihatkan struktur laminasi sejajar dan
silang siur, tuf putih kemerahan dan batulanau kelabu agak karbonan
mengandung sisa tanaman, berumur Pliosen.
Endapan termuda berupa aluvium (Qa) berumu Holosen, terdiri dari pasir
merah kekuningan, dengan komposisi kuarsa, felspar, hornblenda dan biotit,
merupakan hasil erosi dan lapukan granit.
2.2. Struktur Geologi
Struktur yang dijumpai di daerah ini berupa lipatan, sesar dan kelurusan. Lipatan
berupa sinklin dan antiklin, yang berarah baratlaut-tenggara, dijumpai pada
Formasi Pancur dan Formasi Semarung di P. Sebangka, P. Sugi, P. Combol dan
P. Bulan; dan Formasi Tanjungkerotang di P. Galang; Sesar berupa sesar geser
jurus dijumpai di P. Rempang dan sesar normal di P. Batam, P. Rempang dan
P. Galang. Kelurusan-kelurusan dijumpai terutama di P. Bintan dan P. Batam.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 10
Secara tektonika daerah Lembar Tanjungpinang termasuk kedalam Lajur
Karimata sebelah timur Lajur Timah (Katili, 1977).
2.3. Indikasi Bahan Galian
Bahan galian non logam yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Riau terdiri dari :
dasit, granit, pasir, lempung alumina, pasirkuarsa, kaolin dan felspar. Dasit
dijumpai di daerah G. Kijang dan G. Lengkuas, berasosiasi dengan intrusi dasit
yang berumur Miosen. Granit dijumpai di daerah Bukit Panglong, G. Bintan Kecil
dan G. Bintan Besar, Ekang Anculai dan di daerah Malangrapat, berasosiasi
dengan intrusi granit batolit berumur Trias.
Diharapkan setelah dilakukan penyelidikan berupa penyelidikan dan inventarisasi
bahan galian dapat menambah data potensi bahan galian yang telah ditemukan
dan melengkapi data mengenai sebaran, sumberdaya, kualitas, kegunaan dan
produksi bahan galian yang terdapat di daerah ini sehingga potensi bahan galian
tersebut dapat lebih dikembangkan pemanfaatannya baik untuk menambah
pendapatan asli daerah maupun memperluas lapangan kerja.
Bahan galian yang mungkin dijumpai setelah dilakukan penyelidikan antara lain :
Felspar, kemungkinan dijumpai pada satuan batuan intrusi granit Trias, berupa
endapan residual dan rombakannya pada dataran aluvialnya.
Granit, kemungkinan dijumpai pada satuan batuan intrusi granit Trias, berupa
endapan residual dan rombakannya pada dataran aluvialnya.
Kaolin, kemungkinan dijumpai merupakan hasil pelapukan pada batuan intrusi
granit Trias
Pasir Kuarsa, kemungkinan dijumpai merupakan hasil rombakan batuan intrusi
granit Trias
Dasit dijumpai pada satuan batuan intrusi dasit, pada peta geologi terdapat pada satuan
andesit (Tma) kemungkinan dijumpai di daerah Gunung Kijang dan G. Lengkuas serta
daerah sekitarnya.
3. KEGIATAN PENYELIDIKAN
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 11
3.1. Penyelidikan Lapangan Kegiatan pelaksanaan Inventarisasi dan Penyelidikan bahan galian non logam di daerah Kabupaten Kepulauan Riau dikelompokkan menjadi dua bagian besar yakni pengumpulan data sekunder dan pengumpulan data primer. Metoda pengumpulan data sekunder dan primer yang berkaitan dengan kegiatan inventarisasi dan penyelidikan Bahan Galian Mineral Non Logam (SK PIMPRO No. 04/SK/PIEBGMI/2003, tanggal 24 Maret 2004) yang meliputi 7 (tujuh) tahapan yakni :
1. Kegiatan Persiapan (Pengumpulan Data Sekunder) 2. Presentasi Rencana kerja 3. Pelaksanaan Kegiatan Lapangan (Pengumpulan Data Primer) 4. Laporan Pendahuluan 5. Presentasi Hasil Kegiatan 6. Analisis Dan Pengolahan Data 7. Penyusunan Laporan Akhir.
3.1.1. Pengumpulan Data Sekunder Untuk mencapai hasil yang optimal dari kegiatan inventarisasi ini perlu ditentukan
tahap dan metoda kegiatan yang terencana meliputi antara lain studi literatur,
pengkajian data yang ada dengan keadaan di lapangan, pengambilan data
potensi dan produksi bahan galian, pengkajian hasil laboratorium pada beberapa
conto batuan yang mewakili serta pengkajian data sekunder lainnya yang dapat
menunjang pelaksanaan evaluasi potensi bahan galian di daerah tersebut.
Tahapan ini dilakukan pada saat persiapan ke lapangan dan sesudah melakukan
studi di lapangan. Pada saat ini dilakukan studi kepustakaan terhadap hasil-hasil
penyelidikan terdahulu, baik berupa laporan, pemetaan geologi maupun hasil-hasil
penyelidikan endapan bahan galian yang telah dilakukan sebelumnya.
Pekerjaan lainnya adalah inventarisasi data sekunder dan informasi mengenai
bahan galian yang terdapat di daerah penyelidikan baik berupa data jenis
komoditi, sumberdaya, produksi bahan galian maupun kualitas dan pemanfaatan
bahan galian.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 12
Hasil studi literatur ini dapat diolah di studio sehingga dapat menghasilkan data-
data tematik di daerah penyelidikan, baik berupa peta, gambar, grafik atau tabel.
Hasil pengkajian studi literatur tersebut diperlukan untuk menyusun rencana yang
berkaitan dengan kegiatan inventarisasi dilapangan dan evaluasi seluruh data,
baik primer maupun sekunder.
3.1.2. Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dapat berupa hasil pengamatan dan observasi
langsung di lapangan melalui kegiatan uji petik terhadap singkapan-singkapan
bahan galian yang ditemukan disertai pengambilan conto bahan galian untuk
keperluan analisis laboratorium, Disamping data utama yang berhubungan
langsung dengan bahan galian, data lainnya yang juga perlu didapatkan selama
berada di lapangan adalah data produksi bahan galian yang telah diusahakan,
sarana dan prasarana, demografi, ekonomi, social budaya masyarakat setempat.
3.2. Analisis Laboratorium Merupakan semua kegiatan analisis, pengolahan dan pengkajian serta evaluasi
untuk menunjang pekerjaan inventarisasi dan evaluasi bahan galian mineral yang
antara lain meliputi :
Analisis Laboratorium Termasuk semua pekerjaan pengujian laboratorium terhadap contoh bahan galian di Laboratorium Fisika dan Kimia Mineral untuk mendapatkan data hasil pengujian kualitas guna menunjang penyusunan laporan akhir. Metoda analisis yang dilakukan terhadap contoh yang didapatkan dari lapangan terdiri dari : analisa kimia, XRD, keramik, kuat tekan dan analisa butir.
Hasil analisa : 1. Butir Analisa butir dilakukan terhadap 10 buah conto, terdiri dari 3 buah conto lempung
alumina, 1 buah conto pasirkuarsa dan 6 buah conto pasir (Lampiran C).
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 13
Bahan galian Lempung alumina dan pasir tersebar luas hampir di seluruh
kawasan Kabupaten Kepuulauan Riau, sedangkan pasir kuarsa tersebar di
sepanjang pantai Trikora, pasirkuarsa dianalisa untuk memperoleh gambaran
umum komposisi pasirkuarsa di wilayah Kabupaten Kepulauan Riau, meskipun
lokasi keterdapatan bahan galian tersebut telah menjadi daerah peruntukan
wisata.
Tabel 4. Jumlah Conto yang di analisa dan Jenis analisanya.
No Analisa Jumlah
1 Butir 10
2 Keramik 2
3 Kimia Mayor 20
4 Kuat Tekan 2
5 Petrografi 10
6 Poles 4
7 XRD 5
Jumlah Seluruh Conto 53
Analisa butir dilakukan untuk mengetahui distribusi besar butir, bentuk butir dan
gambaran umum mineral yang terkandung di dalamnya, pada conto tersebut.
Ketiga bahan galian tersebut (lempung alumina, pasirkuarsa dan pasir) salahsatu
proses benefiasinya adalah dengan melakukan pencucian, dengan melakukan
analisa besar butir terutama distribusi besar butir, bisa diperediksikan berapa
persen dari bahan galian tersebut yang akan hilang dalam proses pencucian.
Distribusi besar butir juga berkaitan dengan penggunaan dalam industri, seperti
pasirkuarsa diperlukan ukuran dan bentuk tertentu bagi industri sandblasting dan
gelas.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 14
Tabel 5. Hasil Analisa Butir
No No
Conto Bahan Galian
Lokasi
Hasil analisa Distribusi Besar Butir (%)
+ 2 -2+1 -1+1/2
-1/2+1/4
-1/4+1/8
Lempung Kons. Dulang
1 Cly-02 Lempung Bukit 69, Wacopek, Bintan Timur. 52,13 7,70 6,15 7,55 0,75 25,70 0
2 Cly-04 Lempung Wacopek, Bintan Timur. 46,60 11,70 8,85 7,15 0,25 25,40 0,05
3 Cly-07 Lempung Amatbarat, Gunung Lengkuas 41,45 24,45 16,10 9,50 0,30 8,20 0
4 Si-01 Pasirkuarsa Kp. Trikora, Malangrapat, Gunung
Kijang
0,10 7,20 58,10 34,40 0,10 - 0,1
5 Snd-02 Pasir Busung, Teluk Sasah, Bintan
Utara
17,80 33,00 26,45 13,77 0,25 8,66 0,03
6 Snd-03 Pasir Galangbatang, Gunung Kijang 29,70 36,00 17,90 6,70 0,33 9,36 0,01
7 Snd-04 Pasir Galang Batang, Gunung Kijang 9,00 31,00 18,30 13,80 1,65 26,25 0
8 Snd-06 Pasir Kampung Kantin, Tembeling,
Teluk Bintan.
24,25 19,90 16,40 14,75 0,80 23,75 0,05
9 Snd-07 Pasir Kampung Kantin, Tembeling,
Teluk Bintan.
69,80 5,15 2,25 4,85 0,40 17,45 0,10
10 Snd-08 Pasir P. Buton, Kelong, Bintan Timur. 72,70 12,15 5,25 4,95 0,50 4,45 0
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 15
2. Keramik
Analisa keramik dilakukan terhadap 2 buah conto, yakni : Ka 01 dan Ka 02
(Lampiran C) berupa bahan galian kaolin, yang berlokasi di daerah Busung, Desa
Teluk Sasah, Kecamatan Bintan Utara, yang berlokasi di sekitar penggalian pasir.
Lokasi Ka 02 terdapat di daerah Galangbatang, Desa Gunung Kijang, Kecamatan
gunung Kijang, terdapat disekitar penggalian pasir dan sebagian merupakan
dasar (bedrock) dari endapan pasir. Hasil analisa bakar keramik pada temperatur
1.2000 C, hasil bakar menunjukkan warna putih, porositas tinggi, kuat bakar
rendah, dapat digunakan sebagai bahan refraktori (bata tahan api).
3. Kimia Mayor Conto yang di analisa sekitar 20 buah conto, terdiri dari 7 buah conto pasir,
pasirkuarsa, kaolin dan feldspar masing-masing 1 buah conto dan lempung
alumina 10 buah conto (Lampiran C). Hasil analisa pasir kandungan SiO2 berkisar
antara 72,80 – 93,60 %. Pasirkuarsa kandungan SiO2 = 97,58 %. Lempung
alumina kandungan SiO2 = 10,25 – 36,39 %, Al2O3 = 26,63 – 50, 75 %. Feldspar
kandungan SiO2 = 71,33 %, Al2O3 = 17,16 %, K2O = 3,90 %, Na2O = 2,43 %.
Kaolin kandungan SiO2 = 46,80 %, Al2O3 = 32,64 %, Fe2O3 = 6,22 %. Untuk conto
Cly 02 merupakan area sebaran bauksit yang kandungan silikanya cukup tinggi.
4. Kuat Tekan Conto yang dianalisa kuat tekan sebanyak 2 buah yakni : masing-masing conto
granit (Gr 08, sebanyak 3 buah conto) yang berlokasi di daerah Gunung
Lengkuas, Desa Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur dan andesit (An 05,
sebanyak 4 buah conto) yang berlokasi di daerah Bukit Piatu, Kecamatan Gunung
Kijang (Lampiran C). Hasil analisa kuat tekan berkisar antara 656,43 - 762,24
kg/cm2, dapat digunakan sebagai bahan bangunan untuk konstruksi rendah
sampai sedang.
5. Petrografi Analisa petrografi dilakukan terhadap 10 buah conto, masing-masing 3 buah conto
andesit (An 01, 04 dan An 05) serta 7 buah conto granit (Gr 01, 02, 05, 06, 08, 09
dan Gr 10), dari hasil analisa petrografi ternyata yang diduga andesit adalah
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 16
batuan dasit, sebagian granit juga merupakan dasit (Tabel 7, dan Lampiran C),
dengan demikian terjadi perubahan symbol dan jenis komoditi (An menjadi Da,
sebagian Gr menjadi Da, Tabel 8).
Dasit merupakan batuan beku yang komposisinya berada diantara riolit dan
andesit, dengan kandungan kuarsa (SiO2) 63 – 69 %, berwarna abu-abu, secara
megaskopis kenampakannya mirip andesit.
6. Poles Analisa poles dilakukan terhadap 4 buah conto granit, masing-masing Gr 05, Gr
06, Gr 07 dan Gr 08 (Lampiran C).
• Conto granit (Gr 05) berlokasi di daerah Bukit Panglong, Kelurahan Kijang
Kota, Kecamatan Gunung Kijang, hasil poles cukup bagus dengan warna yang
aktraktif binti-bintik merah pada warna dasar kehitaman, berbutir sedang, telah
mengalami mineralisasi.
• Conto granit (Gr 06) yang berlokasi di daerah Bukit Jurig, Desa Gunung
Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur, hasil poles cukup bagus warna dasar abu-
abu, dengan deretan mineral yang agak sejajar, (indikasi sekistositi).
• Conto granit (Gr 07) yang berlokasi di daerah Trikora, Kecamatan Gunung
Kijang, hasil poles cukup bagus dengan warna bervariasi yang berasal dari
mineral mineral pembentuk batuan granit, yang berukuran kasar.
• Conto granit (Gr 08) yang berlokasi di daerah Gunung Lengkuas, Desa
Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur, hasil poles cukup bagus bintik
merah dari mineral ortoklas pada warna dasar kehitaman.
7. XRD
Jumlah conto yang dinalisa XRD sebanyak 5 buah conto (Tabel 6), terdiri dari 3
buah conto lempung, 1 buah conto feldspar dan 1 buah conto pasir (Lampiran C).
Analisa XRD dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral dari conto tersebut,
dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui mineral apa saja yang
terkandung pada bahan galian dan mineralisasi yang terbentuk.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 17
Tabel 6. Hasil Analisa XRD
No No
Conto Bahan Galian
Lokasi Hasil analisa
1 Cly 01 Lempung Wacopek,
Bintan Timur.
Gibbsite, Fourmarierite*), Nacrite,
Clinoclase, Zekzerite, Rockbridgeite,
Magnesium-Zippeite.
2 Cly 03 Lempung Bukit 72,
Wacopek,
Bintan Timur.
Illite, Chrysotile.
3 Cly 09 Lempung P. Buton,
Kelong, Bintan
Timur.
Gibbsite, Fourmarierite, Nacrite,
orthobrannerite, Lipscombite,
Wroewolfeite, Widennmanite.
4 Fl 01 Felspar Kampung
Kantin,
Tembeling,
Teluk Bintan.
Kuarsa, albite, Haloysite, Anorthite, Mgriite,
Gismodine.
5 Snd 04 Pasir Galang Batang,
Gunung Kijang
Kuarsa, Despujolsite, Gismodine, Graphite,
Baumite.
*) Tercetak ungu mineral uranium, (radioaktif).
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 18
Tabel 7. Hasil Analisa Petrografi
Komposisi (%)
No Simbol Komoditi Hasil analisa Kuarsa Plagio
klas Orto klas
K- Felspar
Sani din
Mikro klin
Horn blende Biotit Ilit Klorit Gelas Bijih
1 An 01 Andesit Riolit 40 13 4 38 3 2 2 An 04 Andesit Granit 25 18 52 4 1 3 An 05 Andesit Dasit 34 9 21 30 5 1 4 Gr 01 Granit Granit 25 12 55 8 5 Gr 02 Granit Granit 14 12 68 6 6 Gr 05 Granit Riolit 50 10 3 34 1 2 7 Gr 06 Granit Dasit 40 8 12 31 2 7
8 Gr 08 Granit Lava Dasit 37 12 3 30 17 1
9 Gr 09 Granit Dasit 35 11 3 38 13 10 Gr 10 Granit Dasit 32 15 9 28 4 12
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 19
Tabel 8. Perubahan Nama Komoditi
Perubahan Nama Komoditi No Simbol Komoditi Simbol Komoditi Lokasi No Simbol Komoditi Simbol Komoditi Lokasi
1 An 01 Andesit Gr 03 Riolit/Granit
G. Bintan Besar, Bintan Buyu, Teluk Bintan 6 Gr 05 Granit Gr 05 Riolit/Granit
Bukit Panglong, Kelurahan Kijang Kota, Gunung Kijang
2 An 04 Andesit Gr 07 Granit
Kp. Sei Lekop, Gunung Lengkuas 7 Gr 06 Granit Da 02 Dasit
Bukit Jurig, Gunung Lengkuas, Bintan Timur
3 An 05 Andesit Da 01 Dasit
Bukit Piatu, Gunung Kijang 8 Gr 08 Granit Da 03 Dasit
G. Lengkuas, Gunung Lengkuas, Bintan Timur
4 Gr 01 Granit Gr 01 Granit
Bukit Lipan, Ekang Anculai, Teluk Sebong 9 Gr 09 Granit Da 04 Dasit
G. Lengkuas, Gunung Lengkuas, Bintan Timur
5 Gr 02 Granit Gr 02 Granit
Kp Trikora IV, Malangrapat, Gunung Kijang 10 Gr 10 Granit Da 05 Dasit
G. Lengkuas, Gunung Lengkuas, Bintan Timur
Bahan Galian di Pulau Bintan
Bandung 2005 20
Pada umumnya lempung alumina terdiri dari mineral gibbsite (mineral bauksit) dan
kaolin serta mineral ikutan lainnya. Pada lokasi conto Cly 03, terdiri dari mineral
illite dan mineral ikutannya chrysotile, merupakan bagian bawah (bedrock) dari
bahan galian bauksite. Mineral illite adalah mineral lempung hasil ubahan dari
mineral kaolinit yang dapat digunakan sebagai bahan baku bodi keramik non putih
(coklat atau merah).
Felspar (Fl 01) terdiri dari mineral kuarsa, albit (Na-plagioklas), anorthite (Ca-
plagioklas), mineral ikutan haloysite (mineral lempung), gismodine dan mgriite.
Pasir (Snd 04) terdiri dari mineral kuarsa dengan mineral ikutan despujolsite,
gismodine {Ca(Al2Si2O3).4,5H2O}, graphite dan baumite.
Mineral ikutan
Berdasarkan hasil analisa laboratorium terutama XRD terdapat beberapa mineral
ikutan yang kadang dijumpai pada lapisan pasir, tanah (soil) maupun lempung,
yakni :
• Mangan (Mn) ditunjukkan dengan adanya mineral :
− lipscombite {Fe2+0.75Mn2+
0.25Fe3+2(PO4)2(OH)2},
− rockbrigeite {Fe2+0.75Mn2+
0.25Fe3+4(PO4)3(OH)5},
− despujolsite {Ca3Mn(SO4)2(OH)6.3H2O} dan
− baumite {(Mg,Mn2+,Fe2+,Zn)3(Si,Al)2O5(OH)4}.
• Tembaga (Cu) ditunjukkan dengan adanya mineral :
− clinoklas {Cu3AsO4(OH)3},
− mgriite (Cu3AsSe3) dan
− wroewolfeite {Cu4(SO4)(OH)6·2(H2O)}.
• Zirkon (Zr) ditunjukkan dengan adanya mineral : zektzerite (NaLiZrSi6O15).
• Uranium (U) ditunjukkan dengan adanya mineral :
− fourmarierite {Pb(UO2)4O3(OH)4·4(H2O)},
− orthobrannerite {UUTi4O12(OH)2} dan
− widenmannite {Pb2(UO2)(CO3)3}.
Bahan Galian di Pulau Bintan
Bandung 2005 21
3.3. Pengolahan Data Kegiatan ini termasuk semua pekerjaan pengidentifikasian, pengelompokkan dan pengujian data, baik data lapangan maupun data laboratorium serta perbandingan hasil analisis data dengan teori disiplin ilmu yang sesuai menggunakan konsep / metoda keilmuan yang baku, dengan tujuan memperoleh informasi atau kesimpulan atas pelaksanaan inventarisasi dan penyelidikan yang dilakukan. Dalam pengolahan data ini dilakukan beberapa kajian antara lain : Kajian peta, dilakukan penelaahan peta baik posisi maupun topografi, berdasarkan peta dasar dan hasil survey lapangan yang diperoleh dari alat GPS, berupa posisi lokasi conto, singkapan dan sebaran bahan galian. Kajian genesa bahan galian berdasarkan data yang diperoleh di lapangan baik berupa : keberadaan, lingkungan bahan galian, geologi setempat serta sifat fisik dan kimia bahan galian yang diperoleh dari hasil analisa laboratorium. Kajian pemanfaatan dilakukan berdasarkan hasil analisa laboratorium, dengan mengacu kepada spesifikasi bahan galian tersebut bagi penggunaan industri, baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan setengah jadi. Kajian pengembangan bahan galian, dilakukan berupa penelaahan bagi kemungkinannya bahan galian tersebut dikembangkan sebagai bahan penunjang industri bahan galian maupun industri lainnya. Penyusunan peta geologi, lokasi bahan galian dan sebaran bahan galian non logam skala 1 : 100.000, serta peta-peta lainnya dalam skala yang lebih kecil guna melengkapi laporan tekstual maupun untuk keperluan visualisasi, dengan menggunakan perangkat lunak MapInfo dan ArcView serta Surfer. Penyusunan Laporan Akhir Merupakan semua kegiatan penyusunan informasi atau kesimpulan yang
diperoleh dari hasil pelaksanaan kegiatan ke dalam suatu laporan, meliputi :
1. Penggambaran peta-peta hasil inventarisasi dan penyelidikan 2. Penyusunan tekstual laporan akhir 3. Penyusunan data dalam bentuk datadasar (“database”) secara digital 4. Pembuatan peta secara digital maupun hardcopy 5. Penggandaan laporan akhir.
Bahan Galian di Pulau Bintan
Bandung 2005 22
4. HASIL PENYELIDIKAN 4.1. Geologi Daerah Penyelidikan Morfologi Secara umum wilayah Kabupaten Kepulauan riau merupakan wilayah pedataran
yang berasal dari intrusi pluton batolit granit yang berumur Trias. Secara rinci
morfologi wilayah daerah penyelidikan terbagi dalam 2 satuan, satuan morfologi
dataran rendah bergelombang dan satuan morfologi perbukitan (Gambar 4 dan 5).
Morfologi Dataran rendah Bergrlombang
Satuan morfologi ini sangat dominan hampir menutup seluruh wilayah daerah
penyelidikan, ditempati oleh satuan batuan granit serta lapukannya, batuan
sedimen Formasi Goungon dan sebaran Endapan Permukaan Aluvium. Bahan
galian yang terdapat di wilayah satuan ini adalah pasir dan lempung alumina
(bauksit). Ketinggian satuan morfologi ini berkisar antara 0 – 25 m (dpl).
Wilayah satuan morfologi ini sebagian merupakan wilayah kegiatan budaya
manusia seperti, perkotaan, pemukiman, transportasi dan wilayah industri serta
wisata.
Morfologi Perbukitan
Satuan ini hanya menempati sebagian kecil wilayah penyelidikan, terdapat 5
lokasi wilayah perbukitan dengan luas wilayah relatif kecil dibandingkan luas
wilayah Kabupaten kepri, satuan ini menempati ketinggian mulai dari 75 – 325 m
(Gambar 5), merupakan tonjolan-tonjolan yang membentuk bukit-bukit : G. Bintan
Besar, G. Bintan kecil dan G. Kijang, serta G. Lengkuas yang ditempati oleh
batuan dasit G. Sejolong (di P. sejolong) yang ditempati oleh satuan batuan granit.
Sebagian kecil wilayah satuan morfologi ini merupakan kegiatan penambangan
batuan granit dan dasit, sebagian besar masih merupakan hutan, kawasan lindung
pada umumnya terdapat pada satuan morfologi ini.
Bahan Galian di Pulau Bintan
Bandung 2005 25
Stratigrafi Satuan stratigrafi daerah Kabupaten Kepulauan Riau, tersusun dari muda ke tua
sebagai berikut :
STRATIGRAFI
ENDAPAN PERMUKAAN BATUAN BATUAN BATUAN DAN BATUAN SEDIMEN GUNUNGAPI MALIHAN TEROBOSAN Holosen
Plistosen Pliosen Akhir Tengah Awal
Oligosen
Eosen
Paleosen Akhir Awal
Jura
Akhir
Awal Perem Karbon
ALUVIUM : Pasir, merah kekuningan dengan komposisi terutama
kuarsa, felspar, hornblende dan biotit yang mungkin berupa sisa
erosi lapukan granit; konglomerat berkomponen kerikil granit,
Qa
QTg
Tmpt
Tma
MEO
SEN
KU
AR
TER
T E
R S
I E
R
KA
PUR
TR
IAS
M
E Z
O S
O I
K U
M
PA
LEO
ZOIK
UM
Kss
Ksp
JP
Trg Trsd
PCmb
Qa
Bahan Galian di Pulau Bintan
Bandung 2005 26
malihan dan batupasir, terpilah buruk, tidak terkonsolidasi baik;
endapan rawa; dan terumbu yang terangkat. Satuan ini yang berupa
hasil endapan sungai dan pantai menutupi takselaras batuan yang
lebih tua
FORMASI GOUNGON : Batupasir tufan keputih-putihan, berbutir
halus-menengah, laminasi sejajar, batulanau umum dijumpai, tuf
dasitan dan tuf litik felspatik berwarna putih, halus, setempat
berselingan dengan batupasir tuf, memperlihatkan struktur laminasi
sejajar dan silang-siur, tuf putih kemerahan dan batulanau kelabu
agak karbonan mengandung sisa tanaman. Formasi ini menutupi
takselaras Formasi Tanjungkerotang dan berlingkungan fluviatil.
Tebal formasi diduga sekitar 200 m. Umurnya Plio-Plistosen
FORMASI TANJUNGKEROTANG : Konglomerat aneka bahan
berkomponen granit, batupasir kuarsa, felspar dan malihan yang
tertanam dalam matriks batupasir kasar yang terkonsolidasi baik;
lapisan bersusun dan silang-siur umum dijumpai; terendapkan di
lingkungan darat dan pantai. Berdasarkan kedudukan stratigrafi,
umurnya diduga Mio-Pliosen. Tebal formasi ini sekitar 600 m.
DASIT : Dasit, kelabu, berkomposisi plagioklas, hornblende dan
biotit, bertekstur porfiritik dengan massa dasar mikro kristal felspar;
agak terkekarkan dan umumnya segar.
FORMASI SEMARUNG : Batupasir arkosa kemerahan berbutir
kasar-menengah, berlapis baik, lapisan bersusun, terkonsolidasi baik
dengan sisipan batulempung warna kelabu terang dan berlapis tipis;
diendapkan dalam lingkungan darat sampai transisi dan menutup
secara selaras Formasi Pancur. Berdasarkan kedudukan stratigrafi,
umur formasi diperkirakan Kapur Akhir. Tebal formasi sekitar 500 m.
QTg
Tmpt
Tma
Kss
Bahan Galian di Pulau Bintan
Bandung 2005 27
FORMASI PANCUR : Serpih kemerahan dengan struktur pinsil,
mengandung urat kuarsa tipis, ketebalan lapisan 2 m; sisipan
batupasir kuarsa berlapis baik dan terpilah baik, laminasi sejajar dan
konvolut, dengan tebal 2-10 cm; konglomerat abu-abu kemerahan
dengan komponen utama batupasir kuarsa, serpih merah dan
batusabak, terpilah buruk dengan matriks batupasir kasar. Tebal
lapisan konglomerat 50-100 cm, dan tebal formasi 300 m. Formasi
ini secara setempat membentuk endapan saluran dan menutup tak
selaras Formasi Pulaupanjang. Umur satuan diduga Kapur Awal,
atas dasar kedudukan stratigrafinya.
FORMASI PULAUPANJANG : Serpih kelabu kemerahan, keras dan
berurat kuarsa dengan ketebalan 2 m dengan sisipan batupasir
kuarsa, halus-kasar, terpilah buruk, memperlihatkan struktur laminasi
sejajar dan silang-siur, tebal batupasir ini 2-10 cm; diendapkan
dalam lingkungan darat-laut dangkal. Tebal formasi sekitar 500 m.
Berdasarkan letak stratigrafi, umur batuan diperkirakan Jura.
FORMASI DURIANGKANG : Serpih kelabu-kehitaman dengan
struktur pinsil, getas dan agak karbonan, berselingan dengan
batupasir kuarsa, kelabu terang, mikaan, terpilah buruk, dan
terkonsolidasi baik. Perbandingan serpih dan batupasir adalah 3 : 1,
tersingkap baik di P.Batam dengan lokasi tipe S. Duri Angkang.
Berdasarkan fosil penunjuk “Pterophyllum bintanense sp. dan
Pterophyllum bintanense cf. contiguum Schank, maka umur formasi
ini disimpulkan Rhaetian (Trias Akhir). Formasi ini terendapkan
dalam lingkungan danau sampai laut dangkal. Tebal formasi sekitar
600 m.
FORMASI BERAKIT : Batuan malihan derajat rendah yang
tercenangga kuat. Satuan batuan terdiri dari filit, kelabu kehitaman
dengan karakteristik “asal batuan sedimen”; batusabak warna kelabu
kemerahan memperlihatkan struktur “menyerpih” dengan urat kuarsa
Ksp
Jp
Trsd
PCmb
Bahan Galian di Pulau Bintan
Bandung 2005 28
yang searah dan memotong foliasi; dan sekis, kelabu gelap yang
terfoliasi kuat, sehingga sulit ditentukan mineral asalnya. Pelipatan
“kink” dan “chevron” dijumpai. Diduga setara denga Sekis Mersing di
Malaysia yang berumur Permo-Karbon. Tebal formasi sekitar 3000
m.
GRANIT : Granit kelabu kemerahan-kehijauan, berbutir kasar;
berkomposisi felspar. Kuarsa, hornblende dan biotit; mineral
umumnya bertekstur primer dan membentuk suatu pluton batolit
yang tersingkap luas terutama di P. Batam dan Bintan; hasil
pelapukan dan proses peneplenisasi menghasilkan mineral
ekonomis seperti cebakan bauksit. Berdasarkan lokasi dan
komposisi mineralnya, granit ini dikelompokkan menjadi beberapa
pluton seperti Pluton Granit Kawal di Bintan dan Pluton Granit
Nongsa di Batam.
Struktur Geologi Struktur geologi yang terdpat di wilayah penyelidikan tidak terlalu rumit karena
wilayah ini merupakan wilayah yang sudah stabil, struktur yang ada umumnya
berupa kelurusan yang berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya, sesar
berupa sesar normal terdapat di daerah Teluk Sebong, Gunung Kijang dan P.
Kelong (Gambar 7).
− Struktur umumnya merupakan hasil kegiatan tektonik yang sudah lama
berhenti, adapun minerlisasi yang dijumpai di wilayah ini berupa
pengkayaan supergen hasil dari pelapukan batu granit, yang berumur
relatif tua (Trias) berupa mineralisasi bauksit. Indikasi mineralisasi lainnya
belum ditemukan.
Trg
Bahan Galian di Pulau Bintan
Bandung 2005 30
Gambar 7. Struktur Geologi Daerah Kabupaten KEPRI, berupa kelurusan dan sesar normal yang relatif jarang (tidak rumit).
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 31
4.2. Potensi Bahan Galian Perhitungan sumber daya dasit dilakukan juga dengan menggunakan rumus limas
terpancung dan dengan cara penampang menggunakan rumus :
V = D/6 (A + 4M + B) dimana : V adalah Volume in situ (m3)
A adalah Luas penampang ke-1 (m2)
M adalah Luas penampang ke-2/tengah (m2)
B adalah Luas penampang ke-3 (m2)
D adalah Jarak antara penampang ke-1 dan ke-3
Dasit Potensi dasit di wilayah ini terdapat di wilayah kawasan lindung dan di luar
kawasan lindung, seperti G. Lengkuas (695 ha) dan di G. Kijang (484 ha), Desa
Gunung Kijang, Kecamtan Gunung Kijang, seluruhnya mempunyai luas sebaran
888 ha. Di luar kawasan lindung sebaran batuan dasit merupakan bukit-bukit kecil
dengan luas sebaran dan sumber daya yang relatif kecil, terdapat di Bukit Piatu,
Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang seluas 100 ha, wilayah yang
belum ditambang selain di wilayah kawasan lindung terdapat di Bukit Jurig, Desa
Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur, seluas 25 ha. Umumnya batuan
dasit di wilayah ini sudah terkekarkan, dapat digunakan sebagai bahan bangunan,
baik sebagai agregat beton maupun pondasi jalan raya.
Potensi dasit seluruhnya mempunyai luas sebaran 1.200 ha dengan jumlah
sumber daya tereka sebesar 1.186 juta m³ (Tabel 9).
Tabel 9. Sumber daya Tereka Dasit Di Wilayah Kabupaten Kepulauan Riau
NO SIMBOL KOMODITI LOKASI DESA KECAMATAN TEBAL (m) LUAS (m²) VOLUME (m³)
1 Da Dasit G. Kijang Gunung Kijang
Gunung Kijang
100 4.840.000 484.000.000
2 Da Dasit G. Lengkuas
Gunung Lengkuas
Bintan Timur 100 6.952.000 695.200.000
3 Da Dasit Bukit Jurig
Gunung Lengkuas
Bintan Timur 30 250.000 7.500.000
Jumlah luas serta sumber daya 12.042.000 1.186.700.000
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 32
Gambar 8. Gambaran tiga dimensi dasit Bukit Jurig di Desa Lengkuas.
10 m
15 m
20 m
25 m
30 m
35 m
40 m
45 m
50 m
55 m
60 m
65 m
Granit Bukit Jurig di Desa Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 33
Gambar 9. Gambaran tiga dimensi dasit G. Lengkuas.
20 m
40 m
60 m
80 m
100 m
120 m
140 m
160 m
180 m
200 m
Granit G. Lengkuas, Desa Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 34
Gambar 10. Gambaran bentuk tiga dimensi dasit G. Kijang.
Granit Sebaran granit di wilayah ini sama dengan dasit, sebagian besar terdapat di
kawasan lindung, Granit di kawasan lindung terdapat di daerah G. Bintan Besar
(327 ha), Desa Bintan Buyu, Kecamatan Teluk Bintan, G. Bintan Kecil (77 ha),
Desa Ekang Anculai, Kecamatan Teluk Sebong dan di P. Sejolong (P. Siolong,
184 ha), luas sebaran granit di kawasan lindung sekitar 879 ha. Luas sebaran
granit di luar kawasan lindung sekitar 100 ha. Umumnya berwarna abu-abu, putih,
abu-abu kehitaman, berbutir kasar, umumnya telah terkekarkan, dapat digunakan
sebagai bahan bangunan kontruksi sedang sampai berat. Granit di Bukit Lipan
dan Bukit Panglong serta di Sei Lekop, Desa Gunung Lengkuas, Kecamatan
Bintan Timur seluas 25 ha, telah ditambang. Potensi terbesar granit di wilayah ini
merupakan kawasan lindung.
Potensi granit seluruhnya mempunyai luas sebaran 688 ha dengan jumlah sumber
daya tereka sebesar 682 juta m³ (Tabel 10).
0 m
20 m
40 m
60 m
80 m
100 m
120 m
140 m
160 m
180 m
200 m
Andesit G. Kijang, Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 35
Tabel 10. Sumber daya Tereka Granit Di Wilayah Kabupaten Kepulauan Riau
NO SIMBOL KOMODITI LOKASI DESA KECAMATAN TEBAL (m)
LUAS (m²)
VOLUME (m³)
1 Gr Granit Bukit Lipan
Ekang Anculai
Teluk Sebong 30 400.000 12.000.000
2 Gr Granit Bukit Panglong
Kijang Bintan Timur 60 300.000 18.000.000
3 Gr Granit P. Siolong
Mantang Lama
Bintan Timur 50 1.842.000 92.100.000
4 Gr Granit Trikora Malang Rapat
Gunung Kijang
2 50.000 100.000
5 Gr Granit G. Bintan Besar
Bintan Buyu
Teluk Bintan 150 3.274.000 491.100.000
6 Gr Granit G. Bintan Kecil
Sri Bintan Teluk Sebong 80 769.000 61.520.000
7 Gr Granit Sei Lekop
Gunung Lengkuas
Bintan Timur 30 250.000 7.500.000
Jumlah luas serta sumber daya 6.885.000 682.320.000
Gambar 11. Model bentuk granit dan riolit G. Bintan Besar.
20 m40 m60 m80 m100 m120 m140 m160 m180 m200 m220 m240 m260 m280 m300 m320 m
G. Bintan Besar
Andesit G. Bintan Besar, Desa Bintan Buyu, Kecamatan Teluk Bintan
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 36
Gambar 12. Gambaran bentuk granit dan riolit G. Bintan Kecil.
Gambar 13. Gambaran bentuk tiga dimensi granit Sei Lekop.
10 m20 m30 m40 m50 m60 m70 m80 m90 m100 m110 m120 m130 m140 m150 m160 m170 m180 m
Andesit G. Bintan Kecil, Desa Sri Bintan, Kecamatan Teluk Sebong
2 m
6 m
10 m
14 m
18 m
22 m
26 m
30 m
Andesit Sei Lekop, Desa Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 37
Gambar 14. Gambaran tiga dimensi sebaran granit Bukit Lipan.
Gambar 15. Gambaran tiga dimensi sebaran Granit Trikora.
10 m
15 m
20 m
25 m
30 m
35 m
40 m
45 m
50 m
55 m
60 m
65 m
70 m
75 m
80 m
85 m
Granit Bukit Lipan, Desa Ekang Anculai, Kecamatan Teluk Sebong
0 m
5 m
10 m
15 m
20 m
25 m
30 m
35 m
40 m
45 m
50 m
55 m
Granit Trikora, Desa Malang Rapat, Kecamtan Gunung Kijang
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 38
Gambar 16. Gambaran tiga dimensi Granit P. Sejolong.
Gambar 17. Gambaran tiga dimensi granit dan riolit bukit Panglong.
0 m10 m20 m30 m40 m50 m60 m70 m80 m90 m100 m110 m120 m
Granit Sejolong, Desa Mantang Lama, Kecamatan Bintan Timur
2 m4 m6 m8 m10 m12 m14 m16 m18 m20 m22 m24 m26 m28 m30 m32 m34 m36 m38 m
Granit Bukit Panglong, Desa Kijang, Kecamatan Bintan Timur
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 39
Pasir Sebagian besar wilayah P. Bintan merupakan sebaran pasir, bahan galian pasir
yang terkandung dalam satuan batuan lapukan granit serta rombakannya, bauksit,
dan Formasi Goungon, umumnya masih bercampur dengan lempung dan lumpur,
sehingga untuk memperolehnya perlu proses pencucian terlebih dahulu.
Ketebalan yang relatif tipis mengakibatkan dampak penambangan pada areal
yang cukup luas. Sebaran pasir tersebar di 17 lokasi (Lampiran 2).
Konsentrasi pasir yang umumnya berupa pasirkuarsa yang terkandung dalam
berbagai satuan batuan rata-rata sekitar 60 %. Sebaran pasir yang sudah tercuci
secara alamiah umumnya tersebar di sepanjang pantai sebagai endpan alluvial,
namun secara lingkungan pasir tersebut tidak layak untuk ditambang.
Potensi pasir seluruhnya mempunyai luas sebaran 1.114 ha dengan jumlah
sumber daya tereka sebesar 223 juta m³ (Tabel 8).
Tabel 11. Sumber daya Tereka Pasir Di Wilayah Kabupaten Kepulauan Riau
NO SIMBOL KOMODITI LOKASI DESA KECAMATAN TEBAL (m) LUAS (m²) VOLUME
(m³) 1 Snd Pasir Busung Teluk
Sasah Bintan Utara 2 17.180.000 34.360.000
2 Snd Pasir Tembeling Tembeling Teluk Bintan 2 15.030.000 30.060.0003 Snd Pasir Kawal Kawal Gunung
Kijang 2 71.970.000 143.940.000
4 Snd Pasir P. Buton Kelong Bintan Timur 2 3.929.000 7.858.0005 Snd Pasir P. Gin
Besar Numbing Bintan Timur 2 2.199.000 4.398.000
6 Snd Pasir P. Gin Besar
Numbing Bintan Timur 2 1.062.000 2.124.000
Rata-rata ketebalan dan jumlah luas serta sumber daya 2 111.370.000 222.740.000
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 40
Gambar 18. Morfologi sebaran pasir di Daerah Busung.
Lempung Alumina (bauksit) Sebaran bahan galian lempung alumina (bauksit) tersebar secara luas di wilayah
P. Bintan dan sekitarnya, bauksit merupakan hasil proses pelapukan dari batuan
granit yang merupakan batuan dasar dari P. Bintan, tersebar di 17 lokasi
(Lampiran 2). Umumnya tersebar membentuk punggungan-punggungan landai
(tidak terjal) yang tidak begitu tinggi (Gambar 19), yang memungkinkan terjadinya
proses pelapukan terus berlanjut, secara morfologi merupakan wilayah dataran
yang bergelombang.
Potensi sebaran lempung alumina yang cukup besar terdapat di wilayah
Kecamatan Bintan Timur, meliputi wilayah daratan dan pulau-pulau di sekitarnya,
sebagian besar merupakan wilayah tambang dan bekas tambang bauksit.
Wilayah yang mempunyai sebaran cukup luas terdapat di derah Desa Gunung
-10 m
0 m
10 m
20 m
30 m
40 m
Pasir di daerah Busung, Desa Busung dan Teluk Sasah, Kecmatan Bintan Utara
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 41
Lengkuas, Busung, Toapaya dan Ekang Anculai, serta di wilayah pulau-pulau
yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bintan Timur.
Berdasarkan hasil kajian data lapangan potensi lempung alumina seluruhnya di
wilayah penyelidikan mempunyai luas sebaran sekitar 10.450 ha dengan jumlah
sumber daya tereka sebesar 209 juta m³ (Tabel 9).
Tabel 12. Sumber daya Tereka Lempung Alumina (Bauksit) Di Wilayah
Kabupaten Kepulauan Riau
NO SIMBOL KOMODITI LOKASI DESA KECAMATAN TEBAL (m) LUAS (m²) VOLUME
(m³) 1 Cly Lempung
Alumina Busung Busung Bintan Utara 2 15.960.000 31.920.000
2 Cly Lempung Alumina
Pelita Hati
Penaga Teluk Bintan 2 5.432.000 10.864.000
3 Cly Lempung Alumina
Ekang Labi
Ekang Anculai
Teluk Sebong 2 5.547.000 11.094.000
4 Cly Lempung Alumina
Kampung Bulan
Ekang Anculai
Teluk Sebong 2 4.615.000 9.230.000
5 Cly Lempung Alumina
Ekang Anculai
Ekang Anculai
Teluk Sebong 2 2.658.000 5.316.000
6 Cly Lempung Alumina
Kangboi Toapaya Gunung Kijang
2 6.469.000 12.938.000
7 Cly Lempung Alumina
Gunung Lengkuas
Gunung Lengkuas
Bintan Timur 2 34.020.000 68.040.000
8 Cly Lempung Alumina
P. Buton Kelong Bintan Timur 2 2.530.000 5.060.000
9 Cly Lempung Alumina
P. Koyang
Mantang Lama
Bintan Timur 2 1.796.000 3.592.000
10 Cly Lempung Alumina
Serim, P. Kelong
Mantang Lama
Bintan Timur 2 2.606.000 5.212.000
11 Cly Lempung Alumina
P. Kelong Kelong Bintan Timur 2 5.704.000 11.408.000
12 Cly Lempung Alumina
P. Mantang
Mantang Lama
Bintan Timur 2 1.426.000 2.852.000
13 Cly Lempung Alumina
Siolong Mantang Besar
Bintan Timur 2 6.245.000 12.490.000
14 Cly Lempung Alumina
P. Telang Besar
Mantang Besar
Bintan Timur 2 4.487.000 8.974.000
15 Cly Lempung Alumina
P. Telang Kecil
Mantang Besar
Bintan Timur 2 3.100.000 6.200.000
16 Cly Lempung Alumina
Ainung, P. Gin Besar
Numbing Bintan Timur 2 123.000 246.000
17 Cly Lempung Alumina
P. Gin Kecil
Numbing Bintan Timur 2 1.785.000 3.570.000
Rata-rata ketebalan dan jumlah luas serta sumber daya 2 104.503.000 209.006.000
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 42
Gambar 19. Morfologi sebaran lempung alumina (bauksit) di Daerah Wacopek.
Pasirkuarsa Terdapat di Trikora, Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang, merupakan
endapan aluvial dengan jumlah sebaran dan sumber daya yang terbatas karena
sebagian besar wilayahnya sudah menjadi daerah wisata Pantai Trikora, sehingga
tidak dapat dikembangkan untuk industri tambang.
Potensi pasirkuarsa seluruhnya mempunyai luas sebaran 32 ha dengan jumlah
sumber daya tereka sebesar 322.000 m³. Potensi bahan galian lainnya seperti
kaolin dan feldspar sangat terbatas, terbatas di wilayah penambangan pasir,
umumnya merupakan bagian dasar (bedrock) dari endapan bahan galian pasir,
penambangannya harus dilakukan lebih dalam dari penambangan pasir yang
sekarang berjalan, pada lokasi tertentu telah mencapai kedalaman 10 m.
4.3. Prospek Pemanfaatan dan Pengembangan Berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan bahan galian di wilayah Kabupaten
Kepulauan Riau, yang dapat dikembangkan adalah bahan galian : pasir, dasit,
granit dan lempung alumina (bauksit), bahan galian lainnya (kaolin dan feldspar)
umumnya terdapat di bawah endapan bahan galian pasir sehingga untuk
0 m
10 m
20 m
30 m
40 m
50 m
Sebaran lempung alumina di daerah Wacopek, Kecamatan Bintan Timur
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 43
pengembangannya perlu penambangan lebih dalam dari penambangan pasir
yang kedalamannya berkisar antara 5 – 20 m, sehingga secara lingkungan sangat
mengganggu.
Bahan galian pasir dapat dikembangkan sebagai bahan bangunan baik untuk
konsumsi lokal maupun di ekspor ke Singapura. Faktor geografis yang relatif
dekat dengan Negara Singapura memugkinkan Negara ini menjadi pasar yang
potensial bagi bahan galian bangunan baik pasir maupun batu. Ketebalan pasir
yang relatif kecil (rata-rata 2 m), mengakibatkan penambangan bahan galian ini
memerlukan luasan yang cukup besar, dampak yang ditimbulkannya adalah
perubahan bentuk fisik daratan yang cukup luas, sehingga perlu dilakukan
penanganan yang lebih ketat.
Secara domestik Kabupaten Kepulauan Riau merupakan kabupaten baru yang
masih memerlukan pengembangan infrastruktur, seperti pembangunan ibukota
kabupaten dan provinsi, hal tersebut akan memerlukan bahan galian bangunan
yang lebih besar seperti pasir, dasit dan granit. Bahan galian dasit dan granit
sukup besar terdapat di wilayah Kabupaten Kepulauan Riau namun sebagian
besar merupakan kawasan lindung seperti Gunung Lengkuas, Gunung Kijang dan
Gunung Bintan Besar, perlu kebijakan tertentu untuk pengelolaan bahan galian
dasit dan granit guna mengantisipasi lonjakan keperluan bahan galian tersebut,
untuk menghindari penambangan dikawasan hutan lindung yang illegal, seperti
yang sekarang telah berlangsung, penambangan granit di Gunung Lengkuas dan
Gunung Kijang bagian timur. Pemberian izin yang legal dengan persyaratan
tertentu dan dengan pengawasan yang ketat dapat menghindari penambangan
illegal yang tidak terkontrol.
Bahan galian dasit merupakan bahan galian bangunan yang digunakan baik
sebagai agregat beton, maupun pondasi. Selain pasar domestik juga di ekspor ke
Singapura.
Bahan galian granit dapat digunakan sebagai bahan bangunan berupa agregat
beton dan pondasi, bahan galian ini umumnya telah terkekarkan, sehingga untuk
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 44
keperluan batu dimensi perlu dilakukan pemilahan, untuk keperluan tersebut
diperlukan ukuran bongkah tertentu minimal 1 m tanpa rekahan.
Berdasarkan hasil analisa kuat tekan bahan galian dasit dan granit di wilayah
Kabupaten Kepulauan Riau kuat tekannya 656,43 – 762,24 kg/cm2, dapat
digunakan sebagai bahan konstruksi ringan sampai sedang (Tabel 11 dan
Lampiran C).
Tabel 13. Persyaratan teknis batuan beku untuk batu pecah dan agregat beton (dpmb,1984)
No. JENIS
PENGUJIAN JENIS BANGUNAN BETON KONSTRUKSI JALAN KONSTRUKSI
BERAT (BETON K1.3)
KONSTRUKSI SEDANG
(BETON K1.2)
KONSTRUKSI RINGAN
(BETON k1.1) 1 2 3 4
Kuat Tekan (kg/cm2) Pengujian dengan sistem Modellof Secara Kasar Lolos Ayakan 30 - 95 mm (dihitung dari berat beban) Ketahanan Terhadap Keausan dengan Los Angeles Bagian Hancur Maksimum (% berat) Kandungan Air (% berat)
1200
0,80
16,00
27,00
3,00
800
0,70
16,00 - 24,00
27,00 - 30,00
3,00
600
0,60
24,00 - 30,00
40,00 - 50,00
3,00
Bahan galian kaolin berdasarkan hasil analisa keramik (Lampiran C) dapat
digunakan sebagai bahan refraktori dan bodi kermik putih.
Berdasarkan hasil analisa kimia (Lampiran C), feldspar mempunyai kandungan
Na2O = 2,43 %, K2O = 3,90 %. Kaolin kandungan SiO2 = 46,80 %, Al2O3 = 32,64
%. Pasir kandungan SiO2 = 72,80 – 92,02 %, Al2O3 = 4,29 – 17,81 %. Pasir
kuarsa kandungan SiO2 = 97,58 %, Al2O3 = 0,95 %, Fe2O3 = 1,61 %. Lempung
kandungan SiO2 = 10,25 – 36,39 %, Al2O3 = 41,31 – 51,71 %, Fe2O3 = 2,88 – 7,53
%.
Berdasarkan komposisi kimia bahan galian :
• Feldspar dapat digunkan sebagai bodi keramik, kandungan K2O dan Na2O
cukup memadai (4,33 %) sebagai bahan baku bodi keramik.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 45
• Kaolin sebagai bodi keramik putih dan bahan refraktori, hasil bakar
menunjukkan warna putih, porositas tinggi dan hasil bakaran rapuh.
• Pasir dengan melakukan pengolahan kandungan SiO2 dapat ditingkatkan
sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku industri gelas.
• Pasirkuarsa untuk industri gelas perlu meningkatkan kandungan SiO2.
• Lempung di wilayah daerah penyelidikan merupakan lempung alumina yang
dapat digunakan sebagai bahan refraktori dan keramik tinggi.
Berdasarkan hasil analisa XRD lempung di wilayah penyelidikan dominan
mengandung mineral gibsit yang merupakan salah satu mineral bauksit,
komposisi kimia menunjukkan kandungan Al2O3 yang masih cukup tinggi, dapat
digunakan sebagai bahan alumina, digunakan sebagai bahan baku keramik tinggi
dan bahan refraktori, namun masih rendah sebagai bijih logam alumunium.
Bahan galian lempung alumina (bauksit) selain sebagai bahan baku logam
alumunium dapat pula digunakan sebagai bahan baku keramik berupa alumina
(oksida aluminium). Untuk memperoleh kadar alumina yang tinggi, bahan galian
bauksit terlebih dahulu harus melalui proses pencucian, penggerusan dan
kemudian proses pengkayaan alumina dengan menggunakan metoda bayer.
Bahan galian bauksit sebenarnaya merupakan bahan galian logam (diekstrak
logam alumuniumnya), namun penambangan bauksit di P. Bintan sudah
berlangsung lama, sehingga banyak wilayah bekas penambangan bauksit (telah
ditinggalkan) masih mengandung bauksit namun kandungan Al2O3 tidak
memenuhi spesifikasi untuk bahan galian logam alumunium. Berdasarkan prinsip
konservasi bahwa penambangan bahan galian harus dilakukan seoptimal –
optimalnya, sehingga bahan galian yang sudah ditinggalkan bagi keperluan
tertentu, dapat digunakan sebagai bahan baku industri lainnya yang masih
memadai, dalam hal ini bahan galian bauksit dapat digunakan sebagai bahan
baku keramik dan refraktori sebagai bahan galian non logam.
Sebagai bahan galian non logam mineral bauksit diambil dalam bentuk alumina
(Al2O3), sebagai bahan baku keramik dan refraktori. Untuk meninggikan
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 46
kandungan aluminanya dilakukan proses konsentrasi alumina salahsatu caranya
dengan proses Bayer.
Proses Bayer Proses memproduksi oksida aluminium murni dari bauksit (Proses Bayer) tidak
banyak mengalami perubahan sejak ditemukan pada tahun 1893. Proses Bayer
Terdiri dari 3 (tiga) langkah (Gambar 20) :
Penyaringan (ekstraksi) Aluminium yang terdapat dalam bauksit (Gibbsite, Böhmite Dan Diaspore)
dipisahkan dari komponen yang tidak dapat larut (umumnya senyawa oksida)
dengan proses pelarutan dalam larutan natrium hidroksida (soda api) :
Gibbsite: Al(OH)3+ Na++ OH - Al(OH)4-+ Na+
Böhmite Dan Diaspore: AlO(OH)+ Na++ OH-+ H2O Al(OH)4-+ Na+
Bergantung pada mutu bijih terlebih dahulu dilakukan pencucian (benefisiasi)
sebelum dilakukan pengolahan. Bijih dihancurkan dan digiling untuk mengurangi
ukuran partikel/butir sehingga sesuai ukurannya untuk dilakukan proses
penyaringan (ekstraksi). Kemudian adalah mengkombinasikan dengan pelarut dan
memasukkan larutan tersebut kedalam suatu ruangan pemanas yang bertekanan.
Kondisi di dalam ruangan pelarutan diset menurut kandungan bijih bauksit. Bijih
dengan kandungan Gibsit yang tinggi dapat diproses pada 140o C. Pengolahan
Buhmit pada sisi lain memerlukan temperatur antara 200 dan 240o C. Tekanan
tidaklah penting untuk proses ini, tetapi sepanjang proses terbentuk uap air yang
terbentuk mempengaruhi tekanan. Pada 240o C tekanan yang ditimbulkan kira-kira
sekitar 35 atmosfir ( atm).
Pada temperatur lebih tinggi secara teoritis menguntungkan tetapi ada beberapa
kerugian meliputi terjadinya proses korosi dan kemungkinan terlarutnya oksida
selain dari oksida aluminium dalam larutan.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 47
Setelah langkah penyaringan (ekstraksi) residu bauksit yang tidak dapat larut
harus dipisahkan dari larutan yang mengandung Aluminium oleh suatu proses
yang dikenal sebagai settling (pengendapan akibat gravitasi). Larutan dibersihkan
sedapat mungkin melalui proses penyaringan sebelum ditransfer ke precipitator.
Lumpur yang tidak dapat larut kemudian dikentalkan dan dicuci untuk memulihkan
soda api, yang mana kemudian didaur ulang kembali ke proses yang utama.
Presipitasi
Aluminium dari kristal Trihydroxide (Gibbsite), umumnya dinamai "hidrat",
diperoleh dari proses pengendapan larutan :
Al(OH)4-+ Na+ Al(OH)3+ Na+ + OH-
Proses ini pada dasarnya merupakan proses kebalikan dari proses pelarutan,
hasil produk yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh kondisi pembentukan inti,
temperatur pengendapan dan kecepatan pendinginan. Kristal "hidrat" yang
terbentuk kemudian dipilah ke dalam fraksi ukuran dan dimasukkan ke dalam kiln
untuk dikalsinasi. Partikel dengan butiran terlalu kecil diumpan-balikkan ke dalam
proses presipitasi.
Kalsinasi " Hidrat" dikalsinasi membentuk oksida aluminium (alumina) kemudian di lebur
pada proses peleburan aluminium. Pada proses kalsinasi terjadi proses
penguapan air untuk membentuk oksida aluminium (alumina) :
2Al(OH)3 Al2O3+ 3H2O
Proses kalsinasi harus dikontrol dengan hati-hati karena pada proses ini akan
mempengaruhi sifat-sifat produk.
Untuk memperoleh alumina sebagai bahan baku keramik proses bayer yang
dilakukan hanya sampai pada kalsinasi, proses peleburan dilakukan untuk
memperoleh logam alumunium.
Bandung
Gamb
2005
ar 20. Skemma proses bayer untuk memperooleh alumin
Bahan Galian
a dari bijih
n di P. Bintan
48
bauksit.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 49
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
1. Bahan galian yang terdapat di wilayah Kabupaten Kepulauan Riau : pasir,
dasit, granit, lempung alumina (bauksit), pasirkuarsa, kaolin dan feldspar.
2. Sebaran dan sumber daya tereka bahan galian : dasit seluas 1.200 ha dengan
jumlah sumber daya tereka sebesar 1.186 juta m³. Granit luas 688 ha dengan
jumlah sumber daya tereka sebesar 682 juta m³. Pasir luas sebaran 1.114 ha,
sumber daya sebesar 223 juta m³. Lempung alumina (bauksit) luas sebaran
sekitar 10.450 ha, sumber daya sebesar 209 juta m³. Pasirkuarsa luas
sebaran 32 ha, sumber daya sebesar 322.000 m³.
3. Sebagian besar wilayah sebaran dasit dan granit terdapat di wilayah kawasan
lindung, G. Bintan Besar, G. Bintan Kecil, G. Kijang, G. Lengkuas dan G.
Sejolong di P. Sejolong (P. Siolong).
4. Bahan galian : pasir, dasit dan granit dapat digunakan sebagai bahan
konstruksi sedang sampai ringan.
5. Bahan galian : lempung alumina (bauksit) sebagian kecil masih dapat
digunakan sebagai bahan baku logam alumunium dan sebagian besar dapat
digunakan sebagai bahan baku keramik dan refraktori. Untuk bahan baku
keramik dan refraktori perlu proses pengkayaan alumina dengan Proses Bayer.
6. Bahan galian yang dapat dikembangkan : pasir, dasit, granit dan lempung
alumina (bauksit) sebagai bahan baku keramik dan refraktori.
7. Pada umumnya aksesibilitas ke lokasi bahan galian cukup baik dan mudah
dicapai.
5.2. Saran
1. Penambangan pasir memerlukan area yang cukup luas karena ketebalannya
yang relatif kecil serta perlu proses pencucian, sehingga menimbulkan kolam-
kolam pencucian yang cukup dalam dan luas, hal tersebut perlu dilakukan
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 50
penanganan reklamasi yang baik dan tepat guna, untuk mengurangi dampak
lingkungan yang terjadi.
2. Penambangan batu dasit dan granit yang telah berlangsung cukup baik, perlu
pembatasan kedalam penambangan yang diperbolehkan untuk mengurangi
dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Penambangan granit di tempat
tertentu telah mencapai kedalaman dibawah permukaan laut (sekitar -15 m,
dibawah 0 m dpl).
3. Penambangan batu dasit secara illegal telah terjadi di sebagian kecil wilayah
kawasan lindung di daerah G. Kijang dan G. Lengkuas bagian timur, perlu
penertiban dari pihak yang terkait sebelum kegiatannya meluas.
4. Untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan akan batu dasit dan granit bagi
pembangunan, terutama pembangunan fisik Ibukota Kabupaten dan Provinsi
Kepulauan Riau, perlu kebijakan tertentu yang memberikan izin penambangan
batu granit dan dasit di sebagian kecil wilayah kawasan lindung, sehingga
penambangan di kawasan tersebut dapat terkendali secara legal dan dapat
diawasi dengan ketat. Sehingga penambangan secara illegal dan tanpa kendali
dapat dihindari.
5. Untuk memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi terhadap bahan galian
bauksit selain proses pencucian perlu dilakukan proses pengkayaan alumina
dengan proses bayer, sehingga bauksit yang dipasarkan sudah siap lebur
untuk memperoleh logam alumuniumnya dan konsentrat alumina dapat
digunakan dalam industri keramik.
Bahan Galian di P. Bintan
Bandung 2005 51
PUSTAKA 1. Annibale Mottana, et all, 1977; "Rocks & Minerals", Simon and Schuster's,
New York.
2. Bemmelen, R.W. Van, 1949, The geology of Indonesia, Vol. IA. General
Geology, Martinus Nijhoff, The Hague.
3. Kusnama, dkk., (1994), Peta Geologi Lembar Tanjungpinang, Sumatera,
Skala 1 : 250.000, P3G, Bandung.
4. Sinha R.K., 1982; "Industrial Minerals" Mohan Primlani for Oxford & IBH
Publishing co., New Delhi.