Bagian ini memberikan uraian tentang proses-proses teknis pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kota Semarang, mulai dari kerangka pikir, pengumpulan data, penggunaan alat analisa, perumusan potensi dan permasalahan.
4.1.4.1. PENDEKATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PENDEKATAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
Pendekatan pelaksanaan perencanaan mempertimbangkan berbagai hal, yang
menyangkut pendekatan perencanaan DED Jalan Mijen - Mangkang. Secara umum
pendekatan yang akan digunakan akan menyangkut pada faktor-faktor seperti yang
terlihat pada diagram berikut ini :
1. Kemudahan Dalam Pelaksanaan
Pelaksanaan pembangunan diprioritaskan pada faktor mudah dilaksanakan dari
program-program yang ada pada kawasan perencanaan.
Dalam pelaksanaan program yang saling terkait harus dipikirkan secara menyeluruh
dan seksama agar dalam pelaksanaan nanti tidak banyak mengalami hambatan. Dan
didalam pelaksanaan program dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan urgensi
dan nilai prioritas pengembangan.
2. Kemudahan Dalam Pendanaan.
Pembangunan fisik perdesaan termasuk prasarana dan sarananya tidak seluruhnya
menjadi beban pemerintah, tetapi dapat dilaksanakan melalui dukungan dana
masyarakat dan swasta yang berupa sumber dana maupun dukungan yang yang
bersifat ide/saran yang berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan di
kawasan perencanaan.
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 1
BAB
3. Kemudahan Dalam Koordinasi Antar Sektor
Rencana/program yang akan dilaksanakan memerlukan koordinasi yang jelas
dengan bebagai sektor dan instansi terkait. Sehingga dalam implementasi
program/rencana dapat berjalan dengan baik.
4. Pemanfaatan Teknologi
Perkembangan teknologi perlu dipertimbangkan dalam pembangunan fisik kota,
sehingga dalam pentahapan pelaksanaan pembangunan selalu disesuaikan dengan
kemampuan dan kemajuan teknologi yang ada.
5. Sumber Dana Yang Tersedia.
Faktor yang perlu juga dipertimbangkan dalam pembangunan adalah faktor sumber
dana yang tersedia untuk pembiayaan pembangunan fisik kota. Adapun sumber dana
dapat berasal dari :
- Sumber dana dari APBN
- Sumber dana dari APBD Propinsi
- Sumber dana dari APBD Kota
- Sumber dana dari DAU
- Sumber dana dari Swasta
- Sumber dana dari Swadaya Masyarakat
- Sumber dana Bantuan Asing.
Masing masing sumber dana tersebut dipergunakan sesuai dengan kepentingan
kebutuhan, skala pelayanan, tujuan dan fungsi pembangunan dan prioritas
pengembangan.
6. Fleksibilitas
Konsep fleksibilitas dimaksudkan untuk memberi unsur fleksibel pada beberapa
bagian rumusan yang telah ditetapkan, secara struktural fungsi tetap dan bersifat
mutlak, tetapi untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang mutlak tersebut,
diperkirakan akan terjadi secara bertahap, mengingat kesulitan-kesulitan yang
mungkin timbul di dalam ketetapan tersebut.
4.2.4.2. KERANGKA PIKIRKERANGKA PIKIR
Penyusunan DED Jalan Mijen - Mangkang tidak dapat dipisahkan dari konsep dan
arahan pengembangan wilayah. Dalam pengembangan wilayah yang terkait dengan
pengembangan sistem jaringan jalan, terdapat beberapa pokok pemikiran antara lain:
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 2
Arahan pengembangan wilayah yang mencakup antara lain sistem kota-kota, arahan
pengembangan desa-kota dan pola kegiatan ekonomi
Adanya permasalahan-permasalahan dalam pengembangan wilayah karena adanya
ketimpangan antar wilayah atau karena adanya pergeseran antara rencana yang
disusun dengan kondisi faktual di lapangan
Ketersediaan sumberdaya yang meliputu sumber daya alam, sumberdaya buatan
dan sumberdaya manusia, yang merupakan salah satu pemicu perkembangan
wilayah. Salah satu pengaruh ketersediaan sumberdaya ini adalah terciptanya pola
keterkaitan antara pusat produksi-distribusi dan konsumsi.
Adanya pola keterkaitan antara pusat produksi-distribusi-konsumsi akan
menimbulkan pola pergerakan, baik orang maupun barang yang berdampak pada
kebutuhan ruang untuk pergerakan.
Berdasarkan pola keterkaitan pusat produksi-distribusi-konsumsi akan ditarik identifikasi
mengenai pola bangkitan dan tarikan pergerakan. Sedangkan identifikasi kondisi jaringan
jalan digunakan sebagai salah satu acuan dalam perumusan prioritas pengembangan
jaringan jalan.
Output akhir dari proses ini adalah penyusunan rencana/arahan pengembangan jaringan
jalan dan indikasi program sesuai dengan arahan yang telah disusun.
4.3. 4.3. TAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAANTAHAPAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
4.3.1. PENGUMPULAN DATA
Pada dasarnya pengumpulan data dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara survei
primer dan dengan cara survei sekunder.
a. Survei Inventarisasi Jalan
Survei yang pertama kali dilakukan adalah survai inventarisasi jalan yang dilaksanakan
dengan tujuan untuk mencari informasi mengenai karakteristik jalan. Karakteristik
tersebut meliputi :
- Panjang jalan.
- Lebar badan jalan.
- Lebar bahu jalan.
- Lebar trotoar.
- Median.
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 3
- Pengaturan arus.
- Jumlah jalur lalu lintas.
- Aktivitas samping
Survei ini dilaksanakan baik dengan peninjauan dan pengukuran langsung dijalan
maupun dengan meminta informasi mengenai data – data yang sudah di instansi terkait.
b. Survai Pencatatan Lalu lintas Terklasifikasi
Data pencacahan lalu lintas merupakan informasi dasar yang diperlukan untuk seluruh
fase dari perencanaan, desain, manajemen sampai pengoperasian jaringan jalan. Data
tersebut dapat mencakup pada ruas – ruas jalan utama pada suatu jaringan atau ruas –
ruas pendukung yang mempunyai fungsi strategis dalam suatu zona lalu lintas.
Data yang diperoleh dari survai pencacahan ini dapat dipergunakan untuk :
1) Lalulintas harian rata – rata (LHR) digunakan untuk ;
- Desain jalan antar kota
- Menentukan tingkat pertumbuhan lalu lintas
- Menganalisa variasi lalu lintas per jam
- Perencanaan jaringan
2) Volume jam sibuk digunakan untuk :
- Menentukan volume jam tertinggi untuk memperkirakan volume jam perencanaan
(VJP) untuk keperluan desain jalan perkotaan.
- Perencanaan dan desain pengendalian persimpangan
- Perencanaan dan desain usulan manajemen lalu lintas.
- Sebagai parameter dalam mengukur kinerja ruas jalan untuk keperluan
penentuan tingkat pelayanan jalan.
3) Informasi mengenai penggunan moda (modal split) dan factor okupansi.
4) Informasi yang diperlukan untuk melakukan proses validasi pada pembuatan model
lalu lintas.
Tujuan utama dari pelaksanaan survai ini adalah untuk mengetahui karakteristik lalu
lintas pada suatu ruas jalan yang nantinya akan dipergunakan sebagai data untuk
melakukan validasi terhadap hasil pembebanan lalu lintas oleh model. Survai dilakukan
pada ruas jalan arteri dan ruas jalan lainnya yang menghubungkan wilayah studi dengan
wilayah lainnya.
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 4
c. Survai Waktu Perjalanan
Survei waktu perjalanan dan hambatan mrngukur waktu perjalanan dan waktu bergerak
rata-rata yang diperlukan untuk melintasi rute atau seksi jalan. Pada waktu yang sama,
informasi mengenai lokasi, durasi dan penyebab hambatan dicatat.
Ada beberpa komponen yang terlibat dalam studi waktu perjalanan ini, yaitu:
- Waktu perjalanan adalah waktu yang diamati selama survei dilakukan
- Waktu gerak adalah waktu kendaraan dalam keadaan bergerak dalam seksi jalan
yang disurvai.
- Kecepatan gerak adalah panjang seksi jalan yang disurvai dibagi waktu gerak.
Survai ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui waktu tempuh perjalanan pada
suatu ruas jalan tertentu. Disamping waktu tempuh, melalui survai ini diketahui pula
kecepatan perjalanan untuk tiap ruas jalan yang disurvai.
d. Survai Wawancara
Survai wawancara rumah tangga dilakukan untuk mengetahui jumlah perjalanan orang
yang berada pada lingkup ;
- Perjalanan di dalam wilayah studi (internal-internal)
- Perjalanan dari dalam wilayah studi menuju keluar wilayah studi (internal eksternal)
Berdasarkan lingkup hasil survai diatas, maka dipeerlukan survai wawancara di pinggir
jalan yang bertujuan mengetahui perjalanan orang dengan lingkup :
- Perjalanan di dalam wilayah studi (internal-internal)
- Perjalanan dari dalam wilayah studi menuju keluar wilayah studi (internal eksternal)
e. Survai Angkutan Umum
Survai angkutan umum dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja angkutan umum yang
beroperasi di wilayah Kota Semarang. Survai dilakukan untuk mengetahui panjang
trayek, jumlah armada berdasarkan izin, jumlah armada yang beroperasi, rata-rata
penumpang, frekuensi pelayanan, jam operasi, karakteristik pelayanan serta karakteristik
daerah yang dilintasi. Adapun jenis survai yang dilakukan adalah dengan melakukan
survai statis didalam terminal dan di beberapa ruas jalan serta survai dinamis (on bus)
diatas kendaraan.
4.3.2. LANGKAH PERENCANAAN1. Lingkup Pengerjaan PerencanaanPekerjaan perencanaa jalan meliputi 5 tahapan yang berurutan sebagai berikut:
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 5
1) Melengkapan data dasar;
2) Identifikasi lokasi jalan;
3) Penetapan kriteria perencanaan;
4) Penetapan alinemen jalan yang optimal;
5) Perencanaan perkerasan;
6) Perencanaan Bangunan Pelengkap;
7) Pengambaran detail perencanaan jalan;
8) Perhitungan volume pekerjaan; dan
9) Penyiapan dokumen pelelangan
2. Data Dasar Data dasar yang perlu untuk suatu perencanaan jalan adalah:
1) Peta topografi berkontur yang akan menjadi peta dasar perencanaan jalan, dengan
skala tidak lebih kecil dari 1:10.000 (skala yang lain misalnya 1:2.500 dan 1:5.000).
Perbedaan tinggi setiap garis kontur disarankan tidak lebih 5 meter.
2) Peta geologi yang memuat informasi daerah labil dan daerah stabil
3) Peta tata guna lahan yang memuat informasi ruang peruntukan jalan.
4) Peta jaringan jalan yang ada.
5) Survei lalu lintas primer dan sekunder
6) Hasil penyelidikan tanah
3. Identifikasi Lokasi Jalan Berdasarkan data tersebut, tetapkan:
1) Kelas medan jalan;
2) Titik awal dan akhir perencanaan; dan
3) Pada peta dasar perencanaan, identifikasi daerah-daerah yang layak dilintasi jalan
berdasarkan struktur mekanik tanah, struktur geologi, dan pertimbangan
pertimbangan lainnya yang dianggap perlu.
4. Kriteria Perencanaan 1) Tetapkan:
(1) Untuk perencanaan geometrik, perlu ditetapkan klasifikasi menurut fungsi jalan;
(2) Kendaraan Rencana;
(3) VLHR dan VJR; dan
(4) Kecepatan Rencana, VR.
2) Kriteria perencanaan tersebut di atas ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kecenderungan perkembangan transportasi di masa yang akan datang sehingga
jalan yang dibangun dapat memenuhi fungsinya selama umur rencana yang
diinginkan.
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 6
3) Jenis Perkerasan yang ditetapkan
5. Penetapan Alinemen Jalan Alinemen jalan yang optimal diperoleh dari satu proses iterasi pemilihan alinemen.
1) Dengan menggunakan data dasar, dibuat beberapa alternatif alinemen horizontal
(lebih dari satu) yang dipandang dapat memenuhi kriteria perencanaan.
2) Setiap alternatif alinemen horizontal dibuat alinemen vertikal dan
potonganmelintangnya.
3) Semua alternatif alinemen dievaluasi untuk memilih alternatif yang paling efisien.
1. Alinemen Horizontal
1) Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:
(a) Jari jari minimum lengkung horizontal;
(b) Kelandaian jalan maksimum;
(c) Panjang maksimum bagian jalan yang lurus; dan (4) Jarak pandang henti
dan jarak pandang mendahului.
2) Dengan memperhatikan kriteria perencanaan dan Damija, pada peta dasar
perencanaan, rencanakan alinemen horizontal jalan untuk beberapa alternatif
lintasan.
3) Pada setiap gambar alternatif alinemen, bubuhkan "nomor station", disingkat Sta.
dan ditulis Sta.XXX+YYY, di mana XXX adalah satuan kilometer dan YYY satuan
meter. Penomoran Sta. ditetapkan sebagai berikut:
(a) Pada bagian jalan yang lurus Sta. dibubuhkan untuk setiap 50 meter;
(b) Pada bagian jalan yang lengkung Sta. dibubuhkan untuk setiap 20 meter;
(c) Penulisan STA. pada gambar dilakukan disebelah kiri dari arah kilometer
kecil ke kilometer besar.
2. Alinemen Vertikal
1) Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:
(a) Jari jari lengkung vertikal minimum;
(b) Kelandaian jalan maksimum;
(c) Panjang jalan dengan kelandaian tertentu yang membutuhkan lajur
pendakian; dan
(d) Jarak pandang henti dan jarak pandang mendahului.
2) Denganmemperhatikan kriteria perencanaan, rencanakan gambar alinemen
vertikal untuk semua alternatif alinemen horizontal. Gambar alinemen vertikal
berskala panjang 1:1.000 dan skala vertikal 1:100.
3) Setiap alinemen perlu diuji terhadap pemenuhan jarak pandang sesuai ketentuan
yang diuraikan pada bagian II.5.
3. Potongan Melintang
1) Berdasarkan kriteria perencanaan, ditetapkan:
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 7
(a) Lebar lajur, lebar jalur, dan lebar bahu jalan;
(b) Pelebaran jalan di tikungan untuk setiap tikungan; dan
(c) Damaja, Damija, dan Dawasja.
2) Rencanakan gambar potongan melintang jalan dengan skala horizontal 1:100
dan skala vertikal 1:10. Gambar potongan melintang dibuat untuk setiap titik Sta.
3) Potongan melintang jalan beserta alinemen horizontal serta alinemen vertikal
digunakan untuk menghitung volume galian, timbunan, dan pemindahan material
galian dan timbunan.
4. Pemilihan Alinemen Yang Optimal
1) Perencanaan untuk beberapa alternatif bertujuan mencari alinemen jalan yang
paling efisien yaitu alinemen dengan kriteria sebagai berikut:
(a) Alinemen terpendek;
(b) Semua kriteria perencanaan harus dipenuhi. Jika tidak ada alternatif
alinemen yang memenuhi kriteria perencanaan, maka kriteria perencanaan
harus dirubah;
(c) Memiliki pekerjaan tanah yang paling sedikit atau paling murah. Yang
dimaksud pekerjaan tanah di sini melingkupi volume galian, volume
timbunan, dan volume perpindahan serta pengoperasian tanah galian dan
timbunan; dan
(d) Memiliki jumlah dan panjang jembatan paling sedikit atau paling pendek atau
paling murah.
2) Pada alternatif yang paling efisien, perlu dievaluasi koordinasi antara alinemen
horizontal dan alinemen vertikal. Perubahan kecil pada alinemen terpilih ini dapat
dilakukan, tetapi jika perubahan alinemen tersebut menyebabkan penambahan
pekerjaan tanah yang besar maka proses seleksi alinemen perlu diulang.
6. Perencanaan Perkerasan Jalana. Beban Rencana dan Umur Rencana Jalan
b. Kekuatan Daya Dukung Tanah Dasar (Sub Grade)
c. Penentuan Jenis Perkerasan
d. Analisis dan Perhitungan Tebal Perkerasan
e. Perencanaan Bangunan Pelengkap
7. Penyajian Rencana JalanBagian-bagian perencanaan yang disajikan meliputi:
(1) Gambar alinemen horizontal jalan yang digambar pada peta topografi berkontur;
(2) Gambar alinemen vertikal jalan;
(3) Diagram superelevasi;
(4) Gambar potongan melintang jalan untuk setiap titik Sta.;
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 8
(5) Diagram pekerjaan tanah (mass diagram);
(6) Gambar desain perkerasan;
(7) Gambar desain bangunan pelengkap; dan
(6) Bagian bagian lain yang dianggap perlu.
4.3.3. PERENCANAAN PERKERASAN BETON SEMENA. Struktur Dan Jenis Perkerasan Beton
Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton semen yang
bersambung atau menerus tanpa atau dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi
bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal. Struktur beton
semen secara tipikal dapat dilihat pada Gambar 1.
Perkerasan beton semen dibedakan menjadi 4 jenis sebagai berikut :
1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
4. Perkerasan beton semen pra-tegang
Gambar 4.1. Tipikal Struktur Perkerasan Beton Semen
Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat
beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air selama masa
pelayanan.
Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan merupakan bagian
utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang berfungsi sebagai :
1. Pengendali pengaruh kembang susut tanah dasar
2. Pencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat
3. Memberi dukungan yang mantap dan seragam pada pelat
4. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan beban
pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di
bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyamanan yang tinggi, permukaan perkerasan beton
semen dapat dilapisi dengan lapis campuran beraspal setebal 5 cm
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 9
B. Persyaratan TeknisB.1. Tanah Dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujianCBR insitu (lapangan) sesuai
dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-17444-1989,
masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru.
Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2%, maka harus dipasang
pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang
dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5%.
B.2. Pondasi Bawah
Bahan pondasi bawah dapat berupa :
- Bahan berbutir
- Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)
- Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm di luar tepi perkerasan beton semen.
Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusu perihal jenis dan penentuan lebar
lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan pengembanagn yang mungkin
timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar lebar jalan
merupakan salah satu cara untuk mereduksi perilaku tanah ekspansif.
Tebal lapisan pondasi minmum 10 cm yang paling sedikit mempunyai mutu sesuai
dengan SNI no. 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI-03-1743-1989. Bila
direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus
menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang
disarankan dapat dilihat pada Gambar F.35 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari
Gambar 4.2.
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 10
Gambar 4.2. Tebal Pondasi Minimum untuk Perkerasan beton semenGambar 4.3. CBR Tanah Dasar efektif dan tebal pondasi bawah
B.2.1. Pondasi Bawah material berbutir
Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan SNI-03-
6388-2000. Persayaratan dan gradasi pondasi bawah harus sesuai dengan kelas B.
Sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah harus diuji gradasinya dan harus
memenuhi spesifikasi bahan untuk pondasi bawah, dengan penyimpangan ijin 3%-5%.
Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasas dengan CBR minimum 5%
adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasio bawah minimum 100%, sesuai dengan
SNI 03-1743-1989.
B.2.2. Pondasi Bawah dengan bahan pengikat (Bound Sub-Base)
Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah satu dari :
1. Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai
dengan perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan ketahanan
terhadap eraosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi semen, kapur, serta
abu terbang dan/atau slag yang dihaluskan
2. Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt)
3. Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat tekan
karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 Mpa( 55 kg/cm2)
B.2.3. Pondasi Bawah dengan Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)
Campuran beton kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton karakteristik pada umur
28 hari minimum 5 Mpa (50 kg/cm2) tanpa menggunakan abu terbang, atau 7 Mpa (70
kg/cm2) bila menggunakan abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 11
B.2.4. Lapis pemecah ikatanpondasi bawah
Perencanaan ini didasarkan bahwa antara pelat dengan pondasi bawah tidak ada
ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien geseknya dapat dilihat pad Tabel
F.28.
Tabel F.28. Nilai Koefisien Gesek (µ)
B.3. Beton Semen
Kekuatn beton harus dinyatan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength) umur 28 hari,
yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang
besarnya secara tipikal sekiat 3-5 Mpa (30-50 kg/cm2)
Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja,
aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5-5,5 Mpa (50-55 kg/cm2).
Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan
hingga 0,25 Mpa (2,5 kg/cm2) terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur dapat didekati degan
rumus berikut :
Dengan pengertian :fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)K : konstanta 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah
Kuat tariklentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang dilakukan
menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut :
Dengan pengertian :
fcf : kuat tarik belah beton 28 hari
Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk meningkatkan kuat tarik
lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk bentuk tidak lazim. Serat
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 12
baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk jalan plaza tol, putaran dan
perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya
melebar sebagai angker dan/atau sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara
tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam adukan
beton, masing-masing sebanyak 75 dan 45 kg/m3.
Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai dengan
lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.
B.4. Lalu Lintas
Penentuan beban lalu lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan dalam
jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu
pada lajur rencana selama umur rencana.
Lalu lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan
konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan beton semen adalah yang mempunyai berat
total minimum 5 ton.
Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai
berikut :
- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)
- Sumbu tunggal roda ganda (STRG)
- Sumbu tandem roda ganda (STdRG)
- Sumbu tridem roda ganda (STrRG)
B.4.1. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang
menampung lalu lintas kendaraan niaga ternbesar.
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefisien distribusi ( C )
kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel F.29
Tabel 4.1 Jumlah Lajur berdasarkan lebar perkerasan dan Koefisien distribusi ( C )
kendaraan niaga pada lajur rencana
B.4.2. Umur Rencana
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 13
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi fungsional jalan,
pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat ditentukan antara
lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode
tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah. Umumnya
perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun
sampai 40 tahun.
B.4.3. Pertumbuhan Lalu Lintas
Volume lalu lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai tanah di
mana kapasitas jalan dicapai dengan faktor pertumbuhan lalu lintas yang dapat
ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :
Dimana :R : Faktor Pertumbuhan lalu lintasi : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun (%)UR : Umur Rencana (Tahun)
Faktor Pertumbuhan lalu lintas ( R ) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel F.30
Tabel 4.2. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas ( R )
Apabila setelah waktu tertentu umur rencana (URm tahun) tidak terjadi lagi, maka R
dapat dihitung berdasarkan rumus :
Dimana :
R : Faktor Pertumbuhan lalu lintasi : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun (%)UR : Umur Rencana (Tahun)
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 14
URm : Waktu tertentu dalam tahun sebelum UR selesai
B.4.4. Lalu Lintas Rencana
Lalu Lintas rencana adalah jumlah komulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur rencana
selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis
sumbu kendaraan.
Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval 10 KN (1 ton)
bila diambil dari survai beban. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :JSNK : Jumlah total Sumbu Kendaraan niaga selama umur rencanaJSKNH : Jumlah total Sumbu Kendaraan niaga per hari setelah jalan dibukaR : Faktor pertumbuhan komulatif dari rumus ( 5 ) atau Tabel 3 atau Rumus
( 6 ), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana
C : Koefisien distribusi kendaraan
B.4.5. Faktor Kemanan Beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan beban
(FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas
perencanaan seperti terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Faktor Keamanan Beban (FKB)
B.5. Bahu
Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan
penutup beraspal atau lapisan beton semen.
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 15
Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur lalu lintas akan memberikan pengaruh
pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu beton semen, sehingga
akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi tebal pelat.
Yang dimaksudkandengan bahu beton semen adalah bahu yang dikunci dan diikatkan
dengan lajur lalu lintas dengan lebar minimum 1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan
lajur lalu lintas selebar 0,60 m, yang juga dapat mencakup saluran dan kereb.
B.6. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk :
- Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan
- Mengatasi pengarus lenting serta beban lalu lintas
- Memudahkan pelaksanaan
- Mengakomodasi gerakan pelat
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
1. Sambungan memanjang
2. Sambungan melintang
3. Sambungan isolasi
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer), kecuali pada
sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler)
A.6.1. Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bears)
Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya retak
memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3-4 meter. Sambungan
memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24 dan
berdiameter 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
At= 204 x b h ; dan
L = (38,3 x Φ) + 75
Dengan Pengertian :At : Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2)B : Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi
perkerasan (m)H : Tebal pelatL : Panjang batang pengikat (mm)Φ : Diameter batang pengikat yang dipilih (mm)
Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm. Tipikal sambungan memanjang
diperlihatkan pada Gambar 4.4.
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 16
Gambar 4.4. Tipikal Sambungan Memanjang
B.6.2. Sambungan Pelaksanaan Memanjang
Sambungan pelaksanaan memanjang umumnya dilakukan dengan cara penguncian.
Bentuk dan ukuran dapat berbentuk trapesium atau setengah lingkaran sebagai mana
diperlihatkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Ukuran standar penguncian sambungan memanjang
Sebelum penghamparan pelat beton di sebelahnya, permukaan sambungan pelaksanaan
harus dicat dengan aspal atau kapur tembok untuk mencegah terjadinya ikatan beton
lama dengan yang baru.
B.6.3. Sambungan Susut Memanjang
Sambungan susut memanjang dapat dilakukan dengan salah satu dari dua cara ini, yaitu
menggergaji atau membentuk pada saat beton masih plastis dengan kedalaman
sepertiga dari tebal pelat
B.6.4. Sambungan Susut dan Pelaksanaan Melintang
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 17
Ujung sambungan ini harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang jalan dan tepi
perkerasan. Untuk mengurangi beban dinamis, sambungan melintang harus dipasang
dengan kemiringan 1:10 searah perputaran jarum jam.
B.6.5. Sambungan Susut Melintang
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat untuk
perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk lapis
pondasi stabilisasi semen sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6 dan 7.
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan
sekitar 4-5 meter, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan 8-15
m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan
kemampuan pelaksanaan.
Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antara ruji 30 cm
lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerakan bebas pada saat
pelat beton menyusut.
Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti lengket untuk
menjamin tidak ada ikatan dengan beton. Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton
sebagaimana terlihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Diameter Ruji
Laporan PendahuluanPENYUSUNAN DED JALAN MANGKANG-MIJEN II - 18