62
Bab IV
Peran Politik Saintis
Terkait berlangsungnya perdebatan saintifik di kalangan saintis selama ini, dalam
hal apa sajakah para saintis berbeda? Dan apakah berbedaan statement di kalangan
saintis adalah karena dipengaruhi oleh cara pandang, pendekatan dan metode yang
digunakan? Pertanyaan-pertanyaan ini coba dijawab dengan memperhatikan atau
memahami bagaimana saintis mengusung fakta saintifik peristiwa semburan
lumpur panas. Tidak hanya itu, dengan memahami proses konstruksi fakta
saintifik ini, ada atau tidak adanya pengaruh politik pihak-pihak di luar saintis
terhadap perbedaan statement para saintis juga dapat ditelusuri, baik dari aliansi-
aliansi yang dibangun, dari situasi-situasi yang melingkupinya, atau dari yang
tersirat dalam simbol-simbol.
Situasi di mana saintis menggunakan kaidah-kaidah disiplin keilmuannya1, atau
membangun aliansi-aliansi dengan saintis lain maupun dengan pihak-pihak di luar
saintis (politisi, korban, tokoh masyarakat, birokrat, penegak hukum) ketika
mengusung fakta saintifik menjadi bahasan sentral dalam bagian ini. Selain itu,
bagian ini juga akan membahas peran saintis dalam konstruksi fakta hukum.
Sebelum membahas hal-hal tersebut, politik dalam hal ini didefinisikan sebagai
aksi-aksi aktor atas dasar kepentingan, di mana kepentingan tersebut kemudian
dinegosiasikan (ditranslasikan) dengan kepentingan aktor-aktor lain. Kemudian
‘politik tentang alam’ sendiri dimaknai bahwa aksi-aksi aktor-aktor ini adalah
berkenaan dengan (perilaku) alam sebagai objek yang direpresentasikannya.
IV.1 Konstruksi Fakta Saintifik
Berdasarkan penelusuran, setidaknya terdapat empat fakta saintifik yang diusung
saintis, yaitu fakta underground blowout (UGBO) di Sumur Banjarpanji-1
diusung oleh kelompok Saintis A; fakta mud volcano karena gempa Yogyakarta
1 yang didukung penggunaan artefak‐artefak teknis, semacam alat ukur, dll
63
(natural) diusung kelompok Saintis B; fakta mud volcano karena drilling diusung
kelompok Saintis C; dan fakta geothermal yag diusung kelompok Saintis D.
IV.1.1 Konstruksi Fakta Underground Blowout (UGBO)
Beberapa saintis meyakini bahwa semburan lumpur panas yang mereka sebut
sebagai Lumpur Lapindo (Lula), atau Lumpur Panas Lapindo ini sebagai
fenomena UGBO2 dengan merujuk pada apa yang dinamakan sebagai daily
drilling report3, yaitu catatan kegiatan sepanjang drilling, terutama paremater-
parameter pemboran, seperti tekanan, volume lumpur, dan pompa. Data daily
drilling report inilah yang kemudian diklaim atau diumpamakan beberapa saintis
ini sebagai black box, sebagaimana mesin pencatat atau perekam situasi di dalam
kockpit pesawat terbang4.
“…Mengapa saya tidak pertentangkan antara investigasi dengan hipotesa? Karena investigasi ini ada dasarnya dari fakta, dari hasil daily drilling report, yang kemudian kita kenal, atau diistilahkan seperti black box‐nya itu. Sedangkan teman‐teman kita yang lain yang berhipotesa melihat kejadian itu sebagai sebuah similarities dengan kejadian di tempat lain. Jadi, oleh karena itu bagi saya ini bukan pertandingan antara dua ilmu. Yang satu adalah hipotesa, yang satu adalah fakta!5 Itu tidak neben, tidak seim.., tidak sesuatu yang pantas untuk dipertandingkan! Tadi introduction dikatakan kalau ada sebuah pesawat jatuh, orang boleh berbicara karena angin, karena halilintar dan sebagainya, boleh saja, tapi ketika diketemukan black box‐nya mengatakan bahwa itu karena pilot, apakah itu tetap kita mau pertandingkan?!”6
2 Kejadian mengalirnya fluida formasi dalam jumlah/volume yang tidak terkendali ke dalam sumur di mana fluida formasi mengalir/masuk dari satu zona lainnya yang lebih lemah. Zona lemah dapat berupah zona dengan permeabilitas dan porositas yang tinggi, formasi yang retak (fractured zone) atau zona lemah di sekitar casing shoe (file dari Dr. ADB, salah satu saintis pro UGBO). Menurut saintis pro UGBO lain (Ir. HE) UGBO memiliki dua jenis, surface blowout (fluida sampai ke permukaan tanah lewat lubang sumur) dan subsurface blowout (fluida sampai ke permukaan tanah tidak lewat lubang sumur tetapi melalui rekahan‐rekahan pada lapisan bumi di sekitar lubang sumur). Untuk kasus semburan lumpur panas ini Ir. HE mengkategorikannya sebagai subsurface blowout. 3 ANT mengistilahkan objek‐objek perekam yang kemudian mentranslasikan alam secara khusus dalam suatu representasi visual atau instrumen yang membuat alam dapat diakses melalui inskripsi pengukuran, seperti grafik, ilustrasi, atau peta sebagai devais inskripsi (inscription devices). Salah satu saintis proponen UGBO menyebutnya sebagai real time drilling report. 4 Dalam dunia penerbangan, mesin black box yang berwarna orange ini merupakan perangkat perekam yang dipasang di pesawat untuk merekam situasi di cockpit yang dijadikan sumber data investigator ketika menganalisis penyebab kecelakaan atau problem‐problem lainnya di pesawat. 5 Kalimat ini sebagai salah satu contoh (juga perhatikan kalimat‐kalimat selanjutnya) yang menunjukkan cara saintis beretorika dalam mengkonstruksi fakta saintifik (dengan mengkomparasi dan kemudian menyematkan atas sesuatu yang lain sebagai hipotesa, dan klaimnya atas fakta (saintis memposisikan diri)). 6 Transkrip presentasi Dr. RR pada seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”. Diselenggarakan Walhi, Jatam, ICEL, YLBHI, dan Elsam di Hotel Bumi Karsa, Jakarta, tanggal 29/01/2008.
64
Dari statement Saintis A7 di atas, nampak jelas bahwa Saintis A memiliki
(memberikan) suatu definisi atas fakta dan hipotesa secara khusus. Baginya, daily
drilling report itulah fakta, sementara statement lain yang didasarkan bukan dari
daily drilling report didefinisikan sebagai hipotesa. Dan atas pembedaan itu,
terlihat bahwa fakta, bagi saintis ini, mengandung (kevalidan) kebenaran,
sedangkan hipotesa didefinisikan sebagai dugaan-dugaan yang kebenarannya
masih diragukan (tidak terverifikasi oleh daily drilling report). Saintis A juga
kemudian memposisikan suatu disiplin ilmu pada posisi yang asimetri. Suatu
disiplin ilmu yang merujuk pada fakta (daily drilling report) baginya tidak
sepantasnya dipertandingkan dengan disiplin ilmu yang berdasarkan hipotesa.
Dari data daily drilling report tersebut, oleh Saintis A kemudian diilustrasikan
menjadi sebuah kronologi kejadian semburan di mana dalam buku yang ditulisnya
digunakan kalimat “FAKTA KEJADIAN LUAPAN LUMPUR; Kronologis
pemboran Sumur Banjarpanji-1”8. Berikut disertakan sebagian dari ilustrasi atas
daily drilling report oleh Saintis A.
Setelah mengkonstruksi sebuah definisi khusus bahwa apa-apa yang terekam
dalam daily drilling report sebagai fakta (kebenaran), Saintis A kemudian
membuat ilustrasi (visualisasi) terhadap formasi tanah, praktek pemboran dan
perilaku alam dalam interaksinya dengan praktek pemboran, baik yang terekam
dalam daily drilling report maupun yang tidak. Pada aksi ini sebenarnya Saintis A
sedang melakukan interpretasi atas data yang ter-record dalam daily drilling
report dan sekaligus meng-introduce realitas kejadian pemboran dan alam dalam
sebuah visualisasi gambar (realitas di lapangan dibingkai/dihadirkan dalam
realitas gambar).
7 Dr. RR, salah satu saintis pengusung fakta UGBO, dosen Teknik Perminyakan 8 buku putih “Kejadian dan Penanggulangan Semburan Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji‐1 Lapindo Brantas Inc.”, 2007. Gambar tersebut dicopi sesuai aslinya. Selain di bahan presentasi, dapat juga disimak di buku “Mem(bunuh) Lumpur Lapindo” yang diterbitkan Gempur (Gerakan Menutup Lumpur) Lapindo, 2008 dan di buku putih. Isi dari buku putih tersebut menurut Saintis A disarikan dari laporan hasil investigasi Tim Investigasi Independen bentukan Departemen ESDM, di mana Saintis A menjabat sebagai ketua tim.
65
Gambar IV.1 Kronologi Semburan Lumpur panas (Rubiandini, 2006)
Berbekal data daily drilling report, kelompok saintis ini9 meyakini bahwa
semburan lumpur panas terjadi akibat penanganan kick10 menyebabkan batuan
9 Saintis lain di antaranya: Dr. ADB, Ir. KS, Ir. RL, Ir. MS, Ir. HE, RDP 10 Masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur akibat tekanan fluida formasi lebih besar dari pada tekanan lumpur pemboran yang disirkulasikan dalam lubang sumur (beda tekanan hidrostatis). Untuk
66
formasi (di bawah casing shoe) pecah, sehingga fluida bertekanan tinggi ini
menerobos ke permukaan bumi (surface). Penjelasan Saintis A dengan berbagai
formula matematis dan grafisnya dapat disimak pada beberapa slide-nya berikut:
Gambar IV.2 Perhitungan Kick Tolerance Factor (Rubiandini, 2006)
“Nah, fenomena ini kemudian kita yakini, …setelah kita lihat bahwa tekanan yang ada yang dimiliki antara grafik tekanan kekuatan batu dengan lumpur yang kita miliki aman, ketika pemboran normal. Memang tidak akan ada masalah, tetapi ia memiliki…ruang gerak yang kecil, setelah kita hitung ternyata ia memiliki kira‐kira 0,5 ppg, namanya kick tolerance. Artinya kita bermain di sebuah kegiatan yang memang cukup riskan…
Gambar IV.3 Formula MASP dan Tekanan Rekah Batuan (Rubiandini, 2006)
Nah mari kita lihat, selama tekanan di permukaan tidak naik melebihi 316. Apa itu 316? Maximum Allowable Surface Pressure atau maksimum tekanan di permukaan yang diperbolehkan yang diekivalen di bawah ada perbedaan kira‐kira 316, kalau di kedalaman ini. Kalau di kedalaman yang lain, karena di sini ada fish, maka tekanannya 330. Artinya, temen‐teman di lapangan tidak boleh membuat atau meng‐hendle sumur ini apabila tekanan di permukaan melebihi tekanan ini.
menangani kick, tekanan hidrostatis permukaan dan bawah permukaan ini diseimbangkan, salah satunya dengan meningkatkan densitas lumpur pemboran.
67
Gambar IV.4 Profil Tekanan Saat CP = 1054 psi (Rubiandini, 2006)
Apa yang terjadi? Di dalam investigasi yang saya miliki ternyata tekanannya cukup tinggi. Ini saya peroleh dari polisi datanya! Kemudian data itu kita test, di sini adalah 620, di sini 1.054. Kalau saya gambarkan, saya hitungkan bahwa tadi tekanan yang diperbolehkan 316‐330, ternyata kedalaman 3.584 di atas 330. Berarti apalagi 1.054, berarti bahwa rekahan terjadi! Apa tidak cukup sederhana kita melihat bahwa ini terjadi di lubang yang sedang dibor?! Sangat sederhana! 11
Penggunaan formula matematis MASP dan grafis untuk membuktikan terjadi
rekah batuan saat penanganan kick menunjukkan bahwa formula matematis,
sebagai sebuah perhitungan yang baku, dalam hal ini diyakini oleh Saintis A rigit
terhadap kekeliruan. Artinya, angka-angka atau hasil perhitungan tersebut adalah
sebuah fakta (kebenaran). Jika sebelumnya realitas formasi batuan, relasi antara
praktek pemboran dan semburan lumpur (perilaku alam) di-introduce Saintis A
melalui visualisasi gambar (realitas gambar), terhadap pecahnya formasi batuan
(perilaku alam), saintis ini merepresentasikannya melalui angka atau persamaan
matematika (realitas angka). Jadi, angka ini merepresentasikan kekuatan formasi
batuan di bawah kedalaman tertentu.
Kemudian penggunaan kalimat “ini saya peroleh dari polisi datanya”,
menyiratkan bahwa data tersebut ibarat bukti forensik dari suatu kejadian. Atau
data itu harus diamankan karena sebagai bukti kunci. Atau setidaknya Saintis A
11 Transkrip presentasi Dr. RR pada seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”. Diselenggarakan Walhi, Jatam, ICEL, YLBHI, dan Elsam di Hotel Bumi Karsa, Jakarta, tanggal 29/01/2008.
68
hendak mengatakan bahwa dirinya berkolaborasi dengan polisi dalam investigasi.
Jadi, ada upaya legitimasi atas data yang diacu Saintis A.
Tidak berhenti di situ, untuk memperkuat bahwa telah terjadi UGBO di Sumur
Banjarpanji-1, Saintis A merujuk hasil pengujian asal lumpur dan air. Ini
menyiratkan bahwa apa-apa yang dilakukan Saintis A memenuhi kaidah-kaidah
ilmiah, di mana ada uji laboratorium terhadap objek yang diteliti.
Struktur Batuan (ukuran) Struktur Lumpur dan Air
Gambar IV.5 Sampel Lumpur Panas dalam Penelitian (Rubiandini, 2006)
“…apa fakta yang saya peroleh selama saya menjadi ketua tim investigasi (bentukan Departemen ESDM:pen)?...dari hasil investigasi, baik karena temperature, karena kualitas air, karena kandungan hidrokarbon yang terkandung dari lapisan bawah, ini sumber dari air itu datang dari sini (sambil menunjuk slide:pen)! Datang dari sini naik ke atas menggerus tanah liat yang warna hijau ke permukaan jadi lumpur…Ini air asin panas! Kalau saudara coel di lapangan, saudara jilat, itu asin! Karena tidak pernah ada air yang tawar di bawah tanah sana! Yang tawar hanya ada di lapisan atas! Ini airnya asin, dari kedalaman ini, dari temperatur tinggi, sumbernya dari sini! Dan kemudian clay, dari mana saya tahu? Dari umur batuan, dari formanifera yang ada, semua dites ketemu bahwa product solidnya dari sini! Product fluidnya dari sini! Menggerus naik ke atas, karena ia tergerus, ia berlubang dan ia akan jatuh turun yang namanya subsiden! Itu sudah saya katakan sejak awal akan terjadi! Tapi jika ini mud vulcano, itu sebuah bisul yang bertekanan tinggi yang kalau ditusuk ia keluar, tidak akan pernah turun! Wong tekanannya masih tinggi; akan keluar, tidak akan pernah turun! Data sekarang menunjukkan sudah turun beberapa meter di bagian tengahnya.
Fakta apalagi yang harus kita cari?!” 12
Pada kalimat yang dicetak tebal pertama, tampak ada penekanan terhadap status
yang disandang saintis ini ketika melakukan investigasi, yakni sebagai ketua tim
dari lembaga pemerintah yang memiliki otoritas dalam urusan energi dan sumber
12 Transkrip presentasi Dr. RR pada seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”
69
daya mineral di Indonesia13. Ini menyiratkan bahwa ada kepakaran pada diri
Saintis A dalam membuat statement UGBO. Sementara pada kalimat cetak tebal
berikutnya, terlihat bahwa Saintis A melakukan dekonstruksi14 fakta saintifik yang
diusung saintis lain. Dan secara keseluruhan, dari statement ini terlihat jelas
bahwa Saintis A memosisikan diri sebagai ‘juru bicara’ alam.
Memperhatikan apa-apa yang sudah dikemukakan sebelumnya, jelas bahwa fakta
UGBO ini dikonstruksi Saintis A dengan mengacu pada apa-apa yang terjadi di
Sumur Banjarpanji-1, yakni melalui data daily drilling report dan hasil uji
laboratorium atas asal air dan lumpur. Kemudian menggunakan formula
matematis MASP, kekuatan formasi batuan direpresentasikan dalam angka, dan
jika angka tersebut dilalui, berarti telah terjadi rekah pada formasi batuan tersebut.
Keterkaitan antara praktek pemboran dan perilaku alam, serta formasi batuan
kemudian divisualkan dalam gambar yang dengan itu alam di bawah lapisan bumi
di Sumur Banjarpanji-1 sana seolah tampak.
Selain aksi-aksi di atas, dalam proses konstruksi fakta UGBO, Saintis A juga
membangun dan mengembangkan aliansi-aliansi strategis. Berdasarkan penelusu-
ran, aliansi yang dijalin dan dikembangkan Saintis A dapat diceritakan sebagai
berikut.
Pada awalnya, karena bertindak sebagai Ketua Tim Investigasi Independen
Masalah Semburan Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji-1, aliansi yang dijalin
dan dikembangkan Saintis A adalah dengan pihak Departemen ESDM (selaku
pemberi otoritas/pembentuk tim) atau bisa dikatakan dengan pemerintah pusat.
Tim ini sendiri tersusun atas: ahli geologi dan geofisika dari ITB dan UGM serta
ahli pemboran dari ITB dan UPN Yogyakarta. Mengingat posisinya ini, Saintis A,
13 Pada lembar awal slide, Saintis A juga menuliskan beberapa jabatan yang disandangnya. Seperti dosen TM‐ITB, Ketua Laboratorium Teknik Pemboran Migas‐ITB, sekretaris pakar bidang teknologi ICMI‐Jabar, anggota dewan pakar PII, ketua majelis ahli IATMI (mantan), ketua tim investigasi independen luapan lumpur Sidoarjo (mantan), sekjen Masyarakat Minyak dan Gas Bumi Indonesia (MMGI), anggota Tim Investigasi Kecelakaan Migas (TIKM). 14 Dalam aksi ini saintis juga merujuk hasil kajian saintis lain yang menjelaskan bahwa gempa bukan penyebab semburan, seperti hasil kajian Richard davies, Manga dan Broadsky, Okamoto, J Mori, serta Sri Widiyantoro
70
sejak awal terjadinya semburan kemudian sering muncul di muka publik, baik di
media (cetak dan elektronik), maupun di seminar-seminar sebagai narasumber.
Gambar IV.6 Saintis A dalam Suatu Wawancara dengan Media (pen, 2008)
Selepas dua minggu tim ini bertugas (yang menyimpulkan terjadi UGBO), Saintis
A kemudian dilibatkan di Satkorlak BP. Ketika pemerintah pusat (lewat Presiden)
mengeluarkan Keppres No.13 Tahun 2006 tentang Timnas PSLS, Saintis A
kemudian diperbantukan sebagai Tim Pakar bidang mematikan semburan. Setelah
sekitar enam bulan tergabung di Timnas, Saintis A mengundurkan diri pada 18
Desember 2006 dengan alasan kegiatan mematikan semburan kurang serius dan
tidak sesuai kaidah keilmuan yang diyakininya15.
Setelah itu, selain membuat buku putih yang disarikan dari laporan tim bentukan
Departemen ESDM, Saintis A mengembangkan aliansi dengan perwakilan korban
dan beberapa LSM, seperti Walhi, Jatam, ICEL, YLBHI, dan Elsam16. Selanjut-
nya, pada 21 Februari 2008, bertempat di Gedung Nusantara V DPR-MPR, Saintis
A, beberapa saintis pro-UGBO, warga korban, LSM, dan beberapa tokoh
masyarakat, mendeklarasikan diri dalam Gerakan Menutup Lumpur (Gempur)
Lapindo dan me-launching buku “Mem(bunuh) Lumpur Lapindo”.
15 Buku Putih “Kejadian dan Penanggulangan Semburan Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji‐1 Lapindo Brantas Inc.” 2007 16 Nampak dari diselenggarakannya seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik” di Jakarta tanggal 29 Januari 2008 (penulis juga hadir).
71
Aliansi dengan LSM Keterangan Pers ttg Deklarasi Gempur Lapindo
Aliansi dengan Masyarakat (Korban) Aliansi dengan Tokoh Masyarakat (SM)
Gambar IV.7 Aliansi yang Dikembangkan Kelompok Saintis A (pen, 2008)
Statement Saintis A saat seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik” dapat disimak
sebagai berikut.
“…saya akan berbicara…yang warna merah …solusi! Kebetulan solusi yang harus saya lakukan harus based on the truth. Nah, truth ini membuat inconvenion sebagian orang atau sekelompok orang! Ini yang menjadi susah bagi saya. Hehe..karena itu selama ini saya menjadi sulit…menyampaikannya pun sulit… …Urusan saya…apakah kita punya chance untuk…mematikan ini? Karena tanpa mematikan kita mau berapa tahun? Kita menunggu air panas Ciater mati sampai kapan? Sama saja ini menunggu mau 10 th, 20 th, 100 th? Apa kita mau berpangku tangan sebagai bangsa ini?! …Mari kita lihat! Solusinya apa?...Sudah selesai kok! Di pengadilan mereka sudah menang, sudah! Kita sudah salaman, aman dech…Kalau dari sisi saya sudah ok! Saya hanya berpikir, saya punya rakyat di sana yg tidak bisa pulang! Saya punya rakyat di sana yang menangis tidak pernah bisa ketemu lagi tanah, rumah, dan kamarnya! Apa kita hanya berdiri di sini dengan keilmuwan yang ada kita miliki kita diam?! Tidaklah! Biarlah orang akan mencaci maki sebagai orang seperti apa saya, tapi saya tetap beristiqomah! Ini harus diselesaikan! …kesimpulan saya… Jangan sekali‐kali membiarkan semburan mengalir beratus‐ratus tahun! Setuju ini?! Dan berharap berhenti sendiri? Tentunya tidak! Wajib mematikan semburan! Saya kasih warna merah, wajib! Siapakah yang diwajibkan? Kita semua! Ini bisa jadi fardhu kifayah ini! Kalau semua orang diam, berdosalah kita! Tapi salah satu di antara kita melakukan kegiatan ini, maka dosa tidak akan pernah diberikan bagi bangsa ini! Bisa fardhu kifayah ini kalau semua berpangku tangan! Kalau saya pergi
tunggang langgang gimana?!” 17
17 Transkrip presentasi Dr. RR pada seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”
72
Dari rangkaian kondisi dan statement tersebut terlihat bahwa terjadi perubahan
aliansi yang dibangun Saintis A. Ketika fakta saintifik UGBO yang diusung
Saintis A tidak berkembang di Timnas, Saintis A memutuskan keluar18 dan
kemudian menjalin aliansi dengan aktor-aktor lain19. Keluarnya Saintis A dari
Timnas waktu itu bukan berarti relasinya dengan Timnas terputus. Karena dengan
memutuskan lebih membangun aliansi dengan aktor-aktor lain adalah bagian dari
wujud translasi Saintis A terhadap Timnas. Relasi Saintis A dengan Timnas
kemudian terputus karena secara institusi masa tugas Timnas berakhir, tetapi
dengan adanya BPLS sebagai pengganti Timnas, Saintis A tetap dalam jaringan
aktor yang sama, tetapi aktor-aktor dalam jaringan tersebut berbeda; sebagai
akibat translasi-translasi. Karena itu, aliansi-aliansi baru ini lebih pada pengem-
bangan jaringan aktor di mana Saintis A merupakan bagian dalam jaringan20—
sekaligus pengembangan atau penyusutan bagi jaringan aktor lain. Berelasinya
aktor-aktor baru dalam aliansi-aliansi strategis ini juga karena adanya translasi-
translasi aktor-aktor tersebut; bukan dirajut satu aktor (Saintis A) yang powerfull.
Gambar IV.8 Perubahan Aliansi Saintis A dalam Konstruksi Fakta UGBO
Berdasarkan gagasan Callon (dalam Yuliar, 2007) tentang empat momen translasi
(lihat Bab II), statement Saintis A sebelumnya dan rangkaian kejadian setelahnya
dapat ditelaah sebagai berikut:
18 Ini mengindikasikan bahwa jaringan aktor Timnas saat itu belum konvergen dan stabil (anti program/resistensi belum teratasi). Kondisi itu juga mengisaratkan adanya tarik ulur kepentingan politik terhadap Timnas. 19 Ini juga menunjukkan (pilihan) aksi strategis Saintis A dalam mengkonstruksi fakta UGBO 20 Perhatikan jaringan aktor pada Gambar III.12; III.13; dan III.14
Literatur Seminar
Saintis A
Media
Satkorlak BP
DESDM
Timnas
Saintis A’ Saintis A Tokoh MasyarakatSaintis A’
Buku
Literatur Seminar
Saintis A
Media Korban
LSM
Saintis A
Saintis A’: Beberapa saintis pro UGBO
73
Kalimat “saya akan berbicara …solusi” dengan penekanan pada kata
“solusi“, merupakan perwujudan translasi pada momen problematisasi
(moment of problematization)—momen ketika suatu isyu atau masalah
tertentu dihadirkan oleh aktor (inisiator aksi). Dalam hal ini, isyu yang
diusung adalah ‘solusi’.
Pada kalimat “apa kita mau berpangku tangan sebagai bangsa ini?” dan
rangkaian kalimat “…saya punya rakyat di sana yang tidak bisa pulang…”
‘wajib mematikan semburan…ini bisa jadi fardhu kifayah! Kalau semua
orang diam berdosalah kita”, di mana Saintis A memberi penekanan pada
kata “wajib” dan frase “fardhu kifazah”, merupakan perwujudan translasi
pada momen penarikan (moment of interessement), yakni upaya
meyakinkan aktor-aktor lain bahwa apa yang diinisiasi adalah penting bagi
aktor-aktor yang lain (dalam hal ini penting bagi korban dan umumnya
warga Sidoarjo dan Jatim).
Adanya rentang waktu sampai dideklarasikannya Gerakan Menutup
Lumpur (Gempur) Lapindo, aksi (translasi) dengan demikian sudah
sampai pada momen pelibatan (moment of enrollment) serta momen
mobilisasi (moment of mobilization). Dan untuk sementara waktu, aliansi
ini terlihat konvergen dan stabil, karena aktor-aktor dalam aliansi strategis
ini saling menjadi ‘juru bicara’ satu bagi yang lainnya. Dengan aliansi
yang konvergen dan stabil, aktor-aktor pembangun aliansi ini seolah-olah
hilang, karena mewujud dalam satu aktor “Gempur Lapindo”. Meski
demikian, dalam kaca mata ANT, semua ini mungkin terbongkar kembali,
konvergensi terpecah, dan kestabilan mengalami de-stabilisasi (Yuliar,
2007).
IV.1.2 Konstruksi Fakta Mud Volcano
Meski sama-sama mengusung fakta saintifik mud volcano, namun dalam aspek
apa yang menjadi sebabnya, beberapa saintis ini bersilang pendapat. Sebagian
mempercayai disebabkan oleh aktivitas pemboran Sumur Banjarpanji-1, sebagian
yang lain mempercayai sebagai sesuatu yang alamiah, yaitu dipicu gempa
Yogyakarta, 27 Mei 2006.
74
IV.1.2.1 Mud Volcano yang Dipicu Gempa Yogyakarta Tanggal 27 Mei 2006
Jika proponen fakta UGBO mengkonstruksi definisi fakta dan hipotesa merujuk
pada daily drilling report, saintis proponen mud volcano karena gempa juga
beraksi serupa, hanya saja, saintis ini mengkonstruksi definisi fakta dan teori yang
merujuk pada perspektif geologi. Sebagaimana statement Saintis B21 berikut.
“Memahami semburan lumpur Sidoarjo tidaklah lebih mudah seperti apa yang kita
pikirkan. Karena kita berhadapan antara fakta dan teori. Selain itu juga, bahwa
pendekatan ini harus bersifat multiprespektif. Namun satu hal yang harus kita pahami
adalah bahwa perspektif geologi adalah sebuah perspektif yang paling awal yang kita
harus pahami. Jika pemahaman kita pada teori yang benar, akan membawa kita pada
penanganan yang benar. Saya pernah terlibat dalam tim investigasi dari IAGI dari
bulan Juni‐September 2006. Karena itu data‐data ini saya dapatkan ketika saya pernah
di dalam tim.”22
“Memahami fenomena yang berasal dari bawah permukaan bumi memang
merupakan bagian dari pekerjaan geologis. Oleh karena itu semburan lumpur sidoarjo
hanya dapat dipahami, setidaknya, oleh para ahli geologi…”23
Statement Saintis B ini mengindikasikan bahwa saat mengkonstruksi definisi fakta
dan teori, Saintis B merujuk perpsektif geologi sebagai sebuah teori yang benar.
Artinya, Saintis B hendak mengatakan bahwa fakta yang dilihat dari perspektif
geologi adalah fakta yang benar, bukan dari perspektif keilmuan lain. Selanjutnya,
dengan merujuk teori yang benar dengan penangan yang benar, Saintis B
menyiratkan sebuah pandangan bahwa penanganan yang benar adalah penanganan
dengan perspektif geologi; bukan dengan perspektif yang lain. Selain itu, dengan
memberi penekanan atas keterlibatannya dalam tim investigasi IAGI, kemudian
Saintis B merujuk data-data yang diperolehnya, ini menyiratkan bahwa data-data
yang dikemukakan adalah data-data dari perspektif geologi, karenanya data-data
21 Dr. AG, proponen mud volcano karena gempa Yogyakarta, dosen geologi 22 Transkrip presentasi Dr. AG pada seminar “Mencari Solusi Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspektif Teknik, Sosial dan Ekonomi” (Seraton Hotel Surabaya, 28/02/08) 23 Dr. AG, Media Center Lusi, Edisi V, November 2006. Penulis mendapati bahwa dalam beretorika, selain mengerahkan disiplin keilmuannya, para saintis juga mengerahkan beragam jabatan strukturalnya, institusinya, serta pengalaman‐pengalaman risetnya. Ini utamanya ditampilkan pada bagian awal slide
75
tersebut mengandung kebenaran (atau data yang benar). Perujukan pada lembaga
IAGI sendiri dapat dipahami sebagai upaya saintis membangun legitimasi24.
Kelompok saintis ini25 meyakini bahwa semburan lumpur panas di Sidoarjo, yang
mereka namakan sebagai Lumpur Sidoarjo (Lusi), Lumpur Siring atau Lumpur
Porong, sebagai fenomena mud volcano yang dipicu oleh gempa Yogyakarta
tanggal 27 Mei 2006 karena merujuk adanya kelurusan beberapa mud volcano
yang sebelumnya sudah ada di Jawa Timur (di Karang Anyar, Pulungan, Gunung
Anyar, Bujel Tasik) dengan semburan lumpur panas ini dan sesar Watu Kosek,
yang diyakini ter-reaktivasi goncangan gempa tersebut. Kelurusan tersebut
dimaknai bahwa semburan berada dalam satu sesar regional, dan semburan
sampai ke permukaan karena adanya tekanan hidrostatik serta adanya sesar-sesar
kecil yang memotong sesar regional tersebut yang berfungsi sebagai vent.
LUSI and faulting
Gambar IV.9 Lusi dan Sesar (Mazzini, 2007)
Sebagaimana statement saintis proponen mud volcano karena gempa berikut.
“…Sesar regional di wilayah ini adalah strike‐slip berarah BD‐TL yang memotong sampai ujung barat Madura dan ke selatan sampai ke Pegunungan selatan…Yang tengah terjadi di Banjarpanji adalah ekstrusi liquefied clay yang berasal dari Upper Kalibeng clay di kedalalaman 4000‐6000 ft yang terlikuifikasi akibat clay tersebut mengalami sediment failures, kehilangan shear strength‐nya, kehilangan bearing capacity‐nya. Semburan terjadi karena liquefied clay ini punya tekanan hidrostatik dan
24 Tapi legitimasi ini (ANT mengistilahkannya sebagai kompetensi) pada prakteknya tidak dibangun atas dasar adanya potensi power dari IAGI, power hadir sebagai in actu bukan potencea. Pada Saintis A, perujukan dilakukan pada Departemen ESDM. 25 Dr. AG, Prof. AM, Ir. ES, Dr. AR, Ir. BI, DS, Dr. AK, Dr. DK, Dr. FA, Dr. E, AB, Dr. DW, prof. HK, DH, WT, LH, AH, SH, HP, BH, Prof. AS
76
pore pressure, lapisan liquefied clay ini terpotong‐potong sesar‐sesar kecil (fissures) yang sampai ke permukaan. Sesar‐sesar ini adalah vents, sekali menemukan vents maka akan terjadi release pressure agar terjadi equilibrium. Suatu liquefaction akan mengalami tiga macam failures : lateral spreads, flow failures, loss of bearing strength. Ini semua telah terjadi di Banjarpanji…Semua kasus liquefaction yang pernah dilaporkan terjadi dan pernah ditulis di paper‐paper atau textbook adalah karena adanya sudden cyclic shocks/sudden cyclic loads. Gempa adalah penyebab utama. Penyebab lain bisa storm waves, rock slides, influx ground water yang tiba‐tiba… saya percaya gempa Yogya mereaktivasi sesar‐sesar di atas Prupuh di sekuen Mio‐Pliosen sampai Plistosen…di Yogyakarta, dilaporkan juga di rekahan‐rekahan baru yang merentang di jalan‐jalan raya dan wilayah perumahan penduduk, terjadi ekstrusi lumpur. Liquefaction adalah
gejala biasa suatu gempa…,”26
Beberapa hal yang dapat dicatat dari statement saintis ini adalah:
1. Saintis ini meng-introduce suatu sesar yang dijelaskannya strike-slip
berarah BD-TL (Barat Daya-Timur Laut) yang memotong sampai ujung
barat Madura dan ke selatan sampai ke pegunungan selatan. Saat meng-
introduce sesar ini, saintis membuat suatu garis imajiner pada foto
penampakan muka bumi sekitar Sidoarjo. Yang dilakukan saintis ini
terhadap alam adalah menambahkan suatu realitas baru berupa garis.
2. Kemudian atas semburan lumpur, saintis ini memberi istilah ekstrusi
liquefied clay, yakni dari Upper Kalibeng di kedalaman 4.000-6.000 kaki.
3. Kemudian menurutnya clay terlikuifikasi karena sediment failures,
kehilangan shear strength, kehilangan bearing capacity,
4. Liquefied clay punya tekanan hidrostatik dan pore pressure
5. Lapisan liquefied clay terpotong sesar-sesar kecil sampai ke permukaan, di
mana sesar ini sebagai vent. Poin kedua sampai kelima ini memperlihatkan
bahwa saintis beraksi sebagai ‘juru bicara’ alam,
6. Selanjutnya, menurut saintis ini, dengan merujuk pada paper dan textbook
liquefaction terjadi karena sudden cyclic shock, di mana gempa sebagai
penyebab utama. Ini menunjukkan bahwa saintis juga merujuk suatu
literatur dalam aksinya.
7. Saintis kemudian merujuk rekahan-rekahan baru di Yogyakarta yang
terjadi ekstrusi lumpur. Dengan demikian, selain merujuk pada literatur,
dalam aksinya saintis ini juga merujuk pada suatu fenomena pada tempat
26 Tulisan AH dimuat di situs www.WordPress.com
77
lain. Selain itu, aksi ini juga menyiratkan bahwa realitas di Yogyakarta,
oleh saintis ini, coba dihadirkan sebagai realitas di Sidoarjo,
8. Dan menurutnya liquefaction sebagai gejala biasa suatu gempa. Ini
bermakna bahwa liquefaction selalu terjadi karena gempa.
Distribution of Mud Volcanoes Distribution ofMud Volcano in East Java
Sangiran
Purwodadi Tuban Bangkalan
G.AnyarK.Anyar
Porong
Probolinggo
S U
Seismic Sectionof Sidoarjo Shale Diapir
ACTIVE MUD VOLCANO (PURWODADI)
BANGKALAN
KALANG ANYAR (<1936)SANGIRAN
Kontrol dari distribusi seeps/flowage di Jawa Tengah dan Jawa Timur oleh setting geologi/geodinamik/sedimentasi
PORONG (29 Mei 2006),
Indonesia: Geological Setting
Source: geosci.usyd
50 km
Volcanic arc
Backarc basin
• Convergence of plate boundaries and the subduction of the oceanic plate
• Northern part of Java: backarc basin
- extensional regime - high sed. Rate - organic-rich sed. - production of HC
• ideal setting for MV
Source: Wikipedia
Geological setting and Tectonic activity•Anticlines and faults are preferential settings for MVs
•Tectonic events make hazardous setting unstable
•Generate or reactivate fractures and faults
•Fluidize sediments
•Cause pressure release
•Cause high amount of overpressured fluids release
•Enhance volcanic activities
Therefore are considered as triggering mechanisms
Gambar IV.10 Kondisi Geologi Regional Lusi (Mazzini, Sukarna, 2007)
Kemudian, dengan memperhatikan sebaran mud volcano di Indonesia, khususnya
di Jawa Timur serta kondisi geologi regional Jawa Timur (Gambar IV.10),
kelompok saintis ini berkesimpulan bahwa mud volcano yang terjadi di Sidoarjo
saat ini secara alami dibentuk oleh mekanisme alam. Adanya sebaran mud
volcano tersebut mengindikasikan bahwa di daerah-daerah tertentu memang
berpotensi terjadi mud volcano. Ini dibuktikan kelompok saintis ini dengan
merujuk pada data seismic di kawasan Sidoarjo yang menunjukkan adanya
diapiric shale (lapisan lempung yang overpressure). Dan diapiric shale ini,
78
menurut kelompok ini terbentuk karena kondisi setting geologi. Setting geologi
sendiri dibentuk oleh gerak tektonik. Jadi, bagi kelompok saintis ini, kondisi-
kondisi geologi merupakan produk dari gerak tektonik.
Kemudian, dengan merujuk data record gempa Yogyakarta (baik yang terekam
oleh BMG Yogyakarta, BMG Tretes, BMG Malang dan USGS), serta merujuk
pada adanya rekahan (crack) di lokasi Sumur Banjarpanji-1 (Gambar IV.11),
kelompok saintis ini meyakini bahwa gempa telah mereaktivasi patahan/sesar dan
memicu semburan.
Seismicity
• 27-05 earthquake• Earthquakes recorded
within 300km radius from LUSI site
• Filtered earthquakes M>3.5
• 27-05 to 31-12: 41 earthquakes
Source USGS
LUSI prograding cracks
Rekaman Data Seismik Gempa Yogya Crack di Lokasi Pemboran
Gambar IV.11 Data Seismik Gempa Yogyakarta dan Rekahan Tanah di Lokasi Pemboran (Mazzini, 2007)
Bukti bahwa sesar regional tereaktivasi juga ditunjukkan oleh kelompok saintis ini
dengan merujuk pergerakan rel kereta api pada 27 September 2006 dan 15
Oktober 2006 (Gambar IV.12).
LUSI railroad movements
Gambar IV.12 Pergerakan Rel Kereta Api (Mazzini, 2007)
79
“Bumi itu tak pernah berhenti bergerak. Setiap hari selalu ada gempa…gerakan tektonik dapat membentuk lipatan‐lipatan. Saat lipatan itu tak bisa bergerak lagi, maka akan terjadi patahan. Jenis gerakan inilah yang terjadi di Porong…bengkoknya rel
membuktikan masih aktifnya gerak tektonik. Ada patahan bergeser.”27
Mud volcano yang dipicu patahan yang tereaktivasi gempa Yogyakarta kemudian
digambarkan oleh Saintis B sebagaimana tampak pada Gambar IV.13.
Overpressure
t
Mild surface upwelling
MODEL MUD EXTRUSION
Paleo-Mud volcano
? ?
Diapirism Doming
Earth-quake
t
BP-1PORONG-1
Td 9227 F
Gambar IV.13 Model Mud Extrusion (Guntoro, 2008)
Gambar IV.14 Aliansi Strategis dalam Konstruksi Fakta Mud Volcano karena Gempa Yogyakarta
Jika dalam mengkonstruksi fakta UGBO Saintis A melakukan perubahan aliansi,
kelompok fakta mud volcano dipicu gempa justru lebih pada konsolidasi/
penguatan dan pengembangan aliansi internalnya. Ini terlihat dari berelasinya
aktor-aktor baru dalam aliansi strategis yang sebelumnya hanya ada Lapindo dan
27 Dr. Ir. YSD, Media Center Lusi, Edisi V, November 2006
Saintis B
BPPT
LIPI
Saintis B’
LapindoIAGI
Aspermigas
MaterialArtefak teknis
TP2LS‐DPR
Media Center Lusi
Literatur
80
IAGI. Aktor-aktor baru tersebut adalah BPPT, LIPI, dan Aspermigas. Bahkan tim
P2LS-DPR sebagai lembaga politik praktis kemudian turut beraliansi membentuk
kelompok besar aliansi strategis. Perlu diingat bahwa aliansi-aliansi strategis ini
bersifat internal dalam jaringan aktor semburan lumpur yang lebih luas. Jadi,
aliansi-aliansi ini bukan jaringan baru dalam jaringan aktor semburan lumpur
tersebut.
IV.1.2.2 Mud Volcano yang Dipicu Aktivitas Pemboran Sumur Banjarpanji-1
Beberapa saintis28 mempercayai bahwa semburan lumpur panas29 ini merupakan
fenomena mud volcano yang dipicu kegiatan drilling karena merujuk pada daily
drilling report dan juga merujuk pada sebaran fenomena mud volcano di Jawa
Timur (kondisi geologi regional). Sebut saja saintis ini sebagai Saintis C30, yang
dengan memperhatikan dua hal tersebut, kemudian menggolongkan semburan
lumpur panas ini sebagai hot mud-spring atau mud-geyser.
Seperti yang dilakukan Saintis A dan Saintis B sebelumnya, Saintis C juga
menyoroti data dan hipotesa31, sebagaimana statement Saintis C berikut:
“…banyak orang mengemukakan pendapat, tapi yang harus dipersoalkan itu apa mereka punya data atau tidak?...Orang boleh saja berpendapat, tapi kalau tidak ada dasar datanya, gimana ya..? Kita bisa katakan itu hipotesa barang kali?...ya..paling‐paling bisa disebut hipotesa. …data sendiri itu apa? Data itu ada yang bisa kita amati sendiri, ada juga data berdasarkan pengamatan orang lain (kesaksian). Kalau kesaksian itu akan ditulis dalam laporan...bisa juga orang berdasarkan pengamatan sepintas; ke sana melihat; bisa dilihatnya seketika;, mungkin ada orang melihatnya beberapa kali ke sana. Sehingga bisa disimpulkan urutan‐urutan kejadian yang disebut narasi. Kemudian bisa juga mengamati gejala di permukaan, tidak pernah melihat data di bawah permukaannya; merujuk kepada pekerjaan orang‐orang lain mempunyai kesimpulan dari gejala yang sama dengan asumsi. Harus dipertanyakan apakah asumsi itu benar? “…kita lihat fakta‐fakta. Faktanya:
1. pada tanggal 27 Mei 2006 pagi ada gempa (di Yogyakarta:pen) 2. faktanya dari kesaksian BMG dengan pengukuran peralatan skala richternya
adalah 6,3 3. terjadi semburan lumpur dengan jarak sekitar 270 km dari Yogya 4. di dekat semburan ada pengeboran Lapindo
28 Prof. RPK, Dr. AW, Prof. RD 29 Kelompok saintis ini menyebutnya “Lumpur Sidoarjo:LUSI” atau “Lumpur Lapindo:LULA” 30 Prof. RPK, Saintis (geolog senior) ITB 31 Dalam proses konstruksi fakta saintifik, klaim‐klaim atas fakta adalah bagian dari aksi retorik saintis. Dalam beberapa kesempatan, penulis mendapati bahwa aksi ini dilakukan pada awal aksi
81
5. diakui ada permasalahan‐permasalahan pemboran di BP‐1 (Banjarpanji‐1:pen) 6. data kondisi geologi berdasarkan kajian sebelumnya, seperti data Sumur
Porong‐1 ( sekitar 5 km dari Banjarpanji‐1:pen) 7. data drilling journal (daily drilling report)
8. data geologi permukaan32
Dari statement ini, Saintis C meng-introduce definisi hipotesa sebagai statement
yang tanpa dasar data. Data sendiri dalam definisi Saintis C adalah sesuatu yang
diamati, baik oleh diri sendiri maupun orang lain (diistilahkan sebagai kesaksian).
Dalam terminologi Saintis C, nampak bahwa jika data-data yang ada tidak
semuanya dirujuk (dirujuk sebagian), maka Saintis C memberi istilah orang
tersebut ber-asumsi (seseorang yang merujuk kesimpulan orang lain karena gejala
yang diamati orang lain tersebut sama dengan gejala yang diamatinya). Atas
praktek asumsi ini, Saintis C melihatnya secara kritis (mempertanyakan kebenaran
dari asumsi).
Jika dibandingkan dengan definisi hipotesa yang diberikan Saintis A, definisi
hipotesa Saintis C ini lebih longgar. Karena hipotesa dalam definisi Saintis A
adalah semua statement yang tidak didasarkan pada data daily drilling report.
Sedangkan definisi yang diberikan Saintis C, hipotesa adalah statement yang tidak
didasarkan pada data, tapi data itu sendiri beragam (tidak hanya mengacu pada
daily drilling report), bahkan Saintis C juga mengakomodasi statement atas dasar
asumsi; meski secara kritis melihat asumsi tersebut.
Dari statement ini, Saintis C juga menyandingkan kata fakta dengan data. Artinya,
bagi Saintis C fakta-fakta yang teramati itu adalah data. Dan untuk itu Saintis C
meng-introduce (delapan) fakta-fakta sebagai data. Fakta-fakta yang disebutkan
Saintis C ini sendiri beragam, dalam artian mencakup apa-apa yang terjadi di
Sumur Banjarpanji-1 (daily drilling report) dan fakta-fakta regional; permukaan
dan bawah permukaan (data geologi Sumur Porong-1). Jika dibandingkan dengan
data yang dirujuk Saintis A sebagai proponen UGBO (lokal atau spesifik Sumur
Banjarpanji-1/daily drilling report) maupun Saintis B sebagai proponen mud
32 Wawancara dengan Prof. RPK (14/02/08;10.00‐)
82
volcano karena gempa (merujuk geologi regional), data yang dirujuk Saintis C
merupakan kombinasi kedua data tersebut (lokal dan regional).
Semburan lumpur panas ini kemudian diyakini Saintis C sebagai fenomena mud
volcano dengan penjelasan sebagai berikut.
“…Dalam ilmu geologi, mud volcano itu sangat jarang sekali dibahas. Tidak ada buku, teks book, yang membahas secara khusus... Ahli‐ahlinya sangat jarang sekali…Di pulau Key itu dihebohkan ada pulau yang muncul ke permukaan laut, saya datangi, memang lumpur hitam dengan berbagai bongkah muncul ke permukaan laut, tapi tidak sejenis Lusi…ini menyemburkan air, panas, ada uap. Di situ lumpurnya saja keluar membentuk pulau, lama‐lama pulaunya juga kena air itu hilang. Ini sebenarnya gunung api lumpur jenis yang disebabkan…mud extrusion, atau shale extrusion atau mud diapir... …Tetapi saya dalam buku saya … membahas di situ bahwa gunung api lumpur itu ada macam‐macam…Paling tidak ada dua jenis… Jenis pertama adalah karena disebabkan kebocoran… suatu lapisan yang mengandung air atau gas, bahkan minyak. Itu bocor ke permukaan. Kalau bocor maka lapisan air, minyak bertekanan tinggi…keluar menyembur, dan sepanjang jalan, karena merupakan rekahan mereka itu membawa dari samping lapisan batuan bahan‐bahan dari dinding dari sampingnya itu keluar. Jadi waktu ia keluar itu sudah bercampur dengan bahan‐bahan padat atau solit, maka itu disebut lumpur…Yang berbentuk kerucut ini yang disebut gunung api lumpur. Kalau dia itu lebih banyak airnya yang keluar dari pada zat padatnya, maka lereng…gunung lumpur itu sangat landai...jenis ini, disebabkan kebocoran reservoar secara alami, itu biasanya berada di kedalaman dangkal, kurang dari 1.000 meter. Tetapi di dalam kasus lapindo brantas itu, kelihatannya itu bukan dari lapisan dangkal, tapi dari lapisan dalam…Karena…banyak sekali…keluar uap. Artinya uap itu berasal dari air yang mendidih… …Sedangkan kurang dari 6.000 kaki maka temperaturnya juga sangat kurang dari…100 derajat…laporan ilmiah geologi di mana pun di dunia bahwa temperature dari kerak bumi atau lapisan itu makin ke bawah makin tinggi, yang disebut geothermal gradient. Tidak semua daerah mempunyai geothermal gradient sama…nah,…kita mengetahui, daerah di mana terjadi sirkulasi yang hilang itu, pada kedalaman pemboran itu temperaturnya sekitar 156 derajat. Jadi jelas kalau air itu datang dari sana dia akan mendidih keluarnya, karena pada waktu 156 itu pada tekanan yang begitu tinggi sekitar 7.000 psi, titik didih itu belum tercapai. Tetapi begitu lepas, maka menguaplah air menjadi uap. Maka…itu lebih saya sebutkan sebagai jenis mata air panas seperti di Ciater, tapi membawa lumpur…hot mud‐spring; …jenis mud volcano, tapi jenis
yang…permukaannnya paling landai.33
Saat menjelaskan mud volcano, nuansa retorik Saintis C tertangkap pada saat
Saintis C menjelaskan bahwa mud volcano jarang sekali dibahas oleh ilmu
geologi, kemudian tidak adanya textbook khusus membahas hal ini, serta jarang
sekali ahli-ahlinya, sementara pada kalimat berikutnya Saintis C justru
mengatakan bahwa dalam buku yang ditulisnya dijelaskan ada dua jenis mud
33 ibid; mud volcano juga disebutnya sebagai gunung api lumpur
83
volcano. Dengan kata lain, kalimat ini dimaksudkan bahwa di antara ahli-ahli
yang jarang tersebut, Saintis C adalah salah satunya. Jadi, seperti apa yang
dilakukan Saintis A dan Saintis B, membangun legitimasi statement juga
dilakukan Saintis C dalam konstruksi fakta saintifik yang diusungnya. Kalau
Saintis A dan Saintis B merujuk pada jabatan strukturalnya (tim investigasi
ESDM, dan IAGI) dalam aksinya, Saintis C lebih pada menunjukkan
kepakarannya dengan buku yang ditulis, di mana jarang sekali ada buku yang
mengkaji mud volcano secara khusus.
Selain itu, dari statement ini, nampak bahwa analisa yang dilakukan Saintis C
dalam mengkonstruksi fakta mud volcano mengkombinasikan data-data yang ada
pada daily drilling report maupun merujuk pada pengamatan yang Saintis C temui
di Kepulauan Key dan Ciater. Kemudian dalam pembacaan data daily drilling
report sendiri, Saintis C juga menggunakan rujukan teori gradient geothermal.
Artinya, Saintis C mengkombinasikan drilling dan geology perspective.
Dari statement ini, Saintis C juga meng-introduce jenis-jenis mud volcano, di
mana definisi mud volcano diberikan pada penampakan permukaan dari lumpur
yang menyembur, bukan atas suatu penampakan bawah permukaan. Atas suatu
lapisan lempung bawah permukaan Saintis C memberi istilah mud diapir. Dengan
kata lain, atas apa yang ada di bawah permukaan (subsurface) dan atas apa yang
ada di permukaan (surface), Saintis C tidak mengkorelasikannya secara langsung.
Artinya, munculnya sesuatu di bawah permukaan ke permukaan itu bagi Saintis C
harus dikaji lagi mekanismenya. Sebagaimana statement Saintis C berikut.
…Orang…selalu mengatakan di sana mud diapir, itu bukan! Airnya saja 70%, mengalir menyebabkan banjir, airnya panas…itu suatu kesalahan…karena mud volcano itu suatu gejala geologi alam yang jarang orang pelajari, hanya baca‐baca, denger‐denger. Ach itu semua mud volcano…adalah disebabkan shale diapir, ben (hanya:pen) itu saja, tidak melihat data lainnya. Kemudian tidak melihat juga bahwa jenisnya juga lain…banyak yang…mengemukakan demikian. Tapi…kalau ditanya mempelajari data pemboran
tidak? Saya sangsi apa dia mempelajarinya?! 34
34 Wawancara dengan Prof. RPK (14/02/08)
84
Pengertian ini berbeda dengan pengertian mud volcano yang bersirkular pada
kelompok Saintis B, di mana gejala permukaan dan bawah permukaan terkait
secara langsung, sehingga mekanisme terjadinya mud volcano lebih alami. Ini
dapat dilihat ketika kelompok Saintis B mengusung penampakan shale diapiric
hasil run seismic ketika menjelaskan mekanisme semburan lumpur.
Terjadinya mud volcano ini sendiri oleh Saintis C kemudian diyakini karena
hydrofracturing yang dipicu oleh aktivitas pemboran di Sumur Banjarpanji-1.
Sebagaimana statement-nya berikut:
“…Kita lihat, BP‐1 itu sudah masuk ke dalam suatu reservoir…bertekanan tinggi, ada lost dan kick. Itu biasa terjadi di formasi Kujung…Di Porong (Sumur Porong yang juga di operatori Lapindo:pen) juga kejadian itu. Hanya saja di Porong itu antisipasi sudah sesuai sehingga casing sudah dipasang… Nah, bahwasanya di situ ada lapisan bertekanan tinggi, yang sering menghasilkan shale extrusion, itu betul! Betul sekali! Itu…diketahui…pada kedalaman antara 4000 sampai 6000 kaki. Itu ada! Kelihatan!..Apakah airnya juga dari overpressure shale itu? Gak bisa begitu! …ini dari pak Bambang Istadi. Saya bukan ngarang‐ngarang. Dari Lapindo juga…(lihat slide source of mud:pen) Jadi airnya mungkin dari formasi Kujung di bawah, naik ke atas membawa lempung yang…dikasih warna coklat…, yang dikasih warna kuning…Itu air …yang membawa ke atas, mengerosi lempung‐lempung yang ada di atasnya, dan itu terbukti semua, itu diakui sendiri…dikatakan pak Bambang Istadi bukan oleh saya!...Dengan demikian sebetulnya…yang terjadi adalah kebocoran reservoar. Air membawah lumpur nyembur ke atas kemudian karena hydrofract dia memecahkan lapisan‐lapisan yang ada di atasnya dan keluarlah apa yang disebut mud vulcano ini. …rekan‐rekan geologi kita…jarang yang mengetahui, mengkaji teori hydrofracturing, bahwa air bertekanan tinggi dari suatu reservoar, jika dia bocor ke permukaan, itu bisa meretakkan batuan. …dikalangan teknik pemboran itu biasa dilakukan; bahwa orang
memasukkan air dengan memompa ini bisa meretakkan batuan.35
Dengan mengkombinasikan data daily drilling report dan kondisi geologi
regional, bagi Saintis C semburan lumpur bukan karena adanya overpressure
shale dan pengaruh gempa. Dengan menggunakan geothermal gradient (merujuk
data saintis lain, Bambang Istadi), Saintis C lebih melihat bahwa semburan terkait
pemboran, karena kejadiannya menurutnya sama dengan yang pernah dialami di
Sumur Porong-1 (juga milik Lapindo) ketika penetrasi formasi Kujung.
Selanjutnya dengan merujuk pada teori hydrofraction, Saintis C lebih
35 Transkrip presentasi Prof. RPK pada seminar “Mencari Solusi Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspektif Teknik, Sosial dan Ekonomi”
85
mempercayai air dari formasi Kujung itulah yang menyebabkan formasi batuan
pada lubang sumur yang tidak ber-casing pecah.
Gambar IV.15 Sumber Lumpur (Koesumadinata, 2008)
Gambar IV.16 Formula Matematis Hydrofraction (Koesumadinata, 2008)
Meski sama-sama merujuk daily drilling report, apa yang digagas Saintis C ini
berbeda dengan apa yang diajukan Saintis A dalam menjelaskan mekanisme
semburan lumpur. Karena Saintis A dengan metode MASP mempercayai
semburan terjadi karena saat proses killing terjadinya kick melebihi MASP,
86
sehingga meretakkan batuan formasi di lubang sumur yang tidak ber-casing,
khususnya di bagian bawah casing shoe; sebagai titik terlemah.
Sementara itu, jika pada kelompok UGBO terjadi pergeseran aliansi-aliansi, pada
kelompok mud volcano karena gempa terjadi penguatan dan pengembangan
aliansi-aliansi, aliansi-aliansi strategis yang dibangun Saintis C relatif terbatas,
tetapi unik. Terbatas, karena Saintis C tidak seaktif dua kelompok tersebut dalam
membangun aliansi. Unik, karena dalam beberapa kesempatan kelompok yang
tergabung dalam aliansi fakta UGBO justru menjalin aliansi dengan Saintis C—
seperti saat Walhi mengajukan Saintis C sebagai saksi ahli dipersidangan
(menyangkut apa penyebab semburan). Jadi, terkait fakta mud volcano (persoalan
‘apa’), aliansi-aliansi yang dikembangkan Saintis C relatif terbatas, tetapi
menyangkut semburan lumpur dikarenakan drilling (‘apa penyebabnya’), dengan
beraliansinya kelompok fakta UGBO, aliansi-aliansi Saintis C berkembang
(perhatikan Gambar IV.23).
IV.1.3 Konstruksi Fakta Geothermal
Untuk konstruksi fakta geothermal, penulis tidak bisa banyak mendeskripsikannya
mengingat aksi-aksi kelompok saintis ini tidak seperti aksi-aksi kelompok saintis
lainnya yang aktif. Kelompok saintis ini mengusung fakta geothermal didasarkan
pada pengamatan semburan yang berfluktuasi kadangkadang besar, kecil dan
tidak jarang mati sementara, mirip dengan ”Gayser” pada lapangan panas bumi.
Hal ini diperkuat oleh adanya panas yang menjadi sumber dan adanya reservoar
yang mengandung air. Diperkirakan reservoar ini terkoneksi dengan daerah di
permukaan yang merupakan daerah imbuhan (recharge) dari air permukaan
sehingga air selalu tersuplai secara menerus ke dalam reservoar yang terpanaskan.
Secara geologi, di selatan dari sumur Banjarpanji-1 ini merupakan daerah
komplek vulkanik (Gunung Penanggungan, Welirang, Arjuno), yang diperkirakan
merupakan sumber magma aktif (utamanya Gunung Welirang). Diperkirakan
komplek vulkanik ini merupakan daerah imbuhan yang menjadi suplai dari air
permukaan (Gambar IV.17).
87
Gambar IV.17 Mekanisme Geothermal (Rovicky, 2007)
Argumentasi Saintis D36 atas adanya pengaruh komplek vulcanik juga merujuk
pada sebaran hot spring di sekitar komplek vulcanik tersebut (Gambar IV.18).
Observation point
Spring
Hot Spring
Bubble
Outcrop
Ancient Mud Volcano
LUSI
Sampling locationCS-1
CS-2
CS-3
CS-4
CS-5
CS-6
HS-1
HS-2
HS-3
HS-4
O-1
O-2
MV-1
MV-2
MV-3
Welirang Mt.
Penanggungan Mt.
LUSI
Geologic maps:Santosa, Suwarti (1992)Sukardi (1992)
Gambar IV.18 Komplek Vulcanik dan Posisi Lusi (Hutasoit, 2007)
Selain itu, salah satu fenomena yang dirujuk oleh kelompok saintis ini dalam
konstruksi fakta geothermal adalah bahwa kondisi geologi di sekitar semburan
lumpur panas di Sidoarjo menyerupai kondisi geologi sistem panas bumi Cisolok,
Cisukarame dan Salak yang searah garis dengan Gunung Halimun; semburan
lumpur panas di Sidoarjo searah garis dengan Gunung Penanggungan (komplek
vulkanik sebelah selatan), sesar Watu Kosek, sebaran mud volcano di sekitar
semburan (di Gunung Anyar, Kalang Anyar, Pulungan, Bujel Tasek).
36 Dr. LH, geologis
88
Gambar IV.19 Sistem Panas Bumi Cisolok, Cisukarame dan Salak
(Guntoro, 2008)
Berbeda dengan aliansi-aliansi yang dikembangkan saintis lainnya, Saintis D lebih
membangun aliansi dengan kelompok Saintis B, sehingga terkesan kelompok
Saintis D ini ada dalam bagian kelompok Saintis B (perhatikan Gambar IV.23).
Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa fakta saintifik dikonstruksi oleh
para saintis, selain dengan aksi retorik juga dengan mengembangkan aliansi-
aliansi strategis. Aksi retorik di sini merujuk pada definisi pada buku Science in
Action yang ditulis Latour, yakni “rhetoric is the name of the discipline that has,
for millennia, studied how people are made to believe and behave and taught
people how to persuade others” (Latour, 1987). Dalam aksi retorika tersebut
saintis melakukan perujukan pada literatur, hasil kajian saintis lain, penggunaan
formula matematis, menghadirkan realitas alam dalam realitas gambar atau angka-
angka, penggunaan jabatan struktural sebagai legitimasi kepakaran, dan aksi
dekonstruksi statement saintis lain. Situasi ini juga telah dijelaskan Latour (1987)
bahwa people start using texts, files, documents, articles to force others to
transform what was at first an opinion into a fact.
Dalam kasus ini, aksi-aksi dari masing-masing kelompok saintis berkarakter
translasi, yakni aksi satu kelompok saintis diterjemahkan oleh kelompok lainnya
dalam satu konfigurasi jaringan aktor heterogen (Gambar IV.23). Ini tampak dari
statement-statement para saintis pada seminar tandingan yang diadakan. Bisa jadi,
89
karena berada dalam satu jaringan aktor dengan aktor-aktor yang beragam inilah
yang menyebabkan semakin sulitnya membuat satu fakta final di kalangan saintis.
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Beberapa Perbedaan Mendasar
Berdasarkan pengkajian sebelumnya, perbedaan-perbedaan mendasar yang ada
pada kelompok saintis dapat diidentifikasi dalam: penggunaan istilah, pemberian
definisi fakta dan hipotesa, objek yang diteliti (cara pandang), pendekatan dan
metoda yang digunakan saintis, aliansi-aliansi yang dibangun saintis ketika
mengkonstruksi fakta saintifik, fakta saintifik yang disematkan untuk peristiwa
semburan lumpur, dan mekanisme dari terjadinya semburan lumpur. Perbedaan-
perbedaan ini secara lengkap dapat disimak pada Tabel IV.1.
90
Tabel IV.1 Perbedaan-perbedaan di antara Kelompok Saintis
No Uraian Saintis A Saintis B Saintis C Saintis D 1 Penggunaan
istilah Lula (Lumpur Lapindo), Lumpur Panas Lapindo, Lumpur Panas Asin
Lusi (Lumpur Sidoarjo), Lumpur Siring,
Lusi (Lumpur Sidoarjo), Lula (Lumpur Lapindo)
Lusi (Lumpur Lapindo)
2 Pemberian definisi fakta dan hipotesa
Daily drilling report sebagai acuan tunggal bagi fakta, di luar itu berarti hipotesa
Kondisi regional sebagai acuan dominan fakta
Mengacu pada daily drilling report dan kondisi regional, serta mengakomodasi asumsi
Kondisi regional sebagai acuan
3 Objek yang diteliti (cara pandang)
Terpusat/spesifik pada Sumur Banjarpanji-1 (daily drilling report dan uji laboratorium sumber air dan lumpur)
Dominan memperhatikan kondisi geologi regional dan kejadian geologi masa lalu (sejarah mud volcano di Sidoarjo)
Kombinasi; memperhatikan kondisi di Sumur Banjarpanji-1 (daily drilling report dan uji laboratorium sumber air dan lumpur) dan kondisi geologi regional
Dominan memperhatikan kondisi geologi regional (komplek vulkanik di sebelah selatan Lusi, dan fenomena mata air panas di sekitarnya)
4 Pendekatan (approach)
Drilling approach (kronologi pemboran/daily drilling report)
Geology approach Drilling and geology approach Hydrogeology and geothermal approach
5 Metode MASP, KTF, tekanan hidrostatis, geoyhermal gradient (formula matematis), uji laboratorium asal air dan lumpur
Perujukan atas fakta-fakta permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface ); sesar Watu Kosek, diapiric shale/overpressure shale, sebaran mud volcano di sekitar Lusi, geology setting, run seismic, rambatan energi dan gelombang gempa; sejarah mud volcano di Sidoarjo
Hydrofraction, geothermal gradient, geology setting, diapiric shale/ overpressure shale, tekanan hidrostatis, uji laboratorium sumber air dan lumpur
Perujukan atas fakta-fakta regional permukaan (komplek vulcanik; Gunung Penanggungan, Welirang dan Arjuno), dan adanya sumber mata air panas di sekitarnya.
6 Aliansi-aliansi
Warga korban, LSM, tokoh masyarakat, (Gempur Lapindo)
IAGI, BPPT, LIPI, Aspermigas, Lapindo, TP2LS
Dengan kelompok UGBO secara temporer
Dalam jaringan kelompok MV karena gempa
7 Fakta saintifik
UGBO di Sumur Banjarpanji-1 MV krn Gempa MV krn Drilling Geothermal
8 Mekanisme semburan
Proses killing atas terjadinya kick yang menyebabkan terjadi rekah batuan formasi yang tidak dipasang casing (titik lemah formasi pada casing shoe)
Liquefaction karena gempa mereaktivasi sesar regional (Watu Kosek) serta adanya overpressure shale/mud diapiric
Hidrofacturing karena pemboran penetrasi formasi Kujung sementara terdapat lubang sumur tak ber-casing
Karena gempa mereaktivasi sesar regional (Watu Kosek) yang berhubungan dengan outcrop komplek vulcanik di sebelah selatan semburan
Sumber: data penelitian
91
IV.2.2 Perbedaan Sistem Kerja Saintifik
Mengacu perbedaan-perbedaan sebagaimana dimuat pada Tabel IV.1, terlihat
bahwa ada perbedaan sistem kerja saintifik—menyangkut cara pandang,
pendekatan dan metode—pada masing-masing kelompok saintis. Pada aspek cara
pandang, misalnya, antara Saintis A dengan Saintis B dan Saintis C sangat
berbeda (perbedaan yang sangat mendasar bagi kerja saintifik berikutnya;
pendekatan dan metode), di mana Saintis A lebih pada melihat local (specific)
view; dalam artian apa-apa yang terjadi secara spesifik di Sumur Banjarpanji-1
(merujuk pada daily drilling report), sementara Saintis B dan Saintis D lebih pada
memperhatikan kondisi geologi regional di sekitar Lusi (regional view). Adapun
Saintis C menggunakan cara pandang kombinasi; local and regional view.
Pada aspek pendekatan juga berbeda, Saintis A menggunakan drilling approach,
Saintis B menggunakan geology approach, Saintis C menggunakan kombinasi
drilling and geology approach, sedangkan Saintis D menggunakan hydrogeology and
geothermal approach. Kemudian pada aspek metode, Saintis A menggunakan metode
MASP, KTF dan tekanan hidrostatis, Saintis B menggunakan perujukan atas fakta-fakta
geologi permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface), serta sejarah mud
volcano di Sidoarjo, Saintis C menggunakan metoda hydrofraction, geological setting,
geothermal gradient, dan overpressure shale, sementara Saintis D menggunakan metode
perujukan adanya komplek vulcanik.
IV.2.3 Pengaruh Politik Pihak-pihak di Luar Saintis
Adanya pengaruh politik dari pihak-pihak di luar saintis terhadap perbedaan
statement para saintis dapat ditangkap dari beberapa hal berikut. Pertama, dari
diselenggarakannya seminar-seminar oleh kelompok-kelompok saintis tersebut
yang didanai oleh pihak-pihak di luar saintis di mana pembicara yang hadir adalah
dari kelompoknya masing-masing37. Dalam artian bahwa penyelenggaraan
seminar itu lebih bernuansa seminar tandingan, bukan seminar atas pencarian
37 Di antaranya, seminar di Hotel Bumi Karsa diselenggarakan Walhi, ICEL, Jatam, YLBHI, dan Elsam; deklarasi Gerakan Menutup Lumpur (Gempur) Lapindo di Gd. Nusantara V DPR‐RI oleh Gempur Lapindo (aliansi LSM, tokoh masyarakat, saintis proponen UGBO, korban) untuk kelompok Saintis A. International Workshop di Auditorium BPPT, diselenggarakan IAGI, LIPI, BPPT dan seminar oleh Aspermigas untuk kelompok Saintis B dan Saintis D.
92
suatu kebenaran atau statement final38; yang lebih mengharuskan diakomodasinya
kelompok-kelompok saintis lain untuk terlibat saling memverifikasi statement-
nya.
Adanya kepentingan politik dalam seminar-seminar tersebut dapat sangat mudah
diketahui dari penggunaan istilah yang disematkan terhadap peristiwa semburan
lumpur. Seperti penggunaan istilah Lula (Lumpur Lapindo) atau Lumpur Panas
Lapindo untuk seminar kelompok Saintis A dan Saintis C, atau penggunaan istilah
Lusi (Lumpur Sidoarjo) untuk seminar kelompok Saintis B dan Saintis D39.
Kedua, dibentuknya divisi khusus yang menangani semua informasi terkait
semburan dalam tubuh Timnas PSLS, yang diberi nama Media Center Lusi, di
mana divisi ini juga mengelola bulletin ‘Media Center Lusi’ yang terbit setiap
minggu dengan pemberitaan yang mengakomodasi statement-statement kelompok
saintis tertentu saja (Saintis B)40. Pemberian nama dan susunan keanggotaan
dalam diri Timnas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dan Badan Penanggulangan
Lumpur Sidoarjo (BPLS) juga dapat diindikasikan adanya kepentingan politik
yang disematkan dalam penggunaan nama dan orang-orang (saintis-saintis)
tersebut.
Ketiga, dari aliansi-aliansi yang dibangun oleh masing-masing kelompok saintis
selama ini. Aliansi-aliansi yang dibangun kelompok Saintis A dan Saintis C
adalah dengan warga korban, beberapa LSM, dan tokoh masyarakat. Sementara
38 ANT memberi istilah praktek‐praktek semacam ini sebagai pengakhiran (punctualization) atau peng‐kotak hitam‐an. Dengan kata lain, kotak hitam mengandung jaringan‐aktor yang telah ‘tertutup’ (Yuliar, 2007). Kondisi ini menyebabkan semakin sulitnya masing‐masing kelompok untuk membuka diri bagi yang lain. 39 Nuansa adanya kepentingan politik pihak‐pihak di luar saintis juga dapat dilihat dari penggunaan istilah ini pada beberapa stasiun TV. Bahkan liputan atas kasus ini oleh beberapa stasiun TV tersebut terlihat sangat hati‐hati, dalam artian ada pemilihan materi tertentu untuk disajikan atau tidak, serta kelompok saintis mana yang diundang sebagai narasumber. Ini juga nampak dari sangat hati‐hatinya para pemandu acara dalam menyebutkan istilah yang digunakan. Adanya kepentingan politik pihak‐pihak di luar saintis meski tidak mempengaruhi sistem kerja saintifik juga terlihat dari tidak dimuatnya artikel yang membahas jurnal yang ditulis oleh Richard Davies tentang keterkaitan pemboran dengan semburan pada National Geographic edisi Indonesia; hanya dimuat pada edisi bahasa Inggris. 40 Tidak hanya menggunakan Media Center Lusi, pihak‐pihak di luar saintis juga mewadahi (memanfaatkan) statement kelompok saintis tertentu dalam sebuah iklan di sejumlah media masa.
93
aliansi yang dikembangkan kelompok Saintis B dan Saintis D adalah dengan
Lapindo, BPPT, Aspermigas, LIPI, IAGI dan TP2LS-DPR41.
Jelas bahwa kepentingan-kepentingan kelompok tersebutlah yang diusung. Tetapi
ini bukan berarti para saintis ini terkooptasi oleh kepentingan pihak-pihak di luar
dirinya, sehingga menyebabkan sistem kerja saintifik menjadi tidak ilmiah lagi.
Relasi saintis dengan pihak-pihak tersebut justru juga bagian dari aksi politik
saintis, yakni dalam membangun dan menguatkan statement saintifiknya.
IV.2.4 Implikasi bagi Konstruksi Fakta Hukum
Yang menarik dari kasus semburan lumpur ini adalah bahwa proses konstruksi
fakta saintifik dan fakta hukum tidaklah terpisahkan. Keduanya berjalan serempak
dan saling memberi implikasi. Artinya, dalam fakta hukum terkandung fakta
saintifik, demikian sebaliknya, dalam fakta saintifik terkandung fakta hukum.
Gambar IV.20 Relasi Aktor dalam Konstruksi Fakta Hukum (Perdata)
Dalam kasus ini, setidaknya terdapat dua gugatan hukum perdata, yaitu dari Walhi
dan YLBHI. Walhi menggugat beberapa pihak yang ditengarahi bertanggung
41 Penggunaan nama Tim Pemantau Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) ini juga mengindikasikan adanya kepentingan politik pihak‐pihak di luar saintis. Bahkan gagalnya interpelasi tentang semburan lumpur dan hasil kesimpulan TP2LS bahwa semburan lumpur sebagai fenomena alam, lebih jelas lagi menampakkan nuansa politik pihak‐pihak di luar saintis. Apalagi saat melakukan pemantauan, TP2LS lebih dominan mengundang saintis dari salah satu kelompok (Topik Minggu Ini, Liputan 6 SCTV; ).
Pengacara Penggugat
Pengacara Tergugat
Bukti2
Saintis/saksi ahli
Hakim
Penggugat/LSM
Tergugat
Berkas gugatan
94
jawab atas kerusakan lingkungan akibat semburan lumpur panas, sedangkan
YLBHI melakukan gugatan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (korban). Pihak
yang digugat oleh kedua institusi ini adalah pihak-pihak yang terkait kegiatan
pemboran Sumur Banjarpanji-1, mulai dari pelaksana pemboran (PT MCN)
sampai operator sumur (Lapindo dan holding-nya, Bakrie Group), dan juga
pemerintah (BP Migas dan Presiden).
Sedangkan gugatan pidana sampai sekarang masih dalam tahap pengajuan berkas
dakwaan (pembuatan P21) dari penyidik, Polda Jatim, ke Kejati Jatim. Molornya
proses peradilan pidana ini karena antara penyidik dan kejaksaan masih beda
pendapat tentang penyebab semburan. Penyidik, dari hasil pemeriksaan saksi ahli,
menyimpulkan ada dugaan kesalahan dalam praktek pemboran sedangkan pihak
kejaksaan menengarahi semburan lumpur karena gempa Yogyakarta. Pada situasi
semacam inilah penting artinya sebuah statement final dari para saintis. Dengan
demikian keterlibatan sains dan saintis itu sendiri tidak bisa dinafikan
Gambar IV.21 Relasi Aktor dalam Konstruksi Fakta Hukum (Pidana)
Meski perdebatan tentang penyebab semburan masih terus berlangsung di
kalangan saintis (juga sebagai saksi ahli), dalam kasus perdata, gugatan Walhi dan
YLBHI sudah “dikalahkan” hakim (tergugat memenangkan perkara). Artinya,
meski saksi ahli masih berbeda pendapat, tetapi sebagai pengambil keputusan
hukum, hakim telah menetapkan fakta hukum bahwa semburan lumpur bukan
Pengacara Terdakwa
Bukti2
Saintis/saksi ahli
Hakim
Jaksa
Penyidik/polisi
Terdakwa
Berkas dakwaan
95
terkait pemboran. Proses hukum semacam ini akan rentan dikemudian hari, karena
persoalan mendasarnya, yakni belum adanya statement final, belum diselesaikan.
Fakta hukum itu sendiri kemudian menjadi kurang akuntabel.
Dengan demikian, jelas bahwa peran saintis dalam konstruksi fakta hukum sangat
sensitif dan mendasar. Jika statement final belum diwujudkan, maka fakta hukum
yang didasarkan pada proses yang belum final tersebut menjadi kurang akuntabel
dan rentan untuk digugat.
IV.2.5 Fakta Saintifik dalam Jaringan Aktor Semburan Lumpur
Menyimak situasi proses konstruksi fakta saintifik pada bagian sebelumnya,
menjadi jelas bahwa fakta saintifik lahir dari proses pergulatan politik saintis di
mana aliansi-aliansi strategis beragam aktor (aktor human dan non-human)
dibangun dan dikembangkan lewat aksi-aksi yang berkarakter translasi dalam satu
jaringan aktor semburan lumpur. Aksi yang berkarakter translasi dapat disimak
dari aksi retorik para saintis dalam mengkonstruksi fakta saintifik tersebut.
Masih berlangsungnya perdebatan di kalangan saintis, sehingga sampai
melahirkan kelompok-kelompok saintis, bukan berarti menunjukkan bahwa
masing-masing kelompok saintis tersebut eksis dalam jaringan yang berbeda atau
eksis dalam jaringannya masing-masing. Justru perdebatan yang ada tersebut
mengindikasikan berlangsungnya translasi-translasi pada kelompok-kelompok
saintis tersebut. Namun, karena kelompok-kelompok saintis ini tidak murni terdiri
atas para saintis, melainkan beragam aktor, maka translasi-translasi tersebut
berlangsung pada aktor-aktor dalam jaringan besar, jaringan aktor semburan
lumpur.
Selain itu, masih berlarut-larutnya perdebatan atau perbedaan paham tersebut juga
mengindikasikan bahwa fakta saintifik yang diusung para saintis ini baru
akuntabel dalam kelompoknya masing-masing. Kemudian, karena translasi-
translasi tersebut berlangsung pada keseluruhan aktor, mungkin bisa diduga
bahwa inilah yang menyebabkan sulitnya mengambil satu statement saintifik final
96
atau tunggal. Karena di dalam jaringan tersebut tidak hanya eksis aktor-aktor
sosial, tetapi juga artefak-artefak teknis dan material-material alam yang juga
mempengaruhi sistem kerja saintifik para saintis. Translasi-translasi yang
melibatkan beragam aktor inilah yang kemudian menggambarkan kompleksitas
masalah dalam persoalan ini. Jaringan aktor semburan lumpur secara sederhana
nampak pada Gambar IV.23 Di mana fakta saintifik yang diusung masing-
masing kelompok saintis masih eksis dalam kelompoknya masing-masing.
Pengelompokan saintis karena bersikukuh pada kebenarannya masing-masing
Selain itu, meskipun berselisih paham karena perbedaan fakta saintifik yang
diusung, yang menarik dalam proses konstruksi keempat fakta saintifik ini adalah
adanya irisan-irisan perujukan argumentasi di antara keempatnya (perhatikan
Gambar IV.22). Fakta UGBO dan mud volcano karena drilling sama-sama
merujuk drilling sebagai penyebab semburan; fakta geothermal dan mud volcano
sama-sama merujuk bahwa semburan terjadi secara alami (karena gempa Yogya).
Fakta mud volcano karena drilling dan fakta mud volcano karena gempa sama-
sama-sama mengusung fakta mud volcano; fakta geothermal dan UGBO sama-
sama merujuk fluida overpressure yang menyembur ke permukaan menggerus
lapisan/formasi tanah di atasnya sehingga membentuk lumpur; fakta mud volcano
karena drilling dan geothermal sama-sama merujuk semburan sebagai Geyser.
Selain adanya irisan-irisan di antara dua fakta saintifik, ada juga irisan-irisan di
antara tiga fakta saintifik sekaligus, yakni: irisan antara fakta UGBO, mud
volcano karena drilling dan fakta geothermal yang sama-sama merujuk bahwa
semburan lumpur sebagai fluida overpressure yang menyembur ke permukaan
menggerus lapisan/formasi tanah di atasnya; irisan antara fakta mud volcano
karena drilling, mud volcano karena gempa dan fakta geothermal yang sama-sama
merujuk bahwa terjadinya semburan lumpur juga dipengaruhi kondisi geologi
Jawa Timur yang spesifik.
97
Gambar IV.22 Irisan-irisan Perujukan Argumentasi Saintis
Meskipun demikian, karena dalam peristiwa semburan lumpur ini berimplikasi
pada fakta hukum, di mana faktor penyebab semburan sebagai persoalan yang
paling sensitif dan harus diputuskan dalam pengadilan, maka perdebatan pada
persoalan ‘apa penyebab’ semburan menjadi dominan. Irisan antara fakta UGBO
dan mud volcano karena drilling kemudian berhadapan dengan irisan antara fakta
geothermal dan mud volcano karena gempa (atau tanpa irisan di antara keduanya).
MV krn Drilling
UGBO
Geothermal
MV krn Gempa Yogya
Fluida/air yg mengalir
Drilling sbg penyebab
Gempa sbg penyebab
Sbg mud volcano Sbg Geyser
Ada pengaruh geologi
Fluida/air yg mengalir
98
Gambar IV.23 Jaringan Aktor Semburan Lumpur
Saintis C’
Saintis B
BPPT
LIPI
Saintis B’
Lapindo
IAGI
Aspermigas
Litera tur
Material
Artefak teknis
TP2LS‐DPR
Media B
Sains C
Tokoh Masyarakat
Korban
LSM
Sains D
Saintis A
Material
Artefak teknis
Buku
Literatur
Gempur Lapindo
Saintis C
Saintis A’
Saintis D
Saintis D’
Literatur
Artefak teknis
Material
Material
Sains A
Sains B
Pemerintah
Perpres No.14/2007
Aparat Hukum
DPR BPLS