BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Konsep Iklan Partai Perindo Versi “Siapakah Indonesia?”
Iklan Perindo versi “Siapakah Indonesia?” merupakan iklan berdurasi
60 detik yang ditayangkan di tiga stasiun televisi nasional yang ada di bawah
naungan Media Nusantara Citra (MNC) Group. Tiga stasiun televisi tersebut
adalah Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), MNC TV, dan Global TV.
Secara umum iklan ini menyajikan konsep Indonesia dengan mengangkat
keanekaragaman suku bangsa, agama, dan golongan di Indonesia secara
audio visual dengan berbagai atributnya. Berikut merupakan rangkaian
konsep audio visual dari iklan tersebut.
Visual
Audio
Siapakah Indonesia? Apakah mereka yang
dilahirkan dari orang
Jawa…
Dayak…
Visual
Audio Papua… Atau lebih dari 300 suku
lainnya?
Siapakah Indonesia?
Visual
Audio Apakah mereka yang
beragama Islam…
Katolik… Kristen…
Visual
Audio Budha… Hindu… Khong Hu Cu dan aliran
kepercayaan lainnya?
Visual
Audio
Siapakah Indonesia? Apakah mereka yang
berpenghasilan miliaran…
Atau mereka yang hanya
mampu menafkahi hidup
mereka hari demi hari?
Visual
Audio Bukan itu semua! Indonesia adalah… Mereka yang tulus hati
mencintai negeri ini
26
Visual
Audio - Mereka yang tulus berjuang,
bertindak secara nyata
Menyejahterakan Indonesia
Visual
Audio Perindo untuk Indonesia
sejahtera!
Iklan tersebut diawali dengan sebuah pertanyaan “Siapakah
Indonesia?” yang disambung dengan pertanyaan “Apakah mereka yang
dilahirkan dari orang Jawa, Dayak, Papua, atau lebih dari 300 suku lainnya?”.
Kemudian narator kembali mempertanyakan, “Siapakah Indonesia?”, kali ini
narator mempertanyakan dari sisi agama, “Apakah mereka yang beragama
Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu, Khong Hu Cu, dan aliran kepercayaan
lainnya?”. Belum juga menampilkan jawaban dari pertanyaan tersebut,
narator kembali bertanya untuk ketiga kalinya “Siapakah Indonesia?”, namun
kali ini narator mengajak audiens berpikir dari segi golongan ekonomi,
“Apakah mereka yang berpenghasilan miliaran atau mereka yang hanya
mampu menafkahi hidup mereka hari demi hari?”. Setelah memunculkan
ketiga rangkaian pertanyaan tersebut, narator dengan tegas menjawab “Bukan
itu semua!”. Narator menambahkan “Indonesia adalah mereka yang tulus hati
mencintai negeri ini. Mereka yang tulus berjuang, bertindak secara nyata
menyejahterakan Indonesia.” Kemudian iklan ditutup dengan menayangkan
identitas partai disertai tagline “Perindo untuk Indonesia sejahtera!”
27
Secara umum, iklan ini menceritakan tentang konsep Bhinneka
Tunggal Ika. Hal tersebut ditunjukkan dengan menampilkan keanekaragaman
etnis, agama, dan golongan di Indonesia pada 39 detik pertama iklan tersebut.
Keanekaragaman etnis masyarakat Indonesia ditayangkan melalui visualisasi
orang-orang yang menggunakan pakaian adat. Kemudian keanekaragaman
agama ditayangkan dengan menampilkan figur-figur pemimpin agama yang
menjadi simbol dari 6 agama yang diakui di Indonesia. Pada detik ke-40
sampai selesai iklan ini menunjukkan nilai nasionalisme. Nilai nasionalisme
yang dimaksud adalah kecintaan terhadap tanah air. Nilai nasionalisme
tersebut ditunjukkan melalui kalimat “Indonesia adalah mereka yang tulus
hati mencintai negeri ini, mereka yang tulus berjuang, bertindak secara nyata
menyejahterakan Indonesia.” yang dinarasikan dengan menampilkan sosok
HT selaku Ketum DPP Perindo yang berjabat tangan dengan anggota
masyarakat kemudian berbaur dan berjalan beriringan dengan masyarakat.
Setelah itu iklan tersebut secara bergantian menampakkan sekelompok
masyarakat dari kalangan menengah ke bawah. Hal ini juga menunjukkan
visi partai yang berjuang untuk kesejahteraan masyarakat.
4.2. Persepsi Mahasiswa UKSW terhadap Makna Indonesia
Untuk menjawab rumusan masalah penelitian mengenai bagaimana
persepsi mahasiswa UKSW terhadap makna Indonesia dalam iklan Perindo
versi siapakah Indonesia, peneliti telah melakukan wawancara terhadap 11
orang informan. Informan merupakan mahasiswa UKSW yang berasal dari
beberapa etnis yang berbeda, memiliki pengetahuan awal mengenai partai
Perindo, serta pernah menonton iklan Perindo versi “Siapakah Indonesia?”
setidaknya dua kali. Sebagaimana diungkapkan Alex Sobur (2003) ada tiga
komponen utama dalam persepsi: seleksi, interpretasi, reaksi. Dalam sub bab
ini, peneliti akan menjabarkan persepsi para informan dengan berdasarkan
tiga komponen tersebut.
28
4.2.1. Seleksi
Seleksi (Sobur, 2003) merupakan proses penyaringan oleh
indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat
banyak atau sedikit. Dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa
seleksi adalah bagaimana informan memilah informasi yang
didapat dari iklan yang ditonton. Peneliti melihat komponen seleksi
berdasarkan pesan yang menjadi perhatian para informan. Pesan
yang menjadi perhatian tampak dalam jawaban informan mengenai
apa yang menjadi pesan utama dalam iklan tersebut serta hal apa
yang membuat iklan tersebut menarik.
Berdasarkan hasil penelitian, berkaitan dengan makna
Indonesia yang diteliti, pesan yang menjadi perhatian para
informan mahasiswa adalah keanekaragaman budaya dan agama
yang diangkat sebagai konsep iklan tersebut. Hal tersebut tampak
dalam pernyataan-pernyataan para informan sebagai berikut.
“Eee.. menarik sih.. ya menarik karena budaya-budayanya kan ditunjukkin. Terus tu, ininya juga apa sih.. tampilannya ya? Kayak gitu yaa, aku suka sih.”1
“Ya itu tadi apa, eee.. yang itu lho, dari latar belakang yang berbeda, budaya yang berbeda, dari agama yang berbeda.”2
“Menarik. Menarik, soalnya.. di luar dari yang nggak sesuai itu ya. Menarik karena dia itu dia bilang apakah Indonesia itu kristen, apakah Indonesia itu papua, apakah Indonesia itu orang kaya atau orang berkecukupan. Menariknya di situ. Dia itu melihat perbedaan, tapi menurutku cara melihatnya itu salah. Tapi menarik.”3
“Emm.. kesan yang aku tangkep? Dibilang bagus banget sih enggak, tapi yang aku tangkep sih dia hanya ingin menceritakan tentang Indonesia yang.. Indonesia yang multiculture.. yang memang…yang memang Indonesia itu ya nggak cuma satu atau dua…ee..oo satu atau dua suku, tapi ya Indonesia ya.. ya mencakup semuanya kayak gitu. Sebenarnya
1 Berdasarkan wawancara dengan AG pada tanggal 7 Juli 2016 di Kampus UKSW. 2 Berdasarkan wawancara dengan Bella pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW. 3 Berdasarkan wawancara dengan LA pada tanggal 24 Mei 2016 di Kampus UKSW.
29
bagus sih untuk, untuk secara, secara memperlihatkan Indonesia itu seperti apa kayak gitu. Sebenernya unik sih iklannya.”4
Lebih jauh lagi, para informan mahasiswa juga memunculkan
konsep bhinneka tunggal ika sebagai pesan dalam iklan tersebut.
“Pertama, menarik secara masif masyarakat Indonesia tentang keanekaragaman. Itu yang pertama. Ya dari yang kita lihat, dari Sabang sampai ke Merauke itu ya kita mempunyai banyak potensi untuk mengembangkan hal tersebut gitu. Untuk dilihat lebih lagi di kaca dunia, mungkin. Setidaknya kita tau lah arti Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri.”5
“Kebersamaan, terus solidaritas, terus gimana kita tidak membedakan satu dengan orang yang lain tanpa melihat background. Jadi kayak kita tu..ee..nolong orang, tanpa ngelihat background-nya dia tu dari apa karna sebenarnya Indonesia tu ya satu, untuk bareng-bareng, majuin Indonesia, gitu. Kalo aku nangkepnya, lho.”6
“Ya kamu nonton iklannya aja hahaha. Yaa..ibaratnya tu sama kayak yang diiklanin ya.. contoh misalkan ee.. apa sih, aku lupa lagi..aku tu lupa detailnya tapi garis besarnya aku masih inget karna itu udah lama banget aku udah nggak nonton lagi. Jadi intinya ya meskipun beda-beda suku, beda-beda agama tapi ya tetep..aaa..tidak memandang perbedaan itu.. artinya meskipun beda tapi itu kan nggak jadi sesuatu yang dilihat duluan. Jadi misalkan ada orang beda suku.. antara suku A sama suku B..meskipun mereka beda tapi mereka nggak ngeliat itu sebagai perbedaan, gitu sih. Yang aku tangkep gitu sih, harusnya seperti itu.”7
4.2.2. Interpretasi
Interpretasi (Sobur, 2003) adalah proses mengorganisasikan
informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Dalam tahap
ini informasi yang telah disaring dalam tahap seleksi diproses dan
diberikan makna. Sebelumnya, pesan yang menjadi perhatian para
informan adalah mengenai keanekaragaman budaya Indonesia.
Lebih jauh lagi para informan mengungkapkan tentang konsep
4 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW. 5 Berdasarkan wawancara dengan Favian pada tanggal 19 Mei 2016 di Kampus UKSW. 6 Berdasarkan wawancara dengan Wahyu pada tanggal 19 Mei 2016 di Kampus UKSW. 7 Berdasarkan wawancara dengan RA pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW.
30
bhinneka tunggal ika sebagai pesan dalam iklan tersebut. Namun
demikian pemaknaan informan tidak hanya berhenti pada makna
denotasi dari konsep bhinneka tunggal ika yang ditayangkan. Para
informan mengkaitkan penggambaran bhinneka tunggal ika
tersebut dengan konsep-konsep lainnya, yaitu: nasionalisme,
kepemimpinan, mayoritas-minoritas dan politik identitas. Sehingga
persepsi para informan dapat dikategorikan ke dalam empat konsep
sebagai berikut: nasionalisme, bhinneka tunggal ika, mayoritas-
minoritas, dan kepemimpinan.
• Nasionalisme Indonesia
Penggambaran makna Indonesia dalam iklan Perindo versi
“Siapakah Indonesia?” dalam persepsi informan berkaitan dengan
konsep nasionalisme Indonesia. Nasionalisme melibatkan dimensi
emosional atau rasa yang berkaitan erat dengan aspek historis
(Hamengku Buwono X, 2008: 85). Adanya kesamaan sejarah
menimbulkan rasa senasib sepenanggungan yang kemudian
menumbuhkan perasaan bersatu dalam sebuah konsep kebangsaan
tertentu. Secara sederhana, konsep nasionalisme dapat dipahami
sebagai rasa cinta terhadap tanah air. Dalam iklan “Siapakah
Indonesia?”, informan LA menangkap makna Indonesia sebagai
orang-orang yang mencintai Indonesia, tanpa mengukur atau
membedakan etnis, agama, maupun kelas sosial.
“Dia kan gambarkan dulu kan, dia bertanya-bertanya terus terakhir dia bilang, Indonesia itu orang-orang yang mencintai Indonesia itu sendiri. Jadi menurutku ya, Indonesia ya itu. Tidak membeda-bedakan seperti yang dia gambarkan di awal.”8
“Menurutku mungkin dari pesan terakhirnya, Indonesia itu adalah orang yang mencintai Indonesia itu sendiri tanpa membeda-bedakan.”9
8 Berdasarkan wawancara dengan LA pada tanggal 24 Mei 2016 di Kampus UKSW. 9 Berdasarkan wawancara dengan LA pada tanggal 24 Mei 2016 di Kampus UKSW.
31
Di sini Indonesia dimaknai oleh LA sebagai individu yang
memiliki rasa nasionalisme atau cinta terhadap tanah airnya.
Nasionalisme Indonesia diciptakan oleh para pendiri bangsa
melalui Budi Utomo dan Sumpah Pemuda sebagai nasionalisme
yang lintas etnis (Hamengku Buwono, 2008: 85). Menurut LA
pesan dalam iklan tersebut menunjukkan bahwa nasionalisme
Indonesia tidak membedakan etnis, agama, maupun kelas sosial
seseorang seperti yang ditunjukkan di awal iklan ketika narator
mempertanyakan apakah Indonesia itu orang yang berasal dari
etnis, agama, maupun kelas sosial tertentu.
Indonesia merupakan negara yang plural, terdiri dari
berbagai etnis, bahasa, dan adat budaya. Dari segi pluralisme,
Indonesia memiliki kesamaan dengan Amerika Serikat, namun
kebanyakan suku bangsa di Indonesia terdiri dari penduduk
pribumi yang sudah lama mendiami wilayah tertentu, berbeda
dengan penduduk Amerika Serikat yang kebanyakan adalah
pendatang. Dengan demikian rasa memiliki terhadap wilayah
masing-masing yang tertanam dalam jiwa setiap kelompok etnis
pribumi Indonesia lebih kental. Sehingga menurut Hamengku
Buwono (2008: 86), terciptanya nasionalisme Indonesia
merupakan keberhasilan para pendiri bangsa yang telah mampu
membuat mereka merasa memiliki satu tanah air, yaitu Indonesia,
bukan hanya Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan, dan sebagainya.
Nasionalisme-lah yang telah mempersatukan bangsa Indonesia dari
Sabang sampai Merauke.
Nasionalisme tidak dapat diukur dari latar belakang etnis
dan hal itulah yang diungkapkan dalam iklan “Siapakah
Indonesia?”, demikian pendapat informan Tiara. Tiara
mengungkapkan iklan tersebut berupaya untuk menyadarkan
audiens mengenai konsep nasionalisme, di mana seorang warga
negara harus mencintai tanah airnya dengan tulus hati dan mau
32
turut berjuang demi kemajuan bangsa. Hal tersebut tertuang dalam
pesan iklan ‘Indonesia adalah mereka yang tulus hari mencintai
negeri ini, mereka yang tulus berjuang, bertindak secara nyata
menyejahterakan Indonesia’.
“Menurutku… Indonesia.. he e, karena sejarah juga mengungkapkan bahwa orang..orang Ar..ee..orang Tionghoa, orang yang bukan Indonesia, orang Tionghoa, orang Arab, orang mana lagi ya.. yang aku tahu cuman dua orang..dua dari luar ya.. kalo misalnya orang Arab, orang Tionghoa dia juga sama-sama dulu tu ya jaman sebelum kemerdekaan juga mereka..mereka ikut gitu lho.. ikut berjuang juga.. he e, jadi menurutku masalah nasionalisme itu tidak bisa diukur dengan seberapa…seberapa apa ya.. darah kamu apa, darah kamu mengalir darah ap\a, kayak gitu. Kamu dari latar belakang apa.. tapi apakah kamu mencintai tempat yang apa ya, tempat yang kamu tinggali saat ini misalnya kayak gitu. Itu kan juga nasionalisme. Mungkin orang Indonesia di luar sana karna..nasionalismenya mungkin bukan nasionalisme Indonesia lagi misalnya. Mungkin kalo misalnya udah tinggal di mana misalnya.. udah tinggal di Amerika mungkin yang lebih bebas atau mungkin di negara-negara yang.. negara Arab yang misalnya yang dia lebih ee.. apa ya.. lebih strict, lebih ketat dalam..dalam apa namanya.. dalam kebijakan..dalam negerinya.. mungkin kayak gitu.”10
“Ooo.. kalo dibilang idealnya sih mungkin belum, tapi iklan itu mencoba untuk merasionalkan pikiran kita, jadi Indonesia tu butuh seperti ini. Mungkin idealnya belum, idealnya…toh Indonesia mau ideal seperti apapun juga bakal ribet kita soalnya karna kita banyak suku, kita mau mengidealkan Indonesia yang seperti apa bingung juga. Tapi itu udah mencoba untuk sedikit merubah eee.. apa ya..merubah…merubah..keyakinan kita, oh ya kita tau kok orang Indonesia tu.. orang Indonesia itu harusnya seperti ini.. kita juga mungkin jangan melihat dari kelasnya misalnya, latar belakangnya misalnya, kayak gitu. Jadi, ya, ya sudah cukup menarik untuk menyadarkan pola pikir dan rasa apa lagi ya..rasa.. melihat dari “oh Indonesia tu bukan ini aja”, gitu..bukan hanya satu dua suku misalnya kayak gitu, yang mendominasi.”11
Indonesia bukan hanya Jawa, Dayak, atau Papua
sebagaimana yang dipertanyakan dalam iklan, namun merupakan
10 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW. 11 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW.
33
kesatuan dari semua suku bangsa yang ada di Indonesia karena
itulah nasionalisme Indonesia disebut nasionalisme lintas etnis. Hal
yang sama diungkapkan oleh informan Frisen, menurutnya kita
tidak bisa menyebutkan Indonesia itu siapa (dengan mengacu pada
suku bangsa) karena Indonesia merupakan sebuah kesatuan dari
berbagai suku bangsa.
“Ya kita susah, maksudnya tuh nggak bisa langsung dibilang ini Indonesia, tapi itu satu kesatuan. Jadi Indonesia ya, ya ini yang bermacam-macam itu.”12
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada
hakikatnya merupakan bentuk negara dengan kebangsaan modern.
Kebangsaan modern yang dimaksud yaitu negara dibentuk dengan
didasarkan semangat kebangsaan (nasionalisme) atau semangat
untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang
sama walaupun berbeda agama, ras, etnis, atau golongan (Listyarti,
2008). Konsep kebangsaan modern inilah yang dilihat Wahyu dari
iklan “Siapakah Indonesia?”
“Kalo Indonesia-nya siapa, ya kita. Kalo dilihat Indonesianya tu apa ya banyak hal yang berbeda-beda di Indonesia. Jadi banyak orang dengan berbagai jenis, berbagai culture, berbagai bentuk, ibaratnya, tapi ditempatkan di satu tempat yaitu Indonesia. Kayak ibaratnya gini deh, orangnya tu ada banyak, asal-usulnya tu ada banyak. Kayak misalnya ada yang dagang apa, ada yang punya background fisiknya kayak gimana, terus tua atau muda, terus miskin atau kaya. Nah tapi tu tetep, kita tu punya satu hal yang harus dituju yaitu Indonesia. Kalo aku ngeliatnya sih kayak gitu.”13
Menurut Jikae, iklan ini dibuat untuk menyadarkan bahwa
Indonesia adalah kita semua. Sehingga iklan ini ingin menggugah
rasa memiliki dalam diri kita bahwa kita perlu bersama-sama
memperjuangkan Indonesia menuju ke arah yang lebih baik. Hal
12 Berdasarkan wawancara dengan Frisen pada tanggal 10 Juni 2016 di Kampus UKSW. 13 Berdasarkan wawancara dengan Wahyu pada tanggal 19 Mei 2016 di Kampus UKSW.
34
ini sesuai dengan visi misi Perindo untuk menyejahterakan
Indonesia.
“Jadi tu mungkin dia menyampaikan Indonesia tu kita..kita ini lho.. jadi buat Indonesia itu lebih baik lagi..kan katanya ininya visinya sejahtera-sejahtera kan..menciptakan Indonesia yang sejahtera..gitu, menurutku sih bagus iklannya.”
Pada intinya, berbagai persepsi dalam hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa “Siapakah Indonesia?” dalam iklan
menggambarkan bahwa nasionalisme Indonesia bukanlah
nasionalisme berdasarkan etnis tetapi merupakan rasa cinta
terhadap tanah air. Nasionalisme diwujudkan sebagai semangat
untuk membangun negeri walau berbeda suku, agama, golongan.
• Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Sansekerta yang
memiliki makna meskipun berbeda-beda namun tetap satu jua.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika berkaitan erat dengan dasar
negara kita, Pancasila. Secara yuridis, semboyan Bhinneka
Tunggal Ika sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 Pasal 36 A, merupakan bagian dari lambang Negara
Indonesia, Garuda Pancasila. Semboyan tersebut tertulis pada pita
yang dibawa oleh sang lambang negara. Bhinneka Tunggal Ika
sendiri sebenarnya merupakan bentuk perwujudan dari sila ketiga
Pancasila, persatuan Indonesia. Dalam proses pembentukan negara,
mengingat unsur-unsur bangsa yang sangat beragam dalam hal
suku, ras, maupun golongan, sehingga untuk mewujudkan
persatuan harus disadari kodrat multiikulturalisme masyarakat.
Berangkat dari situ, nilai persatuan tersebut dirasa perlu untuk
diwujudkan dalam lambang bahasa yang kongkrit yaitu semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. (Danusubroto, 2013: 60)
Iklan “Siapakah Indonesia?” memuat nilai Bhinneka
Tunggal Ika yang terwujud dengan menayangkan sisi
35
keanekaragaman budaya Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh
AG, menurutnya iklan tersebut menayangkan Indonesia yang
beranekaragam baik dari suku, agama, maupun kelas sosial.
“Indonesia yang beranekaragam. Suku, agama, dari yang di iklan ya.. terus itu..apalagi ya.. ee.. Indonesia yang bukan cuman dari kalangan ekonomi ya kan ada dia sebutin. Kan agama tu katolik.. eh islam, katolik, hindu, budha, kristen, gitu kan..khong hu cu.. terus apa namanya, sukunya terus disebutin juga apa Indonesia ini dari kalangan yang milioner, atau kalangan bawah.”14
Menurut Tiara, iklan “Siapakah Indonesia?” bagus dan unik
karena menceritakan sisi multikultural Indonesia. Dalam iklan
tersebut digambarkan Indonesia yang bukan terdiri dari satu atau
dua suku saja, namun Indonesia mencakup keseluruhan suku
bangsa yang ada di tanah air.
“Emm.. kesan yang aku tangkep? Dibilang bagus banget sih enggak, tapi yang aku tangkep sih dia hanya ingin menceritakan tentang Indonesia yang.. Indonesia yang multiculture.. yang memang…yang memang Indonesia itu ya nggak cuma satu atau dua…ee..oo satu atau dua suku, tapi ya Indonesia ya.. ya mencakup semuanya kayak gitu. Sebenarnya bagus sih untuk, untuk secara, secara memperlihatkan Indonesia itu seperti apa kayak gitu. Sebenernya unik sih iklannya.”15
Hampir sama dengan Tiara, Setyo mengungkapkan iklan
tersebut berupaya menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya
milik salah satu suku atau agama saja. Indonesia adalah milik
semua warga negara Indonesia, entah dari suku atau agama
apapun. Sehingga dalam persepsi Setyo pun, pesan iklan tetap
bermuara pada Bhinneka Tunggal Ika.
“Ya sebener e itu sih, cuman nunjukin Indonesia itu bukan hanya punyanya satu suku bangsa sih. Indonesia punyanya, ya semua orang Indonesia yang jadi orang Indonesia di dalem. Bukan punya orang kristen, islam, papua, jawa..jadi tu ya
14 Berdasarkan wawancara dengan AG pada tanggal 7 Juli 2016 di Kampus UKSW. 15 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW.
36
semua itu Indonesia. Secara garis besar yang aku dapet itu ya karena udah lama nggak lihat iklannya.”16
Menurut Favian, iklan tersebut bagus karena menunjukkan
Bhinneka Tunggal Ika melalui keanekaragaman budaya, agama,
suku. Menurutnya keanekaragaman Indonesia harus dijunjung
tinggi dan hal itu harus diperlihatkan oleh partai karena
diskriminasi SARA (suku, agama, ras, antargolongan) masih sering
terjadi di Indonesia. Favian berharap Bhinneka Tunggal Ika tidak
hanya menjadi semboyan semata, namun setiap individu dapat
memahami arti keanekaragaman yang ada.
“Secara umum, ya? Secara umum itu bagus lah. Pertama, menunjukkan keanekaragaman budaya, agama, suku. Pokoknya mengandung SARA lah..ditampakkan di sana semua, Bhinneka Tunggal Ikanya diperlihatkan. Em, itu menurutku suatu iklan yang bagus karena apa namanya? Keanekaragaman Indonesia memang harus dijunjung tinggi apalagi sebagai partai harus memperlihatkan hal itu. Karna ya yang kita lihat banyak sekali diskriminasi SARA dan lain sebagainya di mana-mana. Ya meskipun kita terlalu.. Apa namanya.. Bukan terlalu sih..mengkoar-koarkan Bhinneka Tunggal Ika, kita harus tau keanekaragaman. Tapi yang kita lihat di sini masih ada, ya masih ada yang mendiskriminasikan SARA. tapi itu cukup bagus, sih.”17
Sebagai semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika
diharapkan dapat menjadi semboyan yang dijiwai oleh seluruh
rakyat Indonesia. Dalam persepsi RA, selain mempromosikan
partai Perindo sendiri, iklan “Siapakah Indonesia?” mengandung
pesan mengenai bagaimana Indonesia yang seharusnya. Keadaan
Indonesia seharusnya yang dimaksud mengacu pada perwujudan
Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa, yaitu tentang
bagaimana masing-masing individu menyikapi perbedaan. Dalam
kehidupan bermasyarakat, perbedaan seringkali menjadi suatu hal
yang sulit diterima. Iklan ini mencoba mengatakan bahwa
16 Berdasarkan wawancara dengan Setyo pada tanggal 17 Mei 2016 di Kampus UKSW. 17 Berdasarkan wawancara dengan Favian pada tanggal 19 Mei 2016 di Kampus UKSW.
37
perbedaan suku dan agama seharusnya tidak membuat kita lantas
membeda-bedakan satu sama lain.
“Enggak… Oh kesannya ya, ngerti-ngerti.. jadi, eee.. kalo menurutku itu..buk.. ya di la… di satu sisi memang itu dia untuk mempromosikan tempatnya dia, partainya dia tapi kalo menurutku ada pesennya sih. Ya kenapa aku bilang bagus itu karena ada pesennya di mana, maksudnya itu lebih ke arah eee bagaimana Indonesia itu seharusnya. Ya kan, itu kan inti iklannya? Bener nggak?”18
“Ya kamu nonton iklannya aja hahaha. Yaa..ibaratnya tu sama kayak yang diiklanin ya.. contoh misalkan ee.. apa sih, aku lupa lagi..aku tu lupa detailnya tapi garis besarnya aku masih inget karna itu udah lama banget aku udah nggak nonton lagi. Jadi intinya ya meskipun beda-beda suku, beda-beda agama tapi ya tetep..aaa..tidak memandang perbedaan itu.. artinya meskipun beda tapi itu kan nggak jadi sesuatu yang dilihat duluan. Jadi misalkan ada orang beda suku.. antara suku A sama suku B..meskipun mereka beda tapi mereka nggak ngeliat itu sebagai perbedaan, gitu sih. Yang aku tangkep gitu sih, harusnya seperti itu.”19
Menurut RA, sulit untuk mengatakan apakah Indonesia
sudah seperti itu atau belum, karena kadar toleransi di masing-
masing daerah berbeda-beda. Namun RA melihat masih ada
kecenderungan konflik antar agama, khususnya Islam dan Kristen.
“Ya kalo menurutku kalo kita bilang tentang Indonesia itu terlalu luas maksudnya nggak bisa digeneralisasikan..nggak bisa diumumkan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Contoh kayak kita hidup di Salatiga, kayak gitu udah tercapai kalo menurutku. Salatiga.. kenapa aku bisa bilang gitu, contohnya aja eee.. bisa gerejanya banyak lalu itu nggak jadi hambatan.. atau nggak sama mesjid pun nggak terlalu ribet. Jadi antar agama itu kan yang memang, kan biasanya kan antara kristen sama islam, tapi itu di Salatiga enggak, tapi di daerah lain belum tentu kaya gitu. Gitu sih. Jadi kalo menurutku kalo kamu tanyanya untuk Indonesia udah seperti itu atau belum, susah jawabnya.”20
18 Berdasarkan wawancara dengan RA pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW. 19 Berdasarkan wawancara dengan RA pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW. 20 Berdasarkan wawancara dengan RA pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW.
38
• Mayoritas-minoritas
Menurut Louis Wirth (Liliweri, 2005: 108), kelompok
minoritas sering dianggap sebagai kelompok subordinasi, yang
karena ciri fisik atau karakteristik kebudayaannya bisa dibedakan
dari lingkungan pergaulan masyarakat kebanyakan. Anggota
kelompok minoritas menjadi kelompok yang didiskriminasi,
diperlakukan secara berbeda dari mayoritas. Namun, suatu
kelompok minoritas yang kecil dari segi jumlah terkadang
memegang peran mayoritas sehingga terkadang status minoritas
tidak ditentukan oleh jumlah. Setiap negara mempunyai kelompok-
kelompok kecil yang dinamakan minoritas. Kelompok yang
dimaksud minoritas memiliki satu atau beberapa dari karakteristik
berikut: perbedaan ras, kebangsaan, agama, adat istiadat dan
sebagainya. (Jahja, 2003:62)21
Di Indonesia, Islam merupakan agama yang paling banyak
dianut masyarakat. Data dari BPS menyatakan jumlah pemeluk
Islam di Indonesia pada 2010 mencapai 207.176.162 jiwa dari
sebanyak 237.641.326 jiwa penduduk Indonesia saat itu, atau dapat
dikatakan mencapai 87,18% penduduk Indonesia. Angka tersebut
menunjukkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan
jumlah pemeluk agama-agama lainnya di Indonesia. Dengan
demikian masyarakat beragama Islam dianggap sebagai kelompok
mayoritas dan pemeluk agama lainnya dianggap minoritas di
Indonesia.
21 Junus Jahja. 2003. Peranakan Idealis: dari Lie Eng Hok sampai Teguh Karya. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
39
Tabel 4.1
Sumber: BPS, 2010
Konsep Indonesia yang beragam dalam iklan “Siapakah
Indonesia?” tidak dapat dijauhkan dari latar belakang Ketua Umum
DPP Perindo yang non-muslim sehingga tergolong minoritas.
Bahkan salah satu informan (Wahyu) mengatakan keterkaitan di
antara konsep Indonesia dengan latar belakang HT sangatlah
kental. Wahyu membandingkan gaya pencitraan yang dilakukan
SBY dahulu dengan HT sekarang. Menurut Wahyu, SBY dan
Demokrat mencitrakan diri sebagai sosok yang peduli pada
pembangunan Indonesia. Sedangkan HT berusaha membuat orang
berpikir bahwa semua orang bisa membangun Indonesia tanpa
dibatasi latar belakang suku maupun agama. Hal tersebut
mengingat HT datang dari kalangan non muslim.
“Iya, kental banget. Kalo aku sih ngeliatnya..ee..karna dia, gini.. Kalo misalnya ni, kamu orang… gini deh..siapa ya.. kayak SBY, dulu kan aku masih inget dia itu menjual packaging dari Partai Demokrat sama dirinya sendiri itu kan untuk pembangunan Indonesia yang lebih baik…pembangunan apa, dia punya visi misi apa, pokoknya tentang pembangunan itu. Sedangkan kalo misalnya Hary Tanoe itu kan aku tau non-muslim kan, makanya dia menjualnya itu tentang bagaimana
40
kita bisa membangun Indonesia lebih baik tanpa melihat latar belakang orang itu sendiri. Itu beneran sih, ketara banget. Karna memang dari sebelum iklan ini pun iklan-iklan yang sebelumnya ada beberapa dari Perindo dan Hary Tanoe itu tu lebih konteks yang nggak mempedulikan latar belakangya, yang penting gimana caranya kita ngebangun Indonesia lebih baik, gitu.”22
Iklan ini mencoba untuk merubah pola pikir masyarakat
Indonesia terhadap kelompok minoritas. Tiara melihat sisi
minoritas HT dari segi etnis, di mana HT merupakan seorang
keturunan Tionghoa. Selama ini etnis Tionghoa dianggap sebagai
kelompok minoritas di masyarakat. Selain karena jumlahnya yang
tergolong sedikit, kenyataan bahwa etnis Tionghoa merupakan
pendatang di Indonesia menjadikan etnis Tionghoa semakin
terpinggirkan.
“Ee.. jarang ada partai politik yang.. mungkin kayak terobosannya si HT memperlihatkan Indonesia itu ini lho, karena mungkin latar belakangnya dia bukan orang Indonesia…ee..orang Indonesia asli.. karena mungkin dia keturunan juga kan.. karena mungkin dia keturunan Tionghoa jadi dia mencitrakan orang Tionghoa pun yang udah di Indonesia ya tetep dinamakan orang Indonesia, kayak gitu. Dia mencoba untuk me..apa ya.. untuk merub..sedikit merubah, mungkin sedikit merubah pola pikir masyarakat Indonesia kayak gitu..”23
“Ee..menurutku pola pikir Indonesia..ee..apa namanya.. pola pikir Indonesia itu menurutku.. anu sih..ee.. kayak kita melihat orang-orang yang minoritas tu ada sedikit kayak.. “Ah, apaan sih..” kayak gitu lho. “Ah apaan sih” kayak gitu.. Entah, entah mungkin kalo misalnya orang, orang Jawa di komunitas orang, orang yang bukan Jawa. Dan ataupun komunitas yang lain, kayak gitu maksudnya ada rasa..ada rasa apa ya.. remeh ataupun apa ya.. sedikit terasingkan kayak gitu. Tapi ya di sini yang dicoba, mungkin ya menurutku ni..yang dicoba untuk diubah oleh iklan ini, iklannya Perindo ini ya Indonesia tu siapa sih? Yang, entah yang tingkat ekonominya tinggi.. kelas, kelasnya tinggi atau yang dia sebagai apa, dia dari latar belakang agama, suku, ras, dan sebagainya. Dia mencoba untuk me..apa ya.. menggambarkan kita tu mau di manapun
22 Berdasarkan wawancara dengan Wahyu pada tanggal 19 Mei 2016 di Kampus UKSW. 23 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW.
41
kita kalo misalnya kita tinggal di Indonesia ya kita orang Indonesia, kayak gitu. Jadi warga Indonesia, kayak gitu.”24
Meskipun saat ini pemerintah telah mengakui bahwa etnis
Tionghoa juga merupakan bagian dari Indonesia, namun tak dapat
dipungkiri bahwa sampai saat ini masih ada anggapan bahwa etnis
Tionghoa merupakan pendatang atau orang asing. Menurut AG,
iklan “Siapakah Indonesia?” secara tidak langsung
memperkenalkan bahwa HT yang berasal dari etnis Tionghoa
adalah juga bagian dari Indonesia.
“He e.. Kalo dikait-kaitin sih sebenernya mungkin aja.. He e kayak bisa aja kan memperkenalkan secara nggak langsung kayak.. kalo misalnya dikaitin yaa.. Dia yang Tionghoa kan ee harusnya kan itu ya di.. kalo Indonesia itu bukan cuman itu aja, gitu.. kalo dia tu bagian dari Indonesia.”25
“Aku tu..setau.. bahwa itu tu kayak jadi minoritas gitu di Indonesia.. tapi kan dia sekarang udah diakui kan sama negara juga kalo dia udah suku kan.. Aku tu taunya dulu ya latar belakangnya dari Pak Soeharto ya? Yang ngebantaiin orang Papua sama orang Tionghoa.. itu sih yang aku tau ya.. terus karena dia pendatang, mungkin ya.. padahal kalo bagiku, orang Papua sana tu juga pendatang di Indonesia. Ya kalo dipikir-pikir ya, kita itu kan memang semuanya itu pendatang. Ya mungkin ada beberapa yang asli cuman kita nggak tau kan. Kayak kan yang aku tau juga ya.. Kayak Papua itu kan dari Aborigin sana, nah gitu sih.”26
Senada dengan Tiara dan AG, terkait dengan konsep iklan
yang memuat nilai Bhinneka Tunggal Ika, Favian melihat adanya
kepentingan yang terselip dalam penayangan iklan tersebut
mengingat posisi HT yang menurutnya tergolong minoritas sekali.
Favian melihat iklan tersebut dibuat untuk menyadarkan
masyarakat mengenai persamaan hak dalam keanekaragaman,
dalam arti bahwa meskipun dengan latar belakang yang berbeda-
beda namun semuanya dapat berkontribusi di bagian manapun
24 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW. 25 Berdasarkan wawancara dengan AG pada tanggal 7 Juli 2016 di Kampus UKSW. 26 Berdasarkan wawancara dengan AG pada tanggal 7 Juli 2016 di Kampus UKSW.
42
karena Favian melihat masih kentalnya dominasi orang Jawa dalam
berbagai sektor. Hal ini terkait dengan konsep mayoritas-minoritas.
Selama ini adanya pembedaan mayoritas-minoritas selalu diikuti
dengan diskriminasi dan subordinasi. Di mana kelompok minoritas
seringkali masih dipandang sebelah mata, seperti halnya Ahok
yang saat ini berada di posisi DKI-1. Iklan ini ingin menunjukkan
bahwa kelompok minoritas pun bisa memimpin.
“Menurut aku kalo dari skala minoritasnya ya dia tergolong minoritas sekali.. Ya to? Kalo orang-orang pandang tentang itu kan, “Walah opo..” kayak contohnya kayak Ahok dulu sebelum jadi Gubernur tu kan..tentu kan sangat diragukan sekali to. Tau sendiri lah orang kita gimana. Minoritas sekali karena apa, mayoritas kita itu cenderung berpikir bahwa..contoh aja kayak soal agama misalnya.. mayoritas di Indonesia adalah Islam to, pasti to. Terus yang lainnya kayak pasti agak dikesampingkan, itu yang pertama. Lha, kalo agama aja udah seperti itu apalagi ras. Kan pasti mengikuti kan. Nha, terus kalo soal Hary Tanoe ini latar belakangnya seperti itu. Pandangan pertama pasti kalo aku nggak salah prediksi pasti dipandang negatif untuk orang-orang yang mayor. Karena kita lihat aja berkaca dari Ahok dulu sebelum jadi Gubernur, tapi nggak tau sih kalo sekarang dah berubah apa belum. Tapi aku harapannya jangan sampe ada lagi to. Yaa, itu.. menurutku ya dia karena dia berasal dari kelompok minor, bagi sebagian orang mayoritas dan dia menggunakan iklan Bhinneka Tunggal Ika ini..apa ya..istilahnya menarik masyarakat. Menarik untuk menyadari, pertama. Tapi nggak tau kalo urusan politiknya beda lagi. Menyadari kalo keanekaragamannya itu, semua orang tu bisa berkontribusi di bagian manapun gitu lho. Biar nggak yo orang-orang Jawa itu terus, jangan to, maksudnya kan orang lain kan masih ada.”27
“Ya mungkin dia, mungkin berpikir to kalo minoritas ki. Nanti dia berpolitik pun pasti agak dipandang apa ya namanya..dipandang berbeda lah karena ya tadi aku bilang kayak Ahok itu urusannya gimana ya mungkin sama antara ras Tionghoa ataupun kristen itu tetep pasti nanti jadi masalah atau apa sebagian orang apalagi urusannya sama FPI pasti dihujat sekali to. Jadi dia tu ingin menonjolkan “Ini lho, aku bisa. Aku nggak sama kalian pun..Aku yang berbeda dari kalian pun..em
27 Berdasarkan wawancara dengan Favian pada tanggal 19 Mei 2016 di Kampus UKSW.
43
mumpuni akan hal ini” dan kita sudah punya icon satu yaitu Ahok. Mungkin dia terinspirasi dengan itu. Tapi bagus ok.”28
Pendapat Favian seperti halnya pandangan Jefferson
mengenai hubungan konsep mayoritas dengan kekuasaan.
Jefferson (Liliweri, 2005: 100-101) berpendapat bahwa di
manapun, kekuasaan selalu berkaitan dengan mayoritas dalam
suatu masyarakat. Sehingga, orang kemudian akan
mempertanyakan akankah suatu saat seorang dari kelompok
minoritas menjadi seorang pemimpin. Untuk itulah HT ingin
menunjukkan bahwa ia mumpuni sekalipun ia berasal dari
kelompok minoritas dan dianggap berbeda.
Selama ini memang belum ada presiden Republik Indonesia
yang berlatarbelakang non muslim. Seperti dikatakan Bella
sebenarnya tidak ada ketentuan bahwa presiden Indonesia tidak
boleh orang kristen, namun demikian ia mempertanyakan mengapa
hingga saat ini tidak ada orang kristen yang menjadi presiden. Ia
menengarai bahwa hal tersebut berkaitan dengan perihal
mayoritas-minoritas di Indonesia.
“Eee.. pertamanya tu bukan dari suku ya, tapi dari agama. Secara sejarah tu nggak pernah ada yang namanya presiden Indonesia itu kristen, ya kan? Tapi, nggak ada tertulis presiden Indonesia itu dilarang kristen. Nah, tapi kenapa presiden Indonesia.. kenapa nggak ada orang beragama kristen yang muncul jadi presiden, gitu. Kayak Ahok aja, jangankan jadi Presiden, jadi Gubernur aja dia..ini..udah mau dijatuhkan..udah diancam-ancam gitu. Jadi secara nggak langsung banyak hukum-hukum..kalo agama kristen nggak boleh naik jadi presiden karna alasannya yang beredar adalah mayoritas Indonesia itu adalah agama Islam, bukan kristen, gitu.”29
Tak hanya soal agama, meskipun memiliki suku bangsa dan
budaya yang beranekaragam, namun selama ini Indonesia kerap
diidentikkan dengan Jawa, seakan-akan Indonesia hanyalah milik
orang Jawa. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa informan
28 Berdasarkan wawancara dengan Favian pada tanggal 19 Mei 2016 di Kampus UKSW. 29 Berdasarkan wawancara dengan Bella pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW.
44
dalam penelitian ini. Misalnya saja Frisen, ia menilai selama ini
orang Jawa-lah yang berada di barisan depan Indonesia. Bahkan
menurutnya, orang melihat Indonesia melalui Jawa. Di sini terlihat
adanya ketimpangan, bahwa suku Jawa terkesan yang ‘lebih
dipandang’ atau bahwa orang Indonesia adalah orang Jawa.
“Eee.. kalo untuk pertama kali saya lihat iklan itu yang muncul di pikiran itu biasa kan masing-masing kelompok atau etnis, mereka mau mengusung salah satu wakil untuk jadi pemimpin, biasanya. Jadi mereka pikir dari kelompok ini, dari golongan ini yang pantas jadi pemimpin atau dari golongan lain yang pantas karna berbagai macam alasan juga, mungkin pendidikan, atau memang sudah dikenal juga. Misal kalo Jawa itu seperti di barisan depannya Indonesia. Jadi orang luar lihat Indonesia melalui Jawa gitu. Akhirnya ketika ketemu suku lain, ‘Oh Indonesia gini juga to’”30
Demikian pula dengan Jikae, dirinya mengakui ada
pandangan mengenai Indonesia milik orang Jawa, khususnya di
kalangan orang-orang luar Jawa. Jumlah orang Jawa yang
merupakan penduduk mayoritas di Indonesia menumbuhkan
pemikiran-pemikiran bahwa orang Indonesia adalah orang Jawa.
Pembangunan yang tidak merata juga menjadi salah satu penyebab
munculnya pandangan tersebut. Jikae menuturkan bahwa orang-
orang Kalimantan merasa pembangunan hanya ada di Jawa dan
tidak sampai ke Kalimantan. Padahal seyogyanya pemerintah
Indonesia tidak hanya memperhatikan Jawa saja, karena wilayah
yang lain pun juga termasuk Indonesia. Kesenjangan tersebut
membuat orang lantas menyangsikan apakah daerahnya juga
dianggap sebagai bagian dari Indonesia.
Persoalan pembangunan yang tidak merata berakar dari
pelaksanaan pembangunan di era Orde Baru. Pada masa itu, Orde
Baru gagal mewujudkan pembangunan yang merata bagi seluruh
wilayah Indonesia. Pembangunan cenderung sentralistik, karena
sebagian besar pendapatan daerah juga ditarik ke pusat. Sehingga
30 Berdasarkan wawancara dengan Frisen pada tanggal 10 Juni 2016 di Kampus UKSW.
45
pada akhirnya pembangunan tidak dapat dinikmati oleh seluruh
rakyat Indonesia dan menyisakan berbagai persoalan lainnya, salah
satunya adalah menipisnya nilai nasionalisme di kalangan luar
Jawa. (Sutaryo dkk, 2015: 251) Maka tak heran jika mereka
menganggap Indonesia adalah Jawa. Kesan Indonesia milik Jawa
diperkuat dengan letak pusat pemerintahan yang berada di wilayah
Jawa. Menurut Jikae, persepsi mengenai Indonesia milik Jawa
inilah yang kemudian digambarkan pula oleh HT melalui iklan
“Siapakah Indonesia?”. Sehingga, iklan tersebut dibuat sebagai
upaya mengubah mindset masyarakat bahwa Indonesia bukan
hanya milik orang Jawa.
“Kan kita ini kalo nggak salah yang ketiga..negara muslim terbesar di dunia yang mayoritas..kalo sesuai yang aku pelajari yang mayoritas ya penduduk banyaknya misal agamanya yang paling banyak apa ya agama itulah yang mayoritas. Di luar agama itu ya berarti minoritas. Begitu juga etnis, etnis yang paling banyak penduduknya misalnya yang menguasai Indonesia kan. Contohnya di Jawa, nah Jawa itu bisa dikatakan itu adalah penduduk yang mayoritas di Indonesia, makanya ada slogan Indonesia itu adalah orang Jawa, gitu kan. Mungkin… si ini juga, si siapa..si..HT juga mungkin menyampaikan lewat iklannya Indonesia itu bukan cuma orang Jawa lho. Mungkin persepsinya aku orang Kalimantan kayak ‘itu Indonesia, terus kita yang di Kalimantan disebut orang mana?’ gitu kan. Jadi mungkin persepsi itu yang bisa digambarkan sama HT.”31
“Ada, aku baru inget.. Iya orang Jawa. Biasanya tu dilihat dari pembangunannya. Jadi kalo di sana tu sering ya bilang pembangunan itu cuman ada di Jawa aja ya, nggak sampe ke Kalimantan. Mungkin nggak cuman di Kalimantan. Di bagian Timur mungkin lebih parah lagi. Ada yang bilang kayak gitu malah. ‘Pemerintah tu cuma memperhatikan yang di Jawa-nya. Jawa itu kah yang Indonesia? Atau kita juga Indonesia?’”32
“Mungkin bahas etnis juga ya.. etnis Jawa, mungkin karna sejarahnya dulu kan Indonesia tu dibentuk juga pernah dijadikan ibukotanya di Yogya kan pernah.. terus sekarang di
31 Berdasarkan wawancara dengan Jikae pada tanggal 6 Juli 2016 di Kos Kemiri I no 27. 32 Berdasarkan wawancara dengan Jikae pada tanggal 6 Juli 2016 di Kos Kemiri I no 27.
46
Jakarta kan masih lingkup Jawa juga. Jadi mungkin lebih kentalnya Indonesia itu ya terkenalnya orang Jawa.”33
Menurut Tiara, iklan ini dibuat untuk merubah pikiran
masyarakat bahwa tidak hanya orang Jawa yang bisa memimpin.
Hal ini dikaitkan dengan HT yang dianggap berkeinginan untuk
maju ke pemilihan umum.
“Mungkin, karena mungkin gini kita kan nggak bisa.. ee aku.. mungkin, karena apa si ketua umumnya kan ingin beberapa waktu lagi menjadi seorang..apa, mencoba untuk mencalonkan ya, mencalonkan jadi presiden..atau pemimpin kayak gitu..dan itu yang coba ditampilkan, pemimpin nggak harus dari orang Jawa kok, nggak harus dari partai-partai lama kok.. partai-partai baru pun juga bisa..misalnya kayak gitu. Dan itu ya, ya tidak masalah selama tidak..selama bakat politik atau perpolitikannya dia sudah diakui, kalo aku gitu sih. Soalnya kalo misalnya duduk di pemerintahan itu adalah orang yang harus pandai..pandai..tidak hanya di uang tapi harus pandai di politik.”34
Demikian pula dengan Bella, menurutnya iklan “Siapakah
Indonesia?” secara tidak langsung menggambarkan sosok HT.
Menurutnya kebanyakan orang tidak sadar bahwa iklan tersebut
menggambarkan HT, iklan tersebut merupakan upaya HT untuk
masuk ke pemerintahan. Dalam hal ini menurut Bella HT yang
beragama Kristen dan beretnis Tionghoa ingin dirinya dianggap
sama sebagai orang Indonesia pada umumnya tanpa membedakan
sebagai minoritas atau pendatang.
“Ini pemikiran saya ya.. secara nggak langsung iklan itu menggambarkan dirinya gitu lho. Secara nggak langsung… ya itu iklan untuk mempromosikan dia tentu menggambarkan dirinya tapi banyak masyarakat yang nggak sadar kalo iklan itu menggambarkan dirinya itu, iklan itu melatarbelakangi.. apa namanya.. jalannya dia untuk masuk ke pemerintahan tu..banyak masyarakat yang nggak sadar karena ya seperti yang tadi saya bilang, dia itu bukan suku pribumi, maksudnya bukan suku asli Indonesia. Dia itu.. dan agamanya juga minoritas. Makanya tu, dia tu kayak.. ‘Janganlah ada
33 Berdasarkan wawancara dengan Jikae pada tanggal 6 Juli 2016 di Kos Kemiri I no 27. 34 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW.
47
perbedaan di antara kita.. Saya ini sama, walaupun kulit saya berbeda, walaupun sejarah kita dari tempat yang berbeda, budaya kita berbeda tapi tu saya besar di sini. Saya besar di Indonesia. Saya belajar di Indonesia.’, gitu lho. ‘Saya makan dari Indonesia’, kaya gitu lho.”35
Perjuangan HT untuk merekonstruksi pandangan
masyarakat terhadap agama maupun etnisnya dapat dikatakan
sebagai bentuk politik identitas. Menurut Castells (Buchari
2014:19), politik identitas merupakan partisipasi individual pada
kehidupan sosial yang lebih ditentukan oleh budaya dan psikologis
seseorang. Identitas merupakan proses konstruksi dasar dari
budaya dan psikokultural dari seorang individu yang memberikan
arti dan tujuan hidup dari individu tersebut, karena terbentuknya
identitas adalah dari proses dialog internal dan interaksi sosial.
Kristianus (Buchari, 2014:20) mengemukakan bahwa
“politik identitas berkaitan dengan perebutan kekuasaan politik
berdasarkan identitas etnis maupun agama”. Perjuangan politik
identitas dapat juga dimaknai sebagai perjuangan kelompok
minoritas baik secara politik, sosial, maupun budaya dan ekonomi.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukannya, LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) Kapal Perempuan36 menemukan dua jenis
politik identitas. Yang pertama, politik identitas yang bersumber
pada kehendak untuk mencapai dan mempertahankan atau
memelihara hegemoni kelompok mayoritas. Kedua, politik
identitas yang dilancarkan oleh kelompok minoritas untuk bertahan
dan dapat memelihara identitas kelompoknya.37
35 Berdasarkan wawancara dengan Bella pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW. 36 Kapal Perempuan merupakan singkatan dari Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan. LSM ini didirikan sebagai bentuk keprihatinan terhadap situasi konflik dan kekerasan akibat politik identitas berbasis suku dan agama yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia serta keprihatinan terhadap pelanggaran hak-hak asasi perempuan termasuk seksualitas dan kesehatan reproduksi perempuan serta praktek diskriminasi terhadap kelompok marginal dan minoritas. 37 Rachman, Budhy Munawar. 2010. Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme. Jakarta: Grasindo. 60-61
48
• Kepemimpinan Indonesia
Beberapa informan menilai konsep Indonesia yang
ditampilkan Perindo dalam iklan versi Siapakah Indonesia terkait
dengan persoalan kepemimpinan. Persoalan kepemimpinan yang
dimaksud adalah menjadi seorang pemimpin dalam konteks politik,
terutama sebagai pemimpin bangsa. Menurut informan Frisen,
selain menunjukkan keberagaman, iklan tersebut juga ingin
menunjukkan bahwa pemimpin bisa berasal dari semua golongan
atau kelompok yang ada di Indonesia. Biasanya masing-masing
kelompok atau etnis akan mengusung salah satu wakilnya untuk
menjadi pemimpin. Mereka merasa bahwa kelompoknya-lah yang
pantas menjadi pemimpin. Frisen menyebutkan orang Jawa terlihat
berada di barisan depan Indonesia, dalam arti Indonesia dikenal
dengan Jawa. Berdiri di barisan depan juga dapat diartikan bahwa
orang Jawa yang selama ini memimpin.
“Eee.. kalo untuk pertama kali saya lihat iklan itu yang muncul di pikiran itu biasa kan masing-masing kelompok atau etnis, mereka mau mengusung salah satu wakil untuk jadi pemimpin, biasanya. Jadi mereka pikir dari kelompok ini, dari golongan ini yang pantas jadi pemimpin atau dari golongan lain yang pantas karna berbagai macam alasan juga, mungkin pendidikan, atau memang sudah dikenal juga. Misal kalo Jawa itu seperti di barisan depannya Indonesia. Jadi orang luar lihat Indonesia melalui Jawa gitu. Akhirnya ketika ketemu suku lain, ‘Oh Indonesia gini juga to’”38
“Yang pertama keberagaman..keberagaman, terus yang kedua eee.. semua golongan atau kelompok yang ada di Indonesia itu bisa jadi pemimpin.”39
Mitos mengenai presiden Indonesia yang selalu Jawa telah
berkembang sejak lama. Isu etnisitas maupun agama memang
kerap diangkat sebagai isu politik, khususnya mengenai Presiden
Jawa. Memang sejauh ini presiden Republik Indonesia selalu
38 Berdasarkan wawancara dengan Frisen pada tanggal 10 Juni 2016 di Kampus UKSW. 39 Berdasarkan wawancara dengan Frisen pada tanggal 10 Juni 2016 di Kampus UKSW.
49
berasal dari orang Jawa, kecuali BJ Habibie yang merupakan
keturunan Bugis-Jawa. Isu mengenai Presiden Jawa pernah
mencuat menjelang pilpres 2009. Pada saat itu, Bachtiar Chamsyah
yang digadang-gadang akan maju dalam pilpres 2009 membuat
sebuah pernyataan berkaitan dengan isu Presiden Jawa dalam
wawancaranya dengan Rakyat Merdeka40 “kalau mau saya, ya jadi
presiden-lah. Tapi mana mungkin, saya kan bukan orang Jawa”41.
Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa etnisitas merupakan
salah satu variabel yang mempengaruhi elektabilitas seorang
kandidat. Selain itu, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
selama ini terjadi hegemoni dalam pembentukan pesan seolah-olah
hanya orang Jawa yang pantas menjadi presiden. (Widyawati,
2014: 11)
Dalam persepsi Tiara, iklan “Siapakah Indonesia?”
membawa pesan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, jiwa
nasionalisme lebih penting daripada latar belakang etnis maupun
sosial ekonomi seseorang. Hal tersebut menurut Tiara berkaitan
dengan keinginan HT sebagai Ketua Umum DPP Perindo untuk
terjun dalam pilpres 2019. Mengingat latar belakang HT yang
bukan berasal dari etnis Jawa, iklan ini dimunculkan untuk
melawan isu Presiden Jawa. Sehingga dapat dikatakan iklan
“Siapakah Indonesia?” merupakan bentuk counter hegemony
terhadap isu Presiden Jawa.
“He e.. Jadi Indonesia bukan orang Jawa, bukan misalnya dia bekerja sebagai supir, sebagai tukang jamu, misalnya kayak gitu kan, tapi ya Indonesia ya apapun kamu..kamu merasa
40 Rakyat Merdeka merupakan surat kabar nasional yang tergabung dalam Jawa Pos Group. Sejak awal diterbitkan, fokus pemberitaan terletak pada isu-isu sosial dan politik. Rakyat Merdeka dikenal sebagai koran politik yang menyajikan berita-berita yang keras. Hal tersebut dikarenakan sikap Rakyat Merdeka yang selalu menempatkan diri sebagai oposisi terhadap pemerintahan. 41 Widyawati, Etnisitas Dan Agama Sebagai Isu Politik: Kampanye JK-Wiranto Pada Pemilu 2009. (Jakarta: Yayasan Obor, 2014), hlm. 8)
50
Indonesia adalah bagian dari dirimu ya.. siapapun bisa jadi pemimpin, kayak gitu lho.”42
“Mungkin, karena mungkin gini kita kan nggak bisa.. ee aku.. mungkin, karena apa si ketua umumnya kan ingin beberapa waktu lagi menjadi seorang..apa, mencoba untuk mencalonkan ya, mencalonkan jadi presiden..atau pemimpin kayak gitu..dan itu yang coba ditampilkan, pemimpin nggak harus dari orang Jawa kok, nggak harus dari partai-partai lama kok.. partai-partai baru pun juga bisa..misalnya kayak gitu. Dan itu ya, ya tidak masalah selama tidak..selama bakat politik atau perpolitikannya dia sudah diakui, kalo aku gitu sih. Soalnya kalo misalnya duduk di pemerintahan itu adalah orang yang harus pandai..pandai..tidak hanya di uang tapi harus pandai di politik.”43
Dalam persepsi Wahyu, iklan ini berupaya untuk ‘menjual’
HT. Secara tidak langsung Wahyu mengungkapkan bahwa ia
melihat keinginan HT untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Namun hal tersebut tidak ditunjukkan secara gamblang tetapi lebih
dengan menunjukkan bahwa HT adalah sosok yang peduli terhadap
bangsa Indonesia.
“Memperkenalkan..kayak gini deh..nggak usah ngomongin Hary Tanoe. Kayak misalnya bentar lagi Salatiga mau pemilihan wali kota. Sekarang di banner-banner di Salatiga itu nggak ngomongin ‘Ayo pilih saya untuk Wali Kota taun 2016’..endak.. tapi liat gambar gede, orang, namanya siapa terus bawahnya..ee..”orang ini peduli terhadap pembangunan Salatiga.” Ibaratnya kayak gitu, nah ibaratnya tu sama kayak Hary Tanoe. Jadi enggak ‘Ayo pilih Hary Tanoe sebagai presiden setelah Jokowi’, enggak. Tapi ‘Hary Tanoe peduli dengan Indonesia dan partainya itu partai Perindo’. Jadi ibaratnya memperkenalkan wajahnya…wajahnya si Hary Tanoe.”
Frisen juga mengungkapkan bahwa iklan ini berkaitan
dengan HT. Menurutnya, karena HT masuk dalam golongan yang
minoritas maka melalui iklan ini HT ingin menunjukkan bahwa
siapa saja bisa menjadi pemimpin, terlepas dari latar belakang
golongan.
42 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW. 43 Berdasarkan wawancara dengan Tiara pada tanggal 26 Mei 2016 di Kampus UKSW.
51
“Betul..ada sih..ada iya, mungkin dia masuk di golongan-golongan yang saya maksud itu. Maksudnya siapa saja bisa jadi pemimpin, kayak tadi biasa kan kebanyakan parpol mereka fokusnya ke kelompok yang massanya banyak jadi kemungkinannya besar untuk diangkat jadi pemimpin. Tapi sebenernya siapapun dia biarpun gak ada sama sekali yang dukung seperti pak Ahok dimulai dari satu-satu orang seperti itu, KTP, tapi sebenernya sapa saja bisa.”44
Menurut Jikae melalui iklan ini HT ingin menunjukkan
bahwa meskipun berasal dari etnis Tionghoa namun HT bisa
berbaur dengan masyarakat. Selain itu, ia ingin membuktikan
bahwa tidak hanya mayoritas yang bisa jadi pemimpin. Minoritas
yang selama ini kadang dilupakan juga bisa maju sebagai
pemimpin.
“Ya bisa juga, karna dia kan etnisnya Chinese. Lewat iklannya dia menunjukkan, dia lho etnis yang minoritas tapi dia bisa hadir gitu lho di tengah-tengah.. dan dia membuktikan juga mungkin nggak selamanya orang-orang yang mayoritas itu jadi pemimpin tapi orang yang minoritas kadang dilupakan tapi bisa untuk maju ke depan. Contohnya kan HT itu sendiri lewat partainya dia.”
Senada dengan Frisen dan Jikae, Favian pun mengatakan
bahwa makna Indonesia yang ditampilkan dalam iklan ini
berkaitan dengan keinginan HT untuk terjun dalam bidang politik.
Melalui iklan ini HT ingin menunjukkan bahwa meskipun dirinya
dipandang berbeda (dalam hal ini karena minoritas) namun dirinya
juga mumpuni untuk menjadi seorang pemimpin. Favian
mencontohkan Ahok, menurutnya Ahok sudah menjadi icon
sebagai minoritas yang bisa menjadi pemimpin. Hal itulah yang
ingin ditonjolkan di sini.
“Ya mungkin dia, mungkin berpikir to kalo minoritas ki. Nanti dia berpolitik pun pasti agak dipandang apa ya namanya..dipandang berbeda lah karena ya tadi aku bilang kayak Ahok itu urusannya gimana ya mungkin sama antara ras Tionghoa ataupun kristen itu tetep pasti nanti jadi masalah atau
44 Berdasarkan wawancara dengan Frisen pada tanggal 10 Juni 2016 di Kampus UKSW.
52
apa sebagian orang apalagi urusannya sama FPI pasti dihujat sekali to. Jadi dia tu ingin menonjolkan “Ini lho, aku bisa. Aku nggak sama kalian pun..Aku yang berbeda dari kalian pun..em mumpuni akan hal ini” dan kita sudah punya icon satu yaitu Ahok. Mungkin dia terinspirasi dengan itu. Tapi bagus ok.”
Secara umum, persepsi mahasiswa dalam konteks
kepemimpinan mengarah pada upaya untuk menunjukkan bahwa
pemimpin itu bisa berasal dari golongan manapun, bukan hanya
orang jawa atau dari golongan-golongan tertentu. Secara khusus
dalam iklan ini ingin menunjukkan bahwa minoritas bisa menjadi
pemimpin. Seperti halnya HT yang minoritas pun bisa menjadi
pemimpin. Persepsi juga dikaitkan dengan karakteristik pemimpin
sebagai sosok yang bisa berbaur, mempunyai kepedulian terhadap
bangsa. Hal ini berkaitan dengan pembahasan konsep mayoritas-
minoritas di mana mayoritas-minoritas itu setara, sama-sama
Indonesia.
• Hubungan Antar Konsep
Dalam interpretasi para informan keempat konsep tersebut
saling berkaitan satu sama lain. Peneliti mencoba menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep yang muncul ke dalam bagan
berikut.
Bagan 2 : Hubungan Antar Konsep Kunci
1
Bhinneka Tunggal Ika
Mayoritas-minoritas
Nasionalisme (konsep kebangsaan)
Kepemimpinan Indonesia
2 3
4
6 5
53
Penjelasan peneliti jabarkan berdasarkan penomoran hubungan-
hubungan yang peneliti gambarkan dalam bagan.
1. Sebagaimana kita ketahui, nasionalisme Indonesia merupakan
konsep nasionalisme yang lintas etnis. Sebagai
konsekuensinya, nilai persatuan mutlak perlu dijunjung tinggi
di tengah perbedaan tersebut sehingga memunculkan gagasan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai wujud konkrit dari
nilai persatuan tersebut.
2. Informan mengaitkan konsep kebangsaan Indonesia yang
ditampilkan dalam iklan tersebut dengan konsep
kepemimpinan. Nasionalisme menciptakan karakter
kepemimpinan yang ideal, di mana dalam pandangan para
informan maupun masyarakat secara luas, pemimpin tentunya
harus memiliki jiwa nasionalisme. Bahkan dalam persepsi
para informan untuk menjadi seorang pemimpin, terlepas dari
apapun latar belakang suku maupun agamanya, yang lebih
penting adalah jiwa nasionalismenya. Dalam iklan tersebut HT
dicitrakan sebagai sosok yang nasionalis. Informan melihat
adanya wacana HT untuk terjun dalam pemilihan umum yang
akan datang.
3. Konsep kebangsaan Indonesia yang beraneka ragam,
meskipun tak dikehendaki, memunculkan dikotomi mayoritas-
minoritas dan politik identitas.
4. Dari temuan peneliti, konsep mayoritas-minoritas berpengaruh
terhadap konsep kepemimpinan Indonesia. Dikotomi
mayoritas-minoritas secara implisit menunjukkan posisi
dominan dan inferior. Tak dapat dipungkiri bahwa dominasi
mayoritas dalam berbagai bidang termasuk politik masih
kental dalam pandangan masyarakat. Dalam penelitian ini,
dominasi mayoritas dalam bidang politik tampak dalam
munculnya gagasan-gagasan seperti “Presiden Jawa” ataupun
54
“Presiden Islam”. Gagasan tersebut muncul dalam pernyataan
para informan. Gagasan seperti “Presiden Jawa” ataupun
“Presiden Islam” merupakan bentuk karakterisasi pemimpin
Indonesia, bahwa Presiden harus orang Jawa, atau harus
beragama Islam. Sementara HT merupakan bagian dari
kelompok minoritas sehingga melalui iklan “Siapakah
Indonesia?” hal tersebut coba diubah melalui perumusan
konsep Indonesia yang menyiratkan adanya persamaan hak
untuk semua etnis maupun agama.
5. Berkaitan dengan hubungan yang dijabarkan dalam nomor 4,
konsep Bhinneka Tunggal Ika dimunculkan dalam iklan
“Siapakah Indonesia?” sebagai bentuk politik identitas kaum
minoritas. Penggambaran konsep bhinneka tunggal ika dalam
iklan tersebut dimaknai bahwa Indonesia bukan hanya milik
satu dua suku bangsa saja namun Indonesia adalah milik
segala suku bangsa yang ada di dalamnya. Sehingga
diharapkan masyarakat tak lagi membeda-bedakan baik dalam
segi etnis maupun agama, khususnya berkaitan dengan
dikotomi mayoritas-minoritas.
6. Konsep bhinneka tunggal ika yang berarti ‘meskipun berbeda-
beda tetapi tetap satu’, selain melambangkan makna toleransi
dan persatuan dari berbagai unsur yang berbeda juga
menunjukkan adanya kesetaraan. Bahwa di antara yang
berbeda-beda tersebut tidak ada yang ‘lebih Indonesia’ atau
‘kurang Indonesia’, namun semuanya sama-sama Indonesia.
Konsep ini merupakan counter hegemony terhadap
karakterisasi pemimpin Indonesia yang harus Jawa, atau harus
Islam. Jadi, siapa saja bisa menjadi seorang pemimpin di
Indonesia, tanpa dibatasi oleh suku, agama, maupun golongan.
55
4.2.3. Reaksi
Reaksi (Sobur, 2003) adalah bagaimana seseorang bertindak
sehubungan dengan informasi yang telah diserap. Reaksi terdiri
dari reaksi tersembunyi yaitu pendapat/sikap dan reaksi terbuka
sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang
tersembunyi. Dalam penelitian ini, reaksi para informan dapat
dilihat melalui sikap informan, bagaimana penerimaan para
informan terhadap konsep Indonesia yang ditayangkan, apakah
informan setuju dengan konsep Indonesia dalam iklan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, mereka
cenderung setuju dengan konsep Indonesia yang ditayangkan
dalam iklan tersebut. Menurut para informan, iklan “Siapakah
Indonesia?” telah dapat memberikan gambaran mengenai
Indonesia.
Informan Favian mengungkapkan pendapatnya mengenai
iklan “Siapakah Indonesia?” secara umum. Menurut Favian, secara
umum iklan tersebut bagus karena menunjukkan keanekaragaman
budaya, agama, suku di Indonesia. Menurutnya, keanekaragaman
Indonesia memang harus dijunjung tinggi. Dalam hal ini, pendapat
yang ia kemukakan menunjukkan sikap setujunya terhadap makna
Indonesia yang ditayangkan Perindo.
“Secara umum, ya? Secara umum itu bagus lah. Pertama, menunjukkan keanekaragaman budaya, agama, suku. Pokoknya mengandung SARA lah..ditampakkan di sana semua, Bhinneka Tunggal Ikanya diperlihatkan. Em, itu menurutku suatu iklan yang bagus karena apa namanya? Keanekaragaman Indonesia memang harus dijunjung tinggi apalagi sebagai partai harus memperlihatkan hal itu. Karna ya yang kita lihat banyak sekali diskriminasi SARA dan lain sebagainya di mana-mana. Ya meskipun kita terlalu.. Apa namanya.. Bukan terlalu sih..mengkoar-koarkan Bhinneka Tunggal Ika, kita harus tau keanekaragaman. Tapi yang kita
56
lihat di sini masih ada, ya masih ada yang mendiskriminasikan SARA. tapi itu cukup bagus, sih.”45
Senada dengan Favian, informan Jikae juga mengaku setuju
dengan makna Indonesia yang ditayangkan Perindo. Ia sependapat
bahwa kita tidak perlu memandang (membeda-bedakan) agama,
etnis, maupun kelas sosial karena semuanya sama-sama Indonesia.
“Eeemmm.. setuju.. Setuju aja sih, karena kenyataannya ya gitu.. mungkin dia bilang kalo misalnya nggak usah memandang agama ya nggak usah memandang etnis kan. Karena di situ kan yang dua itu.. nggak memandang orang kaya atau miskin tetep aja Indonesia.. iya kan? Buatnya Perindo sih. Tapi di Kalimantan ada nggak ya? Kayaknya udah ada deh.”46
Menurut informan RA, iklan “Siapakah Indonesia?” bagus
karena iklan tersebut tidak sekedar mempromosikan partai tetapi
mengandung pesan mengenai bagaimana Indonesia yang
seharusnya. RA pun setuju dengan konsep Indonesia yang
ditayangkan Perindo dan mengaku karenanya ia menyukai iklan
“Siapakah Indonesia?”. Dalam hal ini RA menegaskan rasa
sukanya dengan menonton iklan tersebut lebih dari tiga kali karena
ia menonton iklan tersebut berulang-ulang secara sengaja melalui
youtube, dalam arti bukan secara insidental ketika menonton di
televisi.
“Enggak… Oh kesannya ya, ngerti-ngerti.. jadi, eee.. kalo menurutku itu..buk.. ya di la… di satu sisi memang itu dia untuk mempromosikan tempatnya dia, partainya dia tapi kalo menurutku ada pesennya sih. Ya kenapa aku bilang bagus itu karena ada pesennya di mana, maksudnya itu lebih ke arah eee bagaimana Indonesia itu seharusnya. Ya kan, itu kan inti iklannya? Bener nggak?”47
“Karena ada pesen yang disampein dan pesennya bagus menurut aku. Jadi yang aku suka itu, kalo menurutku iklan di Indonesia tu kebanyakan eee… nggak ada pesennya,
45 Berdasarkan wawancara dengan Favian pada tanggal 19 Mei 2016 di Kampus UKSW. 46 Berdasarkan wawancara dengan Jikae pada tanggal 6 Juli 2016 di Kos Kemiri I no 27. 47 Berdasarkan wawancara dengan RA pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW.
57
kebanyakan. Dan ini meskipun iklannya itu untuk promosiin partainya dia, tapi ada pesen yang ingin disampein dan menurutku kenapa itu bagus. Jadi orang itu nggak cuman sekedar nonton acara yang nggak ada isinya, nggak ada meaning-nya gitu lho. Itu bagusnya kenapa karena ada meaning-nya.”48
“Setuju. Makanya aku suka, dan aku bilang bagus, dan aku nontonnya lebih dari tiga kali.”49
Dari penjabaran persepsi di atas, peneliti melihat bahwa setiap
informan mempersepsikan makna Indonesia dengan gaya yang berbeda-beda,
namun secara keseluruhan persepsi yang timbul kurang lebih sama. Hal
tersebut dapat dilihat dari kecenderungan yang ada pada setiap komponen:
seleksi, interpretasi, reaksi. Pada komponen seleksi, hal yang menjadi
perhatian para informan adalah keanekaragaman budaya Indonesia yang
ditayangkan di awal iklan. Dalam menginterpretasi makna Indonesia,
interpretasi para informan cenderung berkembang di sekitar empat konsep
kunci: nasionalisme, bhinneka tunggal ika, mayoritas-minoritas, dan
kepemimpinan. Kemudian reaksi yang timbul pun kurang lebih sama, para
informan cenderung setuju pada makna Indonesia yang ditayangkan Perindo.
Adanya kesamaan persepsi ini sejalan dengan teori Kategori Sosial.
Menurut DeFleur dan Ball-Rokeach, pertemuan khalayak dengan media
dapat dijelaskan dengan menggunakan perspektif kategori sosial. Dalam
perspektif Kategori Sosial, diasumsikan bahwa dalam masyarakat terdapat
kelompok-kelompok sosial yang reaksinya terhadap stimuli tertentu
cenderung sama. Anggota-anggota kategori tententu akan cenderung memilih
isi komunikasi yang sama dan akan memberikan respons kepadanya dengan
cara yang hampir sama pula (Rakhmat, 2007:204).
Kategori yang dimaksud adalah kategori sosial di mana masyarakat
dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan persamaan status
sosial tertentu. Pengkategorian tersebut dapat didasarkan pada usia, jenis
kelamin, tingkat pendapatan, pendidikan, tempat tinggal, ataupun agama.
48 Berdasarkan wawancara dengan RA pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW. 49 Berdasarkan wawancara dengan RA pada tanggal 23 Mei 2016 di Kampus UKSW.
58
Dalam penelitian ini para informan memiliki kesamaan kategori sosial, yaitu
mahasiswa. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa para informan
memberikan tanggapan yang kurang lebih sama terhadap makna Indonesia
dikarenakan berasal dari kategori sosial yang sama pula.
4.3. Kesesuaian Persepsi Mahasiswa Dengan Pandangan Partai
Selain melakukan wawancara untuk mendapatkan data mengenai
persepsi mahasiswa terhadap makna Indonesia dalam iklan “Siapakah
Indonesia?”, peneliti juga melakukan wawancara dengan pihak partai untuk
mengetahui pandangan-pandangan partai mengenai konsep-konsep yang
muncul dalam persepsi para informan mahasiswa. Hal ini dimaksudkan untuk
melihat adakah kesesuaian antara pandangan partai dengan apa yang
mahasiswa persepsikan dari iklan “Siapakah Indonesia?”. Wawancara
dilakukan dengan mengambil Ketua DPD Perindo Salatiga dan Ketua DPW
Perindo Jawa Tengah sebagai informan50.
4.3.1. Pandangan Partai
• Nasionalisme
Nasionalisme dipahami sebagai keterlibatan berbagai
elemen masyarakat tanpa membeda-bedakan. Hal ini berkaitan
dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika. Informan menekankan
bahwa nasionalisme membawa Perindo untuk tidak membedakan
seorang dengan yang lain. Namun masing-masing adalah sama dan
saling bersinergi.
“Kalau menurut Perindo itu nasionalisme itu juga kita itu bisa ditempatkan di mana-mana ya, dalam artian Perindo ini kan partai yang baru tapi partai yang besar. Nah itu tadi yang dikatakan nasionalisme, kita semua itu orang nasionalisme. Nah kita bisa masuk ke mana-mana itu bisa.”51
“Dalam arti seperti ini, Perindo itu masuk ke golongan orang punya bisa, orang nggak punya bisa. Orang kaya dan orang miskin semua bisa. Jadi nasionalnya itu bisa gitu lho. Jadi kita
50 Transkrip terlampir. 51 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan).
59
itu, piye yo, nasionalnya itu kita nggak pernah membedakan. Jadi umpama kita ketemu dengan DPC kita atau DPD kita secara nasional itu bisa membaur begitu.”52
“Membudaya ya. Saya kita itu membudaya. Perindo itu membudaya gitu. Jadi ya pokoknya membudaya dalam artian bisa masuk ke mana-mana itu. Nah nasionalismenya di situ. Jadi dia tidak seperti ini, membawa Perindo itu untuk siapa kamu, siapa aku, itu enggak. Membawa Perindo ini, siapa kamu ya itu saya. Siapa saya itu ya kamu, gitu. Jadi bisa saling sinergi itu lho dek.”53
Nasionalisme sebagai rasa kebangsaan, di mana dalam iklan
versi “Siapakah Indonesia?” terkandung harapan untuk dapat
menggugah rasa kebangsaan itu lebih lagi. Rasa kebangsaan ini
berkaitan dengan adanya rasa memiliki terhadap bangsa. Rasa
memiliki menciptakan kepedulian pada kondisi bangsa dalam diri
anggota masyarakat. Ketika seseorang merasa memiliki bangsanya
maka ia akan mengusahakan untuk memperbaiki kondisi
bangsanya. Dengan demikian nasionalisme inilah yang mendorong
orang-orang untuk turut berperan dalam memajukan bangsa.
“Saya kira kalo bangsa Indonesia itu pemahamannya sudah bagus ya. Sekarang orang Indonesia tu nggak ada yang bodo. Sekarang orang Indonesia itu pinter-pinter. Jadi seperti anak aja dengar lagu, itu aja dia udah bisa baca, jadi dia bisa menirukan. Nek saya lihat bangsa ini sudah maju ya, bangsa ini memang bangsa besar yang sudah keIndonesiaannya di situ sudah banyak. Ya itu tinggal pembenahan dikit. Mungkin pembenahan, penerapannya itu lho. Penerapannya dalam arti seperti ini. Saya bangsa Indonesia, saya bangsa besar. Itu gimana kalo saya pengen maju, apa yang harus saya lakukan. Itu mereka mungkin semuanya dah pinter itu. Nah ini, pengelolaan ekonomi cuman begini, kesenjangan masih ada. Kesenjangan itu memang masih ada karena kan tidak mungkin namanya bangsa ini semuanya kaya kan ndak mungkin. Pasti ada yang miskin, ada yang cukup, ada yang ekonominya lebih tinggi. Nah mungkin dengan tayangan “Siapakah Indonesia?” itu menggugah orang-orang seperti konglomerat, seperti yang sudah jadi, orang-orang yang kaya, orang-orang yang punya
52 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan). 53 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan).
60
harta sampai ke luar negeri. Menggugah itu supaya bisa ah saya tak pulang aja ke Indonesia. Gimana saya membenahi Indonesia. Saya akan mendirikan sesuatu, yang nanti saya akan menyerap tenaga kerja atau bagaimana. Nah mungkin menggugah itu. Kalo saya melihat kok dari berbagai macem itu saya melihatnya seperti itu.”54
“Nhaa rasa kebangsaannya itu ada gitu lho. Kalo saya melihat seperti itu.”55
Demikian pula dengan Bapak Siswadi, beliau
mengungkapkan bahwa nasionalisme sebagai rasa kebangsaan
yang menerima semua yang ada di Indonesia. Nasionalisme
merupakan rasa memiliki terhadap bangsa yang diwujudkan dalam
serangkaian tindakan yaitu memelihara, memberdayakan, dan
mempertahankan. Informan juga menuturkan bahwa nasionalisme
itu diukur dari sejauh mana kita mewujudkan nasionalisme tersebut
dalam tindakan sehari-hari.
“Jadi gini, nasionalisme itu rasa kebangsaan ya to? Rasa kebangsaan kita ya to, yang menerima semua apa yang ada di Indonesia ini. Memelihara, memberdayakan, dan mempertahankan. Gitu to. Jadi nasionalismenya tinggi tapi begitu ada ISIS masuk, ‘wah gah nek kui rak melu-melu’, nggak bisa. Jadi merasa memiliki, memelihara, memberdayakan, dan mempertahankan. Nah itu rentetan bentuk, suatu bentuk nasionalisme.”56
“Jadi pandangan nasional itu tadi. Bangsa Indonesia yang merasa memiliki terus eee menjaga ya, memberdayakan, dan mempertahankan. Kalo mempertahankan kelihatannya konotasinya perang ya, tidak. Belum tentu. Misalnya kamu merasa memiliki, numpak mobil opo motor, bendera merah putih kok roboh, ini contoh sing paling gampang. Jadi pak Sis memberikan gamblang seperti itu. O ya kan medun sik to, didhegke ojo malah dilindes lha kadung ok. Lha itu lhoo.. itu bentuk itu rasa memiliki. Lha menjaganya di situ. Terus memberdayakan, freeport akeh-akeh males lah engko kekke asing wae paling duit e gowo rene. Nha itu tidak
54 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan). 55 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan). 56 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswadi Selodipoero, Ketua DPW Perindo Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus 2016 di Kantor DPW Perindo Jawa Tengah.
61
memberdayakan. Breakdown-nya seperti itu. Dan mempertahankan tidak harus perang lawan Malaysia lawan Inggris, enggak. Ada ISIS, sekarang merah putih harus di bawah bendera perang yang tulisan arab itu, kita pertahankan. Itu belum tentu dengan cara perang to. Kira-kira gitu. Itu contoh nasionalismenya, nah ukuran nasionalisme itu, wah nasionalismenya tinggi, nasionalismenya biasa-biasa saja, ya tinggal yang kamu lakukan itu kebanyakan atau kamu khusus. Terus kamu nulis tentang ideologi asing, yang tidak sesuai dengan ideologi bangsaa, itu rasa nasionalismenya tinggi. Tapi kalo hanya merdeka pas 17an tok ya..tapi dah nasionalisme dia, tetep nasionalisme.”57
• Bhinneka Tunggal Ika
Pandangan Perindo mengenai Bhinneka Tunggal Ika terkait
dengan konsep iklan yang menampilkan berbagai suku. Iklan
tersebut menunjukkan bahwa Indonesia yang terdiri dari berbagai
suku dan bahasa namun bisa menjadi satu. Selain itu sebagaimana
ditunjukkan dalam iklan, di Indonesia masih ada kesenjangan
antara si kaya dan si miskin. Ini menggambarkan keadaan
Indonesia yang beraneka ragam baik dalam hal budaya maupun
kelas sosial, namun semuanya terangkum menjadi satu sebagai
bangsa.
“Emm.. saya kira ya kalo iklan itu ya kita berbagai suku. Berbagai suku. Jadi, siapakah saya dan siapakah Indonesia. Itu mereka itu akan istilahnya mengungkapkan ini lho Indonesia, berbagai suku, berbagai bahasa bisa terangkum jadi satu itu bangsa Indonesia itu. Jadi saya kira itu. Jadi berbagai…eee…di luar konsep-konsep yang dimengerti sama masyarakat itu sulit, dengan tayangan itu kan mungkin mereka bisa itu, O berarti bangsa ini akan seperti ini. Itu. Saya kira itu kapasitasnya mungkin ke DPP ya. Cuman yang kita sebagai orang awam, melihat itu kan suku, bahasa, itu berbagai to ya. Tapi kenapa bisa menjadi satu? Ya mungkin itu yang diangkat oleh Perindo seperti itu.”58
“Saya kira kalo bangsa Indonesia itu pemahamannya sudah bagus ya. Sekarang orang Indonesia tu nggak ada yang bodo.
57 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswadi Selodipoero, Ketua DPW Perindo Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus 2016 di Kantor DPW Perindo Jawa Tengah. 58 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan).
62
Sekarang orang Indonesia itu pinter-pinter. Jadi seperti anak aja dengar lagu, itu aja dia udah bisa baca, jadi dia bisa menirukan. Nek saya lihat bangsa ini sudah maju ya, bangsa ini memang bangsa besar yang sudah keIndonesiaannya di situ sudah banyak. Ya itu tinggal pembenahan dikit. Mungkin pembenahan, penerapannya itu lho. Penerapannya dalam arti seperti ini. Saya bangsa Indonesia, saya bangsa besar. Itu gimana kalo saya pengen maju, apa yang harus saya lakukan. Itu mereka mungkin semuanya dah pinter itu. Nah ini, pengelolaan ekonomi cuman begini, kesenjangan masih ada. Kesenjangan itu memang masih ada karena kan tidak mungkin namanya bangsa ini semuanya kaya kan ndak mungkin. Pasti ada yang miskin, ada yang cukup, ada yang ekonominya lebih tinggi. Nah mungkin dengan tayangan “Siapakah Indonesia?” itu menggugah orang-orang seperti konglomerat, seperti yang sudah jadi, orang-orang yang kaya, orang-orang yang punya harta sampai ke luar negeri. Menggugah itu supaya bisa ah saya tak pulang aja ke Indonesia. Gimana saya membenahi Indonesia. Saya akan mendirikan sesuatu, yang nanti saya akan menyerap tenaga kerja atau bagaimana. Nah mungkin menggugah itu. Kalo saya melihat kok dari berbagai macem itu saya melihatnya seperti itu.”59
Makna Bhinneka Tunggal Ika adalah kesatuan dari semua
yang ada. Semua yang ada di sini artinya semua unsur yang ada di
Indonesia baik suku, agama, kelas sosial. Bhinneka Tunggal Ika
sebagai semboyan negara berfungsi untuk mengingatkan
masyarakat mengenai nilai persatuan tersebut.
“Bhinneka tunggal ika itu kan hanya tulisan. Untuk mengingatkan. Yang paling bener perwujudannya, aktualisasinya adalah dalam kehidupanmu sehari-hari.“60
“ya kesatuan semua yang ada to. Semua yang ada to, dari segala suku. Bhinneka macem-macem, tunggal itu satu, ika itu karep ya, kemauan.”61
• Mayoritas-minoritas
Terkait dengan konsep mayoritas-minoritas, Perindo tidak
ingin dianggap sebagai partai minoritas. Minoritas dalam hal ini
59 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan). 60 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswadi Selodipoero, Ketua DPW Perindo Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus 2016 di Kantor DPW Perindo Jawa Tengah. 61 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswadi Selodipoero, Ketua DPW Perindo Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus 2016 di Kantor DPW Perindo Jawa Tengah.
63
dikaitkan dengan perbedaan agama yang ada di Indonesia.
Berdasarkan wawancara dengan ketua DPD Perindo Salatiga,
beliau mengungkapkan bahwa Perindo tidak membatasi dan
membedakan agama yang masuk dalam partainya. Beliau
menambahkan, bahwa dikotomi mayoritas-minoritas sebenarnya
keliru. Indonesia sebagai bangsa yang besar seharusnya bisa
berbaur. Dengan adanya persatuan dari berbagai elemen tersebut
diharapkan dapat membawa perubahan bagi Indonesia.
“Kalo Perindo ini, ini ya, bukan partai minoritas. Itu bukan begitu, seperti itu. Kita ini, bangsa ini, walaupun toh berbagai agama, Perindo ini bisa masuk ke mana aja. Yang saya udah jalani sekarang ini Kristen, Katolik, Islam, Budha pun masuk semua di Perindo. Jadi kalo ada orang bilang kita itu orang minoritas. Itu sebenernya keliru, kita itu seharusnya berbaur ya, karena kita itu bangsa yang besar. Bangsa yang besar dan ini akan membawa perubahan kan bila semuanya bisa bersatu. Itu yang saya tau.”62
Pernyataan di atas menunjukkan sikap Perindo terhadap
dikotomi mayoritas-minoritas. Senada dengan yang disampaikan
Bu Dewi, Pak Siswadi pun menyampaikan hal yang sama. Bagi
Perindo, tidak ada dikotomi mayoritas-minoritas. Semuanya
dianggap sama. Beliau kemudian memisalkan apabila HT yang
notabene merupakan berasal dari etnis Tionghoa dan beragama
katolik mencalonkan diri sebagai presiden, tidak ada masalah
dengan itu sejauh konstitusi tidak melarang. Di sini informan
berbicara mengenai persamaan hak sebagai warga negara.
Informan mengakui dikotomi mayoritas-minoritas menjadi
kendala, namun sebagaimana telah disampaikan sebelumnya
bahwa secara legal tidak ada ketentuan bahwa calon presiden harus
dari agama tertentu jadi sah-sah saja jika Hary Tanoe ingin jadi
presiden, dipilih atau tidak itu soal lain tergantung pada penilaian
62 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan).
64
masyarakat. Sehingga agar dapat dipilih perlu ditunjukkan figur
seperti apakah Hary Tanoe sesungguhnya.
“Tidak ada, menganggap tidak ada. Semua sama tadi lho. Kalo kita menganggap ada dia jadi besar itu yang memunculkan isu itu. Contoh gini, saya muslim ya. Paham betul mengenai garis-garis kehidupan kebangsaan. Saya dulu kader tingkat nasional PDI Perjuangan, bidang ideologi saya, jadi paham betul, wareg to ya. Pak Hary Tanoe nyalon dia kan Chinese dan Katolik. Apa salahnya? Undang-undang Dasar mengatur atau tidak? Undang-undang dasar turunannya adalah undang-undang tentang pemilu, tentang pilpres, ngatur atau tidak? Kalo nggak diatur boleh. Dipilih atau tidak kembali kepada masyarakat, tingkat penilaiannya seperti apa. Memang kendala seperti itu ada sih. Tidak tidak ada.. ada.. makanya sekarang saya juga mengingatkan kepada Pak Hary Tanoe, kebetulan saya ketua Dewan Pimpinan Wilayah seluruh Indonesia paling tuo, saya sudah 65 saya. Saya bilang. Gini pak, Bapak boleh dateng ke pesantren. Dateng ke kyai ini itu silakan, tapi niat yang paling dalem, ya. Tokoh ketemu tokoh. Kalo boleh tokoh minta doa kepada tokoh. Lho itu kan Pak Hary Tanoe kan katolik, tapi yang didatangi Mbah Maimun Zubair, kyai khos Nahdlatul Ulama. Nggak papa. Mendoakan kan sesuai agamanya yang mendoakan.”63
“Jadi gitu, ya.. kamu kan meh tanya itu jan jan e. saya paham situasi kebatinan kamu, nyinggung nggak ke pak sis gitu. Kan Hary Tanoe nyalon presiden kan, pengen jadi presiden kan boleh saja, hak dia. Lha kembali kepada konstitusi bangsa, selama tidak diatur dalam undang-undang dasar. Undang-undang dasar kan anu, grand norm, jadi apa. Undang-undang tertinggi gitu kan. Itu di bawahnya baru undang undang pelaksana, di bawahnya lagi baru peraturan pemerintah. Jadi undang-undang dasar tu paling tinggi, di bawahnya baru undang-undang pemilu. Di bawahnya ada undang-undang opo wae. Pelaksanaannya baru peraturan pemerintah. Lah peraturan pemerintah tidak boleh tabrakan dengan undang-undang, undang-undang juga tidak boleh tabrakan dengan undang-undang dasar. Nah, undang-undang yang tabrakan dengan undang-undang dasar wasitnya Mahkamah Konstitusi. Nah di sini nggak ada di undang-undang dasar kan, di undang-undang pemilu nggak ada, pilpres nggak ada, Kpu ngga ada, peraturan yang pelaksanaan nggak ada. Berarti boleh kan? Sah. Dipilih nggak dipilih itu nomer dua nomer empat nomer sekian urusan masyarakat wong akeh banget ok. Nha tugasnya
63 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswadi Selodipoero, Ketua DPW Perindo Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus 2016 di Kantor DPW Perindo Jawa Tengah.
65
biar bisa dipilih apa, memberikan pencerahan kepada masyarakat pemilih, ki lho Hary Tanoe ki jan e ngene.”
“Ini kan janjinya, ini kan kesepakatan luhur bangsa Indonesia, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Termasuk papua sing ora katokan yo dilindungi bukan karena males ngurus dikekke wong amerika gitu lho. ini terjemahan bodonya begitu, jadi yang paling gampang saya memberikan contoh seperti itu. Jadi kayak gitu artinya, kalo pertanyaannya bagaimana Perindo melihat bangsa Indonesia. Itu ditambahi kudu ne, bangsa Indonesia saat ini itu potretnya seperti apa. Tapi bangsa Indonesia seutuhnya yang seperti apa itu ya kayak alinea empat kamu jabarkan semua. Yang melindungi segenap bangsa Indonesia. Segenap itu kabeh nggak boleh membedakan, itu kan sesuatu yang sangat fundamental. Segenap, tidak ada satupun yang tidak. Dan seluruh tumpah darah Indonesia kan gitu. Itu janji bangsa Indonesia yang diamanatkan kepada pemerintah. Pemerintah boleh dari kristen katolik, presidennya lho maksudnya. Kan segenap. Nah ini undang-undang dasar yang merupakan kesepakatan luhur bangsa Indonesia turun menjadi undang-undang pemilu, undang-undang pilpres, undang-undang yang lain yang lain. Pasti pelaksanaan menggunakan peraturan pemerintah selama itu masalah teknis, misalnya aku tugas TPS dapat honor 6000 misalnya.”64
• Kepemimpinan
Dalam perspektif partai, sebagaimana diungkapkan Ketua
DPD Perindo Salatiga pemimpin dilihat sebagai sosok yang
mengayomi, memahami kondisi rakyatnya, mampu memajukan
bangsanya. Sifat mengayomi seorang pemimpin itu fleksibel, di
sini informan mengibaratkan pemimpin harus seperti air yang bisa
menyesuaikan di mana air itu ditempatkan. Hal itu berarti
pemimpin bisa menyesuaikan dirinya dan membaur dengan
berbagai golongan di masyarakat. Untuk memajukan bangsanya
pemimpin juga harus cerdas dan bijak, dalam arti menjadi pribadi
yang solutif, mampu memberikan pemecahan terhadap masalah-
masalah yang dihadapi. Selain itu bijak juga diartikan bahwa
pemimpin tidak boleh membeda-bedakan anggota masyarakatnya.
64 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswadi Selodipoero, Ketua DPW Perindo Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus 2016 di Kantor DPW Perindo Jawa Tengah.
66
Karakteristik pemimpin yang ideal ini disesuaikan dengan visi misi
Perindo yaitu menyejahterakan Indonesia. Pemimpin harus bisa
menjadi teladan bagi bangsa.
“Kalau menurut Perindo, pemimpin itu yang bisa mengayomi, bisa melihat rakyatnya itu seperti apa. Terus melihat..seorang pemimpin itu harus bisa melihat bagaimana Indonesia ini bisa lebih maju, tidak kalah dengan bangsa lain. Itu, saya kira itu. Ya itu sifat pemimpin, jadi pemimpin itu harus bisa ditempatkan seperti air. Kalau dia ada di gelas, dia mau. Dia ada di bak, dia mau. Dia di kolam renang juga bisa. Seperti itu. Jadi pengayomannya pemahamannya memang harus bisa diterapkan begitu. Seperti saya misalnya, saya mimpin di Perindo Salatiga. Banyak sebetulnya masalah-masalah. Cuman saya, masalah itu kan tidak harus saya mendapatkan laporan satu persatu, saya terima, enggak. Kita harus melalui apa ya, rapat untuk memecahkan. Nah itu bangsa ini, seorang pemimpin itu yang bisa ngayomi, yang gitu aja. Terus membawa bangsa ini bisa sejahtera itu mencari terobosan-terobosan seperti pajek ini to. Pajek yang tadinya kecil ini bisa besar seperti apa, biar nanti kalo pajek ini masuk di kita nanti untuk mensejahterakan itu bisa, gitu. Bisa nangkep ya?”65
“Eee yang bisa mengambil kebijakan-kebijakan. Selain mengayomi, dia bisa mengambil kebijakan-kebijakan yang di mana kebijakan itu nanti diterapkan. Tapi bukan membijaki, gitu. Jadi kebijaksanaan itu ada gitu. Tanpa membedakan, jadi kalau ada perselisihan gitu lebih bijak dalam mengatasinya. Ekonomi yang sekarang baru sulit seperti ini mencari terobosan, seperti itu dek.”66
“Kalo Perindo itu, eee… dari pertama saya terjun, yang ditunjukkan oleh Perindo itu ya membantu masyarakat. Yang jelas itu. Mensejahterakan masyarakat dek, karena kan visi misinya seperti itu. Mensejahterakan masyarakat, membuat UMKM itu..mengangkatnya dari situ. Yang saya lihat itu mengangkatnya dari UMKM, yang pengangguran bisa dikasih umpama kayak gerobak, diberikan biar mereka usaha. Nah terus nanti kalo mereka sudah bisa berusaha kalo itu kan otomatis sejahtera bisa menghidupi dirinya sendiri to, nah itu. Nah itu pengembangannya seperti itu kalo saya lihat. Karna ini ekonomi sulit seperti ini, Perindo membuat terobosan-terobosan. Seperti baksos yang saya lakukan ini, itu sudah berpuluh kali ya saya lakukan itu. Baksos itu, itu bisa dilihat di
65 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan). 66 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan).
67
twitter bisa, di instagram ada, di youtube ada. Terus di TV-TV itu juga banyak. Nah seperti itu, jadi kita itu nggak, pemimpin itu memberi contoh dulu gitu lho dek.”67
“Iya harus menjadi teladan dulu, memberi contoh dulu. O perindo itu tujuannya seperti itu. Sehingga masyarakatnya tau gitu lho. O tujuannya perindo itu seperti ini, mensejahterakan masyarakat seperti ini. Kalo menurut saya, kalo perindo ini.. tujuan-tujuannya, visi misinya bagus lah.”68
Menurut Ketua DPW Perindo Jateng, pemimpin tidak harus
berasal dari suatu agama tertentu, yang penting pemimpin tidak
boleh melenceng dari apa yang dicita-citakan bangsa sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia. Adalah
tugas seorang pemimpin untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Perwatakan seorang pemimpin tidak ingkar janji dan memiliki
dedikasi untuk bangsa. Di sini informan menegaskan, pemimpin
harus memiliki dedikasi untuk bangsa, bukan untuk kelompok,
golongan atau keluarga.
“Pemimpin itu apa. Pemimpin itu yang menjalankan tugas. Jadi gini, kalo pemimpin itu apa itu ya ya angel ya. Tetapi pemimpin ya yang menjalankan tugas. Kalo ini pemimpin pemerintahan ya? Pemimpin pemerintahan itu ya yang menjalankan alinea keempat ini. Pak Hary Tanoe pun nanti kalo jadi pemimpin pemerintahan dan pemimpin negara tidak sesuai dengan amanat alinea keempat itu ya pasti bukan Indonesia yang dia pimpin. Dia pun nggak boleh keluar dari itu.”69
“Ya di situ kan nggak ada boleh korupsi kan nggak ada. Jawabannya nggak korupsi. Harus kristen, harus muslim kan nggak ada. Jadi apapun boleh. Ya tadi, jangan keluar dari itu.
67 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan). 68 Berdasarkan wawancara dengan Ibu Putri Dewi Candra Sri, Ketua DPD Perindo Salatiga pada tanggal 25 Agustus 2016 di Jalan Mayangsari, Salatiga (rumah informan). 69 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswadi Selodipoero, Ketua DPW Perindo Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus 2016 di Kantor DPW Perindo Jawa Tengah.
68
Pemimpin yang benar angel, ya memang angel. Nek gampang kabeh wong dadi presiden. Wong wis ngaku koyok ngene nyatanya juga tidak. Tapi perwatakan pemimpin, misalnya ya to, menepati janjinya kampanye. Perwatakannya itu, tapi kalo yang ideal ya tadi itu. Tidak ingkar janji, punya dedikasi untuk bangsa. Bangsa to. Bukan dedikasi untuk kelompok, golongan, atau keluarga. Jadi gitu.”70
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan,
peneliti melihat penggambaran karakteristik pemimpin
sebagaimana disampaikan oleh para informan menunjukkan
gambaran pemimpin yang nasionalis. Gambaran tersebut berkaitan
dengan konsep nasionalisme, di mana pemimpin memiliki rasa
kebangsaan sehingga dalam menjalankan tugasnya akan senantiasa
berupaya untuk membawa bangsanya kepada kemajuan seperti
yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
4.3.2. Analisis
No. Konsep Partai Mahasiswa 1. Nasionalisme Nasionalisme adalah rasa
kebangsaan. Rasa memiliki terhadap bangsa yang terwujud dalam kepedulian terhadap bangsa dan tindakan untuk memajukan bangsanya demi mencapai apa yang dicita-citakan bersama. Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang menerima semua unsur yang ada di Indonesia. Semua unsur ini termasuk keanekaragaman masyarakatnya.
Nasionalisme dilihat sebagai rasa cinta terhadap negerinya yang terwujud dalam upaya untuk bersama-sama memajukan bangsanya. Nasionalisme tidak membedakan suku, agama, ataupun golongan sebagaimana diperlihatkan di bagian awal iklan.
2. Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka tunggal ika dilihat sebagai kesatuan dari suku, agama, dan golongan yang beranekaragam dalam suatu bangsa yaitu Indonesia. Bhinneka tunggal ika sebagai semboyan negara berfungsi untuk mengingatkan bahwa Indonesia itu beranekaragam
Dalam persepsi mahasiswa, makna Indonesia dalam iklan versi “Siapakah Indonesia?” merupakan cerminan semboyan negara bhinneka tunggal ika. Bhinneka tunggal ika ditunjukkan adanya makna Indonesia yang tidak membedakan baik dari suku,
70 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Siswadi Selodipoero, Ketua DPW Perindo Jawa Tengah pada tanggal 29 Agustus 2016 di Kantor DPW Perindo Jawa Tengah.
69
tetapi tetap satu. agama, maupun kelas sosial. 3. Mayoritas-
minoritas Dalam hal ini minoritas dihubungkan dengan persoalan agama. Sebagaimana halnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai agama, Perindo menjangkau semuanya tanpa membedakan. Dikotomi mayoritas dan minoritas dianggap tidak ada karena sebagai bangsa yang besar seharusnya semuanya bisa berbaur tanpa membeda-bedakan. Persatuan-lah yang bisa membuat Indonesia menjadi lebih maju. Mayoritas dan minoritas itu setara. Kesetaraan yang dimaksud berkaitan dengan persamaan hak warga negara, bahwa siapapun bisa menjadi presiden termasuk HT sejauh tidak melenceng dari konstitusi.
Mayoritas dan minoritas menjadi salah satu latar belakang dibuatnya iklan “Siapakah Indonesia?”. Selama ini di Indonesia mayoritas dianggap mendominasi dalam berbagai bidang, termasuk politik. Perindo dipimpin oleh HT yang notabene berasal dari golongan minoritas. Menurut para informan, iklan “Siapakah Indonesia?” merupakan upaya untuk memperjuangkan kesetaraan mayoritas-minoritas atau dapat dikatakan menghapus dikotomi mayoritas-minoritas. Makna Indonesia yang ditayangkan dianggap sebagai bentuk politik identitas HT.
4. Kepemimpinan Pemimpin adalah sosok yang mengayomi, bisa berbaur dengan semua kalangan tanpa membeda-bedakan. Dalam konteks bangsa, pemimpin diharapkan cerdas, dapat melakukan terobosan-terobosan untuk memajukan bangsanya, membawa bangsanya menuju kesejahteraan. Pemimpin tidak dibatasi harus berasal dari golongan tertentu. Yang lebih penting pemimpin adalah ia yang menjalankan tugasnya membangun bangsa untuk mencapai cita-cita bersama. Dengan kata lain, pemimpin harus memiliki rasa kebangsaan/nasionalisme.
Dalam mempersepsi iklan “Siapakah Indonesia?”, konsep kepemimpinan dalam konteks politik dikaitkan dengan isu minoritas. Ada anggapan-anggapan yang berkembang mengenai Presiden harus Jawa, atau harus Muslim. Pada intinya dalam persepsi mahasiswa, makna Indonesia berkaitan dengan keinginan HT untuk menjadi pemimpin. Sehingga melalui iklan “Siapakah Indonesia?” ingin menunjukkan bahwa siapapun bisa menjadi pemimpin tanpa membedakan ia berasal dari golongan mana. Persepsi mahasiswa juga berkaitan dengan karakteristik seorang pemimpin yang ditunjukkan yaitu sosok pemimpin yang bisa berbaur dan mempunyai kepedulian terhadap bangsa. Secara umum jiwa nasionalisme merupakan modal untuk menjadi seorang pemimpin.
70
Dengan matriks di atas, peneliti mencoba membandingkan
pandangan-pandangan partai dengan persepsi mahasiswa mengenai
empat konsep kunci yang ada di dalam iklan “Siapakah
Indonesia?”. Jika dilihat dari matriks teresbut, baik partai maupun
mahasiswa melihat nasionalisme sebagai rasa kebangsaan. Rasa
kebangsaan yang dimaksud adalah perasaan memiliki terhadap
bangsa. Rasa memiliki terhadap bangsa ini terwujud dalam
tindakan dan upaya untuk memajukan bangsanya. Nasionalisme
juga berarti menerima semua yang ada di Indonesia tanpa
membedakan golongan. Hal ini berkaitan dengan konsep bhinneka
tunggal ika.
Pandangan partai terhadap konsep bhinneka tunggal ika pun
sama dengan apa yang dipersepsikan mahasiswa. Bhinneka tunggal
ika sebagai rasa persatuan di dalam keanekaragaman.
Keanekaragaman ini baik suku, agama, maupun kelas sosial. Iklan
“Siapakah Indonesia?” dipersepsikan oleh mahasiswa sebagai
cerminan dari konsep bhinneka tunggal ika tersebut.
Terkait dengan keanekaragaman Indonesia, muncul konsep
mayoritas dan minoritas. Ada kesamaan antara pandangan partai
mengenai mayoritas-minoritas dengan apa yang dipersepsikan oleh
mahasiswa dalam iklan “Siapakah Indonesia?”. Kesamaan tersebut
terletak dalam upaya untuk menyatukan mayoritas dengan
minoritas. Dalam pandangan partai, dikotomi mayoritas-minoritas
dianggap keliru. Seharusnya semua dianggap sama dan setara. Hal
itupun dilihat oleh para informan mahasiswa. Namun secara lebih
khusus, mahasiswa memandang iklan “Siapakah Indonesia?”
sebagai upaya untuk menghapus dikotomi tersebut. Upaya tersebut
dikaitkan dengan sosok HT sebagai Ketum DPP Perindo yang
dipandang sebagai bagian dari minoritas.
Selanjutnya mengenai konsep kepemimpinan, dalam
pandangan partai pada intinya pemimpin dipandang sebagai sosok
71
yang mengayomi, cerdas, solutif, berorientasi untuk kemajuan
bangsa. Pemimpin mengemban tugas untuk mengupayakan
perwujudan cita-cita bangsa Indonesia. Karakteristik tersebut tidak
lain merupakan perwujudan dari nasionalisme Indonesia. Demikian
pula halnya yang dipersepsikan mahasiswa dari iklan “Siapakah
Indonesia?”. Dari iklan tersebut mahasiswa melihat bahwa hal
yang penting untuk menjadi pemimpin adalah memiliki jiwa
nasionalisme. Pemimpin tidak harus berasal dari golongan tertentu,
namun pemimpin harus berorientasi pada bangsa. Dalam persepsi
mahasiswa, konsep pemimpin ini dikaitkan dengan keinginan HT
untuk menjadi pemimpin.
Dari penjelasan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa
secara umum terdapat kesesuaian antara pandangan partai dengan
persepsi mahasiswa mengenai makna Indonesia dalam iklan versi
“Siapakah Indonesia?”. Hanya saja, peneliti melihat bahwa dalam
mempersepsi makna Indonesia dalam iklan tersebut, mahasiswa
cenderung melihat makna Indonesia secara keseluruhan sebagai
representasi aktor. Aktor yang dimaksud dalam hal ini adalah HT
sebagai ketua umum DPP Perindo. Menurut mahasiswa, makna
Indonesia yang ditayangkan dalam iklan mencerminkan keinginan
HT untuk menjadi pemimpin. Sementara isu minoritas dilihat
sebagai kendala dalam mewujudkan keinginan tersebut sehingga
HT mencoba mengarahkan pandangan masyarakat bahwa
mayoritas dan minoritas itu setara, semuanya sama-sama
Indonesia.
72