BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Keberadaan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. Hi. Aloei Saboe Kota
Gorontalo adalah merupakan Rumah Sakit Tipe B milik Pemerintah Kota Gorontalo,
sangat strategis dan menguntungkan dalam pengelolaannya. Kedudukan Kota
Gorontalo sebagai Ibukota Provinsi Gorontalo dan secara geografis terletak dipusat
wilayah Teluk Tomini, memudahkan masyarakat yang berada di luar kota gorontalo
maupu di luar daerah untuk datang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR.
Hi. Aloei Saboe. Untuk itu terus dilakukan pembenahan-pembenahan baik dari segi
sarana prasarana, Sumber Daya Manusia serta jenis pelayanan yang diberikan. Selain
itu pula berbagai tantangan dan hambatan yang akan dihadapi kedepan nanti, yaitu :
pertama, kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia dan merupakan investasi jangka
panjang. Kedua, Rumah Sakit Umum Daerah mempunyai kewajiban untuk melayani
masyarakt miskin (public goods) baik dari Kota Gorontalo maupun dari daerah lain.
Ketiga, Rumah Sakit Umum Daerah juga diperhadapkan oleh tuntutan segmen
masyarakat yang mampu (privat goods) untuk profesional dalam memberikan
pelayanan yang prima. Keempat, Rumah Sakit Umum Daerah harus dapat bersaing
hal kualitas Sumber Daya Manusia. Kelima; Rumah Sakit Umum Daerah harus
mampu mengembangkan perlatan teknologi di bidang kesehatan dan pengelolaan
manajemen yang modern. Keenam, Rumah Sakit Umum Daerah harus mampu
mandiri dalam menghadapi berbagai gejolak ekonomi lokak maupun global dan
inflasi input kesehatan yang saat ini secara fluktuasi terus terjadi. Ketujuh, Rumah
Sakit Daerah merupakan salah satu organisasi yang padat karya, beraneka ragam
profesi, memiliki multi fungsi serta padat modal.
Jumlah responden yang diperoleh dari tanggal 21 Mei-4 Juni 2013 penelitian
sebanyak 67 responden (anggota keluarga). Dalam hal ini untuk menentukan
responden dilihat dari kriteria inklusi, kemudian memberikan lembar persetujuan
responden, jika responden bersedia untuk menjadi diteliti dilakukan tehnik
wawancara atau membagikan kuesioner pada responden, dan untuk menentukan
hipertensi maupun tidak hipertensi di lihat dari hasil pemeriksaan pasien di poliklinik
penyakit dalam. Setelah semua data terkumpul dilakukan pengolahan data serta
menganalisis data yang didapatkan dengan menggunakan SPSS.
4.1.2 Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi. dalam penelitian ini menggunakan data
kategori sehingga penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi dengan
persentase.
adapun variabel yang dianalisa dalam penelitian ini mencakup karakteristik
responden (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan responden),
pengetahuan dan sikap tentang pencegahan hipertensi, serta kejadian hipertensi pada
pasien di poliklinik penyakit dalam RSUD Prof.Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
1. Karakteristik Responden
a. Gambaran Responden Menurut Jenis Kelamin
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi Responden berdasarkan jenis kelamin
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 32 47.8
Perempuan 35 52.2
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 67 responden yang datang
di poliklinik penyakit dalam untuk jenis kelamin laki-laki sebanyak 32 responden
(47.8%) dan responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 35
responden (52.2%).
b. Gambaran Responden Menurut Kelompok Umur
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Kelompok Umur
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Persentase (%)
21 – 40 41 61.2
41 – 60 26 38.8
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa dari 67 responden yang
datang di poliklinik penyakit dalam untuk kelompok Umur responden 21-40
Tahun merupakan responden yang paling banyak yaitu 41 responden (61.2%)
dan paling sedikit kelompok umur 40-60 tahun yaitu 26 responden (38.8%).
c. Gambaran Responden Menurut Status Keluarga
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Status Keluarga
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Status Keluarga Frekuensi Persentase (%)
Anak 15 22.4
Istri 29 43.3
Suami 14 20.9
Ibu 4 6.0
Ayah 3 4.5
Saudara 2 3.0
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukan bahwa dari 67 responden yang
datang di poliklinik penyakit dalam diperoleh hasil bahwa responden yang paling
banyak yaitu Istri sebanyak 29 responden (43.3%), sedangkan responden yang
paling sedikit yaitu saudara kandung sebanyak 2 responden (3.0%).
d. Gambaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4
Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
SD 17 25.4
SMP 13 19.4
SMA 25 37.3
Perguruan Tinggi 12 17.9
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa dari 67 responden yang
datang di poliklinik penyakit dalam diperoleh hasil bahwa responden yang
memiliki tingkat pendidikan tertinggi yaitu SMA sebanyak 25 responden
(37.3%), sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan terendah yaitu
Perguruan Tinggi sebanyak 12 responden (17.9%).
e. Gambaran Responden Menurut Pekerjaan
Tabel 4.5
Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Pekerjaan
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
IRT 24 35.8
PNS 9 13.4
Petani 7 10.4
Wiraswasta 14 20.9
Pedagang 2 3.0
POLRI 1 1.5
Mahasiswa 5 7.5
Tidak Ada 5 7.5
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa dari 67 responden yang
datang di poliklinik penyakit dalam, responden berdasarkan pekerjaan yang
paling banyak yaitu responden yang bekerja sebagai IRT yakni 24 responden
(35.8%), sedangkan yang paling sedikit yakni anggota POLRI sebanyak 1
responden (1.5%).
f. Gambaran Responden Menurut Pengetahuan
Tabel 4.6
Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Baik 40 59.7
Cukup 18 26.9
Kurang 9 13.4
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan bahwa dari 67 reponden di poliklinik
penyakit dalam RSUD Prof.Dr Aloei Saboe didapatkan bahwa responden dengan
pengetahuan baik sebanyak 40 responden (59.7%), responden dengan
pengetahuan cukup sebanyak 18 responden (26.9%), dan sisanya responden
dengan pengetahuan kurang sebanyak 9 responden (13.4%).
g. Gambaran Responden Menurut Sikap
Tabel 4.7
Distribusi frekuensi Responden berdasarkan Sikap di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Sikap Responden Frekuensi Persentase (%)
Baik 23 34.3
Cukup 33 49.3
Kurang 11 16.4
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukan bahwa responden pada anggota
keluarga pasien di poliklinik penyakit dalam RSUD Prof.Dr Aloei saboe,
didapatkan bahwa responden yang mempunyai sikap yang baik terhadap
pencegahan hipertensi sebanyak 23 responden (34.3%), reponden yang
mempunyai sikap yang cukup sebanyak 33 responden (49.3%), dan responden
yang mempunyai sikap yang kurang sebanyak 11 responden (16.4%).
h. Gambaran Responden Menurut Kejadian Hipertensi
Tabel 4.8
Distribusi frekuensi pasien berdasarkan Kejadian Hipertensi
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Kejadian Hipertensi Frekuensi Persentase (%)
Tidak Hipertensi 38 56.7
Hipertensi 29 43.3
Total 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukan bahwa responden berdasarkan
kejadian hipertensi pada pasien di poliklinik penyakit dalam RSUD Prof.Dr
Aloei Saboe, dari 67 responden didapatkan responden anggota keluarganya yang
tidak ada riwayat hipertensi sebanyak 38 responden (56.7%), sedangkan
responden yang anggota keluarganya mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 29
responden (43.3%).
i. Gambaran kejadian hipertensi berdasarkan kelompok umur
Tabel 4.9
Gambaran Kejadian Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Kelompok
Umur (Tahun)
Kejadian Hipertensi Jumlah
Hipertensi Tidak Hipertensi
n % n % n %
21- 40 18 43.9 23 56.1 41 100.0
41- 60 11 42.3 15 57.7 26 100.0
Total 29 43.3 38 56.7 67 100.0
Berdasarkan Tabel 4.9 , menunjukan bahwa dari 41 responden yang
kelompok umur 21-40 tahun terdapat 18 (43.9%) responden yang anggota
keluarga hipertensi dan 23 (56.1%) tidak hipertensi. Untuk 25 responden yang
kelompok umur 41-60 tahun yaitu 11 responden yang anggota keluarganya
terdapat hipertensi (42.3%), dan 15 tidak hipertensi (57.7%).
j. Gambaran kejadian hipertensi berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.10
Gambaran Kejadian Hipertensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Tingkat
Pendidikan
Kejadian Hipertensi Jumlah
Hipertensi Tidak Hipertensi
n % n % n %
SD 5 29.4 12 70.6 17 100.0
SMP 5 38.5 8 61.5 13 100.0
SMA 14 56.0 11 44.0 25 100.0
PT 5 41.5 7 58.3 12 100.0
Total 29 43.3 38 56.7 67 100.0
Berdasarkan Tabel 4.10 , menunjukan bahwa dari 12 responden yang
berpendidikan perguruan tinggi terdapat 5 (41.3%) responden yang anggota
keluarga hipertensi dan 7 (58.3%) tidak hipertensi. Untuk 25 responden yang
berpendidikan SMA yaitu 14 responden yang anggota keluarganya terdapat
hipertensi (56.0%), dan 11 tidak hipertensi (44.0%). Untuk 13 responden
berpendidikan SMP yaitu 5 responden yang anggota keluarganya hipertensi
(38.5%) dan tidak hipertensi sebanyak 8 responden (61.5%). sedangkan untuk
17 responden yang berpendidikan SD terdapat 5 responden yang anggota
keluarganya hipertensi (29.4%), dan tidak hipertensi 12 responden (70.6%).
k. Gambaran Kejadian hipertensi berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.11
Gambaran Kejadian Hipertensi Berdasarkan Tingkat Pekerjaan
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Pekerjaan
Kejadian Hipertensi Jumlah
Hipertensi Tidak Hipertensi
n % n % n %
IRT 7 29.2 17 70.8 24 100.0
PNS 5 55.6 4 44.4 9 100.0
Petani 3 42.9 4 57.1 7 100.0
Wiraswasta 7 50.0 7 50.0 14 100.0
Pedagang 2 100.0 0 0.0 2 100.0
POLRI 0 0.0 1 0.0 1 100.0
Mahasiswa 2 40.0 3 60.0 5 100.0
Tidak Ada 3 60.0 2 40.0 5 100.0
Total 29 43.3 38 56.7 67 100.0
Berdasarkan Tabel 4.11 , menunjukan bahwa dari 24 responden yang bekerja
sebagai IRT terdapat 7 (29.2%) responden yang angggota keluarga hipertensi dan
17 (70.8%) tidak hipertensi. Untuk 9 responden yang bekerja sebagai PNS yaitu 14
responden yang anggota keluarganya hipertensi (55.6%), dan 4 responden yang
anggota keluarganya tidak hipertensi (44.4%). Untuk 7 responden bekerja sebagai
Petani yaitu 3 responden yang anggota keluarganya hipertensi (42.9%) dan yang
anggota keluarganya tidak hipertensi sebanyak 4 responden (57.1%). Untuk 14
responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu 7 responden yang anggota keluarganya
hipertensi (50.0%) dan responden yang anggota keluarganya tidak hipertensi
sebanyak 7 responden (50.0%). Untuk 2 responden yang bekerja sebagai pedagang
terdapat 2 responden yang anggota keluarganya hipertensi (100.%), dan tidak
ditemukan responden yang anggota keluarganya tidak hipertensi. untuk anggota
POLRI ditemukan 1 responden yang anggota keluarganya tidak hipertensi (100%).
untuk 5 responden ditemukan 2 orang mahasiswa yang anggota keluarganya
hipertensi (40%), dan 3 responden yang anggota keluarganya tidak hipertensi (60%).
Sedangkan 5 responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu 3 responden yang anggota
keluarganya hipertensi (60.0%) dan responden yang anggota keluarganya tidak
hipertensi sebanyak 2 responden (40.0%).
4.1.3 Analisis Bivariat
1. Hubungan pengetahuan keluarga tentang pencegahan dengan kejadian
hipertensi
Tabel 4.12
Hubungan Pengetahuan Keluarga tentang Pencegahan dengan Kejadian
Hipertensi di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe
Kota Gorontalo
Pengetahuan
responden
Kejadian Hipertensi Jumlah
p Value X2 Hipertensi Tidak Hipertensi
n % n % n %
Kurang 4 44.4 5 55.6 9 100.0
0.011
9.020
Cukup 13 72.2 5 10.2 18 100.0
Baik 12 30.0 28 70.0 40 100.0
Total 29 43.3 38 56.7 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.12, menunjukan bahwa dari 40 responden yang
berpengetahuan baik tentang pencegahan yaitu yang anggota keluarganya tidak
hipertensi 28 responden (70.0%), dan yang anggota keluarganya hipertensi sebanyak
12 responden (30.0%). Untuk 18 responden yang berpengetahuan cukup yaitu 5
responden yang anggota keluarganya tidak hipertensi (27.8%), dan 13 responden
yang anggota keluarganya memiliki hipertensi (72.2%). Sedangkan 9 responden
berpengetahuan kurang yaitu 5 responden yang anggota keluarganya tidak hipertensi
(55.6%) dan responden yang anggota keluarganya menderita hipertensi sebanyak 4
responden (44.4%).
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.12 diatas yang diperoleh nilai Chi
Square hitung (9.020) sedangkan nilai Chi Square tabel (5.991). pada penelitian ini
diperoleh nilai Chi Square hitung lebih besar dari Chi Square tabel. Sedangkan untuk
nilai p value diperoleh sebesar 0.011 dimana nilai p value lebih kecil dari nilai alpa
0.05. Hal ini menyatakan bahwa H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara
pengetahuan keluarga tentang pencegahan dengan kejadian hipertensi.
2. Hubungan sikap keluarga tentang pencegahan dengan kejadian hipertensi
Tabel 4.13
Hubungan Sikap Keluarga tentang Pencegahan dengan Kejadian Hipertensi
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
Sikap
Responden
Kejadian Hipertensi Jumlah
p Value X
2
Hipertensi Tidak Hipertensi
N % n % n %
Kurang 8 72.7 3 27.3 11 100.0
0.014 8.597 Cukup 16 48.5 17 51.5 33 100.0
Baik 5 21.7 18 78.3 23 100.0
Total 29 43.3 38 56.7 67 100.0
Berdasarkan tabel 4.12, menunjukan bahwa 23 responden yang bersikap baik
tentang pencegahan terhadap anggota keluarga yang tidak hipertensi 18 responden
(78.3%) dibandingkan dengan responden yang anggota keluaranya hipertensi yakni 5
responden (21.7%). Untuk 33 responden yang bersikap cukup tentang pencegahan
terhadap anggota keluarga yang tidak hipertensi yakni 17 responden (51.5%) dan
yang anggota keluarganya hipertensi yakni 16 responden (48.5%). sedangkan 11
responden yang bersikap kurang tentang pencegahan pada anggota keluarga yang
tidak hipertensi yakni 3 responden (27.3%) dibandingkan dengan responden yang
anggota keluarganya hipertensi sebanyak 8 responden (72.7%).
Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.13 diatas yang diperoleh nilai Chi
Square hitung (8.597) sedangkan nilai Chi Square tabel (5.991). pada penelitian ini
diperoleh nilai Chi Square hitung lebih besar dari Chi Square tabel. Sedangkan untuk
nilai p value diperoleh sebesar 0.014 dimana nilai p value lebih kecil dari nilai alpa
0.05. Hal ini menyatakan bahwa H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara sikap
keluarga tentang pencegahan dengan kejadian hipertensi.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap
keluarga tentang pencegahan hipertensi dengan kejadian hipertensi di poliklinik
penyakit dalam RSUD Prof.Dr Aloei Saboe Kota Gorontalo.
4.2.1 Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin dari 67 responden yang
datang di poliklinik penyakit dalam untuk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
32 responden (47.8%) dan responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 35
responden (52.2%). Hal ini dikarenakan responden yang datang bersama anggota
keluarganya yang sakit di poliklinik lebih banyak suami istri.
Menurut Karyadi (2002), menyatakan bahwa dimana kejadian hipertensi
biasanya lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan, dikarenakan laki-laki
memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun pada
perempuan dewasa mempunyai prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dari pada laki-
laki hal ini umumnya disebabkan karena perempuan mengalami kehamilan dan
menggunakan alat kontrasepsi hormonal.
Berdasarkan kelompok Umur responden menunjukan bahwa dari 67
responden yang datang di poliklinik penyakit dalam diperoleh hasil bahwa responden
yang lebih banyak yaitu responden kelompok umur 21-40 yakni 41 responden
(61.2%), sedangkan yang terkecil responden yang kelompok umur 41-60 sebanyak 26
responden (38.8%).
Menurut Notoatmodjo (2003), umur merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pembentukan pengetahuan, makin tua umur seseorang makin
konstruktif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi.
Dari segi pendidikan menunjukan bahwa dari 67 responden yang datang di
poliklinik penyakit dalam diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki tingkat
pendidikan tertinggi yaitu SMA sebanyak 25 responden (37.3%), sedangkan
responden yang memiliki tingkat pendidikan terendah yaitu Perguruan Tinggi
sebanyak 12 responden (17.9%). dengan demikian pendidikan sangat penting bagi
masyarakat, karena masyarakat yang berpendidikan akan mempunyai pengetahuan
yang baik dan bisa mencegah masalah kesehatan yang di dapatkan.
Berdasarkan Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa tingkat pendidikan
menentukan mudah tidaknya menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka
peroleh dan pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik
pengetahuannya.
Sebagian besar responden yang datang di poliklinik penyakit dalam bekerja
sebagai IRT yakni 24 responden (35.8%), sedangkan yang paling sedikit yakni
anggota POLRI sebanyak 1 responden (1.5%),
Hal ini berarti bahwa sebagian besar responden yang datang di poliklinik
penyakit dalam adalah responden yang sudah tidak bekerja lagi, ini dikarenakan
sebagian besar responden ini adalah ibu-ibu rumah tangga.
4.2.2 Pengetahuan Keluarga tentang Pencegahan dengan Kejadian Hipertensi
Faktor predisposisi (predisposing faktors) merupakan faktor yang sangat
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi. pada seseorang
dengan pengetahuan rendah dan berdampak pada perilaku pencegahan pada penderita
hipertensi. Seseorang dengan pengetahuan yang cukup tentang perilaku pencegahan
hipertensi maka secara langsung akan bersikap positif.
berkaitan dengan keluarga, Keluarga merupakan unit terkecil yang dapat
mempengaruhi kelompok yang lebih besar termasuk masyarakat. Anggota keluarga
yang memiliki pengetahuan baik terhadap pencegahan hipertensi akan memberikan
pengaruh terhadap anggota keluarga yang lain. Keluarga memiliki tugas dalam
menunjang kesejahteraan dan kesehatan setiap anggota keluarganya masing-masing.
Seperti di jelaskan oleh Friedman dikutip oleh Wahit (2006), dalam buku bahwa
orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami
anggota keluarga. Selain itu, tugas dari keluarga adalah membuat keputusan tindakan
kesehatan yang tepat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan keluarga
tentang pencegahan mempunyai hubungan dengan kejadian hipertensi, dimana uji chi
square yang dilakukan terhadap pengetahuan responden dengan kejadian hipertensi
di dapat hasil analisis data yang di peroleh nilai Chi Square hitung (9.020)
sedangkan nilai Chi Square tabel (5.991), maka dalam penelitian ini diperoleh nilai
Chi Square hitung lebih besar dari Chi Square tabel. Sedangkan untuk nilai p value
diperoleh sebesar 0.011 dimana nilai p value lebih kecil dari nilai alpa 0.05. Hal ini
menyatakan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan keluarga tentang pencegahan dengan kejadian
hipertensi.
Berdasarkan gambaran pengetahuan keseluruhan didapatkan ada 40 responden
atau 59.7% yang berpengetahuan baik dari 67 responden.
Sedangkan berdasarkan hubungan pengetahuan keluarga dengan kejadian
hipertensi untuk 29 responden yang pasien hipertensi sebagian besar berpengetahuan
cukup yakni 13 responden. dan 38 responden yang pasien tidak hipertensi sebagian
besar berpengetahuan baik yakni 28 responden.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah pengetahuan keluarga maka
peluang untuk terkena hipertensi semakin tinggi, begitupun sebaliknya, ditunjang
dengan kesadaran yang baik serta perspesi yang benar juga akan berdampak terhadap
upaya pencegahan yang baik pula. Ini terbukti dari hasil wawancara peneliti dengan
responden didapatkan pengetahuan responden tentang hipertensi ini hanya pada batas
mengetahui saja. Namun belum memiliki kesadaran dalam hal pencegahan terhadap
hipertensi. Hal ini disebabkan sebagian besar hipertensi masih dinggap penyakit yang
kurang berbahaya, mereka tidak melihat dampak selanjutnya dari hipertensi tersebut.
hal ini terlihat dari sebagian responden yang mengatakan bahwa “masakan yang tidak
dibumbui dengan garam masakan itu tidak enak”, sehingga perlu kesadaran
masyarakat terhadap hal-hal yang harus dilakukan pada anggota keluarganya
hipertensi. Seperti, mengurangi asupan garam disetiap makanan yang dimasak,
mengurangi makanan yang bersantan, serta makanan-makanan dalam kemasan yang
dapat menaikan tekanan darah.
Selain itu juga responden kurang mengetahui bahwa untuk mengontrol
hipertensi harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 1 minggu/bulan sekali,
jadi hal ini memerlukan pengawasan dari keluarga tersebut. Tetapi sebagian besar
yang peneliti dapatkan ternyata responden mendampingi anggota keluarganya ke
poliklinik pada saat timbul tanda dan gejala hipertensi.
Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang baik dan
sikap yang tepat mendorong keluarga untuk berperilaku yang tepat dalam hal ini
pencegahan pada penderita hipertensi, dimana perilaku biasanya dipengaruhi oleh
respon individu terhadap stimulus atau pengetahuan yang bersifat baik, sedang,
buruk, positif, negatif yang tergantung bagaimana reaksi individu untuk merespon
terhadap suatu stimulus yang ada pada suatu tindakan atau perilaku.
Terlihat juga dari segi pendidikan bahwa sebagian besar yaitu 14 responden
mempunyai anggota keluarga hipertensi dari 25 responden yang berpendidikan SMA,
hal ini berbanding terbalik dengan responden yang berpendidikan SD dimana ada 12
responden yang keluarganya tidak hipertensi dari 17 responden, karena banyak juga
responden yang berpendidikan SD mempunyai pengetahuan yang baik. sehingga
tidak selamanya pendidikan keluarga yang tinggi bisa meminimalkan kejadian
hipertensi, begitupun sebaliknya pada keluarga yang berpendidikan rendah.
Hal ini juga di sebabkan karena ditinjau dari segi pekerjaan bahwa yang
berpendidikan SD sebagian besar bekerja sebagai IRT, sehingga informasi-informasi
yang didapat dari tetangga, masyarakst, dan petugas kesehatan tentang hipertensi
lebih banyak diketahui dibandingkan dengan orang yang berpedndidikan SMA yang
sebagian besar terlalu banyak mengurusi pekerjaannya, sehingga informasi yang
didapat tetang hipertensi lebih sedikit atau bahkan tidak ada karena kesibukannya
untuk bekerja.
Terbatasnya pengetahuan tetang pencegahan hipertensi berpengaruh langsung
pada perilaku sehari-hari yang bisa mengakibatkan tidak terkontrolnya tekanan darah
dan dapat menyebabkan hipertensi kembali. Menghadapi hal tersebut maka perlu
dipikirkan upaya untuk meningkatkan pengetahuan keluarga maupun penderita
hipertensi. misalnya petugas kesehatan memberi penjelasan yang mendetail tentang
hal-hal yang berhubungan dengan hipertensi.
Hal ini sinkron dengan pendapat yang dikemukakan oleh Watson (2003),
bahwa pengetahuan keluarga tentang perawatan maupun dalam pencegahan bagian
terpenting dalam memperbaiki kesehatan tersebut yang mencakup pengetahuan
mengenai perawatannya maupun pencegahannya. Peran serta keluarga serta tanda-
tanda yang perlu diwaspadai. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan keluarga
dapat bermotivasi untuk menjaga dengan baik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan berhubungan dengan
kejadian hipertensi. Semakin baik pengetahuan keluarga maka akan semakin baik
perawatan yang diberikan kepada pasien hipertensi, demikian pula sebaliknya.
4.2.3 Sikap Keluarga Tentang Pencegahan dengan Kejadian Hipertensi
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. suatu sikap pada diri individu belum tentu
terwujud dalam suatu tindakan nyata. sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup (sunaryo, 2004). dengan
demikian sikap salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap nilai kesehatan
individu serta dapat menentukan cara pencegahan yang tepat untuk penderita
hipertensi.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai Chi Square hitung (8.597)
sedangkan nilai Chi Square tabel (5.991), maka diperoleh nilai Chi Square hitung
lebih besar dari Chi Square tabel. Sedangkan untuk nilai p value diperoleh sebesar
0.014 dimana nilai p value lebih kecil dari nilai alpa 0.05. Hal ini menyatakan bahwa
H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara sikap tentang
pencegahan dengan kejadian hipertensi. Dengan demikian untuk meningkatkan
kekuatan dalam melakukan pencegahan pada penderita hipertensi salah satunya
dengan adanya keterlibatan, dimana keluarga dapat melakukan pencegahan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesehatan pasien hipertensi sehari-harinya dan tercipta
status kesehatan yang optimal.
Berdasarkan hasil tersebut peneliti berpendapat bahwa dari 29 responden
yang anggotanya hipertensi ada sebagian besar mempunyai sikap yang cukup dan
kurang. Hal ini dikarenakan sikap dari keluarga yang kurang memperhatikan anggota
keluarga yang hipertensi. Hal itu dibuktikan dari pekerjaan responden yaitu lebih
banyak di luar rumah dibandingkan didalam rumah, itu terlihat dari tingginya
pekerjaan PNS maupun wiraswasta, sehingga pasien hipertensi jarang mendapat
perhatian lebih dari keluarga tersebut. Begitu juga pada pola makan pasien hipertensi,
keluarga kurang memperhatikan dan membiarkan pasien hipertensi mengkonsumsi
makanan-makanan yang mengandung kolesterol atau berlemak, garam serta
makanan-makanan yang berkemasan, sehingga pola makan dari pasien tersebut tidak
sehat dan menyebabkan terjadinya hipertensi.
Dengan demikian, Sikap keluarga yang perduli sangat diperlukan untuk
menghadapi yang membutuhkan perhatian. dalam dukungan emosional yang meliputi
rasa empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga yang sakit. Dengan
perhatian yang lebih maka penderita hipertensi merasa tidak sendiri dalam
menghadapi penyakit, karena penyakit hipertensi merupakan penyakit seumur hidup
dan perawatannya pun seumur hidup. Dengan demikian diperlukan pencegahan
secara maksimal, salah satunya yang sangat berpengaruh yaitu kebiasaan pola makan
dimana semakin tidak sehat pola makan seseorang maka peluang untuk terjadinya
kejadian hipertensi semakin tinggi.
Hal ini juga sesuai dengan teori sunaryo(2004), mengungkapkan bahwa sikap
yang dimiliki baik keluarga maupun penderita sendiri atau perilaku tersebut akan
memberikan dampak pada kesehatan penderita itu sendiri. pengalaman pribadi
menjadi dasar pembentukan dari sikap seseorang yang akan membawa pengaru
terhadap kesehatan.