47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan tentang deskripsi responden penelitian
yaitu ibu bekerja yang memiliki peran ganda dan ibu tidak bekerja di
lingkup Pemerintah Kabupaten Kupang, hasil uji diskriminasi aitem dan
reliabilitas alat ukur yang digunakan, hasil pengukuran peubah, uji
statistik dan pembahasan hasil penelitian.
4.1 Deskripsi Tempat Penelitian
Kabupaten Kupang merupakan salah satu kabupaten di provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan langsung dengan Kota
Kupang, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Ibukota Kabupaten
Kupang berada di kelurahan Oelamasi yang berjarak sekitar 30 km dari
pusat ibu kota provinsi NTT.
Pemerintah Daerah Kabupaten memiliki 30 SKPD yang meliputi
beberapa dinas, badan dan kantor yang sebagian besar berada dalam satu
lokasi wilayah kelurahan Oelamasi di jalan Timor Raya. Untuk
menjangkau lokasi tersebut tidak sulit karena tepat berada di jalan
provinsi. Data dari dinas PPKAD menunjukkan bahwa kabupaten Kupang
memiliki PNS sebanyak 2.316 orang, terdiri dari 1.346 orang bekerja
langsung di 30 SKPD induk, sementara sisanya 970 orang bekerja di Unit
Teknis pada SKPD yang bersangkutan (UPTD, Sekolah, RSU, Puskesmas,
Pustu, Kecamatan, dan Kelurahan/Desa).
48
4.2 Pelaksanaan Penelitian
Sebagai tahap awal penulis mengumpulkan informasi secara
langsung dari dinas PPKAD pada bulan Agustus 2016. Kemudian penulis
mengurus surat ijin penelitan dari Dinas Perijinan Provinsi NTT dan
diteruskan oleh Dinas Perijinan Provinsi ke Dinas Perijinan Kabupaten
Kupang. Setelah mendapat surat ijin untuk melakukan penelian maka
penulis melakukan try out skala psikologi kepada 30 orang PNS
perempuan yang berperan ganda di Dinas Perikanan dan Pemdes
Kabupaten Kupang.
Try out dilaksanakan dari tanggal 19-22 Desember 2016, setelah
melakukan try out dan menemukan bahwa uji daya diskriminasi aitem dan
reliabilitas alat ukur baik (Lampiran 2), maka penulis melanjutkan
penelitian pada tanggal 11-20 Januari 2017 dengan cara membagikan
skala psikologi kepada responden penelitian. Responden penelitian terdiri
dari 150 PNS perempuan yang berperan ganda.
Dari 30 SKPD yang ada penulis mengambil sampel pada 10 SKPD
yang berjarak paling dekat dengan Kantor Bupati Kupang dengan asumsi
bahwa pengawasan lebih ketat pada SKPD yang berjarak dekat kantor
pusat dan kantor Satpol PP. Penulis menyebar angket sesuai dengan total
jumlah PNS perempuan yang berperan ganda pada tiap-tiap SKPD.
Berikut daftar responden penelitian tersaji dalam Tabel 4.1
Tabel 4.1 Daftar PNS Perempuan Yang Berperan Ganda
No SKPD ∑ PNS peran ganda
∑Angket disebar
∑Angket kembali
1 Dinas PPO 20 20 18 2 Dinas PPKAD 17 17 17 3 BPMP2T 12 12 12
49
Tabel 4.1 (Lanjutan)
No SKPD ∑ PNS peran ganda
∑Angket disebar
∑Angket kembali
4 Dinas PU 10 10 6 5 Dinas Peternakan 8 8 5 6 BKD 21 21 10 7 Setda 32 32 15 8 Dispenduk 9 9 5 9 Dinas Sosial 9 9 7
10 Dinas Kesehatan 11 11 6 Total 150 150 101
Hasil sebaran angket terhadap PNS perempuan berperan ganda di
10 SKPD berjumlah 150 buah dan berhasil dikumpulkan kembali hanya
berjumlah 101 buah.
4.3 Deskripsi Responden Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap 101 PNS Perempuan yang
bekerja di Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang. Deskripsi responden
berdasarkan usia disajikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Karakteristik Responden (PNS Perempuan)
BerdasarkanUsia Usia PNS Perempuan
Jumlah (%) 20-33 Tahun 34-39 Tahun 40-45 Tahun 46-50 Tahun ≥ 51 Tahun
23 38 18 18 4
22.8 37,6 17,8 17,8 4,0
Total 101 100 Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa responden dengan rentang usia
antara 33-39 tahun lebih banyak (37,6%) dari pada rentang usia lainnya.
Sedangkan karakteristik responden berdasarkan pendidikan
disajikan dalam Tabel 4.3
50
Tabel 4.3 Karakteristik Responden (PNS Perempuan)
Berdasarkan Jenjang Pendidikan Pendidikan PNS Perempuan
Jumlah (%) SMA/SMK
D3 S1 S2
38 8 53 2
37,6 7,9
52,5 2,0
Total 101 100
Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah responden yang
berpendidikan S1 lebih banyak (52,5%) daripada jenjang pendidikan yang
lain.
Selanjutnya karakteristik responden berdasarkan jumlah anak yang
dimiliki disajikan dalam Tabel 4.4 di bawah ini:
Tabel 4.4 Karakteristik Responden (PNS Perempuan)
Berdasarkan Jumlah Anak Memiliki Anak PNS Perempuan
Jumlah Anak (%) 0 Anak 1 Anak 1 Anak 2 Anak 3 Anak 4 Anak
24 11 18 32 13 3
23,8 10.9 17,8 31,6 12,9 3,0
Total 101 100
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa jumlah responden yang memiliki 3
(tiga) anak lebih banyak dari pada yang tidak memiliki anak, kurang
maupun lebih dari 3 anak.
Selanjutnya karakteristik responden menurut lamanya bekerja,
disajikan dalam Tabel 4.5.
51
Tabel 4.5 Karakteristik Responden (PNS Perempuan)
Berdasarkan Masa Kerja Masa Kerja PNS
Jumlah Persentase (%) 0 – 10 tahun 41 40,6 % 11 – 20 tahun 35 34,6 % 21 – 30 tahun 22 21,8 %
≥ 31 tahun 3 3 % Total 101 100 %
Dari Tabel 4.5terlihat bahwa jumlah responden dengan masa kerja
antara 0-10 tahun berjumlah lebih banyak (40,6%) dari pada masa kerja
yang lain.
Selanjutnya karakteristik responden berdasarkan golongan
kepegawaian disajikan dalam Tabel 4.6.
Tabel4.6. Karakteristik Responden(PNS Perempuan)
BerdasarkanGolongan Kepegawaian Golongan
Kepegawaian PNS
Jumlah Persentase % II 31 30,7 % III 67 66,3 % IV 3 3 %
Total 101 100 %
Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa jumlah responden lebih dari setengah
(66,3 %) termasuk golongan kepegawaian III.
52
4.4 Hasil Daya Diskriminasi Aitem dan Uji Reliabilitas
4.4.1. Uji Daya Diskriminasi Aitem
Seleksi aitem dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi
16.0 dengan standar indeks diskriminasi aitem yaitu 0,30. Hasil yang
ditunjukkan pada kolom corrected item-total correlation untuk jumlah
aitem yang lolos ialah 18 aitem skala Work Family Conflict dengan
rentang nilai antara 0,316 sampai dengan 0,672, 20 aitem skala
Kecerdasan Emosi dengan rentang nilai antara 0,330 sampai dengan
0,572, dan 65 aitem untuk skala Psychological Well Being dengan rentang
nilai antara 0,304 sampai dengan 0,635. Dengan demikian aitem-aitem
pada ketiga skala psikologi memenuhi syarat dan dapat digunakan dalam
penelitian.
4.4.2. Uji Reliabilitas
Untuk dapat memperkuat hasil penelitian maka alat ukur yang
digunakan dalam penelitian sebaiknya memiliki kondisi reliabilitas yang
baik, karena itu dilakukan uji reliabilitas menggunakan program SPSS
versi16.0. guna mengetahui kondisi alat ukur dalam penelitian ini.
4.4.2.1. Skala Work Family Conflict (WFC)
Hasil uji reliabilitas skala Work Family Conflict dengan 101
partisipan, menghasilkan besaran koefisien reliabilitas sebesar 0,834
dengan 18 aitem. Dari hasil tersebut diketahui bahwa alat ukur Work
Family Conflict dalam penelitian ini tergolong sangat tinggi dan layak
digunakan sebagai alat ukur penelitian.
53
4.4.2.2. Skala Kecerdasan Emosi
Hasil uji reliabilitas pada skala Kecerdasan Emosi dengan 101
partisipan, menghasilkan skor koefisiensi reliabilitas sebesar 0,816 dengan
20 aitem. Dari hasil tersebut diketahui bahwa alat ukur Kecerdasan Emosi
dalam penelitian ini tergolong tinggi dan layak digunakan sebagai alat
ukur penelitian.
4.4.2.3. Skala Psychological Well Being (PWB)
Hasil uji reliabilitas skala Psychological Well Being pada
penelitian ini menghasilkan besaran koefisien reliabilitas sebesar 0,916
dengan 65 aitem. Dari hasil tersebut diketahui bahwa alat ukur
Psychological Well Being dalam penelitian ini tergolong tinggi dan layak
digunakan sebagai alat ukur penelitian.
4.5 Kategorisasi Skor
Kategorisasi skor peubah penelitian yaitu Work Family Conflict,
Kecerdasan Emosi, dan Psychological Well beingbertujuan agar data
penelitian dapat dilihat dengan lebih baik untuk pengujian statistik
selanjutnya.
4.5.1. Peubah Skor Work Family Conflict (WFC)
Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah
WFC yang terdiri dari 18 aitem dengan skor empiris terendah 34 dan
tertinggi 88, digunakan lima kategori yaitu Sangat Tinggi (ST), Tinggi
(T), Sedang (S), Rendah (R) dan Sangat Rendah (SR).
Berikut adalah gambaran tinggi rendahnya WFC, disajikan dalam
Table 4.7.
54
Tabel 4.7. Kategorisasi Skor Work Famliy Conflict (WFC) Ibu Bekerja
Kategori Interval Ibu Bekerja N %
Sangat tinggi 78≤x≤88 1 0,99% Tinggi 67≤x≤77 27 26,73% Sedang 56≤x≤66 42 41,58% Rendah 45≤x≤55 21 20,80%
Sangat rendah 34≤x≤44 10 9,90% Jumlah 101 100% Rataan
SD Maksimum Minimum
62,30 10,45
88 38
Dari Tabel 4.7terlihat bahwa 41,58 % WFC Ibu Bekerja berada
pada kategori sedang dengan nilai rataan skor WFC Ibu Bekerja 62,30 dan
termasuk kategori sedang.
4.5.2 Peubah Kecerdasan Emosi (KE)
Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah
KE yang terdiri dari 20 aitem dengan skor empiris terendah 43 dan
tertinggi 92, digunakan lima kategori yaitu Sangat Tinggi (ST), Tinggi
(T), Sedang (S), Rendah (R) dan Sangat Rendah (SR).
Berikut ini adalah gambaran tinggi rendahnya KE yang disajikan
dalam Table 4.8.
55
Tabel 4.8. Kategorisasi Skor Kecerdasan Emosi (KE) Ibu Bekerja
Kategori Interval Ibu Bekerja N %
Sangat tinggi 83≤x≤92 8 7,92% Tinggi 73≤x≤82 43 42,58% Sedang 63≤x≤72 39 38,61% Rendah 53≤x≤62 6 5,94%
Sangat rendah 43≤x≤52 5 4,95% Jumlah 101 100% Rataan
SD Maksimum Minimum
62,75 9
86 45
Dari Tabel 4.8menunjukkan bahwa 42,58 % KE Ibu Bekerja
berada pada kategori Tinggi dengan nilai rataan skor KE Ibu Bekerja
sebesar 62,75 dan termasuk kategori sedang.
4.5.3. Peubah Psychological Well Being (PWB)
Dalam mengukur kategori skor dan menentukan interval peubah
PWB yang terdiri dari 20 aitem dengan skor empiris terendah 155 dan
tertinggi 309, digunakan lima kategori yaitu Sangat Tinggi (ST), Tinggi
(T), Sedang (S), Rendah (R) dan Sangat Rendah (SR).
Berikut ini adalah gambaran tinggi rendahnya PWB yang disajikan
dalam Table 4.9.
56
Tabel 4.9. Kategorisasi Skor Psychological Well Being (PWB) Ibu Bekerja
Kategori Interval Ibu Bekerja N %
Sangat tinggi 279≤x≤309 0 0% Tinggi 248≤x≤278 29 28,71% Sedang 217≤x≤247 55 54,46% Rendah 186≤x≤216 16 15,84%
Sangat rendah 155≤x≤185 1 0,99% Jumlah 101 100% Rataan
SD Maksimum Minimum
228,63 21,39 276 177
Dari Tabel 4.9. tampak bahwa 54,46 % PWB Ibu Bekerja berada
pada kategori sedang dengan nilai rataan skor PWB Ibu Bekerja sebesar
228,63 dan termasuk kategori sedang.
4.6. Uji Asumsi Klasik
4.6.1. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data
dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak.Selain itu, uji
normalitas juga digunakan untuk menentukan apakah syarat untuk
menggunakan teknik analisis statistik parametris terpenuhi (Sugiyono,
2013).Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov
Contoh Tunggal, dan P-P Plot Test.
Hasil uji normalitas peubah gayut Work Family Conflict disajikan
Tabel 4.11. dan Gambar 4.1.
57
Tabel 4.10. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Contoh Tunggal
Residual WFC Ibu Bekerja
N 101 Parameter Normal
Rerata 59,73 Simpangan Baku 10,087
Perbedaan yang paling ekstrim
Absolut 0,085 Positif 0,060 Negatif -0,085
Kolmogorov-Smirnov Z 0,857 Asymp. Sig. (2-ekor) 0,455 a. Uji Sebaran adalah Normal.
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (Tabel 4.10) diperoleh nilai
KSZ sebesar 0,857 dengan p.0,05 (sig. 0,455), sehingga dari hasil tersebut
dapat dikatakan bahwa data nilai residual berdistribusi normal. Hasil
tersebut didukung pula oleh grafik P-Plot yang disajikan dalam Gambar
4.1 berikut:
58
Gambar 4.1.
P-Plot Peubah Gayut Work Family Conflict
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa sebaran data berupa titik-titik
menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal tersebut, sehingga asumsi normalitas dalam penelitian ini
terpenuhi.
4.6.2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar peubah tak gayut. Pengujian
dilakukan dengan melihat nilai toleransi dan Variance Inflation Factor
(VIF). Multikolinearitas terjadi bila nilai toleransi ≤ 0,10 dan VIF ≥ 10
(Ghosali,2013). Hasil uji Multikolinearitas ibu bekerja disajikan dalam
Tabel 4.11 berikut:
59
Tabel 4.11. Hasil Uji Multikolinieritas Ibu Bekerja
Koefisiena Statistik Kolinearitas
Model Toleransi VIF 1. Konstanta
KE PWB
26.205 0,546 0,546
8,560 1,832 1,832
a. Peubah Gayut: WFC
Dari Tabel 4.11.terlihat bahwa untuk Ibu Bekerja, kedua peubah
tak gayut yang digunakan memiliki nilai toleransi 0,546> 0,10 dan nilai
VIF sebesar 1,832< 10. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi multikolinieritas pada peubah tak gayut yang digunakan.
4.6.3. Uji Heterokedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah sebuah
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah satu cara untuk melihat ada
tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat diagram pencar yaitu
jika titik- titik menyebar secara acak di atas dan di bawah angka nol pada
sumbu Y maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Hasil uji
heteroskedastisitas disajikan dalam Gambar 4.2 berikut:.
60
Gambar 4.2.
Diagram Pencar
Diagram pencar di atas menunjukkan titik-titik terpencar dengan
tidak membentuk pola-pola tertentu di sekitar garis diagonal, tetapi titik-
titik tersebut menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal
tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada seluruh
partisipan penelitian
4.6.4. Uji Linieritas
Uji Linieritas dilakukan untuk mengetahui hubungan linier antar
peubah gayut dan peubah tak gayut.Berikut ini adalah hasil uji linieritas
antara peubah KE dengan WFC (Tabel 4.12) dan PWB dengan WFC
(Tabel 4.13).
61
Tabel 4.12. Daftar Sidik Ragam Uji Linieritas KE dan WFC Ibu Bekerja
db JK KT F Sig. KE* WFC
Antar Kelompok
(Gabungan) (29) (3,896,125) Linearitas 1 369,822 369,822 4,183 0,045 Simpangan dari linieritas 28 35,26,304 125,939 1,424 0,118
Dalam kelompok 71 6,277,657 88,418
Total 100 10,173,782 Keterangan : WFC : Work Family Conflict; KE : Kecerdasan Emosi; db : derajat
bebas; JK : Jumlah Kuadrat; dan KT: Kuadrat Tengah. Keterangan ini digunakan juga untuk Tabel 4.13.
Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa nilai F= 4,183 dengan signifikansi
0,045 (p<0,05) dan nilai F-beda = 1,424 dengan p= 0,118 (p>0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa KE dan WFC untuk ibu bekerja
memiliki hubungan linier.
Tabel 4.13. Daftar Sidik Ragam Uji Linieritas PWB dan WFC Ibu Bekerja
db JK KT F Sig.
PWB*
WFC
Antar
Kelompok
(Gabungan) (49) (5,615,932)
Linearitas 1 1,600,380 1600,380 17,907 0,000
Simpangan
dari linieritas 48 4,015,552 83,657 0,936 0,590
Dalam kelompok 51 4,557,850 89,370
Total 100 10,173,782
Dari Tabel 4.13. terlihat bahwa nilai F= 17,907 dengan signifikansi
0,000 (p<0,05) dan nilai F-beda = 0,936 dengan p= 0,590 (p>0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa PWB dan WFC untuk ibu bekerja
memiliki hubungan linier.
62
4.7 UJI HIPOTESIS
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Principal
Component Analysis (PCA), dan uji Kontingensi (χ2).
1.7.1 Uji Korelasi
Hipotesis Pertama, Ada pengaruh secara simultan atau parsial antara
Kecerdasan Emosional (KE) dan Psychological Well-Being (PWB)
terhadap Work Family Conflict (WFC) pada Ibu Bekerja di Pemerintah
Daerah Kabupaten Kupang.
Uji korelasi dugunakan untuk menentukan keeratan hubungan
antara peubah Work Family Conflict (WFC) kategori Sangat Tinggi (ST),
Tinggi (T), dan Sedang (S) dengan peubah tak gayut Kecerdasan Emosi
(KE) dan Psychological Well Being (PWB) kategori Sangat Tinggi (ST),
Tinggi (T), dan Sedang (S).
Hasil Analisis korelasi berganda untuk ibu bekerja di Pemda.
Kabupaten Kupang dilakukan dengan menggunakan Principle Component
Analysis (PCA) dan hasilnya disajikan dalam Tabel 4.14 berikut:
Tabel 4.14 Hasil Uji Korelasi antar Peubah
PWB KE T S ST T S
WFC ST
Korelasi Pearson - - 0,351** - - Sig. (2-ekor) - - 0,006 - - N 60 60 60 60 60
WFC T
Korelasi Pearson 0,996** 0,663** 0,447** 0,931** 0,933** Sig. (2-ekor) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 N 60 60 60 60 60
WFC S Korelasi Pearson 0,685** 0,965** 0,300* 0,739** 0,738** Sig. (2-ekor) 0,000 0,000 0,020 0,000 0,000 N 60 60 60 60 60
**. Korelasi signifikan pada aras 0,01 (2-ekor). Keterangan : WFC : Work Family Conflict; KE : Kecerdasan Emosi;
Psychological Well Being (PWB)
63
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa WFC Tinggi berkorelasi sangat
erat dengan PWB Tinggi (r = 0,998) maupun dengan KE Tinggi (r =
0,931). Lebih lanjut WFC Tinggi berkorelasi cukup kuat dengan PWB
Sedang (r= 0,663) dan berkorelasi sangat kuat dengan KE Sedang (r =
0,933). Sedangkan untuk WFC Sedang berkorelasi cukup erat dengan
PWB Tinggi (r =0,685) maupun dengan KE Tinggi (r = 0,739). Kemudian
WFC Sedang berkorelasi sangat kuat dengan PWB Sedang (r =0,965) dan
sebaliknya berkorelasi cukup erat dengan KE Sedang (r = 0,738).
1.7.2 Uji Ketergantungan WFC Kategori ST, T, S dengan Usia Ibu
Bekerja
Hipotesis Kedua, Ada ketergantungan antara WFC dengan usia pada ibu
bekerja di Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang.
Hasil uji Kai kuadrat (χ2) terhadap 70 responden yang memiliki
tingkat WFC Sangat Tinggi, Tinggi, dan Sedangadalah X2hitung > X2tabel
yaitu 26,466 > 9,49 (Lampiran 3). Hasil ini menunjukkan bahwa WFC ibu
bekerja tergantung usia ibu bekerja. Tabel Kontingensi WFC ibu bekerja
dan usiaibu bekerja (Lampiran 3) menunjukkan ibu bekerja dengan usia
antara 34-39 tahun memiliki tingkat WFC lebih tinggi dibandingkan
dengan 2 kategori usia yang lain.
1.7.3 Uji Ketergantungan WFC Kategori ST, T, S dengan Jumlah
Anak dari Ibu Bekerja
Hipotesis Ketiga, Ada ketergantungan antara WFC dengan jumlah anak
pada ibu bekerja di Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang.
Hasil uji Kai kuadrat (χ2) terhadap 70 responden yang memiliki
tingkat WFC Sangat Tinggi, Tinggi, dan Sedang adalah X2hitung >
64
X2tabel yaitu 26,012 > 15,507 (Lampiran 3). Hasil ini menunjukkan ada
ketergantungan WFC dengan jumlah anak dari ibu bekerja. Tabel
Kontingensi WFC ibu bekerja dan jumlah anak (Lampiran 3)
menunjukkan ibu bekerja dengan jumlah anak 3 orang memiliki tingkat
WFC lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki anak kurang atau
lebih dari 3.
4.8 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis
Tabel 4.15
Hasil Uji Korelasi Antar Peubah dan Hasil Uji Kontingensi
1. Hasil Uji Korelasi Antar Peubah WFC (T) PWB (T)
r = 0,996 KE (T)
r = 0,931
PWB (S) r = 0,663
KE (S) r = 0,933
WFC (S) PWB (T) r = 0,685
KE (T) r = 0,739
PWB (S) r = 0,965
KE (S) r = 0,738
2. Hasil Uji Ketergantungan WFC dengan Usia dan Jumlah Anak χ2 (WFC- Usia) X2hitung > X2tabel = 26,466 > 9,49
χ2 (WFC- Jumlah Anak) X2hitung > X2tabel = 26,012 > 15,507 Keterangan : WFC : Work Family Conflict; KE : Kecerdasan Emosi;
Psychological Well Being (PWB)
65
4.9 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan Principal
Component Analysis (PCA) dan Uji χ2 maka pembahasan hipotesis
penelitian adalah sebagai berikut :
1.9.1 Kecerdasan Emosional dan Psychological Well-Being secara
simultan berpengaruh terhadap Work Family Conflict pada
Ibu Bekerja di Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa Kecerdasan Emosional
(KE) dan Psychological Well-Being (PWB) secara simultan merupakan
prediktor terhadap Work Family Conflict (WFC) ibu bekerja di Pemerintah
Daerah Kabupaten Kupang diterima. Hasil uji korelasi menggunakan PCA
menunjukkan adanya 4 (empat) fenomena sebagai berikut: a). Ibu bekerja
dengan kategori WFC Tinggi berkorelasi sangat erat dengan PWB Tinggi
(r=0,966) maupun KE Tinggi (r=0,931). b). Ibu bekerja dengan kategori
WFC Tinggi berkorelasi cukup erat dengan PWB Sedang (r=0,663) namun
sangat erat dengan KE Tinggi (r=0,933). Hasil ini menunjukkan bahwa
pada kategori WFC Tinggi maka perubahan kategori PWB dari tinggi
menjadi sedang berdampak menurunkan keeratan hubungan antara WFC
dan PWB. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kategori WFC Tinggi
maka KE Tinggi ibu bekerja menjadi faktor penentu. Artinya WFC ibu
bekerja yang tinggi sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh semua aspek
KE yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena pertama, ibu bekerja dengan
WFC Tinggi berhubungan dengan KE yang tinggi, dimana responden
memiliki aspek-aspek yang tinggi yaitu memiliki kemampuan dalam
menyadari emosi yang timbul dalam dirinya, serta mampu megelola emosi
tersebut dengan baik sehingga ketika terjadi konflik peran, ibu bekerja
akan mampu menyeimbangkannya sehingga bila konflik teresebut terjadi
66
di rumah tidak akan sampai mengganggu pekerjaan di kantor dan juga
sebaliknya, bila konflik terjadi di kantor tidak akan sampai mengganggu
kehidupan keluarga. Hal ini sejalan dengan penemuan Shi, Wang & Niu
(2013) bahwa karyawan dengan KE tinggi, menyadari dan dapat
mengelola emosinya dengan baik dan hal ini akan membantu karyawan
dalam menyeimbangkan konflik yang terjadi baik di rumah maupun di
kantor. Goleman (2006) mengungkapkan bahwa individu dengan
kesadaran emosi yang baik dapat memegaruhi perilakunya sehingga dapat
menghindari diri untuk terperangkap dalam emosi yang tidak terkontrol.
Lebih lanjut Carmeli (2003) yang menemukan bahwa seseorang yang
memiliki kecerdasan emosional tinggi dapat secara efektif untuk
mengontrol konflik peran ganda. Hal senada di ungkapkan oleh George
(2003) bahwa karyawan dengan KE tinggi akan mampu menggunakan
emosinya untuk mengelola emosi diri dan emosi rekan kerja sehingga
konflik yang dialami tidak mengganggu hubungan dengan rekan kerja
maupun pekerjaan. Kedua, ibu bekerja dengan KE tinggi mampu
menjadikan konflik sebagai sarana dalam meningkatkan motivasi diri
untuk meraih kesuksesan baik di dalam keluarga maupun di kantor. Hal ini
didukung oleh pernyataan Dasgupta (2010) yang mengatakan bahwa
individu yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan
memilikimotivasi yang tinggi, inspirasi yang tinggi, kualitas
kepemimpinan, keterampilan negosiasi yang tinggi dan kepribadian yang
menyenangkan dimana cenderung memiliki banyak teman daripada musuh
di tempat kerja. Ketiga, ibu bekerja dengan tingkat WFC tinggi memiliki
empati dan hubungan sosial yang baik dengan rekan kerja dan atau
anggota keluarganya sehingga merasa bahwa konflik yang dialaminya
merupakan hal yang wajar sebagai konsekwensi memiliki peran ganda.
67
Ibu bekerja pada kategori ini memiliki pengalaman berempati yang baik,
yaitu mampu memahami dan membina hubungan baik dengan orang lain,
sehingga saat menghadapi konflik peran ganda ibu bekerja dapat berbagi
pengalaman dengan orang lain, sehingga konflik yang dialami tidak terlalu
berat dirasa oleh ibu bekerja. Mayar & Salovey (dalam, Schutte, Malouff
& Coston, 2001) mengungkapkan bahwa individu dengan tingkat empati
yang tinggi dan memiliki hubungan sosial yang baik akan membuat
individu dapat berinteraksi dengan banyak hal yang terjadi diluar dirinya,
termasuk disukai oleh orang lain. Hasil penelitian terdahulu membuktikan
bahwa aspek-aspek dalam kecerdasan emosi memegang peranan penting
saat ibu bekerja mengalami konflik peran ganda yang tinggi, yaitu dengan
kemampuan mengelola emosi, memotivasi diri, berempati dan membina
hubungan sosial yang baik, maka ibu bekerja mampu menghadapi konflik
dengan wajar dan bahkan menganggap konflik yang terjadi sebagai hal
positif untuk mencapai tujuannya. c) Ibu bekerja dengan kategori WFC
Sedang berkorelasi cukup erat dengan PWB Tinggi (r=0,685) maupun KE
Tinggi (r=0,739). d) Sedangkan ibu bekerja dengan kategori WFC Sedang
berkorelasi sangat erat dengan PWB Sedang (r=0,965) namun cukup erat
dengan KE Sedang (r=0,738). Hasil ini menunjukkan bahwa untuk
kategori WFC Sedang maka perubahan kategori PWB dari tinggi menjadi
sedang akan menaikkan keeratan hubungan antara WFC dan PWB,
sehingga untuk kategori WFC Sedang maka PWB Sedang terjadi
peningkatan pada peubah PWB. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk
kategori WFC Sedang maka PWB Sedang ibu bekerja menjadi faktor
penentu dari pada KE. Artinya WFC Sedang ibu bekerja lebih dipengaruhi
atau ditentukan oleh dimensi-dimensi PWB, dan hal ini terjadi ada
beberapa kemungkinan. Pertama, ibu bekerja merasa bahwa WFC yang
68
dialaminya masih dalam kategori wajar, sehingga dengan PWB tinggi
yang dimilikinya konflik yang dialami tidak memengaruhi perilaku dan
aktivitasnya sehari-hari. Ibu bekerja pada kategori ini memiliki
penerimaan diriyang baik artinya ia memiliki sikap positif terhadap
dirinya dan dapat pula menerima sisi negatif dirinya, sehingga ketika
mengalami konflik ia dapat dengan mudah menerimanya sebagai suatu
kewajaran. Sugianto (2000) mengemukakan bahwa sikap positif terhadap
diri sendiri merupakan ciri penting dalam PWB dimana penerimaan diri
yang optimal akan menunjukkan bahwa individu memiliki sikap positif
terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek diri
termasuk kualitas diri yang baik maupun yang buruk, dan merasa positif
tentang kehidupan yang dijalaninya. Hal ini senada diungkapkan oleh
Ryff (1989) bahwa penerimaan diri bermakna individu memegang sikap
positif terhadap diri sendiri dan menerima diri apa adanya. Hal ini pula
yang terjadi pada ibu bekerja di Pemda Kabupaten Kupang dimana mereka
memiliki sikap yang positif dalam menjalani peran mereka baik sebagai
ibu rumah tangga maupun sebagai wanita karir dengan segenap
kemampuan yang dimiliki sehingga mereka dapat meminimalisir konflik
yang sering timbul dalam keluarga dan pekerjaan mereka. Kedua, ibu
bekerja dengan WFC sedang menunjukkan atau memiliki indikasi mampu
menguasai lingkungan dengan baik, dimana penguasaan akan lingkungan
sangat memengaruhi efektivitas seorang ibu dalam mengelola dan
menghadapi konflik yang mungkin terjadi di lingkungan keluarga dan
lingkungan kerja. Sejalan dengan temuan ini, Campton (2005) mengatakan
bahwa individu dengan penguasaan lingkungan yang baik akan mampu
memilih dan mengubah lingkungan sekitar sehingga sesuai dengan
kebutuhannya.
69
Ryff (1989), juga menjelaskan bahwa dimensi penguasaan
lingkungan didapat oleh individu yang memiliki perasaan mampu
memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk kepentingan bersama, bisa
menggunakan peluang yang muncul secara efektif serta dapat memilih dan
menciptakan konteks yang tepat bagi kebutuhan mereka dan nilai-nilai
pribadi mereka. Ibu bekerja dalam hal ini dituntut untuk memiliki
keyakinan dan kemampuan mengatur dan mengelola lingkungannya
khususnya di lingkungan kerjanya, dimana mereka mampu menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman dan hangat dengan pekerja yang lain
sehingga tujuan mereka dapat tercapai dengan baik tanpa menimbulkan
konflik. Penelitian lain oleh Mufida (2008) menunjukkan bahwa dimensi
penguasaan lingkungan dalam PWB berhubungan erat dengan WFC
(r=0,474). Temuan ini membuktikan bahwa dengan kemampuan
menguasai lingkungan yang baik maka konflik yang dialami ibu bekerja
dapat diatasi dengan baik.
Dimensi PWB yang memberikan kontribusi cukup besar dalam
menghadapi konflik peran ganda pada ibu bekerja adalah pertumbuhan
diri. Ryff (1989) menyatakan bahwa pertumbuhan diri yang optimal
menunjukkan individu yang ingin terus berkembang dimana mereka selalu
mengamati pertumbuhan dan perkembangan pribadi mereka sendiri,
terbuka terhadap pengalaman baru, dan merasa sudah memenuhi
potensinya dengan baik, mereka juga diharapkan mampu melihat
perbaikan diri dari perilaku dari waktu ke waktu dan mengadakan
perubahan dalam meningkatkan pengetahuan diri dan efektifitas diri.
Demikian halnya pada ibu bekerja pada pemda. Kabupaten Kupang,
dengan adanya pertumbuhan diri maka mereka dapat membuka diri
terhadap pengalaman-pengalaman baru dan dapat menerima perubahan-
70
perubahan jaman yang mengakibatkan mereka mampu mengelola peran
mereka sebagai wanita karir merangkap ibu rumah tangga yang bisa
mengatasi konflik yang terjadi antara keluarga dan pekerjaan.
1.9.2 Ada Ketergantungan antara Work Family Conflict dengan Usia
Ibu Bekerja di Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang
Hasil uji Kai kuadrat (χ2) terhadap 70 responden yang memiliki
tingkat WFC Sangat Tinggi, Tinggi, dan Sedang adalah X2hitung>
X2tabel yaitu 26,466 > 9,49 (Lampiran 3). Hasil ini menunjukkan ada
ketergantungan antara WFC ibu bekerja dengan usia. Tabel Kontingensi
Usia Ibu Bekerja (Lampiran 3) menunjukkan ibu bekerja dengan usia
antara 34-39 tahun memiliki tingkat WFC lebih tinggi dibandingkan
dengan 2 kategori usia yang lain yaitu usia antara 28-33 tahun dan usia
antara 40-45 tahun. Temuan ini menunjukkan, pertama, ibu bekerja
dengan rentang usia 34-39 tahun berada pada fase pemantapan dan
membsngun level keterampilan serta menstabilisasikan pengalaman
kerjanya, dalam rangka bertanggung jawab pada pekerjaannya (Super,
2012). Menurut Super (2012), individu pada rentang usia 25-44 tahun
dicirikan dengan kerja keras dan mempertahankan pekerjaannya. Individu
berada pada masa produktif dan kreatif sehingga pada fase perkembangan
karirnya ini, individu akan dipenuhi dengan konflik. Temuan tersebut
sejalan dengan penelitian ini bahwa ibu bekerja mengalami konflik
tertinggi pada rentang usia antara 34-39 tahun. Kedua, Ibu bekerja kurang
memiliki kemampuan dalam intimasi, yaitu bilamana ibu bekerja belum
memiliki identitas diri saat remaja dan sudah harus memasuki fase dewasa
awal yang memengaruhi hubungan secara intim dengan lingkungannya
seperti lingkungan rumah (suami, anak, orang tua) dan lingkungan kerja
71
(atasan, rekan kerja), maka sulit bagi ibu bekerja memiliki intimasi yang
baik dan pada akhirnya akan mengalami konflik. Hal ini didukung oleh
Erickson (dalam Young, 1999) yang mengatakan bahwa identitas diri
seharusnya sudah dimiliki oleh individu dewasa awal sebelum memasuki
fase intimasi, karena jika individu belum memiliki identitas diri maka
akan kesulitan dalam intimasi dengan lingkungannya, dan hal ini
menimbulkan perasaan dikucilkan, tidak bahagia dan depresi.
Ketidakjelasan akan identitas diri dapat memengaruhi kemampuan
individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial keluarga
maupun pekerjaan, sehingga dapat memicu konflik yang dialami
perempuan didalam keluarga maupun di dalam pekerjaannya.
1.9.3 Ada Ketergantungan antara Work Family Conflict dengan
Jumlah Anak dari Ibu Bekerja di Pemerintah Daerah
Kabupaten Kupang.
Hasil uji Kai kuadrat (χ2) terhadap 70 responden yang memiliki
tingkat WFC Sangat Tinggi, Tinggi, dan Sedang adalah X2hitung>
X2tabel yaitu 26,012 > 15,507 (Lampiran 3). Hasil ini menunjukkan ada
ketergantungan antara WFC ibu bekerja dengan jumlah anak. Tabel
Kontingensi Jumlah Anak dari Ibu Bekerja (Lampiran 3) menunjukkan ibu
bekerja dengan jumlah anak 3 orang memiliki tingkat WFC lebih tinggi
dibandingkan dengan yang memiliki anak kurang dari 3 orang. Temuan ini
menunjukkan pertama, ibu bekerja dengan 3 anak kurang mampu
membagi waktu untuk mengurus anak-anaknya dengan pekerjaannya.
Bellavia & Frone (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor penentu
WFC adalah jumah dan usia anak terkecil, serta keterlibatan waktu. Ibu
bekerja dengan jumlah anak yang banyak dan masih kecil berpeluang
72
lebih tinggi dalam mengalami WFC karena harus menghabiskan waktu
mengasuh dan membesarkan anak. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh
Mufida (2008) menemukan bahwa adanya anak yang masih kecil dan
jumlah anak memengaruhi WFC pada ibu bekerja, tetapi sedikit berbeda
dengan temuan peneliti adalah jumlah anak dalam penelitian Mufida
(2008) adalah 2 anak, sementara penelitian ini 3 anak. Kedua, ibu bekerja
kurang mampu mengelola tekanan keluarga dalam kaitannya dengan
mengurus anak dengan tekanan pekerjaan, sehingga ibu bekerja sering
mengalami sakit kepala, dan stres berlebihan karena tidak mampu
menangani tekanan kebutuhan dan perhatian kepada anak dengan tuntutan
pekerjaan. Carnicer, Sanchez, Perez & Jose (2004) juga mengatakan
bahwa kehadiran dan jumlah anak dalam rumah tangga menyebabkan
individu mengalami konflik. Ibu bekerja yang sudah mempunyai anak dan
harus bertanggung jawab sebagai orang tua lebih mungkin untuk memiliki
komitmen yang tidak fleksibel di rumah sehingga dapat bertentangan
dengan harapan atau tuntutan di dalam pekerjaan. Penelitiannya
menemukan jumlah anak secara signifikan memengaruhi WFC pada
perempuan yang bekerja r = 0,586 dibandingkan dengan yang tidak
memiliki anak.
Lebih lanjut, penelitian oleh Voydanoff (2004) menemukan bahwa
perempuan bekerja yang memiliki anak lebih dari satu dan berusia
dibawah 6 tahun menunjukkan tingkat WFC yang lebih tinggi
dibandingkan yang tidak memiliki anak. Bertentangan dengan penelitian
Okonkwo (2014) bahwa jumlah anak tidak memengaruhi WFC pada ibu
bekerja karena umumnya suatu keluarga tidak hanya terdiri dari suami,
istri dan anak tetapi juga ada orang tua, saudara, mertua, ipar dan lain-lain
yang dengan sendirinya mereka terlibat dan bertanggung jawab terhadap
73
pengasuhan anak-anak dalam keluarga tersebut, sehingga anak bukan
merupakan pemicu konflik.
4.10 Kekuatan dan Keterbatasan penelitian.
4.10.1 Kekuatan
1. Penelitian terkait Kecerdasan Emosional dan Psychological Well
Being (PWB) sebagai prediktor Work Family Conflict (WFC)
secara simultan sampai sejauh ini belumbanyak diteliti.
2. Dari segi kebaruan, hasil-hasil penelitian terdahulu selalu
menunjukkan kekuatan hubungan yang rendah dan negatif antara
WFC dengan KE maupun PWB, sedangkan hasil penelitian ini
menemukan adanya hubungan positif dengan rentang cukup kuat
sampai sangat kuat secara simultan antara ketiga peubah
penelitian.
4.10.2 Keterbatasan
1. Penelitian ini hanya fokus pada ibu bekerja, tidak menggunakan
ibu tidak bekerja sebagai pembanding.
2. Subjek penelitian terbatas hanya pada 10 SKPD yang paling dekat
Kantor Bupati.
74
BAB V
PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya.
5.1. Kesimpulan
1. Kecerdasan Emosional dan Psychological Well Being (PWB)
secara simultan merupakan prediktor Work Family Conflict (WFC)
pada Ibu Bekerja di Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang. Hasil
analisis menunjukkan adanya 4 (empat) fenomena sebagai berikut:
a)Ibu bekerja dengan kategori WFC Tinggi berkorelasi sangat erat
dengan PWBTinggi maupun KE Tinggi. b) Ibu bekerja dengan
kategori WFC Tinggi berkorelasi cukup erat dengan PWB Sedang
namun sangat erat dengan KE Sedang. Hasil ini menunjukkan
bahwa pada kategori WFCTinggi maka perubahan kategori PWB
dari tinggi menjadi sedang berdampak menurunkan keeratan
hubungan antara WFC dan PWB.Sehingga dapat disimpulkan
bahwa untuk kategori WFC tinggi maka KE Tinggi ibu bekerja
menjadi faktor penentu.c) Ibu bekerja dengan kategori WFC
Sedang berkorelasi cukup erat dengan PWB Tinggi maupun KE
Tinggi. d) Sedangkan ibu bekerja dengan kategori WFC Sedang
berkorelasi sangat erat dengan PWB Sedang namun cukup erat
dengan KE Sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk kategori
WFC Sedang maka perubahan kategori PWB dari tinggi menjadi
sedang akan menaikkan keeratan hubungan antara WFC dan PWB,
sehingga untuk kategori WFC Sedang maka PWBSedang terjadi
75
peningkatan pada peubah PWB. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa untuk kategori WFCSedang maka PWBSedang ibu bekerja
menjadi faktor penentu daripada KE.
2. WFC dari ibu bekerja tergantung pada usia ibu, yaitu pada rentang
usia 34-39 tahun.
3. WFC dari ibu bekerja tergantung pada jumlah anak, yaitu ibu
bekerja dengan jumlah anak 3 orang memiliki tingkat WFC lebih
tinggi dibandingkan dengan yang memiliki anak kurang dari 3
orang maupun lebih dari 3 orang.
5.2 Saran
1. Bagi Pimpinan
a. Agar membina kecerdasan emosi PNS perempuan yang
berperan ganda sehingga tetap mampu mengelola dan
memotivasi diri saat mengalami konflik peran yang tinggi.
b. Agar memberikan rasa aman dan nyaman secara psikologis
kepada PNS perempuan sehingga mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan baik walaupun saat sedang mengalami
konflik peran.
2. Bagi PNS (ibu bekerja dengan peran ganda)
a. Agar PNS perempuan dengan WFC tinggi, menggunakan
semua aspek kecerdasan emosi yang dimilikinya dalam
menghadapi konflik baik di rumah maupun di kantor.
b. Agar PNS perempuan dengan WFC sedang, mampu
menggunakan semua dimensi PWB yang dimilikinya, saat
mengalami konflik.
76
3. Peneliti selanjutnya
a. Melakukan penelitian terkait dengan responden ibu tidak
bekerja.
b. Mengambil sampel penelitian dari seluruh SKPD yang ada di
Pemda Kabupaten Kupang serta ibu tidak bekerja.
c. Melakukan penelitian terkait faktor-faktor lain yang
memengaruhi WFC seperti: Stres Kerja, Dukungan Keluarga,
Dukungan Sosial, Kepuasan Kerja, dan Produktivitas Kerja.
77
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, N (2016). Pengaruh kecerdasan emosional dan komitmen organisasi dengan kepuasan kerja dan kematangan diri sebagai pemediasi (studi pada Kantor Inspektorat Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta). Tesis. Pascasarjana Prodi Management UNS.
Agustian. A. G. (2001). Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan
spiritual (ESQ). Jakarta: Arga Wijaya Persada. Ahmad, A. (2008). Job, Family and Individual Factors as Predictors of
Work Family Conflict. Journal of Human Resources and Adult Learning. 4 (1)
Ahrens, C., & Ryff, C. D. (2006). Multiple Roles and Well-Being:
Sociodemography and Psychological Moderators. Aisyah, S. B. P., Badri, S. K. Z., Rajab. A., Rahman, H.A., & Shah, I. M.
(2011). The Impact of Work Family Conflict on Psychological Well Being among School Teachers in Malaysia. Procedia- Social and Behavioral Science. 29
Akinjide, J. O. (2006). Emotional intelligence as determinant of students`
academic performance. Ibadan: University Ibadan, M ED Project. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi
revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Apsaryanthy, N. L., & Lestari.(2017). Perbedaan Tingkat Psychological
Well-Being Pada Ibu Rumah Tangga dengan Ibu Bekerja di Kabupaten Gianyar-Bali. Jurnal Psikologi Udayana, 4 (1).
Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar. Avila, M., Viera, J. & Matos, P. M. (2012). Attachment and Parenting:
The Mediating Role of Work Family Conflict Balance in Portuguese Parents of Prescool Children. Retrieved from http: //www.researchgate.net
78
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan) Bellavia, G. M., & Frone, M. R. (2005). Work Family Conflict. Handbook
of work stress. Sage Publication: California. Bradshaw, F. B. (2008). Exploring The Relationship Emotional
Intelligence and Accademic Achievement In Africa America Female College Student. Proquest International And Learning Company,2.(1)
Bruck, C. S,.Allen, T. D., & Spector, P. E. (2002). The Relation Between
Work Family Conflict And Job Satisfaction: A fine-grained analysis. Journal of Vocational Behavior,60.
Carlson, D. S., & Kacmar, K. M. (2000), Construction and Initial
Validation of a Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Vocational Behavior.
Carmeli, A. (2003). The Relationship BetweenEmotional Intelligence and
Work Attitudes, Behavior and Outcomes: An Examination among Senior Managers. Journal of Managerial Psychology, 18 (8)
Campton. W. C. (2005). An Introduction to Positive Psychology. New
York : Thomson Wadsworth. Carnicer, M.P., Sanchez, A. M., Perez, M., & Jose, M. (2004). Work
Family Conflict in a Southern European Country: The Influence of Job Related and Non Related Factors. Journal of Managerial Psychology : Bradford 19 (5) Emerald publishing.
Christine, W. S., Oktarina, M., & Mula, L. (2010) Pengaruh Konflik
Pekerjaan dan Konflik Keluarga terhadap kinerja dengan KOnflik Pekerjaan-keluarga sebagai intervening variable. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. 12 (2)
Cole, D. W, (2004). Social Reflection on Women Playing Dual Roles: An
Assessment of Women in Leadership Position. Journal of Gender Studies, 7 (2).
79
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan) Dann, J. (2002). Memahami Kecerasan Emosi dalam Seminggu. Jakarta:
Prestasi Pustaka. Dasgupta, M. (2010).Emotional Intelligence Emerging as a Significant
Tool for Female Information Technology Professionals in Managing Role Conflict and Enhancing Quality of Work-Life and Happiness.Asian Journal of Management Research, 558-565.
Dhinar, P., & Pratiwi, A. (2000).Hubungan Konflik Peran Ganda dengan
Psychological Well Being pada Ibu Bekerja sebagai pegawai bank.Jurnal Psikologi, 1(3).
Doo, H. L,.Morris, M. L., & McMilan, H. S. (2010). Construct Validation
of a Korean Version of the Work Family Conflict Scale. University of Tennesse, Knoxville.
Edward, J. R. & Rothbard, N. P. (2000). Mechanism Linking Work and
Family: Clarifying the Relationship between Work and Family Constructs. Academy of Management Review, 25.
George, J. M. (2003). Emotions and Leadership: The Role of Emotional
Intelligence . Human Relation,53 Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program
SPSS.Edisi Ke-tujuh. Semarang : Badan Penerbit. Universitas Diponegoro.
Goleman, D. (2006). Emotional Inteligence: Kecerdasan Emosional,
mengapa EI lebih penting daripada IQ. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama.
Grant, E. J., & Donaldson, I. S. (2010) Consequences of Work family
Conflict on Employee Well Being Over Time.Journal Psychology California State University.San Marcos
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of Conflict
BetweenWork and Family Roles. Journal of Management Review, 10.
80
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan) Habel, M. B,. & Prihastuti. (2012). Hubungan antara Kecerdasan
Emosional dengan Konflik Peran Ganda pada Guru Wanita di Kota Surabaya. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 1 (2): 94-99.
Handayani, D. T., Lilik, S., & Agustin, R. W. (2011). Perbedaan
Psychological Well Being ditinjau dari Strategi Self Management dalam Mengatasi Work Family Conflict pada ibu bekerja. Jurnal Psikologi Perkembangan, 3 (6).
Huffman, A., Culbertson, S., Henning, J., & Goh, A. (2013). Work Family
Conflict across the life-span. Journal of Managerial Psychology; Bradford 28(7).
Hurlock, E. (1999). Psikologi Perkembangan: suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Indriyani, A. (2009). Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja
terhadap Kinerja Perawat Wanita. (studi kasus pada RS. Roemani Muhamaddiyah, Semarang). Thesis, Prodi Magister Manajemen, Universitas Diponegoro.
Junita, A. (2011). Konflik Peran Ganda Sebagai Salah Satu Pemicu Stress
Kerja Wanita Karier. Jurnal Keuangan & Bisnis.23 (2). Karim, J. (2011). Emotional Intelligence: A Cross Cultural Psychometric
analysis. Thesis Institut D’ Administration Des Enterprises, University of Marseille. French.
Kismono, G., Rosari, R., Suprihanto, J. (2013). Faktor-faktor demografi
(jenis kelamin, usia, status perkawinan, dukungan domestik) Penentu Konflik Pekerjaan dan Keluarga dan Intensi Keluar Karyawan (studi pada industry perbankan, Indonesia). Jurnal Siasat Bisnis. 17 (2).
Liputo, S. (2009). Pengaruh Religiusitas terhadap Psychological Well
Being. Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.
81
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan) Madjid, F. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan
Perempuan Berstatus Menikah Untuk Bekerja (studi kasus di Kota Semarang). Universitas Diponegoro. Journal of Economics. 1(1).
Moe, K. (2012). Factors Influencing Women’s Psychological Well Being
Within A Positive Functioning Framework. Theses and Dissertations - Educational, School, and Counseling Pschology. Univ. Of Kentucky.
Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (2001).Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mubayidh, M. (2006). Kecerdasan dan Kesehatan emosional anak.
Jakarta: Pustaka Al-Kautser. Mufida, A. (2008). Hubungan Work Family Conflict dengan
Psychologycal Well Being Ibu yang Bekerja. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mulyani, S. (2008). Analisis Pengauh Faktor-faktor Kecerdasan Emosi
terhadap Komunikasi Interpersonal Perawat dengan Pasien di Unit Rawat Inap RSUD DR. Amino Gondohutomo Semarang. Tesis. Prodi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit. Unversitas Diponegoro.
Noor, N. M. (2004) Work Family Conflict, Work and Family Role
Salience, and Women’s Well-Being. Journal of Social Psychology. Philadelphia 144 (4).
Nurhidayah, S. (2008) Pengaruh ibu bekerja dan peran ayah dalam
cooparenting terhadap prestasi belajar anak. Jurnal Soul. 1(2). Nurmayanti, S., Thoyib, A., Noermijati., & Irawanto, D. (2014). Work
Family Conflict; A Review of Female Teachers in Indonesia. International Journal of Psychological Studies. 6 (4). Published by Canadian Center of Science and Education.
82
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan) Okonkwo, E. (2014). Work-Time and Family Time Conflict among
Female Bankers: Any Relationship? Ife Psychology 22 (2). Ife Center for Psychological studies and services. Nigeria.
Pablo, F. B., & Natalio, E. (2006) Emotional Intelligence; A Theoritical
And Empirical Review Of Its First 15 Years Of History. Psicotema 18.
Panorama, M., & Jdaitawi,T. (2011).Relationship between Emotional
Intelligenceand Work Family Conflict of University Staff in Indonesia.International Scientific Conference-2011.
Pallant, J. (2007). SPSS Survival Manual: A Step By Step Guide To Data
Analysis Using SPSS for Windows. (3rd edition, Open University Press, 2007).
Rahayu, A.W. (2015). Perempuan dan Belenggu Peran Kultural. Jurnal
Perempuan Indonesia. Robins, S. P., & Judge, T. A. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta:
Salemba Empat. Ryff,C. D. (1989). Happiness Is Everything Or Is It ? Exploration on the
meaning of Psychological Well being. Journal of Personality and Social Psychology. 57 (6).
Ryff, C. D. & Keyes, C. L. (1995). The Structure of Psychological Well
Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology. 69.(4). University of Wisconsin-Madison.
Santrock J. W. (2002). Life Span Development, Jilid II Edisi Bahasa
Indonesia Jakarta: Penerbit Erlangga. Saphiro,L. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak.
Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
83
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan) Sari,. K. N. ( 2016). Hubungan Psychological Well Being dengan Konflik
Peran Ganda pada Karyawati yang bekerja di Bank Kaltim Kota Samarinda. Tesis. Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus
Samarinda. Schutte, N. S., Malouff J. M., & Coston, T. D (2010). Emotional
Intelligence and Interpersonal Relations. The Journal of Social Psychology: Philadelphia 144(4).
Shi, J., Wang, L., & Niu, Q. (2013) Work Family Conflict and Job
Satisfaction: Emotional Intelligence as a Moderator, Article in Stress and Health. DOI: 10.102/smi.2451. Source: PubMed. Retrieved from https://www.researchgate.net publication /231214060.
Sugianto, I. R. (2000). Status lajang dan psychological well being pada
pria dan wanita. Jurnal Phronesis. 2 (4) Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif
dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Super, D. (2012). Developmental self-concept. Retrieved from
www.careees.govt.nz Syauta, B. A., & Yuniasanti, R. (2014). Hubungan antara Aktualisasi Diri
dengan Motivasi Kerja pada Wanita Karier di PT Kusuma Sandang Mekerjaya. JurnalSosio-Humaniora. 5(2).
Triaryati, N, (2003).Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai WFC Issue
terhadap Absen dan Turn Over. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 5(1). Universitas Kristen Petra.
Triadhonanto, A. (2009). Melejitkan Kecerdasan Emosi Buah Hati.
Jakarta: Elex Media Komputindo. Ugoani, J. N. (2013). Emotional Inteligence and Balancing Work Family
Conflict Among Dual Career Parents in Nigeria. Academic of Business and Scientific Research. 2.(5)
84
DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan) Voydanoff, P. (2004). The Effect of Work Demands and Resources on
Work to Family Conflict and Facilitatioan. Journal of Marriage and Families. Minneapolis, 66 (2).
Yang., Nini., Chen, C., & Zou Zimin. (2000). “Source of Work Family;
Sino-US. Comparison of The Effect of Work and Family Demand”. Academy of Management Journal. 43: 113-123.
Young, B. (1999). Human Development: Theories and Learning Futures.
Retrieved from http://e-resources.perpusnas.go.id