BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah wilayah kerja
Puskesmas I Baturraden Kabupaten Banyumas. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Maret - April tahun 2014 dengan jumlah sampel 51 responden
yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Untuk memperoleh data
penelitian dengan melalui pemberian kuesioner kepada semua responden,
dapat dilaporkan data sebagai berikut:
1. Analisis univariat
a. Karakteristik responden
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Responden.
Variabel Frekuensi Persentase (%) Umur - 45-49 tahun - 50-54 tahun - 55-59 tahun
9
18 24
17,6 35,3 47,1
Jumlah 51 100 Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan
21 30
41,2 58,8
Jumlah 51 100
Tabel 4.1 menjelaskan karakteristik responden berdasarkan
umur menunjukan hampir sebagian besar responden berumur 55-59
tahun sebanyak 24 (47,1%), berumur 50-54 tahun sebanyak 18
(35,3%) dan berumur 45-49 tahun sebanyak 9 (17,6%).
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Pada karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 30
(58,8%) dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 (41,2%).
b. Status berat badan, Aktifitas fisik, Konsumsi Garam, Manajemen
Stres dan Status Tekanan Darah
Tabel 4.2 Deskripsi Status berat badan, Aktifitas fisik, Konsumsi Garam, Manajemen Stress dan Status Tekanan Darah.
Variabel Frekuensi
(n = 51) Persentase (%)
Status berat badan - Gemuk - Normal
29 22
56,9 43,1
Aktifitas fisik - Tidak Melakukan - Melakukan
27
24
52,9 47,1
Konsumsi garam - Banyak - Sedikit
34 17
66,7 33,3
Manajemen stres - Tidak Melakukan - Melakukan
28 23
54,9 45,1
Status tekanan darah - Tinggi - Normal
32 19
62,7 37,3
Tabel 4.2 menunjukan bahwa sebagian besar responden
memiliki status berat badan gemuk sebanyak 29 (56,9%) dan
memiliki status berat badan normal sebanyak 22 (43,1%). Untuk
aktifitas fisik, sebagian besar responden tidak melakukan aktifitas
fisik sebanyak 27 (52,9%) dan melakukan aktifitas fisik sebanyak
24 (47,1%). Untuk konsumsi garam, sebagian besar responden
mengkonsumsi garam secara banyak sebanyak 34 (66,7%) dan
mengkonsumsi garam secara sedikit sebanyak 17 (33,3%). Untuk
manajemen stres, sebagian besar responden tidak melakukan
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
manajemen stres sebanyak 28 (54,9%) dan melakukan manajemen
stres sebanyak 23 (45.1%). Untuk status tekanan darah, sebagian
besar responden memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 32
(62,7%) dan memiliki status tekanan darah normal sebanyak 19
(37,3%)
2. Analisis bivariat
a. Hubungan status berat badan dengan status tekanan darah
Tabel 4.3 Hasil Uji Chi Square Hubungan status berat badan dengan status tekanan darah.
Tabel 4.3 menunjukan bahwa dari 29 responden yang status
berat badannya gemuk, mayoritas memiliki status tekanan darah
tinggi sebanyak 23 (79,3%) responden dan yang memiliki status
tekanan darah normal sebanyak 6 (20,7%) responden. Dari 22
responden berstatus berat badan normal, hampir sebagian besar
memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 9 (40,9%) responden
dan sebagian besar memiliki status tekanan darah normal sebanyak
13 (59,1%).
Hasil analisis menunjukan nilai P-value sebesar 0,012 (α =
0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara status
berat badan dengan status tekanan darah.
Status berat badan
Status tekanan darah Total
OR (95% CI)
P-value Tinggi Normal
n % n % n % 5,537
(1,608- 19,072)
0,012 Gemuk
Normal
23
9
79,3
40,9
6
13
20,7
59,1
29
22
100
100
Jumlah 32 62,7 19 37,3 51 100
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar
5,537, yang artinya responden yang memiliki status berat badan
gemuk mempunyai resiko 5 kali lebih tinggi untuk mempunyai
status tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang status berat
badanya normal.
b. Hubungan aktifitas fisik dengan status tekanan darah
Tabel 4.4 Hasil Uji Chi Square Hubungan aktifitas fisik dengan status tekanan darah.
Tabel 4.4 menunjukan bahwa dari 27 responden yang tidak
melalakukan aktifitas fisik, mayoritas memiliki status tekanan
darah tinggi sebanyak 21 (77,8%) responden dan yang memiliki
status tekanan darah normal sebanyak 6 (22,2%) responden. Dari
24 responden yang melakukan aktifitas fisik, hampir sebagian besar
memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 11 (45,8%)
responden dan sebagian besar memiliki status tekanan darah
normal sebanyak 13 (54,2%).
Aktifitas fisik
Status tekanan darah Total
OR
(95% CI)
P-value Tinggi Normal
n % n % n %
4,136 (1,232- 13,893)
0,039
Tidak melakukan melakukan
21 11
77,8
45,8
6 13
22,2
54,2
27
24
100
100 Jumlah 32 62,7 19 37,3 51 100
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Hasil analisis menunjukan nilai P-value sebesar 0,039 (α =
0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas
fisik dengan status tekanan darah.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar
4,136 yang artinya responden yang tidak melakukan aktifitas fisik
mempunyai resiko 4 kali lebih tinggi untuk mempunyai status
tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang melakukan
aktifitas fisik.
c. Hubungan konsumsi garam dengan status tekanan darah
Tabel 4.5 Hasil Uji Chi Square Hubungan konsumsi garam dengan status tekanan darah.
Tabel 4.6 menunjukan bahwa dari 34 responden yang
konsumsi garamnya banyak, mayoritas memiliki status tekanan
darah tinggi sebanyak 26 (76,5%) responden dan yang memiliki
status tekanan darah normal sebanyak 8 (23,5%) responden. Dari
17 responden yang konsumsi garamnya sedikit, sebagian besar
memiliki status tekanan darah normal sebanyak 11 (64,7%) dan
Diit garam Status tekanan darah Total
OR (95% CI)
P-value Tinggi Normal
n % n % n %
5,958 (1,670-21,254)
0,010 Banyak
Sedikit 26 6
76,5 35,3
8 11
23,5 64,7
34 17
100 100
Jumlah 32 62,7 19 37,3 51 100
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
hampir sebagian kecil memiliki status tekanan darah tinggi
sebanyak 6 (35,3%) responden.
Hasil analisis menunjukan nilai P-value sebesar 0,010 (α =
0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara kosumsi
garam dengan status tekanan darah.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar
5,958 yang artinya responden yang konsumsi garamnya banyak
mempunyai resiko 6 kali lebih tinggi untuk mempunyai status
tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang konsumsi
garamnya sedikit.
d. Hubungan manajemen stres dengan status tekanan darah
Tabel 4.6 Hasil Uji Chi Square Hubungan manajemen stres dengan status tekanan darah
Tabel 4.6 menunjukan bahwa dari 28 responden yang tidak
melalakukan manajemen stres, mayoritas memiliki status tekanan
darah tinggi sebanyak 22 (78,6%) responden dan yang memiliki
status tekanan darah normal sebanyak 6 (21,4%) responden. Dari
23 responden yang melakukan manajemen stres, hampir sebagian
Manajemen stres Status tekanan darah Total
OR (95% CI)
P-value Tinggi Normal
n % n % n %
4,767 (1,404-16,186)
0,022 Tidak Melakukan
Melakukan
22 10
78,6
43,5
6
13
21,4
56,5
28
23
100
100 Jumlah 32 62,7 19 37,3 51 100
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
besar memiliki status tekanan darah tinggi sebanyak 10 (43,5%)
responden dan sebagian besar memiliki status tekanan darah
normal sebanyak 13 (56,5%).
Hasil analisis menunjukan nilai P-value sebesar 0,022 (α =
0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
manajemen stres dengan status tekanan darah.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai odss ratio sebesar
4,767 yang artinya responden yang tidak melakukan manajemen
stres mempunyai resiko 5 kali lebih tinggi untuk mempunyai status
tekanan darah tinggi dibandingkan dengan yang melakukan
manajemen stres.
B. Pembahasan
1. Analisis univariat
a. Karakteristik Responden
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian pada karakteristik responden
berdasarkan umur menunjukan hampir sebagian besar responden
berumur 55-59 tahun sebanyak 24 (47,1%). Totoprajogo,
O.S.(2006), mengungkapkan dengan bertambahnya usia maka
resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Masitoh, A.D. (2013)
menambahkan bahwa hal ini disebabkan karena tekanan darah
arterial yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
terjadinya regurgitasi aorta, serta adanya proses degeneratif, yang
lebih sering pada usia tua. Pada saat terjadi penambahan usia
sampai mencapai masa tua , terjadi pula risiko peningkatan
penyakit yang meliputi kelainan syaraf/kejiwaan, kelainan jantung
dan pembuluh darah serta berkurangnya fungsi panca indra dan
kelainan metabolisme pada tubuh. Hal ini didukung oleh penelitian
pradono (2003) dalam lintanasri (2012) menunjukan hubungan
yang bermakna antara faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya
penyakit tidak menular yaitu pada golongan umur 54-64 tahun
mempunyai resiko 7,45 kali untuk terkena hipertensi dibandingkan
golongan umur 25 -34 tahun.
Menurut Andarini, S., Wirawan, N.N., & Maulida, N.R
(2012), Seiring bertambahnya usia maka arteri kehilangan
elastisitasnya atau kelenturannya. Hal ini disebabkan oleh
perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.
Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
yang lebih sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan darah, sehingga bila perubahan tersebut disertai faktor-
faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi
Hardiman, A (2006) menambahkan bahwa dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi,
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun.
2. Jenis Kelamin
Pada karakteristik jenis kelamin sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 (58,8%). Lintansari
(2012) mengungkapkan hipertensi pada wanita usia muda terbilang
rendah bukan berarti mereka dapat terlindungi selamanya dari
penyakit ini, ketika usia sudah memasuki 50 tahun, harus mulai
lebih waspada dengan ancaman penyakit yang kerap disebut silent
killer ini. Karena ketika wanita mulai mengalami masa menopause,
prevalensi hipertensi justru lebih banyak didominasi pada wanita.
Alamsyah, A. N., Soemardini, & Yudha, B. B (2012)
menambahkan bahwa wanita yang belum menopause dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi
merupakan pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Namun pada masa premenopause wanita mulai
kehilangan hormon estrogen sehingga pada usia diatas 45-55 tahun
prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi.
Menurut Hardiman, A (2006) dalam penelitiannya bahwa
gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita,
dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik.
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita Namun,
setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita
meningkat.
b. Status berat badan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki status berat
badan gemuk sebanyak 29 (56,9%). Menurut Azwar, A (2004),
kegemukan merupakan salah satu risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler.
Anggraeni (2012) mengungkapkan bahwa berat badan harus
selalu dievaluasi dalam konteks riwayat berat badan yang meliputi
gaya hidup maupun status berat badan yang terakhir, penentuan
berat badan dilakukan dengan cara menimbang.
Sugondo (2006) menambahkan bahwa berat badan kurang
dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan
berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degenerative. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan
normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan
hidup yang lebih panjang.
c. Aktifitas fisik
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan
aktifitas fisik sebanyak 27 (52,9%). Thomas (2003) menjelaskan
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
bahwa aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan
energi dalam tubuh. Menurut Almatsier (2002), banyaknya energi
yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang
bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan.
Aktifitas fisik seperti olahraga mempunyai manfaat yang besar
karena dapat meningkatkan unsur-unsur kesegaran jasmani, yaitu
sistem jantung dan pernapasan, kelenturan sendi dan kekuatan otot
otot tertentu (Muliyati, H (2012)).
Menurut penelitian Sihombing, M (2010) menyatakan
bahwa kurang aktivitas fisik diketahui sebagai faktor risiko
berbagai penyakit tidak menular seperti hipertensi, jantung, stroke,
DM dan kanker. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur
seperti olahraga dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah dan melatih otot jantung sehinggga
menjadi terbiasa bila jantung mendapat pekerjaan yang lebih berat
karena adanya kondisi tertentu.
Menurut Mukti, A.G. (2012), bahwa masyarakat sadar
bahwa dengan meningkatkan aktivitas fisik dengan cara latihan
fisik atau olahraga yang teratur dapat meningkatkan derajat
kesehatan. Tetapi masih banyak masyarakat belum paham bahwa
latihan fisik atau berolahraga yang baik, benar, terukur, dan teratur
akan meningkatkan kebugaran jasmani yang penting untuk
menjaga stamina tubuh.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
d. Konsumsi garam
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi
garam secara banyak sebanyak 34 (66,7%). Widyaningrum, S.
(2012) menyatakan bahwa Masyarakat yang mengkonsumsi garam
yang tinggi dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan
tekanan darah yang meningkat seiring bertambahnya usia.
Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah
menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang
sedikit, seiring dengan bertambahnya usia.
Mustamin (2010) menjelaskan bahwa asupan garam
(Natrium Chlorida) dapat meningkatkan tekanan darah. Menurut
Basri, (2003) dalam Mustamin. (2010), bahwa natrium jika
dikonsumsi lebih banyak akan meretensi lebih banyak air untuk
mempertahankan pengenceran elektolit, sehingga cairan intenstin
bisa terakumulasi dan volume plasma meningkat. Peningkatan
volume plasma dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah,
terutama bila fleksibilitas pembuluh darah menurun oleh
aterosklerosis
Sari, D. M. (2013) menambahkan bahwa asupan tinggi
natrium menyebabkan hipertropi sel adiposit akibat proses
lipogenik pada jaringan lemak putih, jika berlangsung terus
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
menerus akan menyebabkan penyempitan saluran pembuluh darah
oleh lemak dan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
e. Manajemen stres
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa sebagian besar responden tidak melakukan
manajemen stres sebanyak 28 (54,9%).
Qonitatin, N., Savitri, A.D., & Asih, G.Y. (2006)
menjelaskan bahwa, Stres dapat bersifat fisik, biologis dan
psikologis. Kuman kuman penyakit yang menyerang tubuh
manusia menimbulkan stres biologis yang menyebabkan berbagai
reaksi pertahanan tubuh. Sedangkan stres psikologis dapat
bersumber dari beberapa hal yang dapat menimbulkan gangguan
rasa sejahtera dan keseimbangan hidup. Stres sendiri dapat diatasi
dengan kemampuan individu dalam mengatur atau melakukan
manajemen stres.
Menurut Ide P. (2008) Manajemen stres bertujuan untuk
mengurangi kadar stres dengan cara belajar atau meminta bimbingan
orang lain agar dapat menghadapi masalah dan mengurangi
ketegangan dalam diri melalui berbagai macam teknik.
Prasetyorini. H.T (2012) menambahkan bahwa banyak hal
yang dapat dilakukan untuk mengelola stres salah satunya dengan
melakukan upaya peningkatan kekebalan stres dengan mengatur pola
hidup sehari-hari seperti makanan dan pergaulan.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Saat stres datang, lakukan cara-cara yang bisa membuat
tubuh relaks seperti melakukan latihan pernafasan, yoga, meditasi
dan latihan ringan lainya (Ramayulis, R (2010)).
f. Status tekanan darah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki status
tekanan darah tinggi sebanyak 32 (62,7%). Anggara, F.H., &
Prayitno, N. (2013) menjelaskan bahwa tekanan darah merupakan
faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau
penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di
dalam tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi,
maka terjadilah gangguan pada sistem transportasi oksigen,
karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak
fungsi organ-organ tubuh akan mengalami gangguan seperti
gangguan pada proses pembentukan air seni di dalam ginjal
ataupun pembentukan cairan cerebrospinalis dan lainnya.
Menurut Azwar, A (2004), Penyebab tekanan darah
meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan
peningkatan volume aliran darah
Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka panjang
akan mengganggu fungsi endotel, yaitu sel-sel pelapis dinding
dalam pembuluh darah. Gangguan fungsi endotel ini menyebabkan
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
terbentuknya kerak-kerak (plak) yang dapat mempersempit liang
pembuluh darah koroner. (Pusat Promosi Kesehatan Perhimpunan
Hipertensi Indonesia, (2012))
2. Analisis bivariat
a. Hubungan status berat badan dengan status tekanan darah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa hasil analisis diperoleh nilai P-value sebesar
0,012 (p<0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
status berat badan dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis
juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 5,537, yang artinya
responden yang memiliki status berat badan gemuk mempunyai
resiko 5 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah
tinggi dibandingkan dengan yang status berat badanya normal. Hal
tersebut menunjukan bahwa berat badan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi status tekanan darah
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ferawati, T.F (2008), dalam penelitianya
menyatakan bahwa Ada hubungan secara bermakna antara indeks
massa tubuh dengan tekanan darah sistol dan diastol.
Pradono, J. (2007) dalam penelitiannya juga menyatakan
bahwa risiko terkena hipertensi dengan berat badan lebih,
berpeluang 2,3 kali dibandingkan dengan berat badan normal dan
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
kurus. Responden dengan berat badan lebih akan terjadi
penumpukan jaringan lemak, yang dapat menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah dalam meningkatkan kerja
jantung untuk dapat memompakan darah ke seluruh tubuh.
Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Harahap,
H., Hardisyah, Setiawan, B. & Effendi, I. (2008) dengan judul
Hubungan indeks massa tubuh, jenis kelamin, usia, golongan darah
dan riwayat keturunan dengan tekanan darah pada pegawai negeri
sipil di Pekan Baru. Didapatkan nilai p value = 0,038 (p<0,05)
antara IMT dengan tekanan darah sistol, untuk setiap peningkatan
1 poin IMT akan meningkatkan tekanan darah sistol sebanyak
0,362 mmHg. maka secara statistik dinyatakan ada hubungan
antara IMT dengan tekanan darahs sistol.
Alamsyah, A.N., Soemardini, Yudha, B.B. (2012)
menambahkan bahwa semakin besar massa tubuh, semakin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke
jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam
darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium
dan air. Tingginya natrium akan menyebabkan tubuh meretensi
cairan yang meningkatkan volume darah.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
b. Hubungan aktifitas fisik dengan status tekanan darah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa hasil analisis diperoleh nilai P-value sebesar
0,039 (p<0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
aktifitas fisik dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis juga
diperoleh nilai odss ratio sebesar 4,136 yang artinya responden
yang tidak melakukan aktifitas fisik mempunyai resiko 4 kali lebih
tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi dibandingkan
dengan yang melakukan aktifitas fisik. Hal tersebut menunjukan
bahwa aktifitas fisik merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi status tekanan darah
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pranama, V.F. (2012), dalam penelitiannya yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
Hengli (2013) menyatakan bahwa kurangnya aktifitas fisik
meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan
risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Muliyati,
H (2011) bahwa ada hubungan antara aktifitas fisik dengan
kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan di RSUP. Dr. Wahidin
Sudirohusodo”
Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai
frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin
keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada atreri (Zuraidah, 2012).
c. Hubungan konsumsi garam dengan status tekanan darah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa hasil analisis diperoleh nilai P-value sebesar
0,010 (p<0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
konsumsi garam dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis
juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 5,958 yang artinya
responden yang konsumsi garamnya banyak mempunyai resiko 6
kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah tinggi
dibandingkan dengan yang konsumsi garam sedikit. Hal tersebut
menunjukan bahwa konsumsi garam merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi status tekanan darah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ariyanti, N.I (2005), dalam penelitiannya yang
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan natrium dengan
tekanan darah.
Adhyanti, Sirajuddin, S., & Jafar, N. (2012) menjelaskan
bahwa pengaruh asupan garam (natrium) terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah
jantung, dan tekanan darah. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluer
meningkat. Untuk menormalkannya, cairan instraseluler ditarik
keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah. Penelitian INTERSALT dalam
Nurifadah, C.S., & (2012) menambahkan bahwa penelitian yang
melibatkan lebih dari 10.000 subjek dari berbagai negara
menunjukan bahwa konsumsi garam berhubungan dengan tekanan
darah pada populasi dengan usia 25-55 tahun.
Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian
Anggraini, A.D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., &
Siahaan, S.S. (2009) dengan judul Faktor faktor yang berhubungan
dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di poliklinik
dewasa puskesmas Bangkinang periode Januari sampai Juni 2008.
Didapatkan nilai p value = 0,00 (p<0,05). maka dinyatakan ada
hubungan bermakna secara statistik antara pola asupan garam
dengan kejadian hipertensi.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
d. Hubungan manajemen stres dengan status tekanan darah
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukan bahwa hasil analisis diperoleh nilai P-value sebesar
0,022 (p<0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara
manajemen stress dengan status tekanan darah. Dari hasil analisis
juga diperoleh nilai odss ratio sebesar 4,767 yang artinya
responden yang tidak melakukan manajemen stres mempunyai
resiko 5 kali lebih tinggi untuk mempunyai status tekanan darah
tinggi dibandingkan dengan yang melakukan manajemen stres.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ariyanti, N.I (2005) dengan judul Pengaruh
manajemen stres terhadap regulasi tekanan darah pada penderita
hipertensi primer, dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa
ada hubungan antara manajemen stres dengan teknik meditasi,
bernapas relaksasi, dan aromaterapi dengan tekanan darah.
Menurut Prasetyorini H. T (2012), Salah satu penyebab
peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi adalah stres.
Stres merupakan suatu tekanan fisik maupun psikis yang tidak
menyenangkan. Stres akan berdampak pada sistem organ tubuh
orang tersebut, salah satunya adalah peningkatan tekanan darah.
Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian
Muhlisin, A., & Laksono, R.A. (2011) bahwa ada hubungan antara
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
tingkat stres dengan kekambuhan pasien hipertensi di Puskesmas
Bendosari Sukoharjo.
Ramayulis, R (2010) menambahkan bahwa stres yang
berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekhawatiran
yang terus menerus. Akibatnya, tubuh akan melepaskan hormon
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat
sehingga tekanan darah akan meningkat.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pelaksanaanya yaitu
dalam menetapkan jumlah konsumsi garam hanya dengan
menggunakan kuesioner dalam penentuan jumlah konsumsi garam.
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian pada karakteristik responden berdasarkan
umur menunjukan hampir sebagian besar responden berumur 55-59
tahun sebanyak 24 (47,1%). Pada karakteristik jenis kelamin sebagian
besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 (58,8%)
2. Sebagian besar responden memiliki status berat badan gemuk sebanyak
29 (56,9%). Untuk aktifitas fisik, sebagian besar responden tidak
melakukan aktifitas fisik sebanyak 27 (52,9%). Untuk konsumsi
garam, sebagian besar responden mengkonsumsi garam secara banyak
sebanyak 34 (66,7%). Untuk manajemen stress, sebagian besar
responden tidak melakukan manajemen stress sebanyak 28 (54,9%).
Untuk status tekanan darah sebagian besar responden memiliki status
tekanan darah tinggi sebanyak 32 (62,7%)
3. Terdapat hubungan antara status berat badan dengan status tekanan
darah dengan nilai P-value 0,012.
69
Hubungan Pola Hidup..., Eko Setyo Wibowo, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014