34
BAB IV
GAMBARAN PENELITIAN
4.1 Novel Sepatu Dahlan
Novel Sepatu Dahlan merupakan sebuah karya sastra dari Khrisna Pabichara.
Novel ini berbentuk trilogi, dan Sepatu Dahlan merupakan bagian pertama dari trilogy
tersebut. Sesudah Sepatu Dahlan, terbitlah novel Surat Dahlan dan yang terakhir adalah
Kursi Dahlan. Novel trilogi ini merupakan cerita hidup seorang tokoh elit politik bernama
Dahlan Iskan. Setelah kesusksesannya dengan menyabet best seller di beberapa toko buku
kenamaan, novel ini juga berhasil di filmkan.
Dengan tebal 369 halaman, novel ini bercerita mengenai keinginan sederhana
seorang Dahlan kecil untuk memiliki sepasang sepatu dan juga perjuangan mendapatkan
sepatu yang dibeli dengan uang hasil kerja kerasnya sendiri. Novel ini juga menceritakan
perjuangan Dahlan menghadapi kemiskinan dan kerasnya kehidupan. Hal ini ditunjukkan
dengan giat bekerja paruh waktu di ladang milik Negara, menggembalakan ternak, dan
belajar di sekolah. Selain beberapa pokok bahasan diatas, diceritakan pula kisah
pertemanan dengan teman – teman sekolahnya, Kadir, Arif, Imran, Khomariyah, Maryati
dan diceritakan pula kisah percintaan Dahlan dan Aisha. Hubungan Dahlan dengan
keluarga, juga mendapatkan porsi yang cukup dalam novel ini.
Beberapa tokoh dominan yang muncul dalam novel ini diantaranya adalah sosok
seorang Bapak Iskan yang juga adalah ayah dari Dahlan Iskan. Dalam novel ini, Bapak
digambarkan sosok yang tegas, taat beribadah, namun memiliki hati yang begitu tulus
menyayangi keluarganya, dan menjadi teladan bagi Dahlan Iskan. Sosok yang kedua
adalah Zain, adik kandung Dahlan Iskan. Zain memiliki sifat yang spontan, lugu dan
jujur, serta sangat menyayangi kakaknya. Yang selanjutnya adalah Maryati, anak juragan
yang tidak pandang bulu dalam bersahabat. Kadir merupakan seorang pendiam, pandai
dalam menyimpan banyak sekali rahasia. Imran adalah seorang teman sekolah, yang juga
mendaftar menjadi tim bola voli.
Buku ini terbagi dalam 32 bab, dengan 1 bab pembuka dan 1 bab penutup. Bahasa
yang digunakan dalam novel ini cenderung ringan namun memiliki arti yang cukup
mendalam. Walaupun novel ini adalah novel biografi, namun tidak boleh dilupakan
bahwa novel merupakan karya sastra fiksi atau khayalan. Sehingga penulis berhak
memberikan tokoh atau cerita khayal yang sebenarnya tidak pernah terjadi dalam
kehidupan Dahlan Iskan.
35
4.2 Sinopsis Novel Sepatu Dahlan
Perkenalan mengenai tanah kelahiran Dahlan Iskan, Kebon Dalem. Warga Kebon
Dalam merupakan warga yang memiliki sikap pekerja keras, sederhana dan melek
pendidikan, dengan menyekolahan anak - anak mereka minimal sampai lulus sekolah
rakyat. Dahlan, tidak berhasil masuk ke Sekolah Menengah favotirnya yang berada di
Kota Madiun. Hal ini dikarenakan biaya pendidikan yang tinggi dan beberapa nilai ujian
Dahlan mendapatkan nilai 6. Akhirnya, Bapak memutuskan Dahlan bersekolah di
Tsanawiyah Takera. Dahlan pun tidak begitu saja menerima keputusan itu, Ia memiliki
rencana untuk mengubah keputusan Bapak.
Setelah Bapak memberikan keputusan agar melanjutkan sekolah di Tsanawiyah
Takeran, Dahlan mencari – cari cara untuk menggagalkan keputusan tersebut. Dahlan
mendapatkan sebuah ide untuk membohongi Bapaknya. Ia akan berpura – pura bertemu
dengan Kiai Mursjid, yang merupakan panutan Bapak, dan memintanya untuk
menyekolahkan Dahlan di SMP Magetan. Sebelum kebohongan itu terjadi, Dahlan
merasa tidak tega untuk membohongi Bapak, dan kemudian menerima dengan lapang
dada keputusan yang telah dibuat Bapak.
Tidak ada pilihan lain bagi Dahlan untuk pindah sekolah. Ia akhirnya memenuhi
keinginan Bapak dan berusaha menerima keputusan tersebut. Hari pertama di sekolah,
Dahlan dan teman – teman yang lain mendapatkan perkenalan tentang visi dan misi
Tsanawiyah Takeran. Jarak antara sekolah dan rumah membuat Dahlan kembali
mengingat keinginannya untuk memiliki sepatu, namun ingatan itu hilang ketika
dihadapkan dengan kenyataan bahwa Ia harus memberi pakan domba – dombanya.
Dahlan mulai aktif sekolah, Ia pun mendaftarkan diri pada klub bola voli di
Tsanawiyah. Selain dekat dengan teman – teman, Dahlan juga dekat dengan Ibunya.
Ibunya adalah seorang seniman batik di kampong Kebon Dalem. Lewat Ibu, para ibu di
Kebon Dalem mulai belajar membatik, guna membantu suami mereka dalam mencari
nafkah. Dahlan pun sering membantu Ibu saat membatik. Di suatu malam, Dahlan
mencoba membantu Ibunya yang akan membatik. Tanpa disengaja Dahlan menjatuhkan
malam batik dan menumpahi kain batik Ibu. Hal ini menyebabkan kain tersebut rusak dan
tidak dapat digunakan lagi. Alhasil, Ibu tidak mendapatkan gaji.
Dahlan sudah aktif belajar di Tsanawiyah Tekeran. Hari itu, Dahlan dan teman –
teman belajar mengenai sejarah Tsanawiyah Takeran. Dalam cerita Ustad Hamim,
pemimpin Tsanawiyah Takeran diamankan oleh pihak Laskar Merah dan tidak pernah
36
ditemukan kembali, baik jazad maupun dirinya. Ustad Hamim menegaskan kepada para
murid, agar jangan menjadi pendendam akibat perbuatan seseorang yang tidak adil
kepada kita. Ustad pun menegaskan untuk para murid yang juga menjadi korban untuk
tidak mendendam dan berhenti merawat luka lama.
Setelah mendengarkan sejarah mengenai Tsanawiyah Tekeran dan Laskar Merah,
membuat Dahlan dan teman – teman sekelasnya ingin meyelidiki tentang apa yang terjadi
di sumur tua. Sebenarnya Bapak telah berpesan untuk jangan sekali – kali mengunjungi
sumur tua itu. Namun, karena paksaan teman – teman dan rasa keingintahuan Dahlan
maka Ia pun memberanikan diri pergi ke sumur tua. Sebelum sampai di daerah sumur tua,
tiba – tiba bapak sudah menyeret Dahlan untuk pulang.
Sesaat kembali ke rumah Dahlan merasa bersalah karena melanggar perintah
Bapak. Namun perasaan itu menghilang setelah menemukan Ibunya jatuh pingsan di
tanah dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Saat semua tetangga dan keluarga sibuk
menemani Ibu ke rumah sakit. Alhasil tinggalan Dahlan dan adiknya dirumah. Zain,
adiknya mengeluh kelaparan, Dahlan pun berusaha mengembalikan tenaga dan
berinisiatif untuk pergi ke Kebun Tebu milik .
Ide Dahlan untuk mengambil beberapa tebu di kebun terlaksana. Dahlan pun
berhasil mengambil 2 buah tebu, namun sayang saat akan pulang, Ia tertangkap basah
oleh mandor perkebunan. Akhirnya diberikan hukuman untuk menjadi kuli nyeset tanpa
dibayar dan Dahlan menerima hukuman tersebut. Kabar dari Ibu masih saja sama bahkan
lebih buruk.
Berangkat pagi – pagi benar ke sekolah merupakan kebiasaan Dahlan. Namun, hari
ini berbeda, Dahlan dating lebih siang dari biasanya. Kedatangannya di sambut oleh
Maryati dan langsung menyampaikan salam untuk Dahlan dari siswi kelas lain. Saat
pelajaran berlangsung, ternyata ada seorang guru yang tidak dapat hadir, alhasil Dahlan
dan Kadir serta beberapa teman keluar kelas dan bernyanyi di halaman. Kebetulan Kadir
baru saja membeli gitar.
Saat sedang asik bernyanyi bersama teman – teman, Dahlan memperhatian seorang
gadis cantik yang ada di sekitarnya, hal ini juga diketahui oleh Kadir. Sesaat setelah
selesai menyanyikan satu lagu, Ustad Ilham datang dan secara otomatis membubarkan
kerumunan Dahlan dan teman – teman. Ustad Ilham kecewa dengan tindakan Dahlan dan
Kadir, yang tidak menggunakan kesempatan belajar secara mendiri dengan baik. Alhasil,
Dahlan dan Kadir diberikan hukuman berupa tugas membersihkan halaman sekolah.
37
Setelah Ibu dibawa ke rumah sakit, belum ada kabar yang jelas terdengar tentang
keadaan Ibu. Sepulang dari Langgar, Dahlan dan Zain melihat ada Mbak Sofwati di
rumah. Mereka bergegas masuk ke rumah untuk mendengarkan kabar mengenai keadaan
Ibu.
Mbak Sofwati menegur Dahlan dan Zain, tentang peristiwa mencuri tebu kemarin.
Ia menyayangkan apa yang dilakukan oleh kedua adiknya dan menegaskan bahwa
seharusnya mereka jujur dalam bertindak. Apabila lapar, maka lebih baik meminta
pekerjaan sebagai kuli nyeset dan mendapatkan upah yang kemudian bias digunakan
untuk membeli makanan. Mbak Sofwati menekanan untuk selalu berbuat jujur, walaupun
mereka dari kalangan orang miskin. Ia juga berpesan kepada Dahlan agar menjaga Zain
dengan baik.
Keesokan harinya, mbak Sofwati kembali ke Madiun. Dahlan dan Zain memulai
hari seperti biasa, berangkat ke sekolah. Saat sedang melakukan perjalanan menuju ke
sekolah, Dahlan bertemu dengan Maryati yang juga sedang berangkat menuju kesekolah.
Namun, Maryati sedang mengendarai sepeda miliknya. Sepeda merupakan impian kedua
Dahlan setelah sepatu. Maryati bebaik hati menawarkan Dahlan agar mengendarainya.
Dahlan pun menolak dengan halus, Ia teringat akan larangan dari Bapak untuk
tidak menggunakan barang milik orang lain. Maryati terus menolak, Dahlan pun tergoda
untuk mengendarainya. Saat sedang mengendarai sepeda untuk pertama kalinya, Maryati
ingin membonceng Dahlan, namun karena Dahlan belum mahir benar akhirnya mereka
terjatuh. Seragam Dahlan basah kuyup, Maryati meringis kesakitan karena terjatuh dari
sepeda. Di saat itu, Maryati dibantu oleh seorang gadis yang kemarin dilihat Dahlan di
halaman sekolah saat bernyanyi bersama Kadir dan teman – teman. Sepeda milik Maryati
rusak, Dahlan dan Maryati tidak jadi berangkat ke sekolah. Dahlan memutuskan untuk
pulang, namun berhenti sejenak untuk menuliskan kejadian pagi ini di buku catatan
hariannya.
Saat perjalanan pulang ke rumah, Dahlan melihat ada sesuatu yang berbeda di
rumahnya. Semua penduduk desa seakan berada di rumahnya, dan terdapat bendera tanda
berkabung di dekat rumahnya. Perasaan Dahlan tidak karuan, Ia segera berlari kerumah
dan mendapati kedua Kakaknya menangis tersedu - sedu. Ibu Dahlan telah meninggal
dunia. Hal ini sontak membuatnya kaget, Ia mencari Bapak untuk menegaskan kembali
apa yang sedang terjadi. Bapak hanya berpesan untuk mengikhlaskan kepergian Ibu.
Setelah kepergian ibu, Dahlan meresa kehilangan kehangatan di rumahnya.
38
Sehari setelah kepergian ibu, Dahlan belum berangkat ke sekolah. Ia berencana
untuk tinggal di rumah atau di langgar saja untuk meluapkan kesedihanya. Tiba – tiba
terdengar suara tamu di depan rumah. Seorang Juragan yang juga Ayah dari Maryati.
Beliau datang dengan amarah karena sepeda putrinya rusak. Juragan Akbar, meminta
pertanggungjawaban dari Dahlan. Bapak kemudian meminta Juragan Akbar untuk
memilih beberapa ekor kambing untuk mengganti sebuah sepeda rusak milik Maryati.
Setelah Juragan Akbar pulang, Bapak tidak mengatakan sepatah kata pun terhadap
Dahlan. Dahlan merasa bersalah, karena tidak mendengarkan perkataan Bapak untuk
tidak memakai sepeda milik teman.
Dahlan mulai masuk ke sekolah setelah kepergian Ibu. Teman – temannya
memberikan ucapan bela sungkawa dan mereka juga mengejek Dahlan mengenai
kejadian sepeda rusak Maryati. Saat mengaji di langgar, Bapak bercerita mengenai
seorang pemuda dan Rasullulah. Kisah tersebut menceritakan tentang seorang lelaki yang
berhenti meminta belas kasian orang lain, namun berusaha untuk mendapatkan apa yang
ia inginkan. Setelah dari langgar, Dahlan pergi menggembalakan domba, namun Ia duduk
sebentar untuk sekedar menulis di buku catatan hariannya. Sesaat setelah menulis, Dahlan
mendengar suara Zain berteriak mencari domba – domba. Setelah mencari kesana –
kemari, Dahlan melihat Bapak sedang mengembalakan domba – dombanya untuk ke
kandang rumah.
Perjalanan persahabatan Dahlan tidak terasa sudah berjalan kurang lebih 1 tahun.
Tibalah mereka dikenaikan kelas, dan pemilihan Pengurus Ikatan Santri. Dahlan duduk
dibangku kelas II A yang juga dijagokan oleh para santri lain untuk memimpin organisasi
santri tahun ini. Dahlan, Arif dan Maryati berkesempatan untuk mewakili kelas dalam
pemilihan tersebut. Sebelum pemilihan Kiai Irsjad dan Ustad Ilham memberikan
beberapa wejangan untuk calon pemimpin Ikatan Santri agar menjadi pemimpin yang
tawakal dan tawaduk. Hasil dari pemilihan tersebut adalah Arif menjadi Ketua Ikatan
Santri, Dahlan dan Maryati menjadi Pengurus Ikatan Santri. Saat pelantikan Pengurus
Ikatan Santri, Bapak menhadirnya dengan bangga, dan berpesan kepada Dahlan untuk
bertanggungjawab terhadap jabatannya. Selain menjadi pengurus Ikatan Santri, Dahlan
juga dipilih sebagai Ketua Tim Voli.
Setelah beberapa bulan, Dahlan menjalani kehidupannya seperti biasa. Hingga
suatu hari Bapak mengajaknya pergi untuk melihat pembongkaran jenazah korban Laskar
Merah. Dahlan memutuskan untuk melihat pembongkaran itu bersama – sama dengan
teman –temannya kecuali Kadir. Mereka berencana berangkat bersama - sama dari
39
rumah Dahlan. Sesampainya di rumah, Dahlan memetikan buah kelapa untuk teman –
temannya. Zain pun merengek meminta diambilkan, namun Dahlan menolak. Saat
memanjat pohon kelapa, tiba – tiba Zain terjatuh. Setelah menolong Zain, Dahlan dan
teman – teman lain pergi ke tempat pembongkaran jenazah.
Sesampainya di rumah, Dahlan ditegur oleh Bapak karena tidak bisa menjadi Zain,
hingga Zain terjatuh dari pohon. Dahlan memutuskan untuk pergi keluar rumah untuk
menenangkan pikiran. Ia melihat Bapak juga pergi keluar rumah. Dahlan berjalan keluar
rumah menuju makam Ibu, ternyata Bapak juga berada disana. Setelah sampai di rumah,
Dahlan menemui Zain, mengajaknya bicara namun Zain hanya diam tidak menjawab
pertanyaan Dahlan.
Tahun ini, Tsanawiyah Takeran mewakili kecamatan untuk bertanding bola voli di
pertandingan bola voli se-Kabupaten Magetan. Dahlan sebagai Ketua Tim Bola Voli
mencari beberapa pemain pengganti. Dahlan mendapati Zain deman, Komariyah
berinisiatif memberikan makanan untuk Zain. Bersamaan dengan sakit Zain, Dahlan
harus pergi ke sekolah untuk latihan voli bersama tim voli. Dengan berat hati Dahlan
meninggalkan Zain sendirian di rumah. Saat perjalanan ke sekolah, Dahlan melihat gadis
yang menolong Maryati saat terjatuh dari sepeda, Aisha namanya. Dahlan bingung,
karena Aisha berada di rumah Bang Malik. Saat pelajaran dimulai, Dahlan malah asyik
menulis sebuah doa yang diberi judul Logika berdoa, dan saat itulah Ustad Hamim
menyuruh Dahlan membacakan tulisannya. Latihan bola voli membuat Dahlan kembali
mengingat cita – citanya memiliki sepasang sepatu.
Sesampainya di rumah Dahlan belum bisa melupakan keinginannya memiliki
sepatu, hingga keesokan harinya Ia berangkat sekolah dan melewati rumah Bang Malik
dan melihat Aisha. Sesampainya di sekolah Dahlan merasa senang karena kemampuan
tim semakin meningkat, ditunjukkan dengan kemampuan individu masing - masing
anggota semakin baik.Untuk mempersiapkan pertandingan voli se-Kabupaten, anggota
tim merasa perlu terlebih dulu bertanding dengan Aliyah Takeran. Pertandingan ini
digunakan sebagai uji coba kekuatan tim voli Tsanawiyah. Masih dalam Susana lebaran,
maka Imran mengajak teman – teman tim voli Takeran untuk makan bersama atau yang
disebut sebagai tradisi kupatan. Di rumah Imran, Dahlan kembali teringat cita – citanya
memiliki sepasang sepatu, karena melihat koleksi sepatu milik Imran.
Tibalah waktu pertandingan uji coba melawan Aliyah Takeran. Walaupun hasil
pertandingan tidak seperti yang diharapkan, namun Dahlan merasa puas. Karena tim voli
Tsanawiyah Takeran terlihat siap untuk pertandingan yang sebenarnya. Saat pertandingan
40
uji coba, Aisha melihat pertandingan dan tersenyum kepada Dahlan. Kegembiraan Dahlan
sirna karena mengetahui Kakak tertua, Mbak Atun harus merantau ke Kalimantan.
Dahlan berusaha menolak, Ia tidak siap harus kehilangan wanita di dalam keluarganya
untuk kedua kalinya. Ia berusaha membujuk Bapak untuk tidak mengijinkan, namun
Bapak memberikan wejangan kepada Dahlan, sekali lagi untuk saling mengikhlaskan
kepergian Mbak Atun.
Hari yang dinantikan datang, pertandingan bola voli se-Kabupaten Magetan.
Pertandingan pertama ini Tsanawiyah Takeran akan berhadapan dengan SMP Bendo.
Pada pertandingan penting ini, Dahlan datang terlambat namun persiapan tim voli
Tsanawiyah Takeran berjalan lancar. Setibanya Dahlan, Ia langsung memimpin tim nya
dan mencari strategi untuk menghadapi SMP Bendo. Saat tengah asyik berembuk,
Maryati datang dengan seragam baru. Semangat Tsanawiyah mulai naik, hingga menang
langsung 2 set. Pertandingan selanjutnya melawan SMP Magetan.
Sisa 3 hari sebelum final bola voli, Dahlan dan teman – temannya memilih untuk
bermain adu nunggang kerbau. Nanang yang sudah mahir menunggang kerbau
menantang desa sebelah. Namun, saat pertandingan berlangsung, Ia terjatuh dari kerbau.
Setelah puas bermain dengan kerbau, mereka memilih lomba berenang, dan
memperebutkan hadiah berupa sayur opor ayam. Dan yang berhasil memenangkan adalah
Zain.
Ketika tinggal 1 hari menuju pertandingan final, panitia mengeluarkan peraturan
tambahan. Peraturan itu adalah semua pemain wajib menggunakan sepatu. Dahlan pun
berinisiatif mengambil tabungan Bapak yang diletakkan di dalam lemari untuk membeli
sepatu di pasar. Tetapi usaha tersebut sia – sia karena sepatu tersebut belum bisa
dibelinya, karena harganya yang masih terlalu mahal. Sesampainya di rumah, uang
tersebut kembali Ia letakkan di dalam almari. Dan entah bagaimana nasib pertandingan
esok hari.
Walaupun merasa dicurangi karena peraturan yang sepihak, namun Dahlam
mencoba memompa semangat teman – temannya. Dahlan tetap memberikan strategi
kepada teman – temannya sesuai dengan kelebihan dan kekurangan mereka selama
bermain di lapangan. Saat permainan telah berlangsung, Maryati datang dengan
membawa sepatu bekas. Untuk kali pertama dalam hidupnya, Dahlan bisa merasakan
memakai sepatu. Permainan dimulai, set pertama dapat dimenangkan oleh Tsanawiyah
Takeran, pada set kedua Dahlan merasa tidak kuat karena kakinya lecet setelah memakai
sepatu. Dahlan pun diberikan air yang telah di doakan oleh Kiai Mursjid, dan setelah
41
meminum air tersebut Dahlan kembali kuat menjalani pertandingan. Set kedua
dimenangkan oleh SMP Magetan, dan set ketiga diraih kembali oleh Tsanawiyah
Takeran. Hasil kemenangan ini begitu manis, ditambah lagi kehadiran Bapak dan Aisha
di saat pertandingan menambah manis kemenangan.
Suatu hari, Ibu kadir tiba – tiba dijemput paksa oleh orang tidak dikenal dan
membuat Kadir pergi menyusul Ibunya. Dahlan pun mengetahui kebenaran tentang kabar
Aisha, bahwa Ia merupakan anak dari Bang Malik. Setelah kesuksesan Dahlan membawa
tim voli menjadi juara, Dahlan mendapatkan tawaran untuk menjadi pelatih voli di pabrik
gula, karena jaraknya yang cukup jauh dari rumah, Dahlan memutuskan untuk mencicil
sepeda milik Arif.
Beberapa hari setelah kepergian Kadir mencari ibunya, akhirnya Kadir pulang
dengan raut wajah yang muram. Ia pun membuat pengakuan kepada teman – teman yang
kebetulan sedang berkumpul. Kadir menceritakan asal usul dirinya, bahwa Ia adalah anak
seorang Laskar Merah. Imran yang merasa memiliki dendam terhadap Laskar Merah,
merasa tidak terima akan pengakuan ini. Hal ini membuat persahabatan mereka menjadi
longgar.
Dahlan merasa harus memperbaiki persahabatan mereka. Untuk itu Dahlan
menceritakan keadaan persahabatan kepada Bapak. Bapak menyuruh untuk mengajak
teman – teman ke langgar esok hari. Sepulang sekolah Dahlan dan teman – teman pergi
ke langgar untuk mendengarkan cerita Bapak. Kali ini Bapak bercerita mengenai
perseteruan murid Guru Zen. Inti dari cerita tersebut adalah sebagai seorang manusia,
seharusnya kita bisa saling mengerti satu dengan yang lain. Imran tergerak setelah
mendengarkan cerita tersebut. Ia pun mengajak teman – teman yang lain untuk
berkunjung ke rumah Kadir. Sesampainya di rumah Kadir, Imran meminta maaf kepada
Kadir. Dahlan pun memulai rutinitas barunya sebagai seorang pelatih voli di pabrik gula.
Ia berangkat dengan sepeda barunya. Dalam tim voli pabrik gula, Dahlan menemukan
seorang anak yang tidak bisa diajak bekerja sama sebagai tim, dan selalu seeanknya
sendiri.
Menjadi seorang pelatih memaksa Dahlan untuk selalu datang ke pabrik gula.
Karena menggunakan sepeda, jarak tempuhnya bisa diperkirakan. Aisha, juga ikut
bergabung dalam tim voli pabrik gula. Saat jam pulang latihan, Aisha meminta
tumpangan Dahlan untuk mengantarnya pulang. Kepergian Ibu Kadir belum juga
ditemukan. Kadir merasa sangat merindukan Ibunya. Tiba – tiba saja Ibu Kadir dibawa
dengan tandu oleh tentara yang ternyata salah menangkap orang. Ibu Kadir mengalami
42
luka cukup parah, Dahlan dan teman – teman yang lain menjenguk Ibu Kadir sebagai
tanda kepedulian terhadap teman. Karena luka – luka Ibu Kadir cukup parah, Komariyah
meminta persetujuan Dahlan untuk membongkar tabungan bersama, yang mereka
kumpulkan.
Dahlan merupakan tipe pelatih yang tegas, tidak main – main, Ia mengeluarkan
seorang pemain yang tidak bisa menerima perintah/masukan untuk kemajuan tim. Dahlan
melaporkan perilaku Fauzan kepada Bang Malik, dan meminta persetujuan untuk
mengeluarkan Fauzan. Ketika kabar ini disampaikan kepada Fauzan, Ia menjadi marah
dan tidak terima. Tetapi kemarahan Fauzan tidak mempengaruhi semangat tim voli pabrik
gula. Setelah latihan usai, seperti biasa Aisha meminta tumpangan dari Dahlan. Namun
sayang, rantai sepeda Dahlan putus, dan segera meminjam sepeda milik Arif. Arif
menduga Fauzan yang melakukan hal tersebut. Menjadi seorang pelatih membuat Dahlan
bisa menabung uang untuk memiliki sepatu. Setelah mengumpulkan gajinya, akhirnya
Dahlan bisa membeli sepatu dengan uangnya sendiri. Bahkan, Ia membeli 2 pasang
sepatu sekaligus. Satu untuknya dan satu untuk Zain.
Perjalanan persahabatan Dahlan dan teman – teman telah mencapai 6 tahun.
Sekarang mereka sudah lulus Aliyah dan bersiap dengan rencana mereka masing –
masing. Hari ini merupakan hari terakhir mereka bersama – sama di sekolah. Duduk
bersama dibawah pohon trembesi, mengenang semua kisah perjuang mereka bersama.
Sesampainya dirumah Dahlan melihat Zain, yang kini telah lulus Sekolah Rakyat.
Zain sudah beranjak remaja. Saat tengah asyik mengobrol bersama Zain tiba – tiba Kadir
dan Arif berlarian menghampiri Dahlan. Mereka membawa sepucuk surat dari Aisha.
Surat itu berisi tentang perasaan yang selama ini Aisha rasakan kepada Dahlan, dan Aisha
pun mengetahui perasaan Dahlan kepadanya. Dalam surat itu pula, Aisha meminta
bertemu dengan Dahlan pada 3 tahun yang akan datang, setelah mereka sama – sama
menjadi sarjana muda. Surat tersebut bagaikan syarat yang diajukan Aisha bila ingin
bertemu dengannya 3 tahun lagi. Dahlan harus menjadi sarjana muda.
Untuk bisa berkuliah, Dahlan harus meminta ijin kepada Bapak. Dahlan ingin pergi
merantau untuk berkuliah. Dahlan memutuskan untuk membujuk Bapak dan juga Zain
agar mengijinkannya pergi merantau untuk berkuliah. Setelah bersikeras membujuk,
akhirnya Bapak mengijinkan untuk merantau. Dengan berani Dahlan membalas surat
untuk Aisha, dan mengajaknya bertemu di stasiun Madiun.
43