BAB III
TINJAUAN KHUSUS
ARSITEKTUR TRADISIONAL
BALI
Pada dasarnya tinjauan yang ada pada bab ini adalah untuk melandasi
proses perancangan dari proyek Bali Nikko Hotel, yang mana disana akan
ditampilkan arsitektur tradisional Bali, sebagai usaha untuk merevitalisasi
arsitektur tradisional Bali yang selama ini seolah-olah di museumkan. Penghadiran
perancangan arsitektur diusahakan untuk tetap memiliki identitas sebagai
arsitektur Bali, untuk itu nilai-nilai yang mendasari arsitektur tradisional Bali
haruslah dipertahankan, sehingga dapat ditampilkan dalam bentuk yang baru tetapi
memiliki makna yang sama.
1. TINJAUAN UMUM TATA NILAI BUDAYA TRADISIONAL BALI
Dalam pengertiannya yang umum, tradisi diartikan sebagai suatu aturan
yang diturunkan secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi
berikutnya dengan tetap bertolak pada bentuk aturan setempat yang dalam
pengertian tradisional Bali dikenal dengan sebutan Desa Kala Patra. Untuk
mendapatkan pengertian dasar tentang arsitektur tradisional Bali, perlu kiranya
dikaji lebih dalam masalah pola hidup dan sikap hidup masyarakat Bali seutuhnya
serta berbagai aspek kehidupan tradisional lainnya. Sehingga makin jelaslah
.. ife ball nikko hotel Nusa Dua, Bali
III-2
bahwa arsitektur tradisional Bali bukanlah wujud bangunan semata, tetapi
didalamnya terkandung unsur tata nilai dan tata cara dalam menempatkan diri
terhadap alam lingkungan. Arsitektur tradisional Bali kemudian dipandang
sebagai suatu karya seni yang melibatkan berbagai disiplin ilmiah tradisional
setempat.
Dalam perwujudannya, arsitektur tradisional Bali banyak dilandasi oleh
aspek-aspek spiritual dalam fungsinya untuk mewadahi berbagai kegiatan
masyarakat Bali.
Kajian berikut merupakan pembahasan terhadap filosofi dogma-dogma
agama Hindu yang melatar belakangi sistem masyarakat Bali, hal ini untuk
memperlihatkan bagaimana arsitektur tradisional Bali merupakan suatu produk
budaya yang sepenuhnya diinspirasikan dari keyakinan agama yang kuat dan
mengakar pada keiiidupan sosialnya.
1.1. Latar Belakang Budava
Kondisi perkembangan budaya masyarakat Bali tidaklah lepas dari segenap
aspek pendukung terciptanya budaya tersebut, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada kesempatan ini tidak akan dapat untuk dipaparkan secara
terperinci dan luas seperti proses perkembangan kebudayaan itu sendiri.
Pada kesempatan ini penulis hanya akan memaparkan faktor-faktor yang
melatar belakangi berkembangnya budaya Bali yang berhubungan dengan
perkembangan arsitektur tradisional Bali.
& bali nikko hotel Nusa Dua, Hah
in-:
Dalam pembahasan secara ringkas dibawah ini, akan diuraikan beberapa
faktor yang mempengaruhi proses perkembangan budaya Bali, yaitu : letak
dan keadaan alam, pola perkampungan, penduduk (asal-usul, mata
pencaharian), latar belakang sejarah, sistem kemasyarakatan, sistem religi
dan pengetahuan.1
Keadaan alam Bali dengan adanya pegunungan yang membujur
ditengah-tengah yang membagi pulau Bali menjadi dua bagian (utara dan
selatan). Keberadaan gunung yang masih aktif dan danau-danau ini
membuat tanah di Bali menjadi lahan yang subur. Keberadaan ini
menentukan bentuk-bentuk perwujudan arsitekturnya merupakan
penyelarasan kehidupan manusia dan alamnya, seperti memperhatikan
iklim dengan sebaik-baiknya, pola penataan ruang terbuka, dll.
Pola penataan perkampungan di Bali umumnya dipengaruhi oieh beberapa
faktor. Faktor tata nilai ritual yang menempatkan zone sakral di bagian
kangin (timur) arah terbitnya matahari sebagai arah yang disakralkan. Pola
perkampungan pada umumnya berpola Pempatan Agung yang disebut
Nyatur Desa atau Nyatur Muka, yaitu dua jalan utama yang bersilangan
dengan orientasi timur-barat dan utara-selatan, membentuk persilangan
yang menjadi pusat desa.
Penduduk Bali berjumlah kurang lebih 2.736.0902 jiwa, menempati pulau
yang luasnya kurang lebih 5.632 km". Ajaran Hindu yang dianut oleh
Pembahasan faktor-faktor berikut bersumber dari buku karangan Gelebet, I Nyoman. Arsitektur Tradisional Daerah Bali, pp. 10-24
Sutnber dari kantor statistik bali tahun 1993
ife bali nikko hotel
III-4
penduduknya sangatlah dominan dalam menjiwai dan melatar belakangi
pola hidup masyarakatnya. Secara garis besar terdapat 4 lapis kasta dalam
masyarakat Bali, yaitu : Brahmana, Ksatria, Wesya dan Sudra, dimana hal
ini mempengaruhi penampilan arsitektur tradisionalnya. Penduduk Bali
80% adalah petani dan bertempat tinggal di pedesaan, memerlukan pola
ruang tradisionil dalam menampung kegiatannya.
Kebudayaan Bali Mula merupakan kebudayaan yang masih sederhana yang
menggunakan benda-benda dari alam sekitar. Kebudayaan Bali Mula tidak
meninggalkan peninggalan budaya karena mengingat bahan perwujudan
arsitekturnya (batuan dan kayu) kurang tahan terhadap iklim. Ada beberapa
sisa peninggalan yang masih dapat dilihat hingga kini, yaitu : Gunung
kawi. Tirta Empul, Gua gajah, Tampak Siring, dan beberapa tempat
lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya arsitek tradisional menerima
pengaruh asing yang disesuaikan dengan arsitektur tradisional yang telah
ada. Bangunan Wantilan, loji, hiasan patra Cina, patra Olanda, patra Mesir
dan beberapa elemen arsitektur lainnya merupakan hasil pengaruh asing
yang telah disesuaikan dengan arsitektur tradisional Bali.
Kekerabatan merupakan pendekatan sistem kemasyarakatan. Masyarakat
Bali terikat dalam bentuk-bentuk kekerabatan dan bentuk ikatan
kekeluargaan lainnya yang membentuk unit kesatuan masyarakat yang
merupakan ikatan keturunan. Ikatan upacara adat dalam satu keturunan
ife bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
III-4
penduduknya sangatlah dominan dalam menjiwai dan melatar belakangi
pola hidup masyarakatnya. Secara garis besar terdapat 4 lapis kasta dalam
masyarakat Bali, yaitu : Brahmana, Ksatria, Wesya dan Sudra, dimana hal
ini mempengaruhi penampilan arsitektur tradisionalnya. Penduduk Bali
80% adalah petani dan bertempat tinggal di pedesaan, memerlukan pola
ruang tradisionil dalam menampung kegiatannya.
Kebudayaan Bali Mula merupakan kebudayaan yang masih sederhana yang
menggunakan benda-benda dari alam sekitar. Kebudayaan Bali Mula tidak
meninggalkan peninggalan budaya karena mengingat bahan perwujudan
arsitekturnya (batuan dan kayu) kurang tahan terhadap iklim. Ada beberapa
sisa peninggalan yang masih dapat dilihat hingga kini, yaitu : Gunung
kawi, Tirta Empul, Gua gajah, Tampak Siring, dan beberapa tempat
lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya arsitek tradisional menerima
pengaruh asing yang disesuaikan dengan arsitektur tradisional yang telah
ada. Bangunan Wantilan, loji, hiasan patra Cina, patra Olanda, patra Mesir
dan beberapa elemen arsitektur lainnya merupakan hasil pengaruh asing
yang telah disesuaikan dengan arsitektur tradisional Bali.
Kekerabatan merupakan pendekatan sistem kemasyarakatan. Masyarakat
Bali terikat dalam bentuk-bentuk kekerabatan dan bentuk ikatan
kekeluargaan lainnya yang membentuk unit kesatuan masyarakat yang
merupakan ikatan keturunan. Ikatan upacara adat dalam satu keturunan
*
jfe ball nikko hotel \u , Bali
III-5
Agama, adat dan kepercayaan adalah yang melatar belakangi ilmu
pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang melandasi agama, bila agama
dianut untuk stabihtas kepercayaan yang ilmiah. Jelaslah, bahwa agama
dan ilmu pengetahuan merupakan perimbangan dalam sistem religi dan
pengetahuan yang harmonis.
Dengan demikian agama Hindu memiliki 3 rangka dasar keyakinan yang
harus dilakukan secara berkelanjutan dan berkaitan satu dengan yang
lainnya pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Tiga rangka dasar
keyakinan tersebut adalah ':
° TATWA, merupakan keyakinan agama (dharma) adalah yang
mendasari semua aspek pemikiran filosofi.
° SUSILA, merupakan keyakinan agama (dharma) adalah yang
mendusari semua nilai etika atau sikap manusia.
o UPAKARA, merupakan keyakinan agama (dharma) adalah yang
mendasari semua aspek tradisi.
Didasari pada tiga rangka dasar ini, maka implementasi dari budaya
tradisional Bali menjadi sangat kuat dan melekat pada kehidupan sosial
masyarakatnya.
1.2. Perscpsi Filosofis Rcligius Dalam Hukum Adat Bali
Masyarakat Bali (dalam hal ini diartikan sebagai masyarakat yang dalam
kehidupannya dituntun oleh nilai-nilai kebudayaan Bali yang bersifat
Manuaba, Prof.Dr.l.B.G. Filsafat Hindu dalam Kesehatan, pp.2
& bait nikko hotel
III-6
Hinduistis) selalu berusaha bersikap seimbang terhadap alam sekitarnya.
Hal ini dilandasi oleh kesadaran bahwa alam semesta adalah kompleksitas
unsur-unsur yang satu sama lain terkait dan membentuk suatu sistem
kesemestaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai dasar dari kehidupan
adat di Bali adalah nilai keseimbangan.
Nilai ini akan terwujud kedalam dua unsur, yaitu 4:
° selalu ingin menyesuaikan diri dan berusaha menjalin hubungan
dengan elemen-elemen alam dan kehidupan yang mengitarinya.
° ingin menciptakan suasana kedamaian dan ketentraman antar sesama
mahluk dan juga terhadap alam dimana manusia hidup sebagai salah
satu elemen dari alam semestanya.
Kedua unsur tersebut oleh masyarakat Bali dianggap sebagai asas yang
harus digunakan sebagai pedoman dalam segala kegiatan hidupnya. Nilai
dan asas tersebut kemudian dipersepsikan dalam ajaran filsafat Tri Hita
Karana.
Ajaran Tri Hita Karana secara singkat dapat dirumuskan sebagai tiga hal
yang menyebabkan manusia mencapai kesejahteraan, kebahagiaan dan
kedamaian. Menurut I Gusti ketut Kaler secara harafiah Tri Hita Karana
berarti5:
• Tri, artinya tiga :
• Hita, artinya adalah baik, senang, gembira dan lestari ;
Dharmayudha, I Made Suasthawa. Filsafat Adat Bali, pp.6
idem
ife ball nikko hotel Nufva Dua, Bah
III-7
• Karana, artinya sebab musabab, atau sumber dari segala
sebab.
Jadi Tri Hita Karana berarti tiga sebab yang memungkinkan menimbulkan
kebaikan.
Tri Hita Karana yang mengajarkan pola hubungan yang seimbang diantara
ketiga sumber kesejahteraan dan kedamaian ini, mengharapkan agar
manusia selalu berusaha untuk menjaga keharmonisan hubungan diantara
ketiga unsur yang ada, yakni :
° hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan
° hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam
° hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia
1.2.1. Pola Hubungan yang Harmonis antara Manusia dengan Fuhan
Dalam pandangan adat Bali, hubungan manusia dengan Sang Pencipta
dikonsepsikan sebagai "Kaula" (yang dikuasai) dan "Gusti" (Yang
Menguasai). Hubungan Kaula dan Gusti ini melahirkan paham "Tuhan
sebagai Sang Sangkan Paraning Dumadi" atau Tuhan sebagai asal tujuan
hidup manusia. Kondisi ini mewujudkan asas Berbhakti atau Bhakti ini
merupakan cerminan dari perasaan dalam diri yang menyadari sepenuhnya
bahwa dirinya hanya sebagian unsur kecil yang ikut terbawa oleh proses
peredaran alam semesta yang maha besar sebagai hasil ciptaan Yang Maha
Kuasa."
ibid, pp.8
sfe ball mkko hotei Nusa Dua, Hah
III-8
Dasar pemikiran diatas mempengaruhi segenap pola hidup masyarakat
Bali, seperti dilakukannya upacara sakral untuk memulai setiap
kegiatannya. Setiap benda diberikan kekuatan , energi (prana) untuk
menjaga keselamatan dan ketentraman manusia. Kekuatan atau prana ini
lahir dari bersatunya antara Atman dengan badan (pada manusia) atau
antara Paratman dengan Dunia (pada alam semesta).
Makna simbolisasi dari upacara tersebut dapat diamati melalui
lambang-lambang yang terdapat pada banten atau sajen. Misalkan saja •
seperti yang terdapat pada banten pengurip-urip pada rumah-rumah di Bali
7 .
° gambar "Acintya" pada "Ulap-ulap" (secarik kain putih yang
digantungkan pada kolong atap rumah) adalah melambangkan Tuhan
telah memberi kekuatan prana. Dengan gambar Acinta adalah lambang
"Atmaraksa" (Jiwa telah menyatu)
° gambar bunga Padma (teratai) adalah lambang kesucian.
° bentuk bunga Temu yang terdapat pada "orti" (yaitu bunga-bungaan
yang terbuat dari daun lontar) melambangkan bertemunya bangunan itu
dengan kekuatan hidup (Prana).
1.2.2. Pola Hubungan yang Harmonis antara Manusia dengan Alam
Dalam pandangan masyarakat Bali tentang alam dibedakan menjadi dua
sudut pandang, yaitu alam nyata dan alam tidak nyata.
ibid, pp.10
ife ball nikko hotel Nusa Dua, Bali
III-9
Paham subyektif terhadap alam nyata dari masyarakat Bali sangat jelas
sekali dari konsepsi "Bhuana Agung dan Bhuana Alit". Konsepsi ini
didasari oleh ide dasar yaitu "ide kesatuan". Dimana manusia hams
melakukan penyatuan terhadap alam secara serasi, selaras dan seimbang.
Dari ide kesatuan ini muncullah kesadaran identifikasi terhadap alam.
Manusia secara hakiki adalah identik dengan alam, sehingga alam semesta
disebut sebagai "Bhuana Agung" (makrokosmos) dan diri manusia sendiri
disebut sebagai "Bhuana Alit" (mikrokosmos). Sifat identik antara manusia
dengan alam dapat dilihat melalui pembidangan dikotomis yaitu pada
manusia ada unsur purusa (atman) yang merupakan unsur aktif dan unsur
prakerti (pradana) yaitu badan atau wadah yang merupakan unsur pasif
Demikian pula alam semesta terdiri dari unsur Pramatman (Tuhan) sebagai
Purusa dan bumi sebagai unsur prakertinya. Antara Atman dan Paratman
adalah dalam kwalitas yang sama, ini ditunjukan dengan adagium
"Brahman Atman Aikyan"8.
Demikian pula tubuh manusia dengan bumi berhakekat dasar yang sama
disebut "Panca Mahabhuta" yang terdiri dari :
• unsur padat (perthiwi)
• unsur cair(apah)
• unsur panas (teja)
• unsur udara (bayu)
• unsur ether (akasa)
ibid, pp.12
«fe ball nikko hotel Nusa Dua Bali
Ill-10
Manusia dalam hidupnya harus dapat menyatukan dirinya dengan alam,
yang berarti manusia harus mempergunakan alam sebagai paradigma/acuan
dalam bertindak.
Serasinya hubungan antara manusia dengan alam mengambil
perumpamaan manik ring cepupu (seperti janin dalam rahim ibu)9. Hal ini
mengandung makna, manusia hidup dilingkupi oleh alam dan dari alamlah
manusia mendapatkan sarana untuk hidup. Perumpamaan Manik Ring
Cepupu adalah menyangkut keserasian antara pola hubungan antara "isi"
dengan "wadah"nya. dalam pengertian luas maka manusia harus
menyesuaikan dirinya dengan kondisi alam yang melingkupinya (manusia
sebagai isi dari alam).
Keadaan alam (Bhuana Agung) adalah bertingkat yaitu "Alam Atas" (Swah
Loka). "Alam Tengah" (Bhuah Loka) dan "Alam Bawah" (Bhur Loka).
Masing-masing memiliki sifat Utama-Madya-Nista.
Dari konsep diatas maka lahirlah konsep Utama-Madya-Nista pada nilai
tata kesusilaan yang berlaku baik secara vertikal maupun horisontal. Oleh
karena manusia berkedudukan sebagai pusat (centrum), maka muncullah
pasangan antinomisnya. misalkan10:
° Hulu-Teben, yaitu hulu adalah kepala, utama dan teben adalah hilir,
nista. Di bali konsep hulu-teben ini digunakan untuk memberi kwalitas
pada arah. dan patokannya adalah Gunung dan Laut. Arah Gunung
1 ibid, pp.14
" ibid, pp.15
rft bali nikko hotel NUSJ Dua, Bali
Ill-1 1
disebutnya Kaja atau utara yang merupakan hulu, dan arah Laut disebut
Kelod atau selatan yang merupakan teben.
° Pradaksina-Prasawya, yang artinya berputar kekanan dan berputar
kekiri. Berputar kekanan Pradaksina) digunakan sebagai simbol
upacara penyucian yang temiju pada Swah Loka. Sedangkan berputar
kekiri (prasawya) digunakan sebagai simbol upacara peleburan atau
pengembalian pada bhuta menuju Bhur Loka. jadi Pradaksina nilainya
utama dan Prasawya nilainya nista.
° Kiwa-Tengen, yang artinya .<iri dan kanan. Dalam dunia mistik Bali,
pengiwa adalah ilmu hitam >ang bersumber pada Bhur Loka sehingga
bernilai nista. Penengen adalah ilmu putih yang menerima kekuatan
dari alam dewa (Swah Loka i. sehingga bernilai Utama.
Dalam alam tidak nyata. masyarakat Bali n.engenal istilah "Sekala
Niskala" (nyata tidak nyata). Sekala berarti berwujud dalam ruang dan
waktu. Niskala berarti hakekat yang tidak dapat dikatakan.
Konsepsi Sekala-Niskala ini merupakan refleksi dari penghayatan dua sifat
alam yang satu dengan lainnva berbeda. Dalam masyarakat bali umumnya
disebut dengan "Rwa Bhineda' atau dua hal yang berbeda. seperti siang
dan malam, panas-dingin. baik-buruk dan lainnya.
Bagi masyarakat Bali pola Rv.a Bhineda ini tidaklah dipertentangkan,
melainkan harus diharmoniskan (baca : kesatuan dalam perbedaan dan
perbedaan dalam kesatuan).
„___._. ife bali nikko hotg! i
Ill-12
*
1.2.3. Hubungan yang Harmonis antara Manusia dengan Manusia
Kehidupan masyarakat Bali yang didukung oleh adat istiadat yang kuat
dalam hal hubungan antara warga yang satu dengan warga yang lainnya
didasarkan atas asas moral yang telah melembaga dalam diri individu.
Salah satu dari asas agama Hindu yang berkembang menjadi dasar filosofi
hidup, perilaku dan etika adalah TAT TWAM ASI (engkau adalah aku),
yang dapat diartikan sebagai segala sesuatu diluar kita adalah bagian dari
diri kita."
Secara harafiah, Tat berarti "Itu" (la), Twam berarti "Kamu" dan Asi
artinya "adalah". Secara keseluruhan artinya: Itu (la) adalah Kamu.
Konsepsi ini mengandung makna yang sangat luas dan dalam, dimana kita
dituntut untuk selalu mengemoangkan kebijaksanaan, kebaikan, keluhuran
antar sesama mahluk hidup.
Bagi masyarakat Bali, alampun dipersonifikasikan sebagai keluarganya. •
Seperti terungkap dalam ucapan "Bapa Akasa dan Ibu Pertiwi". Langit
dianggap sebagai bapak (purusa) dan Bumi dianggap sebagai ibu
(pradana), dan diri manusia dianggap sebagai anaknya.
1.3. Konsepsi Desa. Kala. Patra
Konsepsi ini merupakan hal yang mendasari kelangsungan adat tradisional
bali dalam perubahan. Seperti yang diungkapkan oleh J.L. Swellengrebel
ibid, pp.24
& ball nikko hotel Nusa Dua, Bah
01-13
bahwa unsur-unsur budaya Bali adalah berpola mosaik. Dimana keadaan
seperti ini dapat terjadi oleh karena masyarakat Bali mempunyai daya
adaptasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan yang ditulis oleh Philips
Hanson Hiss, yaitu :12
"The Balinese are highly gifted poeple, who have absorbed a great
many foreign ideas and adapted them to their needs, but in so doing
they have added something enterely their own" (phillips Hanson
Hiss, 1941 : 11)
Dengan kata lain budaya Bali mengalami modifikasi sejalan dengan
perkembangan masa. Namun perubahan ini dijalani dengan suatu pedoman
yang disebut sebagai Desa Kala Patra (ruang, waktu dan orang). Dari
konsep ini ditarik tiga kategori normatif, yaitu :13
0 diterimanya proses perubahan sebagai hal yang wajar dan layak serta
selalu dipakai sebagai bahan pertimbangan.
° dengan disadarinya hakekat perubahan tersebut, maka segala wujud
perubahan harus disesuaikan sehingga tercapai harmoni atau dengan
kata lain perbuatan manusia selalu mencari dasar dan berpedoman pada
perubahan yang telah, sedang dan akan terjadi.
° bahwa perubahan-perubahan terjadi pada dasarnya bersumber atau
& ball nikko hotel Nusa Mi..i, Baii
111-14
2. FILOSOFI YANG MENDASARI ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI
° Tri Hita Karana
Arsitektur sebagai buah dari kebudayaan merupakan cerminan dari budaya
itu sendiri. Arsitektur Tradisinal Bali yang merupakan media pengejawantahan
dari nilai-nilai religi masyarakat Bali didasari atas filosofi Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana yang menjadi filosofi utama menciptakan filosofi, konsep
dan prinsip lainnya dalam arsitektur tradisional Bali. Tri Hita Karana adalah tiga
hal yang menciptakan kesempurnaan, yang terbentuk dari hubungan antara Tuhan,
manusia dan alam. Ketiga elemen tersebut adalah M:
° ATMA/JIWA, yang berarti jiwa, tidak akan sempurna tanpa didasari
pada jiwa yang mulia.
° ANGGA, yang berarti fisik atau badan, yang tidak akan sempurna
tanpa badan yang utuh.
° BAYU, yang berarti tenaga, yang tidak akan sempurna tanpa tenaga
yang kuat.
° Tri Angga
Dalam perwujudannya arsitektur tradisional Bali dilandasi oleh konsep Tri
Angga ,yakni suatu konsep yang membagi segala sesuatunya menjadi tiga bagian
atau zone : Nista (bawah, kaki), Madya (tengah, badan), Utama (atas, kepala)15.
Secara garis besar, konsep tri angga dapat dilihat pada gambar 3.1.
14 Gelebet, Ir.I Nyoman, Arsitektur Tradisional Daerah Bali, pp.77 15 Budiharjo, Eko. Architectural Conservation in Bali, pp.33
ife ball nikko hotel Nusa Dua, Bali
111-15
Penetapan tri angga sebagai titik acuan dalam menghadirkan gubahan ruang
dan bentuk arsitektur , mengingat bahwa tri angga merupakan konsep yang paling
jelas terasa pengaruhnya pada arsitektur tradisional Bali, khususnya pada skala
bangunan. Tri Hita Karana misalnya baru dapat dilihat dengan jelas pada skala
urban (lingkungan desa adat). Sementara Nawa Sanga hanyalah merupakan hasil
persilangan antara Tri Angga sejajar sumbu bumi dengan tri Angga sejajar sumbu
religi.16 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.2.
Pada desa yang dekat dengan daerah pegunungan, arah orientasi tidaklah
mengacu pada Gunung Agung, tetapi pada gunung tertinggi yang terdekat dan
masih dapat terlihat. Maka Gunung Agung bukanlah acuan yang mutlak sebagai
orientasi Nawasanga.17
° Rwa Bhineda
Didasari pada filosofi ini, lahirlah sebuah konsep dan prinsip untuk
menciptakan kesatuan antara dua kutub yang berlawanan dalam arsitektur
tradisional Bali. Prinsip ini mempengaruhi pada penataan masa bangunan dalam
arsitektur tradisional Bali yang berorientasi pada ruang luar.'8
Natah (ruang terbuka yang terletak di tengah-tengah komposisi masa)
menjadi pusat dari orientasi bangunan pada penataan pola tapak bangunan
tradisional Bali.19
" Gelebet, Ir.l Nyoman, Arsitektur Tradisional Daerah Bali, pp.28 17 Budiharjo, Eko. Architectural Conservation in Bali, pp.41
" Budiharjo, Eko. Architectural Conservation in Bali, pp.33 10 Gelebet, Ir.l Nyoman, Arsitektur Tradisional Daerah Bali, pp. 107
... Jfe bali nikko hotel Nitsa Dua. Hah
•mHOBBi
36-
Nus
O c
Bal
""* *
o ali
Z5 A 7T o zr O r-+ (D_
NISTA
PALEMAHAN [l»g]
Gambar 3.1. a.
MADYA
PAWONGAN [body]
UTAMA PARAHYANGAN [htod]
Gambar 3.1. b.
111-17
' N I S T A impure s ea / WQ 1e r b e l o w / low evil spirit itai post hel! leg
LEG
MADYA neut rol land middle man l i f e present world body
BODY
pur* . mountain / s V y a b o v e / high gods l i fe af.tr deatK future heaven head
HEAD
BODY
LEG
•HEAD-
M I - I S
TRI LOKA
TRI ANG6.+
1.Universe
2 Erth/wortc)
3 Villoge/t<Nvn
t Housing
S Temp i t
SHU4H LOKA
U1AMA
atmosphere
mountain . ( lor gods!
PURA (Umpie ]
P.*RAKYANGAN, PA 1 A JAN/ SANGGAH (houshold Shrine?
(inside. <he most sacred ]
3HUV4AH LOKA
MAOYA
lithosphere
land {(or men]
3ANJAR [human settlement)
MWONGAN / N A T A H
(worWng and sleeping ojarters]
TENGAi-1
(miad'.e )
3HUR LOKA
NISTA
hydrosphere
sea [ lor evil spirits]
KU3URAN (cemeleryj
PALEWAHAN/ L E 3 U H
[entrance Ihe mast public orea )
JA3A (outside, the least
sacred ]
Gambar 3.1. c.
I l l - I 1 )
Gambar 3.2. a.
f-Tilf sanga mandala
JWAH
+ 2^
4 M U X
ftCLOO
H A M
J ^ A A M G I I
/
SWAM
N I S I A
M A 0 t A
U I A M A
-sir --J •
A
U I A M A
M A 0 Y A
H I 5 1 A
s *:•:
«rGl'f f
Gambar 3.2. b. KAJA
KAJAKAUH /TJLTS) KA.HKANOH
KAUH
x^ K
PUSCH " % = H r 4 > KANGIN
KEUDKAUH VNK>' KElflOKANGN | rw»o tonyo]
KELCO
UnAMANING! UTAMV~Vj j MS1A I MADiA , U1AM\
- t - -
MADtAMNG IHVJlAMMG ' . , _ , . NISTA J HAIfcl I MAOTA
NISUWTNO | NISJAN-.'G ." „ , , , . NISIA i MA&M. J N | S U tnhitokoronc/
tri onrjgo
iW.MEIEN
aALE" TlA JG SANGA TO
O D
LM ra
°D M - •RO-eriAj\N
. PENGUENG
-3ALE SIKEPAt/ SEXANGGEN
[ t i l f plan :o< a 3aSnw» IKautt
JINENG/ 'PAON ILM3UNG
ball nikko hotel Nusa Dua, Bali
III-
&*J« 1HJYOH ISMUfiH
NlSU iMA0TA l u T i f t
7m LOKA/TRI ANGGA heirarchy o? scoce
BB °o
«
LM E»
OPEN AH , COURT CONCEPT
<fo H I . AGUNG
S t *
NAWA SANGA/SANGA MANDALA cosmologtcal orientation
o 0 NATUPI
I UKMiTtCTUBt
MASIK 3:NG CJCUPU balanced cosmology
HUMAN SCALE AND PROPORTION
m tCKttH •rtu.
CCH.IMN
CLARITY OF STRUCTURE
•
1—»STCNC
4—»WOOO
TRUTH OF MATERIAL
Gambar 3.2. c.
bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
111-23
° Catur Muka
Merupakan ungkapan dari perpotongan dua sumbu orientasi (sumbu religi
dan sumbu bumi) pada arah kangin-kauh dan arah kaja-kelod. Konsep ini
diungkapkan dalam pola Iingkungan sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam
wujud Pempatan Agung.20
° Sangga Mandala
Merupakan perpaduan filosofis "asta dala" dan "nawa sanga" yang dalam
ungkapan fisiknya terwujud pada sembilan bagian (zoning) dari suatu area. Untuk
kondisi di kabupaten Badung (Bali Selatan) di gambarkan sebagai berikut2I:
kaja kauh
UTAMA
NING
NISTA
kauh
MADYA
NING
NISTA
kelod kauh
NISTA
NING
NISTA
kaja
UTAMA
NING
MADYA
tengah
MADYA
NING
MADYA
kelod
NISTA
NING
MADYA
kaja kangin
UTAMA
NING
UTAMA
kangin
MADYA
NING
UTAMA
kelod kangin
NISTA
NING
UTAMA
Runa, I Wayan. Variasi Perubahan Rumah Tinggal Tradisionai Desa Adat Tenganan Pegeringsingan, pp.22
Gelebet, lr.l Nyoman, Arsitektur Tradisionai Daerah Bali, pp.28
ifc bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
111-24
Beranjak dari konsep diatas, maka lahirlah wujud arsitektur tradisional Bali
yang memiliki karakteristik khusus. Adapun perwujudan dari konsep-konsep
diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
° Bentuk bangunan arsitektur tradisional Bali, baik pada rumah tinggal
(griya) maupun pada tempat suci (pura) pada prinsipnya terdiri dari
tiga bagian, yaitu : alas (batur), badan (rangka tiang dan dinding),
kepala (atap). Ketiga bagian itu berlandaskan atas kepercayaan pada
filosofi Tri Angga.22
° Proporsi ditentukan berdasarkan asta kosala kosali dan asta bumi. Pada
hakekatnya adalah skala manusia sebagai hasil yang dapat
mewujudkan proporsi yang baik sesuai dengan fungsi dan kebutuhan."
° Pemakaian warna pada bangunan didominasi oleh warna merah-putih
(batu bata uan batu padas) sebagai perwujudan dari filosofi purusa dan
pradana (pria dan wanita, aktif dan pasif).
° Masa pada rumah tinggal disusun dengan membentuk ruang ditengah
yang disebut dengan natah, yang berfungsi 'multipupose' dan terutama
sebagai ruang komunikasi.
° Pada arsitektur tradisional Bali dapat dilihat adanya massa dominan
dan massa penting, dimana satu dengan lainnya tidak saling terkait.
Jadi massa penting tidak selalu dominan dan massa dominan tidak
selalu penting. Misalkan Pura massa pentingnya adalah padmasana
" Hasil Sabha Arsitektur Tradisional Bali. Rumusan Arsitektur Tradisional Bali, pp. 146
" Budiharjo, Eko. Architectural Conservation in Bali, pp.45
& ball nikko hotel Nusa Dua, Bali
111-25
yang dimensinya relatif kecil dan tidak mendominasi massa lainnya.
Justru yang dominan adalah meru dengan atap tumpangnya.
3. STUDI ELEMEN ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI
3.1. Sistem Struktur
Dalam sistem struktur bangunan tradisional Bali, maka dapat diamati
adanya pembagian setiap elemen bangunan menjadi tiga bagian, secara
garis besar bangunan dibagi menjadi tiga bagian yaitu : atap (kepala),
dinding (badan) dan pondasi (kaki).
3.1.1. Bebaturan
Merupakan bagian bawah atau kaki bangunan, yang teidiri dari jongkok
asu sebagai pondasi tiang, tapa sujan sebagai pekerasan tepi bebaturan.
Bebaturan merupakan lantai bangunan, tangga untuk lintasan naik turun ke
halaman.
Sebagaimana bahan-bahan lain pada bangunan tradisional bebaturan juga
menampakkan warna asli warna alam dari bahan-bahan yang dipakai.
Tinggi bebaturan bangunan perumahan sesuai dengan sirkulasi fungsinya
masing-masing, semakin rendah untuk yang sering dilalui dan semakin
tinggi untuk yang jarang dilalui.24
u Gelebet, Ir.I Nyoman, Arsitektur Tradisional Daerah Bali, pp.62
«fe ball mkko hotel Nusa D\ia
111-26
3.1.2. Dinding
Untuk bangunan yang tergolong sederhana bidang-bidang pembatas sisi
dipakai dinding gedeg (anyaman bambu) atau daun kelapa. Pemasangan
penutup dinding pada rangka dinding diikat dengan tali bambu atau tali
ijuk dalam suatu komposisi yang menarik.
Rumah tinggal yang tergolong madya atau utama bidang-bidang sisi ruang
ditembok dengan pasangan batu bata atau berbagai jenis batu alam yang
tersedia. Bahan bangunan yang diterima oleh tiang-tiang diteruskan ke
tanah melalui pondasi jongkok asu. Untuk meneruskan beban tembok ke
tanah dibuatkan pondasi tembok yang juga berfungsi sebagai bidang tepi
bebaturan.
Tembok dan pilar-pilarnya di bangun dengan pola kepala badan dan kaki.
Tembok tradisional dibangun terlepas dari konstruksi rangka bangunan.
Dipertegas dengan celah antara kepala tembok dengan sisi bawah atap
sehingga tembok bebas tidak memikul. Dengan sistem konstruksi ini
diharapkan akan dapat terbebas dari bahaya gempa.25
3.1.3. Sesaka
Elemen konstruksi utama dalam bangunan tradisional adalah tiang modul
dasar atau disebut sebagai sesaka, penampang tiang adalah bujur sangkar.
Bahan yang dipakai untuk sesaka adalah kayu yang jenisnya disesuaikan
25 ibid, pp.63
& bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
111-27
dengan kasta dari penghuni rumah. Tiang-tiang yang ujungnya bebas beban
umumnya diberi kencut sebagai kepala tiang dengan penampang cekingnya
(yang mengecil) adalah 3 cm sebagai penanda bahwa tiang tersebut bebas
beban.
Balok belandar sekeliling rangkaian tiang tadi disebut dengan lambang.
Lambang rangkap dua yang disatukan, balok rangkaian ini yang dibawah
disebut lambang dan yang diatas disebut sineb. Balok tarik yang
membentang ditengah-tengah mengikat jajaran tiang disebut dengan
pementang. Balok yang mengikat pementang berakhir diatas tiang tengah
disebut tapakdasi. Pementang dan tapakdasi merupakan balok tarik yang
menstabilkan lambang dan sineb dengan tiang-tiang penyangga.
Bagian atap terdiri dari struktur iga-iga atau usuk. Pangkal iga-iga
dirangkai dengan kolong atau dedalas yang merupakan bingkai tepi luar
atap. Iga-iga yang menempati sudut-sudut atap dari tiang-tiang sudut
kepuncak disebut pemade.
Penutup atap tradisional disebut dengan raab yang umumnya terbuat dari
bahan alam sebagian besar terbuat dari alang-alang atau bahan lain yang
mudah didapat seperti daun kelapa, bambu dan sebagainya.26
3.2. Ornamen
Ornamen yang merupakan salah satu jenis ragam hias dalam penampilan
arsitektur tradisional Bali merupakan perwujudan keindahan manusia dan
ibid, pp.65
sfe bail nikko hotel Nusa Dua. Bah
111-28
alamnya. Benda-benda alam yang diterjemahkan kedalam bentuk ragam
hias adalah tumbuhan, binatang, unsur alam, nilai-nilai agama dan
kepercayaan yang disarikan ke dalam perwujudan keindahan yang
harmonis.
Bentuk-bentuk hiasan, tata warna, cara membuat dan penempatannya
mengandung arti dan maksud tertentu. Ciri-ciri hakiki dari benda alam
yang dijadikan bentuk-bentuk hiasan masih menampakkan identitasnya
walaupun telah diolah dalam usahanya untuk menonjolkan nilai
keindahannya.
Flora sebagai sumber langgam hias umumnya merupakan latar belakang
yang berupa bentukan dedaunan dalam bentuk pepatraan. Beberapa jenis
ragam hias yang umum digunakan adalah keketusan, kekarangan,
pepatraan (patra wangga, patra sari, patra punggel, patra batu timun, dan
lainnya), lihat gambar 3.3.27 Fauna sebagai sumber ragam hias umumnya
dipahatkan dalam bentuk kekarangan yang merupakan pola tetap.
Umumnya penempatan ragam fauna dilengkapi dengan ragam hias flora
yang disenanginya. Fauna sebagai patung hiasan umumnya mengambil
bentuk kera, garuda, naga, singa dan binatang lainnya. Dalam
perwujudannya ragam hias fauna ini ditampilkan dalam bentuk kekarangan
(karang boma, karang sae, karang tapel dan lainnya), patung (garuda, singa,
lembu, kura-kura, kera dan lainnya), patra (patra naga, patra penyu, patra
kura-kura, patra kera dan lainnya), lihat gambar 3.4.1H
v ibid, pp.331
ifc bali nikko hotei Nusa Dua, Hah
Gambar3.3. a. Pepatraan
III-21)
1. Pitr i S«ri
2. Pttr» Olwidi
3. Pttrc Cm
i. P»tri PunggiH
5. Pitra S«mblung
6. Pttra Bali
7. P§tr» B«nd
bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
PIDPIO
m i l ii i — • • " ' • " - — .n» - > . M « H « H I . I H i|Hfi|ttmm-f run"'*"*"• t-MH** ii» iim nn
rmw«fll^icninqWnTii»«iiin)ii,iipiiinniiiuuiiMMMM,miTTwnTTTTrnT.»--Mi«»in.i^
PATRA PUNGGEL
11 l j L i l . - i n t i i i i i i i i l i l > i i l l i l l i l l r . i n i i l i i i l l l i • • - r n n l n n i i l l l l ' l l
'inMnhHII;ir.nil'liimi'H^iliimiwitiiii3m-^'Mi'iir'a»imajiiii>^M.<«iiuii'»VM>m
PATBA SAMBLUNG
Gambar3.3.b. Pepatraan
11-31
Gambar 3.4. a. Kekarangan
Karang Goak
i Karang Gajah
bali nikko hote Nusa Dua, Bali
Karang Boma
Gambar 3.4. b. Kekarangan Karang Sae
bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
111-33
3.3. Elemen Lansekap
Sebagai pola tatanan arsitektur ruang luar, maka arsitektur tradisional Bali
memiliki elemen-elemen arsitektur lansekap yang menonjol diantaranya
kori sebagai pintu gerbang, penyengker sebagai dinding pembatas,
sculpture/patung di taman.
Pintu masuk pekarangan disebut kori atau kori agung untuk tempat-tempat
yang diagungkan. Di beberapa tempat disebut dengan bintang aring atau
angkul-angkul. Bentuk massa bangunannya masif dengan lubang masuk
beratap. Atap kori merupakan pasangan lanjutan dari bagian badan, dapat
pula merupakan konstrusi rangka penutup atap serupa dengan atap rumah.
Dalam bentuk yang tradisional lengkap dengan tangga naik dan tangga
turun, lihat gambar 3.5.29 Batas pekarangan pada keempat sisi disebut
dengan penyengker karang (tembok penyengker). Untuk penyengker bisa
dengan pagar hidup atau dengan tembok pasangan. Untuk tembok
bangunan suci pemujaan pekarangannya memanjang kangin-kauh,
sedangkan untuk pekarangan perumahan memanjang kangin-kelod.
Sudut-sudut pekarangan, pertemuan tembok penyengkernya dibangun
pilar-pilar sudut dengan namanya masing-masing yang letaknya
kaja-kangin disebut sariraksa, kelod-kangin disebut ajiraksa, kelod-kauh
disebut rudraraksa, dan kaja-kauh disebut kalaraksa, lihat gambar 3.6.30
ibid, pp.45
ibid, pp.46
^t ball nikko hotel Nusa Du:i, Bah
111-34
Sculpture atau patung merupakan elemen arsitektur lansekap yang
membuat suasana ruang luar menjadi menarik, dan umumnya menjadi
landmark pada suatu kawasan ruang luar. Patung yang dibuat biasanya
mencerminkan tokoh pewayangan, dan bahannya terbuat dari batu-batuan
alam (umumnya batu padas).
ifc bail nikko hotel Nusa Dua, Bali
Gambar 3.5. a. Kori
C
N» 4 4
m *m
= 3 =
¥=9*
111-35
KORI MKTU UASUK f€KAflA*GAX
mr*i«
at
TAMPAK DEPAN
•IS=
E
38
K
t TAMPAK ATAS
I I I I ' r
OENAH
rhs%
to
Gambar 3.5. c. Kori Agung
111-37
&bali nikko hote Nusa Dua, Bali
NI-3X
Gambar 3.5. d. Kori Agung
M * " ' « - *<~-c *— - — r t — i * - »
&bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
Gambar 3.5. e. Kori dan Penyengker
•V)
bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
-40
bali nikko hote Nusa Dua, Bali
111-41
4. POLA PENATAAN DESA TENGANAN PEGERINGSINGAN
Untuk menciptakan suatua suasana hunian Bali, maka salah satu teknik
yang digunakan adalah memakai pola penataan desa adat Bali dalam pola
penataan massa bangunan yang ada baik itu massa utama ataupun massa
penunjang lainnya.
Sedangkan pola penataan desa adat yang dipilih adalah desa Tenganan
Pegeringsingan. Pemilihan ini didasari oleh keaslian dan keunikan bentuk tatanan
desanya dibanding desa lainnya di Bali.
Pembahasan pola penataan desa berikut hanya dibatasi pada pola penataan
fisik desanya saja31. Sedangkan pembahasan tentang aspek sosio kulturalnya yang
lebih mendalam tidak dibahas karena dianggap diluar sasaran perancangan resort
hotel ini.
Lingkungan desa atau komplek perumahan merupakan lingkungan
"terkurung" dengan masing-masing sebuah pintu pada setiap arah mata angin.
Batas fisik yang membatasi berupa dinding penyengker, yang terbuat dari bahan
tanah Hat.
Untuk memasuki desa ini adalah melalui sebuah jalan yang lebar disebut
"Awangan", yaitu rangkaian halaman depan masing-masing pekarangan rumah
tinggal. Batas Awangan satu dengan lainnya yang saling berhadapan adalah
sebuah selokan air yang disebut "Boatan". Sedangkan sebagai batas halaman
belakang masing-masing pekarangan pekarangan rumah tinggal juga sebuah
31 Sumber data yang digunakan adalah laporan tesis oleh Runa, I Wayan. Variasi Perubahan Rumah Tinggal Tradisional Desa Adat Tenganan Pegeringsingan, pp. 82-91 dan laporan Institusional, Arsitektur Tradisional Tenganan Pegeringsingan dan kemungkinan perkembangannya, pp. 23-29
ife bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
111-42
selokan air yang disebut "Teba Pisan ". Jumlah Awangan sebagai jalan yang
membujur dari utara ke selatan ada tiga buah yaitu: Awangan Kauh (barat),
Awangan Tengah, Awangan Kangin (timur). Awangan Kauh yang paling lebar,
sebagai awangan utama didirikan banyak fasilitas umum. Awangan Tengah lebih
kecil dan Awangan Kangin yang paling kecil. Disamping tiga buah awangan (jalan
membujur) terdapat pula 2 jalan melintang arah barat timur yang disebut "Rurung"
(gang). Masih ada satu gang lagi yang merupakan gang khayal, dalam istilah
setempat disebut "Rurung Dewa" sebagai jalan para dewa dari Pura Naga Sulung
menyilang ke Kuburan Prajurit. Dengan adanya awangan tersebut, rumah warga
desa tersusun linier dalam deretan yang membujur dari utara ke selatan dengan
pintu pekarangan hanya menghadap ke dua arah yaitu bagian barat dan timur.
(lihat gambar 3.7. dan 3.8.)
sff ban nikko hotel i ' i. Bali
111-44
-BANMJ KAUH- •BANJAnTENG4H -BaNWlKANGIN—
nsuiibai .1 8 I'ola Sirkulasi Dcsa Tcugaiiau I'cgcriiiKsiiiKaii
bali nikko hote Nusa Dua, Bali
111-45
4.2. Studi Masa Bangunan Tradisional Bali "
° Sakepat, dilihat dari luas ruang tergolong bangunan sederhana, luasnya
sekitar 3mx2,5m bertiang empat dengan denah segiempat. Letak
sakepat di timur sebagai sumanggen, disisi barat pamerajan sebagai
piyasan, dan di kelod kauh sebagai paon, lihat gambar 3.9.
o Sakenem, digolongkan sederhana bila bahan dan peyelesaiannya
sederhana dan digolongkan madia bila bahan dan penyelesaiannya
madia. Bentuk sakenem adalah empat persegi panjang dengan luas
bangunan sekitar 6mx2m, mendekati dua kali luas sakepat. Fungsi
sakenem sebagai sumanggen bila diletakkan di kangin atau kelod,
sebagai paon bila di kelod kauh, dan sebagai piyasan jika diletakkan di
pamerajan, lihat gambar 3.10.
o Sakutus, diklasifikasikan st'uagai bangunan madia dengan fungsi
tunggal sebagai tempat tidur yang disebut dengan bali meten, letaknya
dibagian kaja menghadap ke natah. Bentuk bangunan empat persegi
panjang denagn luas sekitar 5mx2,5m. Konstruksi dari delapan tiang
diarangkai dari empat-empat menjadi dua balai, lihat gambar 3.11.
° Aktasari, diklasifikasikan sebagai bangunan utama dalam fungsinya
sebagai sumanggen atau piyasan di pamerajan. Letaknya dibagian
kangin atau kelod dengan fungsinya sebagai bale sumanggen,
bangunan untuk upacara adat tamu dan tempat bekerja atau serba guna.
Bentuk bangunan mpat persegi panjang dengan luas sekitar 4m x 5m.
ibid, pp.40-44
& bali nikko hotel Nusa Dua. Bali
111-46
Konstruksi bangunan dengan satu balai-balai dengan empat tiang dan
empat tiang lainnya berdiri dengan sawangan sebagai stabilitas, lihat
gambar 3.12.
° Tiangsanga, merupakan bangunan utama untuk perumahan utama.
Bentuk dan fungsi bangunan serupa dengan aktasari, sedikit lebih luas
dan tiangnya sembilan. Fungsi utama sebagai bale sumanggen letaknya
dibagian kangin atau kelod, disebut sebagai bale kangin atau bale
kelod. Dinding pada dua atau tiga sisi dan bukaan menghadap ke natah.
Jika menempati bagian barat menghadap ke timur difungsikan sebagai
tempat tidur, lihat gambar 3.13.
° Sakaroras, merupakan bangunan utama untuk perumahan utama.
Fungsi bangunan sebagai sumanggen atau kegiatan adat dan serbaguna.
Luas bangunan sekitar 12m x 12m dengan jumiah kolom 12 buah, lihat
gambar 3.14.
& bali-nikko hotel N'usa
Gambar 3.9. Paon Sakepat
111-47
•pmw^ywryw^u tow
/Ltotf^it a TAMPAK OEPAN
-Z± TAMPAK SAMPING
POTONGAN A - A
lift.
uo_
i f l -HL
POTONGAN B - 8
1 • ^ B rt-
H-
DENAH
J — 3 -
10
4-• f
flv? I
?:-..-„ i r . T . . " i
L > * * J i t - * r »• - - ' - • - ••" V -*Hti*.Ll"f»nt)
TAMPAK ATAS
bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
Gambar 3.10 Sakencm Mesaka Pandak
-4S
TAMPAK OEPAN TAMPAK SAMPING
POTONGAN A - A POTONGAN B - 8
J ^ l
{
* H » l
^ ? * n
^ma rv§
zmryi . A g j
.±\ I ' j=d.- ; l r Uo»-4— "V-Uo-
* " 1—«.+
••+-
OENAH
in-* 'i^i^'i
ft::;.;.: i i t • i • • • . i
, t i l l , . ,
TAMPAK ATAS
bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
Gambar 3.11. a. Meten Sakutus
III--W
irluMVmWIUIIMiMi^inll!
TAMPAK DEPAN
^ I TAMPAK SAMPING
>.yc
POTONGAN A - A POTONCN B - 8
4 « 4 — u i - f - ' D — i — i s — ( • < • • ! — "" B
DENAH TAMPAK ATAS
Gambar 3.11. b. Meten Gunungrata
ill-5<
t )H
1
YK
r \ !•*— ...i.r... ."\ W/Ggi
•.. .i'jn J
.;©& i i» ; •:
^M..:;.Z^^-:l; iff
L ^ ' ^ / : i « A
'.\. • -it
IfO J. X)_| -4
v\ . " " . sjvl" "*- A\
. ^ - M * - « • » — . " I * « *
Tit . ! • * — » • " "<*^ «*•«"*••"•£ U g g
TAMPAK ATAS
bali nikko hote Nusa Dua, Bali
I
Gambar 3.11. c. Mcten Gunungrata
C3.
f-n TAMPAK SAMPING
POTONGAN B - B
&bali nikko hotel Nusa Dua, Bali
Gambar3.12. Sangasari
111-52
^ ^ TAMPAK DEPAN TAMPAK SAMPING
tLAIV—
POTONGAN A - A POTONGAN B - B
I-_(->oJ—L'xo— l 10 La
^v. M\ rt\ ^Wv'«ft
J _ <j£ nt"*,"
OENAH TAMPAK ATAS
bali nikko hotel e?t Nusa Dua, Bali
Gambar 3.13. Tiang Sanga
POTONGAN A - A
*o-J? f-
l 710
L.
3^-4-r-v v.
POTONGAN B 0
v*:; ' P. ' • « • / -^ - , •' '
-• r
\Uj
CT
^jrc (til"--
I - -
_J.w J »<o—I— i « 1*>L-
.x--y
OENAH TAMPAK ATAS
bali nikko hotel e f t Nusa Dua, Bali
111-s-l