Download - BAB III Metodologi Umum.pdf
3 METODOLOGI UMUM
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Teluk Bone dengan mengambil lokasi pada
tiga kabupaten yang dijadikan sebagai fishing base, yaitu Kabupaten Luwu
di bagian Utara, Kabupaten Bone di bagian Tengah dan Kabupaten Sinjai
di bagian Selatan. Tahapan penelitian diawali dari tahap persiapan,
pengumpulan data lapangan, analisis data hingga penulisan disertasi.
Pengambilan data di lapangan dilakukan dari bulan Januari sampai Desember
2007.
Kawasan Teluk Bone di bagi menjadi 3 (tiga) zona berdasarkan kekhasan
ekosistem dan kedalaman, seperti pada Tabel 4, yaitu : 1) Zona Utara adalah
zona perairan di mana pengaruh laut Flores relatif kecil dengan fishing base di
Desa Murante Kecamatan Suli Kabupaten Luwu; 2) Zona Tengah adalah zona
perairan di mana pengaruh laut Flores relatif sedang dengan fishing base di
Desa Bajoe Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone; dan 3) Zona
Selatan adalah zona perairan di mana pengaruh laut Flores relatif besar dengan
fishing base di Kabupaten Sinjai (Gambar 7 ).
Tabel 4 Karakteristik Zona Utara, Tengah dan Selatan dalam kawasan Teluk Bone
No Karakteristik Zona
Utara Tengah Selatan 1 Posisi geografis ≤ 4
0 LS dan
120,2-121,40
BT 4-5
0 LS dan
120- 220
BT 5-6
0 LS dan
120-1220
BT
2 Luas dan kedalaman
3240 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 1000 m
2124 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 1750 m
4104 mil laut persegi, kedalaman mencapai ± 2250 m
3 Kekhasan ekosistem
Mangrove, karang tipe fringing reef tersebar disepanjang pantai
Mangrove, karang tipe patch reef tersebar disepanjang pesisir, terdapat delta / sedimentasi yang cukup luas dari sungai Cenrana.
Mangrove,lamun dan karang tipe fringing reef, terdapat gugusan pulau Sembilan. Karang dan lamun tersebar di pesisr pulau Sembilan
4 Kedekatan dengan laut terbuka
Jauh dari laut terbuka
Di tengah teluk
Berhubungan langsung dengan laut terbuka
5 Kandungan Nitrat dan fosfat
Nitrat 0,11 – 0,56 mg/l dan fosfat
0,01-0,013 mg/la)
Nitrat 0,15 mg/l dan fosfat 0,1 mg/l
b)
Nitrat 0,38 mg/l dan fosfat 0,15 mg/l
b)
Sumber : a) Andriani (2004) dan b) Wagey et al (2004)
34
Zona Selatan masih merupakan kawasan Teluk Bone dengan melihat
posisi pulau Selayar yang dikelilingi oleh laut Flores di sebelah Timur dan
Selatan, Selat Makassar dan laut Flores di sebelah Barat dan Teluk Bone
di sebelah Utara.
Gambar 7 Lokasi penelitian dan pembagian zona perairan.
35
3.2 Tahapan Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan dalam 3 kajian utama, yaitu
analisis perkembangan produksi cakalang yang diuraikan dalam kondisi
perikanan tangkap cakalang, analisis aspek biologi ikan cakalang dan analisis
hubungan faktor oseanografi dengan produksi ikan cakalang. Hasil dari analisis
menjadi acuan dalam menentukan konsep pengelolaan perikanan tangkap
cakalang di Teluk Bone.
Tahapan penelitian ini terdiri atas analisis perkembangan produksi,
analisis aspek biologi ikan cakalang dan analisis hubungan oseanografi dengan
produksi ikan cakalang yang masing-masing diuraikan dalam bab tersendiri.
Disertasi ini ditulis per Bab sehingga pengulngan tidak dapat dihindarkan.
Analisis aspek biologi untuk menjawab tujuan penelitian ke 1, Analisis
perkembangan produksi untuk menjawab tujuan penelitian ke 2 dan Analisis
hubungan oseanografi dengan produksi cakalang untuk menjawab tujuan
penelitian ke 3. Hubungan antara ketiga analisis tersebut untuk menjawab tujuan
penelitian ke 4 dan diuraikan dalam bab tersendiri untuk mengetahui konsep
pengelolaan perikanan tangkap cakalang di Teluk Bone (Gambar 8).
3.3 Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari
data lapangan yang diperoleh dari nelayan yang menggunakan alat tangkap pole
and line di Kabupaten Luwu, Bone dan Sinjai.
Sumber data yang lain adalah data sekunder berupa data produksi
tahunan yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan
dalam kurun waktu 11 tahun (1996-2006) dan data produksi kuartalan dalam
kurun waktu 2 tahun (2006-2007). Data biofisik lingkungan yang dikumpulkan
adalah data suhu permukaan laut (SPL), dan klorofil-a. Data SPL dan klorofil-a
diperoleh dari Ocean Color Time-Series Online Visualization hasil citra satelit
MODIS-Terra yang dikeluarkan oleh NASA (National Aeronautics and Space
Administration) untuk data SPL, sedangkan untuk data klorofil-a menggunakan
citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) hasil citra
satelit Aqua. Data citra satelit yang digunakan telah dianalisis berdasarkan GES-
DISC Interactive Online Visualization and Analysis Infrastructure (GIOVANNI)
dalam kurun waktu 2 tahun (2006-2007). Data di download dalam bentuk image
dan ascii (text file) berdasarkan data bulanan sesuai posisi geografi masing-
36
masing zona. Selain itu parameter SPL dan salinitas diukur secara langsung
(insitu) dengan menggunakan alat conductivity meter pada masing-masing zona.
Pengukuran tersebut dilakukan pada saat kegiatan pemancingan sedang
berlangsung. Pengukuran dilakukan selama kurang lebih 6 bulan (Januari-Juni
2007). Penjelasan lebih rinci tentang data dan sumbernya disajikan dalam setiap
bab yang relevan.
KAJIAN PUSTAKA
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
PERIKANAN TANGKAP
Kondisi Perikanan Tangkap Cakalang
di Kawasan Teluk Bone dan Perkembangan
Produksi dengan Menggunakan Metode
Schaefer
(Bab 4)
Aspek Biologi Ikan Cakalang
dengan Menggunakan Model
Analytical
(Bab 5)
Hubungan SPL dan Klorofil-a
dengan Produksi Ikan dengan
Menggunakan Inderaja dan
Parsial Korelasi
(Bab 6)
CPUE (Catch Per Unit
Effort)
MSY (Maximum
Sustainable Yield)
Fopt (Upaya optimum)
Pola Perubahan SPL dan
Klorofil-a
Pola Perubahan
Produktivitas Primer
Pola Hub. SPL dan
Klorofil-a dengan Ikan
Cakalang
Pola Hub. Keberadaan
Ikan Berdasarkan SPL dan
Klorofil-a
Hub. PP dengan Biomas
Ikan Cakalang
Komposisi Ukuran Ikan
Hub. Panjang Berat Ikan
Pertumbuhan Ikan
Lm (Length at First
Maturity)
Kompilasi Bab (4), Bab (5) dan Bab (6) sebagai
Dasar dalam Menyusun Konsep Pengelolaan
Cakalang di Teluk Bone
(Bab (7)
Gambar 8 Tahapan penelitian yang digunakan.
37
3.4 Analisis Data
Analisis data biologis dilakukan dalam 3 tahapan yaitu menggunakan
tabel frekuensi ukuran, analisis regresi untuk hubungan panjang berat, analisis
pertumbuhan menggunakan von Bertalanffy dan Lm menggunakan kurva
sigmoid antara nilai tengah kelas dengan proporsi (%) ikan cakalang contoh yang
mature. Untuk kajian upaya penangkapan dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu
standarisasi upaya penangkapan, menghitung CPUE (catch per unit effort) dan
menghitung MSY dan Fopt menggunakan model surplus produksi dari Schaefer.
Kajian oseanografi dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu: 1) menghitung sebaran
suhu permukaan laut dan klorofil-a menggunakan beberapa parameter statistik;
2) mendeskripsikan pola sebaran ikan hubungannya dengan suhu permukaan
laut dan klorofil-a; dan 3) menghitung keeratan hubungan produksi ikan dengan
suhu permukaan laut dan klorofil-a menggunakan parsial korelasi.
Analisis data dilakukan pada masing-masing zona agar pola perubahan
dapat diketahui sesuai dengan kondisi ekologi setiap zona. Analisis data yang
rinci diuraikan pada setiap bab kajian.
4 KONDISI PERIKANAN TANGKAP CAKALANG DI KAWASAN TELUK BONE
4.1 Pendahuluan
Salah satu perairan yang sumber ikannya perlu dikelola secara optimum
adalah perairan teluk. Teluk adalah laut yang menjorok ke daratan. Indonesia
sebagai negara yang memiliki 17.504 pulau tentunya mempunyai banyak teluk
dan yang baru dapat diidentifikasi 631 teluk. Salah satu teluk yang dipilih dalam
penelitian ini adalah Teluk Bone. Teluk ini masuk dalam WPPI 713 yaitu wilayah
pengelolaan Selat Makassar, Laut Flores dan Laut Bali.
Ekosistem Teluk Bone merupakan ekosistem yang mempunyai kekhasan
tersendiri. Perairannya semi tertutup dibandingkan dengan perairan Selat
Makassar dan Laut Flores karena secara geografis terletak di sebelah Timur
daratan Sulawesi Selatan dan di sebelah Barat daratan Sulawesi Tenggara.
Wilayah Teluk Bone memiliki luas sekitar 31.837,077 km2 dengan
panjang garis pantai 1.126,84 km memiliki potensi sumberdaya perikanan yang
cukup besar, khususnya perikanan cakalang karena 59 % (13,616 ton) produksi
ikan cakalang Sulawesi Selatan berasal dari kawasan Teluk Bone (Dinas
Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan 2006). Di sekitar wilayah tersebut
terdapat 9 (sembilan) kabupaten yaitu 7 kabupaten di wilayah Sulawesi Selatan
serta 2 (dua) kabupaten di wilayah Sulawesi Tenggara yang merupakan satu
kesatuan kawasan pengelolaan perikanan Teluk Bone.
Perikanan tangkap di kawasan Teluk Bone merupakan kegiatan yang
dilakukan dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya ikan yang mempunyai nilai
ekonomi dengan menggunakan teknologi, baik yang sederhana maupun yang
lebih modern. Oleh karena itu perikanan tangkap di kawasan Teluk Bone adalah
suatu proses produksi yang memiliki nilai ekonomi yang melibatkan berbagai
komponen yang saling berinteraksi, di mana komponen utama adalah manusia
(nelayan), kapal, alat tangkap, dan ketersediaan ikan yang menjadi tujuan utama
penangkapan. Interaksi komponen utama dalam perikanan tangkap
menyebabkan adanya perbedaan karakteristik perikanan tangkap di suatu
wilayah perairan.
Perikanan cakalang sangat potensil untuk dikembangkan karena selain
nilainya yang cukup tinggi, juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak. Sumberdaya cakalang di Teluk Bone mempunyai kesamaan sifat dalam
hal daerah penangkapan, area bermain dengan sumberdaya tuna khususnya
dari jenis madidihang (yellowfin tuna). Pemanfaatan cakalang yang dilakukan
40
selama ini menggunakan berbagai jenis upaya penangkapan ikan dengan
karakteristik dan deskripsi yang berbeda-beda.
Karakteristik perikanan cakalang di Teluk Bone akan dideskripsikan
melalui kegiatan usaha penangkapan dan tingkat pemanfaaatan sumberdaya
perikanan cakalang.
4.2 Tujuan Spesifik
1 Mendeskripsikan kegiatan usaha penangkapan cakalang di kawan Teluk
Bone yang meliputi spesifikasi alat tangkap pole and line, operasi dan
daerah penangkapan serta produksi hasil tangkapan cakalang di
kawasan Teluk Bone.
2 Menentukan tingkat produksi sumberdaya perikanan cakalang dan catch
per unit effort (CPUE) yang dapat dimanfaatkan secara bersama (shared
stok) untuk keperluan pengelolaan di kawasan Teluk Bone.
4.3 Metode 4.3.1 Deskripsi kegiatan usaha
Metode yang digunakan pada Bab 4 ini adalah gabungan antara
penelitian deskriptif dan survey langsung ke lapangan. Untuk deskripsi kegiatan
usaha penangkapan (alat tangkap pole and line dan metode penangkapannya)
dilakukan pengumpulan data lapangan khususnya tentang deskripsi alat tangkap
pole and line dan metode penangkapannya sebagai salah satu alat dominan
dalam penangkapan cakalang melalui survei langsung ke fishing base nelayan.
Responden dipilih berdasarkan tempat pusat kegiatan penangkapan ikan
cakalang pada setiap kabupaten di kawasan Teluk Bone yaitu Kabupaten Luwu
di pusatkan di TPI Murante Kecamatan Suli, Kabupaten Bone di TPI Bajoe
Kecamatan Tanete Riattang Timur dan Kabupaten Sinjai di TPI Lappa
Kecamatan Sinjai Utara.
Daerah penangkapan cakalang dan alat tangkap pole and line yang
digunakan nelayan di Teluk Bone diidentifikasi berdasarkan hasil wawancara
langsung dengan nelayan atau dengan keikutsertaan enumerator data secara
langsung dalam aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan. Penentuan
posisi geografi menggunakan global positioning system (GPS). Produksi hasil
tangkapan cakalang diperoleh dari data hasil tangkapan nelayan per trip dalam
satuan kg. Waktu yang digunakan nelayan untuk melakukan penangkapan
dengan alat tangkap pole and line adalah sehari semalam (one day fishing trip).
41
Untuk mendeskripsikan kondisi SPL, klorofil-a dan saliniitas kawasan Teluk
Bone, data hasil olahan citra SPL, klorofil-a dan salinitas hasil pengukuran in situ
dianalisis dengan menggunakan sofware Surfer Versi 10.
4.3.2 Tingkat pemanfaatan cakalang
Data tentang jumlah produksi hasil tangkapan, jumlah unit dan trip alat
tangkap pole and line, purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda
diperoleh dari statistik perikanan propinsi Sulawesi Selatan pada 7
Kabupaten/Kota yang berada disepanjang pesisir kawasan Teluk Bone yaitu :
Kabupaten Luwu, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo.dari tahun 1996
-2006. Untuk keperluan analisis selanjutnya data dari 7 kabupaten
dikelompokkan menjadi 3 zona yaitu zona Utara mencakup kabupaten Luwu,
Wajo, Luwu Utara, Luwu Timur dan kota Palopo ; zona Tengah yaitu kabupaten
Bone dan zona Selatan yaitu kabupaten Sinjai. Selain ditentukan berdasarkan
zona, tingkat pemanfaatan cakalang dihitung juga dalam satu kawasan Teluk
Bone. Produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan (trip) dijumlahkan dari
keseluruhan zona yang ada dalam kawasan Teluk Bone.
Produksi hasil tangkapan dihitung berdasarkan proporsi produksi hasil
tangkapan ikan cakalang yang dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:
1. Menghitung proporsi berdasarkan produksi total masing-masing alat
tangkap dalam kawasan teluk, sebagai berikut:
Ck = 4
1
k
k
P
P
di mana,
C : proporsi produksi
k : unit penangkapan
P : produksi berdasarkan data statistik;
2. Menghitung produksi cakalang dari masing-masing unit penangkapan
dalam kawasan sebagai berikut :
Skk IxCI
di mana,
I : produksi proporsi cakalang
C : proporsi produksi
42
IS : produksi ikan cakalang berdasarkan data statistik.
3. Produksi tahunan (P) setiap unit penangkapan cakalang pada masing-
masing zona dalam kawasan Teluk Bone dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
Pk = 4
1i
kI
Jumlah alat tangkap yang dianalisis untuk zona Utara dan Selatan ada 4
jenis yaitu pole and line, purse seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda,
sedangkan untuk Zona Tengah hanya 3 jenis yaitu pole and line, jaring insang
hanyut dan pancing tonda. Selanjutnya dilakukan standarisasi terhadap alat
tangkap dengan tujuan untuk menyeragamkan satuan-satuan upaya yang
berbeda sehingga dapat dianggap upaya penangkapan suatu jenis alat tangkap
diasumsikan menghasilkan tangkapan yang sama dengan alat tangkap standar.
Untuk melakukan standarisasi upaya penangkapan terlebih dahulu
mengestimasi nilai Fishing Power Index (FPI). Alat tangkap yang ditetapkan
sebagai alat tangkap standar mempunyai FPI = 1 sedangkan jenis alat tangkap
lainnya dapat dihitung nilai FPI dengan membagi nilai CPUE dengan CPUE
alat standar. Tahapan standarisasi adalah sebagai berikut :
(1) menghitung CPUE masing-masing alat tangkap yang akan distandarisasi,
iCPUE = i
i
FE
HT
di mana ,
iHT : Jumlah hasil tangkapan setiap jenis unit penangkapan ikan yang
akan distandarisasi pada tahun ke-i
iFE : Jumlah upaya penangkapan ikan setiap jenis unit alat penagkapan
ikan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i
(2) Menentukan alat standar, kemudian menghitung FPI dengan cara sebagai
berikut :
FPI = s
i
CPUE
CPUE
di mana :
iCPUE : Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan
upaya jenis penangkapan yang akan distandarisasi pada
tahun ke-i
43
sCPUE : Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan
upaya jenis penangkapan standar
(3) Upaya penangkapan standar diperoleh dengan menggunakan persamaan
(Gulland 1983) yaitu :
FEixFPISEi
iSE : Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i
FPI : Fishing power index atau daya tangkap jenis unit penangkapan
yang akan distandarisasi pada tahun ke-i
iFE : Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan
yang akan distandarisasi pada tahun ke-i
(4) Menghitung ulang CPUE dengan membagi jumlah hasil tangkapan dengan
upaya standar
iCPUE = s
i
FE
HT
di mana ,
iHT : Jumlah hasil tangkapan total setiap jenis unit penangkapan
ikan pada tahun ke-i
sFE : Jumlah upaya penangkapan ikan setiap jenis unit alat
penangkapan ikan yang telah distandar
(5) Untuk menghitung nilai MSY digunakan metode surplus produksi. Pada
metode ini digunakan data hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) dan
jumlah upaya sebagai masukan. Dalam metode ini, digunakan analisis
regresi linier dengan 2 (dua) variabel , yaitu variabel bebas (independent
variable) dan variabel tak bebas (dependent variable).
Menurut Sudjana (1998), variabel tak bebas merupakan variabel
yang terjadi karena adanya variabel bebas. Variabel bebas (variabel x) yang
digunakan yaitu upaya penangkapan (effort = E),sedangkan variabel tak
bebasnya (variabel y) adalah hasil tangkap per unit alat tangkap (Catch Per
Unit Effort = CPUE). Untuk memudahkan perhitungan digunakan software
SPSS 16. Analisis dilakukan dengan menggunakan perhitungan catch per
unit effort (CPUE) yaitu hasil tangkapan (catch) per upaya penangkapan
(effort), untuk memperkirakan jumlah effort optimum penangkapan yang
diperbolehkan sesuai dengan potensi sumberdaya cakalang yang ada di
masing-masing zona dalam kawasan Teluk Bone.
44
Menurut Model Schaefer (Pauly 1983) persamaan yang menyatakan
hubungan antara hasil tangkapan persatuan upaya (CPUE) sebagai fungsi
dari upaya (f) dalam satuan trip, adalah sebagai berikut :
CPUE = a + bf
Hubungan antara effort (f) dengan catch (C) maka :
C = af – bf2
kemudian effort optimum (fopt) dapat diperoleh dengan menyamakan
turunan pertama catch terhadap effort = 0 , sehingga
C = af - bf2
C = a – 2 bf = 0
Fopt = - b
a
2
Untuk mendapatkan nilai maksimum lestari adalah sebagai berikut :
MSY = a (a/2b) - b (a2/4b
2)
MSY =
di mana :
b : slope (kemiringan garis regresi)
a : intersep (titik perpotongan garis regresi dengan sumbu y)
Dalam penggunaan metode ini, maka beberapa asumsi dasar yang harus
diperhatikan :
1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak
berpedoman atas struktur populasinya.
2) Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady
state (setelah mengalami penangkapan ikan pulih kembali) sesuai
dengan model pertumbuhan biomas seperti kurva logistic.
3) Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat
random
4) Hasil tangkapan yang di daratkan berasal dari perairan di kawasan Teluk
Bone dan tidak ada hasil tangkapan yang di daratkan di luar kawasan.
Pengujian terhadap koefisien regresi dan garis trend dilakukan dengan
hipotesis sebagai berikut :
H0 : b = 0
H1 : b ≠ 0
a2
4b
45
Jika b = 0, variabel bebas [upaya tangkap (trip)] tidak berpengaruh
terhadap variabel terikat (produksi dan CPUE). Jika b ≠ 0, variabel bebas
berpengaruh terhadap variabel terikat. Keputusan menerima H0 apabila P>0,05,
menolak H0 apabila P<0,05. Analisis uji hipotesis menggunakan software SPSS
ver.16.
Untuk menentukan pengelolaan bersama stok cakalang (shared stock)
dalam kawasan Teluk Bone (Gambar 9), maka dilakukan perhitungan dengan
cara sebagai berikut :
Menghitung MSY dan Fopt pada masing-masing zona (Utara, Tengah
dan Selatan), dengan menggunakan upaya penangkapan yang telah
distandariasi.
Menghtiung proporsi masing-masing zona dengan cara sebgai berikut :
Pzi = 3
1i
MSYzi
MSYzi untuk Fopt adalah Fzi =
3
1i
Foptzi
Foptzi
di mana :
Pzi : proporsi MSY pada zona ke i
MSYzi : nilai MSY pada zona ke i
Fzi : proporsi Fopt pada zona ke-i
Foptzi : nilai Fopt pada zona kei
Menghitung MSY pada seluruh kawasan Teluk Bone.
Menghitung MSY shared stock untuk masing-masing zona dan Fopt
dengan cara sebagai berikut :
MSYzi = Pzi x MSYsk
Foptzi = Fzi x Foptsk
di mana :
MSYsk : Nilai MSY shared stock untuk seluruh kawasan Teluk Bone.
Foptsk : Fopt dalam MSY shared stock untuk seluruh kawasan Teluk
Bone
MSYzi : Nilai MSY shared stock untuk zona ke-i
Foptzi : Nilai Fopt dalam MSY shared stock untuk zona ke-i
46
Gambar 9 Pendekatan untuk memperoleh MSY per zona dan MSY shared stock.
4.4 Hasil Penelitian
4.4.1 Alat tangkap (pole and line)
Alat tangkap pole and line adalah alat tangkap yang terdiri atas tangkai
atau joran (pole), tali pancing (line) dan mata pancing (hook) (Gambar 10).
Tangkai pancing terbuat dari bambu yang cukup tua berukuran panjang 2 m,
diameter pangkal 3 cm dan ujungnya berukuran 0,5 cm. Tali pancing terbuat
dari bahan nylon monofilament berwarna putih/bening berukuran panjang 1,5-2
m berdiameter 3 mm. Ujung bagian atas dihubungkan dengan lilitan tali dan
ujung bagian bawah dihubungkan dengan tali pancing yang terbuat dari bahan
yang sama dengan tali pancing utama dan berukuran 15-20 cm.
Mata pancing yang umum digunakan bernomor 8 dan terbuat dari baja
yang tidak berkait balik, pembungkus terbuat dari kulit dan diujung mata pancing
dipasang bulu ayam berwarna putih atau merah sebagai umpan buatan.
MSYsk (shared stock)
PZs
PZt
PZu
47
Gambar 10 Joran, tali dan mata pancing yang dipakai oleh nelayan pole and line di kawasan Teluk Bone
Alat-alat yang digunakan dalam unit penangkapan pole and line antara
lain :
1. Ember besar
Digunakan untuk menampung umpan yang diambil dari bak umpan sebelum
dilemparkan ke laut. Alat ini terbuat dari plastik dan mempunyai ukuran
diameter 50 hingga 60 cm.
2. Alat pembuang umpan dipakai dengan beberapa tujuan tergantung
ukurannya, yang besar berdiameter 40 cm berfungsi untuk memindahkan
umpan hidup dari palkah umpan ke ember, sedangkan yang berukuran kecil
(diameter 25 cm) dipakai untuk proses menebar umpan ke laut.
4.4.2 Kapal
Kapal dalam armada penangkapan pole and line berfungsi untuk
mengangkut nelayan dan alat tangkap dari fishing base ke fishing ground serta
kembali ke fishing base atau tempat pendaratan lainnya. Selain itu kapal juga
berfungsi membawa hasil tangkapan, umpan hidup dan mengejar gerombolan
ikan.
Kapal pole and line yang digunakan terbuat dari kayu biti dan jati dan
menggunakan mesin dalam (inboard engine). Motor dalam yang digunakan
48
mempunyai kekuatan mesin antara 74-220 HP dengan bahan bakar solar.
Panjang kapal berukuran antara 15-22,5 m, lebar 3,5-5,20 m dan dalam 1,56-210
cm serta bertonage 15-30 GT. Kapal pole and line memiliki tempat pemancingan,
palkah ikan, bak umpan hidup, pipa penyemprot, sayap dan peralatan navigasi.
Konstruksi kapal pole and line disajikan pada Gambar 11 dan 12.
Tempat pemancingan (flying deck) pada kapal pole and line terdapat
di bagian haluan kapal. Daerah pemancingan ini berbentuk jajaran genjang dan
dilengkapi tempat duduk pemancing dengan kapasitas 10 orang bagian depan, 2
orang pada sisi kanan dan sisi kiri.
Palkah ikan berfungsi selain untuk menyimpan hasil tangkapan juga
berfungsi membawa perbekalan es balok selama operasi penangkapan. Palkah
ikan berukuran panjang 250 cm, lebar 150 cm dan tinggi 150 cm. Jumlah palkah
ikan setiap kapal dua unit yang terletak di atas dek kapal bagian tengah.
Bak umpan hidup sebanyak 2 unit, dengan ukuran panjang 250 cm, lebar
135 cm dan tinggi 230 cm. Pada setiap bak terdapat lubang dengan diameter 10
cm. Sistem sirkulasi dalam bak umpan diatur dengan menggunakan belahan
bambu yang dimasukkan ke dalam salah satu lubang.
Gambar 11 Contoh konstruksi kapal pole and line di kawasan Teluk Bone.
Keterangan : A. Anjungan F. Palkah Ikan B. Kamar Mesin G. Bak Umpan Hidup C. Kamar Tidur H. Tempat Pemancingan D. WC I. Pele-pele E. Dapur J. Platform
49
Gambar 12 Kapal pole and line di kawasan Teluk Bone.
Pipa penyemprot (water sprayer) berada di dekat tempat pemancingan.
Pipa-pipa yang digunakan diameter 1,5 cm terbuat dari besi disambung dengan
slang plastik. Air yang digunakan untuk menyemprot berasal dari air laut dengan
menggunakan tenaga mesin. Sayap (platform) merupakan tempat yang
dilebihkan disekeliling badan kapal. Daerah ini mempunyai lebar 60 cm yang
berfungsi sebagai tempat boy-boy melemparkan umpan.
4.4.3 Tenaga kerja/nelayan
Nelayan pada umumnya hanyalah mengandalkan kemampuan fisik saja,
sedangkan tingkat pendidikan bukan merupakan keharusan bagi nelayan namun
yang lebih penting adalah keterampilan dan semangat kerja. Pada dasarnya
jumlah tenaga kerja/nelayan dalam pengoperasian kapal pole and line tergantung
ukuran kapal dan teknologi yang digunakan. Jumlah nelayan di atas kapal
berjumlah 15-20 orang. Pembagian kerjanya terdiri atas satu orang kapten kapal
(nahkoda) sebagai fishing master bertugas dan bertanggung jawab terhadap
keberhasilan penangkapan dan keselamatan anak buah kapal selama pelayaran,
satu orang kepala kamar mesin bertugas menjaga kestabilan dan kelancaran
kerja mesin, satu orang boy-boy (penebar umpan), satu orang palolang (yang
mengambil umpan dari bak besar ke bak kecil) dan pemancing.
Pemancing inti harus berpengalaman dan umumnya berada di bagian
depan haluan kapal berjumlah 10 orang dengan posisi merapat dan sisanya dua
orang pada bagian samping kiri dan dua orang pada bagian kanan.
50
4.4.4 Operasi dan daerah penangkapan
Sebelum operasi penangkapan ikan persiapan yang harus dilakukan
adalah persiapan sebelum kapal berangkat meliputi pengisisan bahan bakar, air
tawar, es, perbekalan makanan dan surat-surat kapal.
Bahan bakar yang digunakan untuk mesin kapal dan generator adalah
solar. Dalam satu trip (satu hari operasi penangkapan) membutuhkan 1 drum
bahan bakar atau kurang lebih 200 liter.
Air tawar yang dibawa sepenuhnya digunakan untuk keperluan memasak
dan minum selama kapal beroperasi. Untuk ransum atau perbekalan makanan
meliputi beras, gula, kopi, teh, mie instan, lauk pauk dan lain-lain. Hasil
tangkapan yang diperoleh agar tidak mudah rusak (busuk) menggunakan es
balok dengan berat 10 kg/balok. Persiapan terakhir sebelum berangkat adalah
surat-surat kapal seperti surai izin perikanan dan lain-lain.
Sesudah persiapan dilaksanakan kapal menuju daerah pencarian umpan.
Kapal meninggalkan fishing base sekitar pukul 20.00 Wita. Kapal bergerak
terus menerus sambil mencari umpan hidup dari nelayan bagan, komunikasi
antara nelayan pole and line dan nelayan bagan dilakukan dengan
menggunakan alat komunikasi HP. Setelah memperoleh informasi dari nelayan
bagan, maka kapal pole and line menuju ke bagan. Ikan umpan dipindahkan
dari bagan ke palkah kapal pole and line secara hati-hati agar ikan umpan tidak
mengalami stres. Untuk mendapatkan umpan hidup nelayan membeli dari bagan
yang dioperasikan sepanjang malam dengan menggunakan cahaya lampu. Satu
trip penangkapan umpan yang digunakan berkisar 24-50 ember. Tiap palkah
berkapasitas sekitar 50 ember umpan (setiap ember kira-kira setara dengan 2 kg
umpan). Adapun fungsi dari palkah umpan hidup ini adalah untuk menyimpan
umpan hidup agar dapat bertahan hidup sampai operasi penangkapan selesai.
Pada bak umpan tersebut terdapat lubang yang berfungsi sebagai tempat
sirkulasi air sehingga kualitas air tetap terjamin. Kekuatan sirkulasi air perlu
diatur untuk mencegah umpan terlalu cepat bergerak dan mati sebagai akibat
dari sirkulasi air yang terlalu cepat.
Jika umpan tidak mencukupi dari alat bagan atau alat bagan tidak
beroperasi maka nelayan pole and line mengambil umpan dari nelayan payang
yang dalam bahasa daerah setempat disebut ’papanja’. Nelayan ’panja’ ini hanya
ditemukan di Kabupaten Bone. Daerah penangkapan untuk umpan hidup
umumnya adalah pada perairan teluk yang dangkal dan perairan yang terlindung
dari gelombang dan arus kuat. Ikan yang umumnya digunakan sebagai umpan
51
hidup untuk pole and line adalah jenis teri dari genera Stolephorus, seperti
Stolephorus indicus. Jika Stolephorus tidak tersedia maka nelayan biasa
menggunakan jenis umpan yang lain seperti ikan layang (Decapterus sp) yang
berukuran kecil atau dari jenis tembang (sardinella) sp. Pengambilan umpan
pada nelayan bagan dilakukan dengan sistem langganan, namun ada pula yang
dibeli secara langsung.
Untuk keberhasilan penangkapan dengan pole and line, ketersediaan
umpan hidup sangatlah penting, karena umpan hidup berfungsi sebagai atraktan
untuk menarik kawanan ikan cakalang mendekat ke kapal. Penggunaan jenis
umpan ini sangat tergantung dari hasil tangkapan nelayan bagan. Sesudah
jumlah umpan diperkirakan mencukupi kapal pole and line menuju daerah
fishing ground.
Pemancingan ikan umumnya dilakukan pada pagi hingga siang hari,
kadang pula dilakukan pada sore hari jika persediaan umpan hidup masih ada.
Sebagian besar alat pole and line dioperasikan disekitar rumpon (Gambar 13).
Gambar 13 Konstruksi rumpon sebagai alat untuk mengumpulkan cakalang.
Namun ada pula yang mencari lokasi penangkapan dengan melakukan
pengamatan di sekitar perairan tersebut. Pengamatan di sekitar perairan
misalnya dengan melihat kawanan burung laut yang beterbangan di atas
permukaan air dan kawanan ikan lumba-lumba yang meloncat di permukaan air
(Gambar 14 dan 15).
Keterangan :
1. Tanda Pengenal 2. Rakit Bambu
3. Pelepah kelapa
4. Batu pemberat pelepah 5. Anyaman rotan
6. Batu pemberat pada rumpon
52
Gambar 14 Burung-burung yang beterbangan di atas permukaan laut.
Gambar 15 Kawanan lumba-lumba yang meloncat di atas permukaan laut.
Proses kegiatan penangkapan cakalang di Teluk Bone dalam satu trip
disajikan pada Gambar 16.
53
Mulai
Persiapan operasi
penangkapan
Menuju Fishing
ground bagan
Pelayaran
Kualitas,
kuantitas
cukup
Pelayaran fishing
ground cakalang
Tinggalkan fishing
ground
Penanganan ikan
Pencatatan hasil
tangkapan
Selesai
Persiapan umpan
Kegiatan memancing
Layak
yatidak
ya
tidak
Tidak
mancing
One day
fishing
Gambar 16 Skema proses penangkapan cakalang dengan pole and line di kawasan Teluk Bone.
54
4.4.5 Kondisi oseanografi
Perairan laut kawasan Teluk Bone merupakan perairan yang semi
tertutup dibandingkan dengan perairan Selat Makassar dan Laut Flores, karena
secara geografis terletak di sebelah Timur daratan Sulawesi Selatan dan sebelah
Barat daratan Sulawesi Tenggara. Berdasarkan letak geografis tersebut maka
kondisi kawasan perairan Teluk Bone relatif berbeda dengan kondisi perairan
Selat Makassar dan Laut Flores. Kondisi oseanografi kawasan perairan Teluk
Bone yang diperoleh dari Ocean Color Time-Series Online Visualization hasil
citra satelit MODIS-Terra yang dikeluarkan oleh NASA (National Aeronautics and
Space Administration) untuk data SPL dan data klorofil-a menggunakan citra
satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) hasil citra satelit
Aqua. Data citra satelit yang digunakan telah dianalisis berdasarkan GES-DISC
Interactive Online Visualization and Analysis Infrastructure (GIOVANNI) dalam
kurun waktu 2 tahun (2006-2007). Data salinitas diperoleh dari hasil pengukuran
langsung (in situ) selama 6 bulan dengan menggunakan alat conductivity meter.
1) Suhu permukaan laut (SPL)
Untuk melihat hubungan antara SPLcitra dan SPLinsitu dilakukan analisis
regresi. Hasil analisis hubungan SPLcitra dan SPLinsitu pada lokasi penelitian
(Zona Utara) (Gambar 17) diperoleh model persamaan :
SPLcitra = 12,875 + 0,5924 SPLinsitu
dengan koefisien korelasinya (r) 0,63. Hasil analisis hubungan SPLcitra dan
SPLinsitu pada lokasi penelitian (Zona Tengah) (Gambar 17) diperoleh model
persamaan :
SPLcitra = 6,1074 + 0,801 SPLinsitu
dengan koefisien korelasinya (r) 0,70. Hasil analisis hubungan SPLcitra dan
SPLinsitu pada lokasi penelitian (Zona Selatan) (Gambar 17) diperoleh model
persamaan :
SPLcitra = 2,0574 + 0,9177 SPLinsitu
dengan koefisien korelasinya (r) 0,77. Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r)
dari ketiga persamaan tersebut, terlihat ada korelasi antara data citra dan insitu,
terlihat ada hubungan satu sama lain. Dengan kata lain citra MODIS yang
digunakan baik untuk merepresentasikan kondisi SPL di lokasi penelitian.
Kisaran rataan SPL bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara
adalah 28,8-31,70C, Zona Tengah pada kisaran 27,9-31,50C, Zona Selatan pada
kisaran 27,0-31,10C. Kecenderungan perubahan SPL bulanan dalam kurun
55
waktu 2 tahun di setiap zona menunjukkan SPL cenderung tinggi pada bulan
Maret, April, Nopember dan Desember di Zona Utara, April dan Desember di
Zona Tengah dan Zona Selatan (Gambar 18 ).
y = 0,592x + 12,87R² = 0,401
30,40
30,80
31,20
31,60
32,00
30,00 30,40 30,80 31,20 31,60
SS
T c
itra
SST Insitu
Utara
y = 0,801x + 6,107R² = 0,484
29,80
30,20
30,60
31,00
31,40
30,00 30,20 30,40 30,60 30,80 31,00 31,20
SS
T c
itra
SST insitu
Tengah
y = 0,917x + 2,057R² = 0,589
28,80
29,20
29,60
30,00
30,40
30,80
31,20
29,60 30,00 30,40 30,80 31,20 31,60
SP
L c
itra
SST insitu
Selatan
Gambar 17 Hubungan antara : SPLinsitu dan SPLcitra (Utara, Tengah dan Selatan)
56
SPL pada bulan Agustus dan September cenderung rendah di Zona Utara
yang juga menunjukkan perubahan yang sama di zona lain. Kisaran rataan
terendah SPL di Zona Utara adalah 28,8-28,90C, Zona Tengah pada kisaran
27,9-28,20C, dan Zona Selatan 27-27,30C. Kisaran rata-rata SPL bulanan
tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara adalah 31,6 -31,70C, di Zona
Tengah pada kisaran 31,3-31,50C, dan di Zona Selatan pada kisaran 30,8-
31,10C. SPL pada bulan Agustus 2007 terjadi perubahan terendah dalam kurun
waktu 2 tahun di semua zona, di mana Zona Utara mencapai 28,90C , Zona
Tengah mencapai 28,00C, dan Zona Selatan mencapai 27,30C.
Gambar 18 Rataan SPL (0C) di Zona Utara, Tengah dan Selatan
Pola sebaran SPL secara mendatar pada masing-masing zona pada
musim Barat (Desember 2006-Februari 2007) dapat dilihat pada Gambar 19.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa SPL di Zona Utara berkisar antara 31,7-
320C, di Zona Tengah berkisar antara 30,2-31,80C dan di Zona Selatan berkisar
antara 29,9-30,70C. Meskipun pada musim yang sama namun di Zona Utara
memiliki sebaran SPL yang besar dibandingkan pada Zona Tengah dan Zona
Selatan.
Pola sebaran SPL musim Barat dan Timur pada Zona Selatan dapat
dilihat pada Gambar 20. Dari gambar tersebut terlihat bahwa SPL di Zona
Selatan pada musim Barat berkisar antara 29,9-30,70C dan pada musim Timur
berkisar antara 27,8-28,60C dan nilai sebaran SPL pada musim Barat pada zona
yang sama (Zona Selatan) lebih tinggi dibandingkan pada musim Timur.
57
Gambar 19 Sebaran mendatar SPL pada musim Barat di Zona Utara,
Tengah dan Selatan
Utara
Tengah
Selatan
58
Gambar 20 Sebaran mendatar SPL pada musim Barat dan Timur di Zona Selatan
2) Salinitas
Kisaran rataan salinitas insitu bulanan berfluktuatif pada setiap zona
selama pengukuran. Pada Zona Utara kisaran salinitas adalah 32,4-33,8 o/oo,
Zona Tengah kisaran salinitas adalah 32,6-33,9 o/oo, dan Zona Selatan kisaran
salinitas adalah 32,5-33,8 o/oo. Kecenderungan perubahan salinitas bulanan
dalam kurun waktu 6 bulan di setiap zona menunjukkan salinitas cenderung
tinggi pada bulan Mei di Zona Utara, April di Zona Tengah dan bulan Maret dan
Mei di Zona Selatan dan salinitas rendah pada bulan Januari di Zona Utara,
Februari di Zona Tengah dan Selatan (Gambar 21 ).
Musim Barat
Musim Timur
59
32,0
32,4
32,8
33,2
33,6
34,0
Jan Peb Mar Apr Mei Jun
Sali
nit
as (
0/0
0)
Bulan
Utara Tengah Selatan
Gambar 21 Rataan salinitas (o/oo) di Zona Utara, Tengah dan Selatan
Pola sebaran mendatar salinitas di Zona Utara pada musim Barat dan
Tiimur dapat diihat pada Gambar 22.
Gambar 22 Sebaran mendatar salinitas pada musim Timur dan Barat di Zona Utara
Musim Barat
Musim Timur
60
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa nilai salinitas pada musim
Barat berkisar antara 31,7-33,1 o
/oo dan pada musim Timur berkisar antara 32,4-
33,3 o/oo dan selanjutnya nilai salinitas yang rendah berada disekitar dekat pantai
baik pada musim Barat maupun Timur. Hal ini disebabkan karena pengaruh air
sungai yang bermuara disepanjang pantai Teluk Bone.
3) Klorofil-a
Kisaran rataan klorofil-a bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di kawasan
perairan Teluk Bone menunjukkan di Zona Utara pada kisaran 0,26-0,78 mg/m3,
Zona Tengah pada kisaran 0,14-0,38 mg/m3, Zona Selatan 0,17-0,31 mg/m3
(Gambar 23). Kecenderungan perubahan bulanan klorofil-a dalam kurun waktu 2
tahun menunjukkan di Zona Utara konsentrasi klorofil-a lebih tinggi dibandingkan
zona lainnya, walaupun terdapat kecenderungan berbeda secara bulanan di
setiap zona. Kecenderungan perubahan rataan bulanan dalam kurun waktu 2
tahun di Zona Utara relatif tidak berfluktuatif, kecuali pada bulan April.
Kisaran rataan bulanan klorofil-a dengan konsentrasi yang rendah di
Zona Utara pada kisaran 0,26-0,28 mg/m3, Zona Tengah pada kisaran 0,14-0,18
mg/m3, Zona Selatan pada kisaran 0,18-0,20 mg/m3. Konsentrasi rataan klorofil-
a tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona Utara sebesar 0,78 mg/m3 di bulan
April 2007. Konsentrasi rataan tertinggi dalam kurun waktu 2 tahun di Zona
Tengah 0,38 mg/m3 di bulan Juli 2007. Konsentrasi rataan klorofil-a dalam kurun
waktu 2 tahun di Zona.Selatan sebesar 0,31 mg/m3 di bulan Oktober 2006.
Gambar 23 Rataan klorofil-a (mg/m3) di Zona Utara, Tengah dan Selatan
61
Pola sebaran klorofil-a secara mendatar pada masing-masing zona pada
musim Timur (Juni-Agustus 2007) dapat dilihat pada Gambar 24. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa klorofil-a di Zona Utara berkisar antara 0,3-3,1 mg/m3, di
Zona Tengah berkisar antara 0,2-1,0 mg/m3 dan di Zona Selatan berkisar antara
0,2-0,8 mg/ m3
Gambar 24 Sebaran mendatar klorofil-a pada musim Timur di Zona Utara, Tengah dan Selatan
Pola sebaran klorofill-a musim Barat dan Timur pada Zona Selatan dapat
dilihat pada Gambar 25. Dari gambar tersebut terlihat bahwa klorofil-a di Zona
Utara
Tengah
Selatan
62
Selatan pada musim Barat berkisar antara 0,18-0,30 mg/m3 dan pada musim
Timur berkisar antara 0,2-0,8 mg/m3 dan nilai sebaran klorofil-a pada musim
Barat pada zona yang sama (Zona Selatan) lebih tinggi dibandingkan pada
musim Timur
Gambar 25 Sebaran mendatar klorofil-a pada musim Timur dan Barat di
Zona Selatan
4.4.6 Perkembangan produksi
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa produksi cakalang dihitung
dari proporsi produksi hasil tangkapan cakalang dari alat pole and line, purse
seine, jaring insang hanyut dan pancing tonda yang dioperasikan oleh nelayan
pada 7 kabupaten/kota yang berada di sepanjang pesisir kawasan Teluk Bone
yaitu : Kabupaten Luwu, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo. Hasil
perhitungan produksi (ton) cakalang dari data statistik Dinas Perikanan dan
Kelautan Sulawesi Selatan selama tahun 1996-2006 yang telah diolah pada
Zona Utara, Zona Tengah dan Zona Selatan disajikan pada Tabel 5, 6 dan 7.
Musim Barat
Musim Timur
63
Tabel 5 Produksi (ton) cakalang dari 4 jenis alat tangkap di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Jenis alat tangkap
Pole and line Purse seine Jaring insang
hanyut
Pancing tonda
1996 950,2 106,3 324,8 35,5
1997 882,5 98,2 519,4 34,2
1998 726,4 98,5 505,0 10,6
1999 882,9 86.0 468,7 77,6
2000 613,7 101,3 574,7 58,1
2001 712,0 121,1 311,4 61,8
2002 901,0 95,0 287,0 28,0
2003 1.050,9 142,0 429,0 36,0
2004 813,3 96,0 395,0 31,0
2005 572,0 69,8 264,4 86,4
2006 679,0 76,3 204,1 166,0
Total 8.783,9 1.090,5 4.283,5 625,2
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah
Tabel 6 Produksi (ton) cakalang dari 3 jenis alat tangkap di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone
Tahun Jenis alat tangkap
Pole and line Jaring insang hanyut Pancing tonda
1996 4.883,10 3.188,96 1.893,45
1997 2.734,98 1.786,11 1.060,50
1998 3.342,39 2.182,78 1.296,03
1999 3.829,94 2.501,18 1.485,08
2000 3.971,74 2.593,79 1.540,06
2001 4.211,11 2.750,11 1.632,88
2002 4.407,16 2.878,14 1.708,90
2003 4.408,19 2.878,82 1.709,30
2004 4.416,37 2.884,16 1.712,47
2005 4.417,74 2.885,06 1.713,00
2006 4.506,09 2.942,75 1.747,26
Total 45.128,80 29.471,87 17.498,92
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah
64
Tabel 7 Produksi (ton) cakalang dari 4 jenis alat tangkap di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Jenis alat tangkap
Pole and line Purse seine Jaring insang
hanyut
Pancing tonda
1996 1.038,3 540,0 1.502,0 158,0
1997 914,1 261,0 1.116,0 323,0
1998 1.022,4 452,0 952,4 215,0
1999 1.660,0 762,0 1.240,0 98,0
2000 1.145,7 395,0 1.115,0 582,0
2001 1.615,3 126,1 1.275,5 98,5
2002 1.561,7 255,0 950,0 395,0
2003 864,9 665,0 952,0 303,0
2004 1.509,1 972,0 702,0 1.365,1
2005 1.440,7 1.199,8 880,0 929,7
2006 2.128,3 847,9 972,0 589,0
Total 14.900,5 6.475,8 11.656,9 5.056,3
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah
Berdasarkan tabel tersebut di atas pada Zona Utara produksi tertinggi
pole and line dicapai pada tahun 2003 sebesar 1.050,9 ton dan terendah pada
tahun 2000 sebesar 613,7 ton. Produksi tertinggi alat tangkap purse seine
dicapai pada tahun 2003 sebesar 142 ton dan terendah pada tahun 2005
sebesar 69,8 ton. Produksi tertinggi jaring insang hanyut dicapai pada tahun
2000 sebesar 574,7 ton dan terendah pada tahun 2006 sebesar 204,1 ton.
Selanjutnya produksi tertinggi pancing tonda dicapai pada tahun 2006 sebanyak
166 ton dan terendah dicapai pada tahun 1998 sebanyak 10,6 ton. Produksi
total tertinggi dihasilkan oleh alat pole and line sebanyak 8.783,9 ton dan yang
terendah dihasilkan oleh alat pancing tonda sebanyak 625,2 ton. Selanjutnya
pada Zona Tengah produksi tertinggi pole and line dicapai pada tahun 1996
sebesar 4,883,10 ton dan terendah pada tahun 1998 sebesar 3.342,39 ton.
Produksi tertinggi jaring insang hanyut dicapai pada tahun 1996 sebesar
3.188,96 ton dan terendah pada tahun 1997 sebesar 1.786,11 ton. Selanjutnya
produksi tertinggi pancing tonda dicapai pada tahun 1996 sebanyak 1.893,45 ton
dan terendah dicapai pada tahun 1997 sebanyak 1060,50 ton. Produksi total
tertinggi dihasilkan oleh alat pole and line sebanyak 45.128,8 ton dan yang
terendah dihasilkan oleh alat pancing tonda sebanyak 17.498,92 ton.
Sedangkan pada Zona Selatan produksi tertinggi pole and line dicapai pada
tahun 2006 sebesar 2.128,3 ton dan terendah pada tahun 1997 sebesar 914,1
ton. Produksi tertinggi alat tangkap purse seine dicapai pada tahun 2005
65
sebesar 1.199,8 ton dan terendah pada tahun 2001 sebesar 126,1 ton. Produksi
tertinggi jaring insang hanyut dicapai pada tahun 1996 sebesar 1.502 ton dan
terendah pada tahun 2002 sebesar 950 ton. Selanjutnya produksi tertinggi
pancing tonda dicapai pada tahun 2004 sebanyak 1.365,1 ton dan terendah
dicapai pada tahun 1996 sebanyak 158 ton. Produksi total tertinggi dihasilkan
oleh alat pole and line sebanyak 14.900,5 ton dan yang terendah dihasilkan oleh
alat pancing tonda sebanyak 5.056,3 ton. Besarnya upaya penangkapan untuk
mengeksploitasi sumberdaya perikanan cakalang pada Zona Utara, Zona
Tengah dan Zona Selatan disajikan pada tabel 8, 9 dan 10.
Tabel 8 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 4 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang
di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Jenis alat tangkap
Pole and line Purse seine Jaring insang
hanyut
Pancing tonda
1996 1.031 156 319 217
1997 1.728 110 422 234
1998 1.530 125 220 267
1999 1.494 98 430 112
2000 1.234 122 501 311
2001 1.404 135 282 275
2002 307 107 229 106
2003 1.758 149 301 128
2004 696 129 268 80
2005 525 107 180 246
2006 2.076 110 164 404
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah
66
Tabel 9 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 3 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang
di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Jenis alat tangkap
Pole and line Jaring insang
hanyut
Pancing tonda
1996 12.336 6.877 5.459
1997 11.668 4.659 9.820
1998 15.562 3.207 12.355
1999 12.561 2.834 1.728
2000 13.458 997 740
2001 22.288 899 1.551
2002 25.032 1.308 884
2003 10.651 3.555 7.095
2004 12.038 2.651 4.427
2005 17.961 2.482 878
2006 12.193 3.360 1.595
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah
Tabel 10 Upaya penangkapan ikan (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan 4 jenis alat tangkap untuk menangkap cakalang
di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Jenis alat tangkap
Pole and line Purse seine Jaring insang
hanyut
Pancing tonda
1996 2.672 825 870 1.618
1997 2.752 1.808 824 1.052
1998 2.118 1.345 724 821
1999 3.254 1.256 837 822
2000 2.516 2.187 572 1.354
2001 2.458 1.516 545 724
2002 2.563 1.738 430 675
2003 2.378 2.128 520 876
2004 5.100 2.356 658 381
2005 4.424 2.923 510 1.941
2006 3.666 1.461 736 1.689
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Sul-Sel (1996-2006) yang sudah diolah
Untuk menyeragamkan besarnya nilai upaya penangkapan dilakukan
standarisasi upaya penangkapan yaitu dengan mengalikan nilai fishing power
index (FPI) dengan upaya penangkapan (trip). Alat yang dijadikan standar
adalah jaring insang hanyut karena nilai CPUE dari alat tersebut memiliki nilai
yang terbesar dibanding alat tangkap lainnya, sehingga nilai FPI jaring insang
67
hanyut adalah 1. Hasil perhitungan nilai upaya penangkapan standar pada
masing-masing zona yaitu Zona Utara, Tengah dan Selatan disajikan pada Tabel
11, 12 dan 13.
Tabel 11 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang
di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone
.Tahun
Jenis alat tangkap Jumlah
upaya
(standar)
Pole and line
Purse seine
Jaring insang hanyut
Pancing tonda
1996 933 104 319 35 1.392
1997 717 80 422 28 1.247
1998 316 43 220 5 584
1999 810 79 430 71 1.390
2000 535 88 501 51 1.175
2001 645 110 282 56 1.092
2002 719 76 229 22 1.046
2003 737 100 301 25 1.163
2004 552 65 268 21 906
2005 389 48 180 59 676
2006 546 61 164 133 904
Tabel 12 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang
di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Jenis alat tangkap Jumlah
upaya
(standar)
Pole and line Jaring insang hanyut
Pancing tonda
1996 10.530 6.877 4.058 21.491
1997 7.134 4.659 2.766 14.559
1998 4.911 3.207 1.904 10.022
1999 4.340 2.834 1.683 8.856
2000 1.527 997 592 3.116
2001 1.377 899 534 2.809
2002 2.003 1.308 777 4.088
2003 5.444 3.555 2.111 11.109
2004 4.059 2.651 1.574 8.284
2005 3.801 2.482 1.474 7.756
2006 5.145 3.360 1.995 10.500
68
Tabel 13 Upaya penangkapan standar (trip) dari armada penangkapan ikan yang mengoperasikan alat tangkap untuk menangkap cakalang
di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone
Tahun
Jenis alat tangkap Jumlah
upaya
(standar)
Pole and line
Purse seine
Jaring insang hanyut
Pancing tonda
1996 601 313 870 92 1.876
1997 675 193 824 238 1.930
1998 777 344 724 163 2.008
1999 1.121 514 837 66 2.538
2000 588 203 572 299 1.661
2001 690 54 545 42 1.331
2002 707 115 430 179 1.431
2003 472 363 520 166 1.521
2004 1.415 911 658 1.280 4.263
2005 835 695 510 539 2.579
2006 1.612 642 736 446 3.436
Hasil tangkapan per trip (CPUE) pada masing-masing zona mengalami
fluktuatif. Untuk perairan pada Zona Utara CPUE terendah diperoleh pada
tahun 1996 sebesar 1.018 (ton/trip). Namun dalam kurun waktu 2004 – 2006
nilai CPUE mengalami penurunan dari 1,474 ton/trip menjadi 1,245 ton/trip, dan
tidak ada peningkatan jumlah trip. Untuk perairan pada Zona Tengah, CPUE
terendah diperoleh pada tahun 1997 sebesar 0.383 ton/trip. Namun dalam kurun
waktu 2001-2006 nilai CPUE mengalami penurunan dari 3,059 ton/trip menjadi
0,876 ton/trip, meskipun terjadi peningkatan jumlah trip. Sedangkan pada Zona
Selatan CPUE terendah diperoleh pada tahun 2004 sebesar 1.067 ton/trip.
Namun dalam kurun waktu 2001 – 2006 nilai CPUE mengalami penurunan dari
2,040 ton/trip menjadi 1,320 ton/trip, meskipun terjadi peningkatan jumlah trip
(Tabel 14, 15 dan 16).
69
Tabel 14 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone
Tahun Total Produksi (ton)
Total Upaya (trip)
CPUE (ton/trip)
1996 1.416,8 1.392 1,018
1997 1.534,3 1.247 1,231
1998 1.340,5 584 2,295
1999 1.515,2 1.390 1,090
2000 1.347,8 1.175 1,147
2001 1.206,3 1.092 1,104
2002 1.311,0 1.046 1,253
2003 1.357,9 1.163 1,167
2004 1.335,3 906 1,474
2005 992,6 676 1,469
2006 1.125,4 904 1,245
Tabel 15 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone
Tahun Total Produksi (ton)
Total Upaya (trip)
CPUE (ton/trip)
1996 9.965,5 21.962 0,464
1997 5.581,6 14.559 0,383
1998 6.821,2 10.022 0,681
1999 7.816,2 8.856 0,883
2000 8.105,6 3.116 2,602
2001 8.594,1 2.809 3,059
2002 8.994,2 4.088 2,200
2003 8.996,3 11.109 0,810
2004 9.013,0 8.284 1,088
2005 9.015,8 7.756 1,162
2006 9.196,1 10.500 0,876
70
Tabel 16 Nilai CPUE (ton/trip) setiap perikanan cakalang di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone
Tahun Total Produksi (ton)
Total Upaya (trip)
CPUE (ton/trip)
1996 2.738,3 1.876 1,460
1997 2.614,1 1.930 1,354
1998 2.641,8 2.008 1,315
1999 3.460,0 2.538 1,363
2000 3.037,7 1.661 1,829
2001 2.715,4 1.331 2,040
2002 2.661,7 1.431 1,860
2003 2.664,9 1.521 1,752
2004 4.548,2 4.263 1,067
2005 4.450,2 2.579 1,725
2006 4.537,2 3.436 1,320
Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 1) untuk Zona Utara diperoleh nilai
Fhitung = 7,44 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh antara
jumlah upaya (trip) terhadap produksi dan keduanya mempunyai hubungan linier.
Nilai koefesien regresi b = 0,405 sedangkan nilai konstanta a = 890,3, koefisien
korelasi (r) = 0,67,sehingga model persamaan regresinya adalah y = 890,3 +
0,405 x (Gambar 26). Nilai r positif artinya bahwa peningkatan upaya
meningkatkan pula produksi (ton), namun pertambahan produksi per unit alat
semakin menurun, hal ini terlihat dari nilai hasil regresi antara CPUE dengan
upaya penangkapan (trip).
Gambar 26 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone.
71
Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 2) untuk Zona Utara
diperoleh nilai Fhitung = 18,19 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya
pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai
hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,0011 sedangkan nilai konstanta
a = 2,47, koefisien korelasi (r) = 0,82,sehingga model persamaan regresinya
adalah CPUE = 2,47 – 0,0011 upaya (Gambar 27). Dari persamaan di atas
menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun
dengan penambahan upaya (trip).
96
97
98
99000102
1163
0405
06
y = 2,47- 0,0011x
R² = 0,67
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
0 500 1000 1500
CP
UE
Upaya (trip)
Gambar 27 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone. Berdasarkan Gambar 27 menunjukkan bahwa korelasi negatif antara
upaya dan CPUE menunjukkan bahwa semakin tinggi upaya semakin rendah
nilai CPUE. Korelasi negatif antara upaya dan CPUE mengindikasikan bahwa
produktivitas alat tangkap akan menurun bila upaya ditambah. Hubungan antara
upaya dan CPUE berbentuk linier (R2=0,67).
Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 3) untuk Zona Tengah diperoleh
nilai Fhitung = 0,003 (P>0,05), maka hal ini menunjukkan tidak adanya
pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap produksi. Nilai koefesien regresi b
= 0,004 sedangkan nilai konstanta a = 8330,8, koefisien korelasi (r) =
0,02,sehingga model persamaan regresinya adalah y = 8330,8 + 0,004 x
(Gambar 28).
72
95
97
99
990001
02 0304
05 06
0
2000
4000
6000
8000
10000
0 5000 10000 15000 20000 25000
Pro
du
ksi (t
on
)
Upaya (trip)
y = 8330,8 + 0,004x
R2 = 0,0004
Gambar 28 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone.
Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 4) untuk Zona Tengah
diperoleh nilai Fhitung = 19,29 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya
pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai
hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,00014 sedangkan nilai konstanta
a = 2,58, koefisien korelasi (r) = 0,83,sehingga model persamaan regresinya
adalah CPUE = 2,58 – 0,00014 upaya (Gambar 29). Dari persamaan di atas
menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun
dengan penambahan upaya (trip).
9798
99
00
01
02
030405
06
y = 2,58 - 0,00014x
R² = 0,68
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
0 5000 10000 15000 20000
CP
UE
Upaya (trip)
Gambar 29 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone . Berdasarkan gambar 29 menunjukkan bahwa korelasi negatif antara
upaya dan CPUE menunjukkan bahwa semakin tinggi upaya semakin rendah
nilai CPUE. Korelasi negatif antara upaya dan CPUE mengindikasikan bahwa
73
produktivitas alat tangkap akan menurun bila upaya ditambah. Hubungan antara
upaya dan CPUE berbentuk linier (R2=0,68).
Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 5) untuk Zona Selatan diperoleh
nilai Fhitung = 31,05 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya pengaruh
antara jumlah upaya (trip) terhadap produksi dan keduanya mempunyai
hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = 0,799 sedangkan nilai konstanta a =
1493,47, koefisien korelasi (r) = 0,88,sehingga model persamaan regresinya
adalah y = 1493,47 + 0,799 x (Gambar 30). Nilai r positif artinya bahwa
peningkatan upaya meningkatkan pula produksi (ton), namun pertambahan
produksi per unit alat semakin menurun, hal ini terlihat dari nilai hasil regresi
antara CPUE dengan upaya penangkapan (trip).
9697
98
9900
010203
040506
0
1000
2000
3000
4000
5000
0 1000 2000 3000 4000 5000
Pro
du
ksi (
ton
)
Upaya (trip)
y = 1493, 97 + 0,799x
R2 = 0,78
Gambar 30 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone.
Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 6) untuk Zona Selatan
diperoleh nilai Fhitung = 18,19 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan adanya
pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya mempunyai
hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,0003 sedangkan nilai konstanta
a = 2,12, koefisien korelasi (r) = 0,76,sehingga model persamaan regresinya
adalah CPUE = 2,12 – 0,0003 upaya (Gambar 31). Dari persamaan di atas
menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas alat tangkap menurun
dengan penambahan upaya (trip)
74
969798 99
00
0102
03
04
05
06
y = 2.12 - 0.0003x R2 = 0.58
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
0 1000 2000 3000 4000 5000
CP
UE
Upaya (trip)
Gambar 31 Garis Regresi Linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone . Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Utara dengan
menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer
memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable
Yield) perikanan cakalang sebanyak 1.386 ton/tahun dengan upaya
penangkapan optimum sebesar 1.123 trip ( Gambar 32)
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 2250
Hasil
tan
gkap
an
(to
n)
Upaya tangkap (trip)
MSY = 1.386 ton
Fopt = 1.123 tripY = 2,47x - 0,0011x2
Gambar 32 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Utara dalam kawasan Teluk Bone.
Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Tengah dengan
menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer
memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable
96
97
98
99
00
0102 03
04
05
06
75
Yield) perikanan cakalang sebanyak 11.886 ton/tahun dengan upaya
penangkapan optimum sebesar 9.214 trip ( Gambar 33).
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
0 4000 8000 12000 16000 20000
Ha
sil ta
ng
ka
pa
n (
ton
)
Upaya Tangkap (trip)
Fopt = 9.214 trip
MSY = 11.886 ton
Y = 2,58x - 0,00014x2
Gambar 33 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Tengah dalam kawasan Teluk Bone .
Hasil analisis potensi sumberdaya cakalang di Zona Selatan dengan
menggunakan metode Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer
memperlihatkan nilai dugaan potensi maksimum lestari (Maksimum Sustainable
Yield) perikanan cakalang sebanyak 4.452 ton/tahun dengan upaya
penangkapan optimum sebesar 4.220 trip ( Gambar 34)
96
97
989900
01 02 030405 06
76
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Hasil
Tan
gkap
an
(to
n)
Upaya Tangkap (trip)
Fopt = 4.220 trip
MSY = 4.452 ton
Y = 2,11x - 0,003x2
Gambar 34 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) di Zona Selatan dalam kawasan Teluk Bone.
Hasil perhitungan CPUE cakalang dalam seluruh kawasan Teluk Bone
disajikan Tabel 17.
Tabel 17 Nilai CPUE (ton/trip) seluruh perikanan cakalang dalam seluruh kawasan Teluk Bone
Tahun Total Produksi (ton)
Total Upaya (trip)
CPUE (ton/trip)
1996 14120,6 24758 0,570 1997 9739,0 17736 0,549 1998 10803,5 12614 0,856 1999 12791,4 12784 1,001 2000 12491,1 5952 2,099 2001 12515,8 5233 2,392 2002 12966,9 6565 1,975 2003 13019,1 13794 0,944 2004 14896,5 13453 1,107 2005 14458,6 11011 1,313 2006 14858,7 14840 1,001
Berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 7) untuk seluruh kawasan Teluk
Bone diperoleh nilai Fhitung = 0,06 (P>0,05), maka hal ini menunjukkan tidak
adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip). Nilai koefesien regresi b = 0,023
sedangkan nilai konstanta a = 12674,56, koefisien korelasi (r) = 0,08, sehingga
model persamaan regresinya adalah y = 12674,56 + 0,023 x (Gambar 35).
77
96
9710803,5
990001
02 03
0405 06
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
0 5000 10000 15000 20000 25000
Pro
du
ksi
(to
n)
Upaya (trip)
y = 12.647 +0,02xR2 = 0,01
Gambar 35 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap produksi (ton) dalam seluruh kawasan Teluk Bone.
Selanjutnya berdasarkan hasil ANOVA (Lampiran 8) untuk seluruh
kawasan diperoleh nilai Fhitung = 35,49 (P<0,05), maka hal ini menunjukkan
adanya pengaruh antara jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dan keduanya
mempunyai hubungan linier. Nilai koefesien regresi b = – 0,00011 sedangkan
nilai konstanta a = 2,633, koefisien korelasi (r) = 0,76, sehingga model
persamaan regresinya adalah CPUE = 2,633 – 0,00011 upaya (Gambar 36).
Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan produktivitas
alat tangkap menurun dengan penambahan upaya (trip).
9697
9899
00
01
02
030405
06
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
0 5000 10000 15000 20000 25000
CP
UE
Upaya (trip)
y = -0,00011x + 2,633
R2 = 0,798
Gambar 36 Garis regresi linier jumlah upaya (trip) terhadap CPUE dalam seluruh kawasan Teluk Bone.
78
Hasil analisis potensi sumberdaya ikan cakalang dalam keseluruhan
zona untuk pemanfaatan bersama (shared stock) dengan menggunakan metode
Surplus Produksi dengan analisis model Schaefer memperlihatkan nilai dugaan
potensi maksimum lestari (Maxsimum Sustainable Yield, MSY) perikanan
cakalang sebanyak 15.782 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum
sebesar 12.626 trip (Gambar 37).
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
0 5000 10000 15000 20000 25000
Hasil
Tan
gkp
an
(to
n)
Upaya Tangkap (trip)
Fopt = 12.626 trip
MSY = 15.782 ton
Y = 2,5x - 0,000099x2
Gambar 37 Nilai MSY dan Fopt untuk stok cakalang (Katsuwonus pelamis) dalam seluruh kawasan Teluk Bone.
Berdasarkan hasil perhitungan pemanfaatan bersama stok sumberdaya
perikanan cakalang (shared stok) dalam rangka pengelolaan sumberdaya
perikanan cakalang di teluk Bone pada masing-masing zona diperoleh bahwa
untuk Zona Utara MSYSS dan FoptSS sebesar 1.263 ton/tahun dan 1.010 trip,
Zona Tengah MSYSS dan FoptSS sebesar 10.575 ton/tahun dan 7.828 trip dan di
Zona Selatan MSYSS dan FoptSS sebesar 3.946 ton/tahun dan 3.788 trip. Jika
dibandingkan nilai MSY dan Fopt pada masing-masing zona, yaitu Zona Utara
MSY dan Fopt sebesar 1.386 ton/tahun dan 1.123 trip, Zona Tengah MSY dan
Fopt sebesar 11.886 ton/tahun dan 9.214 trip dan di Zona Selatan MSYdan Fopt
sebesar 4.452 ton/tahun dan 4.220 trip maka nilai pemanfaatan bersama ini lebih
rendah.
96
9798
990001 02 03
0405 06
79
Hasil perhitungan besarnya alokasi upaya penangkapan optimum setiap
zona untuk memanfaatkan stok bersama disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Alokasi upaya (trip) penangkapan optimum pada zona Utara, Tengah dan Selatan untuk memanfaatkan stok bersama.
Jenis alat
Zona
Utara Tengah Selatan Fopt SS
(unit)
Propor si (%)
Aloka si (unit)
Fopt SS
(unit)
Propor si (%)
Aloka si (unit)
Fopt SS
(unit)
Propor si (%)
Aloka si (unit)
1.010 7.828 3.788
Pole and line
66 668 68 5.294 47 1.768
Purse seine
6 65 - - 27 1.019
Jaring insang hanyut
16 161 13 1.048 10 378
Pancing tonda
11 116 19 1.486 16 623
Untuk tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan ikan cakalang di teluk
Bone secara berkelanjutan sebaiknya menggunakan nilai MSY pemanfaatan
bersama (shared stok) dengan mempertimbangkan precautionary approach
(pendekatan kehati-hatian) pada perikanan tangkap. Pembahasan lebih detail
dijelaskan pada Bab 7.
4.5 Pembahasan
Produksi cakalang di Sulawesi Selatan sebagian besar dihasilkan dari
pesisir kawasan Teluk Bone. Kontribusi kawasan Teluk Bone terhadap produksi
cakalang di Sulawesi Selatan berkisar antara 47 - 68 % dengan rata-rata 59 %
per tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan 2006). Hal ini
menunjukkan bahwa kawasan Teluk Bone merupakan kawasan yang potensil
dalam pengembangan sumberdaya ikan cakalang di Sulawesi Selatan. Namun
demikian produksi ikan cakalang ini berfluktuasi dalam setahun. Jika
berdasarkan kuartal, maka produksi tertinggi dicapai pada kuartal IV yakni bulan
Oktober – Desember, disusul kuartal III yakni bulan Juli – September,
selanjutnya kuartal I yakni bulan Januari – Maret dan yang terendah pada kuartal
II yakni dari bulan Maret – Juni. Tingginya produksi pada kuartal IV (Oktober –
Desember) berhubungan dengan faktor angin musim yang terjadi di kawasan
Teluk Bone, karena pada kuartal IV masih berlangsung angin barat. Pada angin
barat tersebut arus permukaan teluk Bone relatif tenang dan mempengaruhi
musim penangkapan ikan cakalang. Simbolon (2011) menyatakan bahwa angin
80
yang tidak kencang dan tidak terjadi ombak merupakan puncak musim
penangkapan karena ikan cakalang akan cenderung berenang di permukaan dan
operasi penangkapan cakalang juga cukup kondusif.
Di kawasan Teluk Bone dikenal ada 4 (empat) musim penangkapan, yaitu
musim Barat (Desember – Pebruari), musim peralihan I (Maret – Mei), musim
Timur (Juni – Agustus) dan musim peralihan II (September – Nopember). Pada
musim Barat dan musim Timur terjadi perbedaan kondisi di kawasan Teluk Bone.
Pada musim Barat angin bertiup dari arah Barat, massa air di laut Flores berasal
dari laut Jawa dan masuk ke kawasan Teluk Bone, pada musim ini ditandai
dengan kondisi perairan yang teduh dan gelombang laut kecil. Sedangkan
pada musim Timur angin bertiup dari sebelah Timur, massa air di laut Flores
berasal dari laut Banda dan masuk ke kawasan Teluk Bone, pada musim ini
ditandai dengan kondisi perairan yang bergelombang laut cukup besar. Pada
musim Timur ini (sekitar bulan Juli) terjadi pengangkatan massa air dingin
(upwelling) dibagian Timur laut Flores dan menurun kembali pada bulan Oktober
(Nontji 1993), hal ini akan berpengaruh terhadap produksi hasil tangkapan
cakalang di kawasan Teluk Bone. Selanjutnya Amiruddin (1993) menyatakan
bahwa musim peralihan II (September – Nopember) merupakan musim terbaik
melakukan penangkapan di kawasan Teluk Bone khususnya di Kabupaten
Luwu.
Fluktuasi suhu permukaan laut bulanan dalam kurun waktu 2 tahun di
sepanjang pantai kawasan Teluk Bone menunjukkan sebaran yang fluktuatif
dengan pola perubahan yang cenderung sama. Hasil citra satelit (Lampiran 24)
menunjukkan suhu permukaan laut relatif tinggi pada bulan Januari hingga April
dan cenderung memiliki pola yang sama di sepanjang perairan kawasan Teluk
Bone. Pada bulan Juni hingga Oktober suhu permukaan laut cenderung lebih
rendah di banding bulan-bulan lainnya.
Kecenderungan perubahan suhu permukaan laut tersebut disebabkan
proses pencampuran massa air, sebagaimana terlihat dari hasil citra satelit pada
bulan Mei dan Juni, massa air di Laut Flores terdapat massa air dengan suhu
permukaan laut yang relatif lebih dingin. Proses percampuran massa air yang
relatif dingin menyebabkan pada bulan Juni hingga Oktober suhu permukaan laut
perairan kawasan Teluk Bone cenderung lebih rendah dibandingkan bulan
lainnya. Kecenderungan perubahan ini di sebabkan oleh pengaruh munson di
perairan Indonesia, pola kecepatan dan arah angin mempengaruhi arus
permukaan laut. Bulan Maret angin barat semakin lemah dan bulan April kondisi
angin tidak menentu dan kondisi ini sebagai masa peralihan ke munson Timur
81
(Birowo 1982). Nontji (1993) menyatakan bahwa di Teluk Bone dan Laut Flores
kemungkinan terjadi pengangkatan massa air (up welling) dalam skala kecil.
Pengangkatan massa air ini diduga terjadi pada bulan Maret dan mencapai
permukaan pada bulan Juli dan menurun kembali pada bulan Oktober. Dari citra
NOOA/AVHRR bulan Juli sampai September 1998 terlihat massa air dingin di
bagian Timur Laut Flores. Kondisi seperti ini diperkirakan ada hubungannya
dengan massa air dingin dari Laut Banda yang pada saat yang sama terjadi
penaikan massa air di Laut Banda yang berpengaruh terhadap musim
penangkapan cakalang di Teluk Bone (Amiruddin 1993 dan Hengky 2002).
Suhu permukaan laut yang diperoleh dari citra dalam kurun waktu 2 tahun
berkisar antara 27,0 – 31,70C. Variasi suhu tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor seperti pengaruh massa air yang masuk ke dalam kawasan teluk Bone,
penaikan massa air (upwelling), pengaruh daratan dan kedalaman perairan.
Suhu disekitar perairan pantai lebih tinggi dibandingkan di laut lepas, karena
pada perairan pantai lebih dangkal sehingga penetrasi matahari lebih efektif
menjangkau permukaan sampai ke dasar perairan. Suhu di sekitar perairan
pantai kawasan teluk Bone berkisar antara 32 – 340C dan di laut lepas 29 – 310C
(Nessa et al. 2002).
Nilai salinitas selama penelitian menunjukkan sebaran yang fluktuatif
dengan pola perubahan yang cenderung sama. Nilai salinitas yang diperoleh
adalah nilai salinitas yang diukur pada saat kapal melakukan setting. Nilai
salinitas ini lebih tinggi dibandingkan nilai salinitas yang dilaporkan oleh DKP
(2006) yaitu 30-31 o/oo. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh lokasi
pengambilan sampel, pasang surut dan musim. Lokasi pengambilan sampel
yang dekat muara sungai akan menurunkan nilai salinitas karena dilusi air tawar
dari sungai yang memiliki salinitas rendah. Selanjutnya menurut Nessa et al.
(2002) menyatakan bahwa variasi salinitas di Teluk Bone tidak hanya
dipengaruhi oleh pasang surut namun juga bergantung pada musim baik pada
lapisan permukaan dan lapisan bawah. Nilai salinitas pada musim Timur lebih
rendah dari musim Barat. Jika dihubungkan dengan aspek bioekologi cakalang
maka salinitas di Teluk Bone merupakan salinitas yang dapat ditoleransi oleh
cakalang. Toepoer (1976 diacu dalam Simbolon 2011) mengemukakan bahwa
salinitas yang cocok untuk cakalang berkisar antara 32-35 o/oo, sedangkan
Gunarso (1985) juga mengemukakan bahwa cakalang hidup pada perairan
dengan salinitas 33-35 o/oo.
Sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan kawasan Teluk Bone dalam
kurun waktu 2 tahun menunjukkan bahwa di Zona Utara lebih tinggi dibandingkan
82
Zona Tengah dan Selatan, sehingga dapat dikatakan bahwa pada Zona Utara ini
memiliki produktivitas yang tinggi dibandingkan kedua zona lainnya, karena di
Zona Utara perairannya lebih dangkal di badingkan Zona Tengah dan Selatan
sehingga penetrasi sinar matahari hampir menembus kolom air menyebabkan
proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik. Produktivitas perairan
berkaitan dengan proses percampuran massa air dari lapisan bawah yang kaya
nutrien ke lapisan permukaan dan di bantu cahaya akan terjadi proses
fotosintesa oleh fitoplankton (Birowo 1982 ; Tubalawony et al. 2007). Dengan
demikian banyaknya konsentrasi klorofil-a dapat dijadikan ukuran produktivitas
suatu perairan.
Untuk mengeksploitasi cakalang, maka nelayan menggunakan alat
tangkap yang khusus yaitu pole and line, meskipun cakalang dapat pula
tertangkap oleh alat tangkap yang lain sebagai hasil tangkapan sampingan.
Produksi yang dihasilkan dari pole and line mencapai 62,12 %. Meskipun
produksi yang dihasilkan cukup tinggi namun bukan berarti tidak ada
permasalahan yang dihadapi. Masalah utama yang dihadapi nelayan adalah
ketersediaan umpan hidup baik secara kualitas maupun kuantitas.
Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan sangat tergantung oleh
ketersediaan umpan hidup. Jenis umpan hidup yang digunakan adalah dari jenis
teri. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan oleh nelayan Sorong yang
menggunakan pula jenis teri yaitu Stolephorus zollongeri and S. celebicus (Gafa
1986 diacu dalam Rosana 1994). Umpan hidup ini memiliki karakteristik
tersendiri seperti warna yang menarik, ukuran 3 - 6 cm, daya tahan hidupnya
lama dan selalu tinggal dekat dengan kapal saat di tebar ke laut.
Nilai produksi akan meningkat seiring dengan meningkatnya upaya, hal
ini terlihat dari Gambar 21, 23, 25 dan 30, baik pada masing-masing zona dalam
teluk maupun seluruh kawasan dalam teluk. Meskipun produksi meningkat
namun produktivitas setiap unit mengalami penurunan, hal ini terlihat dari nilai
CPUE pada masing-masing zona yaitu Utara, Tengah dan Selatan semakin
menurun dengan penambahan upaya (trip). Demikian juga dengan nilai MSY dan
Upaya optimum yang sudah terlampaui, sehingga dengan demikian
pertambahan upaya (trip) sudah tidak lagi berpengaruh terhadap peningkatan
hasil tangkapan per unit upaya. Kemungkinan menurunnya CPUE juga karena
tidak menentunya lokasi penangkapan ikan serta akibat pengaruh perubahan
kondisi alam/lingkungan (cuaca, angin, salinitas, musim) terhadap populasi dan
komunitas sumberdaya. Menurut Potier et al. (1988) stok ikan pelagis sangat
peka terhadap perubahan lingkungan terutama penyebaran salinitas secara
83
spasial yang dibangkitkan oleh angin munson. Selanjutnya menurut Boely et al.
(1990) pengaruh kondisi lingkungan perairan memegang peranan yang signifikan
dalam perubahan CPUE (catch per effort unit) sedang angin dan hujan
berpengaruh langsung terhadap kegiatan penangkapan dan hasil tangkapan.
Hal tersebut merupakan indikator bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan
cakalang tersebut sudah tinggi. Fenomena tersebut merupakan konsekuensi
yang wajar dalam pemanfaatan sumberdaya yang bersifat terbuka (open
access). Dengan demikian maka harus segera diambil tindakan pengelolaan
yang tepat misalnya dengan cara tidak menambah (status quo) jumlah alat
tangkap agar pemanfaatan sumberdaya cakalang dapat berkelanjutan dan
terjamin kelestariannya.
Pemanfaatan bersama stok sumberdaya perikanan cakalang (shared
stok) pada masing-masing zona dalam kawasan Teluk Bone adalah salah satu
teknik pengelolaan perikanan. Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa
shared stok dapat dilakukan dengan (1) melakukan pengendalian terhadap kuota
hasil tangkapan per jenis atau kelompok jenis dan bila memungkinkan juga per
wilayah dan (2) Pengendalian terhadap kuota upaya penangkapan
Metode yang dipakai untuk menghitung nilai MSY adalah dengan
mengolah data sekunder tentang produksi ikan berupa hasil tangkapan (catch)
dan upaya penangkapan (effort), berupa jumlah unit atau trip alat tangkap yang
digunakan. Untuk menentukan nilai MSY digunakan model produksi surplus
menurut Shaefer. Namun kelemahan dari metode ini adalah karena lebih cocok
digunakan untuk monospecies, sementara di negara beriklim tropis seperti
Indonesia yang jenis ikannya multispecies maka metode ini memberikan hasil
yang kurang tepat.
4. 6 Kesimpulan
(1) Alat tangkap yang khusus digunakan untuk menangkap cakalang
di kawasan Teluk Bone adalah pole and line, namun dapat pula
tertangkap oleh alat lain seperti purse seine, jaring nsang hanyut dan
pancing tonda.
(2) Lokasi penangkapan cakalang dilakukan pada daerah rumpon atau pada
daerah-daerah yang dimana terdapat banyak burung-burung yang
beterbangan atau kawanan ikan lumba-lumba.
(3) Nilai suhu di Zona Utara adalah 28,8-31,70C, Zona Tengah 27,9-31,50C
dan Zona Selatan 27,0-31,10C; konsentrasi klorofil-a di Zona Utara
84
adalah 0,26-0,78 mg/m3, Zona Tengah 0,14-0,38 mg/m3 dan Zona
Selatan 0,17-0,31 mg/m3; salinitas di Zona Utara adalah 32,4-33,8 o/oo,
Zona Tengah 32,6-33,9 o/oo, dan Zona Selatan adalah 32,5-33,8 o/oo.
(4) Nilai CPUE yang diperoleh di Zona Utara dari tahun 1996-2006 berkisar
antara 1,018 – 2,295 ton/trip, di Zona Tengah berkisar antara 0,383 –
3,059 ton/trip dan di Zona Selatan berkisar antara 1,067 – 2,040 ton/trip.
Nilai dugaan potensi maksimum lestari (maksimum sustainable yield)
perikanan cakalang di Zona Utara sebanyak 1.387 ton/tahun dengan
upaya penangkapan optimum sebesar 1.123 trip, di Zona Tengah
sebanyak 11.886 ton/tahun dengan upaya penangkapan optimum
sebesar 9.214 trip dan di Zona Selatan sebanyak 4.452 ton/tahun dengan
upaya penangkapan optimum sebesar 4.220 trip
(5) Nilai MSY dan Fopt dalam seluruh kawasan teluk Bone dalam rangka
pemanfaatan bersama sumberdaya perikanan cakalang (shared stok)
pada masing-masing zona diperoleh bahwa untuk Zona Utara MSYSS dan
FoptSS sebesar 1.263 ton/tahun dan 1.010 trip, Zona Tengah MSYSS dan
FoptSS sebesar 10.575 ton/tahun dan 7.828 trip dan di Zona Selatan
MSYSS dan FoptSS sebesar 3.946 ton/tahun dan 3.788 trip.
(6) Alokasi upaya (trip) penangkapan optimum pada Zona Utara alat tangkap
pole and line sebesar 668 unit, purse seine 65 unit, jaring insang hanyut
161 unit dan pancing tonda 116 unit ; Zona Tengah alat tangkap pole and
line sebear 5.294 unit, jairng insang hanyut sebesar 1.048 unit dan
pancing tonda 1.486 unit; dan Zona Selatan alat tangkap pole and line
sebesar 1.768 unit, purse seine sebesar 1.019 unit, jaring insang hanyut
sebesar 378 unit dan pancing tonda sebesar 623 unit.
(7) Penambahan upaya (trip) akan menurunkan CPUE (ton/trip) hal ini berarti
penambahan trip telah menyebabkan sumberdaya ikan cakalang
berkurang.