45
BAB III
AJARAN SPIRITUAL KENAL GESANG
DI PAGUYUBAN NOORMANTO
TEGALSARI SEMARANG
A. Gambaran Umum Paguyuban Noormanto
1. Tinjauan Historis
Penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ada sejak
1963, pada waktu itu ajaran yang dirintis Ki Noormanto ini belum
merupakan sebuah organisasi yang diakui pemerintah dan masih bersifat
perseorangan. Ajaran ini sempat menjadi anggota BKKI (Badan Kongres
Kebatinan Indonesia) Pusat yang dipimpin oleh Bapak Mr.
Wongsonegoro, juga telah mengikuti kongres di Mangkunegaran tepatnya
di rumah Bapak Mr. Wongsonegoro di Solo dan Kongres yang
diselenggarakan di Ponorogo (Jawa Timur).
Tidak sampai disitu saja perjuangan para sesepuh dan warga
Noormanto dalam mengikuti aktifitas kegiatan Aliran Penghayat
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sebelum paguyuban ini
menjadi sebuah organisasi, ajaran ini juga pernah mengikuti Musyawarah
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa se-Jawa Tengah yang
diselenggarakan oleh pemerintah, di Kodim Semarang yang dipimpin oleh
Bapak Drs. Toeloes Koesoemaboedaja dan hasilnya terbentuklah SKK
Tingkat I Jawa Tengah lengkap dengan pengurusnya dan sebagai Ketua
Umumya adalah Bapak drs. Toelos Koesoemaboedaja sendiri.1
Setelah mengikuti berbagai Kongres dan Musyawarah yang telah
diselenggarakan, maka ajaran ini dipercaya masuk kategori dalam Aliran
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan diakui
1 Dokumentasi Yayasan “Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
Paguyuban Noormanto”, Inventarisasi Fomulir A – A1 – A2, 1981, hlm. 3
46
keberadaannya. Hingga akhirnya Aliran Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa yang dirintis oleh Ki Noormanto masuk menjadi
anggota SKK (Sekretariat Kerjasama Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa) pada tanggal 17 Pebruari 1972 No. 10/72 berdasarkan Surat
Keterangan DPD SKK Dati I Jawa Tengah Nomor : A 04/SKK/IV/1979,
juga masih bersifat perseorangan.
Sebagai kelanjutan dari kegiatan Kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa ini, Ki Noormanto mengajukan rekomendasi kepada
pemerintah agar aliran kerpercayaan ini diakui sebagai salah satu
organisasi yang resmi di bawah perlindungan pemerintah. Dan diberi nama
“Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, “Paguyuban
Noormanto” (PKPN).
Atas hasil musyawarah para sesepuh dan warga Noormanto,
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, “Paguyuban
Noormanto” (PKPN) resmi berdiri menjadi sebuah lembaga atau
organisasi, pada tanggal 02 Juli 1980 dengan SK 046/HPK/I/VII/1980
hingga sekarang. Di atas tanah seluas 547 m2 dengan luas gedung 220 m2.2
Menurut sejarahnya diberi nama “Paguyuban Noormanto”, karena
pada saat itu pendiri Paguyuban ini adalah Ki Noormanto sendiri, yang
didukung oleh gurunya Ki Saimo dan anggota-anggota tua lainnya.
Paguyuban yang diketuai oleh Ki Noormanto ini bertanggung jawab untuk
memelihara, membina, dan mengkoordinasi para warga serta kegiatan-
kegiatan kerohanian maupun kemasyarakatan yang ada di Semarang dan
yang tersebar di beberapa daerah lain.3
Sampai saat ini Paguyuban Noormanto yang terletak di Jl.
Tegalsari No. 155 Semarang dijadikan sebagai wadah kegiatan pembinaan,
2 Hasil Observasi yang dilakukan pada tanggal 20 Mei 2006 3 Drs. Sigit Widodo dan Wahono, Ajaran Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, Paguyuban Noormanto, Departemen Pendidikan Nasional, Bagian Proyek Pembinaan dan Pengembangan Budaya Spiritual, Jakarta, 2000, hlm. 7
47
dan pengembangan ajaran, peningkatan spiritual, serta mewadahi kegiatan
sosial, sebagai perwujudan bentuk penghayatan nyata pada masyarakat.
2. Letak Geografis
Pusat Paguyuban “Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, Paguyuban Noormanto” terletak di perkampungan Tegalsari
Semarang dan beralamat Jl. Tegalsari No. 155 Semarang yang menempati
tanah seluas 547 m2, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut ;
Sebelah Utara : Jl. Tegalsari IV
Sebelah Timur : Rumah Penduduk
Sebelah Selatan : Rumah Penduduk
Sebelah Barat : Jl. Tegalsari Raya
Guna mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai letak geografis
“Penghayat Kepercayaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
Paguyuban Noormanto” (PKPN) dapat dilihat pada lampiran yang telah
terlampir.
3. Sarana Prasarana
Sebagai salah satu Paguyuban di bawah naungan Pemerintah,
Yayasan ini memiliki gedung sederhana sebagai aktifitas paguyuban.
Gedung yang memiliki ukuran luas 220 m2 yang berdiri di atas tanah
ukuran seluas 547 m2 yang merupakan hak milik Ki Noormanto.4
Gedung dengan panjang 15 m2 dan lebar 8 m2 ini sebagai sarana
untuk pertemuan rutin Paguyuban, dan dalam gedung ini dilengkapi
dengan 5 Ruang Kamar Tamu, 1 Ruang Pertemuan, ditambah bagian
depan ada Pendopo. Agar lebih jelas untuk mendapatkan gambaran
gedung bisa dilihat pada halaman lampiran.
4 Wawancara dengan Bapak Nur Edi Bintaro, Tegalsari Semarang, selaku Sesepuh
(Ketua) Paguyuban sekaligus putra dari Bapak Noormanto, tanggal 26 Mei 2006
48
Gedung ini memiliki daya tampung ± 85-100 orang. Semua
kegiatan yang berkaitan dengan Paguyuban, gedung ini sebagai pusatnya.
Kegiatan tersebut diantaranya ;
• Ritual keselamatan
• Acara ulang tahun “Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
Paguyuban Noormanto” (PKPN) tiap tanggal 08 Agustus.
• Rutinitas pertemuan Jum’at Kliwon
• Rutinitas Peringatan 1 Syura dan lain-lain.
4. Struktur organisasi
Demi kelancaran mekanisme kerja di suatu lembaga perlu adanya
suatu pembagian kerja, sehingga semua tugas yang telah ditetapkan dapat
terselesaikan dengan baik, mempermudah dalam managemen serta
mengontrol pada pembinaan sampai tujuan.
Adapun struktur organisasi Penghayat Kepercayaan Kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Paguyuban Noormanto” (PKPN) adalah
sebagaimana terlampir.
5. Anggota
Sebagai salah satu Paguyuban yang telah terdaftar pada instansi
pemerintah, Paguyuban ini mempunyai ± 2642 anggota yang telah masuk
dalam daftar instansi pada tahun 1981 dan hingga sekarang mencapai ±
5500 anggota. Dimana ajaran ini hanya terdapat di Semarang dan ajaran
ini telah tersebar di kota maupun di desa yang berada di Jawa Tengah dan
sekitarnya dan sebagai pusat kegiatan ajaran penghayatan tersebut adalah
di Semarang, tepatnya di Tegalsari Semarang.
49
B. Ajaran Spiritual Kenal Gesang di Paguyuban Noormanto
1. Sejarah dan Perkembangan Ajaran “Kenal Gesang”
a. Riwayat Hidup Penerima Ajaran “Kenal Gesang”
Di dalam Paguyuban Noormanto, kali pertama penerima ajaran
adalah seorang pertapa yang bernama Ki Saimo Mangayubagia.
Pemuda Saimo ini dilahirkan di kota Malang Jawa Timur pada tanggal
19 Januari 1901 tepatnya pukul 06.00.5 Semenjak usia 9 tahun
hidupnya mengalami penderitaan, hingga akhirnya ia harus berpisah
dengan keluarganya (pada usia 12 tahun), sejak itulah ia hidup tanpa
belaian dan kasih sayang seorang Ibu dan Bapak.
Pada saat itu di daerah tempat tinggal Ki Saimo, terjadi
pagebluk (wabah penyakit). Pada usia 14 tahun pindah ke Banyuwangi
(Blambangan), Ki Saimo hidup di tengah-tengah keadaan masyarakat
yang menyedihkan, Ki Saimo memutuskan untuk meninggalkan
kampung halaman, menuju kota Banyuwangi. Ki Saimo ini tidak
memiliki rasa malas bahkan sebaliknya, ia sangat giat dalam hal
pekerjaan.6
Disamping itu Ki Saimo juga giat dalam menimba ilmu dari
para tokoh yang dipandang “mumpuni”. Selama tiga tahun ia telah
mendapat beberapa guru yang dipandang “mumpuni” yang
mengajarkan ilmu di bidang spiritual kepada Ki Saimo. Ki Saimo
nampaknya sangat berbakat sekali dalam mempelajari ilmu spiritual.
Di daerah Banyuwangi, Madura, Ponorogo, tempat inilah ia dalam
menimba ilmu. Ki Saimo akhirnya menetap di Banyuwangi sampai
saat berkeluarga.
5 Wawancara dengan Bapak C. Marianto, pada tanggal 31 Mei 2006 6 Wawancara dengan Bapak Prayit, pada tanggal 03 Februari 2006
50
Semakin kuat dan semakin berkembang ilmu yang telah
dipelajari tersebut, akhirnya pada usia 18 tahun ini nampaklah
kemampuan-kemampuan kekuatan supranatural yang timbul pada
dirinya, Ki Saimo mulai menjadi seorang yang linuwih.
Dengan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya Ki Saimo sangat
disegani oleh masyarakat, bahkan banyak orang yang datang minta
pertolongan baik dalam hal spiritual maupun dalam hal pengobatan-
pengobatan penyakit.
Suasana saat itu Ki Saimo pada posisi terjepit, dan lagi
terancam hidupnya. Hal ini dikarenakan pemerintah telah mencurigai
Ki Saimo sebagai mata-mata penjajah, dengan anggapan pemerintah
bahwa dirinya yang pernah menjadi tentara KNIL, maupun tentara
Jepang, begitu juga sebaliknya penjajah juga mencurigai Ki Saimo
sebagai mata-mata dari pemerintahnya sendiri.
Karena kecurigaan pemerintah dan tekanan-tekanan hidup
terhadap Ki Saimo, akhirnya Ki Saimo meninggalkan desa dan pergi
ke “alas purwa” (hutan purwa) yang berada di Banyuwangi. Dengan
tujuan yang tidak jelas, Ki Saimo melakukan “tapa”. Kebetulan di
dalam hutan itu terdapat gua, disanalah Ki Saimo melakukan aktifitas
pertapanya per”tapa”nya, dengan memohon petunjuk terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Waktu terus berjalan, cukup lama dalam pertapaan,
tiba datang sosok dayang,7 (penunggu alas purwa/makhluk halus) dan
menghampiri Ki Saimo yang sedang melakukan aktifitas
ber”tapa”nya. Saat itulah terjadi percakapan antara Ki Saimo dan
dayang “alas purwo” tersebut.
7 Menurut cerita yang telah penulis dapat dan di copy, tujuan kedatangan dayang ini
bermaksud untuk memenuhi permintaan dari kedua anak si dayang yang ingin sekali memiliki Ki Saimo menjadi suami bagi mereka berdua. Maka sang ayah (dayang) berusaha untuk memenuhi pemintaan mereka, akhirnya danyang pun pergi untuk menemui Ki Saimo. Wawancara dengan Bapak Prayit selaku sesepuh dari Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Paguyuban Noormanto (Kenal Gesang), pada tanggal 12 Februari 2006.
51
Dalam percakapan tersebut kurang lebih sebagai berikut ;
Dayang : Gus (Ki Saimo)….opo kowe gelem tak pek mantu ? iki
lo aku duwe anak wadon loro ayu-ayu.
Ki Saimo : Yo aku gelem-gelem wae, mung aku njaluk pitukon !
Dayang : opo pitukonmu ?
Ki Saimo : Pitukonku, opo seng tak karepke neng ngarepku kudu
teko, aku kudu iso urip bebarengan karo bangsaku.
Dari percakapan tersebut tampaknya sang dayang sepakat
dengan apa yang menjadi permintaan Ki Saimo. Selanjutnya
penduduk yang di dekat hutan banyak yang kesurupan secara
bergantian. Secara kebetulan ada seorang penduduk yang sebelumnya
mencari kayu di hutan mengetahui ada seorang pertapa.
Dalam kondisi panik dan bingung itu, sempat mengalami habis
pikir. Kemudian setelah diingat-ingat sama siapa saya harus minta
tolong, akhirnya ia teringat keberadaan orang tua yang sedang
“pertapa” (Ki Saimo) di tengah Gua “alas purwo” yang sempat dilihat
sebelumnya dan ia minta tolong pada sang “pertapa” tersebut. Orang
itu berkata ; “Pak kulo bade nyuwun tulong, konco kulo kesurupan
kejang-kejang”. Ki Saimo menjawab ; “Lha opo kowe percoyo karo
aku ?”, kembali orang itu menjawab ; “pitadhos pak”, Ki Saimo pun
berkata kepadanya ; lha nek kowe percoyo karo aku, kae lho kancamu
wis waras, rono-rono !!!”, Dengan mengucapkan terima kasih lalu
orang itu kembali ke tempat dimana saudaranya kesurupan ternyata
sudah sembuh, peristiwa tersebut terjadi berulang kali.
Semenjak itulah sang Pertapa (Ki Saimo) di Gua Alas Purwo
itu kondang. Permintaan tolong para penduduk kepada Ki Saimo
ternyata makin lama makin bertambah banyak. Hingga Ki Saimo tidak
kekurangan dalam masalah sandang dan pangan (pakaian dan
52
sembilan bahan pokok) karena semua hasil pemberian dari para
penduduk desa yang meminta tolong kepadanya.8
Yang terakhir adalah istrinya Pak Lurah Blambangan
Bayuwangi mengalami kesurupan, kemudian Pak Lurah memberikan
amanat kepada seorang petugas supaya dimintakan tolong kepada sang
“pertapa” untuk menyembuhkan istrinya. Sampailah utusan tersebut
di tempat Ki Saimo dimana ia ber-tapa. Teknis dalam penyembuhan
Ki Saimo tidak pernah beda dengan teknik-teknik yang pernah
digunakan untuk meyembuhkan pada pasien-pasien yang lain. Dengan
ucapan ; “lha opo kowe percoyo karo aku ?”, lha nek kowe percoyo
karo aku, kae lho kancamu wis waras, rono-rono mulih !!!”. Besar
permintaan pak lurah, akhirnya Ki Saimo diperbolehkan keluar dari
Gua Alas Purwo untuk hidup bersama dan diterima di keluarga Pak
Lurah Banyuwangi sebagia rasa terima kasihnya kepada Ki Saimo.
Semenjak itulah, Ki Saimo kembali bermasyarakat dengan bangsanya
sendiri.9
Pada waktu bertapa, banyak sekali terjadi hal-hal ghoib yang
dialami Ki Saimo. Bahkan setelah kepulangannya di desa
Banyuwangi, peristiwa-peristiwa ghoib terus ia alami. Salah satu dari
peristiwa ghoib tersebut yang menjadi asal-usul turunnya ajaran budi
luhur (bahasa Gesang atau “Urip”).
Setelah usia genap 40 tahun suatu hari Ki Saimo istirahat dan
menikmati suasana desa Banyuwangi. Kemudian sore hari ± pukul
14.00 ia keluar rumah untuk bergabung dengan warga desa yang
sedang berkumpul di teras rumah warga desa setempat. Disanalah Ki
8 Wawancara dengan Bapak Prayit pada tanggal 16 April 2006 9 Menurut cerita salah seorang kadang, kisah pejalanan ini dialami oleh Ki Saimo sekitar
bulan Agustus tahun 1941, dan akhirnya Ki Saimo memenuhi perjanjian yang telah disepakati dengan si dayang. Menikahlah Ki Saimo dengan kedua putrinya si dayang (penguasa Alas Purwo), kisah ini diceritakan oleh Bapak Prayit selaku sesepuh dari Paguyuban Noormanto (kenal urip), pada tanggal 3 Februari 2006.
53
Saimo menceritakan banyak hal peristiwa yang pernah ia alami,10
dalam masa pertapaan yang pernah dilakukan. Tiba-tiba ditengah-
tengah cerita tersebut mendadak Ki Saimo tak sadarkan diri/tak
bernyawa lagi. Waktu terus berjalan sampai akhirnya malampun tiba,
para tetangga berdatangan dengan maksud untuk beta’ziah. Pagi pun
menjelang, rumah Ki Saimo penuh dengan warga tetangga yang
bermalaman di sana sembari menemani jasad Ki Saimo yang telah
diduga benar-benar sudah mati atau tak bernyawa lagi itu.
Layaknya orang yang sudah meninggal dunia, akhirnya jasad
Ki Saimo akan segera dimandikan, perlengkapan pun telah siap.
Petugas yang akan memandikan jasad Ki Saimo siap mengangkat dari
tempat tidurnya. Namun pada saat jasad Ki Saimo diangkat, tiba-tiba
bicaralah jasad Ki Saimo kepada petugas, bahkan ucapan itu didengar
warga yang berada di dekat tempat tidur Ki Saimo, demikian Ki
Saimo dalam bicaranya ; “aku ora opo-opo…, yen kowe tresno aku, yo
tunggonono lan nengno wae ojo tok ganggu !!!”. “Aku tidak apa-
apa…, jika kamu cinta sama saya, ya temani saya dan biarkan saja
jangan di ganggu”.
Waktu terus berjalan, hari terus berganti, namun jasad Ki
Saimo tak kunjung bangun dari tempat tidurnya. Saat itu warga dalam
keadaan panik, karena melihat jasad Ki Saimo yang tak kunjung sadar
dari ketidaksadarannya itu. Di sinilah warga mulai bingung, dan
mereka tetap menyatakan bahwa Ki Saimo telah mati. Atas
kesepakatan penduduk warga, maka jasad Ki Saimo akan segera
dimandikan untuk kali keduanya, petugaspun siap mengangkat jasad
Ki Saimo. Tetapi petugas yang memandikan jasad Ki Saimo setiap
kali akan mengangkat, tiba-tiba jasad Ki Saimo kembali sadar, dan
10 Ketika dia menceritakan pengalaman peristiwa yang baru di alami sebelum
kepulangannya di desa, yaitu cerita peristiwa tentang “Pohon Beringin yang rindang berwarna putih” terletak di atas Gua Alas Purwo, yang katanya itu diyakini sebagai wahyu atau petunjuk Tuhan diperuntukkan Ki Saimo
54
mengucapkan apa yang pernah diucapkan pada kali petama ketika
jasad Ki Saimo setiap akan dimandikan.
Semenjak itulah jasadnya baru dibiarkan tetap dalam keadaan
berbaring di tempat tidurnya, dan warga tetap menjaga jasad Ki
Saimo. Selama 40 hari lamanya, Ki Saimo tak sadarkan diri, genap 40
hari, akhirnya Ki Saimo terbangun juga dari kematiannya. Warga pun
menyambut sadarnya Ki Saimo dengan riang, karena telah lama
melihat jasad Ki Saimo berbaring di tempat tidur tanpa ada gerak
sedikitpun.
Dari terjadinya peristiwa itulah, Ki Saimo mendapatkan
Bahasa Asing (Bahasa Ruh) yang tidak dapat diterjemahkan oleh akal
pikir manusia. Beraneka ragam bahasa di seluruh dunia dapat secara
otomatis muncul dari dalam lubuk jiwa yang terdalam (ruh).
Setelah Ki Saimo mendapatkan dan bisa bicara ruh, para warga
tetangga yang setia menemani Ki Saimo pada waktu kematiannya
selama 40 hari itu, sebagai rasa terima kasihnya kepada warga,11
mereka pun diberi pengertian dan dikenalkan
”urip”nya (hidupnya).
Pada tanggal 08 Agustus 1941 pukul 02.00 dini hari12 itulah
turun ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa, setelah manusia dikenalkan
hidupnya sendiri-sendiri. Dan manusia dapat melakukan sembahyang
kepada Tuhan melalui bahasa ruh. Menurut ajaran yang telah diterima
Ki Saimo, bahwa sejak tanggal 08 Agustus 1941 Adam telah terbebas
dari hukuman Tuhan.
11 “Kanggo roso panarimoku mring panjengan kabeh sing nunggoni aku kanti roso
tresno, keno siji soho siji aku tuntun kenale uripmu dewe-dewe”. Artinya sebagai rasa terima kasihku kepada kalian semua menugguku dengan rasa senang dan cinta, marilah satu persatu saya tuntun mengenal hidupmu sendiri-sendiri. Dari cerita yang telah dipaprkan Bapak Prayit.
12 Wawancara dengan bapak Nur Edi Bintaro pada tanggal 26 Mei 2006
55
Kemudian setelah mereka sudah mengenal hidupnya, Ki Saimo
bercerita tentang pengalamannya saat meninggal dunia yang telah di
alami selama 40 hari di alam ghoib sana. Ki Saimo tersiksa dan
merasakan sakit yang luar biasa dalam ceritanya ; “lidahku ditarik
pakai catut sampai panjang terus disikat dan disiram air sampai bersih,
setelah itu lidahku distempel pakai huruf “hu”. Kedua Mata saya
dicongkel disikat disiram air sampai bersih. Kemudian kedua telinga
saya juga dibersihkan dari segala kotoran pakai korok besi.13
Kemudian dadaku dibelah kepalaku dibelah diambil hati dan otakku
untuk dibersihkan. Dan lagi tanganku, kakiku, yang semua
dibersihkan pakai sikat kawat dan disiram pakai air sampai bersih.
Kata Ki Saimo itu yang dinamakan “sewu loro dadi siji” seribu sakit jadi satu, yang kesemuanya itu ada artinya. Lidah ditarik panjang dibersihkan dan distempel dengan huruf “hu”, agar semua yang dibicarakan maupun dimakan dan diminum lewat mulut agar yang baik-baik dan dalam bicara yang mengandung makna (yang benar) tidak boleh bicara kotor. Kemudian kedua bola mata dikeluarkan dan dibersihkan dengan maksud agar dipergunakan melihat yang baik-baik. Kemudian telinganya dibersihkan dengan maksud untuk mendengarkan pembicaraan-pembicaraan yang baik-baik dan positif. Kemudian sampai dada, otak, tangan serta kaki, juga dibersihkan semua dengan maksud agar dipergunakan dengan sebaik-baknya.
Dari peristiwa ini merupakan pengalaman-pengalaman
serentetan turunnya ajaran Noormanto – yang sering disebut dengan
“Kenal urip” atau “Kenal Gesang”– yang hingga saat ini tetap eksis
keberadaannya. Bahkan pengikut ajaran ini semakin bertambah
banyak, mulai dari masyarakat ekonomi dibawah rata-rata sampai
kalangan elite.
13 Bapak Nur Edi Bintaro pada tanggal 29 Mei 2006
56
b. Proses Penerimaan Ajaran “Kenal Gesang”
Menurut penjelasan sesepuh Paguyuban Noormanto (Kenal
Gesang), bahwa ajaran Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
itu yang diyakini sampai sekarang, kali pertama diterima oleh Ki
Saimo. Ajaran “Budi Luhur” ini telah disebarkan Ki Saimo, sejak kali
pertama ia dapatkan pada tahun 1941. Dengan dilandasi rasa ingin ikut
melestarikan ajaran-ajaran “luhur” yang diterima Ki Saimo,
masyarakatpun mencoba untuk mengikuti jejak beliau. Dengan
mempelajari dan mengamalkan ajaran, mereka berharap dapat
mencapai kesempurnaan dalam hidupnya yang hakiki.
Untuk mencapai kesempurnaan hidup manusia, menurut ajaran
Paguyuban Noormanto, dapat dilakukan melalui tiga hal ;
1) Berusaha atau laku
Maksud dari berusaha atau laku menurut Paguyuban ini
adalah “topo ngrame” (berjiwa besar). Dimana manusia harus
bermasyarakat untuk menjalin adanya hidup damai, bersikap adil
terhadap sesama umat tanpa membedakan status sosial, dan
kerukunan yang harus tetap dijaga seutuhnya.14
2) Memohon atau berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa
Agar manusia selamat dan sempurna hidupnya, manusia
harus berdo’a antar “hidupnya sendiri” (ruhani) dengan yang
“Maha Hidup” (Tuhan), melalui bahasa hidup yang secara otomatis
keluar dengan sendirinya tanpa mengenal waktu yang ditentukan.
Karena menurut ajaran ini, “urip” tidak pernah tidur,
bahkan posisi “urip” selalu mengawasi (momong) gerak dan
prilaku rogo (jasmani) manusia. Maka, setelah manusia memiliki
dan mengenal “urip”-nya sendiri, implikasinya ia akan selalu
14 Wawancara dengan Bapak C. Marianto, tanggal 22 Mei 2006
57
terjaga dan “urip”-pun akan memberi tutur kepadanya, ketika
manusia itu khilaf. Dengan mengingat dan memohon kepada yang
“Maha Hidup” melalui bahasa “urip” rogo tersebut akan terkendali
tingkah lakunya.
3) Pasrah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pasrah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa di dalam ajaran
“Kenal Gesang” ini maksudnya adalah antara “Ruh Suci” dan
“rogo” (jasmani atau tubuh) manusia harus menyatu demi
kesempurnaan manusia dengan melepas dari segala godaan “hawa
nafsu” yang menuju satu titik fokus yaitu Tuhan.15 Pasrah ini
sebagai bentuk rasa syukur terhadap Tuhan yang telah memberikan
berbagai fasilitas dalam diri manusia.
Berlandaskan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, mereka
sadar bahwa, manusia adalah sebagai ciptaan-Nya. Hal itu dilandasi
atas kesadaran pribadi warga Paguyuban Noormanto. Menurut
Paguyuban ini, manusia diciptakan Tuhan terdiri dari dua dimensi
yaitu “jasmani” dan “ruhani”. Oleh karena itu, manusia dianjurkan
untuk mengenal “urip”-nya (hidupnya) masing-masing sebagai sarana
untuk mendapatkan sesuatu atau semua cita-cita yang diharapkan
manusia yaitu kesempurnaan hidup.
Menurut ajaran “Kenal Gesang” manusia perlu mengenal
hidup memiliki tujuan sebagai berikut ;
1) Untuk memohon atau berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dengan maksud mendapatkan “keselamatan”.
2) Untuk menghidupkan “ruhani” atau “Ruh Suci”
3) Untuk meggali kekuatan dalamnya sendiri
4) Untuk menemukan sumbernya rasa.
15 Wawancara dengan Bapak. Mubaedi, 23 Mei 2006
58
Oleh Ki Saimo ajaran hidup kali pertama diterima dalam
bentuk dawuh atau wisik yang sering disebut wahyu (bahasa Jawa).
Setelah Ki Saimo, selaku penerima ajaran pertama yang masih bersifat
perorangan. Baru kemudian sejak tahun 1963, Ki Noormanto
menerima ajaran dari Ki Saimo, selanjutnya terus berkembang dan
meningkat kemampuannya. Ki Noormanto menerima ajaran di
Semarang setelah mendapatkan bimbingan dari Ki Saimo.
Ki Noormanto menerima ajaran tersebut ketika kondisi warga
masyarakat serba sulit dan memprihatinkan. Melalui ajaran-ajaran
yang telah diterima dari Ki Saimo, Ki Noormanto mampu
mengkondisikan keadaan memprihatinkan yang telah dialami
keluarga, sanak sahabat, bahkan warga masyarakat setempat menjadi
lebih baik. Hari terus berganti, perasaan gundah, takut, sedih, sedikit
demi sedikit semakin berkurang berkat pertolongan Ki Noormanto.
Hingga akhirnya kondisi masyarakat menjadi lebih baik dari yang
sebelumnya. Ternyata apa yang telah diajarkan oleh Ki Noormanto
mampu merubah hidupnya semakin tertata.
Menurut sesepuh “Paguyuban Noormanto” atau yang sering
disebut “Kenal Gesang” atau “Kenal Urip” menyatakan bahwa, isi
dari ajaran yang diterima oleh “Ki Noormanto” merupakan tuntutan
supaya manusia menyembah atau sembahyang,16 kepada Tuhan Yang
Maha Esa dengan melalui bahasa “ruhani” atau dalam Paguyuban
Noormanto sering disebut bahasa “urip” (bahasa hidup) atau bahasa
“ruh suci”.
Bahasa-bahasa yang keluar dari lisannya merupakan “pitutur luhur” –ucapan yang memiliki makna tinggi yang dapat menyentuh qalbu sehingga hal itu dapat mengakibatkan perubahan pada akhlak dalam diri manusia seutuhnya– terhadap diri pribadi maupun “kadang-kadang” (saudara-saudara “urip”) yang sudah mengenal
16 Wawancara dengan Bapak Soebari, tanggal 15 April 2006
59
hidupnya sendiri-sendiri. Indikatornya, mereka atau diri sendiri setelah mempraktekkan bahasa “urip” antara urip dengan urip, perorangan maupun bersama, mereka dapat merasakan sesuatu yang keluar itu sebagai pitutur luhur baginya walaupun manusia tidak dapat memaknai bahasa yang keluar tersebut,17 secara otomatis bisa mengeluarkan air mata (menangis) apabila terdapat kesalahan pada diri orang tersebut.
Mayoritas sesepuh “Kenal Gesang” mengatakan bahwa, semua manusia itu dapat berbicara dengan melalui bahasa ruhani. Setelah manusia dikenalkan oleh perantara pengenal hidup, selanjutnya ruh diberi kesempatan untuk berbicara melalui lisan. Pernyataan ini sangat kuat berdasarkan sesugguhnya manusia hidup di bumi bersumber dari “plethian” (percikan) “Nur Ilahi”. Menurut mereka “ruh” yang berada di dalam tubuh manusia adalah sebagai mediator untuk berhubungan antara “ruh” percikan dengan “Ruh Suci” dan “Ruh Suci” dalam ajaran “Kenal Gesang” sering disebut dengan “Guru Sejati”.
Dalam pada itu ajaran ini memiliki makna ikut melestarikan kehidupan manusia. Artinya manusia itu dapat menjalani hidup sesuai dengan jalur Tuhan, sehingga berguna untuk menjadikan dirinya “secara keseluruhan” (utuh atau insan kamil18) yang berbudi pekerti
17 Bahasa ini menurut mereka adalah, kalimat-kalimat “Rahasia Ilahi” disebut juga wahyu
(Bahasa Jawa) yang setiap-saat setiap waktu menuntun hambanya agar selalu eling (ingat) kepada-Nya bagi mereka yang sudah dikenalkan “urip”-nya. Sebagaimana ketika kita sudah dapat berdo’a secara otomatis tadi kita dapat membenarkan pitutur luhur yang berbunyi ; “BISO MOCO PAPAN TANPO TULIS, TULIS TANPO PAPAN”. Yang artinya lisan kita bisa mengucap atau membaca tanpa tulis, tulis tanpa papan. Ini memiliki makna manusia dapat membaca tanpa harus tau tulisan dan seolah tulisan itu ada tapi tanpa memakai papan, inilah yang dimaksud kalimat “Rahasia Ilahi”. Bahkan menurut mayoritas mereka mengatakan bahwa, di dunia aja kita bisa berkomunikasi dengan Tuhan (Allah SWT) apalagi ketika kita di akhirat kelak. Oleh karena itu, orang yang sudah mendalami secara mendalam dalam ajaran ini, “dunia ya surga, surga ya dunia”. Dalam buku Inventarisasi sebagai pedoman “Paguyuban Noormanto”.
18 Insan Kamil disebut juga Manusia Paripurna, ia adalah wakil Allah SWT, melaluinya, Allah SWT merenungkan dan memikirkan kesempurnaan yang berasal dari nama-Nya sendiri. Manusia paripurna mengaktualisasikan bentuk ilahi. Dalam mengemban amanat, ia telh memnuhi raison d’etre-nya melalui manusia paripurna inilah Allah SWT masuk ke duani. Insan kamil adalah salah satu nama yang diberikan pada Barzakh Tertinggi. Raga dan ruh manusia adalah sebagai penggerak sekaligus pengendali. Demikian kosmos, ruh-nya adalah manusia paripurna. Tanpanya, kosmos bagaikan tubuh yang tercampakkan. Lihat Amatullah Amstrong, Khasanah Istilah Sufi ; Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, terj : M.S. Nashrullah dan Ahmad Baiqui, Anggota IKAPI, Bandung, hlm. 110
60
luhur, serta mampu mengaktualisasikan dirinya dihadapan Tuhan sebagai abdi yang memiliki “Jiwa Besar”.
Kembali kepada pokok persoalan mengenai tentang
penerimaan ajaran. Ajaran Kenal Gesang ini diterima oleh Ki
Noormanto langsung dari Ki Saimo. Ki Noormanto banyak melakukan
laku broto karena melihat kehidupan masyarakat yang membuat rasa
keprihatinannya beliau. Dengan banyaknya melakukan laku broto
tersebut menjadikan Ki Noormanto bertemu dengan Ki Saimo, dengan
berbagai persoalan yang dihadapi telah diceritakan oleh Ki Noormanto
kepada Ki Saimo. Akhirnya Ki Saimo membantu untuk memecahkan
permasalahan kehidupan dengan memberikan ajaran kerohanian
kepada Ki Noormanto. Ternyata setelah ajaran yang di dapat dari Ki
Saimo itu di hayati oleh Ki Noormanto dapat membuahkan hasil.
Kemudian Ki Noormanto mencoba untuk mengajarkan ajaran tersebut
kepada warga masyarakat Semarang setempat. Sehingga hal itu dapat
memberi ketentraman jiwa bagi mereka. Tentu saja hal ini banyak
penganut dan diminati bahkan mereka mendukung datangnya ajaran
baru yang instan dan spontan dalam mempelajarinya.
2. Pokok Ajaran Spiritual “Kenal Gesang”
a. Ajaran Tentang Tuhan Yang Maha Esa
Menurut ajaran Paguyuban Noormanto di dalam memahami
ajaran tentang Tuhan yang maha esa akan diurai ke dalam beberapa
hal pokok ajaran, yaitu antara lain tentang keberadaan Tuhan,
kedudukan Tuhan, sifat-sifat Tuhan, kekuasaan Tuhan dan sebutan-
sebutan Tuhan.
1) Keberadaan Tuhan
Menurut ajaran Paguyuban Noormanto, Tuhan itu ada dan
keberadaannya diyakini kebenarannya. Sebab Tuhan adalah
sumber dari segala sumber jagad raya. Tuhan adalah pencipta
61
jagad raya ini dan segala apa yang ada di dalamnya (isi). Tuhan
Yang Maha Esa adalah zat hidup yang menggerakkan dan
mengatur seluruh alam dan isinya.
Bukti yang memberikan keyakinan pada kadang Paguyuban
Noormanto, atas keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, hal ini terlihat
adanya kehidupan di dunia ini. Dunia sudah sedemikian adanya
sejak dulu sampai sekarang. Kehidupan itu ada pada diri manusia,
ada pada hewan, ada pada tumbuh-tumbuhan, kehidupan itu semua
dipelihara oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena alam seisinya
ini ada dalam kekuasaan Tuhan.
2) Kedudukan Tuhan
Menurut ajaran Paguyuban Noormanto atau “Kenal
Gesang”, mengajarkan bahwa kedudukan Tuhan Yang Maha Esa
ini, ada dalam diri manusia. Sebab hidup manusia itu adalah
percikan “Nur Ilahi” (Sinar Tuhan).
Menurutnya “Nur Ilahi” ini bersemayam di hati manusia,
Qalbun (hati) merupakan wadah yang suci, dimana ia sebagai
bagian vital dari tubuh yang terletak di sebelah kiri bawah dada dan
berbentuk kerucut.. sehubungan dengan struktur dan lapisan-
lapisannya, hati berbeda dengan semua bagian tubuh lainnya. Ia
mengandung banyak fungsi, diantaranya memproduksi sel darah
dan membersihkan atau menyaring racun yang mungkin masuk ke
tubuh.19
3) Sifat-sifat Tuhan
Menurut ajaran Paguyuban Noormanto, Tuhan mempunyai
sifat-sifat “Maha Segala Maha”, maka tidak dapat dijelaskan secara
19 Fathullah Gulen, Kunci-Kunci Rahasia Sufi, terj : Tri Wibowo Budi Santoso, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 53
62
satu-persatu. Tuhan Maha Suci, Maha Halus, Maha Penuntun,
Maha Pencipta, dan masih banyak Maha-Maha yang lain.
Dalam kehidupan kadang Paguyuban Noormanto,
dianjurkan dan diharapkan agar di dalam mempraktekkan “urip”
(hidup) harus menjalankan sifat-sifat Tuhan antara lain ; sifat
Tuhan Maha Kasih, diharapkan agar para kadang Paguyuban
Noormanto dapat belajar untuk mengasihi sesama hidup. Tuhan
Maha Adil, maka kadang diharapkan untuk dapat bersifat adil
terhadap sesama. Tuhan mempunyai sifat Maha Pengampun, maka
diharapkan kadang Noormanto diharapkan untuk belajar bersifat
pengampun terhadap kekeliruan/kesalahan/kekhilafan terhadap
semua makhluk.
Menurut keyakinan dan ajaran paguyuban noormanto,
bahwa manusia tidak memiliki sifat-sifat Tuhan. Oleh karena itu,
manusia yang hanya dekat dengan Tuhan saja yang dapat
mendekati sifat-sifat Tuhan tersebut. Itupun masih pada batas-batas
tertentu, karena manusia adalah berkat ciptaan Tuhan. Keberadaan
manusia itu sangat terbatas dan berbeda dengan keberadaan Tuhan.
Oleh karena itu, manusia tidak mungkin dapat menyamai Sang
Penciptanya.
4) Kekuasaan Tuhan
Menurut ajaran “Kenal Gesang” Tuhan itu maha kuasa,
kekuasaan Tuhan tak terbatas karena dengan sifat Maha-nya.
Menurut ajaran ini kekuasaan Tuhan yang dapat kita rasakan
adalah kekuasaan Tuhan terhadap alam dan seluruh isinya. Alam
dan seisinya ini diatur oleh kekuasaan Tuhan, termasuk di
dalamnya setiap kehidupan manusia. Segala kebutuhan manusia
telah tersedia, semua ini terjadi atas kuasa Tuhan.
63
Bahkan menurut kekuasaan kadang-kadang “Kenal
Gesang”, segala peristiwa alam yang terjadi merupakan salah satu
wujud kekuasaan Tuhan. Misalnya ; gunung meletus, bencana
banjir, gempa bumi, Tsunami, angin kencang, wabah penyakit dan
lain sebagainya. Hal ini terjadi atas kekuasaan Tuhan
menggerakkan kekuatan alam.
Dijelaskan pula dalam ajaran “Kenal Gesang”, bahwa
Tuhan mempunyai kekuasaan mengatur kehidupan manusia.
Tingkah laku manusia itu ada dalam kekuasaan Tuhan. Misalnya
manusia akan berbuat baik atau jahat dapat terlaksana atau tidak,
sangat ditentukan oleh kekuasaan Tuhan, dan tergantung dari
rencana dan kehendak Tuhan. Suatu contoh ; kalau kadang-
kadang Paguyuban “Kenal Gesang” telah diatur Tuhan untuk
menolong atau menyembuhkan orang sakit. Datanglah orang sakit
kepada kadang-kadang tersebut dan kadang tersebut akan dapat
menolongnya. Karena kekuasaan Tuhan yang mengatur, maka
antara yang minta pertolongan dan yang menolong sudah diatur.
Mereka saling berhubungan rasa, sehingga seperti ada yang
menggerakkan untuk bertemu. Keduanya diatur oleh Tuhan untuk
bertemu dan berbuat sesuatu sehingga berguna. Melalui
“wejangan” serta sarana yang diberikan, sihingga orang yang
sakit/susah dapat disembuhkan dan timbul rasa gembira yang
tumbuh dalam hidupnya dan seterusnya. Telah ditegaskan bahwa
Tuhan Yang Maha Adil, maka barang siapa yang menanam pasti
akan memetik buahnya.
5) Sebutan Tuhan dalam “Kenal Gesang”
Dalam ajaran “Kenal Gesang” tidak mengenal sebutan-
sebutan lain tentang Tuhan kecuali “Tuhan Yang Maha Esa”
adalah Maha di atas segala-galanya.
64
b. Ajaran tentang Alam Semesta
Menurut ajaran “Kenal Gesang”, mengenai ajaran tentang
alam semesta ini akan diurai ke dalam empat hal pokok yaitu ; asal
usul alam, kekuatan alam semesta, hubungan alam dengan manusia,
alam nyata dan alam lain.
1) Asal Usul Alam
Menurut keyakinan kadang atau warga “Kenal Gesang”,
bahwa asal mula terjadinya alam semesta itu ada karena sabda
Tuhan. Alam adalah sesuatu yang ada dalam hidupnya, yang akan
di dalam keberadaannya dan wujud serta sifatny digunakan untuk
kepentingan manusia. Menurut keyakinan mereka, Tuhan
menyabda terjadilah alam semesta karena Adam telah jatuh ke
dalam larangan Tuhan. Demikian dijelaskan ; “Hai adam karena
engkau sanggup memikul amanat Tuhan, sedangkan hewa dan
sebagainya, tidak sanggup memikulnya, maka engakulah kujadikan
makhluk tertinggi di dunia ini”. Bahkan dunia dan seisinya ini
kucupta agar dunia seisinya ini dapat berguna bagimu dan dapat
dipergunakan keturunanmu.
Menurut keyakinan mereka bahwa, kekuasaan Tuhan itu
apriori (tak terbatas), ini dapat kita lihat bahwa ikan, bintang
air/laut itu tidak bisa habis, dan keberadaannya sepanjang masa.
Misalnya timur tidak ada batas yang jelas paling Timur,
demikian juga Utara, Barat, maupun Selatan tidak ada batas. Itu
semua menunjukkan bahwa alam tidak memiliki batas-batas yang
pasti.
Tuhan itu Maha Kuasa dan alam yang diciptakan Tuhan
menurut keyakinan mereka, akan ada akhirnya. Akan tetapi
manusia tidak tahu kapan itu terjadi. Berakhirnya alam semesta
65
hanya Tuhan yang tahu kapan akan terjadi, sangat tergantung dari
Tuhan kapan menghendaki.
2) Kekuatan-Kekuatan Alam Semesta
Menurut ajaran “Kenal Gesang”, bahwa alam semesta
yang ada ini memiliki kekuatan. Telah terbukti dengan adanya
kekuatan alam semesta yaitu mampu memberikan kehidupan bagi
makhluk Tuhan. Jika alam semesta ini tidak memiliki kekuatan
maka, di alam semesta ini tidak ada kehidupan. Jika tidak ada
kehidupan, maka yang akan terjadi keadaan alam semesta pasti
akan saling bertabrakan dengan planet lain sehingga
mengakibatnya kehancuran bagi alam itu sendiri.
Telah dicontohkan ; “Karena ada daya tarik bumi, maka
yang terjadi air laut tidak tumpah ke “jagad raya”. Contoh lain ;
Gunung meletus itu merupakan kekuatan-kekuatan alam seperti
kekuatan Tuhan. Kekuata alam ini mempunyai hubungan yang erat
sekali dengan kuasa Tuhan, sebab bila Tuhan tidak menghendaki
adanya kekuatan-kekuatan alam, maka hancurlah alam semesta dan
seisinya.
3) Hubungan Alam dengan Manusia
Menurut ajaran “Kenal Gesang” manusia dan alam semesta
mempunyai hubungan erat. Keduanya saling terkait tidak bisa
dipisahkan. Dengan kata lain keduanya erat sekali hubungannya,
karena manusia membutuhkan alam untuk pemenuhan kebutuhan
kehidupan. Sedangkan alam juga membutuhkan manusia untuk
mengelola, mengolah. Antara manusia dan alam saling tergantung
untuk menjaga kelestarian hidup sehingga terjagalah kelestarian
alam dan isinya.
Menurut ajaran Paguyuban Noormanto bahwa alam
semesta serta isinya, baik hewan, tumbuh-tumbuhan dan
66
sebagainya, mempunyai manfaat yang besar sekali bagi kehidupan
manusia.
Menurut keyakinan para kadang Noormanto atau “Kenal
Gesang” manusia tanpa alam semesta, yang terdiri dari air, udara,
hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya, manusia tidak dapat
hidup. Tumbuh-tumbuhan akan memenuhi kebutuhan hidup
manusia, baik untuk kebutuhan bahan makan, peneduh, bahkan
pohon-pohon sebagai kelengkapan sarana hidup manusia.
Sedangkan hewan, dapat bermanfaat, bagi petani baik tenaga dan
sebagainya, sedangkan bintang-bintang secara ekosistem memberi
manfaat dalam kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan, dan hewan-
hewan itu sendiri.
Dari berbagai fasilitas yang ada dari isi alam semesta itu
semua, menurut ajaran “Kenal Gesang” sangat erat hubunganya.
Karena keduanya saling memberikan keuntungan. Alam tanpa
manusia bagaikan malam tanpa siang, sebaliknya manusia tanpa
alam bagaikan ikan tanpa air.
4) Alam Ghoib
Menurut ajaran “Kenal Gesang”, dijelaskan bahwa
disamping alam nyata terdapat pula alam ghoib. Alam ghoib
merupakan alam yang kasat mata tidak bisa disaksikan oleh mata
telanjang. Menurut ajaran tersebut, alam ghoib itu diyakini sebagai
tempat-tempat makhluk-maklum halus, jin, syaitan, dan lain-lain.
Sedangkan alam baka diyakini sebagai alam kelanggengan (abadi).
Alam kelanggengan ini merupakan tempat manusia setelah mati.
Manusia yang dapat masuk ke dalam kelanggengan ini, adalah
manusia mati sebagaimana mestinya atau layaknya manusia.
Menurut para sesepuh menyakini juga bahwa, makhluk
yang eksistensinya di alam ghoib, mustahil dapat disaksikan oleh
67
mata. Apabila seseorang itu bisa menyaksikan alam ghoib itu
hanya sebagai khayalan (takhayul) belaka.
c. Ajaran tentang Manusia
Menurut ajaran “Kenal Gesang”, ajaran tentang manusia ini
meliputi ; asal-usul manusia, struktur manusia, dan sifat manusia.
1) Asal-usul Manusia
Menurut ajaran ini, manusia kali pertama yang diciptakan
oleh Tuhan adalah “Adam” dan “Hawa”. Sedangkan proses
terjadinya manusia menurut ajaran ini sebagaimana telah dijelaskan
oleh sesepuh Paguyuban.
Pada dasarnya pertama manusia diciptakan melalui Tuhan
dari benih atau “air cinta kasih orang tua” yang berada dalam
wadag (tempat) badan kandungan ibu. Kemudian “air cinta kasih
orang tua” ini di dalam kandungan berkembang menjadi segumpal
daging yang selanjutnya akan berkembang menjadi janin. Pada saat
berbentuk janin inilah tertancaplah “ruh”, “ruh suci” atau pun
disebutjuga sinar Tuhan (Nur Ilahi) yang memasuki sang janin
yang disebut sukmo (nyawa) dan akhirnya menjadi seorang bayi
yang lahir dari rahim ibunya.
2) Struktur Manusia
Sebagaimana ajaran tentang penciptaan manusia telah
dikemukakan bahwa manusia berasal dari Tuhan. Inti manusia
dalam ajaran ini dibagi menjadi dua unsur yaitu jiwa dan raga
/“jasmani” dan “ruhani” (ruh, sukma, hidup, jiwa, gesang) atau
sering disebut material dan spiritual. Menurut keyakinan para
kadang Noormanto atau “Kenal Gesang”, manusia secara material
berasal dari anasir (unsur) tanah, angin, air, dan api. Hal ini
didasari dengan keyataan manusia secara jasmani, dengan susunan
tubuh manusia terdiri dari ; wulu (bulu), kulit, otot, rah (darah),
68
daging, balung, (tulang), dan sumsum.20 Dari ketujuh unsur yang
berada pada tubuh manusia itu tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lain. Unsur material pada diri manusia adalah badan kasar
atau wadag yang bisa dilihat oleh mata telanjang dan sifat
sementara dapat dirasakan serta merasakan secara nyata.
Menurut ajaran ini badan wadag manusia dilengkapi
dengan panca indra. Panca indra ini menyertai manusia hidup,
untuk dapat merasakan dan menambah keyakinan atau percaya diri
terhadap keagungan Tuhan. Menurut keyakinan kadang
Noormanto, manusia selain terdiri dari unsur material juga dari
unsur spiritual. Yang dimaksud unsur spiritual dalam ajaran ini
adalah roh, sukma, hidup, jiwa, dan gesang, yang keberadaannya
tidak dapat disaksikan oleh mata telanjang, akan tetapi dapat
dirasakan. Unsur spiritual ini berfungsi untuk menghidupkan unsur
material, sehingga dengan kesatuan unsur material dan spiritual,
maka terdapatlah manusia hidup. Diantara keduanya tidak bisa
dipisahkan, jika terpisah maka berakhirlah manusia hidup.
Menurut ajaran ini, unsur spiritual yang ada pada diri
manusia, berasal dari “Nur Ilahi” (sinar Tuhan) dan keadaannya
sehakekat dengan Tuhan. Dan sebagai isi “ruhani” dalam ajaran ini
terdiri dari ; pangucap (pengucapan), pangroso (perasaan),
panggondho (penciuman), pandhulu (penglihatan), dan pangrungu
(pendengaran). Isi atau Inti manusia ini terbungkus badan wadag
sebagai “pakainnya”, lengkap dengan segala pirantinya (alat-alat
indera).21 Nur Ilahi itu terdapat dalam diri manusia pada saat masih
dalam kandungan berupa janin. Hal ini terjadi karena Tuhan Maha
20 Dokumen Yayasan, op.cit., hlm. 6 21 Drs. H. Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan ; Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, CV. Aneka Ilmu, Semarang, 1999, hlm. 76
69
Pencipta dan Maha Hidup, maka sebelum manusia terbentuk di
dalam kandungan dan lahir, maka masuklah Nur Ilahi.
Dalam ajaran ini Nur ini disebut “ruh bersama” yang
berkembang di dalam kandunga ibu, memberikan wujud
kehidupan. Di dalam kenyataan manusia “urip” (hidup) menurut
ajaran “Kenal Gesang” ini, bahwa di dalam unsur spiritual dikenal
pula adanya “sedulur papat limo pancer”.22 Sebagai Pengertian
sedulur papat limo pancer dan hubungan antara unsur spiritual dan
unsur material ini sangat erat sekali.
Sedulur papat limo pancer dalam ajaran ini diyakini
keberadaannya. Sedulur papat limo pancer itu adalah ke empat
hawa nafsu manusia yang sama ingin menguasai “urip” (hidup)
manusia itu sendiri. Hidup ruhani kita memiliki sedulur papat limo
pancer, yang terdiri dari ;
a. Keinginan menuju ke arah kebaikan
b. Keinginan makan dan minum.
c. Keinginan keduniawian.
d. Keinginan marah
Keempat keinginan itulah yang disebut sedulur papat.
Sedangkan pancer yaitu “urip”-nya (hidupnya) sendiri. Menurut
ajaran ini, manusia itu sangat perlu mengenal hidupnya, karena
dengan mengenal hidup, keinginan ke arah kebaikan agar selalu
memimpin dalam tubuh kita setiap saat secara terus menerus secara
kesinambungan.
Menurut keyakinan ajaran “Kenal Gesang” ini, bahwa
manusia juga memiliki saudara tua dan saudara muda yang setia
menjaga raga atau momong rogo. Kedua saudara tersebut bersifat
22 Dokumen Pribadi Keping CD, disampaikan pada tanggal 8 Agustus 2005 dalam acara
ulang tahun PKPN. Penjelasan inipun disampaikan setiap pertemuan dengan para kadang atau warga agar selalu mengingat akan adanya musuh dalam diri manusia yaitu sedulur papat.
70
halus dan mereka menyebutnya dengan “kakang kawah adi ari-
ari”.
Selanjutnya, unsur material dan spiritual dalam diri
manusia menurut ajaran ini jelas memiliki hubungan yang sangat
erat sekali. Karena manusia unsur tersebut merupakan sarana untuk
dapat mencapai tujuan hidup yang sempurna, sehingga manusia itu
harus dapat menjaga keseimbangan di dalam hubungan antara
kedua unsur tersebut.
3) Sifat Manusia
Menurut ajaran “Kenal Gesang”, pada dasarnya manusia
memiliki sifat dasar yang berbeda-beda. Adapun yang mendasari
sifat dasar yang berbeda itu adalah karena adanya karakter manusia
yang telah dipengaruhi oleh sedulur papat yang ada pada hidup
manusia. Menurut ajaran ini, bahwa keempat sifat manusia yang
berbeda-beda itu tidak terbawa sejak lahir, melainkan karena
aktifitas manusia pada lingkungannya. Sebab pada dasarnya
manusia yang terlahir di dunia ini adalah “suci” tanpa tergores dan
tercampuri dosa apapun.
Setelah bayi itu lahir di dunia bahkan tumbuh dan
berkembang barulah sifat-sifat muncul dan menyertainya. Sehingga
mengakibatkan sifat-sifat manusia yang berbeda itu akan
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan manusia yang dimotori oleh
nafsu yang ada dalam diri manusia. Keempat nafsu tersebut, yakni
;
a) Nafsu Mutmainnah, sumber segala yang menuju ke arah
kebaikan dan sumber semangat mencari Allah SWT.
b) Nafsu Sufiyah, mendorong manusia terhadap keinginan-
keinginan keduniawian.
c) Nafsu Aluamah, mendorong manusia untuk memenuhi
keinginan-keinginan makan dan minum.
71
d) Nafsu Amarah, yang medorong manusia memenuhi keinginan
marah. Manusia yang dikendalikan oleh sifat ini cenderung
atau akan cepat sekali marah, emosi, dan brangasan. Nafsu ini
dilambangkan dengan warna “merah”.
Keempat nafsu tersebut saling berusaha mempengaruhi
hidup manusia. Apabila salah satu nafsu menguasai manusia secara
kuat, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidup. Ketika
manusia itu tidak seimbang hidupnya, maka mengakibatkan prilaku
manusia tersebut akan menimbulkan pengaruh terhadap dirinya
maupun orang lain.
Menurut ajaran ini, agar nafsu-nafsu terkendali, manusia
harus melakukan latihan untuk mengenal “urip”-nya (hidupnya)
sendiri.
Manusia dapat mengevaluasi hidupnya baik atau tidak,
tergantung bagaimana manusia itu mengendalikan sifat-sifatnya.
Karena pada dasarnya nafsu itu semua baik, tapi juga sebaliknya
bisa jadi nafsu itu semua jelek. Oleh karena itu, pengendaliannya
hanya dapat dilakukan setelah kita memahami “hidup diri
pribadinya”.
Menurut ajaran Noormanto untuk mengendalikan diri dan
mengenal hidup, hati nurani manusia memiliki peran yang sangat
penting, karena dengan menggunakan hati nurani, maka manusia
akan terkontrol prilaku hidupnya.
Dengan melalui aktifnya hati nurani dalam diri manusia,
maka hal tersebut akan dapat mencegah nafsu yang kerjanya
berlebihan, sehingga akan tercapailah hidup dalam diri manusia
tersebut yang seimbang dan terkendali.
Sifat manusia itu terbatas berbeda halnya dengan eksistensi
Tuhan, Dia memiliki sifat-sifat sempurna dan apriori. Manusia
72
untuk dapat mendekati sifat-sifat Tuhan, harus melalui cara-cara,
menjalani perintahnya dan mencontoh apa yang dimiliki oleh sifat-
sifat Tuhan, seperti halnya terdapat pada 99 (sembilan puluh
sembilan) sifat Tuhan yakni “asmaul khusna” (nama-nama baik
bagi Allah SWT).23
d. Ajaran tentang Kehidupan di Dunia dan Kehidupan setelah Mati
1) Ajaran tentang Kehidupan di Dunia
Ajaran ini menegaskan bahwa, manusia hidup di dunia itu
bertujuan untuk mencapai kesempurnaan, untuk mencapai
keseimbangan antara jasmani dan ruhani. Untuk mencapai hal
tersebut, maka manusia harus mengerjakan suatu aktifitas dengan
hati senang dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan.
Oleh karena itu, di dalam melaksanakan kehidupan sehari-
hari manusia dituntut agar selalu eling (ingat) serta mengendalikan
nafsu yang ada pada dirinya. Untuk menuju dan mencapai tingkat
spiritual warga Noormanto menganjurkan agar supaya selalu
mengamalkan ajaran paguyuban. Pengamalan itu dilakukan baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada sesama
masyarakat, alam semesta.
Menurut kadang-kadang sesepuh Paguyuban Noormanto
menyadari bahwa, semua yang ada di alam semesta ini merupakan
milik sekaligus ciptaan Tuhan. Oleh karena itu, wajib bagi manusia
untuk menjaga dan melestarikan hidupnya.
2) Ajaran tentang setelah Kematian
a. Kematian Manusia
Ajaran ini meyakini bahwa, manusia setelah melewati
kematian di dunia dan selanjutnya akan mengalami kehidupan
23 Bisa dilihat pada Sulaiman al-Kumayi, 99 Kecerdasan, buku I dan buku II.
73
di alam lain. Setiap manusia akan mengalami kematian, lebih
lanjut ditegaskan bahwa, kematian manusia di dunia ini
merupakam awal kehidupan abadi. Bersamaan dengan hal
tersebut di atas, mati dibedakan ke dalam tiga jenis ;
(1) Mati wajar
(2) Mati sempurna
(3) Mati sengsara.
Mati sengsara mengandung pengertian bahwa,
kematian manusia yang bukan kehendak Tuhan, melainkan
matinya disengaja oleh manusia itu sendiri, misal bunuh diri,
kecelakaan, dan lain-lain.
b. Kehidupan setelah Mati
Dalam ajaran ini meyakini bahwa, setelah manusia itu
mati selanjutnya akan ada kehidupan kembali. Dan kehidupan
baru ini sangat ditentukan oleh buah budi atau perbuatan-
perbuatan yang dilakukan apakah sesuai dengan “dawuh”
(tutur kata) dari Tuhan Yang Maha Esa yang tertuang dalam
ajaran atau sejauh mana manusia itu mengenali “urip”-nya
(hidupnya) sendiri yang berada di dalam dirinya. Itulah yang
akan menentukan tempat kehidupan setelah manusia mati.
Menurut ajarannya, manusia setelah mati akan
meninggalkan kehidupan duniawi. Tubuh manusia yang
merupakan usur-unsur material dari yang berupa angin, bumi,
air, dan api akan kembali ke asalnya yaitu tanah. Sedangkan
unsur spiritual manusia sebagai tempat kemabali adalah alam
kelanggengan, dengan mempertanggung jawabkan amal
perbuatan semasa hidup di dunia. Dalam kelanggengan ini
manusia akan menjalani hidup yang abadi.
74
e. Ajaran tentang Budi Luhur
Dalam masalah “Budi Luhur”, Paguyuban Noormanto
megajarkan ajaran budi luhur dapat dilihat dalam beberapa hal yakni ;
tujuan hidup manusia, tugas dan kewajiban manusia, pengalaman
ajaran dalam kehidupan.
1) Tujuan Hidup Manusia
Wajib sekali bagi para kadang “Kenal Gesang” memahami
tentang apa tujuan hidup manusia. Disadari bahwa “urip” adalah
suatu anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini warga
“Kenal Gesang” berkaitan dengan tujuan hidup manusia
ditunjukkan dengan beberapa tujuan yaitu ;
a. Melaksanakan amanat Tuhan yaitu mempunyai keturunan
Sebagai makhluk Tuhan yang bersifat genetik, dalam
ajaran “Kenal Gesang” menganjurkan agar para kadang untuk
menikah. Dengan diadakannya pernikahan, maka keturunan
manusia akan tetap terjaga. Dalam rangka melaksnakan
amanat Tuhan, secara otomatis mereka telah melestarikan
kehidupan di alam ini.
Disamping tujuan mendapatkan keturunan ini, secara
tidak langsung tradisi-tradisi ajaran leluluhur yang telah
membawa mereka dalam kehidupan yang seimbang dan
sempurna akan tetap berkembang. Sebagai ajaran yang bersifat
spritual, ajaran “Kenal Gesang” memberikan bimbingan luhur
terhadap keturunan-keturunan mereka yang akan tumbuh
menjadi generasi penerus yang akan datang.
b. Menjalankan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang
berkaitan dengan kehidupan di alam kelanggengan kelak
75
Menurut ajaran ini, bahwa tujuan hidup manusia di
dunia, sangat erat kaitannya dengan tujuan hidup di alam
semesta atau dunia ini. Sebab kehidupan di alam langgeng
nanti sangat ditentukan oleh kehidupan di dunia. Oleh karena
itu, tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk mencapai
keseimbangan antara kepentingan jasmani dan ruhani.
Disamping itu manusia bertujuan untuk dapat mencapai
kesempurnaan, agar dapat hidup di alam kelanggengan.
Menurut ajaran ini, yang dimaksud kesempurnaan
hidup di dunia yaitu apabila manusia mampu mengendalikan
hawa nafsu dan bisa menggunakan hati nurani yang ada pada
dirinya serta mencontoh sifat-sifat Tuhan sebagai landasan
prilaku kehidupan sehari hari.
2) Tugas dan Kewajiban Manusia
Ajaran ini menegaskan bahwa tugas dan kewajiban
manusia meliputi ; tugas dan kewajiban terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, tugas dan kewajiban terhadap diri sendiri, tugas dan
kewajiban manusia terhadap sesama.
a. Tugas dan Kewajiban Manusia terhadap Tuhan Yang Maha
Esa
Seperti halnya yang sudah diterangkan dalam item
tujuan hidup manusia, dalam ajaran ini tugas dan kewajiban
manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa yaitu ;
(1) Meneruskan keturunan
Manusia berkewajiban meneruskan keturunan,
karena manusia adalah ciptaan Tuhan dan secara
kodratnya manusia akan berkembang dan lahir, tumbuh
berkembang dewasa akhirnya berumah tangga dan
memberikan keturunan.
76
(2) Kewajiban untuk manembah
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan manusia
diwajibkan untuk menyembah kepada Tuhannya.
Mengingat hal tersebut, Tuhan adalah sumber dari segala
kehidupan. Sebagai sang pencipta manusia, maka wajiblah
ia untuk manembah sebagai tanda ketaatan kepada-Nya.
(3) Mencontoh dan melaksanakan sifat-sifat Tuhan serta
meyakini segala larangan-Nya
Melalui kewajiban-kewajiban tersebut di atas
dalam item ketiga ini kadang “Kenal Gesang” diharapkan
untuk dapat menghayati guna mencapai kesempurnaan
hidup. Seperti halnya mereka harus menjalankan sifat-sifat
Tuhan yang akan membawa hidup mereka dalam tatanan
yang lebih tinggi.
Manusia dianjurkan untuk bersifat adil terhadap
sesama, belas kasihan. Mengingat akan hal itu sangat
urgen sebagai dasar dari sebuah prilaku yang terpuji, maka
manusia diwajibkan untuk mencontoh dan menjalankan
sifat-sifat Tuhan tersebut.
Di dalam kehidupan warga Paguyuban “Kenal
Gesang” selalu diajarkan untuk manembah kepada Tuhan.
Di dalam praktek sehari-hari seperti menekung, eling,
percaya serta mituhu. Mengingat manusia itu sebagai
makhluk ciptaan-Nya, sudah selayaknya manusia harus
menyembah, tunduk ingat, dan percaya tanpa adanya rasa
skeptis terhadap-Nya.
Dalam manembah kepada Tuhan, manusia dituntut
untuk dapat hening dan meneng. Pada saat manusia
menghadap Tuhan diharapkan harus dalam keadaan bersih
77
dari pengaruh duniawi yang berupa akal pikiran,
keinginan, kekecewaan, gundah, dan sebagainya, yang
sifatnya kebutuhan duniawi. Karena menghadap pada
Tuhan, artinya manusia itu manembah kepada Yang Maha
Suci, maka kita harus lepas dari kebutuhan-kebutuhan
tersebut.
Sebagai ajaran yang berkeyakinan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dalam ajaran “Kenal Gesang” ini
memiliki beberapa wewarah yang harus dilakukan oleh
para kadang-kadang sebagai konsep manembah kepada
Tuhan dan wewarah ini wajib dijadikan pegangan baginya.
Wewarah-wewarah tersebut antara lain ;24
a) Wajib sembahyang sehari semalam paling sedikit ½
jam.
b) Harus berbakti kepada bapak, ibu, mertua, penuntun,
perantara, yang nuntun pengertian serta nusa dan
bangsa.
c) Tidak boleh menyakiti orang lain, melainkan untuk
menyenangkan hati orang lain.
d) Tidak dengki, meri, jahil, menakil, panas hati dan iri
hati.
e) Wani ngalah tembung seklimah dengan siapapun.
f) Budi luhur, jiwa besar, sopan santun dengan siapapun.
g) Belajar menjadi sifat bumi.
h) Belajar menjalankan sifat-sifat Tuhan.
i) Sepi ing pamrih rame ing gawe mamayu-hayuning
bawana. 25
24 Buku Inventarisasi Paguyuban, op.cit., hlm. 9 25 Sepi ing pamrih rame ing gawe, Yakni suatu pemahaman yang diperoleh dari
kesadaran atas kesatuan manusia dengan rasa kosmis atau dengan alam kodrat sebagai akibat tapa dan semadi, dan karenanya manusia tidak mencari untung kecil untuk dirinya sendiri, melainkan
78
j) Senang beramal kepada sesama.
b. Tugas dan Kewajiban manusia terhadap Alam
Dalam ajaran ini, sesuai dengan statusnya, manusia
hendaknya pasrah pejah gesang dhumateng ingkang Moho
Kuwaos. Artinya berserah diri mati dan hidupnya kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini dimaksudkan agar manusia
ingat pada Tuhan, bahwa Tuhan Sang Pencipta alam semesta
serta isinya.
Ajaran ini menjelaskan bahwa, alam ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa ini hanya diperuntukkan manusia, sebagai
pelengkap serta fasilitas dalam kelangsungan hidup sehari-
hari. Oleh karena itu sebagai rasa syukur dan berterima kasih
kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu memanfaatkan fasilitas
alam semesta ini dengan sebaik-baiknya serta wajib untuk
menjaga dan melestarikannya agar tidak cepat rusak.
Sangat disadari dalam paguyuban ini, bahwa alam
semesta ini diciptakan dan diberikan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, beserta keturunannya. Baik itu kekayaan
alam yang ada di laut, bahkan di udara perlu dijaga
keberadaannya.
c. Tugas dan Kewajiban Manusia terhadap diri sendiri
Menurut ajaran ini tugas dan kewajiban manusia
terhadap diri sendiri meliputi ;
1) Harus manembah pada Tuhan
Sebagai citpaan yang sempurna, manusia wajib
untuk manembah kepada Tuhan. Mengingat akan dua untuk meningkatkan mutu hidup seluruhnya, sedangkan memayu-hayuning bawana, maksud dari kalimat tersebut membawa pengertian bahwa bawana (alam) hendaklah dihadapi sedemikian rupa sehingga menjadikan selama sejahtera bagi penghuninya, yakni manusia dan makhluk-makhluk lainnya. Lihat Drs. H. Ridin Sofwan, op.cit., hlm. 65-66
79
dimensi jasmani dan ruhani yang berada dalam diri
manusia. Sebagai salah satu cintanya manusia terhadap diri
sendiri manusia memiliki kewajiban untuk memberikan
menu terhadap keduanya.
Mengingat jasmani sifatnya material dan tampak,
maka menu yang paling utama adalah olah raga, cukup
dalam memenuhi kebutuhan perut (tidak boleh berlebihan)
dan lain-lain agar kesehatan tetap terjaga. Dengan sehatnya
badan manusia, maka manusia itu akan tetap semangat
untuk menjalankan aktifitas kehidupan.
Sedangkan ruhani merupakan sifat halus yang
sangat dekat dengan Tuhan, maka menu yang cocok untuk
ruhani adalah eling (dzikir), manembah (sembahyang),
dan lain-lain. Sehingga bisa menyelamatkan hidupnya di
kasunyatan dan alam setelah mati.
2) Harus eling lan percoyo marang Tuhan
Maksudnya disini, adalah manusia harus selalu
ingat dan percaya bahwa kekuasaan Tuhan di atas
segalanya dan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya pasti
akan kembali kepada-Nya. Maka sikap eling percoyo
merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi
untuk lebih dekat dengan Tuhan.
3) Sepi ing pamrih rame ing gawe
Menurut ajaran ini, manusia hidup itu tidak sendiri,
melainkan bermasyarakat. Dalam bemasyarakat manusia
harus saling menjalin keharmonisan, serta mejaga
kelestarian dan kebersamaan dalam gotongo-royong
sebagia dasar kerukunan hidup. Sepi ing pamrih rame ing
gawe merupakan salah satunya dari ajaran ini, dengan
80
ditegakkannya kerukunan maka terciptalah masyarakat
yang harmonis.
d. Tugas dan Kewajiban Manusia terhadap Sesama
Paguyuban Noormanto mengajarkan, bahwa selain
tugas-tugas yang terdapat pada item sebelumnya, ajaran ini
juga mengajarkan kepada manusia tentang tugas dan
kewajiban terhadap sesama. Hal ini meliputi tugas dan
kewajiban terhadap keluarga, masyarakat, dan terhadap bangsa
dan negara.
1) Tugas dan kewajiban terhadap keluarga
Menurut ajaran ini, keluarga terdiri dari beberapa
anggota keluarga yakni ; orang tua, anak, saudara,
menantu, mertua, dan sebagainya. Dalm kehidupan sehari-
hari masing-masing anggota keluarga mempunyai
kewajiban-kewajiban sebagai berikut ;
a) Seorang anak wajib menghormati orang tua dan
berlaku sopan terhadap orang tua, saudara dan seisi
rumah, termasuk orang lain. Karena orang tualah yang
melindungi dan mendidik anak.
b) Orang tua berkewajiban mendidik, memelihara,
mengajarkan budi pekerti luhur. Agar supaya anak
dapat hidup dan begaul di tengah masyarakat dengan
layak.
c) Saudara tua wajib menghormati dan memberi
pengarahan kepada saudara yang lebih muda.
d) Seorang menantu wajib menghormati, menghargai,
sopan dan tidak boleh berani terhadap mertua.
e) Seorang mertua terhadap menantu, wajib memberikan
wawasan yang luas dan berlaku adil.
81
f) Saudara muda wajib menghormati kepada saudara itu,
dan tidak boleh berani.
2) Tugas dan kewajiban terhadap masyarakat
Menurut ajaran Paguyuban ini, di dalam kehidupan
bermasyarakat, manusia mepunyai kewajiban yang harus
dilakukan yaitu ; membina kerukunan, saling tolong-
menolong saling menghormati, ikut menciptakan
ketentraman.
Untuk mewujudkan kerukunan, ketentraman
tersebut Paguyuban Noormanto mewajibkan warganya
untuk saling asah, asuh, dan asih. Hal ini erat sekali
hubungannya guna mewujudkan pergaulan dalam
masyarakat yang saling menghormat, di antara satu dengan
lainnya. Selain itu melalu saling asah, asuh dan asih ini
dapat menambah wawasan lebih luas.
Dalam ajarannya dijelaskan bahwa di dalam
kehidupan bermasyarakat para kadang dianjurkan agar
supaya kalau kita ingin melatih diri kita, untuk menjadi
sempurna, maka janganlah kita memiliki harapan imbalan-
imbalan apabila kita melakukan perbuatan menolong orang
lain, bahkan dalam mengerjakan sesuatu kerjakanlah
dengan hati senang, ikhlas tanpa mengharapkan imbalan.
Dijelaskan lebih lanjut, gotong-royong antar warga
masyarakat sangat perlu, karena dengan gotong-royong
bisa memperingan sebuah aktifitas dalam masyarakat.
Misalnya mendirikan rumah, mendidikan gedung sekolah,
mendirikan balai desa, dan lain sebagainya.
Dari penjelasan di atas pada intinya warga
Paguyuban dalam melaksanakan tugas, setiap warga
82
dituntut untuk mengutamakan sikap sepi ing pamrih rame
ing gawe. Begitu juga dengan menyelesaikan tugas dan
persoalan, setiap warga agar memiliki sikap asah, asih dan
asuh.
Ajaran ini menerangkan bahwa dalam diri manusia
terdapat sifat-sifat yang kurang baik, yang sering
mempengaruhi seseorang. Watak-watak tersebut antara
lain ;
a) Watak angkara murka, watak inilah yang akan
menimbulkan pertengkararan. Karena segala sesuatu
ingin dikuasai dan dimiliki.
b) Sifat dengki, dengan sifat dengki ini manusia akan
dapat menimbulkan kebencian terhadap sesama.
c) Sifat sombong atau angkuh, dengan watak ini manusia
akan tampak sangat menjauh dari semua orang-orang
yang dilihatnya rendah dan tak penting dihadapannya.
Dirinya merasa lebih memiliki status yang lebih tinggi
dihadapan semua orang.
3) Tugas dan kewajiban terhadap bangsa dan negara
Alam semesta yang telah dihamparkan semua ini
adalah milik Tuhan tanpa terkecuali. Oleh karena itu, agar
manusia dicintai Tuhan maka manusia harus mencintai pula
apa yang dimiliki-Nya. Artinya kita harus mencintai,
memelihara dan menjaga kelestarian, serta keselamatan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mencintai diri sendiri,
mencintai keluaga, mencintai masyarakat, bangsa dan
negara, sampai meningkat pada cinta terhadap dunia.
Berlandaskan hal tersebut di atas setiap warga
Noormanto berkewajiban untuk mewujudkan tata, tentram,
kerto rahardjo. Hal ini diawali dengan pembinaan budi
83
pekerti dalam upaya membentuk kepribadian manusia
seutuhnya yang dipimpin oleh guru pribadinya. Melalui
pembinaan keluaga, dimaksudkan dapat mewujudkan
keluarga yang sejahtera., harmonis sehingga ikut
mewujudkan keluarga, masyarakat yang tentram sehingga,
alam ikut tentaram bisa seluruh keluarga dan masyarakat
tentram.
Ajaran ini menuturkan bahwa pada prinsipnya ajran
neng dan ning ini ikut mewujudkan tata titi, tentram tata
rahardjo. Maka dengan sendirinya manusia akan tumbuh
prinsip atau pakarti ; “sepi ing pamrih rame ing gawe”. Dan
hal tersebut akan melahirkan dampak ; hayuning diri
(keselamatan diri sendiri), hayuning keluarga (keselamatan
keluarga), hayuning bebrayan (keselamatan masyarakat),
hayuning negoro (keselamatan negara), dan hayuning jagad
raya (selamat dan indahnya negara).
Oleh karena ini, warga Paguyuban ini, sebagai waga
negara bersedia membela kelestaria negara, karena negara
Indonesia ini menjadi bagian dari ciptaan Tuhan.
Dijelaskan pula bahwa wujud dan tujuan
pengalaman ajaran ini adalah untuk menjadikan keluarga
yang harmonis dan sejatera. Menurut ajaran paguyuban
noormanto, berbakti kepada orang tua atau yang dituakan,
ini terwujud dalam melaksanakan peraturan bagi semua
kadang yang mengenal hidup yakni ;
a) Tidak berani dengan orang tua, meskipun dalam
keadaan benar, walau dicaci maki oleh oleh orang tua
agar tetap berkata “mohon maaf dan mohon restu”,
sebab ayah dan ibu adalah sebagai perantara hidup di
dunia. Menurut ajaran ini mejelaskan bahwa ayah dan
84
ibu mertua statusnya sama dengan ayah ibu sendiri.
Mertualah yang telah memelihara, membiayai sang
istri/suami sampai dewasa. Oleh karena itu sikap kita
terhadap mertua harus sama pula sebagaimana kita
santun terhadap orang tua sendiri.
b) Dengan orang yang telah mengenalkan hidup kita, kita
harus berbakti kepadanya.
Dalam ajaran ini terdapat ajaran tentang
pengamalan di bidang sosial masyarakat, melakukan
teposliro, saling menghargai, berusaha memahami
pendapat orang lain, gotong royong dan tolong menolong
maksud dan tujuan di dalam mengamalkan ajaran budi
luhur tersebut adalah untuk menjalin kerukunan di dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dijelaskan bahwa pengamalan budi luhur yang
diajarkan oleh Paguyuban Noormanto, bahwa manusia
harus mengingat dunia dan seisinya adalah milik Tuhan.
Bertitik tolak dari keyakinan tersebut maka diajarkan pula
agar manusia dicintai Tuhan, maka manusia itu harus
mencintai apa yang telah dimiliki oleh Tuhan.
Menurut ajarannya, penghayatan mencintai miliki
Tuhan dapat diawali dari mencintai masyarakat, mencintai
bangsa dan negara, bahkan mencintai dunia.
Berdasarkan ajaran dan keyakinan terbsebut, maka
secara tidak langsung warga Paguyuban Noormanto telah
berpartisipasi dalam usaha menanamkan dan
menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, bangsa dan
negara.
85
Dalam pelaksanaan pengamalan dan penghayatan
di paguyuban ini tidak ada sesanti-sesanti khusus, seperti
dijelaskan di atas bahwa pengamalan ajaran dan perilaku
yang berdasar pada ajaran budi luhur ini menjadi
kewajiban setiap warga atau kadang Paguyuban.
Hal ini untuk dilaksanakan atau diamalkan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari dan ikut serta dalam
pembentukan kepribadian masyarakat/bangsa. Pengamalan
ajaran budi luhur ini wajib dilakukan oleh setiap warga
maupun anggota pengurus tanpa terkecuali.
3. Prilaku Spiritual dalam Ajaran Kenal Gesang Paguyuban Noormanto
a. Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
Dalam ajaran Paguyuban Noormanto atau “Kenal Gesang”, di
dalam penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, disajikan dalam
beberapa hal yakni ;
1) Nama penghayatan
Sesuai dengan ajarannya Penghayat Kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, warga Noormanto wajib melakukan
hubungan langsung dengan Tuhan melalui laku manembah, seperti
;
(a) Mengenal hidupnya, sebab hidup itu percikan “Nur Ilahi” (Nur
Allah), karena Dia adalah sebagai Tuhan Yang Maha Hidup.
(b) Manembah minimal ½ dalam sehari satu malam dengan
bahasa ruhani, manembah semacam ini dalam ajaran “Kenal
Gesang” disebut sembahyang.
Dalam pelaksanaan penghayatan atau manembah dalam
ajaran ini tidak terikat oleh kelompok atau pun perorangan, karena
86
manembah menurut ajaran ini dapat dilakukan bersama atau
sendiri.
Dalam pelaksanaan penghayatan dapat ditingkatkan sesuai
dengan tingkat kemampuan dan keyakinan yakni ;
(a) Bagi orang yang pertama kali, perlu dibuka dulu oleh sesepuh
melalui selamatan. Menurutnya selamatan dianut sebagai
naluri nenek moyang pada jaman Majapahit.26 Pada tingkat
awal atau kali pertama mengenal hidup, yaitu perkenalan
antara badan kasar rogo, dengan sukma. Pada tingkat ini
pengikut dapat tuntunan dasar hidup 1%-10%.
(b) Tingkat ke 2 ini dapat tuntunan dasar hidup 10%-25%.
(c) Tingkat ke 3 ini dapat tuntunan dasar hidup 25%-40%.
(d) Tingkat ke 4 ini dapat tuntunan dasar hidup 40%-50%.
(e) Tingkat ke 5 ini dapat tuntunan dasar hidup 50%-70%.
(f) Tingkat ke 6 ini dapat tuntunan dasar hidup 70%-85%.
(g) Tingkat ke 7 ini dapat tuntunan dasar hidup 85%-100%.
Pada tingkatan atau tataran ke 7, manusia baru bisa
mendapatkan Guru Pribadi yang asli.
Menurut ajaran ini, setelah seorang pengikut sampai
tataran terakhir jangan sampai lupa pada tuntunan selanjutnya.
Karena tujuan mengenal hidup adalah untuk menyeimbangkan
hidup kita, oleh karena itu dalam menjalankan ajaran ini kita harus
bisa menyeimbangkan antara Akal 50% dan Guru Sejati 50%.
Dengan tuntunan Guru Sejati inilah menolong untuk mencapai
hidup di tingkat sempurna.
2) Waktu dan tempat
Berdasarkan ajaran Paguyuban Noormanto, di dalam
melakukan penghayatan setiap warga atau kadang paguyuban
26 Buku Inventarisasi Paguyuban, op.cit., hlm. 8
87
dapat melakukannya setiap saat, bahkan waktunyapun tidsak
ditentukan malam, sore, atau pun siang. Pelaksanaan penghayatan
sangat tergantung pada pelaku itu sendiri. Pada dasarnya
penghayatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat dilakukan
kapan saja, setiap saat atau sewaktu-waktu, tetapi pelaksanaan
diwajibkan ½ jam dalam sehari semalam setiap harinya. Bagi
warga Paguyuban Noormanto, yang melaksanakan penghayatan
tidak dibatasi dengan pantangan-pantangan di saat tertentu (misal
pada saat wanita datang bulan dan sebagainya). Yang paling urgen
dalam manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa diawali dengan
pengenadalian diri melalui pengenalan hidup terlebih dulu,
sehingga terpisah dari kepentingan duniawi.
Dalam ajaran ini mengajarkan bahwa pelaksanaan
penghayatan secara bebas tidak terikat disalah satu tempat, namun
penghayatan dapat dilakukan dimana saja. Maksudnya bebas
disini, asal tempat itu bersih dan layak untuk dijadikan tempat
penghayatan. Misalnya di luar rumah, di dalam rumah, di dalam
kamar dan tergantung situasi dan kondisi yang memungkinkan.
3) Arah dan sikap
Dalam melaksanakan penghayatan Tuhan Yang Maha Esa
tidak ditentukan ke mana arahnya. Penghayatan dapat
dilaksanakan ke segala arah. Demikian juga di dalam
melaksanakan penghayatan tidak ditentukan sikap manembah,
tetapi dapat dilakukan secara bebas. Karena Tuhan adalah Maha
Pengasih dan Maha Pengampun. Berdasarkan alasan, bahwa
Tuhan pada dasarnya berada di antara kita, oleh sebab itu dalam
ajaran ini tidak ada ketentuan manusia bersikap secara tertentu di
dalam manembah.
88
4) Do’a
Dalam melakukan manembah, menurut ajaran ini, di dalam
berhubungan dengan Tuhan, mereka menggunakan bahsa ruh yang
keluar dari hati yang terdalam, yang kemudian mengeluarkan
suara melalui lisan. Do’a dalam bahasa ruh ini, bisa didengarkan
oleh siapa saja yang mendengarkan, bahkan yang melakukan do’a
pun dalam keadaan sadar, tapi do’a yang muncul ini tidak bisa
diterjemahkan oleh akal manusia.
Oleh karena itu, sering menjadi orang lain tidak bisa
memahami bahasa ruh tersebut, kecuali orang atau warga
paguyuban yang bisa mengerti tentang maksud bahasa tersebut.
Itupun warga yang sudah mencapai tingkat spiritual yang lebih
tinggi seperti apa yang telah dijelaskan di atas mengenai
tingkatan-tingkatan dalam ajaran “Kenal Gesang”.
Dalam ajaran ini menuturkan bahwa, dalam mencapai
tingkat spiritual tidak perlu mesu rogo lagi seperti halnya dengan
cara bertapa, berpuasa, bersemedi, dan lain-lain. Dengan alasan
karena manusia itu sudah pernah bertapa di kandungan ibu (di
dalam gua garbo) selama 9 bulan 10 hari.
b. Amalan lain dalam mencapai spiritual
Dalam Paguyuban Noormanto, selain Penghayatan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sebagai jalan menuju tingkat spiritual,
paguyuban ini juga memiliki langkah-langkah lain sebagai penunjang,
penunjang tersebut diantaranya ;
1) Sembahyang/manembah ½ jam sehari semalam.
2) Membesarkan amal segala amal pada masyarakat luas, umumya,
yakni ;
(a) Amal tutur yang menuju keselamatan.
(b) Amal harta benda
89
(c) Amal tenaga
(d) Amal pikiran dan lain-lain.
4. Sosialisasi Ajaran “Kenal Gesang” dan Masyarakat
Sosialisasi ajaran “Kenal Gesang” dapat dilakukan secara terbuka
bagi siapa saja yang tertarik mengikuti ajaran. Namun hal ini tergantung
pada niat dan tujuan individu para kadang. Tidak dipaksakan, maksudnya
tidak setiap orang memiliki kadar kemampuan dan kekhususan yang sama.
Pada dasarnya siapa saja yang masuk atau yang mengikuti ajaran “Kenal
Gesang” dengan dorongan rasa memerlukan, akhirnya ajaran tersebut
dapat diketahui yang seterusnya dapat merasakan manfaatnya dalam
kehidupan.
Setiap kadang atau orang yang ingin mengikuti ajaran “Kenal
Gesang”, diawali dengan tradisi selamatan, kemudian dikenalkan dengan
hidupnya sendiri oleh sesepuh Paguyuban. Selamatan ini merupakan dasar
awal untuk ikut mendalami dan menghayati ajaran kenal gesang ini,
merupakan peletakan dasar untuk membebaskan diri kuasa roh-roh jahat,
agar tidak menghalangi di dalam pengenalan hidupnya sendiri. Para
kadang yang datang dan kemudian mendalami ajaran-ajaran kenal gesang
tersebut, didorong oleh dorongan ghoib atau “kecocokan rasa” yang
bersangkutan. Misalnya mereka yang sedang dalam kesulitan hidupnya,
kemudian memperoleh pertolongan.
Menurut cerita sesepuh paguyuban ; ada dari salah satu daerah
yang dalam keadaan kesulitan, secara kebetulan orang tersebut seperti ada
yang menunjukkan datang ke sesepuh Paguyuban “Kenal Gesang”, dan
akhirnya mendapat jalan keluar kesulitan hidupnya. Karena tertariknya
warga masyarakat dengan ajaran tersebut, terus menerus warga
masyarakat berdatangan, untuk ikut mendalami ajaran tersebut. Warga
masyarakat yang ikut ajaran ini selain didorong oleh rasa ingin tahu
mereka juga ingin membuktikan tentang manfaat ajaran “kenal gesang”
tersebut.
90
Bahkan menurut keterangan salah seorang sesepuh, banyak hal
kesulitan tidak hanya pengobatan, tetapi jenis-jenis kesulitan yang lain,
misalnya ; hidupnya tidak tentram, keamanan batin terganggu dan
sebagainya. Melalui latar belakang masyarakat yang mendapat kesulitan
itu, kemudian mereka mencapai kesempurnaan hidupnya setelah
mendapatkan tuntunan dari sesepuh.
Pada masa awal lahir, tumbuh dan tersebarnya ajaran “Paguyuban
Noormanto”, diawali oleh Ki Saimo selaku penerima ajaran yang kali
pertama. Kemudian dari Ki Saimo diturunkan kepada Ki Noormanto dan 5
orang temannya. Beberapa pewaris ajaran ini yang langsung dari Ki
Saimo ini, mereka terus mendalami ajaran sampai pada tataran atau
tingkatan yang mumpuni atau sempurna di dalam bidang spiritual dan
bidang pelayanan masing-masing. Sesuai bakat dan kemampuan para
pengikut dan tokoh (sesepuh) tersebut, tersebarlah ajaran “Kenal Gesang”
ke beberapa daerah di Jawa Tengah dan bahkan sampai ke Lampung.
Menurut keterangan sesepuh paguyuban, pada tahun 1963
terhitung ada 76 orang yang mengikuti dan mendalami ajaran “Kenal
Gesang”. Selaras dengan bejalannya waktu, semakin bertambah pula
jumlah kadang-kadang Paguyuban Noormanto ini sampai sekarang.
Menurut Paguyuban Noormanto atau “Kenal Gesang”, secara
alami dan otomatis, bahkan siapa saja warga “Kenal Gesang” yang telah
menerima ajaran dan menghayatinya siap, berarti siap untuk melanjutkan
tugas menjadi sesepuh di dalam meneruskan ajaran “Kenal Gesang”
tersebut.
Dalam upaya pelestarian, penyerahan tanggung jawab sesepuh ini
sangat tergantung kemampuan penghayatan ajaran. Ki noormanto dipilih
dan diangkat menjadi sesepuh (ketua) Paguyuban atas persetujuan dalam
pertemuan agung Paguyuban Noormanto atau “Kenal Gesang”. Dalam
pertemuan ini biasanya diikuti oleh semua kadang Paguyuban “Kenal
Gesang”. Seperti halnya kenyataan pada Paguyuban ini, sejak
91
dikukuhkannya Ki Noormanto menjadi sesepuh atau penanggung jawab
Paguyuban, hingga saat ini baru sekali terjadi pergantian. Pergantian
sesepuh dilakukan karena Ki Noormanto meninggal dunia. Pada
prinsipnya yang diangkat menjadi sesepuh atau ketua, didasari pada
kemampuan spiritual, serta dukungan atau pengesahan para kadang.
Tetapi tidak lepas disadari pula bahwa semuanya didasarkan atas wisik
atau wahyu “Guru Pribadi”.
5. Respon Masyarakat terhadap Ajaran “Kenal Gesang”
Ajaran Kenal Gesang merupakan suatu ajaran yang menjembatani
hubungan antara manusia dengan Tuhannya secara langsung melalui
bahasa ruh. Bahkan dalam dunia tasawuf pun manusia itu sangat
membutuhkan hubungan tersebut. Dengan berhubungan antara manusia
dan Tuhan-Nya akan mendapatkan kesempurnaan dalam hidup.
Sebagai salah satu ajaran yang mengajarkan tentang ke-Tuhan-an
Yang Maha Esa, masyarakat pun tidak merasa bertolak belakang dengan
adanya ajaran Kenal Gesang. Karena mengingat adanya keterbatasan
masyarakat untuk mencari hidup yang hakiki.27
Dengan mengenal ajaran Kenal Gesang yang ada di Paguyuban
Noormanto, masyarakat merasa mendapatkan lebih dalam kehidupan yang
murni dan hakiki. Karena pokok ajaran Kenal Gesang adalah mengkaji
tentang hakikat kehidupan manusia.
Dengan mengenal ajaran Kenal Gesang, Masyarakat pun dapat
merasakan hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan
manusia lainnya,28 tidak boleh tidak manusia itu harus membatasi cintanya
pada dirinya sendiri dan egoismenya sebagai penolakannya manusia dapat
menyeimbangkan cintanya itu dengan cinta kasih sayang pada orang lain,
27 Wawancara dengan Bapak Soebari pada tanggal 25 Mei 2006 28 Wawancara dengan Ibu Rokhayati pada tanggal 16 Juni 2006
92
bekerja sama dengan dan memberi isyarat tentang kecintaan manusia pada
dirinya sendiri.
Ajaran yang telah diajarkan dalam Paguyuban ini merupakan
langkah awal manusia untuk mengenal jati diri pada masing-masing
individu. Dan langkah awal itu yang pada akhirnya manusia akan
mempunyai budi luhur tinggi.