Download - BAB III
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Sejarah Kereta Api
Manfaat rel sudah diketahui sejak 2000 tahun sebelum Masehi. Sifat yang
menguntungkan diduga didapat dari pengalaman pada waktu menarik atau mendorong
gerobak tidak beroda secara "sledge" dan juga gerobak beroda pada sebuah jalan tanah.
Pada waktu musim hujan atau pada waktu kondisi tanah basah, roda akan menekan
tanah sehingga meninggalkan tapak berupa cekungan ke dalam tanah. Setelah beberapa
roda melewati jalur tersebut, tanah yang sering dilalui roda akan mengeras. Mendorong
gerobak melalui bagian tanah yang sudah mengeras ternyata lebih mudah didorong.
Jalur tapak roda yang mengeras dan membentuk cekungan ke dalam tanah juga
memberi arah bagi gerak roda. Karena gerak roda sudah ditentukan oleh arah yang ada
maka perhatian si pendorong diarahkan pada upaya agar gerobak dapat maju.
Kemudahan ini memunculkan pengetahuan tentang prinsip rel. Mendorong gerobak
pada lorong yang sempit di pertambangan memperkuat pengetahuan manusia tentang
sifat istimewa dari rel. Agar gerak gerobak tidak membentur dinding lorong, dipasang
alat di bagian depan gerobak untuk menjaga agar gerak gerobak mengikuti arah lorong.
Kereta api ditemukan oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Murdocks.
Pada mulanya kereta api dikenal sebagai kereta kuda yang hanya terdiri dari satu
rangkaian kereta. Kemudian dibuatlah kereta kuda yang menarik lebih dari satu
rangkaian serta berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi dan dinamakan dengan
trem. Kereta ini digunakan khususnya di daerah-daerah pertambangan. Awal mula
terciptanya jalan rel bisa dikatakan bermula di Inggris pada tahun 1630, yaitu dengan
adanya pengangkutan batu bara. Hasil penambangan batu bara semula diangkut dengan
kereta yang ditarik kuda. Abad ke-18 untuk angkutan batu bara menggunakan jalan
menggunakan papan kayu yang dikenal sebagai "Wagonway". Gerobak ditarik kuda
pada tahun 1763, pada roda sudah dibuat flens yang berfungsi sebagai pengarah
perjalanan gerobak. Penggunaan kayu sebagai jalan menunjukkan kelebihannya
terutama pada saat tanah menjadi basah karena hujan bahwa berjalan di atas papan kayu
bisa berlangsung dan tidak tergantung pada cuaca.
3.2 Perkembangan Perkeretapian di Dunia
3.2.1 Platway
Setelah besi digunakan untuk berbagai kebutuhan, kemudian para ahli teknik
membuat roda yang lebih tahan lama dan pemecahannya adalah melapisi permukaan
roda dengan lapisan besi tipis. Besi juga digunakan untuk melapisi permukaan jalan
kayu. Pada tahun 1767 von Reynolds melapisi jalan kayu dengan besi cor diatasnya dan
peninggian pada kedua sisinya. Setelah ditemukannya proses pembuatan besi yang lebih
efektif maka dibuatlah rel sebagai pengganti jalan kayu. Rel dibuat dari besi tuang
dengan lekukan yang diharapkan dapat memberi arah yang tepat bagi pergerakan roda
disebut "Plateway".
Tahun 1782 von Jessops menggunakan rel dari besi cor berbentuk jamur.
Perubahan bentuk rel dari bentuk kanal menjadi bentuk jamur sejalan dengan bisa
dibuatnya roda yang dilengkapi dengan flens. Rel yang terbuat dari besi cor sering patah
terutama pada bagian tengah diantara dua tumpuan. Pengalaman ini mendorong solusi
untuk membuat rel yang diperkuat pada bagian tengah antara dua tumpuan dan bentuk
rel menjadi seperti perut ikan. Tahun 1820 mulai digunakan rel baja yang ditempa
dengan kekuatan tarik yang lebih baik. Rel dapat dibuat menjadi lebih panjang dan
bentuk perut ikan tidak digunakan lagi. Sambungan antar rel menjadi berkurang dan
kualitas perjalanan menjadi lebih baik.
Kemampuan membuat roda dengan flens terjadi dua kemungkinan meletakkan
flens roda, yaitu pada sisi luar atau pada sisi dalam roda. Jika flens ditempatkan pada
sisi luar ada kesulitan pada saat berbelok. Akhimya cara yang paling baik adalah
menempatkan flens pada sisi sebelah dalam roda. Jika roda dibuat silindris dan diberi
flens kemungkinan besar pada saat kendaraan bergerak, roda akan selalu menyentuh rel
pada salah satu sisi dan terjadi gesekan yang terus menerus antara sisi dalam rel dan
flens roda. Untuk mengatasi masalah ini roda dibuat kerucut. Rel berkaki lebar mulai
digunakan pada tahun 1839. Yang pertama mengembangkan rel berkaki lebar adalah
orang Amerika yang bernama Steven yang memulai usahanya memperbaiki rel sejak
tahun 1830.
3.2.2 Lokomotif Uap
Keinginan untuk membuat mesin penggerak yang dapat digunakan pada
kendaraan yang bergerak di atas rel muncul dengan diketemukannya mesin uap oleh
James Watt yang mencatatkan paten untuk mesin uap hasil rancangannya pada tahun
1769. Mesin uap yang dibuat oleh James Watt digunakan untuk menggerakan pompa
pada tambang batu bara dan sifatnya stasioner. Pada saat itu masih menjadi pertanyaan
para ahli teknik apakah mesin uap dapat dibawa sebagai mesin penggerak kendaran.
Usaha pembuatan lokomotif ditunjang dengan kemajuan teknik pembuatan besi
dan baja serta pengerjaan komponen metal pada akhir tahun 1700-an. Transportasi yang
menonjol saat itu adalah "tramway' dengan kendaraan yang ditarik kuda. Mesin yang
dipikirkan yang dapat digunakan untuk memajukan transportasi adalah menggantikan
posisi kuda yang menarik kendaraan di atas jalan rel. Akhir tahun 1801 Richard
Trevitick berhasil mendemontrasikan lokomotif uap pertama di dunia yang dibuatnya
dan dapat mengangkut tujuh sampai delapan orang yang bergelantungan di sekitar
lokomotif. Lokomotif uap tersebut menggunakan satu silinder vertikal, 8 kaki roda gila
dan piston yang panjang. Upaya perbaikan konstruksi lokomotif terus dilakukan dan
pada tahun 1808 Richard Trevitick membuat arena untuk mendemonstrasikan lokomotif
uap yang bisa menarik gerbong. Arena jalan rel dibuat membentuk satu lingkaran dan
ditempatkan pada sebuah lapangan di London. Pertunjukan ini diberi nama "Catch me
who can" yang berhasil mencatatkan prestasi kecepatan 15 mil per jam. Setelah
demonstrasi tersebut terjadi kecelakaan yang disebabkan rel patah dan sejak saat itu
Richard Trevitich tidak lagi berminat membuat lokomotif.
Masih ada beberapa orang yang mencoba membuat lokomotif uap dan bukan
hanya di Inggris. Namun yang dicatat sejarah sebagai orang berikut yang memajukan
perkeretaapian dan berjasa besar bagi kemajuannya adalah George Stephenson. George
Stephenson berusia lebih dari 30 tahun ketika pertama kali membuat lokomotif uap.
Keterampilannya pada permulaannya dilakukan dengan belajar sendiri, terlibat dalam
pembuatan berbagai mesin untuk pertambangan, sampai akhirnya mendapat perintah
dari atasannya untuk membangun lokomotif uap yang akan dipergunakan pada
pertambangan Killingworth. Hingga tahun 1820 usaha membuat lokomotif sebagai
mesin penggerak kereta api belum terlalu diminati oleh Geroge Stephenson. Walaupun
dia dikenal sebagai orang yang sering membuat mesin uap untuk pertambangan tetapi
dia tidak mengarahkan minatnya pada lokomotif. Dia menyisihkan waktunya untuk
menemukan lampu aman ("safety lamp") dan mempelajari serta mempraktekan teknik
sipil dengan membangun "tramway" yang direkayasa dengan baik. Penggunaan mesin
uap untuk keperluan transportasi umum masih dikhawatirkan karena sering terjadi ketel
meledak. Disamping itu kemampuan kendaraan dengan roda baja bergerak di atas rel
baja untuk melewati jalan yang mendaki masih tetap dipertanyakan.
3.2.3 Stockton - Darlington
Awal tahun 1820 terjadi perubahan dalam sejarah jalan rel. Edward Pease,
seorang pengusaha di Inggris, membutuhkan transportasi untuk mengangkut batu bara
dari Darlington ke Stockton. Alternatif selain jalan rel adalah dengan membangun
kanal, namun menimbulkan keraguan akan keberhasilannya. Akhirnya Edward Pease
menunjuk George Stephenson utuk mempelajari kemungkinan pembangunan jalan rel.
George Stephenson disertai anak laki-lakinya Robert Stephenson melakukan survey
dengan menggunakan theodolite dan mempelajari rute yang paling tepat yang dapat
dilalui kereta api dari Stockton ke Darlington.
Tanggal 27 September 1825, pembangunan jalan rel menghubungkan Stockton
dan Darlington diresmikan yang akhirirya dikenal sebagai cikal bakal perkeretaapian
pertama di dunia. Walaupun mendapat ijin dari parlemen untuk mengangkut
penumpang di samping barang, pada kenyataannya jalur Stockton - Darlington
digunakan hanya untuk angkutan barang karena gerbong untuk penumpang masih
belum dikembangkan. Angkutan penumpang hanya terjadi pada saat pembukaan. Di
depan rangkaian kereta api ada seorang berkuda memegang bendera sebagai tanda
kereta api akan lewat dan pada rangkaian kereta api ada juga yang memegang bendera.
Bendera ini adalah awal dari sinyal yang kemudian berkembang hingga sekarang.
Pemikiran bahwa perkeretaapian dapat beroperasi seperti "tramway" mewarnai
awal beroperasinya jalur Stockton - Darlington. Pada tramway, kereta dan gerbong yang
ditarik kuda bisa dioperasikan oleh siapa saja dan prinsipnya terbuka untuk umum.
Pengelola Stockton - Darlington berfikir bahwa prinsip kerja "tramway" juga akan
berlaku pada perkeretaapian. Ternyata prinsip kerja tramway tidak lagi bisa diterapkan.
Kecepatan kereta api yang lebih tinggi dibanding tramway memerlukan pengaman
khusus. Pengamanan hanya bisa dilakukan dengan baik jika semua kendaraan yang
bergerak di atas rel berada dibawah satu kendali operasi dan satu manajemen.
3.2.4 Liverpool - Manchester
Perusahaan perkeretaapian yang secara penuh untuk angkutan barang dan
penumpang baru terjadi pada tanggal 15 September 1830 dengan diresmikannya jalan
rel Liverpool - Manchester sepanjang 30 km. Prinsip perkeretaapian diterapkan secara
baik pada pembuatan jalur Liverpool - Manchester. Jalur dibuat ganda dengan tanjakan
dibatasi sekitar 1 banding 1000 dan hanya pada daerah dekat Liverpool terpaksa dibuat
tanjakan dengan kelandaian 1 banding 100. Juga dibuat viaduk dan jembatan untuk
menghindari perlintasan dengan jalan raya. Tidak lama setelah peresmian dilakukan,
disadari bahwa pendapatan dari angkutan penumpang terus meningkat dan meiljadi
lebih besar dibanding pendapatan dari angkutan barang, "But it held a surprise for its
sponsors in that the receipts for passenger traffic were soon exceeding those from
freight". Kenyataan ini yang mendorong pelayanan angkutan penumpang terus
ditingkatkan. Konsep perkeretaapian yang mengangkut penumpang dan barang serta
menempatkan semua kegiatan operasi dalam satu manajemen diterapkan pada jalur
Liverpool – Manchester sebagai awal dari penerapan teknologi perkeretaapian adalah
pembukaan jalur Stockton - Darlington. Tetapi sebagai perusahaan jalan rel pertama di
dunia yang menerapkan tekonologi perkeretaapian dengan baik dan lengkap adalah jalur
Liverpool - Manchester.
Setelah itu, perkeretapian terus mengalami perkembangan untuk menciptakan
kereta api yang lebih baik. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Tahun 1867 George Westinghouse menemukan sistem pengereman udara tekan.
Penemuan ini memperbaiki sistem pengereman yang dibuat oleh Hardy yang
disebut rem vakum. Sistem pengereman udara tekan lebih aman karena saat
rangkaian kereta api putus kedua bagian yang terputus akan berhenti disebabkan
udara dalam saluran utama mempunyai tekanan sama dengan udara luar. Pada saat
rangkaian kereta api berjalan, saluran utama bertekanan udara 3,5 sampai 5 atm.
Tahun 1887 Gottlieb Daimlers berhasil membuat kereta rel dengan motor bensin.
Namun pemanfaatan komersial motor bensin untuk perkeretaapian tidak
berkembang karena daya yang dihasilkan relatif kecil.
Tahun 1879 Werner von Siemens berhasil membuat lokomotif listrik pertama di
dunia. Dua tahun kemudian Werner von Siemens berhasil memanfaafkan motor
listrik untuk menggerakan kereta pada jalur trem Berlin - Lichterfelde. Sejak saat
itu penggunaan listrik sebagai penggerak kereta api mulai berkembang.
Tahun 1892 Rudolf Diesel melaporkan penemuannya tentang motor berbahan bakar
solar. Penggunaan motor diesel untuk jalan rel baru berhasil dilakukan pada tahun
1927. Permasalahan transmisi guna menyalurkan energi dari motor diesel ke roda
penggerak kereta api menjadi kendala yang memerlukan waktu cukup lama untuk
dipecahkan. Alternatif transmisi yang bisa dibuat adalah transmisi mekanik,
transmisi hidrolik dan transmisi elektrik.
3.3 Jenis Lokomotif Kereta Api di Indonesia
Di Indonesia terdapat beberapa jenis lokomotif kereta api yang sering digunakan.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. BB 200
Lokomotif BB 200 buatan General Motors adalah lokomotif diesel elektrik
tipe pertama dengan transmisi daya DC - DC yang sudah digunakan di Jawa
sejak tahun 1957. Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 950 HP dengan
susunan gandar lokomotif ini adalah (A1A).Hal ini dibuat agar tekanan
gandarnya rendah, karena berat lokomotif ini sebesar 75 ton. Kecepatan
maksimum 110km/jam.
Gambar 3.1 Lokomotif BB 200
2. BB 201
Lokomotif BB 201 buatan General Motors adalah lokomotif diesel elektrik
tipe kedua dengan transmisi daya DC – DC yang sudah dioperasikan sejak
tahun 1964. Lokomotif ini berdaya 1425 HP
Gambar 3.2 Lokomotif BB 201
3. BB 202
Lokomotif BB 202 buatan General Motors adalah lokomotif diesel elektrik
tipe ketiga dengan transmisi daya DC – DC yang mulai beroperasi sejak tahun
70-an. Lokomotif ini berebeda dengan lokomotif BB200 dan BB201 ataupun
lokomotif diesel elektrik lain, lokomotif yang mempunyai satu kabin masinis
ini tidak memiliki hidung. Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 1100 HP.
Gambar 3.3 Lokomotif BB 202
4. BB 203
Lokomotif BB 203 buatan General Electric adalah lokomotif diesel elektrik
tipe keempat (U18B) dengan transmisi daya DC – DC yang mulai beroperasi
sejak tahun 1978. Bentuk, ukuran, dan komponen utama lokomotif ini sama
seperti lokomotif CC201, yang membedakan adalah susunan gandarnya. Jika
lokomotif CC201 bergandar Co’-Co’ dimana setiap bogienya memiliki tiga
gandar penggerak, lokomotif BB203 bergandar (A1A)(A1A), dimana setiap
bogienya juga memiliki tiga gandar, tetapi hanya dua gandar dalam setiap
bogienya yang digunakan sebagai gandar penggerak.
Gambar 3.4 Lokomotif BB 203
5. BB 204
Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 1230HP,di Indonesia sejak 1981 dan
kecepatan maksimumnya 60km/jam. Lokomotif ini terdapat di Divisi
Regional II SumBar yang relnya bergigi.
Gambar 3.5 Lokomotif BB 204
6. BB 300
Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 680 HP. Lokomotif ini biasa digunakan untuk
langsir kereta penumpang ataupun kereta barang. Lokomotif ini dapat berjalan
dengan kecepatan maksimum yaitu 75 km/jam, buatan pabrik Fried Krupp, Jerman.
Lokomotif ini mulai dinas sejak 1958.
Gambar 3.6 Lokomotif BB 300
7. BB 301
adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Fried Krupp, Jerman.
Lokomotif ini mulai dinas sejak 1964 sebanyak 10 buah. Lokomotif ini
berdaya mesin sebesar 1350 HP dengan berat lokomotif sebesar 52 ton.
Lokomotif ini biasa digunakan untuk langsir kereta penumpang ataupun kereta
barang. Lokomotif ini dapat berjalan dengan kecepatan maksimum 120
km/jam.
Gambar 3.7 Lokomotif BB 301
8. BB 303
Lokomotif BB 303 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Henschell,
Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak 1973. Lokomotif ini berdaya mesin
sebesar 1010 HP. Lokomotif ini biasa digunakan untuk dinasan kereta
penumpang ataupun kereta barang. Lokomotif ini dapat berjalan dengan
kecepatan maksimum yaitu 90 km/jam
Gambar 3.8 Lokomotif BB 303
9. BB 304
Lokomotif BB 304 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Fried
Krupp, Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak 1976. Lokomotif ini berdaya
mesin sebesar 1550 HP. Lokomotif ini biasa digunakan untuk dinasan kereta
penumpang ataupun kereta barang. Lokomotif ini dapat berjalan dengan
kecepatan maksimum yaitu 120 km/jam
Gambar 3.9 Lokomotif BB 304
10. BB 305 ( Jenbach )
Lokomotif BB 305 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Jenbacher,
austria. Lokomotif ini mulai dinas sejak 1978. Lokomotif ini hanya memiliki
satu kabin masinis. Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 1550 HP dan dapat
berjalan dengan kecepatan maksimum 120 km/jam.
Gambar 3.10 Lokomotif BB 305 ( Jenbach )
11. BB 305 ( CFD )
Lokomotif BB 305 adalah lokomotif diesel hidrolik generasi keenam yang
dimiliki oleh PT Kereta Api. Lokomotif ini diproduksi di pabriknya CFD,
Perancis. Lokomotif ini mulai dinas sejak 1978. Lokomotif ini berdaya mesin
sebesar 1550HP. Lokomotif ini biasa digunakan untuk dinasan kereta barang
Gambar 3.11 Lokomotif BB 305 ( CFD )
12. BB 306
Lokomotif BB 306 adalah lokomotif diesel hidrolik yang dipunyai oleh Dipo
Kereta-kereta Besar di Jakarta Kota. Loko ini kerap digunakan untuk
melangsir kereta penumpang yang akan diberangkatkan dari Stasiun Jakarta
Kota (JAKK). Lokomotif ini sering digunakan pada tahun 80-an hingga 90-an,
sejak datangnya era KRL, loko ini mulai terlupakan dan kebanyakan rusak
termakan usia dan kurang suku cadang.
Gambar 3.12 Lokomotif BB 306
13. D 300
Lokomotif D 300 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Fried Krupp,
Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak 1968. Lokomotif ini berdaya mesin
sebesar 340HP. Lokomotif ini biasa digunakan untuk langsir kereta
penumpang ataupun kereta barang. Lokomotif ini dapat berjalan dengan
kecepatan maksimum 50 km/jam.
Gambar 3.13 lokomotif D 300
14. D 301
Lokomotif D 301 adalah lokomotif diesel hidrolik buatan pabrik Fried Krupp,
Jerman. Lokomotif ini mulai dinas sejak 1962. Lokomotif ini merupakan tipe
kedua setelah D300. Lokomotif ini berdaya mesin sebesar 340 HP.
Gambar 3.14 Lokomotif D 301
15. CC 200
Lokomotif CC 200 merupakan lokomotif diesel pertama yang dipesan pemerintah
Indonesia dari General Electric Amerika Serikat awal 1950-an,dan memiliki tenaga
1750Hp
Gambar 3.15 Lokomotif CC 200
16. CC 201
Lokomotif CC 201 adalah lokomotif buatan General Electric jenis U18C.
Dibanding lokomotif tipe sebelumnya yaitu CC200, maka tipe CC201
mempunyai konstruksi yang lebih ramping dengan berat 84 ton dan daya
mesin 1950 HP. Lokomotif ini bergandar Co’Co’. Artinya lokomotif memiliki
2 bogie masing-masing 3 gandar atau 6 gandar penggerak dengan 6 motor
traksi, sehingga lokomotif ini dapat dioperasikan pada lintas datar maupun
pegunungan.
Gambar 3.16 Lokomotif CC 201
17. CC 202
lokomotif buatan General Motors Kanada ini merupakan lokomotif terberat di
Indonesia yaitu 108 ton. Lokomotif ini mempunyai spesifikasi teknik dan
karakteristik khusus untuk menarik kereta api barang. Lokomotif ini hanya
terdapat di Sumatra Selatan untuk melayani kereta api pengangkut batu bara.
Lokomotif ini berdaya mesin 2250 HP
Gambar 3.17 Lokomotif CC 202
18. CC 203
Lokomotif CC 203 buatan General Electric seri U20C merupakan
pengembangan desain dari lokomotif CC201,yaitu pada bentuk kabin masinis
ujung pendek yang aerodinamis,serta diperlebar untuk kenyamanan dan
mengurangi penumpang liar. Yang membedakan adalah lokomotif CC 203
menggunakan motor diesel dengan dua tingkat turbocharger sehingga dayanya
2150HP. Lokomotif ini bergandar Co'Co'. Artinya adalah lokomotif dengan
dua bogie, di mana setiap bogie mempunyai tiga poros penggerak yang
masing-masing digerakkan oleh motor tersendiri.
Gambar 3.18 Lokomotif CC 204
19. CC 204
Lokomotif CC 204 adalah salah satu jenis lokomotif yang dibuat khusus di
Indonesia, yaitu hasil kerjasama antara PT General Electric Lokomotif
Indonesia dan Industri Kereta Api Madiun (INKA). Lokomotif ini terbagi
menjadi dua jenis, yaitu CC204 produksi pertama yg bentuknya seperti
CC201, dan CC204 produksi kedua yang bentuknya seperti CC203. Kedua
seri sama-sama bergandar Co’Co’. Artinya adalah lokomotif dengan dua
bogie, di mana setiap bogie mempunyai tiga poros penggerak yang masing-
masing digerakkan oleh motor traksi tersendiri. Lokomotif ini mempunyai
komponen komputer Brightstar Sirius yang dikembangkan oleh General
Electric sehingga lokomotif jenis ini mampu memitigasi kerusakan sekitar 45
menit sebelum kerusakan itu terjadi.
Gambar 3.19 Lokomotif CC 204
3.4 Susunan Roda Kereta Api
Sistem Susunan roda AAR adalah cara untuk mengklasifikasi susunan lokomotif
(atau unit) yang dikembangkan oleh Asosiasi Perkeretaapian Amerika, dalam bahasa
Inggris yang berarti Association of American Railroads. Pada dasarnya merupakan
penyederhanaan Klasifikasi UIC Eropa, dan secara luas digunakan di Amerika Utara
untuk menerangkan diesel dan listrik. Sistem ini tidak digunakan pada Lokomotif uap,
melainkan Notasi Whyte yang digunakan. Sistem ini tidak menghitung jumlah roda,
melainkan jumlah gandar (as roda lokomotif atau unit). Huruf-huruf mengacu pada
gandar penggerak, dan angka pada gandar "idle" (tidak berpenggerak). "A" mengacu
pada satu gandar roda penggerak dalam satu deret, "B" pada dua gandar penggerak
dalam satu deret, "C" pada tiga gandar penggerak dalam satu deret, and "D" pada empat
gandar penggerak dalam satu deret. "1" mengacu pada satu gandar tidak berpenggerak
dalam satu deret, dan "2" pada dua gandar tidak berpenggerak dalam satu deret. Tanda
garis mendatar ("–") mengacu pada bogie, atau rangkaian roda yang terpisah. Tanda
plus ("+") mengacu pada artikulasi (sambungan).
Gambar 3.20 Konfigurasi susunan roda kereta api dengan sumbu penggerak
lokomotif
Adapun beberapa jenis susunan roda ARR yang sering digunakan saat ini
khususnya yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. 2-B
"2-B" berarti ada 2 bogie. Bogie pertama terletak di bagian depan dan mempunyai 2
gandar idle, sedangkan bogie yang kedua terletak di bagian belakang dan
mempunyai 2 gandar penggerak. Contohnya adalah unit Kereta Rel Diesel (KRD)
Shinko-Shinko buatan Jepang tahun 1976 yang berkode MCW 301 yang sekarang
telah dimodifikasi menjadi KRD Cummins (MCW 302), beberapa unit lainnya juga
dimodifikasi menjadi kereta ekonomi lokal eks KRD yang tidak berpenggerak. Kini
seluruh unit KRD Shinko-Shinko telah dimodifikasi menjadi KRD Cummins atau
kereta ekonomi eks KRD. Kereta ekonomi eks KRD ini hanya dapat ditemui di
daerah operasi I Jakarta dan daerah operasi II Bandung dan Divisi Regional I
Sumatera Utara dan NAD.
b. 2-A1A
"2-A1A" berarti ada 2 bogie. Bogie pertama terletak di bagian bawah-depan unit,
dan mempunyai 2 gandar idle dalam 1 deret. Bogie "A1A" terletak di bagian
belakang unit, mempunyai 2 gandar idle dan 1 gandar penggerak dengan gandar
idle berada di tengah bogie (di antara kedua gandar penggerak).
c. A1A-A1A
"A1A-A1A" berarti ada 2 bogie. Setiap bogie memiliki 2 gandar penggerak dan 1
gandar idle dengan gandar idle diapit oleh kedua gandar penggerak. Contoh
lokomotif yang menggunakan susunan roda "A1A-A1A" adalah lokomotif BB 200,
BB 201, BB 202 dan BB 203. Susunan ini digunakan pada lokomotif-lokomotif
tersebut agar dapat melewati jalur rel dengan kekuatan tekanan gandar yang masih
rendah, yaitu di bawah 14 ton yang masih menggunakan rel ukuran R25 dan tidak
dapat dilalui lokomotif kelas CC yang tekanan gandarnya 14 ton ke atas.
d. B-2-B
"B-2-B" berarti ada 3 bogie. Dengan bogie yang mempunyai 2 gandar idle diapit
oleh 2 bogie yang mempunyai 2 gandar penggerak. Contoh lokomotif yang
menggunakan susunan roda "B-2-B" adalah lokomotif BB 204 yang hanya dapat
ditemui di Sumatera Barat. Alasan ditambahkannya bogie idle di bagian tengah
bertujuan agar lokomotif BB 204 dapat berjalan di jalur KA yang tekanan
gandarnya masih kecil, terutama karena berat lokomotif BB 204 adalah 55 ton,
sedangkan jalur KA di Sumbar (Sumatera Barat) ketahanan tekanan gandarnya
hanya 11 ton. Bila tekanan gandar lokomotif BB 204 adalah 55 ton dibagi 4 gandar
maka sama dengan 13,75 ton, maka tekanan gandar lokomotif BB 204 dengan 4
gandar masih terlalu berat dan berbahaya bila melintasi rel di Sumbar. Maka
ditambahkanlah bogie dengan 2 gandar idle di bagian tengah lokomotif. Dengan
demikian, tekanan gandar lokomotif BB 204 dari perhitungan 55 ton dibagi 6
gandar menjadi sama dengan 9,16 ton. Sehingga lokomotif BB 204 dapat melintasi
jalur KA di Sumbar yang daya tekanan gandarnya masih kecil tersebut dengan
aman.
e. 2-B+B-2
"2-B+B-2" berarti ada 2 set gandar artikulasi di bawah unit. Di setiap set ada bogie
dengan 2 gandar idle di bagian luar/ujung, dan di bagian dalam/tengah terdapat 2
gandar penggerak. Kedua set artikulasi ini dirangkai dengan sisi belakang
terhubung dengan sisi belakang set satunya dan terhubung oleh sebuah perangkai.
f. C
"C" berarti ada 3 gandar penggerak. 3 gandar tersebut tidak terartikulasi dengan
bagian lokomotif lainnya. Lokomotif di Indonesia yang menggunakan susunan roda
ini adalah lokomotif diesel seri C 300 dan C 301 dan lokomotif uap seri C 27 dan C
28.Susunan roda ini setara dengan 0-6-0 dalam Notasi Whyte.
g. C-C
"C-C" berarti ada 2 bogie identik masing-masing memilki 3 gandar penggerak.
Susunan roda ini adalah yang paling populer di kalangan lokomotif diesel di
Amerika Serikat sebagai lokomotif angkutan barang berat. Di Indonesia, lokomotif
yang menggunakan susunan gandar ini jumlahnya sangat banyak dan digunakan
secara serbaguna baik sebagai lokomotif kereta api penumpang maupun kereta api
barang. Lokomotif di Indonesia yang menggunakan susunan gandar "C-C" ini di
antaranya adalah seri CC 201, CC 202, CC 203, CC 204 dan CC 205.
h. C-2-C
"C-2-C" berarti ada 3 bogie. Bogie di bagian depan dan belakang adalah bogie
dengan 3 gandar penggerak pada setiap bogie, sedangkan di bagian tengah terdapat
bogie dengan 2 gandar idle. Lokomotif di Indonesia yang menggunakan susunan
roda ini adalah lokomotif diesel seri CC 200, lokomotif diesel pertama di Indonesia
yang mulai dinas tahun 1953. Alasan ditambahkannya bogie idle di bagian tengah
bertujuan agar lokomotif CC 200 dapat berjalan di jalur KA yang tekanan
gandarnya masih kecil, terutama karena berat lokomotif CC 200 terlalu berat, yaitu
96 ton, sedangkan mayoritas jalur KA di Pulau Jawa saat itu masih menggunakan
rel ukuran R25 yang hanya tahan tekanan gandar sebesar 12 ton. Bila tekanan
gandar lokomotif CC 200 adalah 96 ton dibagi 6 gandar maka sama dengan 16 ton,
maka tekanan gandar lokomotif CC 200 dengan 6 gandar masih terlalu berat dan
berbahaya bila melintasi rel di Jawa. Maka ditambahkanlah bogie dengan 2 gandar
idle di bagian tengah lokomotif. Dengan demikian, tekanan gandar lokomotif CC
200 dari perhitungan 96 ton dibagi 8 gandar menjadi sama dengan 12 ton. Sehingga
lokomotif CC 200 dapat melintasi jalur yang daya tekanan gandarnya masih kecil
tersebut dengan aman.
i. D
"D" berarti lokomotif yang berkode tersebut mempunyai 4 gandar atau 4 pasang
roda yang semuanya merupakan gandar penggerak. Lokomotif di Indonesia yang
menggunakan susunan roda ini adalah lokomotif diesel hidraulik khusus langsir seri
D 300 dan D 301.
j. 1-D-1
"1-D-1" berarti ada 1 bogie yang mempunyai 4 gandar penggerak yang diapit 1
gandar idle di bagian depan dan belakang. Lokomotif di Indonesia yang
menggunakan susunan roda ini adalah lokomotif uap seri D 14 dan D 52 yang dapat
dilihat di Museum Kereta api Ambarawa.
k. 1-D-D
"1-D-D" berarti ada 1 gandar dan 2 bogie. 1 gandar idle berada di depan sebagai
pemandu, sedangkan di belakangnya terdapat 2 bogie identik masing-masing
mempunyai 4 gandar penggerak. Contoh lokomotif di Indonesia yang
menggunakan susunan gandar ini adalah lokomotif uap seri DD 52 yang dijuluki
"Indonesian Big Boy".
l. E
"E" berarti pada lokomotif hanya terdapat 5 gandar penggerak. Lokomotif di
Indonesia yang menggunakan susunan roda ini adalah lokomotif uap seri E 10 yang
berada di Sumatera Barat yang dijuluki "Mak Itam" dalam Bahasa Minangkabau
yang berarti "Paman Hitam".
m. 1-F-1
"1-F-1" berarti lokomotif tersebut mempunyai bogie atau set gandar yang terdiri
dari 6 pasang roda atau 6 gandar, yang diapit gandar idle masing-masing satu buah
di bagian depan dan belakang. Lokomotif di Indonesia yang menggunakan susunan
roda ini adalah lokomotif uap seri F 10 yang dijuluki lokomotif "Javanic".
3.5 Maintenance (Perawatan)
Pengertian maintenance secara umum adalah semua tindakan yang digunakan
untuk mempertahankan atau mengembalikan item/bagian/peralatan ke suatu kondisi
tertentu. Sedangkan pengertian maintenance secara teknik atau engineering adalah
kegiatan pemeliharaan peralatan/item yang mengembangkan konsep, kriteria, dan
persyaratan teknis. Pada konsep dan fase akuisisinya yang akan digunakan dan
dipelihara dalam status ini adalah tahapan operasi yang digunakan untuk memastikan
dukungan perawatan yang efektif dari peralatan tersebut.
Konsep pemeliharaan adalah sebuah pernyataan dari konsep keseluruhan dari
item/produk spesifikasi atau kebijakan yang mengontrol jenis tindakan pemeliharaan
yang digunakan untuk item yang sedang dipertimbangkan. Rencana Pemeliharaan
adalah sebuah dokumen yang menguraikan prosedur manajemen dan teknis untuk
dipekerjakan untuk menjaga item; biasanya menggambarkan fasilitas, peralatan, jadwal,
dan sumber daya.
3.5.1 Maintenance Management
Meningkatkan program manajemen pemeliharaan merupakan proses yang
berkesinambungan yang memerlukan sikap progresif dan keterlibatan aktif. Pendekatan
sembilan langkah untuk mengelola program pemeliharaan secara efektif adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi kekurangan yang ada. Hal ini dapat dicapai melalui wawancara
dengan personil pemeliharaan dan dengan memeriksa in-house indikator kinerja.
2. Tetapkan tujuan pemeliharaan. Tujuan ini memperhitungkan kekurangan
pertimbangan yang ada dan mengidentifikasi target untuk perbaikan.
3. Menetapkan prioritas. Daftar proyek-proyek pemeliharaan dalam rangka tabungan
atau jasa.
4. Menetapkan parameter kinerja pengukuran. Mengembangkan kuantitatif
pengukuran untuk setiap tujuan yang ditetapkan, misalnya, jumlah pekerjaan yang
diselesaikan per minggu dan persentase biaya pada perbaikan.
5. Menetapkan rencana jangka pendek dan jangka panjang. Rencana jangka pendek
berfokus pada prioritas tinggi tujuan, biasanya dalam jangka waktu satu tahun.
Rencana jangka panjang yang lebih strategis di alam dan mengidentifikasi tujuan
penting untuk dicapai dalam tiga sampai lima tahun.
6. Dokumen baik jangka panjang dan jangka pendek rencana dan maju salinan kepada
semua individu yang bersangkutan.
7. Melaksanakan rencana.
8. Laporkan status. Mempersiapkan laporan singkat secara berkala, misalnya setiap
enam bulan, dan meneruskannya ke semua individu yang terlibat. Laporan ini berisi
untuk setiap tujuan yang diidentifikasi dalam informasi rencana jangka pendek pada
slip aktual atau potensial dari jadwal dan penyebab yang terkait.
3.5.2 Macam-macam Maintenance
1. Preventive maintenance (Pemeliharaan preventif)
Pemeliharaan preventif adalah semua tindakan yang dilakukan pada jadwal yang
direncanakan, periodik, dan khusus untuk menjaga suatu barang/ peralatan dalam
menyatakan kondisi kerja melalui proses pengecekan dan rekondisi. Tindakan ini adalah
langkah pencegahan dilakukan untuk mencegah atau menurunkan kemungkinan
kegagalan atau tingkat degradasi yang tidak dapat diterima dalam pelayanan kemudian,
bukan mengoreksi mereka setelah mereka terjadi. Ada tujuh unsur Pemeliharaan
maintenance dan Setiap elemen dibahas di bawah ini.
a. Inspeksi (inspection): Secara berkala memeriksa bahan / item untuk menentukan
servis mereka dengan membandingkan fisik mereka, karakteristik listrik, mekanik,
dan lain-lain, (sebagaimana berlaku) untuk standar yang diharapkan.
b. Pelayanan (servicing): Cleaning, pelumas, pengisian, pelestarian barang/bahan
secara berkala untuk mencegah terjadinya kegagalan atau kerusakan.
c. Kalibrasi (calibration): Secara berkala menentukan nilai karakteristik item
dibandingkan dengan standar, melainkan terdiri dari perbandingan dua instrumen,
salah satu yang bersertifikat standar dengan akurasi diketahui, untuk mendeteksi dan
menyesuaikan kejanggalan dalam akurasi bahan/parameter dibandingkan dengan
nilai standar yang ditetapkan.
Gambar 3.21 Elemen dari perawatan preventif [4]
d. Pengujian (Testing): pengujian berkala atau memeriksa untuk menentukan servis dan
mendeteksi listrik / mekanik yang berhubungan dengan degradasi.
e. Penjajaran (adjustment): Membuat perubahan pada elemen tertentu suatu barang
variabel untuk tujuan mencapai kinerja yang optimal.
f. Penyesuaian (calibration): Secara berkala menyesuaikan elemen variabel tertentu
dari material untuk tujuan mencapai kinerja sistem yang optimal.
g. Instalasi (Instsllation): penggantian periodik terbatas-hidup item atau item
mengalami siklus waktu atau degradasi pakai, untuk menjaga toleransi sistem
tertentu.
2. Corrective maintenance (Pemeliharaan korektif)
Pemeliharaan korektif adalah tindakan pemeliharaan terjadwal, pada dasarnya
terdiri dari kebutuhan pemeliharaan tak terduga yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya atau diprogram berdasarkan kejadian pada waktu tertentu. Aksi ini
membutuhkan perhatian mendesak yang harus ditambahkan, terintegrasi dengan, atau
menggantikan item pekerjaan yang telah dijadwalkan sebelumnya. Ini menggabungkan
sesuai dengan "prompt action" perubahan lapangan, pembetulan kekurangan yang
ditemukan selama peralatan/item operasi, dan kinerja dari tindakan perbaikan karena
insiden atau kecelakaan.
Pemeliharaan korektif dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori utama seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.22. Ini adalah: fail-repair (gagal-perbaikan), salvage
(menyelamatkan), rebuild (membangun kembali), overhaul (merombak), dan servicing
(servis). Kategori ini dijelaskan di bawah ini.
a. Fail-repair: Item gagal akan dipulihkan ke kondisi operasionalnya.
b. Salvage: Unsur pemeliharaan korektif berkaitan dengan pembuangan bahan
nonrepairable dan penggunaan bahan diselamatkan dari peralatan nonrepairable /
item dalam perbaikan, perbaikan, atau membangun kembali program.
c. Rebuild: ini berkaitan dengan mengembalikan item ke standar sedekat mungkin ke
keadaan semula dalam kinerja, harapan hidup, dan penampilan. Hal ini dicapai
melalui pembongkaran lengkap, pemeriksaan dari semua komponen, perbaikan dan
penggantian suku cadang yang aus/unserviceable sesuai spesifikasi asli dan toleransi
manufaktur, dan reassembly dan pengujian dengan pedoman produksi asli.
d. Overhaul: Mengembalikan item ke negara asalnya berguna sebagai standar servis
pemeliharaan dengan menggunakan "memeriksa dan memperbaiki hanya yang
sesuai" pendekatan.
Gambar 3.22 Elemen dari perawatan korektif [4]
e. Servicing: Pelayanan mungkin diperlukan karena tindakan pemeliharaan korektif,
misalnya, perbaikan mesin dapat menyebabkan isi ulang bak mesin, pengelasan,
Contoh lain dapat bahwa penggantian botol udara mungkin memerlukan sistem
pengisian.
3. Predictive maintenance (Pemeliharaan prediktif)
Predictive maintenance adalah pemeliharaan yang menggunaan pengukuran
modern dan metode pemrosesan sinyal untuk secara akurat mendiagnosis item / kondisi
peralatan selama beroperasi. Predictive testing and inspections (PTI) atau Pengujian dan
inspeksi prediktif kadang-kadang disebut pemantauan kondisi atau pemeliharaan
prediktif.
Untuk menilai item/kondisi peralatan, menggunakan data kinerja, teknik
pengujian nonintrusive, dan inspeksi visual. PTI menggantikan tugas pemeliharaan
sewenang-wenang waktunya dengan pemeliharaan yang dilakukan sebagaimana yang
dijaminkan oleh item / kondisi peralatan. Analisis item / kondisi peralatan pemantauan
data secara terus menerus berguna untuk perencanaan dan penjadwalan pemeliharaan /
perbaikan sebelum bencana kegagalan atau fungsional.
4. Reliability centered maintenance (RCM)
Reliability centered maintenance (RCM) atau pemeliharaan kehandalan terpusat
adalah proses yang sistematis digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan
untuk memastikan bahwa setiap fasilitas fisik mampu terus memenuhi fungsinya
dirancang dalam konteks operasi saat ini.
RCM mengarah pada program pemeliharaan yang berfokus pemeliharaan
pencegahan atau preventive maintenance pada mode kegagalan tertentu mungkin
terjadi. Setiap organisasi dapat memperoleh manfaat dari RCM jika kerusakan yang
mencapai lebih dari 20 sampai 25% dari beban kerja perawatan total. RCM adalah
sistem / peralatan terfokus. RCM yang bersangkutan lebih dengan mempertahankan
fungsi sistem yang bertentangan dengan menjaga fungsi komponen individu.
Beberapa tujuan penting dari RCM adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengembangkan desain terkait prioritas yang dapat memfasilitasi preventive
maintenance.
b. Untuk mengumpulkan informasi yang berguna untuk meningkatkan desain item
dengan keandalan terbukti tidak memuaskan, yang melekat.
c. Untuk mengembangkan preventive maintenance terkait tugas yang dapat
mengembalikan kehandalan dan keamanan ke tingkat yang melekat mereka pada saat
terjadi kerusakan peralatan atau sistem.
d. Untuk mencapai tujuan di atas ketika total biaya minimal.
Empat komponen utama dari RCM ditunjukkan pada gambar 3.23, empat
kompenen itu adalah Ini adalah: Reactive maintenance (pemeliharaan reaktif),
Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan), predictive maintenance (pengujian
dan inspeksi prediktif), dan proactive maintenance (pemeliharaan proaktif).
Gambar 3.23 Empat komponen utama Reliability
centered maintenance