21
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Tinjauan Umum tentang Minyak
2.1.1 Minyak sebagai Energi
Minyak atau disebut juga petroleum atau oil berdasarkan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah hasil
proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur
atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit,
dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk
batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari
kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
Minyak merupakan salah satu jenis energi. Istilah komoditas energi akan
digunakan untuk pernyataan-pernyataan yang mencakup bahan bakar maupun
panas dan tenaga.1 Berdasarkan sumbernya, komoditas energi dibedakan menjadi
dua jenis yaitu komoditas energi primer dan komoditas energi sekunder. Komoditas
energi primer merupakan komoditas energi yang bisa ditambang atau diperoleh
langsung dari sumber daya alam seperti minyak bumi, batubara padat, gas bumi,
atau yang diproduksi dari komoditas primer.2 Seluruh komoditas energi yang bukan
primer tetapi diproduksi dari komoditas primer disebut komoditas ”sekunder”.
Energi sekunder berasal dari transformasi energi primer ataupun sekunder.
1 International Energy Agency (IAEA)-OECD and Eurostat, 2005, Manual
Statistik Energi, International Energy Agency (IAEA)-OECD and Eurostat, Selanjutnya disebut “Manual Statistik Energi, h. 17.
2 Ibid. h.18.
22
Pembangkitan listrik dengan membakar bahan bakar minyak merupakan salah satu
contohnya. Jadi minyak tergolong dalam jenis energi primer dan juga membantu
pembentukan energi sekunder.3
Menurut the Court of Justice of the Europian Union produk dari minyak
bumi merupakan suatu kepentingan mendasar bagi keberadaan suatu negara,
mengingat bukan hanya sektor ekonomi yang memerlukan minyak melainkan
semua institusi negara, pelayanan publik yang esensial dan bahkan
keberlangsungan kehidupan penduduk suatu negara bergantung pada produk
minyak bumi.4
2.1.2 Minyak sebagai Komoditas dalam Perdagangan Internasional
Minyak merupakan salah satu komoditas dalam perdagangan internasional
yang paling banyak diperdagangkan. Thomas Cottier menyatakan bahwa: Crude oil
is treated as a global commodity and has been traded internationally since the
1860s.5 Melaku Geboye Desta bahwa: Petroleum is the largest primary commodity
of international trade in terms of both volume and value.6 Berdasarkan data yang
dilansir International Trade Center, minyak (mineral fuels, mineral oils, and
product of their distillation) merupakan salah satu dari 99 jenis objek yang paling
banyak diperdagangkan secara internasional.7
3 Ibid. 4 The Court of Justice of the Europian Union, Case Campus Oil Limited and others
v. Minister for Industry and Energy and others, 1984, ECR-2727. 5 Thomas Cottier et. al., Op.cit., h. 3. 6 Melaku Geboye Desta, Loc.cit. 7 International Trade Center, Loc.cit.
23
Sebagai salah satu komoditas yang paling banyak diperdagangkan, minyak
selalu menjadi perbindangan secara internasional. Hal tersebut sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Thomas Cottier sebagai berikut:
“Indeed, every time oil succeeds in occupying the news headlines, often because of a price hike or collapse and consequent concerted governmental intervention in the name of correcting market failures, while OPEC comes in as the embodiment of that concerted governmental intervention against market forces, the WTO is nowhere to be seen in its professed role as the guardian of those same forces. This raises the important question of whether or not the WTO has any role in the petroleum sector.”8
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa selain menjadi topik
perbincangan, minyak juga menjadi komoditi khusus yang memilki pengaturan
yang khusus pula. Pengaturan khusus tersebut meliputi adanya peran organisasi
internasional, dalam hal ini OPEC dalam penentuan harga minyak global. Selain
itu, karena kekhususannya masih terdapat keraguan terhadap peran WTO dalam
mengatur perdagangan minyak internasional.
2.2 Tinjauan Umum tentang Hukum Energi Internasional
Hukum internasional mengalami perkembangan yang pesat. Senada dengan
pendapat Kim Taulus sebagai berikut:
“International law is in motion. Over the last decades, international law has developed and expanded from rules on armed conflict or formal diplomacy to deal with a wide range of areas and topic. Some call this development “fragmentation of international law”, other called it “specialization.”9
Fragmentasi hukum internasional tersebut dalam prakteknya menimbulkan
suatu urgensi pengaturan tersendiri untuk bidang-bidang khusus dan tertentu. Salah
satu bidang khusus yang memerlukan pengaturan dalam hukum internasional
8 Thomas Cottier et. al., Loc.cit. 9 Research Handbook on International Law, Op.cit., h. xvii.
24
adalah energi. Industri energi merupakan salah satu industri yang paling dominan
pada abad ke-21 ini, karena energi merupakan sumber kehidupan bagi ekonomi
modern, khususnya sebagai bahan bakar baik untuk industri atau konsumsi pribadi.
Mengingat peran penting energi dalam kehidupan dan nilai ekonomisnya yang
tinggi, maka dibutuhkan spesialisasi di bidang hukum energi internasional, bahkan
diperlukan institusi internasional yang mengakomodir di bidang energi.10
Adrian Bradbrook merupakan akademisi yang pertama kali
mempublikasikan studi tentang “hukum energi”. Seperti yang dinyatakan oleh
Wawryk sebagai berikut: Adrian Bradbrook has been a leading international
academic in the field of energy law for many years, in particular in the fields of
renewable energy and energy conservation.11
Adrian Bradbook mendefinisikan “energy law” sebagai berikut: the
allocation of rights and duties concerning the exploitation of all energy resources
between individuals, between individuals and the government, between
governments and between states.12
Mengacu pada pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa hukum energi
internasional bukanlah hukum tunggal yang berlaku untuk semua negara dan
mengatur mengenai produksi, perdagangan, transport dan konsumsi energi. Hukum
energi memiliki cakupan yang luas dan terdiri dari tiga cabang. Seperti yang
dijelaskan oleh Wawryk sebagai berikut:
10 Research Handbook on International Law, Op.cit., h. 3. 11 Alexandra Wawryk, 2014, “International Energy Law: An Emerging Academic
Discipline” Law as Change: Engaging with the Life and Scholarship of Adrian Bradbrook, University of Adelaide Press, South Australia, h. 223.
12 Research Handbook on International Law, Loc.cit.
25
“First, “law” refers to the principles enumerated in traditional sources of international law, such as treaties and customary international law. Although to date few, if any, principles of customary international law of specific relevance to energy have been identified, it has been argued there is a set of rules of customary international law valid for the international oil industry.
Secondly, “law” here refers to the internationalisation or global spread of national laws and regulatory principles relevant to energy law, so that we can see common principles of energy law applied across countries, even though there is no treaty binding the Parties to apply these principles of law. An example is the global spread of principles of national laws for deregulating national electricity and gas industries.
Thirdly, “law” here refers to principles of “soft law”, such as treaties expressed in non-mandatory language, and also the non-binding codes, guidelines, resolutions, directives, standards or model codes of international bodies, including intergovernmental organisations such as the International Atomic Energy Agency. While such guidelines and standards are not “hard” or binding law per se, their importance in regulating behaviour in the energy industries/markets cannot be underestimated.”13
Berdasarkan pendapat tersebut, hukum energi meliputi aturan dalam
perjanjian internasional, hukum nasional dan regional, serta prinsip-prinsip yang
yang dicetuskan oleh institusi antar pemerintah atau NGO yang secara bersama
mengatur mengenai produksi, perdagangan, transport dan konsumsi energi. Hukum
energi meliputi juga hukum yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan,
eksplorasi, produksi, transportasi, investasi, bisnis dan perancangan kontrak, akses
pasar, subsidi dan pajak, perdagangan, penyelesaian sengketa, permasalahan
lingkungan dan lainnya.
2.3 Tinjauan Umum tentang Kaidah-Kaidah Perdagangan Internasional
dalam GATT/WTO
WTO merupakan salah satu organisasi internasional yang berperan dalam
melakukan unifikasi hukum perdagangan internasional. Bidang pengaturan
13 Alexandra Wawryk, Op.cit., h. 227.
26
perdagangan dalam kerangka WTO sangat luas. Hampir semua sektor perdagangan,
seperti perdagangan jasa, penanaman modal, hingga hak atas kekayaan intelektual,
menjadi bidang cakupan pengaturan WTO.14 Salah satu perjanjian internasional
yang paling penting dalam WTO yaitu GATT. GATT terdiri dari 4 Part dan 38
Article. Part I terdiri dari 2 Articles yang mengatur mengenai prinsip Most Favored
Nation (MFN). Part II terdiri dari 20 Articles yang mengatur mengenai prinsip
National Treatment, ketentuan khusus mengenai perfilman, kebebasan transit, anti-
dumping, perpajakan, subsidi, perusahaan dagang milik negara, prinsip non-
diskriminasi, dan pengecualian umum. Part III terdiri dari 12 Articles mengatur
mengenai ketentuan teknis seperti amandemen, penarikan diri, lampiran dan aksesi.
Sedangkan Part IV terdiri dari 4 Articles mengatur mengenai negara berkembang.
Dalam GATT/WTO Agreement yaitu:
1. Most Favored Nation Treatment (MFN)
Gerard Liobl menjelaskan kaidah MFN yang terdapat dalam Article I GATT
sebagai berikut:
“This obliges members to grant each other unconditional most favoured nation treatment in their mutual trade relations, ie, any tariff or other concession given by a GATT/WTO member to a product originating from or detined for any other countries must be given immediately and unconditionally to like products originating from or destined for other members.”15
14 Huala Adolf, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, h. 9-10. 15 Malcolm D. Evans, Op.cit., h. 700-701.
27
Pada pokoknya klausula MFN ini adalah prinsip non-diskriminasi yang
mensyaratkan suatu negara harus memberikan hak kepada negara lainnya
sebagaimana halnya ia memberikan hak serupa kepada negara ketiga.16
2. Perlakuan Nasional (National treatment)
National treatment merupakan salah satu pengejewantahan dari prinsip non-
diskriminasi yang terdapat di dalam Article III GATT. Klausul ini
mensyaratkan suatu negara untuk memperlakukan hukum yang sama yang
diterapkan terhadap barang-barang, jasa-jasa atau modal asing yang telah
memasuki pasar dalam negerinya dengan hukum yang diterapkan terhadap
produk-produk atau jasa yang dibuat di dalam negeri.17 Lebih lanjut lagi,
Gerard Liobl menyatakan sebagai berikut: “WTO members …… should ensure
that internal taxes, regulations and rewuirements are not used to discriminate
against foreign products and thus to protect domestic products.”18
Prinsip prinsip MFN dan national treatment merupakan prinsip sentral
dibandingkan dengan prinsip-prinsip lainnya dalam GATT. Kedua prinsip ini
menjadi prinsip pada pengaturan bidang-bidang perdagangan yang lahir di
dalam perjanjian putaran Uruguay.19
16 Huala Adolf, 2005, Hukum Ekonomi Internasional, Suatu Pengantar, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, (Selanjutnya disebut “Huala Adolf II”), h. 31. 17 Huala Adolf II, Op.cit., h. 30. 18 Malcolm D. Evans, Op.cit., h. 701. 19 Huala Adolf II, Op.cit., h. 105.
28
2.4 Tinjauan Umum tentang International Energy Agency (IEA)
2.4.1 Sejarah Terbentuknya IEA
The International Energy Agency atau Badan Energi Internasional (IEA)
adalah badan yang berdiri sendiri yang didirikan pada bulan November 1974 dalam
kerangka the Organisation for Economic Co-operation and Development atau
Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) untuk melaksanakan
program energi internasional. OECD didirikan berdasarkan the Convention on the
Organization for Economic Co-operation and Development of 14th December 1960
merupakan forum yang unik dimana pemerintahan dari 30 negara bekerja sama
untuk membahas tantangan globalisasi di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.20
IEA didirikan berdasarkan Decision of the Council Establishing an
International Energy Agency of the Organization of 1974. Negara-negara anggota
IEA yaitu: Australia, Austria, Belgia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, Finlandia,
Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Jepang, Republik Korea,
Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Republik
Slowakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat. Komisi
Eropa juga berpartisipasi dalam IEA.21
2.4.2 Tugas dan Fungsi IEA
IEA melakukan program kerjasama secara menyeluruh di antara 28 negara
dari 30 negara anggota OECD. Tujuan dasar IEA adalah:22
a. Untuk mengatur dan menyempurnakan sistem-sistem yang diperlukan untuk mengatasi gangguan pasokan minyak.
20 Manual Statistik Energi, Op.cit., h. 2. 21 International Energy Agency (IAEA)-OECD and Eurostat, Op.cit., h. 2. 22 Ibid.
29
b. Untuk mempromosikan kebijakan-kebijakan energi yang tepat dalam kancah global melalui kerjasama dengan negara-negara non-anggota, kalangan industri dan organisasi-organisasi internasional.
c. Untuk mengoperasikan sistem informasi pasar minyak internasional yang berkelanjutan.
d. Untuk memperbaiki struktur pasokan dan permintaan pasar energi dunia, melalui pengembangan sumber energi alternatif dan peningkatan efisiensi penggunaan energi.
e. Untuk memperbaiki struktur pasokan dan pemakaian energi dunia dengan mengembangkan sumber-sumber energi alternatif dan meningkatkan penghematan energi.
f. Untuk mempromosikan kerjasama internasional tentang teknologi energi. g. Untuk membantu pengintegrasian kebijakan lingkungan dan kebijakan energi.
2.4.3 Struktur Organisasi IEA
Sebagai suatu institusi internasional, IEA memiliki struktur internal yang
dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. The Governing Board
The Governing Board merupakan organ utama (decision-making body) dalam
IEA. Berdasarkan Article 4 Decision of the Council Establishing an
International Energy Agency of the Organization of 1974, the Governing
Board terdiri dari seluruh negara peserta IEA, merupakan organ yang menjadi
sumber dari segala tindakan IEA dan memiliki kekuasaan untuk membuat
rekomendasi dan mengambil kepurusan, kecuali ditentukan lain, dan
kekuasaan untuk mendelegasikan kewewnangannya kepada organ lain dalam
IEA. Dalam Article 5 dinyatakan bahwa the Governing Boards memiliki
kewenangan untuk mendirikan organ dan prosedurnya yang diperlukan untuk
berfungsinya IEA. Tugas dan fungsi dari the Governing Boards terdapat dalam
Article 6 sebagai berikut:
30
(a) The Governing Board shall decide upon and carry out an International Energy Program for co-operation in the field of energy, the aims of which are:
(i) development of a common level of emergency self-sufficiency in oil supplies;
(ii) establishment of common demand restraint measures in an emergency; (iii) establishment and implementation of measures for the allocation of
available oil in time of emergency; (iv) development of a system of information on the international oil market
and a framework for consultation with international oil companies; (v) development and implementation of a long-term co-operation
programme to reduce dependence on imported oil, including: conservation of energy, development of alternative sources of energy, energy research and development, and supply of natural and enriched uranium;
(vi) promotion of co-operative relations with oil producing countries and with other oil consuming countries, particularly those of the developing world.
The Governing Board may adopt other measures of co-operation in the energy field which it may deem necessary and otherwise amend the Program by unanimity, taking into account the constitutional procedures of the Participating Countries.
(b) Upon the proposal of the Governing Board of the Agency the Council may confer additional responsibilities upon the Agency.
The Governing Board mengadakan Meetings at the Director General Level
(atau setara dengan itu) tiga sampai empat kali dalam satu tahun, yang
membahas mengenai perkembangan energi global dan juga kinerja dari IEA.
Hasil dari Governing Board Meetings tersebut berupa keputusan (Conclusion)
yang mengikat seluruh negara pihak. The Governing Board juga memiliki
tanggung jawab terhadap aspek administratif dari IEA, termasuk memberikan
persetujuan program dan pendanaan (budget).23
2. The Stand Groups
23 International Energy Agency, 2015, Organisation and Structure,
URL:https://www.iea.org/aboutus/faqs/organisationandstructure/, diakses pada 28 Oktober 2015.
31
Selain the Governing Board, IEA mempunyai beberapa Standing Committees
(yang dikenal juga dengan Standing Groups), yang terdiri dari perwakilan dari
pihak pemerintah negara anggota. Beberapa Standing Committees yang
menangani isu-isu spesifik dalam IEA diantaranya sebagai berikut: 24
a. The Standing Group on Emergency Questions (SEQ) is responsible for all aspects of IEA oil emergency preparedness and collective response to supply disruptions.
b. The Standing Group on the Oil Market (SOM) monitors and analyses short- and medium-term developments in the international oil market to help IEA member countries react promptly and effectively to changes in market conditions.
c. The Standing Group on Long-Term Co-operation (SLT) encourages co-operation among IEA member countries to ensure collective energy security, improve economic efficiency of their energy sector and promote environmental protection in provision of energy services. The SLT has also established the Working Party on Energy Efficiency.
d. The Standing Group on Global Energy Dialogue (SGD) is responsible for work with countries and regions outside of the IEA membership, including China and India. Many SGD projects draw upon both regional and sectoral expertise and are carried out jointly with other IEA divisions.
IEA juga memiliki advisory bodies, beberapa diantaranya di sektor privat dan
juga perwakilan dari negara bukan anggota (non-member country).
3. The Commitees on Energy Research and Technology (CERT)
The Committee on Energy Research and Technology (CERT) bertugas
mengkoordinasikan dan mempromosikan pengembangan, peragaan dan
pemanfaatan teknologi untuk menghadapi tantangan di sektor energi. CERT
membentuk empat kelompok kerja (working parties) diantaranya: the
Working Party on Fossil Fuels; the Working Party on Renewable Energy
Technologies; the Working Party on Energy End-Use Technologies; and, the
24 Ibid.
32
Fusion Power Co-ordinating Committee. Grup Ahli (Experts groups) juga
dibentuk atas prakarsa CERT. kelompok kerja yang baru dibentuk yaitu
Renewable Energy Industry Advisory Board reports to the Working Party on
Renewable Energy Technologies. IEA menyediakan kerangka kerjasama
internasional dalam penelitian, pengembangan dan peragaan di bidang energi
yang disebut dengan Energy Technology Initiatives.25
2.5 Tinjauan Umum tentang the Organization of the Petroleum Exporting
Countries (OPEC)
2.5.1 Sejarah Terbentuknya OPEC
The Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) atau
Organisasi Negara Pengekspor Minyak merupakan organisasi antar pemerintah
permanen yang didirikan di Baghdad, Irak dengan penandatangan pada bulan
September 1960 oleh 5 negara diantaranya: Republik Islam Iran, Irak, Kuwait, Arab
Saudi dan Venezuala. Negara-negara tersebut disebut juga sebagai the Founder
Members dari OPEC. Pada lima tahun pertama berdirinya, markas besar OPEC
terletak di Jenewa, Swiss. Kemudian pada 1 September 1965 markas besar OPEC
secara resmi dipindahkan ke Wina, Austria.26
The OPEC Statute membedakan antara Founder Members dan Full
Members, yakni negara yang telah diterima oleh the conference sebagai negara
anggota. The OPEC Statute menjelaskan bahwa setiap negara yang merupakan “net
exporting countries”, yang memiliki kepentingan dasar yang sama dengan negara
25 Ibid. 26 The Organization of Petroleum Exporting Countries, 2015, Member Countries,
URL: http://www.opec.org/opec_web/en/about_us/24.htm, diakses pada 28 Oktober 2015.
33
anggota dapat menjadi Full Member dari OPEC, jika diterima oleh mayoritas tiga
per empat dari Full Members, termasuk dukungan dari semua Founder Members.
The OPEC Statutes juga menjelaskan bahwa negara yang tidak memenuhi
kualifikasi sebagai negara anggota dapat menjadi Associate Members, berdasarkan
ketentuan khusus yang disetujui oleh the conference. 27
Negara yang kemudian menjadi anggota OPEC diantaranya Qatar (1961),
Indonesia (1962), Libya (1962), the United Arab Emirates (1967), Algeria (1969),
Nigeria (1971), Ecuador (1973), Gabon (1975), dan Angola (2007). Sejak
December 1992 sampai October 2007, Ecuador men-suspended keanggotaanya.
Gabon mengakhiri keanggotaanya pada tahun 1995. Indonesia men-suspended
keanggotaanya secara efektif pada January 2009. Sampai saat ini jumlah anggota
OPEC berjumlah 12 negara. 28
2.5.2 Tugas dan Fungsi OPEC
Berdasarkan Pasal 2 OPEC Statute, tujuan utama dari OPEC yaitu:
“A. The principal aim of the Organization shall be the coordination and unification of the petroleum policies of Member Countries and the determination of the best means for safeguarding their interests, individually and collectively. B. The Organization shall devise ways and means of ensuring the stabilization of prices in international oil markets with a view to eliminating harmful and unnecessary fluctuations. C. Due regard shall be given at all times to the interests of the producing nations and to the necessity of securing a steady income to the producing countries; an efficient, economic and regular supply of petroleum to consuming nations; and a fair return on their capital to those investing in the petroleum industry”
Jadi OPEC berperan untuk melakukan koordinasi dan unifikasi terhadap
kebijakan perminyakan dari negara anggota dan menentukan langkah terbaik untuk
27 Ibid. 28 Ibid.
34
menjaga kepentingan baik individual maupun kolektif. OPEC bertugas membuat
perencanaan cara-cara dan langkah-langkah untuk menjamin stabilitas harga minya
dalam pasar internasional dengan tujuan mengeliminasi kerugian dan fluktuasi
yang tidak diperlukan.
2.5.3 Struktur Organisasi OPEC
Berdasarkan Pasal 9 OPEC Statute dinyatakan bahwa OPEC memiliki tiga
organ yang akan dijelaskan sebagai berikut.
a. The Conference;
Berdasarkan Pasal 10 OPEC Statute, the Conference memiliki wewenang
tertinggi dalam organisasi. Dalam Pasal 15 dinyatakan wewenang dari the
Conference yaitu:
1. formulate the general policy of the Organization and determine the appropriate ways and means of its implementation;
2. decide upon any application for membership of the Organization; 3. confirm the appointment of Members of the Board of Governors; 4. direct the Board of Governors to submit reports or make
recommendations on any matters of interest to the Organization; 5. consider, or decide upon, the reports and recommendations submitted by
the Board of Governors on the affairs of the Organization; 6. consider and decide upon the Budget of the Organization, as submitted
by the Board of Governors; 7. consider and decide upon the Statement of Accounts and the Auditor’s
Report, as submitted by the Board of Governors; 8. call a Consultative Meeting for such Member Countries, for such
purposes, and in such places, as the Conference deems fit; 9. approve any amendments to this Statute; 10. appoint the Chairman of the Board of Governors and an Alternate
Chairman; 11. appoint the Secretary General; and 12. appoint the Auditor of the Organization for a duration of one year.
Selain kewenangan yang disebutkan dalam Pasal 15, the Conference juga
diberikan wewenang lain yang diatur dalam Pasal 16 yang menyatakan
35
sebagai berikut: All matters that are not expressly assigned to other organs
of the Organization shall fall within the competence of the Conference.
b. The Board of Governors
Dalam Article 20 OPEC Statute dinyatakan bahwa the Board of
Governors memiliki wewenang sebagai berikut:
1. direct the management of the affairs of the Organization and the implementation of the decisions of the Conference;
2. consider and decide upon any reports submitted by the Secretary General;
3. submit reports and make recommendations to the Conference on the affairs of the Organization;
4. draw up the Budget of the Organization for each calendar year and submit it to the Conference for approval;
5. nominate the Auditor of the Organization for a duration of one year; 6. consider the Statement of Accounts and the Auditor’s Report and submit
them to the Conference for approval; 7. approve the appointment of Directors of Divisions and Heads of
Departments, upon nomination by Member Countries, due consideration being given to the recommendations of the Secretary General;
8. convene an Extraordinary Meeting of the Conference; and 9. prepare the Agenda for the Conference.
c. The Secretariat
Berdasarkan Pasal 25 OPEC Statute dinyatakan bahwa the Secretariat
menjalankan fungsi eksekutif dari OPEC dengan ketentuan yang terdapat
dalam OPEC Statute di bawah pengarahan dari the Board of Governors.
Kemudian dalam Pasal 27 huruf B OPEC Statute dinyatakan bahwa: The
Secretary General shall be the chief officer of the Secretariat, and, in that
capacity, shall have the authority to direct the affairs of the Organization in
accordance with directions of the Board of Governors.
36
2.6 Tinjauan Umum tentang Association of South East Asian Nation
(ASEAN)
2.6.1 Sejarah Terbentuknya ASEAN
Pada tanggal 8 Agustus 1967, menteri luar negeri Indonesia, Singapura,
Malaysia, Filipina dan Thailand mengadakan pertemuan di Bangkok. Konferensi
tersebut menghasilkan suatu persetujuan yang disebut dengan Deklarasi Bangkok.29
Deklarasi tersebut yang kemudian menjadi tonggak berdirinya ASEAN. Dalam
paragraf pertama the Asean Declaration (Bangkok Declaration) of 8 August 1967
dideklarasikan pendirian ASEAN sebagai berikut: Do hereby declare the
establishment of an Association for Regional Cooperation among the countries of
South-East Asia to be known as the Association of South-East Asian Nations
(ASEAN).
Pada awal terbentuknya ASEAN memiliki 5 anggota, yakni negara-negara
pendirinya. Brunei kemudian bergabung dengan ASEAN pada tahun 1984 dan
Vietnam bergabung dengan ASEAN sebagai anggota ketujuh pada tahun 1995.
Laos dan Myanmar bergabung dengan ASEAN pada bulan Juli 1997. Kamboja
menjadi anggota kesepuluh ASEAN pada tahun 1999.
Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar, Politik Keamanan Masyarakat itu,
Komunitas Ekonomi dan Komunitas Sosial-Budaya. Setiap pilar memiliki
Blueprint sendiri dan bersama-sama dengan Initiative for ASEAN Integration (IAI)
membentuk Roadmap untuk Komunitas ASEAN 2009-2015.
29 Assosiation of Southeast Asian Nation, The Asean Declaration, URL:
http://www.asean.org/news/item/the-asean-declaration-bangkok-declaration, diakses pada 11 Desember 2015.
37
2.6.2 Tujuan ASEAN
Berdasarkan Pasal 1 Piagam ASEAN, dinyatakan bahwa tujuan ASEAN
antara lain:
1. memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan;
2. meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerja sama politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih luas;
3. mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata Nuklir dan bebas dari semua jenis senjata pemusnah massal lainnya;
4. menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis;
5. menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas;
6. mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN melalui bantuan dan kerja sama timbal balik;
7. memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan aturan hukum, dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari Negara-Negara Anggota ASEAN;
8. menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas;
9. memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindungan lingkungan hidup di kawasan, sumber daya alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi;
10. mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat di bidang pendidikan dan pemelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN;
11. meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan;
12. memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang aman dan terjamin bebas dari narkotika dan obat-obat terlarang bagi rakyat ASEAN;
13. memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya seluruh lapisan masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari, proses integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN;
38
14. memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan; dan
15. mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama dalam hubungan dan kerja samanya dengan para mitra eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif.
2.6.3 Struktur Organisasi ASEAN
Sebagai sebuah organisasi regional, ASEAN memiliki badan-badan yang
diatur dalam Bab IV Piagam ASEAN, yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Konferensi Tingkat Tinggi Asean (ASEAN Summit)
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN terdiri atas para Kepala Negara atau
Pemerintahan dari Negara-Negara Anggota. Berdasarkan Pasal 7 Piagam
ASEAN, Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN:
(a) merupakan badan pengambil kebijakan tertinggi ASEAN; (b) membahas, memberikan arah kebijakan dan mengambil keputusan atas isu-
isu utama yang menyangkut realisasi tujuan-tujuan ASEAN, hal-hal pokok yang menjadi kepentingan Negara-Negara Anggota, dan segala isu yang dirujuk kepadanya oleh Dewan Koordinasi ASEAN, Dewan-Dewan Komunitas ASEAN, dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN;
(c) menginstruksikan para Menteri yang relevan di tiap-tiap Dewan terkait untuk menyelenggarakan pertemuan-pertemuan antar-Menteri yang bersifat ad hoc, dan membahas isu-isu penting ASEAN yang bersifat lintas Dewan Komunitas. Aturan-aturan pelaksanaan pertemuan-pertemuan dimaksud diadopsi oleh Dewan Koordinasi ASEAN;
(d) menangani situasi darurat yang berdampak pada ASEAN dengan mengambil tindakan-tindakan yang tepat;
(e) memutuskan hal-hal yang dirujuk kepadanya berdasarkan Bab VII dan VIII; (f) mengesahkan pembentukan dan pembubaran Badan-Badan Kementerian
Sektoral dan lembaga-lembaga ASEAN lain; dan (g) mengangkat Sekretaris Jenderal ASEAN, dengan pangkat dan status
setingkat Menteri, yang akan bertugas atas kepercayaan dan persetujuan para Kepala Negara atau Pemerintahan berdasarkan rekomendasi Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN.
2. Dewan Koordinasi Asean (ASEAN Coordinating Council)
Dewan Koordinasi ASEAN terdiri atas para Menteri Luar Negeri ASEAN
dan bertemu sekurang-kurangnya dua kali setahun. Dewan Koordinasi ASEAN
39
didukung oleh pejabat-pejabat tinggi yang relevan. Berdasarkan Pasal 8
Piagam ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN mempunyai tugas-tugas sebagai
berikut:
(a) menyiapkan pertemuan-pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN; (b) mengoordinasikan pelaksanaan perjanjian-perjanjian dan keputusan-
keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN; (c) berkoordinasi dengan Dewan-Dewan Komunitas ASEAN untuk
meningkatkan keterpaduan kebijakan, efisiensi, dan kerja sama antar-mereka;
(d) mengoordinasikan laporan-laporan Dewan-Dewan Komunitas ASEAN kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN;
(e) mempertimbangkan laporan tahunan Sekretaris Jenderal mengenai hasil kerja ASEAN;
(f) mempertimbangkan laporan Sekretaris Jenderal mengenai fungsi-fungsi dan kegiatan-kegiatan Sekretariat ASEAN serta badan-badan relevan lain;
(g) menyetujui pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; dan
(h) menjalankan tugas-tugas lain yang diatur dalam Piagam ini atau fungsi-fungsi lainnya seperti yang ditetapkan oleh Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.
3. Dewan Komunitas ASEAN (ASEAN Community Council)
Dewan-Dewan Komunitas ASEAN terdiri atas Dewan Komunitas Politik-
Keamanan ASEAN, Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community Council), dan Dewan Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Dewan
Komunitas ASEAN masing-masing mencakupi Badan-Badan Kementerian
Sektoral ASEAN yang relevan. Negara Anggota masing-masing menunjuk
perwakilan nasionalnya untuk setiap pertemuan Dewan Komunitas ASEAN.
Dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan dari setiap tiga pilar Komunitas
ASEAN, Dewan Komunitas ASEAN masing-masing:
(a) menjamin pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang relevan;
(b) mengoordinasikan kerja dari berbagai sektor yang berada di lingkupnya, dan isu-isu lintas Dewan Komunitas lainnya; dan
40
(c) menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN mengenai hal-hal yang berada di lingkupnya.
Dewan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community
Council atau AECC) merupakan salah satu badan kementerian sektoral yang
mendapat banyak sorotan. ASEAN Economic Community (AEC) sendiri
bertujuan untuk mengintegrasikan ekonomi regional pada tahun 2015. AEC
memiliki karakter sebagai berikut: (a) a single market and production base, (b)
a highly competitive economic region, (c) a region of equitable economic
development, and (d) a region fully integrated into the global economy.30
Dalam melaksanakan tugas di sektor ekonomi, AECC dibantu oleh badan-
badan khusus. Salah satu badan di bawah naungan AECC adalah ASEAN
Ministers on Energy Meeting (AMEM) atau Pertemuan Para Menteri Energi
ASEAN. AMEM merupakan salah satu forum dalam kerangka ASEAN
Economic Communities yang bertugas khusus di bidang energi. Selain itu
terdapat pula badan lain yaitu The ASEAN Centre for Energy (ACE) atau Pusat
ASEAN untuk Energi.31
4. Badan Kementerian Sektoral (ASEAN Sectoral Ministerial Bodies)
Badan Kementerian Sektoral ASEAN masing-masing melingkupi para
pejabat tinggi yang relevan dan badan-badan subsider untuk melaksanakan
30 Association of South East Asian Nation, 2015, ASEAN Economic Community,
URL: http://www.asean.org/communities/asean-economic-community, diakses pada 20 September 2015.
31 ASEAN Center for Energy, Introduction, URL:http;//aseanenergy.org/about-ace/introduction, diakses pada 11 Desember 2015.
41
fungsi-fungsinya sebagaimana tercantum pada Lampiran 1. Berdasarkan Pasal
10 Piagam ASEAN, Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN
(a) berfungsi sesuai dengan mandat masing-masing yang telah ditetapkan; (b) melaksanakan perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan Konferensi
Tingkat Tinggi ASEAN yang berada di lingkupnya; (c) memperkuat kerja sama di bidang masing-masing untuk mendukung
integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN; dan (d) menyerahkan laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi kepada
Dewan Komunitas masing-masing.
5. Sekretaris Jenderal ASEAN (Secretary General of ASEAN)
Sekretaris Jenderal ASEAN diangkat oleh Konferensi Tingkat Tinggi
ASEAN untuk masa jabatan lima tahun yang tidak dapat diperbarui, yang
dipilih dari warga negara dari Negara-Negara Anggota ASEAN berdasarkan
rotasi secara alfabetis, dengan pertimbangan integritas, kemampuan dan
pengalaman profesional, serta kesetaraan gender. Sekretaris Jenderal juga
menjabat sebagai Pejabat Kepala Administrasi ASEAN. Berdasarkan Pasal 10
Piagam ASEAN, Sekretaris Jenderal ASEAN wajib:
(a) menjalankan tugas dan tanggung jawab jabatan tinggi ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan Piagam ini dan instrumen-instrumen ASEAN yang relevan, protokol-protokol, dan praktik-praktik yang berlaku;
(b) memfasilitasi dan memonitor perkembangan dalam pelaksanaan perjanjian-perjanjian dan keputusan-keputusan ASEAN, dan menyampaikan laporan tahunan mengenai hasil kerja ASEAN kepada KTT ASEAN;
(c) berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Dewan-Dewan Komunitas ASEAN, Dewan Koordinasi ASEAN, dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN serta pertemuan-pertemuan ASEAN lain yang relevan;
(d) menyampaikan pandangan-pandangan ASEAN dan berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan dengan pihak-pihak eksternal yang sesuai dengan pedoman kebijakan yang telah disetujui dan mandat yang diberikan kepada Sekretaris Jenderal; dan
(e) merekomendasikan pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal kepada Dewan Koordinasi ASEAN untuk mendapat persetujuan;
42
6. Komite Wakil Tetap ASEAN (Committee of Permanent Representative of
ASEAN)
Negara Anggota ASEAN masing-masing mengangkat seorang Wakil Tetap
untuk ASEAN dengan gelar Duta Besar yang berkedudukan di Jakarta. Para
Wakil Tetap secara kolektif menjadi Komite Wakil Tetap, yang berkewajiban:
(a) mendukung kerja Dewan-Dewan Komunitas ASEAN dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN;
(b) berkoordinasi dengan Sekretariat-Sekretariat Nasional ASEAN dan Badan-Badan Kementerian Sektoral ASEAN lain;
(c) menjadi penghubung ke Sekretaris Jenderal ASEAN dan Sekretariat ASEAN dalam semua bidang yang relevan dengan kerjanya;
(d) memfasilitasi kerja sama ASEAN dengan mitra-mitra eksternal; dan (e) menjalankan fungsi-fungsi lainnya yang akan ditentukan oleh Dewan
Koordinasi ASEAN.
7. Sekretariat Nasional ASEAN (ASEAN National Secretariat)
Negara Anggota ASEAN masing-masing membentuk Sekretariat Nasional
ASEAN yang:
(a) bertugas sebagai focal point pada tingkat nasional; (b) menjadi penyimpan informasi mengenai semua urusan ASEAN pada
tingkat nasional; (c) mengoordinasikan pelaksanaan keputusan-keputusan ASEAN pada
tingkat nasional; (d) mengoordinasikan dan mendukung persiapan-persiapan nasional untuk
pertemuan-pertemuan ASEAN; (e) memajukan identitas dan kesadaran ASEAN pada tingkat nasional; dan (f) berkontribusi pada pembentukan komunitas ASEAN.
8. Badan Hak Asasi Manusia ASEAN (ASEAN Human Rights Body)
Selaras dengan tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip Piagam ASEAN terkait
dengan pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi dan kebebasan fundamental,
ASEAN wajib membentuk badan hak asasi manusia ASEAN. Badan hak asasi
manusia ASEAN ini bertugas sesuai dengan kerangka acuan yang akan
ditentukan oleh Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN.
43
9. Yayasan ASEAN (ASEAN Foundation)
Yayasan ASEAN wajib mendukung Sekretaris Jenderal ASEAN dan
bekerja sama dengan badan-badan ASEAN yang relevan untuk mendukung
pembentukan komunitas ASEAN dengan memajukan kesadaran yang lebih
tinggi mengenai identitas ASEAN, interaksi antar-rakyat, dan kerja sama yang
erat antar sektor bisnis, masyarakat sipil, akademisi dan para pemangku
kepentingan lain di ASEAN. Yayasan ASEAN bertanggung jawab kepada
Sekretaris Jenderal ASEAN, yang akan menyampaikan laporannya kepada
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN melalui Dewan Koordinasi ASEAN.
2.6.4 The ASEAN Council on Petroleum (ASCOPE)32
The ASEAN Council on Petroleum (ASCOPE) merupakan perhimpunan
perusahaan minyak nasional negara-negara di kawasan ASEAN. ASCOPE
didirikan pada tanggal 15 October 1975 di Jakarta, Indonesia sebagai sebuah
instrumen untuk kerjasama regional antar negara anggota. Negara anggota
ASCOPE diwakili oleh perusahaan minyak nasional atau National Oil Companies
(NOCs), atau jika suatu negara tidak mempunyai NOC, maka diwakili oleh pihak
yang berwenang dibidang perminyakan.
Tujuan utama ASCOPE yaitu untuk mendukung negara anggota untuk
meningkatkan kemampuan melalui mutual assistance atau bantuan di segala aspek
dan tahap dalam bidang industri minyak. ASCOPE juga menyediakan instrumen
untuk kerjasama di bidang minyak dan energi antar negara pihak. ASCOPE
32 The ASEAN Council on Petroleum, 2015, URL: http://www.ascope.org/about-
ascope.html, diakses pada 15 September 2015.
44
diharapkan dapat bersaing di pasar internasional dengan menciptakan dan
memfasilitasi kesempatan bisnis di bidang perdagangan minyak.
Tujuan dari ASCOPE yang dinyatakan dalam the ASCOPE Declaration of
Establishment dan the Memorandum of Understanding yaitu:
1. Promote active collaboration and mutual assistance in the development of petroleum resources in the region through joint endeavors in the spirit of equality and partnership;
2. collaborate in the efficient utilization of petroleum; 3. provide mutual assistance in personnel training and the use of research
facilities and services in all phases of the petroleum industry; 4. facilitate exchange of information and promote capacity building among
Member Countries through conduct of various conferences and seminars; 5. maintain close cooperation with existing international and regional
organizations with similar aims and purposes. ASCOPE conducts its programs and activities within the ASEAN concept. Jadi ASCOPE memiliki tujuan untuk mempromosikan kerjasama regional
yang saling menguntungkan di bidang sumber daya minyak berdasarkan semgangat
persamaan dan kepercayaan; mengkolaborasikan penggunaan minyak yang efisien;
menyediakan kerjasama yang saling menguntungkan di bidang pelatihan personil
dan fasilitas penelitian serta jasa di bidang industri; memfasilitasi pertukaran
informasi dan mempromosikan pembangunan melalui konferensi dan seminar; dan
memelihara kerjasama yang sudah terjalin dengan organisasi internasional atau
regional dengan tujuan serupa.