5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Kosmetik
Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu, pada abad ke-19
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga
untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai
secara besar-besaran pada abad ke-20. Bahkan sekarang teknologi kosmetik
merupakan paduan antara kosmetik dengan obat (pharmaceutical) atau disebut
kosmetik medik (Tranggono dan Fatma, 2007).
Kosmetik berasal dari kata Yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan
menghias atau mengatur. Definisi kosmetik terdapat dalam Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2019
yaitu, sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar atau
gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan, dan memperbaiki bau badan serta melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah untuk
kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up, meningkatkan rasa
percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan rambut dari kerusakan
sinar UV, polusi dan faktor lingkungan yang lain, mencegah penuaan, dan secara
umum membantu seseorang lebih menikmati dan menghargai hidup (Tranggono
dan Fatma, 2007).
a. Penggolongan Kosmetik
Menurut Sharma dkk, (2018) kosmetik dikategorikan menjadi empat jenis:
a. Kosmetik kulit
b. Kosmetik rambut
c. Kosmetik kuku
d. Kosmetik untuk tujuan kebersihan
6
Menurut sifat dan cara pembuatannya kosmetik dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Kosmetik modern, dibuat dari bahan kimia dan diolah secara modern.
b. Kosmetik tradisional:
a) Betul-betul tradisional, yang dibuat dari bahan alam dan diolah menurut
resep dan cara yang turun temurun.
b) Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar
tahan lama.
c) Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar
tradisional dan diberi zat warna yang menyerupai bahan tradisional.
Menurut kegunaannya bagi kulit kosmetik dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Kosmetik perawatan kulit (Skin Care Cosmetic)
Jenis ini berguna untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit, yang
termasuk di dalamnya yaitu:
a) Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream,
cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).
b) Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizing
cream, night cream, anti wrinkle cream.
c) Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream, sunscreen
foundation, sunblock cream/lotion.
d) Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengampelas (abrasiver).
b. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a) Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaian sebentar misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow.
b) Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya lama baru luntur
misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, dan pengeriting rambut.
(Tranggono dan Fatma, 2007)
7
b. Persyaratan Kosmetika
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2019, kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan
harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
a. Persyaratan keamanan
b. Persyaratan kemanfaatan
c. Persyaratan mutu
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2015, selain persyaratan keamanan, kemanfaatan
dan mutu, ada persyaratan penandaan dan klaim untuk kosmetik yang diedarkan.
Penandaan adalah setiap informasi mengenai kosmetik yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada kosmetik,
dimasukkan, ditempelkan, atau merupakan bagian pada kemasan, serta yang
dicetak langsung pada produk. Klaim kosmetika adalah pernyataan pada
penandaan berupa informasi mengenai manfaat, keamanan dan atau pernyataan
lain yang dibutuhkan pada kosmetik. Penandaan pada kosmetika paling sedikit
harus mencantumkan:
a) Nama kosmetika
b) Kegunaan atau kemanfaatan
c) Cara penggunaan
d) Komposisi
e) Nama dan negara produsen
f) Nama dan alamat lengkap pemohon notifikasi
g) Nomor bets
h) Ukuran, isi, atau berat bersih
i) Tanggal kadaluwarsa
j) Peringatan atau perhatian dan keterangan lain, jika dipersyaratkan.
c. Karakteristik Kosmetik Dekoratif
Karakteristik untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah :
a. Warna yang menarik.
b. Bau harum yang menyenangkan.
c. Tidak lengket.
8
d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau.
e. Tidak merusak atau mengganggu kulit
(Tranggono dan Fatma, 2007)
d. Zat Warna dalam Kosmetik Dekoratif
Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat besar. Zat
warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok yaitu :
a. Zat warna alam yang larut
Zat warna ini sudah jarang dipakai meskipun dampak zat alam ini pada kulit
lebih baik dari pada zat warna sintetis, tetapi kekuatan pewarnaanya relatif
lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal.
b. Zat warna sintetis yang larut
Zat warna sintesis dihasilkan melalui proses sintesis senyawa kimia tertentu.
Zat warna ini dikenal juga dengan sebutan aniline atau coal-tar, karena zat
warna ini merupakan sintesis dari senyawa-senyawa hasil isolasi dari coal-
tar. Sifat-sifat zat warna sintetis yaitu:
a) Intensitas warna sangat kuat, sehingga dalam jumlah sedikitpun sudah
memberikan corak warna yang kuat.
b) Harus bisa larut dalam air, alkohol, minyak, atau salah satunya.
c) Daya lekatnya terhadap rambut, kulit dan kuku berbeda-beda.
d) Beberapa bersifat toksik, sehingga perlu hati-hati menggunakan produk
kosmetik yang mengandung zat warna ini.
c. Pigment-Pigment alam
Pigment alam adalah pigment warna pada tanah yang memang terdapat secara
alamiah, misalnya aluminium silikat. Gradasi warna yang terdapat pada
alumunium silikat dipengaruhi oleh kandungan besi oksida atau mangan
oksidanya, misalnya kuning, merah bata dan sebagainya. Keunggulan
pigmen-pigmen alam adalah zat warna ini murni dan tidak berbahaya,
sedangkan kelemahannya yaitu zat warna yang dihasilkan tidak seragam,
sangat tergantung pada sumber asalnya dan tingkat pemanasannya.
d. Pigment sintetis
Warna yang dihasilkan dari pigmen sintesis lebih terang dan cerah, contohnya
yaitu besi oksida sintesis yang menghasilkan berbagai pilihan warna sintesis
9
seperti kuning, cokelat, merah dan beragam warna violet. Sejumlah zat warna
asal coal-tar juga diklasifikasikan sebagai pigmen sintesis. Banyak pigment
sintesis yang tidak boleh dipakai dalam preparat kosmetika karena toksis,
misalnya kadmium sulfida dan prussian blue (Muliyawan dan Neti, 2013).
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 tentang persyaratan teknis bahan kosmetika,
ada beberapa bahan yang dinyatakan dilarang dan diperbolehkan penggunaannya
sebagai zat warna dalam kosmetika sebagaimana tercantum dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Zat Warna Tambahan Pada Kosmetik
Yang
diperbolehkan
(No. CI)
Nama Yang tidak
diperbolehkan
(No. CI)
Nama
11725 Pigment Orange 1 12075 Pigment orange 5
11920 Solvent Orange 1 12140 Solvent Orange 7
11680 Pigmen Yellow 1 13065 Metanil yellow
14700 FD&C Red No. 4 15585 D&C Red No. 8
12490 Pigmen Red 5 26105 Scarlet red [NF X]
42520 Basic violet 2
42535 Basic violet 1
42510 Basic Violet 14 42555
42555:1
42555:2
Gentian violet
Basic Violet 3
Crystal violet,
Tannate
50325 Acid Violet 50 42640 Benzyl Violet
15850 D&C Red N0. 6 45170
Rhodamine B, D&C
Red No.19
42090 FD&C Blue No.1 61554 Solvent Blue 35
Sumber: Peraturan BPOM Nomor 23 Tahun 2019
2. Lipstik
a. Pengertian Lipstik
Lipstik termasuk dalam kosmetika golongan sediaan make-up atau dekoratif
yang terbuat dari bahan dasar dan zat warna yang digunakan untuk mempercantik
dan mempertegas warna bibir yaitu untuk menambah penampilan warna pada
bibir sehingga tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi bibir
lebih kecil atau lebih besar, tergantung warna yang digunakan (Nanda dan
Ayudita, 2018).
10
Sumber: Journal Consumer Voice Januari, 2016
Gambar 2.1 Lipstik.
Menurut Muliyawan dan Neti (2013) terdapat beberapa jenis-jenis lipstik, yaitu:
a. Sheer/gloss
Lipstik ini berbentuk bening (transparan), dan ketika digunakan warnanya
tidak mencolok tetapi memberikan efek glossy pada bibir.
b. Matte
Lipstik ysng mempunyai kandungan minyak lebih sedikit dan mengandung
pigmen yang banyak menyerap cahaya, sehingga ketika digunakan tidak
menimbulkan kilap.
c. Satin
Merupakan lipstik hasil perpaduan antara jenis glossy dan matte.
d. Cream
Lipstik yang bersifat seperti jenis matte tetapi teskturnya sedikit lebih berat.
e. Transferproof
Lipstik yang menggunakan teknologi silikon nonvolatile sehingga bersifat
lebih tahan lama saat diaplikasikan di bibir.
b. Karakteristik Lipstik
Karakteristik lipstik yang ideal yaitu memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Melapisi bibir secara mencukupi
b. Dapat bertahan di bibir selama mungkin
c. Cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket
d. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
e. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
f. Memberikan warna yang merata pada bibir
g. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya.
11
h. Tidak meneteskan minyak, permukaan mulus, tidak bopeng, berbintik-bintik
atau memperlihatkan hal yang tidak menarik (Tranggono dan Fatma, 2007).
c. Bahan-Bahan dalam Lipstik
Menurut Tranggono dan Fatma, (2007) bahan-bahan yang digunakan dalam
lipstik adalah:
a. Lilin
Lilin berperan dalam kekerasan lipstik, contoh yang biasa digunakan yaitu
paraffin wax dan basewax.
b. Minyak
Fase minyak dalam lipstik dipilih berdasarkan kemampuannya melarutkan zat-
zat warna eosin. Misalnya minyak castor, tetrahydrolfurfuryl alchohol, fatty
acid alcylolamides, dihydric alchohol beserta monoethers.
c. Lemak
Misalnya: krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya
hydrogenated castor oil), cetyl alchohol, oleyl alchohol, lanolin.
d. Acetoglycerides
Digunakan untuk memperbaiki sifat thixotropik batang lipstik sehingga
meskipun temperatur berfluktuasi, kepadatan lipstik konstan.
e. Zat-zat pewarna
Zat pewarna yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna
eosin yang memenui dua persyaratan untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit
dan kelarutannya dalam minyak. Pelarut terbaik untuk eosin adalah castor oil.
Tetapi furfuryl alchohol beserta ester-esternya, terutama stearat dan ricinoleat,
memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid alcylolamides,
jika dipakai sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang intensif.
f. Surfaktan
Surfaktan dalam lipstik digunakan untuk memudahkan pembasahan dan
dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat.
g. Antioksidan
h. Bahan pengawet
i. Bahan pewangi
Digunakan untuk menutupi bau dan rasa kurang sedap dari lemak dan minyak.
12
3. Rhodamin B
a. Sifat Kimia Rhodamin B
Rhodamin B dengan rumus molekul C28H31ClN2O3 mempunyai bentuk
struktur molekul sebagai berikut:
Sumber: Profetik Fakultas Farmasi UGM, 2012
Gambar 2.2 Struktur Kimia Rhodamin B
Berat Molekul : 479 g/mol
Nama Kimia : N-[9-(carboxyphenyl)–(dyetilamino)-3H-Xanten-3-ylidene]
N-ethylethanaminium clorida.
Nama Lazim : Rhodamin B clorida, tetraethylrhodamine, acid brilliant pink,
D&C red no. 19, basic violet 10, calcozine red bx, CI number
(No. Index warna): C.I 45170 serta diethyl-m-amino-
phenolphthalein hydrochloride (BPOM RI, 2016b).
Secara Fisik : Berbentuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak
berbau, mudah larut, dan dalam larutan akan berwarna merah
terang yang berfluoresence (Profetik Fakultas Farmasi UGM,
2012).
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah-
kebiruan dan berflourosensi kuat. Selain mudah larut dalam
air, rhodamin B juga larut dalam alkohol, asam kuat (HCl)
dan basa kuat (NaOH), serta sukar larut dalam asam lemah
dan dalam larutan alkali lemah. Larutan dalam asam kuat
membentuk senyawa dengan kompleks antimon berwarna
merah muda yang larut dalam isopropil eter (Praja, 2015).
b. Penggunaan Rhodamin B
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil dan pewarna kertas, sedangkan di dalam laboratorium digunakan
13
sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg dan Th (Praja, 2015).
Menurut peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004, rhodamin B merupakan zat
warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan.
Selain itu, menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2019 tentang persayaratan teknis bahan kosmetika,
salah satu zat warna yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan kosmetik
adalah rhodamin B. Zat warna rhodamin B walaupun telah dilarang untuk
digunakan tetapi masih banyak produsen yang sengaja menambahkan zat
warna rhodamin B untuk produknya baik pada produk pangan ataupun
produk kosmetika.
c. Efek Rhodamin B Terhadap Kesehatan
Rhodamin B termasuk bahan kimia berbahaya (harmful) bila tertelan, terhisap
pernapasan atau terserap melalui kulit (Praja, 2015). Toksisitas rhodamin B di
dalam tubuh disebabkan oleh interaksi antara rhodamin B yang masuk ke
aliran darah dengan asam amino yang kemudian membentuk globin adduct
(bentuk kompleks jika senyawa kimia berikatan dengan molekul biologi)
(Devi, 2013). Uji toksisitas rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit telah
membuktikan adanya pengaruh terhadap persentase kerusakan glomerulus. Hasil
analisis histologis ginjal mencit memperlihatkan adanya tingkat kerusakan pada
komponen penyusun ginjal yang meningkat seiring tingginya dosis dan lama
pemberian. Kerusakan yang ditemukan berupa penyempitan ruang bowman pada
glomerulus, hipertropi, nekrosis dan serosis tubulus (Mayori dkk, 2013).
Pada percobaan yang dilakukan Kaji dan Fumitomo (1991) yaitu efek
pewarna kosmetik rhodamin B terhadap proliferasi fibroblast bibir manusia pada
sistem kultur ditemukan bahwa rhodamin B pada konsentrasi 25 µg/mL dan
konsentrasi yang lebih tinggi secara signifikan menurunkan jumlah sel setelah
dikultur selama 72 jam. Secara histologis kerusakan sel ditandai dengan
perubahan degeneratif inti dan bentuk sel yang tidak teratur serta penurunan
jumlah sel.
Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat
kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin
(Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif.
14
Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh
dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun
bagi tubuh. Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-
CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan
DNA dalam tubuh (POM RI, 2016a).
Paparan jangka pendek penggunaan rhodamin B pada kulit dapat
menyebabkan iritasi pada kulit. Rhodamin B dapat berikatan dengan protein dan
makromolekul organik sehingga kulit dapat berfungsi sebagai reservoir (tempat
penyimpanan) dari rhodamin B. Jumlah rhodamin B yang meningkat pada kulit
terjadi karena penyerapan sistemik rhodamin B. Selain menimbulkan iritasi pada
kulit, rhodamin B juga memberikan efek buruk pada bibir jika digunakan sebagai
pewarna pada lipstik. Rhodamin B dapat menghambat proliferasi (perkembangan)
sel fibroblast pada bibir yang berakibat pada gangguan perbaikan dan
pemeliharaan sel sehingga bibir rentan terluka (POM RI, 2016b). Jika terpapar
rhodamin B dalam jumlah besar maka akan terjadi gejala keracunan. Tanda-tanda
dan gejala akut bila terpapar rhodamin B:
a. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan
b. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit
c. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan,
udem pada kelopak mata
d. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna
merah atau merah muda
e. Jika terpapar pada bibir maka akan menyebabkan bibir menjadi pecah-pecah,
kering, gatal, bahkan menyebabkan kulit bibir terkelupas (Praja, 2015).
d. Metode Pemeriksaan Rhodamin B
Pengujian rhodamin B dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode, diantaranya yaitu:
a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT merupakan pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi
dan partisi yang ditentukan oleh fase diam dan fase gerak (eluent). Metode
KLT banyak digunakan untuk analisis karena identifikasi pemisahan
komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, flouresensi atau dengan
15
sinar UV, selain itu, kecepatan penentuan kadar akan lebih baik karena
komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak
(statis), sedangkan kelemahan metode ini yaitu analisis KLT dilakukan
beberapa kali menggunakan bermacam eluen dengan tingkat kepolaran yang
berbeda untuk mendapatkan pelarut yang mampu memberikan pemisah yang
baik serta noda zat warna yang bagus (Afrina, 2017).
b. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis merupakan metode pengukuran absorpsi energi
cahaya sebagai fungsi dari panjang gelombang yang digunakan untuk
menetapkan kadar dengan menggunakan perbandingan absorbansi sampel
dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan regresi linier
(Gandjar dan Abdul, 2014). Metode pengukuran spektrofotometri UV-Vis
digunakan secara luas karena keuntungannya yang mudah digunakan, murah,
terandalkan memberi presisi yang baik untuk pengukuran kualitatif dan
kuantitatif, sedangkan keterbatasannya yaitu selektivitasnya sedang, sehingga
tidak mudah diterapkan pada analisis campuran (Watzon, 2013).
c. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
HPLC merupakan kromatografi cair yang sistem alir cairan elusinya dibantu
dengan pompa tekan dan selama proses elusi tidak berhubungan dengan udara
luar. Metode HPLC memiliki kelebihan dibanding metode lain, yaitu mampu
memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, kecepatan analisis dan
kepekaan yang tinggi, resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam
detektor serta kolom dapat digunakan kembali, sedangkan kelemahannya
yaitu biaya yang relatif mahal dan proses deteksi bersifat dinamis sehingga
harus cepat diamati (Purwati, 2010).
4. Spektrofotometer UV-Vis
a. Definisi Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri merupakan metode pengukuran absorpsi energi cahaya oleh
suatu sistem kimia sebagai fungsi dari panjang gelombang (Day dan A.L, 2002).
Metode spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menetapkan kadar dengan
menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau
dengan menggunakan persamaan regresi linier. Persamaan kurva baku selanjutnya
16
digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel (Gandjar dan Abdul, 2014).
Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitrans atau
absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang (Day dan A.L, 2002).
Sinar ultraviolet dan sinar tampak merupakan energi radiasi elektromagnetik
yang dapat merambat dalam bentuk gelombang. Sinar ultraviolet mempunyai
panjang gelombang antara 200-400 nm, sedangkan sinar tampak mempunyai
panjang gelombang antara 400-800 nm. Warna sinar tampak dapat dihubungkan
dengan panjang gelombangnya (Gandjar dan Abdul, 2014).
Tabel 2.2 Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak
Panjang gelombang Warna yang diserap Warna yang diamati/ warna
komplementer
400-435 nm
450-480 nm
480-490 nm
490-500 nm
500-560 nm
560-580 nm
580-595 nm
595-610 nm
610-750 nm
Ungu (lembayung)
Biru
Biru kehijauan
Hijau kebiruan
Hijau
Hijau kekuningan
Kuning
Orange
Merah
Hijau kekuningan
Kuning
Orange
Merah
Merah anggur
Ungu (lembayung)
Biru
Biru kekuningan
Hujau kebiruan
Sumber: Gandjar dan Abdul, 2014.
b. Penggolongan Spektrofotometer
Spektrofotometer terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sumber cahaya yang
digunakan, diantaranya sebagai berikut:
a. Spektrofotometer UV (Ultra Violet)
b. Spektrofotometer Vis (Visible)
c. Spektrofotometer UV-Vis
d. Spektrofotometer IR (Infra Red)
(Day dan A.L, 2002).
Berdasarkan tipe instrumennya spektrofotometer UV-Vis dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Spektrofotometer UV-Vis single beam
b. Spektrofotometer UV-Vis double beam
(Suhartati, 2017)
17
c. Aspek kualitatif dan kuantitaif spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan
sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
a. Aspek kualitatif
Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya, tetapi jika digabung dengan
spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, spektroskopi massa, maka
dapat digunakan untuk maksud identifikasi kualitatif suatu senyawa tersebut.
b. Aspek kuantitatif
Dalam aspek kuantitatif, radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan
dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas
yang diserap. Intensitas radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang
melalui satu satuan luas penampang perdetik (Gandjar dan Abdul, 2014).
Sumber: Suhartati, 2017
Gambar 2.3 Visualisasi Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa semakin banyak sinar diabsorbsi
oleh sampel pada panjang gelombang tertentu maka semakin tinggi absorbannya,
yang dinyatakan dalam hukum Lambert-Beer:
A = log I0/I1 = a.b.c
Keterangan:
A = Absorbans
I0 = intensitas sinar sebelum melalui sampel
I1 = intensitas sinar setelah melalui sampel
a = absortivitas
b = lebar sel yang dilalui sinar
c = konsentrasi
(Suhartati, 2017)
18
d. Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer untuk pengukuran di daerah spektrum UV-Vis terdiri atas
suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis dalam
jangkauan panjang gelombang dari 200-800 nm (Gandjar dan Abdul, 2015).
Sumber: Suhartati, 2017
Gambar 2.4 Diagram alat spektrofotometer UV-Vis (Single beam)
a. Sumber Sinar
Sumber sinar atau lampu merupakan dua lampu yang terpisah, yang secara
bersama-sama mampu menjangkau keseluruhan daerah spektrum ultraviolet
dan sinar tampak (Gandjar dan Abdul, 2015). Lampu diuterium digunakan
untuk daerah ultraviolet pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara
lampu halogen kuarsa atau tungsen digunakan untuk daerah visible pada
panjang gelombang 350-900 nm (Gandjar dan Abdul, 2014).
b. Monokromator
Monokromator merupakan tempat untuk melewatkan sinar polikromatik
untuk diubah menjadi monokromatik. Monokromator terdiri atas elemen
pendispersi, celah masuk (entrance slit), dan celah keluar (exit slit). Elemen
pendispersi berfungsi mendispersikan radiasi yang jatuh kepadanya sesuai
dengan panjang gelombang. Celah masuk memungkinkan cahaya dari sumber
sinar jatuh ke elemen pendispersi. Celah keluar mengizinkan hanya cahaya
dengan pita yang sangat sempit yang dapat melalui sampel dan detektor.
c. Sel Sampel (Kuvet)
Sel sampel merupakan tempat diletakkan sampel. Wadah sampel harus
mempunyai jendela yang transparan di daerah yang dituju. Mutu data
spektroskopi tergantung pada bagaimana kuvet digunakan dan dipelihara.
19
d. Detektor
Detektor digunakaan untuk mengukur intensitas radiasi yang mengenainya,
dengan mengubah energi radiasi ke dalam energi listrik atau sinyal elektrik
(Gandjar dan Abdul, 2015).
e. Read Out
Merupakan sistem baca yang menangkap besarnya listrik yang berasal dari
detektor untuk pembacaan hasil pemeriksaan (Gandjar dan Abdul, 2014).
d. Analisis Spektrofotmeter UV-Vis
Hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan analisis dengan spektrofotometer
UV-Vis yaitu:
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis.
Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah UV-Vis sehingga dilakukan dengan cara merubah menjadi senyawa
lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu.
b. Waktu operasional
Untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna, tujuannya
mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan
dengan mengukur hubungan waktu pengukuran dengan absorbansi.
e. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang
gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu.
f. Pembuatan kurva baku
Dibuat dari seri larutan baku yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
(y) dengan konsentrasi (x).
g. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
(Gandjar dan Abdul, 2014).
20
5. Pemantapan Mutu Internal
Pemantapan Mutu Internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan
pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap laboratorium secara terus menerus agar
diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Kegiatan ini mencakup tiga tahapan
proses, yaitu pra-analitik, analitik, dan pasca-analitik.
a. Tahap Pra-analitik
Tahap pra-analitik adalah serangkaian kegiatan laboratorium sebelum
pemeriksaan sampel. Kegiatan pra-analitik dimulai dari pengambilan sampel,
pemberian identitas sampel, pengolahan sampel (preparasi sampel) dan
penyimpanan sampel.
b. Tahap Analitik
Tahap analitik adalah tahap pemeriksaan sampel, dimana sampel dianalisa
menggunakan suatu instrumen dan metode tertentu. Tujuan pengendalian mutu
tahap analitik yaitu untuk menjamin bahwa hasil pemeriksaan sampel dapat
dipercaya (valid). Tahap ini uji kualitas reagen, uji ketelitian dan ketepatan,
pipetasi reagen dan sampel, serta pemeriksaan sampel.
c. Tahap Pasca-analitik
Tahap pasca analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang berupa lembar
hasil pemeriksaan laboratorium. Tahap ini meliputi pembacaan hasil (perhitungan,
pengukuran, identifikasi, penilaian) dan pelaporan hasil (Siregar dkk, 2018).
21
B. Kerangka Teori
- - - - - - - -
Kosmetik
Bahan pewarna tambahan
yang diperbolehkan:
1. Pigment Orange 1
2. Solvent Orange 1
3. Pigmen Yellow 1
4. FD&C Red No. 6
5. Pigmen Red 5
6. Basic violet 2 7. Basic Violet 14
8. Acid Violet 50
9. C&D Red N0. 6
10. FD&C Blue No.1
Bahan pewarna tambahan
yang tidak diperbolehkan:
1. Pigment orange 5 2. Solvent Orange
3. Metanil yellow
4. D&C Red No. 8
5. Scarlet red [NFX]
6. Basic violet 1
7. Gentian violet, Basic
Violet 3, Crystal violet,
Tannate
8. Benzyl Violet
9. Rhodamine B, D&C
Red No.19, Stearic acid 10. Solvent Blue 35
Dampak rhodamin B terhadap
kesehatan:
1. Pada kulit: iritasi kulit
2. Pada mata: iritasi mata,
mata kemerahan, udem
pada kelopak mata 3. Pada bibir: menghambat
proliferasi sel fiboblast
pada bibir
4. Jika tertelan: gejala
keracunan, gangguan
fungsi hati hingga kanker
hati
Kosmetik Riasan
(dekoratif)
Lipstik
Rhodamin B
Uji rhodamin B dengan spektrofotometer Uv-
Vis
Kosmetik Perawatan
Kulit
22
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dari penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas pada penelitian ini ada lipstik yang berwarna merah muda
sampai merah tua dan variabel terikat yaitu rhodamin B, dengan konsep sebagai
berikut:
Variabel bebas Variabel terikat
D. Kompetensi DIII Teknologi Laboratorium Medis
Nomor Area Kompetensi
1. Profesionalitas yang luhur
2. Mawas diri dan pengembangan diri
3. Komunikasi efektif
4. Pengelolaan informasi
5. Landasan ilmiah ilmu laboratorium medik
6. Keterampilan laboratorium medik yang meliputi :
a. Mempersiapkan dan menganalisis bahan biologis
b. Menginterpretasikan hasil uji laboratorium
c. Melaksanakan penjaminan mutu
d. Menerapkan keamanan kerja dan keamanan pasien
e. Melaksanakan intra dan interpersonal kolaborasi
7. Pengelolaan masalah kesehatan berbasis laboratorium
Rhodamin B Lipstik yang berwarna merah
muda sampai merah tua