BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Tambahan Makanan, Makanan dan Pengertian Higiene Sanitasi
Makanan
1. Bahan Tambahan Makanan (BTM)
Menurut definisi Permenkes No. 772/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan
tambahan makanan, bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya
tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan
penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu,
dan gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan
bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah
senyawa yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan
ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau
penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita
rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan
9
bahan (ingredient) utama. Menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah
bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan
secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang
memiliki nilai gizi dan ada yang tidak.
Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh
Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM).
2. Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan
Di Indonesia, penggunaan BTP telah diatur sejak tahun 1988
dalam Permenkes No. 722/MenKes/Per/IX/1988 yang dikuatkan dengan
PermenkesNo.1168/MenKes/Per/1999 menyebutkan bahwa yang termasuk
BTP adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, anti kempal,
penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang
tepung, pengemulsi, pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk
memantapkan warna dan tekstur makanan).
Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun
2012 diantaranya sebagai berikut:
a. Anti buih (Antifoaming agent)
Anti buih (Antifoaming Agent) adalah bahan tambahan pangan
untuk mencegah atau mengurangi pembentukan buih.
b. Anti kempal (Anticaking agent)
Anti kempal (Anticaking Agent) adalah bahan tambahan pangan
untuk mencegah menggumpalnya produk pangan.
10
c. Antioksidan (Antioxidant)
Antioksidan (Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi.
d. Bahan pen karbonasi (Carbonating agent)
Bahan Pen karbonasi (Carbonating Agent) adalah bahan tambahan
pangan untuk membentuk karbonasi di dalam pangan.
e. Garam pengemulsi (Emulsifying salt)
Garam Pengemulsi (Emulsifying Salt) adalah bahan tambahan
pangan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga
mencegah pemisahan lemak
f. Gas untuk kemasan (Packaging gas)
Gas Untuk Kemasan (Packaging Gas) adalah bahan tambahan
pangan berupa gas, yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan
sebelum, saat maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk
mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari
kerusakan.
g. Humektans (Humectant)
Humektans (Humectant) adalah bahan tambahan pangan untuk
mempertahankan kelembaban pangan.
h. Pelapis (Glazing agent)
Pelapis (Glazing Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
melapisi permukaan pangan sehingga memberikan efek
perlindungan dan/atau penampakan mengkilap.
11
i. Pemanis (Sweetener)
Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa
pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis
pada produk pangan.
1) Pemanis Alami (Natural Sweetener)
Pemanis Alami (Natural Sweetener) adalah pemanis yang
dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara
sintetik ataupun fermentasi.
2) Pemanis Buatan (Artificial Sweetener)
Pemanis buatan (Artificial Sweetener) adalah pemanis yang
diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat
di alam.
j. Pembawa (Carrier)
Pembawa (Carrier) adalah bahan tambahan pangan yang
digunakan untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau
penggunaan bahan tambahan pangan lain atau zat gizi di dalam
pangan dengan cara melarutkan, mengencerkan, mendispersikan
atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan lain atau
zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak mempunyai efek
teknologi pada pangan.
k. Pembentuk gel (Gelling agent);
Pembentuk Gel (Gelling Agent) adalah bahan tambahan pangan
untuk membentuk gel.
12
l. Pembuih (Foaming agent);
Pembuih (Foaming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam
pangan berbentuk cair atau padat.
m. Pengatur keasaman (Acidity regulator);
Pengatur keasaman (Acidity Regulator) adalah bahan tambahan
pangan untuk mengasamkan, menetralkan dan/atau
mempertahankan derajat keasaman pangan.
n. Pengawet (Preservative);
Pengawet (Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk
mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian,
dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh
mikroorganisme.
o. Pengembang (Raising agent);
Pengembang (Raising Agent) adalah bahan tambahan pangan
berupa senyawa tunggal atau campuran untuk melepaskan gas
sehingga meningkatkan volume adonan.
p. Pengemulsi (Emulsifier);
Pengemulsi (Emulsifier) adalah bahan tambahan pangan untuk
membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau
lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air.
q. Pengental (Thickener);
Pengental (Thickener) adalah bahan tambahan pangan untuk
meningkatkan viskositas pangan.
13
r. Pengeras (Firming agent);
Pengeras (Firming Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk
memperkeras, atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran,
atau berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk memperkuat
gel.
s. Penguat rasa (Flavor enhancer);
Penguat Rasa (Flavor enhancer) adalah bahan tambahan pangan
untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang
telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa dan/atau
aroma baru.
t. Peningkat volume (Bulking agent);
Peningkat Volume (Bulking Agent) adalah bahan tambahan pangan
untuk meningkatkan volume pangan.
u. Penstabil (Stabilizer);
Penstabil (Stabilizer) adalah bahan tambahan pangan untuk
menstabilkan sistem dispersi yang homogen pada pangan.
v. Pretensi warna (Color retention agent)
Pretensi Warna (Color Retention Agent) adalah bahan tambahan
pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau
memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna
baru.
w. Perisa (Flavoring)
Perisa (Flavoring) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat
konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa (flavoring adjunct)
14
yang digunakan untuk memberi flavor dengan pengecualian rasa
asin, manis dan asam.
x. Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent)
Perlakuan Tepung (Flour Treatment Agent) adalah bahan tambahan
pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna,
mutu adonan dan atau pemanggangan, termasuk bahan
pengembang adonan, pemukat dan pematang tepung.
y. Pewarna (Color)
Pewarna (Color) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna
alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau
diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki
warna.
1) Pewarna alami (Natural Color)
Pewarna Alami (Natural Color) adalah Pewarna yang dibuat
melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivat sasi (sintesis
parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain,
termasuk Pewarna identik alami.
2) Pewarna Sintetis (Synthetic Color)
Pewarna Sintetis (Synthetic Color) adalah Pewarna yang
diperoleh secara sintesis kimiawi.
z. Propelan (Propellant)
Propelan (Propellant) adalah bahan tambahan pangan berupa gas
untuk mendorong pangan keluar dari kemasan.
15
Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,
menurut Permenkes RI No. 033 tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan
Makanan diantaranya sebagai berikut:
1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)
2. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)
3. Biji Tonka (Tonka bean)
4. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)
5. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole)
6. Dulsin (Dulcin)
7. Dulkamara (Dulcamara)
8. Formalin (Formaldehyde)
9. Kalium bromat (Potassium bromate)
10. Kalium klorat (Potassium chlorate)
11. Kloramfenikol (Chloramphenicol)
12. Kokain (Cocaine)
13. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
14. Minyak kalamus (Calamus oil)
15. Minyak tansi (Tansy oil)
16. Minyak sassafras (Sassafras oil)
17. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
18. Nitrobenzen (Nitrobenzene)
19. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/1988, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan
16
tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methyl
yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat
(pengeras).
3. Faktor Penyebab Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No. 36
tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pengawet sebagaimana yang dimaksud dalam Lampiran I untuk tujuan:
a) Menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak memenuhi
persyaratan,
b) Menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi
pangan yang baik untuk pangan dan/atau,
c) Menyembunyikan kerusakan pangan.
4. Pengertian Makanan
Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan
oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi –substansi lain yang
digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam makanan karena
merupakan elemen yang vital bagi kehidupan manusia (Dr.Budiman Chandra,
2014:85)
Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan
manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang
diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne
disease) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara
lain, kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan
17
penyajian yang tidak bersih, dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi
(Dr.Budiman Chandra, 2014:85).
Menurut Notoatmodjo (2000) ada empat fungsi pokok makanan bagi
kehidupan manusia, yaitu:
Memelihara proses tumbuh pada pertumbuhan atau
perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.
Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari
Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air,
mineral dan cairan tubuh yang lain.
Berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap
berbagai penyakit.
Makanan sehat adalah makanan yang higienis dan bergizi,
mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan
sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara
pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang benar, dan
pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan (Mukono, 2006:135).
Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi
pengadaan, penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan,
pengubahan bentuk, penadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian
makanan atau minuman. Penjamah makanan jajanan dalam melakukan
kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi
persyaratan antara lain tidak menderita penyakit mudah menular misal (batuk,
pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya), menutup luka (pada luka
terbuka/ bisul atau luka lainnya), menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku,
18
dan pakaian, memakai celemek, dan tutup kepala, mencuci tangan setiap kali
hendak menangani makanan, menjamah makanan harus memakai alat/
perlengkapan, atau dengan alas tangan, tidak sambil merokok, menggaruk
anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya), tidak batuk atau
bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup
mulut atau hidung. (keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
942/menkes/sk/vii/2003).
5. Pengertian Higiene Sanitasi Makanan
Hygiene menurut Depkes (2004) adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Misalnya
mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk
melindungi kebersihan piring. Membuang bagian makanan yang rusak untuk
melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Untuk mencegah
kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan diperlukan penerapan sanitasi lingkungan.
Depkes (2004) menyatakan bahwa sanitasi adalah upaya kesehatan
dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya.
Misalnya menyediakan air bersih untuk keperluan mencuci tangan,
menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak
dibuang sebarangan.
Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk
kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya
keracunan dan penyakit pada manusia. (Dr.Budiman Chandra, 2014:85)
19
Secara umum hygiene sanitasi makanan adalah upaya mengendalikan
faktor makanan dan minuman orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat
atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes
RI, 2003).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1096/MENKES/PER/IV tahun 2011 menyebutkan bahwa higiene sanitasi
adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi
terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan
peralatan agar aman dikonsumsi.
Menurut Depkes RI tahun 1994 Higiene dan sanitasi merupakan suatu
tindakan atau upaya untuk meningkatkan kebersihan dan kesehatan melalui
pemeliharaan dini setiap individu dan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya, agar individu terhindar dari ancaman kuman penyebab
penyakit.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat
menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif yaitu (Dr.Budiman
Chandra, 2014:86) :
a. Sumber bahan makanan
Apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan, atau lainnya,
sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk
mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Contohnya, hasil
pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan
insektisida.
20
b. Pengangkutan bahan makanan
Cara pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi,
misalnya, apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan
tertutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar
maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak
tercemar oleh kontaminan dan tidak rusak. Contoh, mengangkut daging
dan ikan dengan menggunakan alat pendingin.
c. Penyimpanan bahan makanan
Tidak semua makanan langsung di konsumsi, tetapi sebagian
mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di
gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan
sanitasi seperti berikut :
1) Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang
seperti tikus atau serangga tidak bersarang.
2) Jika ingin menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong
agar mudah membersihkannya.
3) Suhu udara dalam gudang tidak lembap untuk mencegah timbulnya
jamur.
4) Memiliki sirkulasi udara yang cukup.
5) Memiliki pencahayaan yang cukup.
6) Dinding bagian bawah dari gudang harus dicat putih agar
mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).
21
Tabel 2.1
Penyimpanan Bahan Makanan
Lama Penyimpanan
Jenis Bahan Makanan < 3 Hari < 1 Minggu > 1 Minggu
Daging, ikan, udang dan
Olahannya -5 s/d 0°C -10 s/d 0°C < -10°C
Telur, susu dan olahannya 5 s/d 7°C -5 s/d 0°C -5°C
Sayur, buah dan minuman 10°C 10°C 10°C
Tepung dan biji-bijian 15°C 25°C 25°C
Sumber: Kepmenkes RI No.1098/Menkes/PER/VI/2011
d. Pemasaran Makanan
Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara
lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara, dan memiliki alat
pendingin.
e. Pengolahan makanan
Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi
terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan
masak.
f. Penyajian makanan
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu
bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup.
22
g. Penyimpanan makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi
persyaratan sanitasi, dalam lemari atau alat pendingin.
Ada empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan
suhunya yaitu (Depkes RI, 2004) :
1) Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 100 C – 150
C untuk jenis minuman buah, es krim dan sayuran.
2) Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 40 C – 100
C untuk bahan makanan yang be protein yang akan segera diolah
kembali.
3) Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 00
C – 40 C untuk bahan be protein yang mudah rusak untuk jangka
waktu sampai 24 jam.
4) Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan <00 C untuk
bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu >24
jam.
B. Formalin
1. Pengertian Formalin
Formalin adalah bahan kimia yang digunakan untuk keperluan luar
tubuh. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehida dalam air dan
biasanya ditambahkan metanol 15% jika digunakan sebagai pengawet.
Formalin memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan
23
protein. Itulah sebabnya makanan be protein yang ditambahkan dengan
formalin menjadi lebih awet.
2. Dampak Formalin Bagi Kesehatan
a. Efek akut penggunaan formalin:
1. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit
untuk menelan.
2. Mual, muntah dan diare.
3. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat.
4. Sakit kepala dan hipo tensi (tekanan darah rendah)
5. Kejang, tidak sadar hingga koma.
6. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, serta sistem
susunan saraf pusat dan ginjal.
b. Efek kronis penggunaan formalin:
1. Iritasi pada saluran pernapasan.
2. Muntah-muntah dan kepala pusing.
3. Rasa terbakar pada tenggorokan.
4. Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada.
5. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker (Saparinto
dan Hidayati, 2006:64)
C. Pengetahuan Pedagang, Pengawasan dan Pembinaan Makanan
1. Faktor Pendidikan terhadap Perubahan Perilaku
Tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan kemampuan baca
tulis seseorang. Para pedagang atau produsen membubuhi Bahan
24
Tambahan Kimia yang dilarang pada dagangan produknya karena tingkat
pendidikan yang rendah mengenai zat pewarna makanan. Hal tersebut
ditunjang dari perilaku konsumen yang cenderung untuk membeli
makanan dengan harga murah tanpa mengindahkan kualitas. Makin
rendah pengetahuan masyarakat soal mutu dan keamanan pangan
menyebabkan maraknya kasus keracunan makanan.
2. Pengawasan dan Pembinaan Makanan
Dalam rangka melindungi konsumen, pemerintah melaksanakan
pengawasan terhadap penggunaan bahan tambahan makanan untuk
menjamin keamanan, mutu dan gizi makanan. Dalam Permenkes RI
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman Persyaratan Hygiene
Sanitasi Makanan, pembinaan dan pengawasan bab VII pasal 15 ayat (1)
menyebutkan pembinaan dan pengawasan makanan jajanan dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Bab VII pasal 16 ayat (1)
menyebutkan bahwa penjamah makanan berkewajiban memiliki
pengetahuan tentang hygiene sanitasi makanan dan gizi serta menjaga
kesehatan. Pasal 16 ayat (2) “Pengetahuan mengenai hygiene sanitasi
makanan dan gizi serta menjaga kesehatan sebagaimana dimaksudkan
pada ayat (1) diperoleh melalui kursus hygiene sanitasi makanan.
25
D. Kerangka Teori
Berdasarkan dalam Permenkes 033 tahun 2012 tentang Bahan
Tambahan Makanan, maka disusunlah kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Penggunaan Bahan Tambahan
Makanan
Bahan tambahan makanan
yang diperbolehkan
Bahan Tambahan
Makanan yang dilarang
Makanan yang
ditambahkan Bahan
Tambahan Makanan
Berbahaya
Pembinaan dan
pengawasan BTM
Dampak Keracunan
Makanan
26
E. Kerangka Konsep
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
Jenis-jenis makanan jajanan
Formalin
27
F. Definisi Operasional
Tabel 2.2
Definisi Operasional Gambaran Kandungan Bahan Tambahan Pangan (Formalin) Pada Jajanan Di Kantin Sekolah Dasar di
Kecamatan Metro Pusat
No Variable Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. a. Formalin Ada tidaknya Formalin pada
makanan Jajanan yang ada di
Kantin Sekolah Dasar di
kecamatan Metro Pusat.
Uji
Laboratorium
Tes Kit
Formalin
- Positif (+)
Pada sampel terbentuk
warna ungu kebiruan.
- Negatif (-)
Pada sampel tidak
terbentuk apapun.
Skala
Nominal
2. Jenis-jenis
makanan jajanan
Jajanan yang ada di Kantin
Sekolah Dasar di kecamatan
Metro Pusat.
Pengamatan Checklist - Baik jika semua
komponen pada
setiap variabel
jawabannya Ya
- Kurang baik, jika
komponen pada
setiap variabel ada
yang jawabannya
Tidak
Skala
Ordinal
8