4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi
Kegiatan proyek konstruksi secara umum dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan
alokasi sumber daya tertentu untuk menghasilkan produk yang kiteria mutu telah
digariskan dengan jelas. Dalam perkembangan proyek konstruksi untuk saat ini
menjadi semakin kompleks sehubungan dengan standar-standar baru, teknologi
canggih, material yang inovatif, harga kompetitif, dan keinginan pemilik proyek
untuk melakukan penambahan ataupun perubahan lingkup pekerjaan.
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu
kali dilaksanakan dan umumnya berjangkan waktu pendek. Dalam rangkaian
kegiatan tersebut, terdapat suatu prosesmengolah sumber daya proyek menjadi
suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian
kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2.2 Jenis-Jenis Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan
(Ervianto 2005) yaitu:
1. Bangunan Gedung
Yang termasuk bangunan gedung adalah rumah, kantor, pabrik, dan lain-
lain. Adapun ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:
- Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal
- Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relative sempit dan kondisi
pondasi sudah diketahui
- Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.
2. Bangunan Sipil
Yang termasuk bangunan sipil adalah jalan, jembatan, bendungan, dan
infrastruktur lainnya. Adapun ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:
5
- Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar
berguna bagi kepentingan manusia
- Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi
pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek
- Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.
2.3 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Proyek Konstruksi
Pihak-pihak yang terlibat dalam rangkaian proses industry konstruksi yang
relatif panjang mulai dari tahap pra studi kelayakan (pre feasibility study) sampai
dengan penyerahan hasil pekerjaan dapat dibagi atas:
1. Pemilik Proyek (Owner) atau Pemberi Tugas
Pemilik proyek (owner) adalah orang atau badan usaha yang
memprakarsai, mendanai, dan mempunyai bangunan yang akan
dilaksanakan dalam proses kegiatan suatu proyek konstruksi.
2. Kontraktor
Kontraktor adalah seseorang atau badan usaha yang ditugasi oleh pemilik
proyek atau lembaga tertentu yang diberi wewenang secara professional
untuk bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditentukan untuk
mencapai tujuan dan sasaran yang telah disepakati.
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan
barang dan jasa, maka kontraktor-kontraktor di Indonesia dibagi menjadi:
a. Grade 2 yaitu kontraktor yang melaksanakan pekerjaan sampai dengan
Rp. 100.000.000,00.
b. Grade 3 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan dari Rp.
100.000.000,00 s/d Rp. 400.000.000,00.
c. Grade 4 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan dari Rp.
400.000.000,00 s/d Rp. 1.000.000.000,00.
d. Grade 5 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan dari Rp.
1.000.000.000,00 s/d Rp. 10.000.000.000,00.
e. Grade 6 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan dari Rp.
3.000.000.000,00 s/d Rp. 25.000.000.000,00.
6
f. Grade 7 yaitu kontraktor yang dapat melaksanakan pekerjaan di atas
Rp. 10.000.000.000,00.
3. Konsultan
Konsultan adalah perorangan atau perusahaan yang memiliki keahlian,
kecakapan, dan tersedia bagi yang memerlukan (klien) dengan imbalan
sejumlah upah, dengan tugas memberikan nasehat, pengawasan,
perencanaan, pelayanan atau pelatihan tentang hal yang berkaitan dengan
bidang pengetahuan yang dikuasainya.
2.4 Kontrak Konstruksi
2.4.1 Definisi Kontrak
Kontrak adalah ikatan perjanjian antara dua pihak, pihak pertama (pemberi
tugas) memberikan tugas pada pihak kedua (penerima tugas) dan pihak kedua
menerima tugas tersebut untuk melaksanakan pekerjaan atau pengadaan barang.
Pihak pertama berjanji akan membayar sejumlah biaya yang telah disetujui
bersama atas pekerjaan atau pengadaan barang yang telah diselesaikan.
Adapun pengertian kontrak dari beberapa sumber adalah:
1. Kontrak adalah perikatan antara pengguna barang/jasa dengan penyedia
barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa (Keppres No. 80
tahun 2003).
2. Kontrak engineering, pengadaan dan konstruksi adalah dokumen yang
memuat persetujuan bersama secara sukarela, yang mempunyai kekuatan
hukum, dimana pihak kesatu berjanji untuk memberikan jasa dan
menyediakan material untuk membangun proyek bagi pihak kedua,
sedangkan pihak kedua berjanji membayar sejumlah uang sebagai imbalan
untuk jasa dan material yang telah digunakan (Soeharto, 1997).
3. Kontrak konstruksi adalah perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan
penyedia jasa mengenai pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi (Yasin,
2003).
2.4.2 Jenis-Jenis Kontrak
Pada industri jasa konstruksi ada bermacam-macam bentuk kontrak, tapi
disarankan lebih baik mengikuti bentuk kontrak standar dengan kondisi umum
7
yang sudah dikenal. Ditinjau dari segi pembayaran atau imbalan kepada
kontraktor maka suatu kontrak konstruksi dapat dibagi dalam 4 kategori
(Soeharto, 1997):
1. Fixed Price Contract atau Lumpsum Contract
Yaitu suatu jenis kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan
tetap. Semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian
pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.
2. Unit Price Contract
Yaitu suatu jenis kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dimana harga-harga satuan dari
pekerjaan sudah ditentukan sebelumnya dan mempunyai harga yang tetap
untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu yang
volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara. Biaya total bagi
pemilik akan bervariasi dengan kuantitas nyata dari satuan-satuan
pekerjaan yang telah dilaksanakan. Volume pekerjaan dihitung sesuai
dengan volume pelaksanaan, jika ada selisih dengan volume kontrak maka
dimasukkan dalam amandemen kontrak sebagai pekerjaan tambah atau
pekerjaan kurang.
3. Kontrak Borongan Sistem Terima Jadi (Turn Key)
Yaitu kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas penyelesaian
seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti
dan tetap sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan
utama maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan
kriteria kinerja yang telah ditetapkan.
4. Kontrak Borongan Sistem Persentase
Yaitu kontrak pelaksanaan jasa konstruksi di bidang konstruksi atau
pekerjaan borongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan
menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan
fisik konstruksi/pemborongan tersebut.
8
2.5 Organisasi Proyek
Pengertian bentuk organisasi yang paling sederhana adalah bersatunya
kegiatan-kegiatan dari dua individu atau lebih di bawah satu koordinasi dan
berfungsi untuk mempertemukan menjadi satu tujuan. Sehingga struktur
organisasi proyek secara umum dapat diartikan dua orang atau lebih yang
melaksanakan suatu ruang lingkup pekerjaan secara bersama-sama dengan
kemampuan dan keahlianya masing-masing untuk mencapai suatu tujuan sesuai
yang direncanakan. Dengan adanya organisasi kerja yang baik diharapkan akan
memberikan hasil efisien, tepat waktu serta dengan kualitas tinggi. Untuk
mengoptimalkan proses mengorganisir proyek maka dilakukan diferensiasi
pekerjaan, yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi dan klasifikasi pekerjaan.
2. Mengelompokkan pekerjaan.
3. Menyiapkan pihak yang akan menangani pekerjaan.
4. Mengetahui wewenang dan tanggumg jawab, serta melakukan pekerjaan.
5. Menyusun mekanisme koordinasi.
Adapun bentuk struktur organisasi proyek secara umum yang dapat dilihat
pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Proyek
(Sumber : Departemen PU.1998. Manajemen Konstruksi)
9
2.6 Manajemen Proyek Konstruksi
Manajemen proyek adalah suatu cara/metode untuk mencapai suatu hasil
dalam bentuk bangunan, infrastruktur dengan menggunakan sumber daya yang
secara efektif melalui tindakan-tindakan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,
dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga berakhirnya proyek untuk
menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya, dan tepat mutu
(Ervianto, 2005).
Tujuan Manajemen Konstruksi adalah mengelola fungsi manajemen atau
mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil
optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untuk keperluan pencapaian
tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang
digunakan dan waktu pelaksanaan. Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu
diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu, pengawasan biaya dan pengawasan
waktu pelaksanaan. Ketiga pengawasan ini harus dilaksanakan dalam waktu yang
bersamaan. Penyimpangan yang terjadi dari salah satu hasil kegiatan pengawasan
dapat berakibat hasil pembangunan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan.
Manajemen konstruksi mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, karena
mencakup tahapan kegiatan sejak awal pelaksanaan pekerjaan sampai dengan
akhir pelaksanaan yang berupa hasil pembangunan. Tahapan kegiatan tersebut
pada umumnya dibagi menjadi empat tahapan, yaitu:
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan
dan sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya.
Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi
sumber daya untuk melaksanakan kegiatan (Soeharto, 1997).
2. Pengorganisasian (organizing)
Organisasi merupakan alat yang vital dalam pengendalian dan pelaksanaan
proyek. Organisasi proyek dikatakan berhasil jika mampu mengendalikan
tiga hal utama yaitu mutu, waktu dan biaya. Suatu organisasi mempunyai
ciri-ciri adanya sekelompok orang yang bekerja sama atas dasar hak,
kewajiban dan tanggung jawab masing-masing. Dalam organisasi suatu
10
proyek dijelaskan batasan-batasan tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan kedudukan dan fungsi masing-masing. Dengan adanya batasan-
batasan tersebut dapat dihindari adanya tumpang tindih tugas, maupun
pelemparan tanggung jawab, sehingga semua permasalahan yang timbul
dapat ditanggulangi secara menyeluruh, terpadu dan tuntas.
3. Pelaksanaan (execution)
Kegiatan pelaksanaan meliputi kegiatan pelaksanaan pekerjaan di
lapangan dalam rangka mewujudkan bangunan yang akan dibangun.
Dalam kegiatan pelaksanaan ini, hubungan kerja antara unsur-unsur
pelaksana pembangunan perlu diatur sehingga masing-masing unsur dapat
bekerja sesuai dengan bidangnya dan selalu tunduk dan taat kepada
peraturan dan ketentuan yang telah disepakati bersama.
4. Pengawasan (controlling)
Kegiatan pengawasan dilaksanakan dengan tujuan agar hasil pelaksanaan
pekerjaan bangunan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
Untuk keperluan ini tugas pengawas sangat penting terutama dalam
pembimbingan dan pengarahan pelaksanaan pekerjaan. Hasil akhir dari
pelaksanaan pembangunan pada umumnya ditentukan oleh hasil kegiatan
pengawasan.
2.7 Manajemen Biaya
Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor biaya merupakan bahan
pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah investasi besar yang
harus ditanamkan pemberi tugas yang rentan terhadap resiko kegagalan. Oleh
karena itu, biaya proyek perlu dikelola dengan baik sehingga kemungkinan
terjadinya pembengkakan biaya bisa diminimumkan (Dipohusodo,1996).
2.7.1 Biaya Proyek
Biaya proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan
dalam menyelesaikan suatu proyek. Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor
biaya merupakan bahan pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah
investasi besar yang harus ditanamkan pemberi tugas yang rentan terhadap resiko
11
kegagalan (Dipohusodo,1996). Secara garis besar biaya proyek dapat dibagi
menjadi dua yaitu :
1. Biaya Langsung (direct cost)
Biaya langsung merupakan biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi
komponen permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1997). Biaya langsung
terdiri dari biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan konstruksi
ataupun suatu proyek tertentu, antara lain:
a. Biaya bahan/material
b. Upah buruh
c. Biaya peralatan
d. Biaya subkontraktor
2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisi dan
pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak
akan menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam
rangka proses pembangunan proyek (Soeharto, 1997).
Biaya tidak langsung terdiri dari:
a. Biaya overhead
b. Biaya tak terduga
c. Keuntungan/profit
d. Penalti/bonus
Dalam suatu keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai
biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan. Biaya
langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya proyek,
sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini perlu
diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah
sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat diperhitungkan
dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan maka
makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan (Soeharto, 1997).
2.7.2 Perkiraan Biaya Proyek (Cost estimate)
Perkiraan biaya memegang peranan penting dalam menyelenggarakan
proyek. Pada taraf pertama digunakan untuk mengetahui berapa besar biaya yang
12
diperlukan untuk membangun proyek atau investasi, selanjutnya memiliki fungsi
untuk merencanakan dan mengendalikan sumber daya seperti material, tenaga
kerja, pelayanan maupun waktu. Meskipun kegunaannya sama, namun untuk
masing-masing organisasi peserta proyek penekanannya berbeda-beda. Bagi
pemilik (owner), angka yang akan menunjukan jumlah perkiraan biaya yang akan
menjadi salah satu patokan untuk menentukan kelanjutan investasi. Untuk
kontraktor, keuntungan finansial angka diperoleh dari seberapa jauh manajemen
membuat rencana anggaran biaya.
Apabila penawaran harga yang diajukan dalam proses lelang terlalu tinggi,
kemungkinan besar kontraktor yang bersangkutan akan mengalami kekalahan
dalam proses lelang tersebut. Sebaliknya bila memenangkan lelang dengan harga
yang terlalu rendah akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan proyek.
Sedangkan untuk konsultan, angka tersebut diajukan kepada pemilik (owner)
sebagai usulan jumlah biaya terbaik untuk berbagai kegunaan sesuai
perkembangan proyek sampai derajat tertentu, kredibilitas terkait dengan
kebenaran atau ketetapan angka-angka yang diusulkan.
Definisi perkiraan biaya menurut National Estimating Society-USA yang
dikutip dari buku Manajemen Proyek yang ditulis oleh (Soeharto, 1997) adalah
seni memperkirakan (the art of approximating) kemungkinan jumlah biaya yang
diperlukan untuk suatu kegiatan yang didasarkan atas informasi yang tersedia
pada waktu itu.
Perkiraan biaya berhubungan erat dengan analisis biaya, yaitu pekerjaan
yang menyangkut pengkajian biaya kegiatan-kegiatan terdahulu yang akan
dipakai sebagai bahan untuk menyusun perkiraan biaya. Dengan kata lain
menyusun biaya berarti melihat masa depan, memperhitungkan, dan mengadakan
perkiraan atas hal-hal yang akan dan mungkin terjadi. Sedangkan analisis biaya
menitik beratkan pada pengkajian dan pembahasan biaya kegiatan masa lalu yang
akan dipakai sebagai masukan.
2.7.3 Pengendalian Biaya Proyek (Cost Control)
Pengendalian biaya merupakan langkah akhir dari proses pengelolaan
biaya proyek, yaitu mengusahakan agar penggunaan dan pengeluaran biaya sesuai
13
dengan perencanaan, berupa anggaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
aspek dan objek pengendalian biaya akan identik dengan perencanaan biaya,
sehingga berbagai jenis kegiatan di lapangan harus selalu dipantau dan
dikendalikan agar hasil implementasinya sesuai dengan anggaran yang telah
ditentukan.
Pengendalian biaya bertujuan agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan apa
yang telah direncanakan, yaitu sesuai dengan anggaran. Hal ini antara lain
diusahakan dengan jalan menumbuhkan suasana yang mendukung sebagai syarat
terciptanya maksud pengendalian di lingkungan proyek dengan cara-cara
(Soeharto, 1997):
1. Menciptakan sikap sadar akan anggaran. Ini berarti meminta semua pihak
penyelenggara proyek menyadari bagaimana dampak kegiatan yang
dilakukan terhadap biaya.
2. Meminimalkan biaya proyek dengan melihat kegiatan-kegiatan apa saja
yang biayanya bisa dihemat.
3. Mengkomunikasikan pada semua pihak, pemimpin maupun pelaksana,
perihal kinerja pemakaian dana dan menekankan potensi adanya area-area
yang rawan guna tindakan koreksi.
2.8 Pembengkakan Biaya (Cost Overrun)
Proyek konstruksi merupakan proses dimana rencana atau desain dan
spesifikasi para perencana dikonversikan menjadi struktur dan fasilitas fisik.
Proses ini melibatkan organisasi dan koordinasi dari semua sumber daya proyek
seperti tenaga kerja, peralatan konstruksi, material-material permanen dan
sementara, sulpai dan fasilitas, dana, teknologi, metode dan waktu untuk
menyelesaikan proyek tepat waktu sesuai anggaran, standar kualitas serta sesuai
dengan standar kualitas dan kinerja yang dispesifikasikan oleh perencana.
Semakin besar ukuran suatu proyek berarti semakin banyak masalah yang harus
dihadapi. Apabila masalah tersebut tidak ditangani dengan benar maka akan
mengakibatkan dampak yang salah satunya berupa pembengkakan biaya (cost
overrun) (Dipohusodo, 1996).
14
Pada dasarnya dalam pelaksanaan proyek konstruksi banyak dijumpai
proyek yang mengalami pembengkakan biaya maupun keterlambatan waktu
penyelesaian. Pembengkakan biaya pada tahap pelaksanaan proyek sangat
tergantung pada perencanaan, koordinasi, dan pengendalian dari kontraktor serta
bergantung pada estimasi anggaran biaya, sehingga pembangunan suatu proyek
yang sesuai dengan tipe konstruksi dibutuhkan keahlian, pengetahuan, dan
pengalaman baik perencanaan, manajer konstruksi maupun kontraktor.
Tipe proyek bangunan komersial (kompleks perumahan, apartemen,
bangunan perkantoran, pusat perbelanjaan, kompleks ruko, perhotelan) maupun
bangunan fasilitas umum (gedung sekolah, gedung pemerintahan, sarana rekreasi,
pasar, dan terminal) lebih sering mengalami pembengkakan biaya (cost overrun),
dibandingkan dengan bangunan industry (Santoso, 2010). Agar nilai
pembengkakan bisa diperkecil pada proyek maka perlu mengetahui penyebab
dominan terjadinya pembengkakan biaya (cost overrun) dari segi perencanaan dan
pelaksanaan, koordinasi sumber daya, pengendalian keuangan dan waktu.
Suatu proyek dikatakan mengalami pembengkakan biaya apabila
pengeluaran biaya proyek melebihi anggaran biaya proyek yang direncanakan
sesuai dengan nilai kontrak (Soeharto, 1997). Pembengkakan biaya dapat terjadi
akibat kesalahan yang terjadi pada setiap bagian dari tahapan kegiatan konstruksi.
Hal-hal yang menjadi permasalahan, antara lain (Dipohusodo, 1996):
1. Tahap pengembangan konsep
a. Wawasan yang sempit tentang arti dan hakekat perencanaan di bidang
konstruksi.
b. Ketika kemampuan mengungkap fakta-fakta keadaan di lokasi proyek
seperti lokasi proyek dan cuaca daerah setempat.
c. Tidak lancarnya komunikasi antar anggota tim proyek dalam
menyusun konsep dan kriteria rencana pelaksanaan proyek.
2. Tahap perencanaan
a. Kelalaian dalam perencanaan
b. Menggunakan teknik estimasi yang buruk.
c. Kegagalan mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.
d. Kegagalan menafsir resiko-resiko yang dapat terjadi.
15
e. Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja.
f. Kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan.
3. Tahap pelelangan
a. Kesalahan dalam menggunakan system pelelangan.
b. Kurang cermat dan telitinya teknik penawaran.
c. Persetujuan penawaran yang terlalu cepat.
d. Menentukan batas biaya penawaran yang tidak cermat.
4. Tahap pelaksanaan konstruksi
a. Harga material yang terlalu tinggi.
b. Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam peleksanaan.
c. Produktivitas tenaga kerja yang rendah.
d. Kesalahan dalam memilih jenis alat.
e. Spesifikasi bahan yang tidak cocok.
f. Pengiriman bahan yang terlambat.
2.8.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembengkakan Biaya pada
Proyek Konstruksi
Dari penjelasan diatas mengenai permasalahan-permasalahan yang dapat
terjadi pada penyelenggaraan proyek konstruksi, maka Darmawan (2004)
menggolongkan permasalah tersebut diatas menjadi beberapa faktor penyebab
terjadinya pembengkakan biaya pada proyek kontruksi, yaitu:
1. Perencanaan
2. Estimasi biaya
3. Material
4. Aspek keuangan proyek
5. Tenaga kerja
6. Waktu pelaksanaan
7. Peralatan
8. Hubungan kerja
Beberapa hal yang mempengaruhi setiap faktor tersebut akan diterangkan
sebagai berikut:
16
1. Perencanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah kelalaian dalam perencanaan, kesalahan dalam
memperhitungkan jangka waktu proyek yang dibutuhkan, kesalahan dalam
mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja, serta kegagalan dalam
mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.
2. Estimasi biaya, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya antara lain adalah data dan informasi proyek yang
kurang lengkap, ketidaktepatan estimasi, tidak memperhitungkan biaya tak
terduga, dan tidak memmperhatikan faktor resiko pada lokasi, serta tidak
memperhitungkan kondisi ekonomi umum.
3. Aspek keuangan proyek, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya antara lain cara pembayaran tidak sesuai dengan
kontrak, pengendalian/control keuangan yang tidak baik, dan tingginya
suku bunga pinjaman bank.
4. Material, hal-hal yang dapat menyebabkan pembengkakan biaya antara
lain adanya kenaikan harga material, keterlambatan/kekurangan bahan,
dan kontrol kualitas bahan yang buruk.
5. Tenaga kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah kekurangan tenaga kerja, kenaikan upah tenaga
kerja, dan produktivitas tenaga kerja yang buruk.
6. Waktu pelaksanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya antara lain adalah keterlambatan jadwal karena
pengaruh cuaca, jangka waktu kontrak dan sering terjadinya penundaan
pekerjaan.
7. Peralatan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah tingginya harga sewa peralatan, kondisi alat yang
produktivitasnya rendah, kesalahan dalam memilih jenis alat, kesalahan
dalam menghitung jam kerja alat, dan tingginya biaya transportasi
peralatan.
8. Hubungan kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya adalah tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan,
17
terlalu banyak pengulangan karena mutu jelek, kurangnya koordinasi
antara pengawas, perencana dan kontraktor.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nida Azhar, Rizwan U. Farooqui, dan
Syed M. Ahmed, yang berjudul Cost Overrun Factors In Construction Industry of
Pakistan, penyebab pembengkakan biaya diklasifikasikan menjadi tiga bagian
utama yaitu bagian perencanaan dan pelaksanaan, koordinasi sumberdaya, dan
kontrol. Faktor penyebab pembengkakan biaya tersebut adalah:
Perencanaan dan Pelaksanaan
1. Estimasi Biaya
a. Data dan informasi proyek yang tidak lengkap
b. Tidak memperhitungkan pengaruh inflasi dan ekslasi
c. Tidak memperhitungkan biaya tak terduka
d. Tidak memperhatikan resiko lokasi dan konstruksi
e. Ketidak tepatan estimasi biaya
f. Ketidak tepatan WBS (Work Brekdown Structure)
g. Menggunakan teknik estimasi yang salah
2. Pelaksanaan dan Hubungan kerja
a. Tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan
b. Kurang koordinasi antara Construction Manager dan Perencana
c. Hubungan yang kurang baik antara Owner-Perencana-Kontraktor
d. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama
e. Terlalu banyak pengulangan karena mutu jelek
f. Penunjukan subkontraktor dan supplier yang tidak tepat
g. Terjadi perbedaan/perselisihan dalam proyek
h. Manajer proyek tidak cakap/kompeten
i. Jarak panjang antar SPK dan pelaksana proyek
j. Konsultan kurang mampu dalam pengawasan proyek
3. Aspek Dokumen Proyek
a. Spesifikasi yang tidak lengkap
b. Sering terjadi perubahan desain
c. Dokumen kontrak yang tidak lengkap
18
Koordinasi Sumber Daya
4. Material
a. Adanya kenaikan harga material
b. Ketiadaan bahan/material pada waktu pelaksanaan
c. Kontrol kualitas yang buruk dari bahan/material
d. Pemakaian bahan/material yang salah
e. Pemakaian bahan material yang diimpor
f. Pencurian bahan/material
g. Kerusakan bahan/material
5. Tenaga Kerja
a. Kekurangan tenaga kerja
b. Terjadi fluktuasi upah tenaga kerja
c. Produktifitas tenaga kerja yang buruk
6. Peralatan
a. Tingginya harga sewa peralatan
b. Biaya pemeliharaan tidak sesuai rencana
c. Tingginya biaya mobilisasi/demobilisasi peralatan
Kontrol
7. Aspek Keuangan dan Waktu Pelaksanaan Proyek
a. Cara pembayaran yang tidak tepat waktu
b. Buruknya pengendalian biaya
c. Tingginya suku bunga pinjaman bank
d. Tidak adanya pengendalian biaya
e. Adanya keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca
f. Jangka waktu kontrak diperpendek
g. Sering terjadi penundaan pekerjaan
8. Kebijakan Ekonomi/Politik
a. Adanya kebijakan keuangan yang baru dari pemerintah
b. Sistem terganggu/terjadi huru-hara disekitar lokasi proyek
Dan dalam penelitian yang berjudul Analisis Risiko Biaya Konstruksi
Dengan Metode AHP Pada Proyek Pembangunan Gedung oleh Ariyanti (2006),
diperoleh 4 faktor risiko dominan dari 8 faktor-faktor penyebab terjadinya
19
pembengkakan biaya kontruksi yaitu faktor pelaksanaan dan hubungan kerja,
faktor estimasi biaya, faktor material, dan faktor aspek keuangan dan waktu
pelaksanaan proyek. Keempat faktor dominan ini memiliki subfaktor masing-
masing yaitu:
a. Faktor pelaksanaan dan hubungan kerja
Subfaktor dari faktor pelaksanaan dan hubungan kerja adalah sebagai
berikut:
1. Tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan
2. Kurang koordinasi antara Construction Manager dan Perencana
3. Hubungan yang kurang baik antara Owner-Perencana-Kontraktor
4. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama
5. Terlalu banyak pengulangan karena mutu jelek
6. Terjadi perbedaan/perselisihan dalam proyek
7. Manajer proyek tidak cakap/kompeten
b. Faktor estimasi biaya
Subfaktor dari faktor estimasi biaya adalah sebagai berikut:
1. Data dan informasi proyek yang tidak lengkap
2. Tidak memperhitungkan pengaruh inflasi dan ekslasi
3. Tidak memperhitungkan biaya tak terduka
4. Tidak memperhatikan resiko lokasi dan konstruksi
5. Ketidak tepatan estimasi biaya
6. Menggunakan teknik estimasi yang salah
c. Faktor material
Subfaktor dari faktor material adalah sebagai berikut:
1. Adanya kenaikan harga material
2. Ketiadaan bahan/material pada waktu pelaksanaan
3. Kontrol kualitas yang buruk dari bahan/material
4. Pemakaian bahan/material yang salah
5. Kerusakan bahan/material
d. Faktor aspek keuangan dan waktu pelaksanaan proyek
Subfaktor dari faktor aspek keuangan dan waktu pelaksanaan proyek
adalah sebagai berikut:
20
1. Cara pembayaran yang tidak tepat waktu
2. Pengendalian/kontrol keuangan yang jelek
3. Tingginya suku bunga pinjaman bank
4. Sering terjadi penundaan pekerjaan
5. Adanya keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca
Selain faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi yang dipaparkan
diatas ada juga faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi menurut
Fahirah (2005) antara lain sebagai berikut :
1. Data dan informasi proyek yang kurang lengkap.
2. Tidak memperhitungkan pengaruh inflasi dan eskalasi.
3. Tidak memperhitungkan biaya tak terduga (contingencies).
4. Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi dan konstruksi.
5. Ketidak tepatan WBS (Work Breakdown Structure).
6. Ketidak tepatan estimasi biaya.
7. Menggunakan teknik estimasi yang salah.
8. Tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan.
9. Terlalu banyak pengulangan pekerjaan karena mutu jelek.
10. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama.
11. Waktu yang panjang antara SPK (Surat Perintah Kerja) dan pelaksanaan
proyek.
12. Hubungan kurang baik antara owner-perencana–kontraktor.
13. Kurangnya koordinasi antara construction manager-perencana-kontraktor.
14. Terjadi perbedaan/perselisihan pada proyek.
15. Manager proyek tidak kompeten/cakap.
16. Konsultan kurang mampu dalam pengawasan proyek.
17. Spesifikasi yang tidak lengkap.
18. Sering terjadi perubahan desain.
19. Dokumen Kontrak yang tidak lengkap.
20. Penunjukan subkontraktor dan suplier yang tidak tepat.
21. Adanya kenaikan harga material.
22. Terlambat/kekurangan bahan/material waktu pelaksanaan.
23. Kontrol kualitas yang buruk dari bahan.
21
24. Pemakaian bahan/material yang salah.
25. Pemakaian bahan/material yang diimpor.
26. Pencurian bahan/material.
27. Kerusakan material.
28. Produksi material di luar lokasi proyek.
29. Kekurangan tenaga kerja.
30. Terjadi fluktuasi upah tenaga kerja.
31. Produktivitas tenaga kerja yang buruk/rendah.
32. Harga/sewa peralatan yang tinggi.
33. Biaya mobilisasi/demobilisasi peralatan yang tinggi.
34. Biaya pemeliharaan peralatan tidak sesuai rencana.
35. Cara pembayaran yang tidak tepat waktu.
36. Adanya fluktuasi suku bunga pinjaman
37. Pengendalian biaya yang buruk di lapangan.
38. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca.
39. Jadwal waktu kontrak diperpendek.
40. Sering terjadi penundaan pekerjaan.
41. Adanya kebijaksanaan keuangan yang baru dari pemerintah.
42. Terjadi huruhara/kerusuhan di sekitar lokasi proyek.
2.8.2 Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pada Tahap Awal Proyek
Konstruksi
Pada tahap awal sebelum dilaksanakannya proyek bisa terjadi
pembengkakan biaya (cost overrun), itu terjadi dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti :
1. Faktor Material (Soeharto, 1997)
Dalam pelaksanaan proyek, material perlu dikontrol kualitasnya agar
sesuai dengan permintaan pemilik (owner). Tidak adanya control kualitas
material dapat menyebabkan peningkatan frekuensi pekerjaan ulang
karena tidak sesuai dengan spesifikasi material. Dalam hal ini, pekerjaan
ulang yang diakibatkan kesalahan pemakaian material akan memerlukan
22
tambahan biaya baik untuk tenaga kerja, material maupun biaya tidak
langsung.
2. Faktor Informasi (Soeharto, 1997)
Informasi proyek yang berupa kondisi lapangan, gambar, dan spesifikasi
sangat menunjang ketelitian estimasi. Kondisi lapangan dapat berupa
keadaan dan sifat tanah, bangunan dan fasilitas pendukung, perencanaan
desain proyek yang meliputi arsitek, sipil, elektrik, maupun mekanik.
Informasi yang kurang lengkap akan menimbulkan ketidak tepatan
estimasi biaya sehingga berpeluang menimbulkan pembengkakan biaya.
3. Faktor Sumber Daya Manusia (Soeharto, 1997)
Perencanaan penyediaan sumber daya manusia untuk tiap proyek tidak
sesuai dengan kebutuhan akan berpengaruh terhadap biaya proyek, karena
tahap dalam pelaksanaan proyek membutuhkan jumlah tenaga kerja yang
berbeda.
4. Peralatan (Soeharto, 1997)
Untuk kegiatan yang memerlukan peralatan pendukung harus dapat
dideteksi secara jelas. Jenis, kapasitas, kemampuan dan kondisi peralatan
harus disesuaikan dengan kegiatannya. Estimasi harga/sewa peralatan
yang tidak tepat akan mengakibatkan terjadinya pembengkakan biaya.
2.8.3 Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pada Saat Proses Proyek
Konstruksi
Pada saat proses konstruksi berlangsung, banyak faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya. Beberapa faktor tersebut antara
lain:
1. Manajer proyek yang tidak kompeten/cakap (Soeharto, 1997)
Manajer proyek sangat berpengaruh pada proses perencanaan, organisasi,
dan memimpin serta mengendalikan pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu
diperlukan manajer yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam
lingkup proyek yang menjadi tanggung jawabnya. Manajer harus memiliki
kecakapan dalam mengatur pekerjaan dan mengatur tenaga kerja, yang
mempengaruhi produktivitas pekerja.
23
2. Kualitas yang buruk dari pekerja kontraktor (Soeharto, 1997)
Kualitas yang buruk dari pekerja akan mempengaruhi produktivitas kerja
yang dihasilkan. Akibat produktivitas yang rendah menyebabkan biaya
proyek akan bertambah dari yang direncanakan.
3. Tidak memperhatikan faktor resiko pada proyek (Soeharto, 1997)
Faktor ini bertujuan menutup kemungkinan adanya resiko yang dapat
terjadi selama proses konstruksi, seperti terjadinya kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja dapat terjadi selama pelaksanaan proyek yang
mengakibatkan cacat secara fisik, hilangnya semangat kerja, dan trauma.
Hal ini akan memerlukan tambahan biaya untuk semua yang berhubungan
dengan pengobatan. Tidak diperhitungkannya faktor resiko akan
mengakibatkan pembengkakan biaya apabila resiko benar-benar terjadi
dilapangan.
4. Banyak hasil pekerjaan yang harus diulangi/diperbaiki karena cacat/salah
(Soeharto, 1997)
Faktor ini lebih mengarah pada masalah mutu/kualitas pelaksanaan
pekerjaan, baik secata struktur atau pelaksanaan akhir yang dipengaruhi
gambar proyek, penjadwalan proyek, dan kualitas tenaga kerja. Pada
dasarnya semua pengulangan/perbaikan akibat cacat/salah memerlukan
tambahan biaya baik untuk material maupun tenaga kerja. Hal itu berarti
proyek tersebut mengalami pembengkakan biaya.
5. Tidak adanya Project Statistic Report (Soeharto, 1997)
Laporan dari berbagai hal yang ada dalam proyek dapat digunakan sebagai
acuan dan dasar pertimbangan bagi pimpinan proyek yang sedang
berlangsung, sehingga apabila terlihat ada indikasi terjadinya
pembengkakan biaya dan waktu, maka dapat diantisipasi sedini mungkin.
6. Koordinasi dan komunikasi yang kurang baik dalam organisasi kontraktor
(Soeharto, 1997)
Komunikasi adalah kunci awal bagi keberhasilan kerja tim. Dalam
pelaksanaan proyek konstruksi, koordinasi memerlukan komunikasi yang
baik agar masing-masing kelompok tidak terjadi pekerjaan yang tumpang
tindih. Sebagai contoh pengulangan pekerjaan atau kesalahan dalam
24
spesifikasi material sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya
proyek.
2.8.4 Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Pasca Konstruksi
Meskipun proyek sudah berakhir masa konstruksinya, bukan berarti
tanggung jawab kontraktor selesai begitu saja. Demikian pula dengan
pembengkakan biaya, pada saat pasca konstruksi masih ada peluang terjadinya
pembengkakan biaya. Faktor penyebab terjadinya pembengkakan biaya pasca
konstruksi menurut (Soeharto, 1997) antara lain:
1. Adanya klaim dari pengembang karena produk yang dihasilkan tidak
sesuai dengan mutu yang diharapkan.
2. Adanya keluhan dari pemakai karena adanya cacat pada masa
pemeliharaan.
2.9 Data dan Pengukuran
Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan
fakta (Riduwan, 2013). Sedangkan pengukuran ialah proses atau cara mengukur.
Pengukuran dapat berupa skala pengukuran yang dimaksudkan untuk
mengklasifikasikan variabel yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan
dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya.
2.9.1 Statistik dalam Penelitian
Dalam arti sempit statistik dapat diartikan sebagai data, tetapi dalam arti
luas statistik dapat diartikan sebagai alat. Alat untuk analisis dan alat untuk
membuat keputusan. Menurut (Sugiyono, 2013), peranan statistik dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang diambil dari suatu
populasi. Dengan demikian jumlah sampel yang diperlukan lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
25
2. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen. Sebelum
instrument digunakan untuk penelitian, maka harus diuji validitas dan
reliabilitasnya terlebih dahulu.
3. Teknik-teknik untuk menyajikan data, sehingga data lebih komunikatif.
Teknik-teknik penyajian data ini antara lain: table, grafik, diagram
lingkaran dan pictogram.
4. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan.
Dalam hal ini statistik yang digunakan antara lain: korelasi, regresi, t-test,
anova, dll.
2.9.2 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang memiliki kuantitas atau kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari, diselidiki, dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan
hanya orang, tetapi obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan
sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi
seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyekyang diteliti
itu (Sugiyono, 2013).
2.9.3 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin meneliti semua yang
ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang
dipelajari dari sampel tersebut, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi
tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representative
(mewakili) (Sugiyono, 2013). Bila sampel tidak representative, maka dapat
mengakibatkan kesimpulan yang diambil tidak akan sesuai dengan kenyataan atau
kesimpulan yang diambil salah.
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Makin
besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi
semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka
26
makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum) (Usman dan Akbar,
2012). Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30-500. Bila
sampel dibagikan dalam kategori (misalanya: pria-wanita, pegawai negeri-swasta
dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 (Sugiyono,
2013).
Besarnya sampel untuk mengadakan estimasi terhadap populasi harus
diperhatikan karena terlalu banyak sampel berarti pemborosan tenaga, uang, dan
waktu. Terlalu sedikit sampel dapat menjurus kepada besarnya error, oleh sebab
itu dilakukan perhitungan jumlah sampel agar jumlah sampel yang diteliti benar-
benar representative (mewakili).
Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Al-Rasyid sebagai berikut
(Riduwan, 2013):
no = (2.1)
no = (2.2)
Dimana:
n : jumlah sampel
α : taraf kesalahan yang besarnya ditetapkan 0,05
N : jumlah populasi total kontraktor (Kabupaten Badung)
BE : Bound of Error diambil 15%
Zα : nilai dalam table Z = 1,99
2.9.4 Teknik Sampling
Dalam suatu penelitian tidak semua data dan informasi akan diproses, serta
tidak semua orang atau benda akan diteliti, melainkan cukup dengan
menggunakan sampel yang mewakilinya. Sampel adalah bagian dari populasi
yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun
keuntungan dari pengguna sampel adalah sebagai berikut:
27
1. Memudahkan peneliti untuk jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan
dengan menggunakan populasi, dan apabila populasi terlalu besar
dikhawatirkan akan terlewati.
2. Penelitian akan lebih efesien, yaitu dalam arti penghematan uang, waktu,
dan tenaga.
3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data. Artinya, jika subjeknya
banyak, maka dikhawatirkan adanya bias dari orang yang megumpulkan
data. Misalnya, staff mengumpulkan data mengalami kelelahan sehingga
pencatatan data tidak akurat.
4. Penelitian akan lebih efektif, jika penelitian bersifat destruktif (merusak)
yang menggunakan specimen akan hemat dan dapat terjangkau tanpa
merusak semua bahan yang ada, serta dapat digunakan untuk menjaring
populasi yang jumlahnya banyak.
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah cara mengambil
sampel yang representative dari populasi. Pengambilan sampel ini harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili atau
dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.
Secara umum ada dua macam teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian (Riduwan, 2013) yaitu:
1. Probability Sampling
Probability sampling ialah teknik sampling yang digunakan untuk
memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Yang tergolong teknik probability sampling
yaitu:
a. Simple Random Sampling
Simple random sampling ialah cara pengambilan sampel dari anggota
populasi dilakukan secara acak tenpa memperhatikan strata (tingkatan)
dalam anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota
populasi dianggap homogeny atau sejenis.
b. Protortionate Stratified Random Sampling
Protortionate stratified random sampling ialah pengambilan sampel
dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional,
28
dilakukan sampling ini apabila anggota populasinya heterogen atau
tidak sejenis.
c. Disprotortionate Stratified Random Sampling
Disprotortionate stratified random sampling ialah pengambilan sampel
dari anggota populasi secara acak dan berstrata tetap sebagai data yang
kurang proporsional pembagiannya, dilakukan sampling ini apabila
anggota populasi heterogen (tidak sejenis).
d. Area Sampling (sampling Daerah/Wilayah)
Area sampling cluster ialah teknik sampling yang dilakukan dengan
cara mengambil wakil dari setiap daerah/wilayah geografis yang ada.
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling ialah teknik sampling yang tidak memberikan
kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan
anggota sampel. Yang tergolong teknik ini adalah:
a. Sampling Sistematis
Sampling Sistematis ialah pengambilan sampel didasarkan atas urutan
dari populasi yang telah diberi nomor urut, atau anggota sampel
diambil dari populasi pada jarak interval waktu dan ruang dengan
urutan seragam.
b. Sampling Kuota
Sampling kuota ialah penentuan sampel dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang dikehendaki. Atau pengambilan
sampel yang didasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dari
peneliti.
c. Sampling Aksidental
Sampling aksidental ialah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor
spontanitas. Artinya, siapa saja dengan secara tidak sengaja bertemu
dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang
tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden).
d. Purposive Sampling
Purposive sampling ialah teknik sampling yang digunakan peneliti jika
peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam
29
pengambilan sampelnya, atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu.
Dalam hal ini hanya mereka yang ahli yang patut memberikan
pertimbangan untuk pengambilan sampel yang diperlukan.
e. Sampling Jenuh
Sampling jenuh ialah teknik pengambilan sampel apabila semua
populasi digunakan sebagai sampel. Dikenal juga dengan istilah
sensus. Sampling jenuh dilakukan apabila populasinya kurang dari 30
responden.
f. Snowball Sampling
Snowball sampling ialah teknik sampling yang semula berjumlah kecil
kemudian anggota sampel mengajak sahabatnya untuk dijadikan
sampel dan seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak
jumlahnya.
2.9.5 Data Penelitian
Data hasil penelitian dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kalimat, kata, atau
gambar. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data
kualitatif yang diangkakan.
Hal-hal yang dapat dikerjakan terhadap data hasil penelitian bergantung
pada tingkat atau skala data itu sendiri. Menurut (Wijaya, 2000), dikemukakan 4
skala data yaitu skala nominal, ordinal, interval, dan rasio.
1. Skala nominal, merupakan skala data yang paling sederhana, dimana
angka-angka digunakan semata-mata untuk mengklasifikasikan obyek.
2. Skala ordinal, angka-angka yang digunakan selain menunjukkan nama
obyek juga menunjukkan urutan berdasarkan kriteria tertentu.
3. Skala interval, merupakan sakala data yang mempunyai sifat skala ordial,
disamping itu jarak antara dua angka pada skala itu diketahui ukurannya.
4. Skala rasio, merupakan skala yang mempunyai semua sifat skala interval
dan memiliki titik nol sejati.
30
Dalam penelitian ini skala data yang digunakan adalah skala ordinal,
berdasarkan peringkat, diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang
terendah.
2.9.6 Statistik Non Parametrik
Statistik dapat dibedakan menjadi dua yaitu statistik deskriptif dan statistik
inferensial (Sugiyono, 2013).
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan
atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel
atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum.
2. Statistik Inferensial
Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis
data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi dimana
sampel diambil. Terdapat dua macam statistik inferensial yaitu statistik
parametrik dan non parametrik.
Statistik parametrik digunakan untuk menganalisis data interval atau rasio
yang diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Sedangkan statistik non
parametrik digunakan untuk menganalisis data nominal dan ordinal.
Statistik non parametrik ialah suatu cabang ilmu statistik yang
mempelajari prosedur-prosedur inferensial dengan kesahihan yang tidak
bergantung kepada asumsi-asumsi yang kaku (misalnya syarat kenormalan suatu
data atau ragam yang sama, dll ) tetapi cukup pada asumsi yang umum (Wijaya,
2000). Kelebihan dari penggunaan statistik non parametrik dalam analisis data
adalah:
- Perhitungan yang diperlukan sederhana dan dapat dikerjakan dengan cepat
karena analisisnya menggunakan cacahan, peringkat (rank), tanda dari
selisih pengamatan yang berpasangan.
- Datanya tidak harus merupakan data kuantitatif tetapi dapat berupa respon
yang kualitatif (skala nominal dan ordinal)
31
- Uji-ujinya disertai dengan asumsi-asumsi yang jauh tidak mengikat
dibandingkan dengan uji parametrik.
Pedoman penggunaan statistik non parametrik dapat dilihat pada diagram
alir sebagai berikut:
Nominal/Ordinal
Interval/Rasio
Tidak Normal
Normal
Kecil (<30)
Besar (>30)
Gambar 2.2 Pedoman Penggunaan Statistik Non Parametrik
Sumber: Santoso (2010)
2.10 Analisis Data
Teknik statistik non parametrik yang digunakan adalah uji Konkordansi
Kendall W. Koefisien Konkordansi Kendall W merupakan ukuran derajat
keeratan atau keselarasan hubungan diantara k variable yang diukur minimal
Mulai
Tipe
Data
Distribusi
Data
Jumlah
Statistik
Parametrik
Statistik
Non Parametrik
32
dalam skala ordinal. Adapun cara menganalisis koefisien Konkordansi Kendall W
adalah sebagai berikut:
1. Data nilai pengamatan disusun dalam table baris dan kolom. Baris
menunjukkan banyaknya nilai pengamatan (ulangan) untuk masing-
masing variable, sedangkan kolom menunjukkan banyaknya variable yang
ingin dikorelasikan.
2. Nilai pengamatan pada setiap kolom diranking dan diurutkan rata-ratanya
(mean rank), yang dapat dihitung dengan rumus (Wijaya, 2000):
(2.3)
Dimana:
n = jumlah respoden
Ri = jumlah data penilaian respoden
Xi = nilai pengamatan yang diperoleh dari respoden
3. Setelah diperoleh nilai mean rank dilakukan perhitungan statistik Kendall
W yang ditentukan dengan rumus (Wijaya, 2000):
Dimana:
Ri = jumlah data penilaian responden
k = jumlah variabel
n = jumlah responden
4. Setelah didapat nilai mean rank dan Kendall W dilakukan juga pengujian
hipotesis. Agar pemilihan lebih terperinci dan mudah, diperlukan hipotesis
alternative (Ha/Hi) dan hipotesis nol (Ho). Hi adalah lawan dari Ho. Hi
dinyatakan dalam kalimat positif dan Ho dinyatakan dalam kalimat
negatif, sehingga ditetapkan bahwa:
- Ho = tidak ada kesempatan atau keselarasan di antara para responden
33
- Hi = ada kesempatan atau keselarasan di antara para responden
5. Pengujian hipotesis atau pengambilan keputusan:
a. Membandingkan statistik hitung dengan dengan statistik table.
Statistik hitung diperoleh dengan perhitungan chi-square, dengan
rumus:
(2.6)
Dan statistik table diperoleh dengan melihat table chi-square (chi-
kuadrat), dengan nilai derajat kebebasan (df) = (n-1) dan tingkat
signifikansi (α) sebesar 5%.
Ketentuan:
Tolak Ho jika statistik hitung > statistik table
Terima Ho jika statistik hitung < statistik table
b. Berdasarkan probabilitas (Asymptotic Significance) dengan ketentuan:
Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima
Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak