6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tidur
2.1.1 Definisi Tidur
Tidur merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin Somnus yang berarti alami
periode pemulihan, keadaan fisiologis dari istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur
merupakan kondisi dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan
mengalami penurunan (Mubarak, et all. 2015).
Menurut Asmadi (2008), tidur merupakan keadaan tidak sadar dimana persepsi
dan reaksi terhadap lingkungan menurun atau hilang, namun individu dapat
dibangunkan kembali dengan rangsangan yang cukup. Belakangan disebutkan
bahwa tidur adalah suatu proses aktif dan bukannya soal pengurangan impuls
aspesifik saja. Proses aktif tersebut merupakan aktivitas sinkronisasi bagian
ventral dari substansia retikularis medula oblongata (Mardjono, 2008 dalam
Deshinta, 2010)
Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat.
Sebab pada orang yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi
terhadaap neuron-neuron substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui
melalui pemeriksaan electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat memperlihatkan
fluktuasi energi (gelombang otak) pada kertas grafik. Tidur melibatkan serangkaian
urutan yang diatur oleh aktivitas fisiologis yang sangat terintegrasi dengan sistem
saraf pusat (SSP). Hal ini terkait dengan perubahan dalam sistem perifer saraf,
endokrin, kardiovaskular, pernapasan dan otot (Asmadi, 2008)
7
2.1.2 Fisiologi tidur
Tidur adalah irama biologis yang kompleks (Kozier, 2008). Tidur adalah proses
fisiologis yang bersiklus dan bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan
(Potter & Perry, 2010). Tidur ditandai dengan aktifitas fisik yang minimal, perubahan
proses fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap rangsangan eksternal (Kozier,
2008).
Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku.
Fluktuasi dan perkiraan suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormone,
kemampuan sensorik, dan suasana hati tergantung pada pemeliharaan siklus sirkadian 24
jam. Irama sirkadian dipengaruhi oleh cahayaa dan suhu, selain factor eksternal seperti
aktivitas social dan rutinitas pekerjaan. Perubahan dalam suhu tubuh juga berhubungan
dengan pola tidur individu. (Saryono & Widianti, 2010). Individu akan bangun ketika
mencapai suhu tubuh tertinggi dan akan tertidur ketika mencapai suhu tubuh terendah
(Kozier, 2008).
Fisiologis tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan
mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak
suatu aktifitas yang melibatkan system saraf pusat, saraf perifer, endokrin kardiovaskular,
dan respirasi muskulokeletal. Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur
adalah reticular activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR) yang
terletak pada batang otak (Mubarak, 2015).
System aktivasi reticular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercaya
terdiri atas sel yang mempertahankan kewaspadaan dan terjag. SAR menerima stimulus
sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral (missal, proses emosi
8
atau pikiran) juga menstimulasi SAR. Keadaan terjaga atau siaga yang berkepanjangan
sering dihubungkan dengan gangguan proses berpikir yang progresif dan terkadang dapat
menyebabkan aktivitas perilaku yang abnormal (Guyton & Hall, 2007).
Para peneliti meyakini bahwa kenaikan sistem yang mengaktifkan retikular
(Reticular Activating Sistem/RAS) yang terletak di bagian atas batang otak memuat sel-sel
khusus yang mempertahankan kondisi sadar dan terjaga. RAS menerima stimulus indra
penglihatan, pendengaran, nyeri, dan peraba. Aktivitas dari korteks serebral (misal:emosi
dan proses berpikir) juga menstimulasi RAS. Gairah, keadaan terjaga, dan keadaan tetap
sadar dihasilkan dari saraf di dalam RAS yang melepaskan katekolamin seperti
norepinefrin (Izac, 2006 dalam Perry & Potter, 2010).
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dalam sistem tidur raphe pada
pons dan otak depan bagian tengah. Daerah juga disebut bulbar synchronizing region
(BSR). Ketika individu mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam
keadaan rileks. Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, aktivasi SAR
selanjutnya akan menurun. BSR mengambil alih yang kemudian menyebabkan tidur
(Mubarak, et. All, 2015).
Gambaran tidur dan bangun digambarkan demikian, pada saat pusat tidur tidak
diaktifkan, nuklei pengaktivasi retikular di mesensefalon dan pons bagian atas terbebas
dari hambatan sehingga memungkinkan nuklei pengaktivasi retikular menjadi aktif secara
spontan. Hal ini akan merangsang korteks serebri dan sistem saraf perifer dan
keduanya kemudian mengirimkan banyak sinyal feedback positif kembali ke nuklei
pengaktivasi retikular yang sama agar sistem ini tetap aktif. Oleh karena itu, adanya
kecenderungan secara alami untuk mempertahankan keadaan ini dan timbullah keadaan
9
terjaga (Guyton, 2012). Sesudah otak aktif selama beberapa jam, neuron dalam sistem
aktivasi menjadi letih sehingga siklus feedback positif antara nuklei retikular
mesensefalon dan korteks akan melemah dan pengaruh perangsang tidur dari pusat
tidur akan mengambil alih sehingga timbul peralihan yang cepat dari keadaan jaga
menjadi keadaan tidur (Guyton, 2012).
2.1.3 Fungsi Tidur
Tidur berkontribusi dalam menjaga kondisi fisiologis dan psikologis. Tidur NREM
membantu perbaikan jaringan tubuh (McCance dan Huether dalam Potter & Perry
2011). Selama tidur NREM, fungsi biologis lambat. Denyut jantung normal orang
dewasa sehat sepanjang rata-rata 70-80 denyut permenit atau kurang jika individu berada
dalam kondisi fisik yang sangat baik. Namun, selama tidur denyut jantung turun sampai
60 denyut per menit atau kurang. Ini berarti bahwa selama tidur jantung berdetak 10-20
kali lebih lambat dalam setiap menit atau 60-120 kali lebih sedikit dalam setiap jam. Oleh
karena itu, tidur nyenyak bermanfaat dalam mempertahankan fungsi jantung. Fungsi
biologis lainnya yang menurun selama tidur adalah pernapasan, tekanan darah, dan otot
(McCance dan Huether, 2006 dalam potter & Perry 2010).
Tidur REM sangat penting untuk jaringan otak dan pemulihan kognitif (Bussye
dalam potter & Perry 2011). Pada orang dewasa penyimpanan ingatan lebih besar terjadi
pada keadaaan tidur disbanding dalam keadaan terjaga (Scullin, 2012)
Tubuh membutuhkan tidur secara rutin untuk memulihkan proses biologis tubuh.
Selama tidur, gelombang lambat dan dalam (NREM tahap 4), tubuh melepaskan hormon
pertumbuhan manusia untuk perbaikan dan pembaruan sel epitel dan sel-sel yang khusus
seperti sel-sel otak (Jones, 2005 dalam potter & perry 2010). Sintesis protein dan
10
pembelahan sel untuk peremajaan jaringan seperti kulit, tulang, mukosa lambung, atau
otak terjadi selama istirahat dan tidur. Tidur NREM sangat penitng bagi anak-anak, yang
mengalami tahap 4 tidur yang lebih lama.
Tidur REM diperlukan untuk menjaga jaringan otak dan tampaknya menjadi
penting bagi pemulihan kognitif (Buysse, 2005 dalam potter & Perry 2010). Tidur REM
berhubungan dengan perubahan aliran darah otak, peningkatan aktivitas korteks,
peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan epinefrin. Gabungan kegiatan ini
membantu penyimpanan memori dan proses belajar (McCance dan Huether, 2006 potter
& Perry 2010). Selama tidur, otak menyaring informasi yang tersimpan tentang kegiatan
hari itu.
Perubahan dalam fungsi imun alami dan seluler juga muncul akibat kurangnya
tidur tingkat sedang sampai berat (Buysse, 2005 dalam Perry & Potter, 2010). Selain itu
tidur memiliki manfaat restorative dan hemostatik yang penting untuk cadangan energi
normal.
2.1.4 Dampak Kurang Tidur
Seseorang tidak menyadari bagaimana masalah tidur mempengaruhi perilaku
mereka. Perilaku yang dimaksud yaitu seperti mudah marah, disorientasi (mirip dengan
keadaan mabuk), sering menguap, dan bicara melantur. Jika kurang tidur telah
berlangsung lama, perilaku psikotik seperti delusi dan paranoid kadang-kadang dapat
berkembang (potter & Perry 2010). Kekurangan tidur ditengarai bisa memberi efek
negatif pada kesehatan fisik dan mental. Misalnya saja bisa kurangnya energi dalam
tubuh, lebih sulit konsentrasi, kurang mood, dan risiko lebih besar akan terjadinya
11
kecelakaan akibat mengantuk (potter & Perry 2010). Selain itu seseorang akan
mengantuk sepanjang siang hari dan sering bermasalah dengan cara berpikirnya. Lebih
lamban mempelajari hal-hal baru, mengalami kesulitan dengan ingatan, dan kemampuan
mereka membuat keputusan (kemungkinan) bisa keliru (McKhann, Guy & Marilyn,
2010).
2.1.5 Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat perkembangan. Tabel berikut
merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia.
Tabel 2.1 Kebutuhan Tidur Manusia
Usia Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan
0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari
1 bulan-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari
3 tahun-6 tahun Masa prasekolah 11-12 jam/hari
6 tahun-12 tahu Masa sekolah 11 jam /hari
12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 tahun-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam/hari
40 tahun-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari
60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari
(Sumber: Hidayat, 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia)
Penelitian ini akan dilakukan pada dewasa yang berumur 18 tahun ke atas.
Kebutuhan tidur pada kelompok usia 18 tahun ke atas normalnya adalah sekitar 7-8
12
jam/hari. Kebutuhan tidur yang terpenuhi tentunya dapat menghasilkan pengeluaran
serotonin yang cukup. (Mubarak, et. All, 2015).
Selama tidur, denyut jantung turun sampai 60 denyut per menit atau kurang. Ini
berarti bahwa selama tidur jantung berdetak 10-20 kali lebih lambat dalam setiap menit
atau 60-120 kali lebih sedikit dalam setiap jam. Oleh karena itu, tidur yang cukup
bermanfaat dalam mempertahankan fungsi jantung. Fungsi biologis lainnya yang
menurun selama tidur adalah pernapasan, tekanan darah, dan otot (McCance dan
Huether, 2006 dalam potter & Perry 2010).
2.1.6 Pola Tidur
Pola Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang
relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur,
frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan tidur (Depkes
dalam Siallagan,2010). Pola tidur normal dipengaruhi oleh gaya hidup termasuk stress
pekerjaan, hubungan keluarga dan aktivitas sosial yang mengarah pada insomnia dan
penggunaan medikasi untuk tidur. Penggunaan jangka panjang medikasi tersebut dapat
mengganggu pola tidur dan selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam,
REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup
mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk
menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah.
Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono,
2008).
13
2.1.6.1 Klasifikasi Pola Tidur
Menurut Hidayat (2015), jenis tidur dibagi menjadi dua yaitu, slow wave sleep atau tidur
gelombang lambat atau disebut pola tidur biasa dan pola tidur paradox yang juga disebut
Rapid eye movement.
1. Pola Tidur Biasa
Pola tidur biasa juga disebut sebagai tidur Non-REM (Non-Rapid Eye Movement). Pada
keadaan ini, sebagian besar organ tubuh secara berangsur-angsur menjadi kurang aktif,
pernapasan teratur, kecepatan denyut jantung berkurang, otot mulai berelaksasi, mata
dan muka diam tanpa gerak. Fase Non-REM berlangsung ± 1 jam, dan pada fase ini
biasanya orang masih bisa mendengarkan suara di sekitarnya, sehingga dengan demikian
akan mudah terbangun dari tidurnya. (Hidayat. 2015)
2. Pola Tidur Paradoksal
Pola tidur paradoksal disebut juga sebagai tidur REM (Rapid Eye Movement). Pada fase
ini, akan terjadi gerakan-gerakan mata secara cepat, denyut jantung dan pernapasan yang
naik turun, sedangkan otot-otot mengalami pengendoran (relaksasi total). Proses
relaksasi total ini sangat berguna bagi pemulihan tenaga dan penghilangan semua rasa
lelah. Fase tidur REM (fase tidur nyenyak) berlangsung selama ±20 menit. Pada fase ini,
sering timbul mimpi-mimpi, mengigau, atau bahkan mendengkur. Dalam tidur malam
yang berlangsung 6-8 jam, kedua pola tidur tersebut (REM dan Non-REM) terjadi secara
bergantian sebanyak 4-6 siklus. (Mubarak, 2015)
2.1.7 Siklus tidur
Seseorang mengalami dua tipe tidur yang saling bergantian satu sama lain setiap
malamnya yaitu tidur gelombang lambat dan tidur dengan pergerakan mata yang cepat
14
(Guyton, 2012). Pembagian dua jenis tidur ini didasari oleh pola
elektroensefalografi (EEG) yang berbeda dan perilaku yang berlainan (Sherwood, 2011).
Siklus tidur yang umum terjadi terdiri atas tahap 1 NREM, diikuti oleh tahap 2,3,
dan 4 NREM dengan kemungkinan kembali lagi ke tahap sebelumnya, yaitu tahap 3 dan
2 NREM, sebelum dimulainya tahap REM. Fase NREM terjadi sekitar 75% sampai 80%
dari waktu tidur total. Tidur REM terjadi selama 20% sampai 25% waktu tidur dalam.
Tahap REM dimulai kurang lebih 60 menit dalam siklus tidur, dan umumnya empat
sampai enam siklus tidur NREM sampai siklus tidur NREM terjadi setiap malam (Maas,
2011).
Pre-sleep
Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
Tidur REM
Tahap II Tahap III
Perry dan Potter, 2010
Gambar 2.1 Siklus Tidur
15
Tidur dibagi menjadi dua fase, yaitu: nonrapid eye movement (NREM) dan rapid
eye movement (REM).
Tahap 1 NREM merupakan periode transisi menuju saatnya tidur, saat individu
dapat dengan mudah terbangun (Maas, 2011). Pada tahap ini terjadi pengurangan
aktivitas fisiologis, seperti pengurangan tanda-tanda vital dan metabolism (Saryono &
Widianti, 2010).
Tahap 2 NREM dianggap sebagai periode tidur ringan dengan fase relaksasi yang
sangat besar (Maas, 2011). Tahap ini disebut sebagai tahap tidur bersuara. Tahap ini
berakhir 10-20 menit. Fungsi tubuh dalam tahap ini menjadi lambat (Saryono &
Widianti, 2010).
Tahap 3 NREM merupakan fase pertama tidur dalam. Otot-otot menjadi rileks
sehingga sulit dibangunkan. Tanda-tanda vital menurun namun tetap teratur. Tahap ini
berakhir dalam 15-30 menit. Tahap 4 NREM merupakan periode tidur palingdalam.
Tahap ini merupakan tahap terbesar terjadinya pemulihan. Tanda-tanda vital menurun
secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur sambil berjalan dan enuresis. Tahap 3 dan 4
NREM seringkali disebut sebagai “tidur gelombang-lambat” karena pada fase ini
gelombang lambat ditunjukkan dalam aktivitas elektroenselografi (EEG) (Saryono &
Widianti, 2010; Maas, 2011).
Keempat tahap dari fase NREM diikuti oleh fase REM. Tingkat terdalam relaksasi
tubuh terjadi selama fase tidur REM, tetapi aktivitas EEG serupa dengan pola yang
terlihat selama terjaga. Selama fase tidur REM, frekuensi pernapasan, denyut jantung,
dan tekanan darah menjadi sangat bervariasi, tidak teratur, dan mningkat secara berkala
16
(Maas, 2011). Sekresi lambung juga mengalami peningkatan. Pada tahap ini, individu
akan mengalami mimpi. Tahap ini berakhir dalam 90 menit (Saryono & Widianti, 2010).
2.1.7 Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu
menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup
aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari
tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan
tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas
(Khasanah, 2012). Indikator atau ciri-ciri untuk mengetahui tidur yang berkualitas adalah
dengan merasakan apakah badan merasa segar dan fresh setelah terbangun dan tidur
merasa lelap (Hidayat, 2015).
2.1.7.1 Tanda-Tanda Kualitas Tidur Buruk
Tanda –tanda kualitas tidur yang kurang dapat dibagi menjadi tanda fisik dan
tanda psikologis (Hidayat, 2015).
1. Tanda Fisik
Ekspresi wajah (gelap di area sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva
kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap),
tidak mampu berkosentrasi (kurangnya perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan
seperti penglihatan kabur, mual dan pusing
2. Tanda Psikologis
Menarik diri, apatis dan respon menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara,
daya ingat menurun, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi pengliihatan atau
pendengaran, kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun.
17
2.1.7.2 Pengukuran Kualitas Tidur
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah instrument efektif yang
digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur orang dewasa. PSQI
dikembangkan untuk mengukur dan membedakan individu dengan kualitas tidur
yang baik dan kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur merupakan fenomena yang
kompleks dan melibatkan beberapa dimensi yang seluruhnya dapat tercakup dalam
PSQI. Dimensi tersebut antara lain kualitas tidur subjektif, sleep latensi, durasi
tidur, gangguan tidur, efesiensi kebiasaan tidur, penggunaan obat tidur , dan disfungsi
tidur pada siang hari. Dimensi tersebut dinilai dalam bentuk pertanyaan dan
memiliki bobot penialaian masing-masing sesuai dengan standar baku. (Mirghani et
al., 2015).
Validitas penelitian PSQI sudah teruji. Instrumen ini menghasilkan 7 skor
yang sesuai dengan domain atau area yang disebutkan sebelumnya. Tiap domain
nilainya berkisar antara 0 (tidak ada masalah) sampai 3 (masalah berat). Nilai setiap
komponen kemudian dijumlahkan menjadi skor global antara 0-21. Skor global ˃5
dianggap memiliki gangguan tidur yang signifikan. PSQI memiliki konsistensi
internal dan koefisien reliabilitas (Cronbach’s Alpha) 0,83 untuk 7 komponen tersebut.
(Buysee et al., 1989)
2.1.8 Faktor Yang Mempengaruhi Tidur
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang
kebutuhannya terpenuhu, ada pula yang mengalami gangguan. Menurut Mubarak (2015)
18
seorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai
berikut:
1. Aktifitas Fisik
Aktivitas dan latihan fisik dapat meningkatkan kelelahan dan kebutuhan
untuk tidur. Latihan fisik yang melelahkan sebelum tidur membuat tubuh mendingin
dan meningkatkan relaksasi. Individu yang mengalami kelelahan menengah
biasanya memperoleh tidur yang tenang terutama setelah bekerja atau melakukan
aktivitas yang menyenangkan. Pada kondisi yang semakin lelah, semakin pendek
siklus REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali
memanjang.
2. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi dan dapat menimbulkan keinginan untuk
tetapbangun dan menahan tidur sehingga dapat menimbulkan gangguan proses
tidur, sebab keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah
seseorang. Sebaliknya perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga
seringkali mendatangkan kantuk.
3. Stres Emosional
Ansietas dan depresi seringkali mengganggu tidur seseorang. Kondisi
ansietas dapat meningkatkan norepinefrin darah melalui system saraf simpatis.
Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur
REM serta seringnya terjaga saat tidur.
4. Obat-obatan
19
Obat tidur seringkali membawa efek samping. Dewasa muda dan dewasa
tengah dapat mengalami ketergantungan obat tidur untuk mengatasi stressor gaya
hidup. Obat tidur juga sering kali digunakan untuk mengontrol atau engatasi sakit
kroniknya. Beberapa obat juga dapat menimbulkan efek samping penurunan tidur
REM.
5. Lingkungan
Lingkungan tempat seorang tidur berpengaruh pada kemampuan untuk
tertidur. Ventilasi yang baik memberikan kenyamananuntuk tidur tenang. Ukuran,
kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur. Suhu dan suara
dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Suhu yang panas atau dingin
menyebabkan klien mengalami kegelisahan. Beberapa orang menyukai kondisi
tenang untuk tidur dan ada yang menyukai suara untuk membantu tidurnya seperti
music lembut dan televise.
6. Stimultan dan Alkohol
Kebiasaan mengkonsumsi kafein dan alcohol mempunyai efek insomnia.
Makan dalam porsi besar, bearat dan berbumbu pada makanan juga menyebabkan
makanan sulit dicerna sehingga dapat mengganggu tidur. Nikotin yang terkandung
dalam rokok juga memiliki efek stimulasi pada tubuh. Akibatnya perokok sering
untuk tertidur dan sering terbangun di malam hari.
7. Diet dan Nutrisi
20
Diet dan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat proses tidur. Protein yang
tinggi mempercepat proses tidur, karena adanya L-Tritofan yang merupakan asam
amino dari protein yang dicerna.
2.2 Konsep Prestasi Belajar
2.2.1 Defenisi
Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar
mengajar yakni,penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang
dapat diukur dengan tes tertentu (Abdullah, 2008)
Prestasi belajar adalah hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah
melakukan kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas pengukuran tertentu (Ilyas,
2008). Prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang dianggap penting yang
diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik
yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi karsa (Syah M, 2008).
2.2.2 Tujuan Belajar
Belajar berlangsung karena adanya tujuan yang akan dicapai seseorang. Tujuan inilah
yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan belajar, sebagaimana pendapat
yang dikemukakan oleh Sardiman (2011) bahwa tujuan belajar pada umumnya ada tiga
macam, yaitu :
1. Untuk mendapatkan pengetahuan, hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir,
karena antara kemampuan berpikir dan pemilihan pengetahuan tidak dapat
dipisahkan. Kemampuan berpikir tidak dapat dikembangkan tanpa adanya
pengetahuan dan sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan.
21
2. Penanaman konsep dan keterampilan, penanaman konsep memerlukan
keterampilan, baik keterampilan jasmani maupun keterampilan rohani.
Keterampilan jasmani adalah keterampilan yang dapat diamati sehingga akan
menitikberatkan pada keterampilan penampilan atau gerak dari seseorang yang
sedang belajar termasuk dalam hal ini adalah masalah teknik atau pengulangan.
Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena lebih abstrak, menyangkut
persoalan penghayatan, keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan
dan merumuskan suatu konsep.
3. Pembentukan sikap, pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak
akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, dengan dilandasi nilai, anak didik
akan dapat menumbuhkan kesadaran dan kemampuan untuk mempraktikan
segala sesuatu yang sudah dipelajarinya.
2.2.3 Ciri-ciri Belajar
Tujuan belajar merupakan perubahan tingkah laku, hal ini dapat diidentifikasikan
melalui ciri-ciri belajar, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Suardi (2015, 12-
13) sebagai berikut:
1. Perubahan yang bersifat fungsional. Perubahan yang terjadi pada aspek kepribadian
seseorang mempunai dampak pada perubahan selanjutnya. Karena belajar anak
dapat membaca, karena belajar pengetahuan bertambah, karena pengetahuannya
bertambah akan mempengaruhi sikap dan perilakunya.
2. Belajar adalah perbuatan yang sudah mungkin sewaktu terjadinya prioritas. Yang
bersangkutan tidak begitu menyadarinya namun demikian paling tidak dia
menyadari setelah peristiwa itu berlangsung. Dia menjadi sadar apa yang dialaminya
22
dan apa dampaknya. Kalau orang tua sudah dua kali kehilangan tongkat, maka itu
berarti dia tidak belajar dari pengalaman terdahulu.
3. Belajar terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual. Belajar hanya terjadi
apabila dialami sendiri oleh yang bersangkutan, dan tidak dapat digantikan oleh
orang lain. Cara memahami dan menerapkan bersifat individualistik, yang pada
gilirannya juga akan menimbulkan hasil yang bersifat pribadi.
4. Perubahan yang terjadi bersifat menyeluruh dan terintegrasi. Yang berubah bukan
bagian-bagian dari diri seseorang, namun yang berubah adalah kepribadiannya.
Kepandaian menulis bukan dilokalosasi tempat saja. Terapi menyangkut aspek
kepribadian lainnya, dan pengaruhnya akan terdapat pada perubahan perilaku yang
bersangkutan.
5. Belajar adalah prsoses interaksi. Belajar bukanlah proses penyerapan yang
berlangsung tanpa usaha yang aktif dari yang bersangkutan. Apa yang diajarkan
guru belum tentu menyebabkan terjadinya perubahan, apabila yang belajar tidak
melibatkan diri dalam situasi tersebut. Perubahan akan terjadi kalau yang
bersangkutan memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi.
6. Perubahan berlangsung dari yang sederhana ke arah yang lebih kompleks. Seorang
anak baru akan dapat melakukan operasi bilangan kalau yang bersangkutan sedang
menguasai simbol-simbol yang berkaitan dengan operasi tersebut.
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Slameto (2003, dalam Febriyani. 2013) secara garis besarnya faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan atas:
23
1. Faktor Internal
Faktor yang menyangkut seluruh pribadi termasuk kondisi fisik maupun mental atau
psikis. Faktor internal ini sering disebut faktor instrinsik yang meliputi kondisi
fisiologi dan kondisi psikologis yang mencakup minat, kecerdasan, bakat, motivasi,
dan lain-lain.
a) Kondisi Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan belajar seseorang. Orang yang ada dalam keadaan segar
jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan lelah.
Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuannya berada dibawah
anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Anakanak yang kurang gizi mudah
lelah, mudah mengantuk, dan tidak mudah menerima pelajaran.
b) Kondisi Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu semua
keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhibelajar seseorang. Itu
berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor
dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor daridalam
tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar
seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidak
mendukung maka faktor luar itu akan kurang signifikan. Oleh karena itu
minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampukan-kemampuan kognitif
adalah faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar
mahasiswa (Djamara, 2008).
24
c) Kondisi Panca Indera
Disamping kondisi fisiologis umum, hal yang tak kalah pentingnya adalah
kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar
yang dipelajari manusia dipelari menggunakan penglihatan dan pendengaran.
Orang belajar dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan
observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru dan
orang lain, mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya.
d) Intelegensi/Kecerdasan
Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk belajar dan
memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang rendah
bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika tidak ada
bantuan orang tua atau pendidik niscaya usaha belajar tidak akan berhasil.
e) Bakat
Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang tertentu
misalnya bidang studi matematika atau bahasa asing.Bakat adalah suatu yang
dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan merupakan perpaduan taraf
intelegensi. Pada umumnya komponen intelegensi tertentu dipengaruhi oleh
pendidikan dalam kelas, sekolah, dan minat subyek itu sendiri. Bakat yang
dimiliki seseorang akan tetap tersembunyi bahkan lama-kelamaan
akanmenghilang apabila tidak mendapat kesempatan untuk berkembang.
f) Motivasi
Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat,
dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi
25
mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatanbelajar.
Mahasiswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal
dalam belajarnya. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut
mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu
diusahakan terutama yang berasal daridalam diri (motivasi intrinsik) dengan
cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus
untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekat bulat dan selalu optimis
bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar.. Bila ada mahasiswa yang kurang
memiliki motivasi instrinsik diperlukan dorongan dari luar yaitu motivasi
ekstrinsik agar mahasiswa termotivasi untuk belajar.
2. Faktor Eksternal
Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor ini sering
disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang berasal dari luar
diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik itu di lingkungan
sosial maupun lingkungan lain (Djamara, 2008).
a) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
- Lingkungan Alami
Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar. Belajar pada keadaan udara yang segar
akan lebih baik hasilnya daripada belajar padasuhu udara yang lebih panas
dan pengap.
- Lingkungan Sosial
26
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya
(wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar
memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir
di dekatnya atau keluar masuk kamar. Representasi manusia misalnya
memotret, tulisan, dan rekaman suara juga berpengaruh terhadap hasil
belajar.
b) Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah yangpenggunaannya dirancang sesuai
dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat
berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan yang telah dirancang.
Faktor-faktor ini dapat berupa :
- Perangkat keras /hardware misalnya gedung, perlengkapan belajar, alat-
alat praktikum, dan sebagainya.
- Perangkat lunak /software seperti kurikulum, program, dan pedoman
belajar lainnya.
2.2.5 Pengukur Prestasi Belajar
Tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh
siswa dalam belajar”. Nana Syaodih (2009: 103) berpendapat bahwa alat untuk mengukur
bakat disebut tes bakat (aptitude test) sedang alat untuk mengukur hasil belajar disebut tes
hasil belajar atau achievement test”.
27
Asep Jihad dan Abdul Haris (2009: 67) menyebutkan bahwa test digunakan untuk
mengukur sejauh mana seorang siswa telah menguasai pelajaran yang disampaikan
terutama meliputi aspek pengetahuan dan keterampilan. Adapun alat penilaian teknik test
yaitu:
1. Tes tertulis, merupakan tes atau soal yang harus diselesaikan oleh siswa secara tertulis
2. Tes lisan, yang merupakan sekumpulan tes atau soal atau tugas pertanyaan yang
diberikan kepada siswa dan dilaksanakan dengan cara tanya jawab
3. Tes perbuatan, merupakan ugas yang pada umumnya berupa kegiatan praktek atau
melakukan kegiatan yang mengukur keterampilan.
Pada mahasiswa, kesemua hasil kemudia akan diwujudkan dalam bentuk nilai (IPK)
2.3 Hubungan Kualitas tidur dengan Prestasi Belajar
Prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar
yakni,penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur
dengan tes tertentu (Abdullah, 2008). Prestasi belajar dipengaruhi oleh 2 aspek yakni
eksternal dan internal. Faktor internal merupakan faktor yang menyangkut seluruh
pribadi termasuk kondisi fisik maupun mental atau psikis. Faktor internal ini sering
disebut faktor instrinsik yang meliputi kondisi fisiologi dan kondisi psikologis yang
mencakup minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan lain-lain. Sedangkan Faktor yang
bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor ini sering disebut dengan
faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang
28
dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan
lain seperti faktor instrumental (Djamara, 2008).
Kualitas tidur yang buruk, jika dimasukan dalam pengkategorian, dikategorikan
dalam faktor internal. Dampak langsung didapatkan dari gangguan tidur yakni
terganggunya kognitif, konsentrasi serta tingkat daya ingat, dimana ketiga hal tersebut
menjadi hal penting yang menunjang aktifitas belajar. Hal lain yang juga dirasakan akibat
dari kekurangan tidur yakni keletihan dan terganggunya gangguan afeksi.
Penelitian ini akan dilakukan dengan menarik hubungan antara kualitas tidur yang
dilakukan dengan PSQI dengan prestasi belajar yang diukur dengan Indeks Prestasi.