8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan ketika tekanan darah dalam pembuluh darah
meningkat. Hal tersebut terjadi karena jantung bekerja keras untuk memompa darah
keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi. Jika tidak segera
ditangani maka akan mengganggu fungsi organ-organ yang lain, terutama organ-organ
vital seperti jantung dan ginjal (Riskesdas, 2013). Hiperetensi merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang sering terjadi dan merupakan faktor resiko timbulnya
penyaki kardiovaskuler, seperti stroke, penyakit jantung koroner, hingga gagal ginjal
(Darnindro & Johannes, 2017).
Hipertensi merupakan gangguan pembuluh darah dan jantung yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik pada level
>140 mmHg dan tekanan darah diastolik pada level >90 mmHg (Black, 2014).
Menurut American College of Cardiology (ACC) tahun 2017 nilai normal tekanan
darah adalah < 120 mmHg pada tekanan sistolik dan < 80 mmHg pada tekanan
diastolik. Hipertensi disebut juga sebagai silent killer karena penyakit ini termasuk
penyakit yang mematikan, penyakit ini dapat menyerah siapa saja baik muda maupun
tua (Pudiastuti, 2013).
9
2.1.2 Tanda dan Gejala
Pasien dengan hipertensi tidak mempunyai gejala yang spesifik yang
menunjukkan kenaikan tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi melalui pemeriksaan
fisik. Biasanya gejala yang dirasakan yaitu sakit kepala pada daerah oksipital, ini terjadi
pada saat bangun tidur pada pagi hari, dan berkurang secara spontan setelah beberapa
jam. Keluhan lain yang dirasakan yaitu pusing, palpitasi, mudah lelah. Gejala yang
berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya pada hipertensi sekunder adalah
poliuria, polidipsia, dan kelemahan otot (Isselbacher, et al, 2015).
2.1.3 Jenis-jenis Hipertensi
Hipertensi ada 2 yaitu:
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi Primer (Esensial) merupakan hipertensi arterial dan penyebabnya tidak
dapat dijelaskan. Hipertensi primer disebabkan oleh beberapa sistem yaitu
pengaturan tekanan arteri perifer, renal, hormonal, dan vaskuler (Isselbacher, et
al, 2015).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh tekanan arteri
yang meninggi. Hipertensi sekunder dihubungkan dengan perubahan sekresi
hormon dan/atau fungsi ginjal (Isselbacher, et al, 2015).
2.1.4 Klasifikasi Tekanan Darah
Menurut American Heart Association tekanan darah diklasifikasikan dengan kategori
normal, tinggi, hipertensi tahap 1, dan hipertensi tahap 2, sedangakan terdapat
klasifikasi krisis yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi darurat. Klasifikasi tersebut
dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
10
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah
(Sumber: AHA, 2017)
Tabel 2.1 Klasifikasi Krisis: urgensi dan darurat
(Sumber: AHA, 2017)
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa tekanan darah dikatakan kategori
normal jika tekanan sistolik < 120 mmHg dan tekanan diastolik < 80 mmHg, dikatakan
kategori tinggi jika tekanan darah sistolik 120-129 mmHg dan tekanan darah diastolik
< 80 mmHg, kategori hipertensi tahap 1 jika tekanan sistolik 130-139 mmHg atau
tekanan diastolik 80-89 mmHg, sedangkan kategori hipertensi tahap 2 jika tekanan
sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.
Hipertensi krisis dikategorikan menjadi dua yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi
darurat. Dikatakan hipertensi urgensi jika tekanan sistolik >180 mmHg dan/atau jika
tekanan diastolik >120 mmHg. Sedangakan hipertensi daraurat jika tekanan sistolik
Kategori TD TD Sistolik TD Diastolik
Normal
Elevated
Hipertensi:
Tahap 1
Hipertensi:
Tahap 2
< 120 mmHg Dan < 80 mmHg
120-129 mmHg Dan < 80 mmHg
130-139 mmHg Atau 80-89 mmHg
≥ 140 mmHg Atau ≥ 90 mmHg
Kategori TD TD Sistolik TD Diastolik
Hipertensi Urgensi
Hipertensi Darurat
>180 mmHg Dan/atau >120 mmHg
>180 mmHg +
Kerusakan organ
Dan/atau >120 mmHg +
Kerusakan
organ
11
>180 mmHg dan terdapat kerusakan organ dan/atau jika tekanan diastolik >120
mmHg dan terdapat kerusakan organ.
2.1.5 Patofisiologi
a. Hiperetensi Primer (Esensial)
Faktor yang mengakibatkan perubahan pada resistensi vaskular perifer, denyut
jantung, atau curah jantung memengaruhi tekanan darah arteri sistemik. Ada empat
sistem kontrol yang berperan dalam menjaga tekanan darah adalah: ( 1 ) sistem
baroreseptor dan kemoreseptor arteri; ( 2 ) pengaturan volume cairan tubuh; ( 3 )
sistem renin-angiostensin; ( 4 ) autroregulasi vaskular. Hipertensi primer
kemungkinan terjadi karena kerusakan atau malfungsi pada beberapa atau semua
sistem ini. Baroreseptor dan kemoreseptor arteri bekerja secara reflek untuk
mengatur tekanan darah. Baroreseptor sebagai peregang utama, dapat ditemukan
disinus karotis, aorta, dan dinding bilik jantung kiri. Baroreseptor dan kemoreseptor
yang memonitor tekanan arteri dan menangani peningkatan tekanan arteri dengan
cara vasodilatasi dan memperlambat denyut jantung melalui saraf vagus.
Kemoreseptor, berada dimedula dan tubuh karotis serta aorta. Kemoreseptor
sensitif terhadapat perubahan dalam konsentrasi oksigen, kardondioksida, dan ion
hidrogen (PH) dalam darah. Penurunan konsentrasi oksigen dalam arteri
menyebabkan kenaikan refleksif pada tekanan. Serta perubahan-perubahan pada
volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Dengan demikian kelainan
yang terjadi dalam transpor natrium dalam tubulus ginjal mungkin menyebabkan
hipertensi esensial. Ketika kadar natrium dan air berlebih, volume total darah
meningkat, dengan demikian dapat meningkatkan tekanan darah. Perubahan-
perubahan patologis yang mengubah tekanan dimana ginjal mengekskresikan garam
dan air mengubah tekanan darah sistemik. Selain itu, produksi hormon penahan
12
natrium yang berlebihan menyebabkan hipertensi. Renin dan angiostensin berperan
dalam pengaturan tekanan darah. Renin merupakan enzim yang diproduksi oleh ginjal
yang mengatalisis substrat protein plasma untuk memisahkan angiostensin I, yang
dihilangkan oleh enzim pengubah ke paru-paru untuk membentuk angiostensin II
dan kemudian angiostensin III. Angiostensin II dan III berfungsi sebagai
vasokonstriktor dan juga merangsang pelepasan aldosteron. Dengan meningkatnya
aktivitas sistem saraf simpatik, angiostensin II dan III dapat menghambat ekstresi
natrium, yang mengakibatkan naiknya tekanan darah. Sekresi renin yang meningkat
dapat menyebabkan meningkatnya resisten vaskular perifer pada hipertensi primer
(Black & Hawks, 2014).
b. Hipertensi Sekunder
Faktor yang menyebabkan hipertensi sekunder yaitu terkait dengan masalah ginjal,
vaskular, naurologis, obat, dan makanan yang secara langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh negatif terhadap ginjal sehingga dapat mengakibatkan
gangguan serius pada organ-organ yang mengganggu ekskresi natrium, perfusi renal,
atau mekanisme renin-angiostensisn-aldosteron, yang mengakibatkan naiknya
tekanan darah dari waktu ke waktu. Glomerulonefritis dan stenosis arteri renal
kronis merupakan penyebab umum dari hipertensi sekunder. Selain itu, kelenjar
adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder jika produksi aldosteron, kortisol,
dan katekolamin berlebih. Kelebihan aldosteron dapat menyebabkan renal
menyimpan natrium dan air berlebih, memperbanyak volume darah, sehingga akan
menaikkan tekanan darah (Black & Hawks, 2014)
c. Perubahan Pembuluh Darah
Pembuluh darah besar, seperti aorta, arteri koroner, arteri basilaris ke otak, dan
pembuluh perefir pada organ tubuh, menjadi sklerosis, berkelok dan lemah.
13
Luminanya sempit, sehingga terjadi menurunnya aliran darah ke jantung, otak, dan
ekstremitas bawah. Kerusakan berlanjut, pembuluh besar menjadi tersumbat atau
mungkin terjadi perdarahan, yang akan menyebabkan infark jaringan. Kerusakan
pembuluh darah kecil, sama bahayanya, akan mengakibatkan perubahan struktur
jantung, ginjal, dan otak. Elevasi TDD akan merusak lapisan intima pembuluh
darah kecil. Oleh karena kerusakan intima, fibrin terakumulasi di pembuluh darah,
edema lokal, dan penggumpalan intravaskular dapat terjadi. Hasil dari perubahan
ini adalah ( 1 ) penurunan suplai darah kejaringan jantung, otak, ginjal, dan retina; (
2 ) gangguan fungsional progresif organ-organ ini; ( 3 ) dan akhirnya mengakibatkan
iskemia kronik, infark jaringan (Black & Hawks, 2014).
2.1.6 Faktor Resiko
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi
sebagai respon cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu sebagai berikut:
1. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Riwayat keluarga
Adanya faktor genetik pada keluarga, oleh karena kecenderungan genetik yang
membuat keluarga tertentu lebih rentan terhadap hipertensi. Individu dengan
orang tua yang memiliki hipertensi akan beresiko terjadinya hipertensi pada usia
muda (Black & Hawks, 2014). Faktor genetik memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi, penderita hipertensi esensial sekitar 70-80% lebih banyak pada
kembar monozigot (satu telur) daripada heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga
yang menderita hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014).
14
b. Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Individu yang
berumur >60 tahun memiliki tekanan darah >140/90 mmHg. Diantara orang
dewasa, tekanan darah sistolik lebih baik daripada tekanan darah diastolik (Black
& Hawks, 2014).
c. Jenis kelamin
Pada kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Resiko
pada pria hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun, kemudian setelah usia 74
tahun wanita beresiko lebih besar (Black & Hawks, 2014). Jenis kelamin juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan darah. Laki-laki dan
perempuan mempunyai resiko yang berbeda terhadap kejadian hipertensi. Laki-
laki lebih beresiko dibandingkan perempuan. Namun pada usia tertentu keduanya
mempunyai besar resiko yang hampir sama seperti saat usia diatas 45 tahun,
bahkan perempuan dapat menjadi lebih beresiko (Tilong, 2014).
2. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
a. Obesitas
Obesitas dapat mengakibatkan hipertensi, terutama jika terjadi pada bagian atas,
dengan meningkatnya jumlah lemak di sekitar diafragma, pinggang, dan perut akan
menyebabkan lemak di dalam tubuh dapat menyebabkan sumbatan pada
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan meningkatnya tekanan darah
(Black & Hawks, 2014). Seseorang dikatakan obesitas dapat diketahui dengan
perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh) dengan rumus sebagai berikut:
Berat badan (Kg)
IMT = -----------------------------------------
[Tinggi badan (m)] 2
15
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT:
Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) (kg/m2)
Kurus IMT < 18,5
Normal IMT ≥18,5 - <24.9
Berat Badan Lebih IMT ≥25,0 - <27
Obesitas IMT ≥27,0
(Sumber: Kemenkes RI, 2013)
b. Penggunaan Natrium Berlebih
Konsumsi natrium berlebih menjadi faktor resiko yang paling penting. Individu
yang terkena hipertensi akan sensitif terhadap garam dan kelebihan garam dapat
menjadi pencetus hipertensi pada individu. Konsumsi garam berlebih
menyebakan pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan, dan mungkin secara
tidak langsung meningkatkan tekanan darah (Black & Hawks, 2014).
c. Diet
Study Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) diet menunjukkan bahwa diet
tinggi buah dapat menurunkan tekanan darah sistolik 6-11 mmHg dan tekanan
darah diastolik 3-6 mmHg (Rahadiyanti et al, 2015).
d. Kebiasaan merokok
Merokok dapat menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan menaikkan
tekanan darah. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat meningkatkan
penggumpalan pembuluh darah dan dapat mengakibatkan pengatupan pada
dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik pada jaringan saraf yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut
jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, aliran darah pada
koroner meningkat dan vasokontriksi pembuluh darah perifer. Karbon
16
monoksida dalam asap akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal
tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa
memompa untuk mentransfer oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan
tubuh lainnya (Hanafi, 2016).
e. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol secara berlebihan akan berdampak buruk pada kesehatan. Salah
satu akibat dari konsumsi alkohol secara berlebihan akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan darah. Alkohol merupakan salah satu penyebab
hipertensi karena alkohol memiliki sifat yang sama dengan karbondioksida yang
dapat meningkatkan keasaman darah, sehingga konsistensi darah menjadi kental
yang mengakibatkan jantung dipaksa untuk memompa darah keseluruh tubuh dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Komaling et al, 2013). Selain itu
konsumsi alkohol dalam jangka waktu panjang akan mempengaruhi peningkatan
kadar kortisol dalam darah sehingga mengakibatkan aktivitas renin-angiosin aldosteron
system (RAAS) meningkat dan mengakibatakan tekanan darah meningkat
(Mukhibbin, 2013).
f. Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,
karena olahraga teratur dapat menurunkan tekanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung
harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
Kurangnya aktifitas fisik dapat menaikkan resiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya resiko untuk menjadi gemuk (Nuraini, 2015).
2.1.7 Komplikasi
1. Otak
17
Kerusakan organ pada otak yang diakibatkan oleh hipertensi yaitu stroke. Stroke
timbul karena adanya perdarahan intrakranial, sehingga mengakibatkan tekanan
intrakranial meningkat atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah lain
yang terpejan tekanan tinggi sehingga dapat masuk kedalam otak dan
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah di otak. Stroke dapat terjadi pada
penderita hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang terhubung dengan otak
mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke daerah yang
diperdarahinya akan berkurang (Nuraini, 2015).
2. Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami aterosklerosis atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui pembuluh
darah tersebut, sehingga miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup.
Sehingga kebutuhan oksigen miokardium tidak tercukupi dan mengakibatkan
terjadinya iskemia jantung, dan pada akhirnya dapat terjadi infark (Nuraini, 2015).
3. Ginjal
Hipertensi dapat mengakibatkan penyakit ginjal kronik karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan ini dapat
mengakibatakan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai
akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama
terjadi pada hipertensi kronik (Nuraini, 2015).
4. Retinopati
Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah pada retina. Semakin
tinggi tekanan darah dan semakin lama hipertensi tersebut berlangsung, maka
semakin berat kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina akibat
hipertensi yaitu iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf pada mata akibat
18
aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran
darah pada arteri dan vena retina. Penderita retinopati hipertensif pada awalnya
tidak menunjukkan gejala apapun dan pada akhirnya dapat menjadi kebutaan
(Nuraini, 2015).
2.1.8 Pencegahan
Pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak lengkap jika tidak diimbangi
dengan tindakan pencegahan untuk menurunkan faktor resiko hipertensi. Upaya
pencegahan yang dapat dilakukan meliputi: (1) Memeriksa tekanan darah secara teratur;
(2) Menjaga berat badan dalam rentang normal; (3) Mengatur pola makan antara lain
dengan mengkonsumsi makanan berserat, rendah lemak dan mengurangi garam; (4)
Menghentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol; (5) Tidur secara teratur;
(6) Mengurangi stres dengan melakukan rekreasi (Pudiastuti, 2013).
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
a. Pengurangan Berat Badan
Penderita hipertensi yang obesitas dianjurkan untuk menurunkan berat badan,
membatasi asupan kalori, dan peningkatan kalori dengan latihan fisik yang teratur
(Pudiastuti, 2013).
b. Pembatasan Garam
Sebagian besar penderita hipertensi sensitif terhadap Garam, mengkonsumsi
Garam berlebih akan mengalami peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu
penting untuk membatasi asupan garam (Black & Hawks, 2014). Membatasi
asupan garam tidak lebih dari (1
4 -
1
2 ) sendok teh atau 6 gram/hari (Kemenkes RI,
2013).
19
c. Modifikasi Diet Lemak
Memodifikasi diet asupan lemak dengan menurunkan lemak jenuh dan
meningkatkan lemak tak jenuh dapat berpengaruh dalam menurunkan kadar
kolesterol. Oleh karena dislipedemia merupakan faktor resiko utama dalam
perkembangan aterosklerosis, terapi diet ini bertujuan untuk menurunkan lipid.
Untuk rekomendasi makanan dapat mengikuti piramida makanan. Pendekatan
diet untuk menghentikan hipertensi dengan makan makanan seperti, buah-buhan,
sayuran, kacang-kacangan, dan rendah lemak dengan mengurangi lemak jenuh dan
lemak total (Black & Hawks, 2014).
d. Meningkatkan Aktivitas Fisik
Orang yang aktivitasnya rendah beresiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang
aktif melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik dilakukan rutin selama 30-45 menit
setiap hari dengan frekuensi 3-5 kali per minggu akan membantu mengontrol
tekanan darah. Contoh aktivitas fisik (olahraga) yang dapat dilakukan yaitu jalan,
lari, jogging, bersepeda (Pudiastuti, 2013 dan Kemenkes RI, 2013).
e. Pembatasan Kafein
Mengkonsumsi kafein secara berlebihan dapat mengakibatkan tekanan darah
meningkat. Oleh karena kafein di dalam tubuh bekerja dengan cara memicu
produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa di dalam sel saraf
yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi kafein
dapat dirasakan dalam waktu 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam. Efeknya
akan terus berlanjut dalam darah selama sekitar 12 jam. Konsumsi kafein akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah tepi dan vasokontriksi pembuluh darah
karen kafein memiliki sifat antagonis endogenus adenosin. Peningkatan tekanan darah
juga dipengaruhi oleh seberapa banyak kafein yang dikonsumsi (Wahyuni, 2013).
20
f. Menghentikan Kebiasaan Merokok
Rokok mengandung nikotin, zat ini akan meningkatkan denyut jantung dan
mengakibatkan vasokontriksi perifer yang akan meningkatan tekanan darah arteri.
Penghentian kebiasaan merokok sangat dianjurkan, karena untuk mengurangi
resiko terhadap, kanker, penyakit paru-paru, dan penyakit kardiovaskular (Black
& Hawks, 2014).
2. Farmakologi
Terapi farmakologi yaitu obat anti hipertensi
a. Diuretika
Diuretika merupakan salah satu golongan obat anti hipertensi yang bekerja dengan
membantu fungsi ginjal untuk menyaring dan membuang garam dan air, sehingga
dapat mengurangi volume cairan diseluruh tubuh dan menurunkan tekanan darah
(Pratiwi, 2017). Jenis obat golongan diuretika yaitu: Chlorthalidone,
Hydrochlorothiazide, Indapamide Metolazone (ACC, 2017).
b. ACE inhibitor
ACE inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme) merupakan salah satu golongan obat
yang bekerja dengan cara untuk mencegah vasokontriksi pembuluh darah akibat
hormon angiotensin II dengan cara memblokade enzim ACE, memcegah
pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II (Pratiwi, 2017). Jenis golongan
obat ACE inhibitor yaitu: Benazepril, Captopril, Enalapril, fosinopril, lisinopril,
Moexipril, perindopril, quinapril, Ramipril, Trandolapril (ACC, 2017).
c. ARB (Angiostensin Receptor Blocker)
ARB (Angiostensin Receptor Blocker) merupakan obat anti hipertensi yang bekerja
dengan cara merelaksasi otot polos dan mengakibatkan vasodilatasi,
21
meningkatkan ekskresi garam dan air, dan menurunkan hipertrofi seluler (Brunto,
et al, 2011). Jenis golongan obat ini yaitu: Azilsartan, candesartan, eprosartan,
irbesartan, Losartan, olmesartan, Telmisartan, dan Valsartan (ACC, 2017).
d. CCB-dihydropyridines
CCB-dihydropyridines (Calcium Channel Blocker-dihydropyridines) merupakan obat
anti hipertensi yang bekerja dengan cara menghambat ion kalsium masuk ke dalam
vaskularisasi otot polos dan otot jantung sehingga mampu menurunkan tekanan
darah. Selain sebagai agen antihipertensi, juga dapat digunakan untuk pengobatan
angina pectoris dengan cara meningkatkan aliran darah ke otot jantung (Lakshmi,
2012). Jenis golongan obat ini yaitu: Amlodipine, Felodipine, Isradipine,
Nicardipine SR, Nifedipine LA, Nisoldipine (ACC, 2017).
e. CCB-nondihydropyridines
CCB-nondihydropyridines merupakan obat anti hipertensi yang bekerja dengan
cara mempengaruhi konduksi jantung dan memperlambat denyut jantung yang
menyebabkan vasidilatasi perifer dan penurunan resistensi perifer. Jenis golongan
obat ini yaitu: Diltiazem ER, Verapamil IR, Verapamil SR, Verapamil- delayed
onset ER (ACC, 2017).
2.2 Kesadaran
2.2.1 Definisi Kesadaran
Kesadaran merupakan keadaan dimana seseorang dapat memahami dirinya
sendiri dengan setepat-tepatnya. Seseorang dikatakan memiliki kesadaran diri jika
seseorang tersebut dapat memahami emosi dan mood yang sedang dirasakannya,
bahkan kritis terhadap informasi mengenai dirinya sendiri dan sadar tentang dirinya
yang sesungguhnya (Mendatu, 2010).
22
Kesadaran tentang hipertensi dapat diartikan seseorang yang pernah
memeriksakan tekanan darah dan diberitahu oleh dokter atau paramedis terkait dengan
diagnosa bahwa dia memiliki tekanan darah tinggi dan menanyakan lebih lanjut terkait
dengan pengobatan yang harus didapatkan (Kiau, et al, 2013).
2.2.2 Indikator Kesadaran
Menurut Notoatmojo (2007) menyatakan bahwa terdapat empat indikator
kesadaran yang menunjukkan tingkat kesadaran tertentu, mulai yang terendah sampai
dengan yang tertinggi yaitu: pengetahuan, pemahaman, sikap, dan pola perilaku
(Tindakan).
1. Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sehingga sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui pengindraan penglihatan dan
pendengaran (Notoatmojo, 2007). Tingkatan dari pengetahuan didalam domain
kognitif, antara lain :
a. Tahu ( know)
Tahu dapat diartikan sebagai mengingat materi yang pernah dipelajari
sebelumnya.
b. Memahami ( comprehension )
Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang telah diketahui, dan dapat
menginterprestasikan apa yang telah diketahui secara benar.
c. Aplikasi ( application )
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
23
d. Analisis ( analysis )
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih masih ada kaitannya satu
sama lain.
e. Sintesis ( synthesis )
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian– bagian disuatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi ( Evaluation )
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap materi
atau objek. Penilaian didasarkan pada kriteria yang telah ditentukan.
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi sesorang terhadap stimulus atau objek. Sikap
merupakan kesiapan untuk bertindak tetapi sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas (Notoatmodjo, 2007). Ada empat tingkatan sikap yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Menerima dapat diartikan bahwa seseorang (subjek) mau menerima dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (Responding)
Merespon dapat diartikan dengan memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau
salah, berarti bahwa orang menerima ide itu.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai dapat diartikan dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
24
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Azwar (2011), sikap merupakan perasaan yang muncul karena
stimulus. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berespon positif atau negatif
terhadap objek, organisme atau situasi tertentu. ada tiga komponen sikap, yaitu :
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa
yang benar bagi objek sikap.
b. Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu
objek sikap.Komponen ini di samakan dengan perasaan yang dimiliki terhadapn
sesuatu.Namun, pengertian perasaan pribadi sering kali sangat berbeda perwujudannya
bila dikaitkan dengan sikap.
c. Komponen Perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa
kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.
2.2.3 Tingkatan Kesadaran
Menurut Geller 2000 (dalam Wardhani, 2008), tahapan dalam kesadaran seseorang
yaitu:
25
Gambar 2.1 The DO IT process enables shift from bad to good habbits
Berdasarkan gambar diatas, tahap-tahap kesadaran yaitu:
1. Unconscious Incompetence, merupakan tahap pertama dimana seseorang tidak mengerti
apa yang harus dilakukan.
2. Conscious Incompetence, merupakan tahap kedua dimana seseorang mengerti atau tahu
apa yang seharusnya dilakukan, tetapi perlu adanya pembelajaran bagaimana untuk
melakukannya dengan benar.
3. Conscious Competence, merupakan tahapan ketiga dimana seseorang dapat melakukan
dengan benar dikarenakan telah mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
4. Unconscious Competence, merupakan tahapan terakhir dimana seseorang telah
mempunyai kebiasaan dan mengetahui secara benar apa yang dilakukannya.
2.2.4 Penilaian Kesadaran
Untuk penilaian dari kesadaran tentang hipertensi yaitu menggunakan 13
pertanyaan. Setiap respon yang benar diberikan 1 poin. Kesadaran dikategorikan
sebagai berikut:
a. Kesadaran rendah : 1-4 respon yang benar
Unconscious
Incompetence
“ Bad habits “
Conscious
Incompetence
“Learning”
Conscious
Competence
“Rule governed”
Unconscius
Competence
“Safe Habits”
26
b. Kesadaran sedang : 5-8 respon yang benar
c. Kesadaran tinggi : 9-13 respon yang benar
Pertanyaan yang diberikan untuk responden dalam kaitannya dengan kesadaran
tentang hipertensi yaitu apakah mereka telah mendengan tentang hipertensi, hubungan
hipertensi dengan konsumsi sayuran dan buah-buahan, asupan garam, dan aktifitas
fisik (Kumar, et al, 2016).
2.3 Hubungan Kesadaran, Faktor Resiko, dan Tekanan Darah
Kesadaran mengenai hipertensi di kalangan masyarakat masih kurang sehingga
sering menyebabkan konsekuensi yang fatal akibat hipertensi (Kumar, at al, 2016).
Besarnya masalah hipertensi dan risiko komplikasi berat yang menyertainya nampaknya
belum disadari oleh sebagian besar masyarakat. Rendahnya kesadaran masyarakat,
perjalanan klinis yang tanpa gejala serta pengetahuan yang kurang berperan penting
dalam rendahnya kepatuhan pengobatan hipertensi (Darnindro & Johannes, 2017).
Faktor resiko hipertensi akan meningkat pada orang yang kurang melakukan
aktivitas fisik seperti pekerja kantor, dan ibu rumah tangga, sering konsumsi alkohol
dan rokok. Oleh karena itu faktor risiko hipertensi dapat disebabkan oleh gaya hidup
yang tidak sehat (Indrayanti et.al, 2018). Oleh karena itu kesadaran merupakan salah
satu faktor penting yang menentukan perilaku. Kesadaran yang lebih baik dapat
membantu dalam mengubah gaya hidup tidak sehat dan meningkatkan kesehatan serta
dapat mengontrol faktor resiko sehingga kejadian hipertensi dapat dicegah dan tidak
akan menimbulkan komplikasi yang berat.